Dinamika dan Keragaman Genetik Sumberdaya Ikan di Wilayah

advertisement
LAPORAN TEKNIS:
TAHUN ANGGARAN 2015
Dinamika dan Keragaman Genetik Sumberdaya Ikan di
Wilayah Calon Kawasan Suaka Perikanan Sungai Kumbe
Papua
Oleh :
Yoga Candra Ditya, Arif Wibowo, Marson,
Mirna Dwirastina, Apriyadi, dan Rusmaniar
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2015
Dinamika dan Keragaman Genetik Sumberdaya Ikan di Wilayah Calon
Kawasan Suaka Perikanan Sungai Kumbe Papua
Yoga Candra Ditya, Arif Wibowo, Marson, Mirna Dwirastina,
Apriyadi, dan Rusmaniar
Abstrak
Kegiatan penelitian di sungai kumbe dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap
ketersediaan data dan informasi di wilayah Indonesia bagian timur terutama yang
termasuk kedalam paparan sahul. Hal ini dikarenakan mengingat masih terbatasnya
data dan informasi mengenai kegiatan penelitian di wilayah tersebut. Selain itu,
kegiatan penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi suatu bentuk dukungan terhadap
program prioritas lintas K/L dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal
(provinsi papua dan papua barat) yang merupakan salah satu agenda dari kebijakan
pemerintah pusat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika dan keragaman
genetik sumberdaya ikan di wilayah calon kawasan suaka perikanan Sungai Kumbe
Papua sebagai bahan dasar dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dalam
pengelolaan perairan sungai Kumbe. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2015,
dengan tiga kali survei di lapangan yaitu pada bulan Mei, Agustus dan November
tahun 2015. Lokasi penelitian meliputi wilayah calon suaka perikanan berdasarkan
penelitian yang dilakukan Satria et al (2012) yaitu Sakor dan Kaiza (Mahayulumb).
Pengambilan data primer meliputi keragaman genetik dan jenis ikan, informasi pola
sejarah hidup, biologi dan dinamikanya. Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi morfologi dan DNA Barcoding. Diharapkan data dan informasi
tentang dinamika dan keragaman genetik sumberdaya ikan yang berafiliasi di calon
kawasan suaka perikanan sungai kumbe dapat dijadikan sebagai salah satu komponen
bahan pengelolaan, mengingat perairan sungai tersebut merupakan bagian dari
kawasan pengelolaan perikanan perairan umum daratan (KPP-PUD 412) dari
keseluruhan 14 KPP PUD yang ada di Indonesia. Ketersediaan data dan informasi
yang akurat merupakan komponen penting yang dibutuhkan dalam rangka
perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan umum yang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keragaman genetik sumberdaya ikan di Sungai Kumbe
diperoleh paling tidak 7 Ordo, 15 famili dan 27 spesies ikan yang keseluruhan
berhasil di barkode berdasarkan sekuens gen Cytochrom Oxidase Subunit 1 (COI)
mitochondrial DNA. Selain itu, 11 spesies diantaranya di barkode untuk pertama
kalinya. Sepuluh spesies ditemukan pada tahap larva dan juvenil di habitat rawa
gambut Sungai Kumbe. Larva dan juvenile yang diidentifikasi terutama berasal dari
Perciformes dan Antheriniformes. Kelompok Gobiidae termasuk dalam Perciformes
yang terutama terdapat melimpah di dua lokasi (Yakui dan Sakor) dan ikan sumpit,
Toxotes oligolepis terdeteksi di semua lokasi pengambilan sampel (termasuk alur
sungai/Alfasera) Demikian pula, kami menemukan larva ikan dan juvenil dari jenis
ikan lainnya seperti Pingalla lorentzi, Melanotaenia splendida inornata dan
Iriatherina werneri di habitat rawa gambut. Ikan Sembilang (Neosilurus ater) di
Sungai Kumbe memiliki keragaman genetik baik asam amino maupun nukleotida. 2
situs asam amino bersifat variabel (non sinonimous), 2 situs nukleotida yang
bervariasi dan semuanya singleton. Kolaborasi hasil morfometrik dan meristik dapat
disimpulkan bahwa populasi ikan sembilang di Sungai Kumbe dapat diperlakukan
sebagai satu stok tunggal. Analisa sex ratio mengindikasikan meningkatnya persentasi
ikan sembilang betina sejalan dengan makin besarnya ukuran ikan, dimana ikan
ii
sembilang di Sungai Kumbe memiliki tipe partial spawning. Pola pertumbuhan ikan
sembilang di Sungai Kumbe, baik jantan dan betina adalah alometrik positif.
Makanan ikan sembilang berupa moluska, serangga, krustasea dan cacing. Analisa
komposisi basa nukleotida untuk ikan kakap rawa dari Sungai Kumbe
mengidentifikasi tidak ada situs yang bervariasi. Hasil analisa karakter morfometrik
dan karakter meristik ikan kakap rawa menunjukkan bahwa populasi ikan kakap rawa
di Sungai Kumbe merupakan populasi yang tercampur sehingga bisa diperlakukan
sebagai satu unit stok. Ikan kakap rawa di Sungai Kumbe memiliki tipe partial
spawning. Pola pertumbuhan ikan kakap rawa di Sungai Kumbe, baik jantan dan
betina adalah alometrik positif. Ikan kakap rawa dikategorikan sebagai omnivora
yang bersifat demersal. Makanan utamanya adalah alga dan dentritus. Ikan ini adalah
ikan tropis dengan dasar sungai berpasir atau lumpur.
Kata Kunci : dinamika, genetik, dna bercoding, suaka perikanan, kumbe, papua.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena kami dapat
menyelesaikan Laporan Teknis Kegiatan TA 2015 yang berjudul Dinamika dan
Keragaman Genetik Sumberdaya Ikan di Wilayah Calon Kawasan Suaka Perikanan
Sungai Kumbe Papua. Kegiatan penelitian ini merupakan kegiatan penelitian lanjutan
tahun ke-2 (kedua) dari penelitian Potensi dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di
Perairan Sungai Kumbe Kabupaten Merauke Provinsi Papua yang dilakukan
sebelumnya di Tahun 2014 di Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang.
Kegiatan penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal pada awal tahun
kegiatan dan pelaksanaan kegiatan di lapangan mulai bulan Mei 2015 dan berakhir
pada bulan Desember 2015. Kajian Dinamika dan Keragaman Genetik Sumberdaya
Ikan di Wilayah Calon Kawasan Suaka Perikanan Sungai Kumbe Papua dilakukan
sebagai bentuk evaluasi mengenai kelayakan suatu calon suaka perikanan dengan
melihat dinamika dan keragaman genetik sumber daya ikan asli selain arwana yang
mampu berafiliasi dan berpotensi ekologis dan ekonomis di wilayah calon suaka
tersebut. Diharapkan hasil ini bisa menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan
(stakeholders) dalam pengelolaan sumber daya ikan di sungai Kumbe Papua.
Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
terutama kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke dan Kepala Balai
Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U), para peneliti, teknisi dan pejabat
struktural lingkup BP3U Palembang, sehingga Laporan Teknis ini dapat selesai.
Kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun diharapkan untuk
perbaikan penulisan Laporan Teknis ini.
Palembang,
Desember 2015
Tim Penulis
iv
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Penerima Manfaat ................................................................................. 3
1.3 Strategi Pencapaian Keluaran................................................................ 3
BAB II METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 4
2.2. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 4
2.3. Analisa Data ................................................................................. ....... 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Habitat Calon Suaka Perikanan Sungai Kumbe ............ 12
3.2. Keragaman Genetik dan Jenis Ikan .................................................... 22
3.3. Dinamika Larva Ikan ........................................... .............................. 35
3.4. Komunitas Ikan Tangkapan ............................................................... 43
3.5. Karakteristik Sumberdaya Ikan Ekonomis Penting ............................ 48
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62
v
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Parameter Kualitas Air yang diamati Selama Penelitian ...................... 7
Tabel 2. Kualitas Air di Perairan Sungai Kumbe bulan Mei dan Agustus 2015.. 16
Tabel 3. Distribusi spasial dan temporal spesies ikan yang teridentifikasi ......... 39
Tabel 4. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan pada bulan Mei
2015 di Sungai Kumbe, Papua ............................................................... 43
Tabel 5. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan pada bulan
Agustus 2015 di Sungai Kumbe, Papua ................................................ 44
Tabel 6. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan pada bulan Mei
2015 di Sungai Kumbe, Papua .............................................................. 44
Tabel 7. Indeks keanekaragaman dan dominansi ikan di Sungai Kumbe ........... 47
Tabel 8. Distribusi dan kelimpahan ikan berdasarkan bulan pengamatan di lokasi
penelitian ............................................................................................... 47
vi
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Peta sungai Kumbe ........................................................................... 4
Gambar 2. Rata-rata curah hujan per tahun ........................................................ 4
Gambar 3. Beberapa lokasi penelitian Sungai Kumbe Pengamatan Mei ............ 13
Gambar 4. Beberapa lokasi penelitian Sungai Kumbe Pengamatan Agustus .... 14
Gambar 5. Beberapa lokasi penelitian Sungai Kumbe Pengamatan November . 14
Gambar 6. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a. ................. 19
Gambar 7. Indeks Keanekaragaman & Dominansi Fitoplankton Sungai Kumbe 20
Gambar 8. Kelimpahan dan Indeks Biologi Zooplankton di Sungai Kumbe ..... 20
Gambar 9. Kelimpahan Perifiton (sel/cm2) di Sungai Kumbe ........................... 21
Gambar 10. Indeks Keanekaragaman & Dominansi Perifiton di Sungai Kumbe 21
Gambar 11. Blue Catfish, Neoarius graeffei (Kner & Steindachner 1867) ........ 23
Gambar 12. Narrow-fronted Tandan, Neosilurus ater (Perugia, 1894) .............. 24
Gambar 13. Merauke pandan, Porochilus meraukensis (Weber 1913) .............. 24
Gambar 14. Philippine catfish, Clarias batrachus (Linnaeus, 1758) .................. 24
Gambar 15. Golden river rainbow fish, Melanotaenia goldie (Maclcay, 1883) .. 25
Gambar 16. Gobius, Glossogobius sp ................................................................. 26
Gambar 17. Banded archerfish, Toxotes jaculatrix (Pallas, 1767) ..................... 27
Gambar 18. Seven-spot archerfish, Toxotes chaterus (Hamilton, 1822) ............. 27
Gambar 19. Lorentz's grunter Banded archerfish, Pingalla lorentzi ................. 28
Gambar 20. Fly river gizzard shad, Ambassis agrammus (Günther, 1867) ........ 28
Gambar 21. Giant glassfish, Parambassis gulliveri (Castelnau, 1878)
........... 29
Gambar 22. Mouth almighty, Glossamia aprion (Richardson, 1842) ................ 29
Gambar 23. Nile tilapia, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) ..................... 30
Gambar 24. Climbing perch, Anabas testudineus (Bloch 1792) ......................... 30
Gambar 25. Striped snakehead, Channa striata, Bloch 1792
....................... 31
Gambar 26. Northern Saratoga, Scleropages jardinii (Saville-Kent, 1892) ....... 31
Gambar 27. Indo-Pacific tarpon, Megalops cyprinoides (Broussonet, 1782) ..... 32
Gambar 28. Fly river herring, Nematalosa flyensis (Wongratana, 1983) ........... 32
Gambar 29. Freshwater longtom, Strongylura kreffti (Gunther, 1866) .............. 33
Gambar 30. Giant freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii ................... 33
vii
Gambar 31. Pohon Neighbour-joining phylogeny CO1 sequences menampilkan
hubungan kekerabatan antar spesies. .................................................... 34
Gambar 32. Bentuk morfologi larva ikan di Sungai Kumbe dan aplikasi teknik
DNA barcoding untuk identifikasi larva .............................................. 35
Gambar 33. Pohon Neighbour-joining sekuen COI menampilkan penempatan larva
dalam tingkatan spesies ikan. Panjang cabang memperlihatkan jarak
kimura 2 parameter. .............................................................................. 36
Gambar 34. Tahap awal fase pertumbuhan larva ikan teridentifikasi di Sungai
Kumbe .................................................................................................. 38
Gambar 35. Tahap awal fase pertumbuhan larva ikan tidak teridentifikasi di Sungai
Kumbe .................................................................................................. 38
Gambar 36. Persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan
biomassa pada bulan Mei 2015 ............................................................ 45
Gambar 37. Persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan
biomassa pada bulan Agustus 2015 ...................................................... 45
Gambar 38. Persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan
biomassa pada bulan November 2015 .................................................. 46
Gambar 39. Profil DNA ikan sembilang (Neosilurus ater) hasil amplifikasi
menggunakan pasangan primer COI F dan COI R ................................ 49
Gambar 40. Urutan sekuens ikan sembilang sepanjang 594 pb ......................... 50
Gambar 41. Data dasar pengukuran morfometrik ikan sembilang ...................... 52
Gambar 42. Tampilan morfologi alat kelamin betina dan telur pada TKG IV ikan
sembilang .............................................................................................. 53
Gambar 43. Tampilan morfologi ikan sembilang ............................................... 54
Gambar 44. Profil DNA ikan kakap rawa hasil amplifikasi menggunakan pasangan
primer COI F dan COI R. ..................................................................... 55
Gambar 45. Urutan sekuens ikan kakap rawa sepanjang 618 pb ........................ 56
Gambar 46. Tampilan morfologi alat kelamin betina ikan kakap rawa .............. 58
Gambar 47. Tampilan gonad jantan TKG II ikan kakap rawa ............................ 59
Gambar 48. Tampilan morfologi ikan kakap rawa yang mencerminkan
pertumbuhannya ................................................................................... 59
viii
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perairan umum di Kabupaten Merauke Provinsi Papua merupakan bagian dari
kawasan pengelolaan perikanan perairan umum pada paparan sahul (KPP PUD 412).
Kabupaten Merauke Provinsi Papua memiliki 3 sungai besar yaitu Bian, Kumbe dan
Maro. Menurut Sulistyawan (2005) ketiga sungai ini (Bian, Kumbe, dan Maro =
BIKUMA) mempunyai luas sekitar 23.593,83 km2.
Sungai Kumbe yang merupakan salah satu sungai di wilayah Kabupaten
Merauke, Papua yang termasuk ke dalam wilayah sungai Einlanden-Digul-Bikuma.
Sungai tersebut memiliki panjang 300,42 km dengan luas daerah tangkapan air
(catchment area) sebesar 3765,90 km2 (Departemen PU, 2008 dalam Satria et al,
2012). Sungai Kumbe terletak pada posisi 140o37’ BT dan 8o00’ LS di bagian hulu
sungai dan 140o13’ BT dan 8o21’ LS di muara sungai yang berbatasan dengan Laut
Arafura.
Menurut Satria et al (2012) Sungai Kumbe memiliki sumberdaya ikan yang
cukup beragam dan banyak sehingga aktivitas penangkapan ikan banyak dijumpai di
bagian hulu sungai. Karakteristik sekeliling Sungai Kumbe berupa rawa-rawa dengan
tumbuhan air yang padat serta dipenuhi oleh hutan bust. Selain ikan arwana irian,
jenis ikan lain yang ditemukan di Sungai Kumbe cukup beragam dan kelimpahannya
cukup tinggi, sehingga aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh penduduk
setempat dapat kita temukan disepanjang sungai.
Hasil penelitian Ditya et al (2014) ditemukan beberapa jenis ikan yaitu Nila,
Gabus/Gastor, Kaca, Betik, Kakap rawa, Sembilang, Pelangi, Udang, Sumpit,
Tulang, Julung-julung dan Bulanak. Dari beberapa jenis ikan hasil tangkapan
tersebut yang berpotensi sebagai ikan konsumsi seperti ikan kakap rawa, udang, duri,
tulang, dan sembilang. Sedangkan yang berpotensi sebagai ikan hias antara lain
arwana, saku, kaca, sumpit dan pelangi (rainbow).
Berdasarkan informasi dari masyarakat setempat di daerah hulu sungai
kumbe (alfasera) akan dijadikan lokasi perkebunan inti plasma antara masyarakat
setempat dengan perusahan perkebunan. Hal yang dikhawatirkan oleh tokoh
masyarakat di Kaiza adalah penurunan atau hilangnya spesies arwana yang
merupakan ciri khas spesies di sungai kumbe. Informasi masyarakat sebelumnya di
1
alfasera ada yang berkecimpung di bidang jual beli arwana dikarenakan masih sering
ditemukannya ikan arwana di sungai kumbe (alfasera), namun sekarang tidak lagi
dikarenakan arwana yang diperoleh harus didapat dari sungai Bian.
Hasil penelitian Satria et al (2012), menyatakan kegiatan penangkapan ikan di
Sungai Kumbe pada umumnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun kegiatan penangkapan yang mampu memberikan pendapatan yang cukup
besar bagi nelayan dan masyarakat di sekitar Sungai Kumbe adalah penangkapan
ikan arwana. Oleh sebab itu, potensi sumberdaya ikan arwana memegang peranan
penting dalam perekonomian masyarakat setempat, meskipun penangkapan
dilakukan pada musim anakan ikan arwana. Lebih lanjut menurut Satria et al (2012),
dampak dari kegiatan penangkapan ikan arwana pada musim asuhan (memelihara
anakan di dalam mulut), haruslah mendapat perhatian yang sangat serius, karena
menyangkut dengan kelestarian dari sumberdaya ikan arwana itu sendiri.
Permasalahan alih fungsi lahan atau perubahan antropogenik tak dapat
dihindari hal ini yang terjadi di wilayah pinggir sungai kumbe dan tentunya memberi
tekanan yang tinggi terhadap potensi dan keberadaan ikan arwana perlu disikapi.
Keberadaan suaka perikanan atau reservat sebagai wilayah perlindungan atas ikan
arwana dan ikan-ikan lain yang berpotensi ekonomis dan ekologis diharapkan bisa
mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, diiringi dengan adanya kajian mengenai
potensi ikan lain yang bisa dijadikan sebagai ikan ekonomis/hias yang dapat
memiliki nilai jual dan pangsa pasar, sehingga ketergantungan ekonomi nelayan atau
masyarakat setempat terhadap ikan arwana dapat tergantikan dengan ikan lain yang
memiliki potensi ekonomi.
Hasil penelitian Satria et al (2012), calon suaka perikanan di perairan Sungai
Kumbe berdasarkan karakteristik habitat ikan arwana ditentukan di lokasi Sakor dan
Kaisa (Mahayulumb). Sakor merupakan tipe ekosistem sungai dan rawa banjiran
dengan dicirikan warna air kehitaman, dipenuhi pohon yang tumbang dan perakaran.
Lokasi Sakor dapat dijadikan sebagai lokasi pemijahan, perlindungan dan
pembesaran. Sedangkan Kaisa (Mahayulub) merupakan tipe ekosistem rawa banjiran
yang dapat dijadikan sebagai wilayah perlindungan dan pemijahan, yang dicirikan
dengan warna air agak kehitaman dan dipenuhi oleh semak belukar dan pohon bus.
2
Pentingnya keberadaan suatu calon suaka perikanan ini tidak terlepas dari
kajian penentuan lokasi yang telah dilakukan berdasarkan karakteristik habitat ikan
ekonomis yang ditentukan. Namun tahapan tersebut tidak serta merta berhenti
sampai disitu, tetapi masih perlu evaluasi dari berbagai aspek untuk mengetahui
kelayakan calon suaka perikanan tersebut. Salah satu bentuk evaluasi mengenai
kelayakan suatu calon suaka perikanan adalah dengan melihat dinamika dan
keragaman genetik sumberdaya ikan asli lain yang mampu berafiliasi dan berpotensi
ekologis dan ekonomis di wilayah calon suaka tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dinamika dan keragaman genetik
sumberdaya ikan di wilayah calon suaka perikanan Sungai Kumbe Papua. Sedangkan
sasaran yang diinginkan adalah diketahuinya dinamika dan keragaman genetik
sumberdaya ikan di wilayah calon suaka perikanan Sungai Kumbe Papua.
1.2.
Penerima Manfaat (12)
1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke Provinsi Papua.
2. Direktorat Jenderal Sumberdaya Ikan (Subdirektorat. Perairan Umum
Daratan PUD).
3. Mahasiswa Perguruan Tinggi.
4. Masyarakat baik nelayan dan pemerhati lingkungan.
5. Peneliti bidang perikanan perairan umum daratan.
1.3.
Strategi Pencapaian Keluaran
Metodologi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan dengan pendekatan pengumpulan data primer
dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka, laporan
teknis, dan hasil penelitian yang relevan dari instansi terkait (BP2KSI, BPS Provinsi
Papua, BWS Mamberamo Papua, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Papua dan
Kabupaten Merauke, Bappeda, BLH dan Perguruan Tinggi). Data primer yang
dikumpulkan mencakup: Dinamika dan karakteristik sumberdaya ikan meliputi
dinamika larva, keragaman genetik dan jenis ikan, informasi pola sejarah hidup, dan
aspek biologi. Data primer dikumpulkan dari 3 (tiga) kali survai inventarisasi di
wilayah calon kawasan suaka perikanan sungai kumbe yaitu di bulan Mei, Agustus
dan Novermber.
3
II.
METODE PENELITIAN
2.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Sungai Kumbe Papua, tepatnya di kawasan
calon suaka perikanan yaitu Kaiza (Mahayulumb) dan Sakor. Kegiatan penelitian
dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dalam setahun yaitu pada bulan Mei, Agustus dan
November 2015.
