BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pendidik dan ahli berpendapat bahwa sejarah harus diajarkan di sekolah karena dimaksudkan terutama untuk mebangun kepribadian dan sikap mental siswa. Sejarah diajarkan bukan semata-mata dimaksudkan untuk menjadikan siswa sebagai ahli sejarah/sejarawan, walaupun kelak siswa dapat memilih bidang keahliannya tersebut, tetapi melalui pembelajaran sejarah siswa dapat menggali dan mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya Kasimanuddin (2004). Oleh karena itu sejarah merupakan alat pendidikan. Patut pula dicermati bahwa fungsi dan kegunaan sejarah menurut Nugroho Notosusanto (Ismaun, 1991 : 75-76) ada empat macam yaitu edukatif, inspiratif, instruktif, dan rekreatif. Edukatif, yaitu memberikan kebijaksanaan dan kearifan. Inspiratif, yaitu memberikan ilham pada kita. Instruktif, yaitu membantu kegiatan menyampaikan pengetahuan atau keterampilan dalam salah satu pengajaran kejuruan atau keterampilan. Rekreatif, sejarah memberikan cita rasa estetika dalam karya sastra dan pesona lawatan dan pesona lawatan kenangan masa. Empat fungsi dan kegunaan sejarah ini seharusnya memberikan pertimbangan pada guru pengajar sejarah bagaimana menyajikan pembelajaran mata pelajaran sejarah sehingga empat fungsi dan kegunaan sejarah tersebut terliput di dalamnya. Sejarah dapat membangkitkan keinsyafan akan suatu dimensi yang amat fundamental dalam eksistensi umat manusia. Dasar mutlak dari eksistensi itu 1 adalah kontinyuitas, yaitu gerakan dan peralihan terus-menerus dari yang lalu ke arah depan. Maknanya adalah manusia hanya ada selama ia bergerak ke depan, kehidupan manusia kini dan ke depan selalu merupakan penerusan warisan nenek moyangnya dalam bentuk perubahan, pembaharuan, peralihan, perpaduan warisan nenek moyang dan ciptaannya kini. Anak yang tidak belajar sejarah, akan banyak kehilangan pengalaman dan pengertian seluk-beluk kehidupan masyarakat dan kurang disiapkan sebagai warga negara (Kasimanuddin, 2004). Sejarah sebagai sarana pendidikan dalam konteks sejarah sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah, maka tujuan dan substansinya disesuaikan dengan segi-segi normatif yang dikandung oleh tujuan pendidikan. Mata pelajaran sejarah diharapkan memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional, melalui capaian tujuan pembelajaran pembentukan kompetensi kesejarahan peserta didik. Pembelajaran sejarah yang mendidik seharusnya dapat dilaksanakan dengan orientasi pendidikan intelektual dan pendidikan moral bangsa. Pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan segi-segi faktual dari substansinya, tetapi harus disertai dengan proses belajar yang mendorong siswa berfikir kritis, seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran sejarah yang berbunyi: “Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan”. Dari khasanah sejarah, siswa dapat menggali dan mengaktualisasikan nilai-nilai edukatif, inspiratif dan instruktif yang terkandung di dalamnya. Artinya pengetahuan masa lampau tersebut 2 mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik Pembelajaran sejarah harus bermakna dan berguna, maka proses pembelajarannya pun harus mengetengahkan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengambil manfaat dari pembelajaran yang telah dilaluinya. Oleh karena itu, pembelajarannya tidak serta merta hanya berorientasi ceramah yang merupakan guru sebagai sentral utama, tetapi harus berorientasi kepada siswa sebagai sentral utama seperti yang dikehendaki oleh beberapa aturan yang ditetapkan oleh pemerintah yang antara lain: 1. Menurut UU Sikdinas No 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 4 menegaskan: “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran” 2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat (UU No 20/2003: Sisdiknas, pasal 4, ayat 3) 3. … meliputi: proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (UU No 20/2003: Sisdiknas, bag. penjelasan) 4. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan 3 fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005: Standar Nasional Pendidikan, ps 19, ayat 1). Salah satu komponen yang menentukan bagi tercapainya keberhasilan pembelajaran adalah guru. Menurut Hamalik (1980: 28-29) fungsi utama guru adalah merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran. Fungsi inilah yang menyebabkan guru mempunyai kedudukan strategis dan menentukan. Kemampuannya merancang pembelajaran, maka proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi dapat dilakukan dan dicapai oleh setiap guru. Masalahnya adalah tidak sedikit guru khususnya pengajar mata pelajaran sejarah, yang belum mempunyai keterampilan untuk menyelenggarakan pembelajaran seperti tersebut di atas. Hal ini disebabkan sedikitnya pengetahuan yang dimiliki guru tentang model-model pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa menjadi aktif, kreatif, dan efektif dalam belajar, sehingga siswa merasakan kegunaan mempelajari sejarah yang menghantarkan siswa menjadi berminat mempelajari