Rekayasa Genetik Tanaman untuk Produksi Artemisinin, Senyawa Antimalaria Hasil penelitian rekayasa genetik untuk produksi artemisinin, senyawa antimalaria, merupakan terobosan dalam memproduksi senyawa tersebut secara massal dalam waktu yang relatif cepat. M alaria merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan 1,2% dari total kematian manusia disebabkan oleh penyakit ini. Wabah penyakit malaria di Indonesia makin meningkat. Di lain pihak, parasit malaria berupa Plasmodium falciparum telah resisten terhadap obat malaria yang biasa digunakan, sehingga perlu dikembangkan obat antimalaria yang baru. WHO telah merekomendasikan pengobatan penyakit malaria dengan Artemisia annua L. yang dikombinasikan dengan obat lain yang disebut Artemisinin Combination based Therapy (ACT), untuk mengatasi resistensi beberapa obat malaria. Artemisinin merupakan produk metabolit sekunder dari tanaman Artemisia. yang sangat efektif terhadap P. falciparum. Pembuatan artemisinin secara sintesis sulit dilakukan dan tidak ekonomis. Cara yang mudah dan murah adalah mengekstrak dari tanaman Artemisia. Sayangnya, tanaman Artemisia di Indonesia mengandung artemisinin yang rendah, sehingga tidak ekonomis untuk dikembangkan dalam skala industri. Metabolit sekunder dapat diproduksi dengan teknik kultur in vitro melalui kultur kalus atau kultur akar rambut. Pada kultur kalus, pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), baik auksin maupun sitokinin, sangat diperlukan. Penggunaan ZPT tersebut secara tunggal atau kombinasi dengan konsentrasi yang tepat diharapkan dapat menginduksi dan meningkatkan pertumbuhan kalus. Media kultur dan prekursor mempengaruhi produksi metabolit sekunder. Induksi akar rambut dapat dilakukan dengan menggunakan vektor Agrobacterium rhizogenes yang sesuai. Induksi akar rambut transgenik dihasilkan oleh adanya transfer T-DNA dari A. rhizogenes ke dalam sel tanaman. Fragmen TDNA yang ditransfer tersebut membawa gen rol untuk mensintesis auksin dan sitokinin, sehingga ekspresi gen tersebut menyebabkan terjadinya over produksi fitohormon dalam sel tanaman. Efisiensi transformasi dipengaruhi oleh: (1) umur tanaman pada saat infeksi yang berkaitan dengan kompetensi sel, (2) umur isolat Agrobacterium yang digunakan untuk infeksi yang berhubungan dengan virulensi. Dalam hal ini umur isolat bakteri berkaitan dengan fase pertumbuhan Agrobacterium, sedangkan waktu inkubasi menentukan fase pertumbuhan yang berkaitan dengan proses molekuler dalam sel bakteri dalam mengatur gen rol pada proses transformasi, dan (3) suhu untuk pertumbuhan Agrobacterium. Keuntungan dari kultur akar rambut antara lain adalah: (1) dapat tumbuh pada media tanpa ZPT, (2) pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan akar yang berasal dari induksi ZPT, dan (3) akar rambut dapat menghasilkan metabolit sekunder yang tinggi. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan metode kultur akar rambut dengan bantuan A. rhizogenes pada tanaman ginseng meningkatkan kandungan total saponin 0,95% lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan total saponin dari tanaman induknya. Di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) telah dilakukan penelitian awal untuk produksi senyawa artemisinin, menggunakan metode kultur akar rambut dengan bantuan vektor A. rhizogenes. Tiga strain bakteri A. rhizogenes telah dicobakan pada eksplan daun dan batang Artemisia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi A. rhizogenes pada daun Artemisia yang telah dilukai ternyata menginduksi pembentukan akar rambut. Bakteri A. rhizogenes strain ATCC 15834 lebih cepat menginduksi akar rambut dibanding Pembentukan akar rambut pada eksplan daun Artemesia dengan menggunakan tiga strain bakteri A.rhizogenes. (a: strain ATCC 15834, b: strain LBA 9457, c: Strain A4J). 