Gambar 1. Peta Sungai Kumbe
Gambar 2. Rata-rata curah hujan per tahun (Sumber: JCP, 2012)
2.2.
Teknik Pengumpulan data:
Keragaman Genetik dan Jenis Ikan
Informasi keragaman genetik dan jenis-jenis ikan yang berafiliasi di wilayah
calon kawasan suaka perikanan Sungai Kumbe Papua menggunakan pendekatan
morfologi dan DNA Barcoding. Semua spesies ikan yang diperoleh (minimal 3
4
spesimen/spesies) di katalog (diberi label) dan disimpan di Museum koleksi ikan air
tawar, Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Palembang. Hasil
sekuense setiap spesies yang di diperoleh didaftarkan dan disimpan pada GenBank
NCBI.
Marka Molekuler
Setiap specimen yang terpilih, dilakukan koleksi darah dan sebagian otot
(kurang lebih berukuran 1 x 1 cm), selanjutnya dimasukkan atau disimpan dalam vial
tube yang telah berisi alkohol absolut 99%. Vial tube diberi kode dan asal specimen,
untuk kemudian disimpan dalam suhu kamar. Scapel dan sarung tangan untuk
koleksi darah dan otot hanya digunakan sekali untuk setiap specimen dan langsung
dibuang. Vial tube hanya berisi darah atau otot dari hanya satu specimen sampel.
Selanjutnya vial tube dibawa ke laboratorium untuk dilakukan ekstraksi dan isolasi
mtDNA.
Ekstraksi dan isolasi mtDNA
Isolasi DNA dilakukan menggunakan Genomic DNA mini kit for blood
(Geneaid) yang dimodifikasi. Sel-sel darah ikan yang disimpan dalam alkohol 70%
dicuci dengan air destilata dua kali kemudian disuspensikan dalam bufer STE (NaCl
1M, Tris-HCL 10mM, EDTA 0.1mM, pH 8) hingga volume 350µl. Sel-sel darah
dilisis dengan SDS 1% dan proteinase K 0.125 mg/ml pada suhu 55oC selama 1 jam
sambil dikocok pelan. Metode ekstraksi DNA selanjutnya mengikuti petunjuk
Genomic DNA mini kit for fresh blood (Geneaid).
Amplifikasi dan visualisasi fragmen mtDNA
Amplifikasi sebagian fragmen D-Loop mtDNA menggunakan primer FishCOI-F (5'-ACT TCA AAC TTC CAY AAA GAY aty GG-3) and COI-Fish-R (5'TAG ACT TCT GGG TGG CCR AAR Aay CA-3 ').
Ivanova et al. (2007).
Komposisi reaksi PCR dilakukan dengan volume akhir 50 µl terdiri atas sampel
DNA 5 µl, DW steril 16 µl, primer masing-masing 2 µl dan Taq ready mix 25 µl.
Reaksi PCR dilakukan menggunakan mesin thermocycler BioApply dengan kondisi
sebagai berikut: tahap pradenaturasi 95°C selama 10 menit, tahap kedua yang terdiri
dari 35 siklus yang masing-masing mencakup tahap denaturasi 94°C selama satu
menit, penempelan primer (annealing) pada suhu 48°C (42°C untuk gen sitokrom b)
selama satu menit, pemanjangan (extension) pada suhu 72 °C selama 1,5 menit dan
tahap terakhir yaitu pemanjangan akhir (final extension) pada suhu 72 °C selama 7
5
menit. Produk PCR diuji menggunakan PAGE 6% dalam bufer 1x TBE (10 Mm
Tris-HCL, 1 M asam borat, dan EDTA 0.1 Mm) yang dijalankan pada kondisi 200
Mv selama 30 menit. Selanjutnya DNA diwarnai dengan pewarnaan sensitif perak.
Perunutan produk PCR
Produk PCR di atas gel poliakrilamid yang berukuran sesuai dengan desain
primer dimurnikan dengan metode agarose-gel-cutting yang diikuti dengan spincoloumn DNA extraction from gel. Produk PCR yang sudah dimurnikan dijadikan
cetakan dalam PCR for sequencing dengan menggunakan pasangan primer yang
sama dengan amplifikasi awal.
Informasi pola sejarah hidup, biologi dan dinamika larva ikan
Analisa pola sejarah hidup, biologi dan dinamika larva ikan difokuskan pada
ikan endemik yang berafiliasi dan memiliki nilai ekonomis dan budaya yang tinggi.
Informasi ini terutama terkait dengan pola dinamika dan migrasi ikan dan didukung
dengan ontogeni makanan, pertumbuhan, dan reproduksi.
Komposisi Jenis Ikan
Untuk mengetahui hasil tangkap dan komposisi jenis ikan, sampel ikan dikumpulkan
dari hasil tangkapan nelayan pada saat survey dan dari catatan harian nelayan
(enumerator). Jumlah jenis ikan dan sebarannya diketahui dari data jenis-jenis ikan
yang dikumpulkan nelayan yang diletakkan dalam wadah yang telah diberikan
pengawet.
Contoh ikan didapatkan dari berbagai ukuran alat tangkap yang
dioperasikan di lokasi riset. Dari data komposisi jenis ikan ini akan terlihat dinamika
sebaran jenis-jenis ikan yang beruaya dari suatu stasiun ke stasiun lainnya.
Lingkungan Fisik, Kimia dan Biologi
Pada masing-masing stasiun, akan dilakukan pengambilan sampel air dan
sedimen baik untuk parameter fisika, kimia maupun biologi. Contoh air pada
perairan sungai Kumbe diambil dari atas perahu motor dengan menggunakan
kemmerer water sampler. Sebagian contoh akan dianalisa di lapangan (suhu,
kedalaman air, kecepatan arus, kecerahan, daya hantar listrik, pH, alkalinitas,
kesadahan total, dan oksigen terlarut), unsur hara nitrogen dan fosfor (nitrogen total
dan fosfor total) diawetkan pada suhu kurang dari 4oC dan dianalisa di Laboratorium
6
Kimia. Selengkapnya pengambilan sampel masing-masing parameter akan diuraikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Kualitas Air yang diamati Selama Penelitian.
No Parameter
AIR
1.
Fisika
Peralatan
Suhu
Kecerahan
Daya Hantar Listrik
Kedalaman air
Total
Suspended
Solids
Total
Dissolved
Solids
2.
3.
Kimia
pH
Oksigen terlarut
Alkalinitas
Hardness
TN
TP
Metode
Termometer
Secchi Disk
Conductivity
meter
Depth Sounder
Visual
Visual
Elektrometri
Visual
Gravimetri
Gravimetri
pH-meter
Spectrofotometer
Spectrofotometer
Visual
Titrasi Winkler
Titrimetri
Titrimetri
Spektrofotometri
Spektrofotometri
Biologi
Hasil
tangkapan, Berbagai
Jenis dan komposisi tangkap
ikan
alat Enumerasi
tangkapan
nelayan
hasil
Contoh biota yang dikumpulkan antara lain perifiton, fitoplankton,
zooplankton dan benthos. Perifiton diambil pada substrat tumbuhan (daun dan batang
kayu) yang dicampur secara dekomposit, substrat tumbuhan yang dipilih adalah
substrat yang sudah lama terendam di air. Contoh perifiiton
yang diambil
mengunakan scouring pad yang dilekatkan pada syringe yang sudah diketahui
luasannya diambil sebanyak lima kali. Perifiton yang melekat pada scouring pad
dilarutkan ke dalam botol 100 mL yang berisi air aquadest dan diawetkan dengan
lugol sebanyak 5 sampai 10 tetes. Kelimpahan/kepadatan perifiton dihitung
berdasarkan luasan substrat yang dikerik dengan scouring pad, diidentifikasi dan
dihitung kelimpahan dan komposisi jenis di bawah mikroskop Merk Axiom P.C.101
dengan pembesaran 10x20 dengan metoda lintasan menggunakan Sedgwick-Rafter
Counting Chamber (APHA, 2005).
7
Contoh fitoplankton pada perairan sungai Kumbe diambil pada kedalaman 30
cm secara langsung sebanyak 500 ml. Sampel fitoplankton diawetkan dengan larutan
lugol sebanyak 1 ml untuk 100 mL sampel. Organisme tersebut diidentifikasi dan
dihitung kelimpahan dan komposisi jenis di bawah mikroskop Merk Axiom P.C.101
dengan pembesaran 10x20. dengan metode lintasan menggunakan Sedgwick-Rafter
Counting Chamber (APHA, 2005).
2.3.
Analisa data
Keragaman Genetik dan Jenis Ikan
Hasil perunutan nukleotida diedit secara manual berdasarkan kromatogram.
Runutan nukleotida yang sudah diedit kemudian saling disejajarkan antara bagian
forward dan reverse menggunakan Clustal W yang tertanam dalam MEGA 4.0
(Molecular Evolutionary Genetics Analysis) (Tamura et al. 2007), kemudian
dilakukan analisa variasi sekuense dan distribusi nukleotida. Analisis filogeni
Neighbour Joining (NJ) dilakukan menggunakan MEGA 4.0 (Tamura et al. 2007),
berdasarkan model substitusi nukleotida Kimura-2-paramater dengan bootstrap
10.000 kali.
Informasi pola sejarah hidup, biologi dan dinamika larva ikan
Struktur Saluran Pencernaan
Analisis
struktur
saluran
pencernaan
dilakukan
pengamatan
secara
makroanatomi, pengamatan pada posisi mulut, bentuk gigi, struktur tapis insang,
faring, bentuk lambung dan panjang usus. Rasio panjang usus dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Rasio panjang usus (%) =
PT
× 100
PU
Keterangan : PT = Panjang total ikan (mm)
PU = Panjang usus ikan (mm)
Komposisi Makanan
Metode estimasi persentase volume organisme makanan dapat digunakan
untuk menduga volume yang sesungguhnya, hal ini dilakukan karena volume
sebenarnya tidak dapat diukur secara langsung. Data estimasi volume nantinya akan
digunakan sebagai dasar untuk menghitung indeks bagian terbesar (Index of
Preponderance) suatu jenis makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. Penggunaan
8
metode ini adalah pada saat mengamati organisme dan mengelompokkannya
berdasarkan jenisnya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diukur volumenya
menggunakan gelas ukur. Persentase volume masing-masing organisme yang
teramati jika dijumlahkan akan mencapai 100 %.
Pertumbuhan
Analisis hubungan panjang berat menggunakan uji regresi:
W = aL b
Keterangan:
W = Berat tubuh ikan (gram)
L = Panjang ikan (mm), a dan b = konstanta
Jika b=3 (isometrik) atau b≠3 (alometrik).
Reproduksi
Untuk analisis biologi reproduksi dilakukan pengamatan dan pengukuran
parameter-parameter sebagai berikut : jenis kelamin, tingkat kematangan gonad,
berat gonad, indeks kematangan gonad. Kemudian dilakukan pengukuran fekunditas
total, telur matang dan rata-rata diameter telur.
Nisbah kelamin
Nisbah kelamin diketahui berdasarkan jumlah ikan jantan dan betina yang
tertangkap pada setiap sampling yang dilakukan. Jenis kelamin ditentukan setelah
dilakukan pembedahan sampel ikan tersebut. Untuk mengetahui perbandingan jenis
kelamin, dilakukan uji ”Chi kuadrat” (X²) sebagai berikut:
( f 1  F)2
X² = 
F
i 1, 2 , 3
s
Keterangan :
X²
= Nilai distribusi kelamin
Fi
= Nilai pengamatan ikan ke-i
F
= Nilai harapan ke-i
I
= 1,2,3
S
= Jumlah pengamatan
Apabila nilai X²hit> X²tab (0,05), maka Ho ditolak yang berarti nisbah kelamin
tidak seimbang, sedangkan jika X²hit< X²tab
(0,05)
Ho diterima, yang berarti nisbah
kelamin seimbang.
Morfologi dan Histologi Gonad
9
Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan jantan dan betina
ditentukan secara morfologis mencakup warna, bentuk, dan ukuran gonad.
Perkembangan gonad secara kualitatif ditentukan dengan mengamati TKG I-V
berdasarkan morfologi gonad.
Analisis secara histologis gonad ikan sampel dilakukan untuk mengetahui
tingkat kematangan gonad secara histologis dan pola pemijahannya. Untuk keperluan
pengamatan histologi tersebut, dilakukan pengambilan gonad ikan jantan dan betina
yang masih segar. Gonad ikan difiksasi dengan larutan Bouin, kemudian dianalisis di
laboratorium dengan proses jaringan (agar bisa dipotong 5-7 mikron), pemotongan
jaringan, dan pewarnaan dengan menggunakan haemotoxylin dan eosin.
Komposisi Jenis Ikan
Identifikasi jenis ikan dilakukan berdasarkan Allen (1991) dan Allen et al.
(2000) yang kemudian dicek silang dengan data menurut Fishbase (Froese & Pauly,
2011). Pengukuran panjang dan penimbangan bobot tubuh dilakukan pada masingmasing ikan yang tertangkap. Jenis-jenis ikan yang belum teridentifikasi kemudian
diawetkan menggunakan formalin 10% sebagai spesimen untuk keperluan identikasi
lebih lanjut di laboratorium. Analisis data yang dilakukan meliputi penggunaan
indeks relatif penting (IRI) dengan rumus sebagai berikut: (Jutagate et al., 2005):
Indeks relatif penting (IRI):
Keterangan: IRI
= indeks relatif penting spesies ikan ke i
%W
= persentase berat dari spesies ke i dalam total tangkapan
%N
= persentase jumlah dari spesies ke i dalam total tangkapan
%F
= frekwensi kehadiran spesies ke i dalam total tangkapan
Lingkungan Fisik, Kimia dan Biologi
Analisa data lingkungan fisik, kimia dan biologi dilakukan secara analisis
deskriptif berdasarkan data yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik. Selain itu, parameter biologi disajikan dalam bentuk indeks biologi yang
meliputi kelimpahan, keanekaragaman dan dominansinya. Kelimpahan parameter
biologi perairan dihitung menggunakan rumus Sedwick Rafter (Welch, 1952;
Edmonson, 1971) yaitu:
10
N = (ns x va)/(vs x vc)
di mana:
N
: jumlah sel plankton per liter air contoh
ns
: jumlah sel plankton pada Sedwick Rafter
va
: volume air terkonsentrasi dalam botol/diendapkan (50 ml)
vs
: volume air dalam preparat Sedwick Rafter (1 ml)
vc
: volume air contoh yang diambil dalam botol (0,5 liter)
Indeks keanekaragaman plankton dihitung dengan menggunakan persamaan
Shanon-Wiener. Perhitungan ini menggambarkan analisis informasi mengenai
jumlah individu serta berapa banyak jenis yang ada dalam suatu komunitas. Rumus
perhitungan (Odum, 1971) yang digunakan adalah sebagai berikut:
di mana:
H’
= indeks keanekaragaman Shanon-Wiener
pi
= ni/N
ni
= jumlah individu jenis ke-i
N
= jumlah seluruh individu
Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan formula Simpson, yaitu:
di mana:
Di
= Indeks Dominansi
ni
= jumlah individu tiap jenis
N
= jumlah total individu tiap jenis
s
= jumlah genera
Kriteria indeks dominansi berkisar antara 0-1 :
Dominan
: jika Di > 0,5
Tidak dominan
: jika Di ≤ 0,5
11
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sungai Kumbe merupakan salah satu sungai yang berada di wilayah sungai
BIKUMA yang terletak di Kabupaten Merauke. Jarak tempuh ke lokasi penelitian di
Sungai Kumbe ditempuh dengan menggunakan kendaraan darat menuju Kampung
Wayau/Baad yang terletak di Distrik Animha dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam dari
Kota Merauke. Cakupan penelitian tidak meneliti keseluruhan aliran Sungai Kumbe,
namun dibatasi pada kawasan yang berpotensi menjadi calon suaka perikanan berdasarkan
pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Satria et al (2013). Kegiatan
penelitian di Sungai Kumbe ini merupakan kelanjutan dari kegiatan penelitian sebelumnya
di tahun 2014. Pada tahun 2014 kegiatan penelitian menitikberatkan pada kajian potensi
dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Sungai Kumbe sedangkan kegiatan penelitian
tahun 2015 untuk melengkapi data pada kegiatan tahun sebelumnya dan menitikberatkan
pada dinamika dan keragaman genetik sumberdaya ikan di wilayah calon suaka perikanan
Sungai Kumbe.
3.1.
Karakteristik Habitat Perairan Sungai Kumbe
Menurut Satria (2012) tipe karakteristik habitat yang ditemukan di Sungai Kumbe
dapat dikelompokkan menjadi 5 ciri/tipe, yaitu: a). rerumputan yang terendam air; b).
pepohonan yang tumbang baik itu berupa batang kayu, dahan atau ranting yang terendam;
c). semak belukar yang terendam air; d). akar pohon dan semak belukar di pinggiran
sungai; dan e). pohon yang terendam di daerah teluk dan warna air kehitaman.
Dengan mengacu pada tipe karakteristik habitat tersebut penelitian ini dilakukan
dengan menginventarisir keragaman genetik sumberdaya perikanan dan dinamika larva
yang ada di perairan Sungai Kumbe. Lokasi penelitian di Sungai Kumbe terdiri dari 2
calon kawasan suaka perikanan yaitu Sakor dan Mahayulumb (Kaisa). Dan dilengkapi
dengan beberapa stasiun yang berpengaruh terhadap kehidupan nelayan dan juga menjadi
sentra produksi ikan di Sungai Kumbe, yaitu: Baad, Yakau, Inggun (Wayau). Berikut
ditampilkan lokasi penelitian yang dilakukan selama kegiatan penelitian berlangsung
(Gambar 3; 4 dan 5).
Mahayulumb (Kaisa) merupakan semenanjung pertama yang terletak setelah dari
kampung kaisa ke arah hilir. Karakteristik lingkungan perairan berwarna agak kehitaman
dan dipenuhi oleh tanaman pohon bus dan semak belukar. Habitat rawa banjiran ini
memiliki luas pada musim banjir mencapai 9 ha, dengan pola tingkah laku ikan
menjadikan tempat tersebut sebagai daerah perlindungan dan pemijahan.
12
Rawa Inggun merupakan ekosistem rawa banjiran yang terletak setelah kampung
Wayau ke arah hilir. Rawa ini didominasi oleh tanaman air atau rerumputan dengan warna
air agak kecoklatan. Luas hamparan perairan pada saat musim banjir mencapai 25 ha.
Daerah ini menjadi daerah pengasuhan dan mencari makanan bagi beberapa spesies ikan.
Yakau merupakan ekosistem sungai dan rawa banjiran dengan didominasi pohon
bus dan semak belukar serta dengan air agak kecoklatan. Habitat sungai dan rawa banjiran
ini memiliki luas pada musim banjir mencapai 16 ha, dengan pola tingkah laku ikan
menjadikan tempat tersebut sebagai daerah perlindungan dan pemijahan.
Baad merupakan ekosistem sungai dan rawa banjiran dan merupakan jalur utama
sungai kumbe dengan warna air kecoklatan. Habitat sungai dan rawa banjiran ini memiliki
luas pada musim banjir mencapai 18 ha, dengan pola tingkah laku ikan menjadikan tempat
tersebut sebagai daerah perlindungan.
Sakor merupakan ekosistem sungai dan rawa banjiran dengan bercirikan air agak
kehitaman dan terdapat pohon-pohn tumbang dan perakaran. Luasan hamparan sungai dan
rawa banjiran ini mencapai 40 ha pada saat musim banjir atau penghujan. Lokasi ini
merupakan lokasi untuk pemijahan dan perlindungan.
Sakor
Yakau
Mahayulumb
Muara Inggun
Baad
Gambar 3. Beberapa lokasi penelitian Sungai Kumbe Pengamatan Bulan Mei.
13
Sakor
Yakau
Mahayulumb
Muara Inggun
Baad
Gambar 4. Beberapa lokasi penelitian Sungai Kumbe Pengamatan Bulan Agustus.
Sakor
Yakau
Mahayulumb
Muara Inggun
Baad
Gambar 5. Beberapa lokasi penelitian Sungai Kumbe Pengamatan Bulan November.
14
Jika diperhatikan secara umum di perairan sungai kumbe pada pengamatan dari
bulan Mei, Agustus dan November 2015 terlihat jelas perbedaan yang dipengaruhi oleh
fluktuasi permukaan air pada kisaran 3-4 meter. Hal ini jika dibandingkan dengan
pengamatan survei pada bulan Mei 2015 terlihat beberapa ekosistem paparan banjiran dan
rawang yang mengalami penurunan permukaan air. Bahkan di beberapa lokasi penelitian
pada saat bulan November perjalanan ke stasiun Yakau, badan sungai ada yang tertutup
oleh tumbuhan air (kumpai) sehingga speed boat yang ditumpangi harus berjalan lambat
dan hati-hati. Lebih lanjut ke arah hilir yaitu stasiun Baad dan Sakor fenomena menarik
terjadi yaitu badan sungai dipenuhi oleh sejenis tumbuhan air yang menutupi hampir
seluruh badan sungai, masyarakat sekitar menamakannya eceng gondok (bangoon) yang
jika terkena tubuh akan terasa gatal. Tumbuhan air ini menurut masyarakat setempat
berasal dari Kampung Salor yang muncul dari bulan September hingga awal Desember
yang bergerak ke hulu seiring dengan air pasang laut yang mendorong tumbuhan air
tersebut. Namun pada saat musim hujan tiba tumbuhan air tersebut baru akan hilang
terbawa arus air dari hulu ke hilir.