sejarah. Padahal dengan minat yang tinggi terhadap belajar sejarah diharapkan dapat mendongkrak pencapaian hasil belajar siswa. Dikaitkan dengan konteks pembelajaran mata pelajaran sejarah yang dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas, menunjukkan bahwa pembelajaran bersifat teacher centered dan bersifat verbalisme. Secara umum materi pendidikan sejarah ditandai oleh kecenderungan memanfatkan fakta sejarah sebagai materi pendidikan sejarah, seperti yang dikemukakan Hasan (2004:12): 4 ”...Peristiwa sejarah yang dipelajari oleh siswa di sekolah penuh dengan berbagai fakta sejarah seperti angka tahun, nama pelaku sejarah, tempat peristiwa sejarah, dan rangkaian kejadian demi kejadian. Materi yang berupa fakta itu bahkan seringkali menimbulkan kesan salah terhadap sejarah, yaitu bahwa sejarah hanya dianggap sebagai rangkaian angka tahun, nama orang, dan tempat...” Pembelajaran mata pelajaran sejarah yang bersifat verbalisme, menyebabkan siswa dihadapkan pada materi yang sifatnya hanya berorintasi pada informasi belaka (Kardi, 2000: 18), sehingga siswa tidak merasakan manfaat langsung dari pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Oleh karena hal tersebut, mata pelajaran sejarah cenderung tidak diminati oleh para siswa. Sebenarnya, jika ditelusuri, dari sekian banyaknya model pembelajaran, ada beberapa atau mungkin semua di antaranya dapat diadopsi dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pemebelajaran sejarah yaitu Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry). Melaui model pembelajaran inkuiri, siswa dilatih untuk berpikir kritis, terutama dalam menggunakan metodologi sejarah, yang salah satunya menuntut siswa untuk kritis terhadap sumber sejarah dalam mengungkapkan fakta yang benar. Diharapkan, dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri, siswa dapat menunjukkan antusias dalam mengikuti pembelajaran sejarah, baik dilihat dari tingkat partisipasi aktif dalam setiap langkah pembelajaran maupun kesediaan mereka dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan. Selain itu, diharapkan pula dapat meningkatkan minat dan perhatian dalam mempelajari sejarah, yang sebelumnya menurut mereka mungkin hanya sekedar untuk melaksanakan kewajiban saja. Setelah melalui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri, belajar sejarah dirasakan 5 menjadi suatu kebutuhan. Lebih jauh lagi, siswa akan merasa nyaman, tidak bosan, dan tidak mengantuk waktu belajar. Mempunyai minat dan mencapai hasil pembelajaran yang tinggi. Bila ini terjadi, maka yang menjadi tujuan dari pembelajaran sejarah pun akan tercapai. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 pasal 19, menegaskan: setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Kemudian PP ini dipertegas lagi oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 tahun 2007 yang berbunyi bahwa dalam proses pembelajaran setidak-tidaknya harus mengandung unsur eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Ketiga unsur tersebut merupakan hal yang tidak bisa ditawar. Oleh karena itu, para guru di sekolah termasuk guru sejarah harus melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mencakup ketiga unsur tersebut. Hal ini dimaksudkan agar dengan melaksanakan pembelajaran yang efektif dapat terpenuhinya capaian kompetensi siswa. Baik PP19 tahun 2005 maupun Permen Diknas 41 tahun 2007 menegaskan pula bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian ini digunakan untuk: menilai pencapaian kompetensi siswa, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. 6 Selain sesuai dengan karakteristik mata pelajaran sejarah yang sekaligus memberikan keterampilan sejarah dan latihan berpikir kritis pada siswa, model pembelajaran inkuiri juga memberikan pengalaman atau kegiatan belajar yang mengandung unsur eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi bagi siswa. Melalui langkah-langkah inkuiri, ketiga unsur yang dimaksud oleh Permen no 41 tahun 2007 dapat terpenuhi. Hal ini dikuatkan oleh beberapa penelitian yang menemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran pada hampir semua mata pelajaran dan pada hampir semua jenjang pendidikan. Diharapkan melalui proses pembelajaran yang bermutu dapat meningkatkan capaian kompetensi siswa. Dengan kata lain, diharapkan pembelajaran inkuiri merupakan model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan capaian kompetensi siswa dalam mata pelajaran sejarah. Mengingat bahwa capaian kompetensi siswa yang salah satunya ditunjukkan oleh hasil belajar siswa dan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, maka perlulah penelitian terhadap keefektifan model pembelajaran inkuiri terhadap pencapaian hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sejarah. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji tentang pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran sejarah yang dilaksanakan di sekolah SMA Negeri 20 Bandung 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, maka dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa antara siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri? 