4 Tabel 1. Induksi akar rambut pada eksplan daun Artemisia dengan menggunakan 3 strain A. rhizogenes. Strain bakteri ATCC 15834 LBA 9457 A4J Pembentukan akar rambut (%) Inisiasi akar (hari setelah inokulasi) 50,77 31,08 6,67 11 26 27 dua strain lainnya. Pembentukan akar rambut oleh strain ini mencapai 50,77% (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena tanggapan jaringan berbeda terhadap strain bakteri yang digunakan. Kemampuan inokulasi Agrobacterium terhadap tanaman juga berbeda. Faktor yang menentukan kompetensi jaringan antara lain adalah spesies atau genotipe asal eksplan, jenis organ yang digunakan, dan tingkat perkembangan organ. Kompetensi tanaman berkaitan dengan senyawa fenolik yang dikeluarkan oleh sel tanaman yang luka. Senyawa tersebut berfungsi untuk mengaktifkan gen vir yang berperan dalam mengaktifkan gen rol. Gen rol diekspresikan pada jaringan tertentu, di mana kandungan sukrosa dan IAA tinggi. Eksplan daun kemungkinan banyak mengandung sukrosa dan IAA, sehingga gen rol dapat terekspresi dengan baik dan dapat menginduksi pembentukan akar rambut. Keberhasilan induksi akar rambut pada eksplan daun kemungkinan juga disebabkan oleh kompatibilitas Agrobacterium untuk menerima isyarat dari jaringan daun yang luka dan diikuti oleh terinduksinya gen vir yang diperlukan dalam proses inokulasi. Selain itu juga adanya kompatibilitas gen yang menyebabkan T-DNA A. rhizogenes kom- patibel dengan kromosom tanaman, sehingga T-DNA dapat terintegrasi dengan baik ke dalam genom tanaman. Hasil penelitian awal ini tampaknya merupakan terobosan dalam memproduksi senyawa artemisinin secara massal dalam waktu yang relatif cepat (BB-Biogen). Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3A Bogor 16111 Telepon : (0251) 337975 339793 Faksimile : (0251) 338820 E-mail : [email protected] Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 29, No. 6, 2007 Inderaja untuk Pertanian Teknologi penginderaan jauh (inderaja) memiliki banyak kegunaan untuk diaplikasikan di bidang pertanian, di antaranya untuk memonitor kondisi tanaman, estimasi produksi, deteksi hama dan penyakit tanaman, mengontrol penggunaan herbisida, pemupukan, kekurangan air, dan bahkan pendugaan sifat tanah. I nderaja untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 1858 dan 114 tahun kemudian diluncurkan Landsat1. Sejak saat itu data satelit yang pada awalnya dikembangkan untuk keperluan militer mulai digunakan untuk memonitor perubahan lingkungan tanpa harus melakukan pengamatan langsung di lapangan. Dalam 30 tahun terakhir, teknologi berbasis pencitraan dari udara maupun satelit makin handal dan akurat sejalan dengan perkembangan teknologi sensor, komputasi, dan pencitraan digital dengan komputer. Keunggulan teknologi ini antara lain adalah dapat digunakan untuk pengamatan daerah yang cakupannya luas dalam waktu yang relatif singkat, menjangkau daerah terisolir dan terpencil, pengamatan dan pemantauan secara time series dan near-real time. Aplikasi inderaja banyak digunakan saat ini untuk tujuan peringatan dini, mitigasi, pemantauan dan mempelajari bencana alam. Selain itu, inderaja juga digunakan untuk tujuan komersial, seperti program asuransi banjir, asuransi tanaman, dan distribusi pasar. State of the Art Aplikasi Inderaja untuk Pertanian Dalam dasa warsa terakhir, inderaja telah digunakan di bidang pertanian secara luas. Teknologi ini mampu melihat variasi tanaman yang dapat membantu petani dan praktisi pertanian untuk mengidentifikasi dan merespons secara tepat dan cepat permasalahan yang disebabkan oleh hama, cuaca, dan kekurangan unsur hara. Pemantauan Kondisi Tanaman. Di antara aplikasi inderaja untuk pertanian, pemantauan kondisi tanaman adalah yang paling banyak digunakan. Sejak 1990-an, National Agricutural Statistic Service (NASS) menggunakan data Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) dari satelit National Oceanographic and Atmospheric Administration (NOAA) untuk memonitor kondisi tanaman di Amerika Serikat. Pengaruh banjir besar terhadap tanaman pertanian di Midwest pada tahun 1993 dan awal musim dingin 1995, kekeringan parah di daerah gandum pada tahun 1996, dan keterlambatan tanam pada tahun 1996 di sentra produksi gandum telah dimonitor menggunakan data tersebut. Di Thailand, penelitian menggunakan Japanese Earth Resources Satelite (JERS) bertujuan untuk mengkaji kekeringan. 5