Beberapa parameter kualitas air yang diukur di perairan sungai Kumbe disajikan
pada Tabel 2. Warna air di setiap lokasi penelitian rata-rata berwarna hijau kehitaman.
Warna kehitaman dihasilkan oleh banyaknya serasah di dasar perairan yang memantulkan
warna hitam, sementara airnya sendiri tidak berwarna (bening). Nilai kecerahan yang
terukur selama penelitian di setiap lokasi penelitian cukup tinggi. Kondisi kecerahan yang
tinggi sangat menguntungkan karena berhubungan dengan proses fotosintesis yang terjadi
di perairan secara alami. Suhu perairan yang terukur selama penelitian di setiap lokasi
fluktuasinya sangat kecil berkisar antara 27,4 – 29,70C. Menurut Mulyanto (1992), suhu air
yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis adalah 25 – 32oC, atau dengan kata lain
secara umum suhu air di Sungai Kumbe mendukung untuk kehidupan ikan. Hasil
pengukuran oksigen terlarut di setiap lokasi penelitian berkisar antara 0,48-2,83 ppm.
Rendahnya oksigen di beberapa lokasi penelitian diduga diakibatkan oleh terjadinya proses
dekomposisi di dasar perairan yang menggunakan oksigen untuk proses penguraian bahan
organik.
15
Tabel 2. Kualitas Air di Perairan Sungai Kumbe di bulan pengamatan tahun 2015.
No
Parameter
Bulan Mei
St.1
St.2
St.3
Bulan Agustus
St.4
St.5
St.1
St.2
St.3
St.4
St.1
St.5
Bulan November
St.3
St.4
St.5
1
Suhu air (°C)
27,4
27,4
27,7
29,7
27,7
28,4
27,8
28,1
28,1
27,4
28,9
29,3
31,9
31,5
2
Kecerahan (cm)
160
220
100
100
130
70
81
90
90
33
55
175
155
44
3
Kedalaman (m)
3,0
3,6
1,1
1,3
2,0
2,7
2,8
4,5
5,1
1,9
1,3
4,6
3,1
5,8
4
PH
5,34
5,18
5,40
5,36
5,43
5,51
5,48
5,38
5,32
5,22
6,75
6,99
6,30
6,89
5
DO
0,5
1,2
0,7
2,8
1,4
5,7
6,9
6,7
7,3
7,8
1,66
2,74
3,26
5,56
6
CO2 (mg/L)
9,68
11,08
8,62
7,92
9,86
6,16
7,04
5,28
5,28
6,16
3,96
3,52
3,96
2,20
7
Alkalinitas (mg/L)
8
9
7
9
10
5
7
7
5
6
10
7,5
4
6
8
Turbidity
3,99
3,77
7,40
1,99
6,82
14,10
21,40
7,52
8,70
52,50
9
TP (mg/L)
0,2734
0,0064
0,0584
0,0974
0,0214
0,0267
0,0155
0,0338
0,0267
0,0520
0,0019
0,0063
0,0013
0,0539
10
O-PO4 (mg/L)
0,0024
0,0054
0,0005
0,0025
0,0054
0,0115
0,0153
0,0099
0,0161
0,0092
0,0054
0,0048
0,0048
0,0302
11
NH 3 (mg/L)
0,1602
0,1093
0,2031
0,0625
0,0781
0,0391
0,0376
0,0569
0,0531
0,1201
0,1513
0,0633
0,0119
0,5370
12
NO3 (mg/L)
2,2959
0,1793
0,8878
0,1928
0,2959
1,4685
0,4056
0,5618
0,2471
1,6457
0,6115
0,0019
0,0058
0,6135
13
NO2 (mg/L)
0,0007
0,0021
0,0009
0,0012
0,0016
0,0057
0,0046
0,0060
0,0049
0,0193
0,0004
0,0017
0,0007
0,0102
14
TSS (mg/L)
6
17
13
27
16
28
38
29
5
46
15
Kesadahan (mg/L)
12,0
27,0
12,0
15,0
24,0
18,9
9,0
10,8
9.0
22,5
17,3
7,0
10,0
6,0
16
COD
7,16
8,65
6,99
10,48
7,99
2,16
2,83
2,00
1,50
1,66
69,90
2,19
4,24
5,62
1,72
5,06
2,90
5,41
3,95
3,14
1,78
4,28
6,67
4,28
17
3
Klorofil (mg/m )
Ket : St.1 = Baad; St.2 = Sakor; St.3 = Yakau; St.4 = Rawa Inggun; St.5 = Mahayulumb
16
Hasil pengukuran alkalinitas dan pH air selama penelitian di peroleh dengan
kisaran 5-10 mg/l dan 5,18 – 5,51. Nilai pH relatif bersifat asam karena disebabkan oleh
lahan gambut di sekitar sungai. Sedangkan Nilai alkalinitas tidak mempunyai perbedaan
yang mencolok. Lebih lanjut, nilai klorofil-a merupakan pigmen hijau organisme
fotoautotrof yang berperan sebagai mediator dalam proses fotosintesis. Keberadaan
klorofil-a pada badan air merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
produktivitas primer perairan dan dapat sebagai indikator tingkat kesuburan perairan.
Kandungan total klorofil-a di Sungai Kumbe berkisar antara 1,72-69,9 µg/L dengan nilai
rata rata 35 µg/L. Konsentrasi klorofil menunjukkan bahwa Sungai Kumbe bersifat
oligotrofik.
Nilai karbondioksida dalam perairan sungai Kumber berkisar 5,28 – 11,08 mg/L
pada hasil pengukuran bulan Mei dan Agustus. Menurut Boyd (1979) nilai karbondioksida
tergolong rendah yaitu di bawah 5 mg/l. Kadar karbondioksida diperairan dapat mengalami
pengurangan bahkan hilang diakibatkan proses fotosintesis, evaporasi dan agatasi air
(Effendie, 2003). Nilai karbondioksida ditunjukan pada Tabel 2 di atas. Nilai
karbondioksida yang tinggi terdapat pada bulan Mei di semua stasiun pengambilan sampel.
Hal ini dapat dikarenakan masih banyaknya tumbuhan dan memungkinkan banyaknya
aktivitas yang menjadikan nilai karbondioksida meningkat.
Kedalaman merupakan fungsi dari curah hujan, masukan dari anak sungai,
kemiringan tingkat erosi tepian dan dasar sungai, serta merupakan parameter fisika kunci
yang akan menentukan produktivitas perairan sungai. Kedalaman hampir semua stasiun
cukup berfluktuasi pada bulan Mei dan bulan Agustus. Pada bulan September beberapa
stasiun ada yang mengalami penurunan dan ada juga yang mengalami peningkatan dari
nilai kedalaman.
Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik
dapat dioksidasi (diperkirakan sekitar 95%-100% ) menjadi karbondioksida dan air dengan
bantuan oksidator kuat (kalium dikromat/K2Cr2O7) dalam suasana asam dan suhu tinggi
(Effendi, 2003). Perairan yang memiliki nilai COD yang tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian (Effendi, 2003). Nilai tertinggi dari hasil analisa
COD terdapat pada bulan Mei di stasiun Inggun sebesar 10,48 mg/L. Hasil analisa COD
pada
lokasi
sampling
penelitian
masih
di
bawah
ambang
batas.
Menurut
UNESCO/WHO/UNEP (1992) dalam Effendi (2003), nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L.
17
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amoniak dan nitrat, dan antara nitrat dan
gas nitrogen oleh karena itu jumlah nitrit yang ditemukan relatif kecil (Effendie, 2003).
Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan domestik, akan tetapi dalam jumlah kecil
karena langsung mengalami oksidasi menjadi nitrat. Nitrit pada dasarnya merupakan
bentuk utama senyawaan nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini merupakan senyawa stabil, yang dihasilkan
dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perarian (Effendie, 2003). Nilai nitrit
tertinggi pada bulan Agustus di stasiun Mahayulumb yaitu 0,0193 mg/L. Pada dasarnya
nitrit adalah senyawa transisi nitrogen yang memiliki sifat toksik pada organisme, sehingga
nilainya tidak boleh terlalu tinggi. Secara keseluruhan nilai nitrit berkisar antara 0,0007 –
0,0193 mg/L, yaitu dibawah batas maksimal dalam perairan yaitu 0,06 mg/L (Boyd, 1979).
Ammonia di perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik (protein dan
urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari
dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur (Effendie, 2003). Pada bulan Agustus
didapatkan rata-rata mengalami penurunan amoniak di sebagian besar stasiun pengamatan
di perairan sungai Kumbe hanya stasiun Mahayulumb yang mengalami sebaliknya (Tabel
2). Nilai amonia tertinggi pada stasiun Mahayulumb pada bulan Agustus sebesar 0,1201.
Nilai amoniak di perairan tergolong tinggi dimana nilainya melebihi 0,1 mg/l, dimana
secara normal nilai ammonia bebas diatas 0,2 mg/L bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan
(Sawyer dan McCarty,1978 dalam Effendie, 2003).
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
tumbuhan akuatik. Setelah masuk ke dalam tumbuhan akuatik (fitoplankton) fosfat
anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat (Effendie, 2003). Kisaran kadar
orthoposfat pada lokasi penelitian berkisar 0,0005–0,0161 mg/L. Berdasarkan kadar
ortofosfat, perairan dapat diklasifikasikan menjadi perairan oligotrofik menuju perairan
mesotrofik.
Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid/TSS) adalah bahan-bahan
tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori
0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendie, 2003).
Kisaran TSS yang didapatkan dari hasil analisa berkisar 5 mg/L sampai 46 mg/L. TSS
tertinggi ditemukan pada stasiun Mahayulumb pada bulan Agustus sebesar 46 mg/L. Nilai
TSS dengan nilai >400 mg/L dikategorikan memiliki pengaruh yang tidak baik untuk
kepentingan perikanan (Alabaster dan Lloyd, 1982 dalam Effendie, 2003).
18
Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan pada setiap stasiun pengamatan yaitu
Baad, Sakor, Inggun, Yakau, dan Mahayulumb (Kaisa). Kelimpahan total fitoplankton
tertinggi di Sakor dengan kelimpahan mencapai 2.578 sel/L masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan kelimpahan di Yakau pada penelitian tahun sebelumnya yang
mencapai 4.106 sel/L. Kelimpahan fitoplankton didominasi oleh genera Tribonema sp dan
Ullothrix sp dari kelas Clorophyceae dan Synedra sp dari kelas Bacillariophyceae.
7
Kelimpahan
Klorofil
6
2500
5
2000
4
1500
3
1000
2
500
Klorofil-a (mg/m3)
Kelimpahan (Sel/L)
3000
1
0
0
Baad
Sakor
Inggun
Yakau
Mahayulumb
Stasiun
Gambar 6. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a.
Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton pada lokasi pengamatan diperoleh nilai
yang berkisar antara 1,07 – 2,52. Dengan stasiun Sakor diikuti Baad dan Yakau merupakan
stasiun dengan indeks keaneragaman paling tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Dengan demikian rentang indeks keanekaragaman fitoplankton di lokasi penelitian
bermakna bahwa kondisi komunitas fitoplankton adalah sudah mengalami tekanan
walaupun nilai H nya cenderung > 2. Menurut Lee et al. (1978) bahwa indeks
keanekeragaman fitoplankton > 2,0 menunjukkan kondisi perairan tidak tercemar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi perairan pada wilayah studi atau lokasi
pengambilan contoh tergolong masih alami (belum tercemar) tetapi sudah ada gejala
tekanan lingkungan. Indeks dominansi fitoplankton berada pada nilai yang moderat atau
sedang < 0,5 yang berarti belum adanya jenis yang mendominasi pada perairan tersebut.
19
0,6
Keanekaragaman
Dominansi
2,5
0,5
2
0,4
1,5
0,3
1
0,2
0,5
0,1
0
Dominansi
Keanekaragaman
3
0
Baad
Sakor
Inggun
Yakau
Mahayulumb
Stasiun
Gambar 7. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Fitoplankton di Sungai Kumbe.
Berdasarkan hasil pengamatan laboratorium, di perairan Sungai Kumbe tepatnya di
lokasi pengambilan sampel didapatkan 19 spesies zooplankton yang termasuk dalam 4
kategori takson (Monogonota, Mastigophora, Crustacea dan Oxytrycha). Hasil analisis
menunjukkan kelimpahan zooplankton berkisar antara 4-110 ind/L. Nilai indeks
keanekaragaman zooplankton di Sungai Kumbe berkisar antara 0-1,87 atau dengan ratarata indeks keanekaragaman 0,94 (H’<1) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman
zooplankton di perairan tersebut rendah. Hal ini didukung juga indeks dominansi
zooplankton berada pada nilai yang tinggi (>1) yang berarti adanya jenis yang
mendominasi pada perairan tersebut (Gambar 8).
Kelimpahan
Keanekaragaman
Dominansi
120
2
80
1,5
60
1
40
Indeks Biologi
Kelimpahan (Ind/l)
100
2,5
0,5
20
0
0
Baad
Sakor
Inggun
Yakau
Mahayulumb
Stasiun
Gambar 8. Kelimpahan dan Indeks Biologi Zooplankton di Sungai Kumbe
20
Pada Gambar 9 terlihat bahwa kelimpahan perifiton selama pengamatan di sungai
Kumbe baik tahun 2015 dan 2014 terlihat bahwa pada stasiun Yakau merupakan stasiun di
sungai Kumbe dengan kelimpahan perifiton lebih dominan dibandingkan dengan stasiun
yang lainnya meskipun secara umum trend nya menurun di setiap stasiun pengamatan. Hal
ini menunjukkan bahwa stasiun Yakau memiliki peluang produktivitas primer yang lebih
tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Menurut Fatah & Makri (2011), salah satu organisme
produsen penting yang berperan terhadap produktivitas primer perairan umum khususnya
perairan sungai dan rawa adalah perifiton. Siklus hidup perifiton ini bersifat menetap yang
hidup di atas atau sekitar substrat yang tenggelam, tetapi dengan tidak melakukan penetrasi
ke dalam subtrat tersebut (Weitzel, 1979). Komunitas organisme ini sering digunakan
untuk mendeteksi perubahan kualitas air akibat interaksi faktor alam dengan aktivitas
manusia di daerah aliran sungai. Komunitas organisme ini mempunyai respon cepat
terhadap perubahan kualitas air dan dapat menggambarkan kondisi lingkungan dalam
jangka panjang (Marini, 2013).
Mahayulu
mb; 34820
Baad;
30078
Sakor;
47912
Yakau;
98726
Inggun;
21231
(a)
(b)
2
Gambar 9. Kelimpahan Perifiton (sel/cm ) di Sungai Kumbe (a) 2015 dan (b) 2014.
Keanekaragaman
3
0,35
0,3
0,25
2
0,2
1,5
0,15
1
Dominansi
Keanekaragaman
2,5
0,1
0,5
0,05
0
0
Baad
Sakor
Inggun
Yakau
Mahayulumb
Stasiun
Gambar 10. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Perifiton di Sungai Kumbe.
21
3.2.
Keragaman Genetik dan Jenis Ikan
Sampai saat ini informasi genetik tentang ikan-ikan yang menghuni lahan gambut
hitam Sungai Kumbe masih sangat terbatas dan sejauh yang kami ketahui belum pernah
dipublikasi sebelumnya. Berikut disampaikan jenis-jenis ikan di calon kawasan suaka
perikanan Sungai Kumbe yang berhasil kami barkode berdasarkan sekuens gen Cytochrom
Oxidase Subunit 1 (COI) mitochondrial DNA, sebagai DNA referensi untuk identifikasi
larva ikan untuk manajemen perikanan.
Siluriformes (I)
Arridae (1)
1. Neoarius graeffei (Kner & Steindachner 1867)
Plotosidae (2)
2. Neosilurus ater (Perugia, 1894)
3. Porochilus meraukenensis, Weber 1913
Clariidae (3)
4. Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)
Antheriniformes (II)
Melanotaeniidae (4)
5. Golden river rainbow fish, Melanotaenia goldie (Maclcay, 1883)
Perciformes (III)
Gobiidae (5)
6. Glossogobius sp
Toxotidae (6)
7. Toxotes jaculatrix (Pallas, 1767)
8. Toxotes chaterus (Hamilton, 1822)
Terapontidae (7)
9. Pingalla lorentzi (Weber, 1910)
10. Hephaestus trimaculatus (Macleay, 1883)
Ambassidae (8)
11. Ambassis agramus (Günther, 1867)
12. Parambassis gulliveri (Castelnau, 1878)
Apogonidae (9)
13. Glossamia aprion (Richardson, 1842)
Cichlidae (10)
14. Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)
22
Anabantidae (11)
15. Anabas testudineus, Bloch 1792
Osteoglossiformes (IV)
Osteoglossidae (12)
16. Scleropages jardinii (Saville-Kent, 1892)
Elopiformes (V)
Megalopidae (13)
17. Megalops cyprinoides (Broussonet, 1782)
Clupeiformes (VI)
Clupeidae (14)
18. Nematalosa flyensis (Wongratana, 1983)
19. Nematalosa papuaensis
20. Clupeoides venulosus, Weber & de Beaufort 1912
Beloniformes (VII)
Belonidae (15)
