Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran Selasa, 22 Maret 2016 Paradigma Memandang Realitas : Sebuah Fondasi Awal • Pemahaman semiotika tidak akan mudah terjebak pada urusan-urusan yang teknik metodologi, melainkan memiliki pendasaran berpikir yang kuat. • Secara mendalam juga bisa menggambarkan posisi letak kajian Semiotika dengan berbagai mazhab pendekatan dan perpektif sosial yang berbeda. Apa itu paradigma ? • Paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan (sosial) tertentu. • Paradigma sekaligus sebagai ‘jendela keilmuan’ untuk melihat dunia sosial. • Setiap realitas sosial yang kita lihat dan kita fahami secara disadari atau tidak ditentukan dengan pilihan paradigma (cara pandang) yang diambil. Perdebatan “Body” dan “Mind” • Realitas (filsafat) ; “materialisme’ – “idealisme” • Realitas (teoritik) : “Objektivisme” – “Subyektivisme” atau “Strukturalisme” – “Indvidualisme” • Perbedaan perspektif yang banyak bertumpu pada ‘body’ (tubuh/struktur/sistem) dan juga yang meletakkan tumpuan pada ‘mind’ (pikiran/gagasan atau ide) Asumsi-asumsi filosofis paradigma Fakta Sosial 1. memahami dan melihat realitas sosial masyarakat melalui kacamata makro strukturalnya. 2. Kehidupan masyarakat dilihat sebagai realitas yang berdiri sendiri, lepas dari persoalan apakah individu-individu anggota masyarakat itu suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju. Pranata sosial, hirarkhi dan sistem sosial yang ada terpisah dengan individu masyarakat. 3. Kehidupan sosial manusia merupakan kenyataan (fakta) tersendiri yang tidak mungkin dapat dimengerti berdasarkan ciri-ciri personal individu semata. 4. Kondisi sosial objektif (realitas sosial) mempengaruhi kesadaran subjektif seseorang dan bukan sebaliknya * Berbagai teori turunan dari ‘Paradigma Fakta Sosial’ ini lebih banyak mengkaji peran dan pengaruh dari berbagai struktur sosial, sistem atau pranata sosial terhadap individu dalam masyarakat. Paradigma Definisi Sosial 1. Memahami dan melihat realitas sosial bukan pada ranah makro ‘struktural objektifnya’ tetapi pada ‘tindakan ‘dan ‘proses berpikir’ manusia sendiri. 2. Dalam posisinya dengan realitas sosial di luar dirinya, seseorang dilihat sebagai ‘individu bebas’ dan mempunyain kreatifitas unik dalam menafsirkan dan memahami realitas. 3. Hakikat dari realitas sosial yang dihidupi manusia pada dasarnya lebih bersifat ‘subjektif’ daripada sebagai sebuah kenyataan ‘objektif’. 4. Realitas subjektif mengandaikan bahwa tindakan selalu bermakna subjektif bagi individu yang bersangkutan. Contoh : Teori ‘Interaksionis Simbolik’ yang ada dalam kelompok paradigma ini, meyakini bahwa kekuatan tindakan interaksi manusia inilah yang kemudian menghadirkan realitas. • Manusia mampu menciptakan simbol dan sekaligus mampu memanipulasi simbol demi kepentingan dan tujuan berinteraksi. • Pada proses interaksi simbol itu maka kekuatan interpretasi makna simbol sangat dibutuhkan. • Pada dasarnya kemampuan tafsir dan interpretasi inilah yang merupakan kekuatan utama dalam menjalani proses komunikasi yang berlangsung. Paradigma Perilaku Sosial 1. Pendekatan sosial harus didekatkan pada sebuah pengamatan perilau social yang teramati secara objektif (empiris objektif). 2. Perilaku manusia dalam dalam interaksi sosial dilihat sebagai respon atau tanggapan (reaksi mekanis yang bersifat otomatis) dari sejumlah stimulus atau rangsangan yang muncul dalam interaksi tersebut 3. Memusatkan pada persoalan tingkah laku dan pengulangan tingkah laku tertentu sebagai pokok persoalan. * Fokus kajian adalah entitas yang teramati dan empiris. Salah satu teori yang masuk dalam paradigma ini adalah Teori Pertukaran Sosial. “Dialektika Realisme dan Filsafat Bahasa” • Realisme meletakkan ‘kenyataan riil-objektif’ sebagai dimensi kebenaran. • Sisi lain meletakkan dimensi “kesadaran subjektif” sebagai kebenaran. • ‘kajian semiotika’ lebih cenderung ada dalam kelompok kedua, filsafat bahasa. • Pemikiran ‘strukturalis’ dan ‘pascastrukturalis’ ini merujuk pada perkembangan filsafat yang melatakkan dimensi penting ‘bahasa’ dalam memahami realitas. • Gejala pandangan filsafat abad 20 yang ‘antirealisme’. • ‘Tak ada kebenaran tunggal’, ‘tak ada kebenaran absolut’, ‘tak ada oposisi total’, ‘tak ada perbedaan esensial antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan’. • ‘Kebenaran pada prinsipnya sangatlah relatif’, ‘tak ada kebenaran yang benar-benar objektif’. • Beberapa unsur dimensi penting bagi kesadaran ‘strukturalis’ maupun ‘pascastrukturalis’ secara teoritik menjadi bingkai besar pada berbagai kesadaran semiotika. Relasi Internal dan Differance • Sebuah pandangan yang melihat bahwa esensi/identitas sesuatu hal dikonstitusikan oleh relasinya dengan hal yang lain dan ini berlaku universal. • Pemikiran Hegel tentang ‘negasi internal’ yang meyakini bahwa ‘dalam setiap positivitas senantiasa terdapat negativitas , dalam setiap identitas senantiasa terdapat perbedaan’. • Dalam buku Science of Logic, Hegel dengan berani memberi satu penekanan bahwa “Tak ada sesuatupun di langit dan di bumi yang pada dirinya tidak mengandung ada dan ketiadaan sekaligus”. • Konsep kunci lain yang cukup penting adalah ‘Differance’. • Prinsip struktur ‘perbedaan asali’ ini secara bersamaan merupakan prinsip ‘penundaan’ makna dari setiap tanda. • Prinsip ‘Differance’ sekaligus ingin menandai hilangnya kehadiran objektif. ‘Kehadiran penuh’ yang selalu diyakini oleh filsafat yang materalistik, objektif dan positivistik sejatinya hanya sebuah ilusi semata dan tidak pernah ada.