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa antara kelompok siswa perempuan dengan kelompok siswa laki-laki pada kelas eksperimen? 3. Bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran inkuiri? 4. Bagaimana kualitas pelaksanaan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran sejarah? C. Variabel dan Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang perlu dijelaskan secara operasional yaitu model pembelajaran inkuiri dan hasil belajar siswa 1. Model pembelajaran inkuiri Model Pembelajaran Inkuiri (Inquiry) yaitu suatu model yang berpusat pada siswa (student centered), dimana siswa atau kelompok siswa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dan siswa sendiri yang mencoba menemukan jawaban (Hamalik, 2007). Peran guru dalam pembelajaran ini adalah mengarahkan siswa agar senantiasa memegang proses inkuiri dan mendorong siswa senantiasa mengembangkan sikap ilmiah. 8 Menurut Hasan (1996: 236) model pembelajaran inkuiri dalam kegiatan pembelajaran terdiri dari langkah-langkah: a) perumusan masalah, b) pengembangan hipotesis, c) pengumpulan data, d) pengolahan data, e) pengujian hipotesis, dan f) penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, prosedur atau langkah-langkah pembelajaran inkuiri divisualisasikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sejarah dan pengamatan peneliti. 2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2006: 22). Hasil belajar dalam penelitian ini adalah pencapaian siswa dalam penguasaan materi atau konsep setelah melewati proses pembelajaran dalam bentuk prestasi belajar yang ditunjukkan dengan angka berupa nilai yang dicapai siswa dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang terdapat dalam pre tes dan pos tes pada pembelajaran sejarah. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Menemukan perbedaan hasil belajar siswa antara siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri. 2. Menemukan perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa perempuan dengan kelompok siswa laki-laki pada kelas eksperimen. 9 3. Mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran inkuiri 4. Mengetahui kualitas pelaksanaan model pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran sejarah. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat dalam upaya meningkatkan hasil belajar pelajaran sejarah. Manfaat yang dipetik dari hasil penelitian antara lain : 1. Sebagai pedoman bagi penulis tentang bagaimana cara menerapkan model pembelajaran inkuiri dalam pelajaran IPS khususnya mata pelajaran sejarah untuk meningkatkan hasil belajar. 2. Memberi masukan kepada stakeholder pendidikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan mata pelajaran IPS, khususnya untuk mata pelajaran sejarah. 3. Sebagai bahan masukan bagi guru IPS khususnya mata pelajaran sejarahp untuk menjadikan model embelajaran inkuiri dikembangkan dan ditetapkan dalam melaksanakan pembelajaran sejarah 4. Membantu mengembangkan wawasan para pengawas dan perekayasa kurikulum di tingkat kabupaten dan kota tentang bagaimana menerapkan model pembelajaran inkuiri dalam mata pelajaran IPS khususnya mata pelajaran sejarah. 5. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan keaktifan dan kreatifitas siswa serta meningkatkan hasil belajarnya dalam pembelajaran IPS khususnya mata pelajaran sejarah. 10 6. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan efektivitas pembelajaran IPS khususnya mata pelajaran sejarah 7. Memberikan kontribusi bagi guru IPS khusunya sejarah bagaimana cara menerapkan model pembelajaran inkuiri dalam pelajaran sejarah. F. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini, yaitu: 1. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara siswa yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri 2. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara kelompok siswa perempuan dengan kelompok siswa laki-laki pada kelas eksperimen. G. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuntitatif dengan sub metode eksperimental dan survey. Sedangkan jenis eksperimen yang digunakan adalah kuasi eksperimental. Data yang dikumpulkan merupakan data/informasi mengenai variabel-variabel dalam penelitian ini serta data pendukung lainnya yang dianggap relevan. Data yang dikumpulkan antara lain: hasil belajar siswa berupa pretes dan postes, data pengamatan terhadap proses pembelajaran, dan data sikap siswa terhadap model pembelajaran inkuiri. 11 H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bandung, Populasi penelitian adalah siswa SMA Negeri 20 Kota Bandung. Data diperoleh dari siswa kelas XI tahun pelajaran 2008/2009 jumlah siswa 76 yang terbagi kedalam 2 kelas. I. Alur Penelitian Alur kegiatan penelitian seperti tergambar pada bagan berikut ini: Memilih Masalah Studi Pendahuluan Merumuskan Masalah Merumuskan Hipotesis Memilih Desain Penelitian Menentukan Sumber Data Menentukan Variabel Mengumpulkan Data Analisis Data Menarik Kesimpulan Menyusun Laporan 12