21. Strongylura kreffti, Gunther 1866
22. Macrobrachium rosenbergii (De man, 1879).
Siluriformes (I)
Family Ariidae (I, 1)
Gambar 11. Blue Catfish, Neoarius graeffei (Kner & Steindachner 1867)
>1595279_3_f (PA 01)
tattaaggtttcggtctgtcagtaacatagtgataccggcggctagaactgggagggataggagtaagagtacagcagtaattagaatggctcagacaa
ataggggtgtttgatactgtgagatagctgggggcttcatattaataatagttgtgataaaattgatggcccctagaattgacgatacccctgctaggtgaag
agaaaaaatagtaaggtctacggaggctcctgcgtgtgcaagatttccagcaaggggcgggtacacagtccatcctgttcctgctcctgcttcaacccctg
atgaagcaagaagaagcaggaaagatggagggaggagtcagaagcttatattatttattcgggggaatgctatgtctggggctccgattattaggggaa
caagtcagttcccaaagcctccaattataattggcattactataaagaaaattattacgaaagcatgagcggtgacgataacattataaatttgatcatcgc
ctagaagggcgccgggttgagctaactctgcccgaattagcaggctaagggcggttccaactattccggctcaggcaccaaacactaggtaaagggtg
cc
23
Family Plotosidae (I, 2)
Gambar 12. Narrow-fronted Tandan, Neosilurus ater (Perugia, 1894)
>1595282_6_f (PA 08)
Tcgatctgttagtagcattgtaattccggcagctagtactggtagggataagagtagaagcacggcggtaattagtacggctcaaatgaataggggtgttt
gatattgtgagatggctgggggtttcatattaataatagttgtaataaaattaatagccccgaggattgatgaaacccctgctaagtgaagtgagaagattg
ttaggtctacggaagcccctgcgtgtgccaggtttccagctaggggtggatagacagttcatccggttccggccccagcttctactcctgacgatgcaaga
agtagtagaaaggaggggggaagtaatcagaagcttatgttgtttattcgcggaaatgctatgtcgggtgcgccaattattagtgggattaatcagtttcca
aatccaccgattataattggtattactataaagaaaattattacgaaggcgtgggcggtgacgataacattataaatttgatcatcaccaagaaaggcacc
aggctgagctaattcggcccgaattaataggcttaaggctgtgcccaccattccggctcaggcaccaaacacaaggtaaagggtacc
Gambar 13. Merauke pandan, Porochilus meraukensis (Weber 1913)
>1671804_4_r (PA 26)
tgtttaggtttcggtctgttagtagcatagtaataccagcagcgagcactggtagtgatagaagcagaagcacggctgtaattaacacggctcaaataaat
agtggtgtttggtactgggagatggctgggggttttatattaataatagttgtaataaaattaatggccccaagaattgaggacacacccgccaaatgaag
agaaaaaattgtcaggtctactgaagcccctgcatgtgcaaggtttcctgcaaggggcggataaacggttcatccggttccggcccccgcttctaccccgg
aagatgcaagaagaagtaaaaatgatggagggagtaatcagaagcttatgttatttattcgtgggaatgctatatctggcgcaccaattattaatgggatt
agtcaatttccgaacccaccaattataattggcattactataaagaaaattattacgaaggcatgggcagtaacaatgacattgtaaatttggtcatcgcca
agaaaggcccctggttgagctaattcagcccggatgagcaggcttagggccgtacccactattccggctcaggcaccaaatacaaggtagagggtgcc
Family Clariidae (I, 3)
Gambar 14. Philippine catfish, Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)
24
>kf604654.1| Clarias batrachus
cctttatctagtatttggtgcctgagccggtatagtcggcacagccctaagcttactaatccgggcggaactagcacaaccaggagctcttttaggagatga
ccaaatttacaatgttattgttactgcccacgccttcgtaataattttctttatagtaataccaattataattgggggcttcggaaactgacttgtgcccctaataa
ttggggcacccgatatagcattcccacgaataaataacataagcttctgattactgcccccatcttttctactgctactcgcctcatcaggcgttgaagcagg
ggctggaacagggtgaacagtgtacccaccccttgcaggaaacctggcacacgcgggagcctctgtagacttaacaatcttctccctacacctagcagg
tgtatcatcaattcttgcctcaatcaacttcatcacaaccattattaatataaaaccaccatctatctcccaataccaaacacccttatttgtctgatctgtaata
attacagcagtactcctactcttatctcttccagtactagctgcaggaatcactatattattaacagaccgaaatttaaacacaaccttcttcgaccctgctgg
gggaggagacccaatcctttatcaacacctc
Antheriniformes (II)
Family Melanotaeniidae (II, 4)
Female
Gambar 15. Golden river rainbow fish, Melanotaenia goldie (Maclcay, 1883)
>1595286_10_F (PA 36)
Aagtattgtgattccagcagctaatacggggagggaaagaagaagaaggactgcagtaactaggactgctcagacaaacagaggtgtttggtattgtg
aaattgcggggggttttatgttgataatcgtcgtaataaagttaatagcacccaggattgatgatacccctgccagatggagggagaaaatggtgagatc
aacggatgcaccggcatgggctaagtttccggccagaggggggtagactgttcagcctgttccggccccagcttctactccggaggatgcaagtaagag
gagaaatgaaggaggtagcagtcagaagcttatgttatttatacgcgggaatgctatatcaggggctccgattatcagaggaactagtcagtttccgaag
cctccgatcatgatgggcatcactataaagaaaattattacgaatgcatgtgctgttacgattacattgtagatctggtcgtcacctaggagggagcctggct
ggcttagttctgctcgaattaaaaggcttagggcggttccgactatcccggctcaagcaccaaatactagataaa
Male
Gambar 15. Golden river rainbow fish, Melanotaenia goldie (Maclcay, 1883)
>1595286_11_F (PA 37)
gtctgttaaaagtattgtgattccagcagctaatacggggagggaaagaagaagaaggactgcagtaactaggactgctcagacaaacagaggtgttt
ggtattgtgaaattgcggggggttttatgttgataatcgtcgtaataaagttaatagcacccaggattgatgatacccctgccagatggagggagaaaatg
gtgagatcaacggatgcaccggcatgggctaagtttccggccagaggggggtagactgttcagcctgttccggccccagcttctactccggaggatgca
agtaagaggagaaatgaaggaggtagcagtcagaagcttatgttatttatacgcgggaatgctatatcaggggctccgattatcagaggaactagtcag
tttccgaagcctccgatcatgatgggcatcactataaagaaaattattacgaatgcatgtgctgttacgattacattgtagatctggtcgtcacctaggaggg
agcctggctggcttagttctgctcgaattaaaaggcttagggcggttccgactatcccggctcaagcaccaaatactagataaagggtgccaatg
25
Perciformes (III)
Family Gobiidae (III, 5)
Gambar 16. Gobius, Glossogobius sp
>1595296_20_f (PA 46)
ttagcattgtaattccggcagctagtactggtagggataagagtagaagcacggcggtaattagtacggctcaaatgaataggggtgtttgatattgtgag
atggctgggggtttcatattaataatagttgtaataaaattaatagctccgaggattgatgaaacccctgctaagtgaagtgagaagattgttaggtctacg
gaagcccctgcgtgtgccaggtttccagctaggggtggatagacagttcatccggttccggccccagcttctactcctgacgatgcaagaagtagtagaa
aggaggggggaagtaatcagaagcttatgttgtttattcgcggaaatgctatgtcgggtgcgccaattattagtgggattaatcagtttccaaatccaccga
ttataattggtattactataaagaaaattattacgaaggcgtgggcggtgacgataacattataaatttgatcatcaccaagaaaggcaccaggctgagct
aattcggcccgaattaataggcttaaggctgtgcccaccattccggctcaggcaccaaacacaaggtaaagggtaccaata
Gambar 16. Gobius, Glossogobius sp
>1595291_15_f (PA 40)
ggtaataccagcggctaggacaggaagggagagaaggaggagaacagcagtaataaggacagctcagacgaacaggggcgtctggtattgggaa
atggcgggaggttttatgttaatgattgttgtgatgaagttgatggccccaagaattgaggagacccccgctaggtgaagggagaagatggtcaggtcta
cggatgcccctgcgtgggccagattgcccgcgagaggggggtagacggttcaaccggtccctgctccggcttctacccctgaggaggcgagaaggag
aaggaaagaaggggggagaagtcagaagcttatattgtttattcgagggaatgctatatcgggggctccaatcattaggggtactagtcagtttccaaag
cctccgatcatgattggtataactataaagaaaattattacaaaggcatgtgccgtaacaatcacattataaatttggtcgtctcctaggagagcgccaggtt
ggcttaattctgctcggattagcaggcttagagctgtgcccactataccggctcatgcaccgaaaactagataa
Gambar 16. Gobius, Glossogobius sp
>1595290_14_f (PA 39)
gtccgtgagaagtattgtgatgccagcggcaagtactggtagggacaggagtaaaagtacggcagtaaccaacactgctcatacgaagagaggggtc
tgatattgagaaatagctgggggttttatatttaggatagtggtaataaaattaatagccccgaggattgaggaaatgccagcaagatgtagggaaaaaa
tagtgaggtccactgatgctccagcatgtgcgagatttcctgccagtggggggtatacagttcatcctgttccggcccccgcttcgactcaagaggaggaa
agcagtagaaggaaggaagggggtagtagtcaaaagcttatattattcattcgagggaaggccatatcgggggcgccaattattaaagggactaatca
gttcccaaaccccccaattatgattggtattactataaagaaaattataacaaatgcgtgggcggtgacaatgacgttgtagatttgatcatcgcctagtag
ggcgcccggttgacttagctcagctcggattagcaggcttaaagcagtgcctaccataccagct
26
Family Toxotidae (III, 6)
Gambar 17. Banded archerfish, Toxotes jaculatrix (Pallas, 1767)
>1595281_5_f (PA 07)
Atggtgatgccagcagctaggactggcagtgaaaggaggagaaggacagccgtgatgaggacggctcagacgaatagggggatttggtatatagtg
acgaccgttggttttatgttaatgatggtcgtaatgaagttgattgcaccgagaattgaagaaaccccggccaggtggagtgagaagatggttaaatcaac
agatgctccagcatgggccagattaccggccagaggggggtagactgtccagccagtaccagcacctgcttcgaccccagatgaggcaagaagcagt
aggaaggagggtggtagaagtcagaagctcatgttgttcattcgagggaatgccatgtcaggagcgccaatcattaggggaacgagtcagtttccaaa
accaccgattatgataggcatgactatgaagaaaattattacaaaggcgtgggctgtaacaattacattgtaaatctggtcgtcccctaaaagagcacca
ggttggctaagttctgctcgaataagaaggcttagtgctgtacctactatcccagctcaagcaccgaatactagataaagggtgc
Gambar 18. Seven-spot archerfish, Toxotes chaterus (Hamilton, 1822)
>1595300_24_f (PA 52)
agcagctaggactggcagtgaaaggaggagaaggacagccgtgatgaggacggctcagacgaatagggggatttggtatatagtgacgaccgttgg
ttttatgttaatgatggtcgtaatgaagttgattgcaccgagaattgaagaaaccccggccaggtggagtgagaagatggttaaatcaacagatgctccag
catgggccagattaccggccagaggggggtagactgtccagccagtaccagcacctgcttcgaccccagatgaggcaagaagcagtaggaaggagg
gtggtagaagtcagaagctcatgttgttcattcgagggaatgccatgtcaggagcgccaatcattaggggaacgagtcagtttccaaaaccaccgattat
gataggcatgactatgaagaaaattattacaaaggcgtgggctgtaacaattacattgtaaatctggtcgtcccctaaaagagcaccaggttggctaagtt
ctgctcgaataagaaggcttagtgctgtacctactatcccagctcaagcaccgaatactagataaagggtgc
27
Family Teraponidae (III, 7)
Gambar 19. Lorentz's grunter Banded archerfish, Pingalla lorentzi (Weber, 1910)
>1595285_9_f (PA 34)
Tagcattgtaattccggctgcaagtactggaagggagaggagaagaagtacagcagtgacgaggacagctcagacgaataagggggtttgatattgg
gagatagcaggaggtttcatgttaatgatggttgtaataaaattaatggcgccaagaattgaagaaactccggccaggtggagggaaaagatggtcag
gtctactgatgctccggcatgggccagattgccagcaagaggggggtagacggttcaaccagtccctgccccagcctctaccccagaagaagcaaga
aggagtaggaaagaaggggggaggagtcagaagctcatgttatttattcgggggaatgccatgtcaggggccccaattattagggggacaagccagtt
tccaaagcctccgatcatgattggcataactataaagaaaattattacaaaggcatgcgccgtaacaattacattataaatttggtcgtcccctaggagag
cgccaggctggcttagttctgctcgaattagcaggcttagggctgtgcctaccattccagctcatgcaccaaataccaggtagagggtgccaatgt
Family Ambassidae (III, 8)
Gambar 20. Fly river gizzard shad, Ambassis agrammus (Günther, 1867)
>1668802_3_r (PA 29)
Atggtgatgccagcagctaggactggcagtgaaaggaggagaaggacagccgtgatgaggacggctcagacgaatagggggatttggtatatagtg
acgaccgttggttttatgttaatgatggtcgtaatgaagttgattgcaccgagaattgaagaaaccccggccaggtggagtgagaagatggttaaatcaac
agatgctccagcatgggccagattaccggccagaggggggtagactgtccagccagtaccagcacctgcttcgaccccagatgaggcaagaagcagt
aggaaggagggtggtagaagtcagaagctcatgttgttcattcgagggaatgccatgtcaggagcgccaatcattaggggaacgagtcagtttccaaa
accaccgattatgataggcatgactatgaagaaaattattacaaaggcgtgggctgtaacaattacattgtaaatctggtcgtcccctaaaagagcacca
ggttggctaagttctgctcgaataagaaggcttagtgctgtacctactatcccagctcaagcaccgaata
28
Gambar 21. Giant glassfish, Parambassis gulliveri (Castelnau, 1878)
>1599754_22_f (PA 50)
Ctaagaagcatggtgatgccagcagctaggactggcagtgaaaggaggagaaggacagccgtgatgaggacggctcagacgaatagggggatttg
gtatatagtgacgaccgttggttttatgttaatgatggtcgtaatgaagttgattgcaccgaaaattgaagaaaccccggccaggtggagtgagaagatgg
ttaaatcaacagatgctccagcatgggccagattaccggccagaggggggtagactgtccagccagtaccagcacctgcttcgaccccagatgaggca
agaagcagtaggaaggagggtggtagaagtcagaagctcatgttgttcattcgagggaatgccatgtcaggagcgccaatcattaggggaacgagtc
agtttccaaaaccaccgattatgataggcatgactatgaagaaaattattacaaaggcgtgggctgtaacaattacattgtaaatctggtcgtcccctaaaa
gagcaccaggttggctaagttctgctcgaataagaaggcttagtgctgtacctactatcccagctcaagcaccgaatactagataaagggtgccgatgtct
ttgt
Family Apogonidae (III, 9)
Gambar 22. Mouth almighty, Glossamia aprion (Richardson, 1842)
>fj346812.1| Glossamia aprion
aaccacaaagacatcggcaccctttatctagtatttggtgcttgagctggcatagtcggaacagccctcagtctactaatccgagccgaactcagtcagcc
aggggccctgcttggcgatgaccaaatttataacgtcatcgtcacagcacacgcgttcgtaataattttctttatagtaataccaattatgattgggggcttcg
gcaactgactagtccctttaatgattggcgcccccgacatagcattcccccgaataaataatatgagcttctgactactccctccctcatttcttcttctcctcgc
ttcctccggggttgaagccggggcaggaacaggctgaactgtttatccccctttagccggaaatctagcccatgcgggggcctccgtcgatttaactatctt
ctcactccatctggcgggggtgtcgtcaattttgggggctgttaattttattaccacaattattaatataaaaccacccgccatcacccaatatcagaccccgc
tatttgtatggtctgtattaattactgcagtcttactgcttctttcccttcctgtcctagccgcagggattacaatactactaacggatcgaaacttaaatacaactt
tc
29
Family Cichlidae (III, 10)
Gambar 23. Nile tilapia, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)
>kc789552.1| Oreochromis niloticus
ttctccaccaaccacaaggacatcggcaccctctatctagtatttggtgcttgagccggaatagtaggaactgcactaagcctcctaattcgggcagaact
aagccagcccggctctcttctcggagacgaccaaatctataatgtaattgttacagcacatgctttcgtaataattttctttatagtaataccaattatgattgg
aggctttggaaactgactagtacccctcatgattggtgcaccagacatggccttccctcgaataaataacatgagcttttgacttctccccccctcatttcttctt
cttctcgcctcatctggagtcgaagcaggtgccggcacaggatggactgtttatcccccgctcgcaggcaatcttgcccacgctggaccttctgttgacttaa
ccatcttctccctccacttggccggagtgtcatctattttaggtgcaattaattttatcacaaccattattaacatgaaaccccctgccatctcccaatatcaaac
acccctatttgtgtgatccgtcctaattaccgcagtactactccttctatccctgcccgttcttgccgccggcatcacaatacttctaacagaccgaaacctaa
acacaaccttctttgaccctgccggaggaggagaccccatcctataccaacacttattctgattcttcggacaccctgaggtg
Family Apogonidae (III, 11)
Gambar 24. Climbing perch, Anabas testudineus (Bloch 1792)
>jx983214.1| Anabas testudineus
cctttatttagtctttggtgcctgagctggaatggtgggcaccgctttaagccttctaattcgtgctgagctaagccaaccaggctcccttttaggtgacgacca
gatttttaatgtaatcgttacagcacacgctttcgtaataattttctttatagtaatgccgatgataatcggaggcttcggaaactgacttattcccctaataattg
gcgcgccagatatggctttccctcgaataaacaacataagcttctgactccttccaccctccttcctccttctccttgcctccgctgcagtagaagccggtgcg
ggaacgggttgaactgtctacccccctttagccagcaacctagcccacgcaggagcatccgtagatttaaccattttttccttacacttagccggggtttcttc
tatcttgggcgcaattaacttcatcacaacaattattaacataaaaccccctgccgcctctcaataccaaacacccttgtttgtttgatctgtccttattaccgct
gtacttctcctcctttctcttcccgtccttgctgctggaattactatacttctcacagatcgaaacctgaacacctccttctttgacccagcgggtgggggagacc
caattctttaccaacaccta
30
Family Channidae (III, 12)
Gambar 25. Striped snakehead, Channa striata, Bloch 1792
>gb|kj937450.1| Channa striata
cctttatctcgtatttggtgcctgagccggaatagtgggcacagccctcagccttctaattcgagcagaactaagccaacctggcgctctcctcggagacga
tcaaatttataatgtaatcgtaacagcacacgcctttgtaataatctttttcatggttatgccaataataattggaggcttcggaaattgacttgttcctcttatgat
cggtgcccccgacatggccttcccccgaataaataacatgagcttctgattgctccccccgtcattcctgcttttactagcctcttctgctgtagaagccgggg
ccggaaccggatgaacagtttacccacccctagccagcaacttagcccacgcaggggcctccgtcgatctaacgatcttctccctacacctagctggtgt
gtcctcaattctaggggccattaactttattactactattattaacataaaaccccctgctatttctcaatatcaaaccccactatttgtatgggctattttaattac
agccgtactacttctactttccctcccagtattagctgcaggcattacaatgctactcacagaccgaaatctcaacaccaccttcttcgaccctgctggtgga
ggggaccctattctttatcaacactt
Osteoglossiformes (IV)
Family Osteoglossidae (IV, 12)
Source: Viktor Kravtchenko / Wikimedia Commons. License: CC by Attribution-ShareAlike
Gambar 26. Northern Saratoga, Scleropages jardinii (Saville-Kent, 1892)
>gi|558603453:5484-7031 Scleropages jardinii
gtgacaattactcgctgatttttctcaactaaccacaaagacatcggaaccctatacctagtgtttggcgcctgggctgggatagttggcactgcccttagcc
ttctaatccgcgcagagctaagccagccagggtctctgcttggcgatgaccaaatctacaatgtcctcgtaacagcgcatgccttcgtaataatcttcttcat
agttataccaatcataatcggaggttttggcaactgactagttcccctaataattggtgctcctgacatagcattcccacgaataaacaacatgagcttctga
ctactacccccctccttcctgcttctactggcctcctctggcgtggaggccggggctgggacgggatgaacagtctatcctcctttagcaggcaacctagctc
atgctggcgcatcagtagacttaaccatcttttcgctccacctagcgggggtctcatcaatcctcggagcaatcaacttcattactacaatcattaatataaa
acccccagctactacccagtaccaaacacccctttttgtttggtcagttctagtaactgccatcctcctgcttctatccctgccagtcctagctgcaggtatcact
atgctcctaacagaccgcaacctaaacaccacattctttgaccccgctggcggaggggacccaatcctatatcaacacctattctgattcttcggccatcct
gaagtgtacatcctgattctaccaggattcgggataatctcccacattgtggcatactactccggcaaaaaagaacctttcgggtacatgggaatagtttga
gctatgatagccatcggcctcctaggtttcatcgtctgagcccaccacatattcacagtgggaatggatgtggacacccgtgcttattttacatctgctacaat
aattatcgcaatcccaacgggtgttaaagtattcagctgactagccactctttacggcgggtcaatcaaatgggaagcaccattcttgtgggccctgggcttt
atctttttatttacagtaggcggtctgaccggcattatcttagccaactcatccctagacattgtccttcacgacacctactacgtagtggctcacttccactatg
tcctatcgatgggagcagtcttcgcaattataggtggctttgtccactgatttcccctattctcaggatacaccctccacagcacatgaacaaagatccacttc
ggagtgatattcatcggagtaaacctaaccttcttcccccagcatttcctgggcctagccggcatgccgcgacgatactctgactacccagacgcctacac
cctatgaaatgtaacctcatccattggctcattagtatccctagtagctgtcgcaatattcctattcattctctgagaagcatttgcggccaaacgagaagttcg
agccacagaactaactcccacaaatgctgaatgacttcacggctgccctcccccctaccacacatttgaagagccagccttcgtccaatcccaaccgtaa
31
Elopiformes (V)
Family Megalopidae (V, 13)
Gambar 27. Indo-Pacific tarpon, Megalops cyprinoides (Broussonet, 1782)
>1599009_23_f (PA 51)
aggtaattcctgctgctaggactggtagagatagcaggaggagtactgcggtaaccaagactgaccaaacaaatagcggtgtttggtactgtgatatgg
cgggtggttttatattgatgattgtagtaatgaagttaatagcacccaaaattgaagaaacacctgccagatgaagagaaaaaatagtaagatctacgga
cgcgcctgcgtgggctaggtttccggcgagaggggggtagactgtccacccggtgcctgctcctgcttcaactcctgaagaggccaatagaagtaggaa
tgatggtgggaggagccagaagctcatgttatttatgcggggaaatgctatgtcgggggccccgatcatgagcgggaccagtcagtttccaaatccgcca
attaaaataggcattactataaagaaaattattacgaaggcatgtgccgtgacgataacattatagatttggtcatcaccaagtagtgccccgggttggctt
agttcagcccgaattagcaaacttagtgctgttccgactatcccggctcaggcaccaaacactaggtaaagggtgccaatg
Clupeiformes (VI)
Family Clupeidae (VI, 16)
Gambar 28. Fly river herring, Nematalosa flyensis (Wongratana, 1983)
>1668804_5_r (PA 31)
Ggatcgaagaatgtcgtatttagatttcggtcggtaagaagcatggtaataccggcagctaatactgggagggatagaagcagcagcacggcagtaac
aaggactgcccacacaaacaggggtgtttggtattgtgaaattgcagggggtttcatgttaataattgtagtaataaaattaattgctccaaggattgacga
aatacctgcaagatgaagggagaaaatggttaaatcaactgatgctcctgcgtgggctagattgcctgacaggggtggataaaccgttcaccccgtccct
gctccggcctctactcccgaagaagcgagaagaagaaggaaggagggcgggagaagtcagaagctcatattatttattcgcgggaatgccatgtcgg
gtgctccgatcattaggggtactaaccagttaccaaagcctccgatcatgattggcattactatgaagaaaatcattacgaaggcatgcgccgtaacgata
acattataaatttggtcatcccctagaagcgcacccggttggctgagctccgctcggataagaaggcttagggcagtccctactatccccgctcaggcacc
gaatactaaataaagggtgcc
>1668805_6_R (PA 32)
gaagaatgtcgtatttagatttcggtcggtaagaagcatggtaataccggcagctaatactgggagggatagaagcagcagcacggcagtaacaagg
actgcccacacaaacaggggtgtttggtattgtgaaattgcagggggtttcatgttaataattgtagtaataaaattaattgctccaaggattgacgaaatac
ctgcaagatgaagggagaaaatggttaaatcaactgatgctcctgcgtgggctagattgcctgacaggggtggataaaccgttcaccccgtccctgctcc
ggcctctactcccgaagaagcgagaagaagaaggaaggagggcgggagaagtcagaagctcatattatttattcgcgggaatgccatgtcgggtgctc
cgatcattaggggtactaaccagttaccaaagcctccgatcatgattggcattactatgaagaaaatcattacgaaggcatgcgccgtaacgataacatta
taaatttggtcatcccctagaagcgcacccggttggctgagctccgctcggataagaaggcttagggcagtccctactatccccgctcaggcaccgaata
ctaaataaaggg
32
Beloniformes (VII)
Family Belonidae (VII, 15)
Gambar 29. Freshwater longtom, Strongylura kreffti (Gunther, 1866)
>1595280_4_f (PA 06)
Atgtaagaagtatagtaattccagcagccagaacaggtaatgagaggagaagaagaacagcagtaattaggacagctcatacaaagagtggggttt
ggtattgggaaattgcaggaggttttatgttaataattgtagtaataaaattaatagcccctagaattgatgaaatacctgctaagtgtagagaaaagattgt
taaatctacagatgccccggcatgggctaaatttccggctaaaggagggtaaacggttcacccggttccagcacctgcttcaacccctgatgatgctagta
ggaggagaaaggatggaggaaggagtcagaaactcatgttgtttattcgagggaatgctatatcaggggctccaattataaggggaataagtcagtttc
caaatcctccgatcataattggtattactataaagaaaattattacaaaggcgtgtgccgtcacgattacattgtaaatttggtcgtcgcctaaaagggagcc
gggttggcttaattctgctcgaattagaaggcttaaagcagtacctactattccagctcaagcaccgaatactagataaagggtgccgatgt
Decapoda (VIII)
Family Palaemonidae (VIII, 16)
Gambar 30. Giant freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii (De Man, 1879)
>1595283_7_f (PA 10)
Ctgatagccccggctagaacgggtagcgagagaagaagtaagatggctgttaaaaatacggctcatacgaatagtggtagtcgatctatcgttattccg
ggggctcgtatgttgattactgtggtaataaaatttacagctcctaagattgaagagacacctgccaggtgaagggagaagatgccgagatctactgaag
ctccagcatgagcagttcctgctgctaagggtgggtagactgttcaccctgtgccgactcctctttctactatcccactagatagtagaagcgttagtgaggg
tggtagcagtcagaatcttatgttgttcatccgtgggaacgctatgtctggggctcctagtattaagggtactaaccagttaccaaagcctccgatcatgattg
gtataactatgaagaagattattacgaatgcgtgggcagtgacaattacattgtaaatctgatcgtttccaattagtctgcctggttgtcctaattctgctcgaa
ttagaagtcttagtgacgtgcctactattcctgctcatgctccgaatacaaaatatagagttccaat
33
Rekontruksi hubungan kekerabatan spesies ikan di Sungai Kumbe
Neoarius utarus
KF227999.1| Neoarius graeffei
Arridae
Neoarius graeffei
Porochilus meraukensis
Plotosidae
HM006980.1| Porochilus rendahli
Hephaestus raymondi
Terapontidae
Megalops cyprinoides
Megalopidae
JX983366.1| Megalops cyprinoides
Gobius sp
Gobiidae
KJ768236.1| Gobius niger
Strongylura kreffti
Belonidae
JX983497.1| Strongylura strongylura
Nematalosa flynensis(2)
Nematalosa papuaensis
Clupeidae
Nematalosa flynensis
HM006973.1| Nematalosa erebi
Melanotaenia goldie
Melanotaenia goldie(2)
Melanotaeniidae
KF491330.1| Melanotaenia goldiei
Pingalla lorentzi
Terapontidae
HQ654762.1| Toxotes jaculatrix
Toxotes jaculatrix
Toxotidae
Toxotes chaterus
0.05
Gambar 31. Pohon Neighbour-joining phylogeny CO1 sequences menampilkan hubungan
kekerabatan antar spesies. Panjang lengan mewakili jarak Kimura dua parameter.
34
3.3.
Dinamika Larva Ikan di Sungai Kumbe
Informasi tentang larva ikan sangat diperlukan untuk mengetahui sejarah hidup
yang sangat erat hubungannya dengan manajemen perikanan. Selain itu dengan analisis
larva ikan memungkinkan analisa biodiversitas yang lebih komprehensif, tidak hanya pada
fase dewasa saja.

Tahap berbeda pada fase awal pertumbuhan larva ikan rawa gambut Sungai
Kumbe, dari preflexion larvae ke postflexion ke prejuvenil dikoleksi menggunakan
dua set bongo nets yang memiliki diameter 30 cm selama kurang lebih 15 menit
dengan kecepatan 1 km/jam. Sampel larva ikan dikoleksi pada pagi hari (06:00 –
07:00) dan sore hari (05.00 – 06:00).

Secara manual larva disortir langsung setelah diambil dan disimpan dalam botol
vial 1.5 mL yang berisi larutan alkohol absolut. Larva dipisahkan berdasarkan
perbedaan morfologi dasar di laboratorium, satu botol vial 1.5 mL berisi hanya 1
sampel larva ikan. Perwakilan larva yang memiliki morfologi berbeda akan
diidentifikasi sampai tingkat spesies menggunakan pendekatan DNA barcoding.
Gambar 32. Bentuk morfologi larva ikan di Sungai Kumbe dan aplikasi teknik DNA
barcoding untuk identifikasi larva
35
LYP39
LIP34
LIS30
LYS24
LIS26
LIS65
LYP32
Melanotaenia splendida inornata
LSS76
KF491463.1| Melanotaenia splendida inornata
LIS32
LYS27
LIP3
LIS36
Melanotaenia goldie
Melanotaenia goldie
Melanotaenia goldie 2
LSP40
LSP39
LSS60
KF491171.1| Iriatherina werneri
Iriatherina werneri
LYP34
LIP23
LSP38
KF227948.1| Craterocephalus stercusmuscarum
LIP1
LIP7
LIS12
LIP9
LIP4
LIP38
LYS31
Morphotype_1
LIP39
LYS57
LIS17
LIS9
LIP21
LIP32
LSS58
Morphotype_2
gb|kj937450.1| Channa striata
gi|370989244|Clupeoides borneensis
Megalops cyprinoides
HM006973.1| Nematalosa erebi
Nematalosa flyensis
Nematalosa flyensis 2
Nematalosa flyensis
Nematalosa flyensis 3
LYS5
LYS16
LYP4
LYS17
Morphotype_3
LYP10
LSP66
LSP53
LYP22
gi|558603453 Scleropages jardinii
jx983214.1| Anabas testudineus
LIS39
LYP17
LIP29
LIS66
LIS38
LSP 30
Toxotes oligolepis
Toxotes oligolepis 2
Toxotes oligolepis
Toxotes oligolepis 3
Toxotes oligolepis 4
LYP24
LIS52
LIS35A
LIS55
LIS25
LIS37
LSS62
LIP11
Glossamia aprion
fj346812.1| Glossamia aprion
Ambassis agramus
Neoarius graeffei
Neoarius graeffei
Neoarius utarus
R JX983223.1| Arius arius
kf604654.1| Clarias batrachus
Porochilus meraukensis
Neosilurus ater
Neosilurus ater 2
Neosilurus ater
Neosilurus ater 3
R Parambassis gulliveri
EF609374.1| Hephaestus jenkinsi
LYS35
Morphotype_4
LSP10
LYS22
Pingalla lorentzi
LIS45
LSP49
LYP6
LYS13
LIS24
Strongylura kreffti
0.02
Gambar 33a. Pohon Neighbour-joining sekuen COI menampilkan penempatan larva dalam
tingkatan spesies ikan. Panjang cabang memperlihatkan jarak kimura 2
parameter.
36
lanjutan
gb|HQ654745.1| Oreochromis niloticus
Gobi sp1
LSS12
LSS24
LSS80
LSS7
LSP109
LSS52
LSS20
LSP85
LSS38
LSS49
LSS53
LSS63
LSS33
LYS73
LSS5
LSS2
LSS18
LYS1
LSS45
LSP98
LSP105
LSS73
LSP94
LSP108
LSS40
LSS25
LSS34
LSS6
LSP114
LSS37
LSS85
LSS13
LSS48
LSP89
LSP101
LSP78
LSS30
LSP76
LSP75
LSP127
LSS81
LSS91
LSS32
LSS75
LSS31
LSS43
LSS87
LSP80
LSS86
LSP117
LSS16
LSS35
LSP92
LSP70
LSP60
LSP125
LSS19
LSS64
LSS78
LSP123
Morphotype_5
0.02
Gambar 33b. Pohon Neighbour-joining sekuen COI menampilkan penempatan larva dalam
tingkatan spesies ikan. Panjang cabang memperlihatkan jarak kimura 2
parameter.
37
Melanotaenia splendida ornata
Iriatherina werneri
Pingalla lorentzi
Glossamia aprion
Toxotes oligolepis
Gambar 34. Tahap awal fase pertumbuhan larva ikan teridentifikasi di Sungai Kumbe.
Morphotype 1
Morphotype 2
Morphotype 3
Morphotype 5
Gambar 35. Tahap awal fase pertumbuhan larva ikan tidak teridentifikasi di Sungai
Kumbe.
38
Tabel 3. Distribusi spasial dan temporal spesies ikan yang teridentifikasi (titik sampling 1/Alfasera, titik sampling 2/Inggun, titik sampling
3/Yakui and titik sampling 4/Sakor).
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nama spesies
Nama Interna
Melanotaenia
Chequered
splendida inornata
Rainbowfish
(KF 491463.1)
Melanotaenia goldie Golden river
rainbow fish
Iriatherina werneri
Threadfin
(KF 491171.1)
Rainbowfish
Nematalosa flyensis Fly river herring
Toxotes oligolepis
Western
archerfish
Glossamia aprion
Mouth almighty
(FJ 346812.1)
Ambassis agrammus Fly river gizzard
shad
Neoarius graeffei
Blue catfish
Porochilus
Merauke pandan
meraukensis
Neosilurus ater
Narrow-fronted
Tandan
Parambassis
Giant glassfish
gulliveri
Pingalla lorentzi
Lorentz's grunter
Banded
archerfish
Family
Melanotaeniidae
Situs 1
Mei
─
Situs 2
Situs 3
Situs 4
Maret Oktober Maret Oktober Maret Oktober
2
5
─
4
─
1
Melanotaeniidae
(2)
─
─
─
─
─
─
Melanotaeniidae
─
1
─
─
1
3
1
Clupeidae
Toxotidae
(1)
(3)
(1)
1
─
8
(1)
1 (1)
─
1
─
1
─
─
Apogonidae
─
1
─
─
─
─
1
Ambassidae
─
(1)
─
─
─
─
─
Arridae
Plotosidae
(1)
─
─
(1)
─
─
─
─
─
─
(1)
─
─
─
Plotosidae
(1)
─
─
(2)
─
─
─
Ambassidae
(1)
─
─
─
─
─
─
Terapontidae
(1)
─
2
3
─
2
─
39
Continued….
No
Nama spesies
13
Strongylura kreffti
14
15
Gobi sp
Megalops cyprinoides
16
17
18
19
Nama Interna
Family
Belonidae
Morphotype_1
Morphotype_2
Freshwater
longtom
─
Indo-Pacific
tarpon
─
─
Morphotype_3
Morphotype_4
─
─
20 Morphotype_5
─
The adult specimens are shown in bracets
Situs 1
Mei
─
Situs 2
Maret Oktober
─
─
Situs 3
Maret
(1)
─
Situs 4
─
─
Gobiidae
Megalopidae
(1)
(1)
─
─
─
─
─
─
─
─
─
─
─
─
Atherinidae
Atherinidae
─
─
11
─
─
─
─
─
2
─
─
─
─
1
Osteoglossidae
Terapontidae
─
─
─
─
─
─
5
─
1
1
2
─
─
─
Gobiidae
─
─
─
1
1
1
57
40
Hasil penelitian ini menginformasikan distribusi dan komposisi larva dan juvenile
ikan, yang merupakan keanekaragaman hayati di perairan rawa gambut tropis Papua,
Indonesia. Secara keseluruhan, sepuluh spesies ditemukan pada tahap larva dan juvenil di
habitat rawa gambut Sungai Kumbe, sedangkan tambahan 18 spesies yang ditangkap dari
saluran sungai atau zona rawa gambut pada tahap dewasa. Berbeda dengan sebagian besar
kajian DNA barkode yang terfokus pada kelimpahan ichthyoplankon di habitat air tawar
tropis (Frantine-Silva et al., 2015), kami hanya mampu mengidentifikasi sebagian kecil
(41,26%) dari sampel yang disekuens (59 spesimen dari 143) sampai pada tingkat spesies.
Selain itu, dari 27 spesies yang telah diidentifikasi, 11 spesies merupakan DNA barcode
untuk pertama kalinya. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian keanekaragaman hayati
yang relatif masih sangat terbatas telah dilakukan pada ikhtiofauna tropis rawa gambut
(Dennis & Aldhous, 2006; Prentice & Parish, 1990; Yule, 2010), meskipun perairan lahan
gambut tropis dikenal mendukung keanekaragaman ikan yang tinggi. Sebanyak 200-300
spesies ikan telah teridentifikasi dari habitat rawa gambut Semenanjung Malaysia,
Kalimantan dan Sumatera) (Parish et al., 2008; Dennis & Aldhous, 2006) dengan 20% dari
ikan air tawar Malaysia berasal di lahan gambut (Ahmad et al., 2002). Demikian juga,
kajian ini menunjukkan ketidaklengkapan taksonomi perpustakaan referensi barcode DNA
untuk ikan air tawar dari Papua dan menunjukkan bahwa identifikasi molekuler ikan di
habitat rawa gambut tropis New Guinea masih pada tahap awal pengembangan. Hasil kami
karena itu sejalan dengan temuan (Hubert et al., 2015) pada ikan karang di Indo-Pasifik
yang menyatakan bahwa pengembangan referensi barcode DNA adalah pekerjaan yang
sedang berjalan baik untuk air tawar dan maupun ikan laut.
Spesimen tak dikenal dikelompokkan ke dalam lima kelompok terpisah yang
kemudian disebut morphotypes. Kelompok terdekat diduga dari morphotype 1 tampaknya
C. stercusmuscarum memperlihatkan perbedaan sebesar 3,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
morphotype 1 terkait dengan genus Craterocephalus. Lima spesies dalam genus
Craterocephalus telah secara resmi diinformasikan dari pulau New Guinea (Allen, 1991).
Morphotype 4 kemungkinan besar dari keluarga Terapontidae, sebagai tingkat urutan
divergensi (6,7%) menempatkan larva dikenal di morphotype 4 dekat dengan genus
Pingalla. Tingkat urutan perbedaan menunjukkan bahwa tiga morphotypes larva tak
dikenal lainnya (morphotypes 2, 3 dan 5) terlalu jauh jarak genetiknya untuk klasifikasi
spesies yang dapat diandalkan, sebagai jarak K2P terdekat antara morphotype tak dikenal
dan urutan referensi berkisar antara 25,1% sampai 30,6%. Koleksi sampel ikan dewasa
dimasa yang akan datang akan memecahkan pertanyaan-pertanyaan taksonomi. Mirip
41
dengan studi sebelumnya (Pegg et al., 2006; Valdez-Moreno et al., 2010; Ko et al., 2013;
Hubert et al., 2015; Loh et al., 2013; Frantine-Silva et al., 2015). Hasil analisis kami
menegaskan bahwa DNA barcode adalah alat yang efektif dan dapat diandalkan untuk
identifikasi spesies dari larva dan juvenil ikan selama memiliki referensi sekuens yang
lengkap dari spesies diidentifikasi dengan barcode. Larva dan juvenile yang diidentifikasi
terutama berasal dari Perciformes dan Antheriniformes. Kelompok-kelompok taksonomi
yang sama ditemukan dominan menurut (Allen, 1991) di wilayah Papua. Spesies yang
diduga dalam kelompok Gobiidae termasuk dalam Perciformes yang terutama terdapat
melimpah di dua lokasi (Yakui dan Sakor) yang menyediakan habitat yang cocok dengan
adanya batang pohon di bawah air untuk penyembunyian dan tempat menempel. Oleh
karena itu, meskipun hanya sejumlah kecil individu yang berhasil didapatkan sekuensnya,
studi ini memberikan informasi baru pada distribusi, ekologi dan reproduksi berbagai jenis
ikan di habitat rawa gambut Sungai Kumbe. Misalnya, Toxotes oligolepis terdeteksi di
semua lokasi pengambilan sampel (termasuk alur sungai/Alfasera) tetapi saat ini sangat
sedikit yang diketahui tentang biologi dan ekologi dari spesies ini. Ikan pemanah lain
seperti T. chatareus dan T. jaculatrix yang memiliki tipe euryhaline dan menghuni hutan
bakau terutama daerah payau di Pasifik Selatan dan Samudra Hindia, dan siklus hidup
mereka melibatkan rute migrasi yang panjang, meskipun mereka juga dapat ditemukan di
perairan pesisir dan hulu di air tawar (Allen, 1991; Allen et al., 2003; Temple et al.,
2010). Ditemukannya larva dan juvenil Toxotes oligolepis di habitat rawa gambut
menunjukkan bahwa lingkungan ini dapat berfungsi sebagai habitat perkembangbiakan
penting bagi spesies ikan. Demikian pula, kami menemukan larva ikan dan juvenil dari
jenis ikan lainnya seperti Pingalla lorentzi, Melanotaenia splendida inornata dan
Iriatherina werneri di beberapa lokasi menunjukkan bahwa habitat rawa gambut
memainkan peranan penting selama tahap awal kehidupan spesies ini.
Dapat disimpulkan, penelitian ini merupakan langkah penting menuju
perkembangan referensi barcode DNA yang komprehensif untuk ikan teleost yang tinggal
di lingkungan rawa gambut tropis di Papua. Inisiasi referensi COI barcode dari Sungai
Kumbe juga berkontribusi terhadap upaya barcode DNA global dalam identifikasi spesies
ikan dan memberikan pengetahuan baru tentang penyebaran dan perekrutan pola larva di
ekosistem rawa gambut tropis. Akhirnya, pekerjaan kami menunjukkan bahwa identifikasi
ikan air tawar dengan metode molekuler di Papua masih pada tahap awal pengembangan .
Kami mengantisipasi bahwa akumulasi data barcode DNA akan membantu konservasi
keanekaragaman hayati di wilayah ini.
42
3.4.
Komunitas Ikan Tangkapan di Sungai Kumbe
Ikan hasil tangkapan percobaan (experimen fishing) di Sungai Kumbe pada bulan
Mei diperoleh sebanyak 260 ekor yang terdiri dari 12 jenis ikan sebagaimana disajikan
pada Tabel 4. Komposisi jenis ikan yang tertangkap di lokasi tersebut didominasi oleh
ikan-ikan berukuran berat yang relatif bervariasi. Hal tersebut terkait dengan selektifitas
alat tangkap yang digunakan memiliki ukuran mata jaring yang relatif bervariasi sehingga
ikan-ikan yang berukuran lebih kecil tertangkap juga. Ikan hasil tangkapan menggunakan
jaring insang percobaan di Sungai Kumbe berdasarkan indeks relatif penting (IRI)
memperlihatkan bahwa ikan duri (50,26%), sembilang (13,01%) dan kakap batu (12,42%)
mempunyai nilai IRI yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ketiga ikan tersebut merupakan ikan yang dominan
tertangkap baik dari segi berat, jumlah individu dan frekuensi tertangkapnya.
Tabel 4. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan pada bulan Mei 2015 di
Sungai Kumbe, Papua
No.
Nama Ikan
Nama Ilmiah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Duri
Sembilang
Kakap Batu
Kakap Rawa
Saku
Mata Bulan
Arius latirostris
Neosilurus ater
Pingalla lorentzi
Hephaestus raymondi
Strongylura kreffti
Megalops cyprinoides
Ambassis agrammus
Nematalosa flyensis
Oreochromis niloticus
Porochilus meraukensis
Melanotaenia goldie
Anabas testudineus
JUMLAH
Tulang
Nila*
Pelangi
Betik*
Panjang
Total (cm)
17,5-39
11,1-38
6,6-18,3
6,8-23,7
7,1-37,7
8,6-24,3
6,3-8,3
23,5-29,6
10,2-15,9
11,5-13,8
3,7-8,3
14-21,1
Berat
Tubuh (gr)
19-260
9-422
4,8-98
5,5-122
8-102
5,3-88
3,7-9,2
118-240
18-60
7,8-16,1
0,62-7,2
40-180
N
W
F
%IRI
66
24
72
13
22
15
19
8
6
6
6
3
260
6345,9
2126,2
1098,64
749
618
337,9
111
1373
185
70,4
32,5
400
13448
4
3
2
4
2
2
2
1
3
2
2
1
28
50,26
13,01
12,42
7,32
4,52
2,87
2,82
2,30
1,91
0,98
0,88
0,71
100
Sedangkan ikan hasil tangkapan percobaan (experimen fishing) di Sungai Kumbe
pada bulan Agustus yang merupakan musim kemarau adalah sebanyak 255 ekor yang
terdiri dari 15 jenis ikan sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Komposisi jenis ikan yang
tertangkap di lokasi tersebut juga didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran berat dan
relatif bervariasi. Berdasarkan indeks relatif penting (IRI) memperlihatkan bahwa ikan
tulang (34,37%), duri (28,47%) dan saku (13,32%) mempunyai nilai IRI yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa ketiga
ikan tersebut merupakan ikan yang dominan tertangkap baik dari segi berat, jumlah
individu dan frekuensi tertangkapnya.
43
Tabel 5. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan pada bulan Agustus 2015
di Sungai Kumbe, Papua
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Nama Ikan
Tulang
Duri
Saku
Mata Bulan
Sembilang
Sumpit
Kakap Batu
Nila*
Betik*
Kakap Rawa
Nama Ilmiah
Nematalosa flyensis
Arius latirostris
Strongylura kreffti
Megalops cyprinoides
Neosilurus ater
Toxotes jaculatrix
Pingalla lorentzi
Clupeoides venulosus
Parambassis gulliveri
Oreochromis niloticus
Porochilus meraukensis
Anabas testudineus
Ambassis agrammus
Hephaestus raymondi
Neoarius graffei
JUMLAH
Panjang
Total (cm)
8,7-32,2
9,0-40,0
30,3-45,3
9,1-30,5
24,9-36,1
8,5-22,8
7,9-27,5
6,2-23,5
5,7-24,8
14,0-18,8
12,0-18,0
9,5-21,2
5,6-9,7
15,0-18,2
12,6-15,9
Berat
Tubuh (gr)
5-267
11-771
52-189
14-200
135-365
13-197
11-197
4-113
6-120
111-120
18-34
28-196
5-13
101
33
N
W
F
%IRI
69
62
36
24
5
7
10
11
11
3
5
6
4
1
1
255
6936
5341
3556
1537
1013
798
471
287
300
348
119
420
31
101
33
21291
4
4
3
4
3
3
3
3
1
2
2
1
1
1
1
36
34,37
28,47
13,32
9,59
2,90
2,81
2,65
2,45
0,82
0,81
0,73
0,62
0,25
0,12
0,08
100
Lebih lanjut ikan hasil tangkapan percobaan (experimen fishing) di Sungai Kumbe
pada bulan November yang merupakan musim peralihan adalah sebanyak 454 ekor yang
terdiri dari 8 jenis ikan sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Komposisi jenis ikan yang
tertangkap di lokasi tersebut juga didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran berat dan
relatif bervariasi. Berdasarkan indeks relatif penting (IRI) memperlihatkan bahwa ikan duri
(59,64%), dan tulang (34,73%) mempunyai nilai IRI yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan jenis ikan lainnya. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kedua ikan tersebut
merupakan ikan yang dominan tertangkap baik dari segi berat, jumlah individu dan
frekuensi tertangkapnya.
Tabel 6. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang percobaan pada bulan November
2015 di Sungai Kumbe, Papua
No.
Nama Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
Duri
Tulang
Saku
Sumpit
Mata Bulan
Kakap Batu
Nila*
Nama Ilmiah
Arius latirostris
Nematalosa flyensis
Strongylura kreffti
Toxotes jaculatrix
Megalops cyprinoides
Pingalla lorentzi
Oreochromis niloticus
Clupeoides venulosus
JUMLAH
Panjang
Total (cm)
64,0-8,5
30,5-8,2
44,3-29,1
23,4-16,2
24,5-17,9
20,5-10,8
15,5-12,8
16,6-14,1
Berat
Tubuh (gr)
2529-9
208-9
113-38
198-116
103-85
127-30
69
29
N
W
F
%IRI
327
102
9
5
4
5
1
1
454
8933
9178
677
850
374
314
69
29
20424
3
3
2
2
3
1
1
1
16
59,64
34,73
1,82
1,81
1,40
0,45
0,10
0,06
100
44
Gambar 36 menyajikan pengamatan persentase komposisi hasil tangkapan
berdasarkan jumlah dan biomassa pada bulan Mei 2015. Pada Gambar 4 menunjukkan
bahwa ikan kakap batu (Pingalla lorentzi) merupakan ikan dengan jumlah spesies
terbanyak diikuti oleh Arius latirostris dan Neosilurus ater. ketiga spesies ikan ini lebih
dominan dari segi jumlah dibandingkan dengan spesies ikan lainnya. Sedangkan persentase
berdasarkan biomassa menunjukkan bahwa Arius latirostris, Neosilurus ater, dan Pingalla
lorentzi merupakan spesies ikan yang memiliki persentase bobot lebih besar dibandingkan
dengan spesies ikan lainnya. Hal ini dikarenakan rata-rata kisaran bobot dari ikan tersebut
adalah 9-422 gram.
Gambar 36. Persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan biomassa pada
bulan Mei 2015.
Lebih lanjut pengamatan persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah
dan biomassa pada bulan Agustus 2015 disajikan pada Gambar 37. Pada pengamatan
persentase jumlah ternyata ikan tulang (Nematalosa flyensis) merupakan ikan dengan
jumlah spesies terbanyak diikuti oleh Arius latirostris dan Neosilurus ater. Ketiga spesies
ikan ini lebih dominan dari segi jumlah dibandingkan dengan spesies ikan lainnya.
Sedangkan persentase berdasarkan biomassa menunjukkan bahwa Nematalosa flyensis,
Arius latirostris, dan Strongylura kreffti merupakan spesies ikan yang memiliki persentase
bobot lebih besar dibandingkan dengan spesies ikan lainnya.
Porochilus
Anabas
Oreochrom
Parambassi is niloticus
meraukens
testudineu
Clupeoides
s gulliveri
is s
venulosus 1%
4%
2% 2%
Pingalla 4%
lorentzi
Toxotes
Neosilurus
4%
jaculatrix
ater
3%
2%
Megalops
cyprinoides Strongylura
kreffti
10%
14%
Ambassis
Hephaestu
agrammus
s raymondi
2% 1%
Neoarius
graffei
0%
Nematalos
a flyensis
27%
Pingalla Oreochro
Clupeoides
Anabas
Porochilus
lorentzi meraukens
Parambass
Toxotes venulosus
testudineu
mis
2%
is gulliveri
jaculatrix
1% niloticus
is s
Neosilurus
1%4%
2%
1%2%
ater
5%
Strongylur
a kreffti
17%
Arius
latirostris
24%
Ambassis
Hephaestu Neoarius
agrammus
s raymondi graffei
0% 0%
0%
Nematalos
a flyensis
33%
Arius
latirostris
25%
Megalops
cyprinoide
s
7%
Gambar 37. Persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan biomassa pada
bulan Agustus 2015.
45
Pengamatan persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan
biomassa pada bulan November 2015 disajikan pada Gambar 38. Pada pengamatan
persentase jumlah ternyata ikan duri (Arius latirostris) merupakan ikan dengan jumlah
spesies terbanyak diikuti oleh ikan tulang (Nematalosa flyensis). Hal yang sama juga
terlihat dari persentase berdasarkan biomassa yang menunjukkan Nematalosa flyensis dan
Arius latirostris merupakan spesies ikan yang memiliki persentase bobot lebih besar
dibandingkan dengan spesies ikan lainnya. Dengan kisaran biomassa yang ditemukan 92529 gram untuk Arius latirostris dan 9-208 gram untuk Nematalosa flyensis.
Oreochrom
Strongylur
Toxotes
Pingalla
Megalops
is niloticus
aNematalos
kreffti
jaculatrix
lorentzi
cyprinoides
0%
1% 1% 1%
a 2%
flyensis
23%
Clupeoides
venulosus
0%
Arius
latirostris
72%
Toxotes
jaculatrix
Strongylur
4%
a kreffti
3%
Pingalla Oreochro
Megalops
lorentzi mis
cyprinoide
s 2% niloticus
0%
2%
Nematalos
a flyensis
45%
Clupeoides
venulosus
0%
Arius
latirostris
44%
Gambar 38. Persentase komposisi hasil tangkapan berdasarkan jumlah dan biomassa pada
bulan November 2015.
Jika diperhatikan dari kegiatan experiment fishing yang dilakukan dari bulan Mei,
Agustus dan November 2015 terlihat ikan-ikan yang tertangkap masih didominasi dengan
ikan-ikan asli papua. Sama seperti hal nya penelitian yang dilakukan Satria et al (2013) dan
Rahardjo et al (2011), dengan jaring insang percobaan di hulu sungai Kumbe 78,57%
merupakan ikan asli papua yang merupakan bagian dari distribusi ikan paparan sahul.
Menurut Kartikasari et al. (2012) persebaran ikan-ikan air tawar di Papua sangat terkait
erat dengan sejarah geologi pulau Nugini yang dahulu tergabung dengan daratan Australia.
Lebih lanjut menurut Sentosa & Satria (2013), beberapa jenis ikan yang tertangkap
di bagian hulu Sungai Kumbe, terutama dari famili Cichlidae seperti nila, Anabantidae
(betok) serta Chanidae (gabus toraja) merupakan jenis ikan-ikan introduksi di kawasan
Nugini, khususnya Merauke sejalan dengan laporan Allen (1991). Dari hasil perhitungan
yang dikategorikan ikan introduksi masih belum mendominasi yakni dapat dilihat pada
nilai IRI Oreochromis niloticus (3,13%), Anabas testudineus (0,90%) dan Channa striata
(0,34%). Hal ini disebabkan masyarakat setempat telah memanfaatkan ikan-ikan introduksi
tersebut sebagai target tangkapan, terutama untuk konsumsi sehingga aktivitas tersebut
46
secara tidak langsung juga turut mengontrol perkembangan populasinya di alam (Sentosa
& Satria, 2013).
Tabel 7. Indeks keanekaragaman dan dominansi ikan di Sungai Kumbe
Lokasi
S
H’
N
D
5
8
11
5
8
11
5
8
11
5
8
11
Mahayulumb
8
8
5
65
73
106
1,7388
1,4870
0,9155
0,2236
0,3458
0,4938
Inggun
10
8
7
153
76
52
1,9887
1,6942
1,4584
0,1702
0,2275
0,2981
Yakau
6
8
5
14
15
83
1,8095
1,9913
0,6280
0,1837
0,1467
0,6126
Sakor
4
9
-
28
87
-
0,9695
1,6430
-
0,4792
0,2802
-
Keterangan:
5: Mei; 8: Agustus; 11: November
s = jumlah jenis
N = jumlah total ikan
H’ = indeks keanekaragaman
D = indeks dominansi
Indeks keanekaragaman dan dominansi ikan di empat lokasi survei Sungai Kumbe
disajikan pada Tabel 7. Secara umum nilai H’ relatif hampir sama dengan penelitian Binur
(2010) di Rawa Kaliki, Merauke dengan nilai H’ berkisar antara 1,411-1,950. Nilai H’
ikan-ikan hasil tangkapan di Sungai Kumbe berkisar antara 0,6280-1,9887 dengan nilai D
berkisar antara 0,1702-0,6126. Berdasarkan kriteria indeks ekologi menurut McDonald
(2003) dan Fachrul (2008), secara umum meskipun berfluktuasi terlihat bahwa keempat
lokasi penelitian yaitu: Rawa Mahayulumb, Inggun, Yakau dan Sakor memiliki tingkat
keanekaragaman sedang (1,5<H’<3,5) dengan dominansi rendah sehingga struktur
komunitas relatif stabil.
Tabel 8. Distribusi dan kelimpahan ikan berdasarkan bulan pengamatan di lokasi
penelitian.
Spesies Ikan
Arius latirostris
Ambassis agrammus
Anabas testudineus*
Clupeoides venulosus
Hephaestus raymondi
Megalops cyprinoides
Melanotaenia goldie
Nematalosa flyensis
Neosilurus ater
Oreochromis niloticus*
Parambassis gulliveri
Pingalla lorentzi
Porochilus meraukensis
Strongylura kreffti
Toxotes jaculatrix
5
√
√
√
√
√
√
√
√
-
Mahayulumb
8
√
√
√
√
√
√
√
√
11
√
√
√
√
√
5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
Inggun
8
√
√
√
√
√
√
√
√
-
11
√
√
√
√
√
√
√
5
√
√
√
√
√
√
-
Yakau
8
√
√
√
√
√
√
√
√
11
√
√
√
√
√
-
5
√
√
√
√
-
Sakor
8
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
11
-
Keterangan: 5: Mei; 8: Agustus; dan 11: November.
47
Berdasarkan percobaan penangkapan dengan menggunakan jaring insang diperoleh
distribusi dan kelimpahan ikan yang didapat berdasarkan bulan pengamatan di lokasi
penelitian seperti yang tersaji pada Tabel 8. Pada tabel terlihat bahwa berdasarkan lokasi
penelitian ikan duri (Arius latirostris) merupakan jenis ikan yang sering ditemukan di
hampir setiap lokasi penelitian diikuti dengan ikan mata bulan (Megalops cyprinoides) dan
tulang (Nematalosa flyensis). Hal ini menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut memiliki
dinamika spasial dalam hal distribusi ruaya paling luas dibandingkan dengan jenis ikan
lainnya. Ruaya merupakan aktivitas penting bagi ikan yang merupakan bagian dari daur
hidupnya. Menurut Utomo & Samuel (2005), berdasarkan tujuan mengapa ikan melakukan
ruaya, maka ruaya ikan di perairan umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ruaya
pemijahan, ruaya untuk mencari makan, dan ruaya untuk menghindar dari lingkungan yang
kurang baik.
Sedangkan jika diperhatikan berdasarkan dinamika temporal yaitu bulan
pengamatan terlihat bahwa ikan duri (Arius latirostris) merupakan jenis ikan yang sering
ditemukan di sepanjang bulan pengamatan diikuti dengan ikan mata bulan (Megalops
cyprinoides), tulang (Nematalosa flyensis) dan saku (Strongylura kreffti). Untuk ketiga
jenis terakhir hanya ditemukan di satu atau dua lokasi penelitian yang sama. Hal ini
memungkinkan bahwa ikan-ikan tersebut secara temporal beruaya pada lokasi yang sama
hal ini dimungkinkan karena ekosistem di lokasi penelitian yang masih mendukung untuk
kehidupan ikan-ikan tersebut.
3.5.
Karakteristik Sumberdaya Ikan Ekonomis Penting
Neosilurus ater
Ragam genetik populasi ikan sembilang
Informasi Keragaman genetik merupakan bagian dari keragaman hayati yang
memiliki pengertian yang lebih luas, yakni keragaman struktural maupun fungsional dari
kehidupan pada tingkat komunitas dan ekosistem, populasi, spesies dan molekul DNA.
Molekul DNA dapat pula berfungsi menjadi penanda molekular yang mampu
mengidentifikasi perbedaan genetik langsung pada level DNA sebagai komponen genetik.
Semua karakter yang ditampilkan baik secara nyata atau tidak oleh satu individu hewan
tidak lain adalah pencerminan karakter gen yang dimiliki oleh individu hewan tersebut,
atau dapat disebut bahwa semua informasi yang dapat diamati pada suatu individu hewan
adalah penanda genetik dari individu tersebut. Karakteristik penanda molekular ini dapat
menanggulangi keterbatasan penggunaan penanda morfologi karena penanda ini bebas dari
48
pengaruh-pengaruh epistasi, lingkungan dan fenotipe, sehingga dapat menyediakan
informasi yang lebih akurat (Muladno, 2006).
Informasi keragaman genetik dan penanda genetik dapat diperoleh dengan
melakukan analisis terhadap sekuense mtDNA. Hal ini karena mtDNA bersifat maternal
dan diturunkan oleh parentalnya tanpa rekombinasi (Harrison, 1989; Amos & Hoelzel,
1992), molekulnya kompak dan ukuran panjangnya relatif pendek (16000–20000
nukleotida) tidak sekompleks DNA inti sehingga dapat dipelajari sebagai satu kesatuan
utuh, tingkat evolusi yang tinggi (5-10 kali lebih besar dari DNA inti) sehingga dapat
memperlihatkan dengan jelas perbedaan antar populasi dan hubungan kekerabatan (Brown
et al., 1979; Brown, 1983), memiliki jumlah copy yang besar 1000-10000 dan lebih cepat
dan mudah mendapatkan hasil dari jaringan yang telah diawetkan sebelumnya (Brown,
1983).
Gen penyandi protein dari DNA mitokondria adalah bagian yang sering digunakan
untuk mendapatkan informasi keragaman genetik dan sebagai penanda genetik suatu
spesies.Diantara gen penyandi protein yang sering digunakan untuk mempelajari
keragaman genetik adalah gen Cytochrome Oxidase Subunit I (COI). Selain itu, Gen
Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) dapat pula digunakan sebagai penanda genetik untuk
mempelajari keragaman jenis dan hubungan kekerabatan diantara kelompoknya
(intraspesies) maupun kelompok lainnya (interspesies) (Ping et al., 2007).
Informasi tentang ragam genetik ikan sembilang (Neosilurus ater) berdasarkan
runutan nukleotida dan asam amino gen Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) selama ini
masih sangat terbatas. DNA total diisolasi dari cuplikan otot ikan sembilang dan hasil
isolasi DNA total digunakan sebagai cetakan untuk amplikasi gen Cytochrome c Oxidase
Subunit I (COI) DNA mitokondria dengan teknik PCR. Amplikasi gen Cytochrome c
Oxidase Subunit I (COI) menghasilkan fragmen gen COI berukuran rata-rata 594 pb pada
spesimen ikan sembilang. Profil DNA hasil amplikasi disajikan pada Gambar 39 dan
urutan sekuense dapat terlihat pada Gambar 40.
Gambar 39. Profil DNA ikan sembilang (Neosilurus ater) hasil amplifikasi menggunakan
pasangan primer COI F dan COI R.
49
Gambar 40. Urutan sekuens ikan sembilang sepanjang 594 pb
Dari 197 asam amino hasil translasi 594 nukleotida pada gen COI parsial ikan
sembilang, terdiri dari 195 situs asam amino bersifat kekal, 2 situs asam amino bersifat
variabel yang terdiri dari 2 situs asam amino sinonimous. Perubahan asam amino yang
terjadi adalah bersifat non sinonimous, sehingga pengamatan melalui asam amino dapat
mendeteksi adanya penanda genetik ikan sembilang. Kondisi ini menurut Nei & Kumar
(2000) karena adanya substitusi nukleotida yang dapat menyebabkan perubahan asama
amino atau bersifat non sinonimous, namun ada pula yang tidak menyebabkan perubahan
asam amino didalam hasil translasinya atau bersifat sinonimious.
Analisa komposisi basa nukleotida untuk ikan sembilang dari Sungai Kumbe
mengidentifikasi 2 situs nukleotida yang bervariasi dan semuanya singleton. Komposisi
empat basa nukleotida dari 594 nukleotida gen COI yang mentranslasikan 197 asam amino
secara keseluruhan, rata-rata nukleotida T adalah yang paling banyak ditemukan (25.9%),
sedangkan rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah C (18%). Hasil ini berbeda
dengan yang diinformasikan oleh Doadrio et al. (2002) & Peng et al. (2004), bahwa nilai G
yang rendah, umum ditemukan pada DNA mitokondria ikan. Rata-rata komposisi basa
50
nukleotida A+T secara keseluruhan pada ikan sembilang adalah lebih banyak (55.2%)
daripada rata-rata G+C (44.8%). Komposisi basa nukleotida A+T yang lebih banyak
daripada G+C juga ditemukan oleh Ketmaier et al. (2004).
Berdasarkan posisi kodon, komposisi basa nukleotida pada posisi pertama triplet
kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida G (39%), sedangkan
nukleotida C mempunyai frekwensi yang paling sedikit yaitu 7.6%. Komposisi pada posisi
kedua dari triplet kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida A
(42.9%), sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah nukleotida T (13%). Nilai G
yang lebih rendah pada posisi kedua triplet kodon juga ditemukan oleh Peng et al. (2004).
Komposisi pada posisi ketiga triplet kodon, frekuensi paling banyak ditemukan adalah
nukleotida C (31.8%), sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah nukleotida A
(18.7%). Keragaman terbesar komposisi basa nukleotida dari keseluruhan triplet kodon gen
COI ikan sembilang terletak pada posisi kodon ketiga. Peng et al. (2004), Ketmaier et al.
(2004), Doadrio & Perdices (2005) juga mendapatkan keragaman terbesar pada posisi
kodon ketiga dari keselurah kodon gen penyandi protein pada DNA mitokondria.
Variasi morfologi ikan sembilang
Variasi morfologis pada ikan dapat digunakan untuk mengidentifikasi stok dan
melihat perbedaan antar populasi. Identifikasi stok ikan dapat dilakukan melalui
pengukuran pada struktur morfologis (karakter morfometrik) (Tschibwabwa, 1997;
Sudarto, 2003; Gustiano, 2003) dan karakter meristik (Seymour, 1959; MacCrimmon and
Clayton, 1985; Al-Hasan, 1984; 1987a,b)) dan marka molekular (Waltner, 1988; Krueger,
1986; Sudarto, 2003).
Morfometrik adalah perbandingan ukuran relatif bagian-bagian tubuh ikan,
sementara meristik adalah bagian yang dapat dihitung dari ikan yang merupakan jumlah
bagian-bagian tubuh ikan. Perbedaan morfologis antar populasi dapat berupa perbedaan
jumlah, ukuran dan bentuk (Sprent, 1972), keunggulan menggunakan karakter morfologis
dalam membedakan populasi adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya besar dan
tidak memerlukan waktu lama (Mustafa, 1999; Gustiano, 2003).
Untuk kepentingan ini maka dilakukan analisa morfologi untuk ikan sembilang di
Sungai Kumbe. Lokasi sampling ditentukan secara purposive sampling, pada daerah yang
ada ikan sembilangnya dan diperkirakan memiliki skala geografik yang berbeda. Koleksi
ikan sample dilakukan secara acak dengan jumlah sample specimen ikan sembilang
perlokasi diusahakan berkisar antara 1 sampai 30 spesimen. Ikan yang dijadikan sample
51
memiliki ukuran berat lebih dari 1 (satu) kg (jika memungkinkan), tidak dilakukan
pengambilan sample berdasarkan jenis kelamin dan pada tahap juveniles. Hal ini untuk
mengurangi variasi sebagai akibat sexual dimorphism dan ontogenetic allometry (Hood &
Heins, 2000). Pengukuran morfometrik specimen dilakukan dengan menggunakan digital
caliper yang memiliki ketelitian sampai 0.10 mm, pada 15 karakter morfometrik bentuk
badan dan 4 karakter meristik, dilakukan penghitungan manual dibantu kaca pembesar
(Gambar 41), di bagian sisi sebelah kiri tubuh ikan. Metode pengukuran dengan
menggunakan manual digital calliper adalah metode yang sampai saat ini paling banyak
digunakan dalam studi morfologi, paling tidak terdapat 31 dari 42 studi tentang subjek ini
yang telah dipublikasikan (Scaeffer, 1991).
Gambar 41. Data dasar pengukuran morfometrik ikan sembilang
Hasil analisis memperlihatkan walaupun analisis morfometrik memperlihatkan perbedaan
yang lebih besar diarea yang berbeda dibandingkan karakter meristik namun semua
analisis morfometrik dan meristik memperlihatkan keberadaan unit populasi yang
tercampur. Kolaborasi hasil morfometrik dan meristik dapat disimpulkan bahwa populasi
ikan sembilang di Sungai Kumbe dapat diperlakukan sebagai satu stok tunggal.
Biologi Reproduksi
Reproduksi pada ikan berhubungan erat dengan fekunditas dan gonad sebagai alat
reproduksi seksualnya. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa aspek biologi reproduksi
terdiri atas rasio kelamin, frekuensi pemijahan, lama pemijahan, ukuran ikan pertama kali
matang gonad dan memijah. Reproduksi sebagian besar ikan sangat dipengaruhi oleh
musim dan sebagian besar spesies berlangsung pada awal musim hujan. Hal ini berkenaan
dengan strategi reproduksi, strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan (Welcomme,
1979) antara lain mencari tempat aman dan terlindungi untuk meletakkan telur, disana
52
terdapat makanan maksimum dan aktivitas makan mudah dan cukup waktunya, dan
terlindungi dari predator.
Analisa sex ratio mengindikasikan meningkatnya persentasi ikan sembilang betina
sejalan dengan makin besarnya ukuran ikan, sex ratio yang terpengaruh ukuran juga
dilaporkan pada species lain oleh Lucio & Uriarte (1990). Identifikasi ikan sembilang
betina dapat terlihat pada tampilan morfologinya, dimana ikan sembilang di Sungai Kumbe
memiliki tipe partial spawning, hal ini berdasarkan frekuensi ditemukannya ikan
sembilang betina TKG IV yang ditemukan pada hampir setiap bulan pengamatan, Gambar
42. Umumnya, siklus reproduksi ikan dipengaruhi oleh faktor abiotik (suhu air dan panjang
hari) dan biotik (kelimpahan makanan) (Wootton, 1998).
Gambar 42. Tampilan morfologi alat kelamin betina dan telur pada TKG IV ikan
sembilang
Pertumbuhan ikan sembilang
Pengertian pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat,
volume, jumlah, dan ukuran) persatuan waktu baik individu maupun komunitas Perubahan
itu terjadi pada keseluruhan tubuh atau organ-organ tertentu dan jaringan, atau bisa jadi
perubahan tersebut berkaitan dengan komponen tubuh seperti organ dan jaringan (Effendie
2002). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin,
parasit dan penyakit (Effendie 1997), serta umur dan maturitas (Moyle & Cech 2004).
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan
yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu,
oksigen terlarut, kadar amonia di perairan, dan salinitas (Moyle & Cech 2004).
53
Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui melalui hubungan panjang total (mm) dan
berat total (gr). Berdasarkan hubungan panjang-berat ikan sembilang diperoleh nilai b,
nilai b adalah indikator pertumbuhan yang menggambarkan kecenderungan pertambahan
panjang dan bobot ikan. Pola pertumbuhan ikan sembilang di Sungai Kumbe, baik jantan
dan betina adalah alometrik positif yang berarti pola pertumbuhan berat cenderung lebih
cepat daripada pertumbuhan panjang tubuh, tampilan morfologi ikan sembilang yang
mencerminkan pertumbuhannya terlihat pada Gambar 43.
Gambar 43. Tampilan morfologi ikan sembilang
Makanan ikan sembilang
Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan
yang tersedia. Makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan diserap oleh ikan
sehingga dapat digunakan untuk menjalankan metabolisme tubuhnya. Makanan merupakan
kunci pokok bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Selanjutnya dikatakan
bahwa kekurangan makanan merupakan faktor pembatas bagi perkembangan populasi ikan
di perairan. Beberapa faktor makanan yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu
jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, akses terhadap makanan, dan lama masa
pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Kebiasaan makanan (food habit)
ikan, penting untuk diketahui, karena pengetahuan ini memberikan petunjuk tentang pakan,
dan selera organisme terhadap makanan.
Ikan sembilang adalah ikan asli Pulau Papua Newguinea dan Australia. Ikan ini
menggunakan sungut yang ada di bagian kepalanya untuk mendeteksi makanannya di
dasar perairan, makanan ikan sembilang berupa moluska, serangga, krustasea dan cacing.
Dikenal sebagai ikan soliter mendiami perairan yang berarus tidak deras atau perairan
tenang di rawa.
54
Pingalla lorentzi
Ragam genetik populasi
Pingalla lorentzi, kakap rawa adalah jenis ikan yang apabila ditangkap
mengeluarkan suara dengkuran atau dikenal dengan grunters. Pada umumnya ikan ini
ditemukan di perairan pantai yang dangkal di Samudera Hindia dan Pasifik Barat, di mana
mereka tinggal di air asin, payau dan habitat air tawar, tetapi ada juga ditemukan jauh dari
pantai. Mereka tumbuh hingga mencapai panjang 80 cm dan memakan ikan dan
invertebrata.
Sejalan dengan keprihatinan global yang terus meningkat terkait dengan hilangnya
keanekaragaman hayati dan upaya untuk melindungi keanekaragaman hayati maka
diperlukan langkah-langkah untuk mengatur pemanfaatan keanekaragaman hayati dan
merencanakan strategi konservasi untuk spesies yang jumlahnya di alam telah menurun.
Kebijakan untuk melindungi spesies memerlukan masukan ilmiah pada struktur genetik
dari spesies asli. Informasi genetik sangat bermanfaat bagi manajemen perikanan
berkelanjutan. Penanda molekuler telah terbukti jauh lebih unggul dibandingkan
pendekatan konvensional (Wilson et al., 2004). Data variasi genetik tidak hanya
memberikan manfaat terkait dengan identifikasi taksonomi dan asal lokasi ikan namun
juga karakterisasi ragam genetik yang diperlukan untuk merencanakan secara efektif
strategi konservasi dan rehabilitasi populasi alami.
Bagian DNA yang umum digunakan sebagai penanda spesifik adalah gen
Cytochrome Oxidase Subunit I (COI) (Hebert et al., 2003) bagian dari gen-gen yang ada
dalam DNA mitokondria. Pada studi ini, amplikasi gen Cytochrome c Oxidase Subunit I
(COI) menghasilkan fragmen gen COI berukuran rata-rata 618 pb pada spesimen ikan
kakap rawa. Profil DNA hasil amplikasi disajikan pada Gambar 44 dan urutan sekuense
dapat terlihat pada Gambar 45.
Gambar 44. Profil DNA ikan kakap rawa hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer
COI F dan COI R.
55
Gambar 45. Urutan sekuens ikan kakap rawa sepanjang 618 pb
56
Dari 206 asam amino hasil translasi 618 nukleotida pada gen COI parsial ikan
kakap rawa, terdiri dari seluruhnya situs asam amino bersifat kekal. Analisa komposisi
basa nukleotida untuk ikan kakap rawa dari Sungai Kumbe mengidentifikasi tidak ada situs
yang bervariasi walaupun dibandingkan dengan spesies dari Australia. Komposisi empat
basa nukleotida dari 618 nukleotida gen COI yang mentranslasikan 206 asam amino secara
keseluruhan, rata-rata nukleotida A adalah yang paling banyak ditemukan (29.6%),
sedangkan rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah C (18.4%). Rata-rata komposisi
basa nukleotida A+T secara keseluruhan pada ikan sembilang adalah lebih banyak (52.1%)
daripada rata-rata G+C (47.9%).
Berdasarkan posisi kodon, komposisi basa nukleotida pada posisi pertama triplet
kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida A (42.1%), sedangkan
nukleotida T mempunyai frekwensi yang paling sedikit yaitu 14.0%. Komposisi pada
posisi kedua dari triplet kodon, frekwensi yang paling banyak ditemukan adalah nukleotida
C (30.6%), sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah nukleotida T (27%).
Komposisi pada posisi ketiga triplet kodon, frekuensi paling banyak ditemukan adalah
nukleotida G (32.5%), sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah nukleotida C
(10.7%).
Basa nukleotida COI dapat digunakan sebagai penanda genetik spesifik ikan kakap
rawa. Penanda molekuler dapat diandalkan dan memiliki hasil yang konsisten untuk
identifikasi diantara spesies (Ryan & Esa, 2006) dan tingkat keragaman genetik
(Vrijenhoek, 1998). Lebih jauh, Smith & Wayne (1996) and Nguyet et al. (2006),
mengatakan bahwa aplikasi teknik molekuler (seperti DNA sekuensing) menyediakan
pemahaman baru dan yang lebih mendalam tentang taksonomi, struktur populasi dan
manajemen dan konservasi ikan kakap rawa. Gen penyandi protein berdasarkan posisi
kodon, memiliki region yang kekal (conserve) dan region yang beragam (Farias et al.,
2001). Region yang conserve dapat dijadikan sebagai penanda genetik (barcoding) untuk
mengidentifikasi keaslian genetik suatu jenis secara akurat dan juga sebagai barcoding
untuk mengetahui daerah asal suatu spesies; sedangkan region yang beragam dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan.
57
Variasi morfologi ikan kakap rawa
Tingkatan klasifikasi biologi disusun berdasarkan kemiripan karakter dan kemampuan
untuk dapat berkembang biak. Organisme bisa dimasukkan dalam satu group spesies
melalui berbagai pendekatan, salah satunya penampakan luar tubuh atau morfologi (Mayr,
1970). Walaupun konvensional namun pendekatan ini terbukti valid, memiliki berbagai
keunggulan antara lain; mudah dilakukan, tidak memerlukan biaya besar dan tidak
memerlukan waktu lama (Mustafa, 1999; Humpries et al., 1981; Gustiano, 2003). Seperti
halnya pada ikan sembilang hasil analisa 15 karakter morfometrik dan 4 karakter meristik
ikan kakap rawa menunjukkan bahwa populasi ikan kakap rawa di Sungai Kumbe
merupakan populasi yang tercampur sehingga bisa diperlakukan sebagai satu unit stok.
Biologi Reproduksi ikan kakap rawa
Estimasi karakteristik sejarah hidup ikan, seperti musim pemijahan, umur dan usia
kematangan dan fekunditas adalah hal yang mendasar untuk dapat memprediksi tanggapan
spesies terhadap perubahan lingkungan, memahami adaptasi tanggapan spesies terhadap
penangkapan, memberi arah untuk pengelolaan perikanan, mengembangkan teknik
budidaya ikan, memberikan informasi kajian ekologi pada tingkat komunitas atau
ekosistem dan atau mendisign strategi reproduksi ikan (Winemiller
& Rose, 1992).
Analisa sex ratio mengindikasikan meningkatnya persentasi ikan kakap rawa betina
sejalan dengan makin besarnya ukuran ikan. Ikan betina bisa dibedakan berdasarkan
tampilan morfologi, Gambar 10. Ikan kakap rawa di Sungai Kumbe memiliki tipe partial
spawning, hal ini berdasarkan frekuensi ditemukannya ikan sembilang betina TKG IV
yang ditemukan pada hampir setiap bulan pengamatan, Gambar 46.
Gambar 46. Tampilan morfologi alat kelamin betina ikan kakap rawa
58
Gambar 47. Tampilan gonad jantan TKG II ikan kakap rawa
Pertumbuhan ikan kakap rawa
Dalam perspektif manajemen perikanan, banyak rujukan biologi diestimasi
menggunakan parameter sejarah hidup, seperti yang berhubungan dengan dinamika
pertumbuhan (Quinn & Deriso, 1999). Perkiraan parameter pertumbuhan menjadi dasar
untuk menduga stok ikan. Pertumbuhan adalah aspek biologi utama untuk menduga
populasi ikan yang dieksploitasi dan perbedaan pertumbuhan dari kelas ukuran secara
langsung mempengaruhi parameter awal dari metode analisis pendugaan. Pengetahuan
dengan memasukkan perbedaan pertumbuhan diantara jenis kelamin, area atau kedalaman
membawa analisa yang dilakukan menjadi lebih objektif terkait dengan kelimpahan stok
(landa et al., 2002).
Pola pertumbuhan ikan sembilang di Sungai Kumbe, baik jantan dan betina adalah
alometrik positif yang berarti pola pertumbuhan berat cenderung lebih cepat daripada
pertumbuhan panjang tubuh, tampilan morfologi ikan sembilang yang mencerminkan
pertumbuhannya terlihat pada Gambar 48.
Gambar 48. Tampilan morfologi ikan kakap rawa yang mencerminkan pertumbuhannya
59
Makanan ikan kakap rawa
Kebiasaan makanan (food habit) ikan penting untuk diketahui, karena pengetahuan
ini memberikan petunjuk tentang pakan dan selera organisme terhadap makanan. Effendie
(1997) mendefinisikan kebiasaan makanan sebagai kuantitas dan kualitas makanan yang
dimakan oleh ikan. Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
ukuran ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat hidupnya, kesukaan
terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan, periode harian mencari
makanan dan jenis kompetitor (Hickley 1993 dalam Satria & Kartamihardja, 2002).
Umumnya ikan memperlihatkan tingkat kesukaan terhadap jenis makanan tertentu
dan hal ini terlihat dari jenis makanan dominan yang ada dalam lambungnya (Weatherley
dan Gill 1987 dalam Effendie 1997). Ikan kakap rawa dikategorikan sebagai omnivora
yang bersifat demersal. Makanan utamanya adalah alga dan dentritus. Ikan ini adalah ikan
tropis dengan dasar sungai berpasir atau lumpur.
Jika diamati kebiasaan makanan alaminya dari kedua jenis ikan diatas
menunjukkan bahwa jenis serangga banyak dimanfaatkan oleh ikan dengan persentase
sebesar 15-100% kemudian diikuti oleh makrofita atau tumbuhan air (5-90%) dan bijibijian (75,00%). Hal yang sama juga disampaikan oleh Satria et al (2013), yang
menunjukkan bahwa ikan-ikan di sungai Kumbe lebih banyak memanfaatkan serangga
sebagai makanannya dengan presentase 66,67% diikuti oleh serasah 58,33% dan ikan 50%.
Sedangkan komponen makanan alami yang sedikit dimanfaatkan oleh ikan di Sungai
Kumbe adalah dari kelompok krustasea (8,33%) diikuti oleh detritus (16,67%).
Dari pengamatan kebiasaan makanan terhadap kedua jenis ikan tersebut diperoleh
bahwa kedua jenis ikan memiliki kebiasaan makanan yang bervariasi dan termasuk dalam
kategori eurifagus (Effendie, 2002). Habitat sungai kumbe yang berarus lambat dengan
dipenuhi daerah rawa banjiran dan dicirikan terdapat banyak tumbuhan air (makrofita)
menjadi habitat yang baik bagi serangga. Hal tersebut yang membuat populasi serangga
melimpah dan tak heran serangga menjadi jenis makanan yang paling sering digemari oleh
ikan-ikan di sungai kumbe.
60
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Keragaman genetik sumberdaya ikan di calon kawasan suaka perikanan Sungai
Kumbe didapatkan 7 Ordo, 15 famili dan 27 spesies ikan yang keseluruhan berhasil
di barkode berdasarkan sekuens gen Cytochrom Oxidase Subunit 1 (COI)
mitochondrial DNA. Selain itu, dari 27 spesies ikan tersebut 11 spesies diantaranya
di barkode untuk pertama kalinya.
Dinamika larva didapatkan sepuluh spesies yang ditemukan pada tahap larva
dan juvenil di calon kawasan suaka perikanan Sungai Kumbe. Larva dan juvenile
yang diidentifikasi terutama berasal dari Perciformes dan Antheriniformes.
Kelompok Gobiidae termasuk dalam Perciformes yang terutama terdapat melimpah
di dua lokasi (Yakau dan Sakor) dan ikan sumpit (Toxotes oligolepis) yang terdeteksi
di semua lokasi pengambilan sampel (termasuk alur sungai/Alfasera). Demikian
pula, kami menemukan larva ikan dan juvenil dari jenis ikan lainnya seperti Pingalla
lorentzi, Melanotaenia splendida inornata dan Iriatherina werneri di habitat rawa
gambut.
Ikan Sembilang (Neosilurus ater) di Sungai Kumbe memiliki keragaman
genetik baik asam amino maupun nukleotida. 2 situs asam amino bersifat variabel
(non sinonimous), 2 situs nukleotida yang bervariasi dan semuanya singleton.
Kolaborasi hasil morfometrik dan meristik dapat disimpulkan bahwa populasi ikan
sembilang di Sungai Kumbe dapat diperlakukan sebagai satu stok tunggal. Analisa
sex ratio mengindikasikan meningkatnya persentasi ikan sembilang betina sejalan
dengan makin besarnya ukuran ikan, dimana ikan sembilang di Sungai Kumbe
memiliki tipe partial spawning.
Pola pertumbuhan ikan sembilang di Sungai
Kumbe, baik jantan dan betina adalah alometrik positif. Makanan ikan sembilang
berupa moluska, serangga, krustasea dan cacing. Analisa komposisi basa nukleotida
untuk ikan kakap rawa dari Sungai Kumbe mengidentifikasi tidak ada situs yang
bervariasi. Hasil analisa karakter morfometrik dan karakter meristik ikan kakap rawa
menunjukkan bahwa populasi ikan kakap rawa di Sungai Kumbe merupakan
populasi yang tercampur sehingga bisa diperlakukan sebagai satu unit stok. Ikan
kakap rawa di Sungai Kumbe memiliki tipe partial spawning. Pola pertumbuhan
ikan kakap rawa di Sungai Kumbe, baik jantan dan betina adalah alometrik positif.
Ikan kakap rawa dikategorikan sebagai omnivora yang bersifat demersal. Makanan
utamanya adalah alga dan dentritus. Ikan ini adalah ikan tropis dengan dasar sungai
berpasir atau lumpur.
61
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A., A.B. Ali & M. Mansor. 2002. Conserving a highly diverse aquatic
ecosystem of Malaysia. In: A case study of freshwater fish diversity in peat
swamp habitat. Paper S7 O9. Proc. Workshop. Tropeat. Bali. P. 9.
Allen G.R. 1991. Field Guide to the Freshwater Fishes of New Guinea.
Christensen Research Institute. University of California. USA. P. 268.
Allen G.R., S.H. Midgley & M. Allen. 2002. Field Guide to the Freshwater
Fishes of Australia. Perth: Western Australian Museum. P. 394.
Amos, B & A.R, Hoelzel. 1992. Applications of molecular genetic techniques to
the conservation of small populations. Biological Conservation 6, p. 133–
144.
Brown, W. M., George M. & A. C. Wilson. 1979. Rapid evolution of
mitochondrial DNA, Proc. Natl Acad. Sci. USA. 76: p. 1967-71.
Brown, W.M. 1983. Evolution of animal mitochondrial DNA, pp 62-88. In: M.
Nei and R.K. Koehn (eds). Evolution of Genes and Proteins. Sinauer,
Sunderland, MA.
Dennis C & P. Aldhous. 2006. A tragedy with many players. Nature. 430: 396398.
Doadrio I., J.A. Carmona & A. Machordom. 2002. Haplotype diversity and
phylogenetic relationships among the Iberian Barbels (Barbus, Cyprinidae)
reveal two evolutionary lineages. J Hered. 93:140-147.
Effendie M. I.
1997.
Biologi Perikanan.
Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Frantine-Silva W., S.H. Sofia, M.L. Orsi & F.S. Almeida. 2015. DNA barcoding
of freshwater ichthyoplankton in the Neotropics as a tool for ecological
monitoring. Mol Ecol Resour. 2015 Feb 6. doi: 10.1111/1755-0998.12385.
Gustiano R. 2003. Taxonomy and phylogeny of Pangasiidae catfishes from Asia
(Ostariophysi, Siluriformes). Thesis For The Doctor’s Degree (Ph.D.)
Katholieke Universiteit Leuven, Belgium. 296 P.
62
Harrison, R.G. 1989. Animal mitochondrial DNA as a genetic marker in
population and evolutionary biology. Trends in Evolutionand Ecology 4, p.
6–11.
Hebert P.D.N., S. Ratnasingham & J.R. deWaard. 2003. Barcoding animal life:
cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species.
Proc. R. Soc. B 270, S96–S99.
Hood C.S. & Heins, D.C. 2000. Ontogeny and allometry of body shape in the
blacktail shiner, Cyprinella venusta. Copeia 2000: 270–275.
Hubert N., B. Espiau, C. Meyer & Planes. 2015. Identifying the ichthyoplankton
of a coral reef using DNA barcodes. Molecular Ecology Resources. 15: 57–
67.
Humphries J. M., Bookstein F. L., Chernoff B., Smith G. R., Elder R. L. & S. G.
Poss. 1981. Multivariate discrimination by shape in relation to size. J. Syst.
Zool. 30(3) : 291-308.
Ketmaier V., P.G. Bianco, M. Cobolli, M. Krivokapic, R. Caniglia & E. De
Matthaesis. 2004. Molecular phylogeny of two lineages of Leuciscinae
Cyprinids (Telestes and Sardinius) from the Peri-Mediterranean area based
on Cytochrome-b data. Mole Phylogenet Evol. 32:1061-1071.
Ko, H-Ling, Wang Y-Tze, Chiu T-Sheng, Lee M-An, Leu M-Yih, Chang K-Zong,
Chen W-Yu, Shao K-Tsao. 2013. Evaluating the accuracy of morphological
identification of larval fishes by applying DNA Barcoding. PLoS ONE. 8(1):
1-7.
Krueger C.C. 1986. Incorporation of the stock concept into fisheries management.
Paper presented at the Symposium Fisheries Genetics: Today and
Tomorrow. Annual Meeting of the American Fisheries Society, Providence,
RI.
Landa J., P. Pereda, R. Duarte & M. Azevedo. 2002. Growth of anglerfish
(Lophius Piscatorius and L. budegassa) in Atlantic Iberian waters.
Portugal.
Elsevier Science.
Loh W.K.W., P. Bond, K.J. Ashton, D.T. Roberts & I.R. Tibbetts. 2014. DNA
barcoding of freshwater fishes and the development of a quantitative qPCR
63
assay for the species-specific detection and quantification of fish larvae from
plankton samples. Journal of Fish Biology. 85: 307–328.
Lucio P & A. Uriarte. 1990. Aspects of the reproductive biology of the anchovy,
Engraulis encrasicolus L., during 1987 and 1988 in the Bay of Biscay. ICES
CM 1990/H: 20 pp.
MacCrimmon H.R and R.R. Clayton. 1985. Meristic and morphometric identity of
Baltic stocks of Atlantic salmon (Salmo solar). Can. J. ZooL. 63: p. 20322037.
Mayr E. 1970. Populations, Species and evolution. The Belknap Press of Harvard
University Press, Cambridge, 433p.
Moyle P.B and J.J. Cech. 1996. Fishes an Introduction to Ichthiology. Prentice
Hall, New Jersey.
Muladno. 2006. Aplikasi Teknologi Molekuler dalam Upaya Peningkatan
Produktivitas Hewan. Pelatihan Teknik Diagnostik Molekuler untuk
Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan di Kawasan Timur
Indonesia. Kerjasama Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor dan Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Depdiknas, Bogor.
Mustafa, S. 1999. Genetic In Sustainable Fisheries Management. Fishing
Newbooks. London, 223 p.
Nei, M & S. Kumar. 2000. Molecular evolution and phylogenetics. New York:
Oxford University Press.
Nikolsky G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York.
Parish F., A. Sirin, D. Charman, H. Joosten, T. Minayeva, M. Silvius, L. Stringer
(Eds.) 2008. Assessment on Peatlands, Biodiversity and Climate Change:
Main Report. Global Environment Centre, Kuala Lumpur and Wetlands
International, Wageningen.
Pegg G.G., B. Sinclair, L. Briskey & W.J. Aspde. 2006. MtDNA barcode
identification of fish larvae in the southern Great Barrier Reef, Australia.
Scientia Marina, 70, 7–12.
64
Peng Z., S. Heng & Y. Zhang. 2004. Phylogenetic relationships of Glyptosternoid
fishes (Siluriformes: Sisoridae) inferred from mitochondrial Cytochrome b
gene sequences. Mol Phyogenetic Evol. 31: 979-987.
Ping, Y., Z. Hao., C. Li-qiao., Y. Jin-yun., Y. Na., G. Zhi-min and S. Da-xiang.
2007. Genetic structure of the oriental river prawn (Macrobrachium
nipponense) from Yangtze and Lancang River, inferred from COI gene
sequence. Zoological Research, 28(2): 113-118.
Prentice C & D. Parish. 1990. Conservation of peat swamp forest: A forgotten
ecosystem. Proceedings of the International Conference on Tropical
Biodiversity: 128-144.
Quinn T.J. & R.B Deriso. 1999. Quantitative Fish Dynamics. Oxford University,
New York. 542 pp.
Satria H & E.S. Kartamihardja. 2002. Distribusi Panjang Total dan Kebiasaan
Makanan Yuwana Ikan Payangka (Ophiocara porocephala). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. 8(1):
41-50.
Schaeffer K. M. 1991. Geografic variation in morphometric characters and gillraker counts in yellow fin tuna (Tunnus albacares) from pacific ocean. Fish
Buletin. 89 : p. 289-297.
Seymour A. 1959. Effects of temperature upon the formation of vertebrae and fin
rays in young chinook salmon. Trans. Amer. Fish. Soc. 88: p. 58-69.
Sprent P. 1972. The Mathematics of size and shape. Biometrics 28 :p. 23-37.
Sudarto 2003. Systematic revision and phylogenetic relationships among
population of clariid species in Southeast Asia. Doctor Dissertation
University of Indonesia. 371 p.
Temple S.E., N.S. Hart, N.J. Marshall & S.P. Collin. 2010. A spitting image:
specializations in archerfish eyes for vision at the interface between air and
water. Proc R Soc B 277:2607– 2615. doi:10.1098/rspb.2010.0345.
Tschibwabwa S. M. 1997. Systematic of African species of genera Labeo
(Telestei, Cyprinidae) in the ichthyological region of lower Guinea and
Congo. PhD Dissertation. Namur.
65
Valdez-Moreno M.V., L. Asquez-Yeomans, M. Elıas-Gutierrez, N.V. Ivanova
&P.D.N. Hebert. 2010. Using DNA barcodes to connect adults and early life
stages of marine fishes from the Yucatan Peninsula, Mexico: potential in
fisheries management. Marine and Freshwater Research. 61: 665–671.
Waltner C.M. 1988. Electhrporetic, Morphometric, And Meristic Comparison Of
Walleye Broadstock In South Dakota. Thesis. South Dakota State
University, 86 p.
Welcomme R.L. 1979. Fisheries Ecology of Floodplain River. Longman. London,
317 p.
Wilson A.J., J.A. Hutchings & M.M. Ferguson. 2004. Dispersal in a stream
dwelling salmonid: inferences from tagging and microsatellite studies.
Conserv Genet. 5:25–37.
Wootton, R.J., 1998. Ecology of Teleost Fishes, 2nd ed. Kluwer Academic
Publishers, London.
Yule C.M. 2010. Loss of biodiversity and ecosystem functioning in IndoMalayan peat swamp forests. Biodiversity and Conservation. 19: 393–409.
ΑΙ-Hassan L.A.J. 1984: Meristic comparison of Liza abu from Basrah, Iraq and
Karkhah River, Arabistan, Iran. Cybium 8. 3: 107-108.
ΑΙ-Hassan L.A.J. 1987a: Comparison of meristic characters of mosquito fish,
Gambusia affinis (Baird and Girard) from Basrah and Baghdad, Iraq.
Pakistan J. Zool 19. 1: 69-73.
ΑΙ-Hassan L.A.J. 1987b: Variations in meristic characters of Nematolosa nasus
from Iraqi and Kuwaiti waters. Jap. J. Ichthyol 33. 4: 422-425.
Anonymous. 2006. Digital key to aquatic insects. Vally City State University
Macroinvertebrate Lab. North Dakota. http://www.waterbugkey.vcsu.edu.86
p. 14 Desember 2006
Anonymous,
2013.
Sistem
mcrm.blogspot.com/2012/04/
Sosial
Ekologi.
sistem-ekologi-sosial.html
http://tropicaldiakses
11
Desember 2013.
American Public Health Association (APHA). 2005. Standard Methods For the
Examination of Water and Wastewater. 21st edition. Washington DC.
66
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing.
Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama USA. 359p.
Dirjen Sumberdaya Air. 2012. Profil Balai Wilayah Sungai Papua.
Eccles, D.H. 1992. FAO species identification sheets for fishery purposes. Field
guide to the freshwater fishes of Tanzania. Prepared and published with the
support of the United Nations Development Programme (project
URT/87/016). FAO, Rome. 145 p.
Henderson,
H.F.,
1973
Stratification
and
circulation
in
Kainji
Lake. Geophys.Monogr., 17:489–9.
JCP. 2012. Water resources management planningand integrated water resources
management tools. Document B1.2 PPP Results Einlanden-Digul-Bikuma
basin IWRM case study. Water Mondiaal Partner for water royal
Netherlands Embassy in Jakarta.
Kartamihardja, E., N.N. Wiadnyana., S. Koeshendrajana., C. Umar., M.F.
Rahardjo., Krismono., & Z. Fahmi. 2012. Naskah Akademik Penetapan
Kawasan Pengelolaan Perikanan di Perairan Umum Daratan Indonesia.
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan.
Balitbang KP.
Kartikasari, S.N., A.J. Marshall & B.M. Beehler (eds). 2012. Ekologi Papua. Seri
Ekologi Indonesia, Jilid VI. Yayasan Obor Indonesia dan Conservation
International, Jakarta. 982 p.
[KLH]. 2008. Konsep Pedoman Umum Pengelolaan Ekosistem Danau.
Koeshendrajana, S. 2013. Model peengelolaan perikanan secara terpadu di rawa
banjiran Giam Siak Kecil. Identifikasi komponen penyusun pengelolaan
perikanan di rawa banjiran Giam Siak Kecil, Provinsi Riau. Disampaikan
pada FGD ‘Diagnosis Potensi dan Permasalahan Pemanfatan dan
Pendayagunaan Sumber Daya Perikanan di Rawa Banjiran Giam Siak Kecil,
26-29 April 2013
Macan, T.T 1959. A guide to freshwater invertebrate animals. Longman Green
and Co Ltd. London. 118 p.
Mc. Cafferty, W. Patrick, & A. V. Prolonsha. 1981. Aquatic entomology. Jones
and Barlet Publiher. London. 448 p.
67
Menon, A.G.K. 1999. Check list - fresh water fishes of India. Rec. Zool. Surv.
India, Misc. Publ., Occas. Pap. No. 175, 366 p.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Parson, T.., Takashi, M., & Hargrave, B. 1984. Biological Oceanographic
Processes. Third Edition. Pergamon Press, New York. 330 p.
Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of the United States. New York: A
Willey Interscience Publications John Willey and Sons.
Peraturan Menteri KP No. PER.27/MEN/2012 tentang pedoman umum
industrialisasi kelautan dan perikanan.
Peraturan Menteri KP No. PER.29/MEN/2012 tentang pedoman penyusunan
rencana pengelolaan perikanan di bidang penangkapan ikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang rencana tata
ruang wilayah nasional. Lampiran VI wilayah sungai.
Rahardjo, M.F., D.S. Sjafei, R. Affandi, Sulistiono & J. Hutabarat. 2011.
Iktiology. Lubuk Agung, Bandung. 396 p.
Reddy, K.N. 1995. Prawns and shrimps (Crustacea : Decapoda) Estuarine
ecosystem series, Part 2 : Hugli Matla Estuary ZSI, Calcutta 289 – 314.
Samuel. 2010. Sumberdaya Perairan Sungai Musi (Plankton, Benthos dan
Tumbuhan Air). Bunga Rampai Perikanan Perairan Sungai Musi Sumatera
Selatan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Balitbang KP.
Satria, H., A.R. Syam., A. Rahman., A.A. Sentosa., B. Irianto., U. Sukandi., Y.
Nugraha., U. Hasanah., P. Prahoro., & E.S. Kartamihardja. 2012.
Pengkajian Stok Dan Karakteristik Habitat Ikan Arwana Irian (Scleropages
Jardinii) Di Sungai Kumbe Kabupaten Merauke – Papua. Laporan teknis
(unpublish). BP2KSI Jatiluhur.
Sentosa, A.A., & H. Satria. 2013. Komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang di
bagian hulu sungai kumbe, kabupaten merauke, papua. Draft Makalah
Seminar Perikanan UGM Yogyakarta.
Smith, S.B., A.P. Donahue., R.J. Lipkin., V.S. Blazer., C.J. Schmitt., & R.W.
Goede. 2002. Illustrated field guide for assessing external and internal
anomalies
in
fish.
U.S.
Information
and
Technology
Report
68
USGS/BRD/ITR-2002-0007. September 2002. Department of the interior.
U.S. Geological Survey. 46 p.
Sulistyawan, B.S. 2005. Integrated BIKUMA (Bian, Kumbe, Maro) Catchments
Management. Makalah disampaikan dalam NGBC (New Guinea Biology
Conference) VII. Jayapura–Indonesia, 20–22 Agustus 2005.
Taki, Y. 1974. Fishes of the Lao Mekong Basin. United States Agency for
International Development Mission to Laos Agriculture Division. 232 p.
Trewavas, E. 1983. Tilapiine species of the genera Sarotherodon, Oreochromis
and Danakilia. London: British Museum (Natural History) Publications No
878 p.
Undang-Undang Republik Indonesia No 31 tahun 2004 tentang Perikanan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 tahun 2009 tentang perubahan atas
undang-undang no 31 tahun 2004 tntang perikanan.
Weber, M and L.F. de Beaufort, 1913. The fishes of the Indo-Australian
Archipelago.
II.-
Malacopterygii,
Myctophoidea,
Ostariophysi:
I.-
Siluroidea. E.J. Brill, Leiden. 404 p.
Welcomme, R.L. 1985. River basins. FAO Fish Tech Pap. (202): 60 p.
Yusuf,
I.
A.
2011.
Memahami
Focus
Group
Discussion.
http://bincangmedia.wordpress.com/2011/03/28/relasi-media-dan
konsumtivisme-pada-remaja/. 28 Maret 2011.
69
Lampiran 1. Beberapa foto selama kegiatan penelitian.
Dokumentasi sebelum berangkat
Perjalanan menuju lokasi sampling
Basecamp penelitian
Penarikan jaring experiment
Sampling larva dengan scoopnet
Pengukuran kualitas air
Ikan tangkapan nelayan
Pengamatan morfometrik meristik
Pengamatan TKG Ikan
Pengepakan sampel cargo
70
Lampiran 2. Komposisi Fitoplankton di Sungai Kumbe Mei 2015
Stasiun
Fitoplankton
Genus
Sakor Baad Yakau Inggun Mahayulumb
1 Navicula
3
26
1
0
0
2 Diatoma
14
0
11
0
1
3 Coscinodiscus
2
5
0
1
0
4 Synedra
6
138
4
1
1
5 Cyclotella
0
0
2
2
1
6 Coconeis
0
2
0
0
0
7 Fragilaria
0
0
5
1
0
8 Nitszchia
0
0
2
1
0
9 Mougeotia
30
90
8
0
52
10 Closterium
5
3
0
4
8
11 Cosmarium
16
48
5
3
3
12 Micrasterias
0
0
1
9
0
13 Staurastrum
13
47
3
5
10
14 Ulothrix
266
37
214
51
204
15 Aulacoseira
0
0
110
0
0
16 Tribonema
0
262
4
0
0
17 Melosira
35
41
0
0
0
18 Scenedesmus
0
11
0
11
0
19 Xanthidium
7
69
2
0
8
20 Euastrum
0
2
0
0
0
21 Triploceras
40
120
0
0
0
22 Pleurotaenium
1
1
3
1
2
23 Tetraedron
0
1
1
0
0
24 Selenastrum
3
0
0
0
0
25 Microspora
0
0
6
0
0
26 Zygnema
41
0
0
0
0
27 Spodylosium
30
0
0
0
0
28 Oscillatoria
38
0
95
0
0
29 Anabaena
25
31
0
0
0
30 Merismopedia
0
0
0
8
0
575
934
477
98
290
Jumlah (Sel/liter)
71
Lampiran 3. Komposisi Fitoplankton di Sungai Kumbe Agustus 2015
Fitoplankton
Genus
1 Coconeis
2 Coscinodiscus
3 Cyclotella
4 Cymbella
5 Diatoma
6 Diploneis
7 Fragilaria
8 Navicula
9 Rhizosolenia
10 Stauroneis
11 Synedra
12 Tabellaria
13 Surirella
14 Nitszchia
15 Closterium
16 Cosmarium
17 Melosira
18 Mougeotia
19 Oedogonium
20 Scenedesmus
21 Spirogyra
22 Staurastrum
23 Tribonema
24 Ulothrix
25 Xanthidium
26 Aphanocapsa
27 Gomphosphaeria
28 Oscillatoria
Jumlah (Sel/liter)
Sakor
53
0
0
2
39
3
38
5
0
1
6
14
0
0
21
0
0
2
48
0
7
1
18
0
0
0
1
144
403
Baad
0
0
3
0
0
0
0
1
26
0
95
0
2
0
5
4
0
0
0
0
0
3
0
61
1
0
1
0
202
Stasiun
Yakau Inggun Mahayulumb
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
2
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
442
3
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
3
0
0
38
0
0
5
6
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
25
0
0
0
0
0
266
0
0
0
0
0
30
19
0
0
0
0
0
0
0
812
34
13
72
Lampiran 4. Komposisi Zooplankton di Sungai Kumbe Mei 2015
Zooplankton
Genus
1 Peridinium
2 Euglena
3 Dinobryon
4 Difflugia
5 Diaptomus
6 Nauplius
7 Notholca
8 Tricocerca
9 Polyartha
10 Hexartha
11 Euchlanis
12 Tintinnidium
Jumlah (Ind/liter)
Sakor
0
1
0
1
0
2
0
0
0
0
0
0
4
Baad
3
0
0
1
0
10
2
2
1
0
0
1
20
Stasiun
Yakau Inggun Mahayulumb
0
37
2
0
4
0
0
3
0
0
0
0
1
1
0
0
5
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
2
53
2
Lampiran 5. Komposisi Zooplankton di Sungai Kumbe Agustus 2015
Zooplankton
Genus
1 Difflugia
2 Euglena
3 Peridinium
4 Trachelomonas
5 Nauplius
6 Keratella
7 Notholca
8 Rotifera
9 Oxytrycha
10 Paramaecium
11 Verticella
Jumlah (Ind/liter)
Sakor
1
2
0
2
0
0
0
1
0
1
1
8
Baad
0
0
1
0
2
2
1
0
0
0
0
4
Stasiun
Yakau Inggun Mahayulumb
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
1
2
1
73
Lampiran 6. Komposisi Perifiton di Sungai Kumbe Mei 2015
Perifiton
Genus
1 Coconeis
2 Coscinodiscus
3 Cyclotella
4 Diatoma
5 Epithemia
6 Fragilaria
7 Frustulia
8 Navicula
9 Nitszchia
10 Pleorosigma
11 Stauroneis
12 Synedra
13 Ankistrodesmus
14 Cladophora
15 Closterium
16 Coelastrum
17 Cosmarium
18 Euastrum
19 Melosira
20 Mougeotia
21 Ooedogonium
22 Pleurotaenium
23 Spodylosium
24 Staurastrum
25 Ulothrix
26 Anabaena
27 Aphanocapsa
28 Gomphosphaeria
29 Oscillatoria
Jumlah (Sel/cm2)
Sakor
0
1
1
44
0
171
0
32
0
0
7
4
0
89
6
0
0
1
0
32
0
0
0
1
0
0
0
0
17
406
Baad
0
4
0
2
0
2
1
5
1
1
0
6
0
0
5
2
16
0
4
15
24
1
8
0
31
35
0
0
0
163
Stasiun
Yakau Inggun Mahayulumb
16
0
1
10
0
0
8
0
0
35
0
0
0
0
1
0
2
0
0
0
0
25
3
10
0
0
2
0
0
0
11
0
0
0
3
2
7
0
0
158
0
0
17
4
3
0
0
0
28
10
0
0
1
0
0
0
0
100
0
20
132
0
33
0
3
1
0
0
0
47
0
3
36
0
0
175
0
0
0
0
120
0
0
2
373
15
0
1178
41
198
74
Lampiran 7. Komposisi Perifiton di Sungai Kumbe Agustus 2015
Perifiton
Genus
1 Amphora
2 Asterionella
3 Coscinodiscus
4 Cymbella
5 Diatoma
6 Fragilaria
7 Navicula
8 Stauroneis
9 Synedra
10 Cladophora
11 Closterium
12 Cosmarium
13 Mougeotia
14 Oedogonium
15 Spirogyra
16 Tribonema
17 Triploceras
18 Ulothrix
19 Anabaena
20 Aphanizomenon
21 Oscillatoria
22 Paramaecium
Jumlah (Sel/cm2)
Sakor
0
0
2
0
9
27
52
1
14
2
15
0
44
0
1
0
0
10
0
0
94
1
272
Baad
3
0
0
0
7
29
0
0
19
35
16
0
29
0
0
0
0
14
0
34
76
0
262
Stasiun
Yakau Inggun Mahayulumb
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
1
0
40
3
1
90
9
43
34
7
43
1
0
0
0
0
0
0
0
29
4
1
3
5
0
0
0
141
35
20
75
0
0
0
30
5
0
35
0
0
0
0
0
40
0
0
0
0
0
0
18
16
35
0
0
0
217
259
294
75
Lampiran 8. Beberapa larva yang ditemukan di sungai Kumbe.
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
Download