1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Organisasi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di seluruh dunia
lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya setiap
menit ada satu perempuan yang meninggal. Dilihat dari data WHO persentase
kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi sekitar 15%-40% angka kejadian,
diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60%-75% angka abortus
terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu (Lestariningsih, 2008).
Menurut WHO tahun 2006 abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding
dengan Negara negara maju di dunia, yakni 2,3 juta abortus per tahun. Sulit untuk
mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering keguguran terjadi (Hardjito, 2011).
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 - 2,5 % juga mengalami keguguran setiap
tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka kelahiran menjadi 1,7 %
pertahunnya (Manuaba, 2010).
Menurut Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, ratarata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.
Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228
per 100 ribu kelahiran hidup (Rachmaningtyas, 2013).
Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2006,
angka kejadian abortus sebesar 132 kasus dengan kejadian abortus imminens
sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus kompletus sebanyak 2 kasus (1,62%), abortus
1
2
inkompletus sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed abortion sebanyak 3 kasus
(2,44%) (Alfian, 2011).
Abortus masih merupakan masalah besar di Indonesia dilihat pada segi
epidemologis, morbiditas, mortalitas dan prognosisnya. Kehamilan dengan riwayat
abortus sebenarnya masih dapat dicegah dan diselamatkan sehingga tidak sampai
terjadi abortus. Ketidakjelasan pathogenesis akibat adanya ketidakpastian etiologi
yang direfleksikan belum adanya perlakuan yang mampu mendeteksi sedini mungkin
dan mencegah kejadian abortus merupakan salah satu sebab ketidakberhasilan
penanggulangan penyakit ini (Budi, 2009).
Perdarahan pada masa kehamilan dapat terjadi pada kehamilan muda maupun
kehamilan tua. Diperkirakan seperempat dari jumlah semua wanita hamil sedikit
banyak akan mengalami perdarahan melalui vagina dalam masa hamil muda.
Perdarahan yang banyak terjadi diawal kehamilan merupakan salah satu sebab utama
dari kematian ibu. Salah satu jenis perdarahan pada kehamilan muda adalah abortus.
Tampaknya sekarang ini hampir dapat dipastikan bahwa satu dari setiap lima
kehamilan berakhir dengan abortus spontan (Tika, 2011).
Abortus spontan adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan sebelum
janin dapat bertahan. Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan sebagai embrio
atau janin seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai dengan usia janin (usia
kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang. Abortus spontan terjadi sekitar
15% sampai 20% dari seluruh kehamilan yang diakui, dan biasanya terjadi sebelum
minggu ke 13 kehamilan. Penelitian telah mampu menunjukan bahwa sekitar 60%
3
sampai 70% dari seluruh kehamilan (diakui dan tidak diakui) hilang. Karena terjadi
begitu awal, abortus spontan terjadi tanpa diketahui wanita tersebut pernah hamil.
Dari abortus spontan yang terjadi sebelum minggu kedelapan, 30% janin tidak
berhubungan dengan plasenta yang abnormal.
Seperti dijelaskan diatas, beberapa abortus spontan terjadi sebelum wanita
mengetahui bahwa mereka hamil. Sekitar 15% dari telur yang dibuahi hilang sebelum
menjadi zigot bahkan belum sempat menanamkan pada dinding rahim. 15% lainnya
dari abortus spontan terjadi sebelum usia kehamilan delapan minggu. Setelah fungsi
jantung janin terdeteksi pada kehamilan tertentu, kemungkinan abortus spontan
kurang dari 5%. Seorang wanita yang mungkin menunjukan tanda-tanda
kehamilannya sebagai abortus spontan seperti perdarahan pervaginam atau disebut
sebagai “abortus terancam” (Yulia, 2012).
Kejadian abortus spontan secara umum pernah disebutkan sebesar 10 % dari
seluruh kehamilan. Lebih dari 80 % abortus terjadi pada 12 minggu pertama
kehamilan. Kelainan kromosom merupakan penyebab paling sedikit separuh dari
kasus abortus dini ini, selain itu banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus
antara lain : paritas, umur ibu, umur kehamilan, kehamilan tidak diinginkan,
kebiasaan buruk selama hamil, serta riwayat keguguran sebelumnya. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12 % pada wanita berusia kurang
dari 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita berumur 40 tahun sehingga kejadian
perdarahan spontan lebih berisiko pada ibu dibawah usia 20 tahun dan diatas 35
4
tahun. Penyebab abortus sendiri bisa berasal dari faktor janin, faktor maternal,
maupun faktor eksternal (Cunningham, 2009).
Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setengahnya
disebabkan anomali kromosom. Setelah trimester pertama, insidensi abortus dan
insidensi anomali kromosom menurun. Resiko abortus spontan meningkat seiring
dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi
meningkat dari 12% wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka
yang usianya lebih dari 40 tahun. Untuk usia ayah yang sama peningkatannya adalah
dari 12 sampai 20%. Diduga makin tinggi usia makin tinggi kelainan pada kromosom
ovarium ( Budi, 2009).
Dari hasil survey di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang pada
Periode Januari-April 2014, Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang terdapat sebanyak 110 orang
ibu hamil, dengan survey awal yang telah dilakukan pada ibu Hamil sebanyak 52
sampel dimana Ibu hamil yang mengalami Abortus Spontan sebanyak 20 responden
(38,46%) dengan jumlah abortus iminens 11 responden (55,00%), abortus insipiens 3
responden (15,00%), abortus kompletus 1 responden (5,00%), abortus inkompletus 2
responden (10,00%), abortus habitualis 3 responden (15,00%) dan yang tidak
mengalami Abortus spontan sebanyak 32 responden (61,54%). Kejadian abortus
kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia dan paritas ibu.
5
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Usia
Dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus Spontan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan apakah ada hubungan
faktor usia dan paritas pada ibu hamil dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan faktor usia dan paritas ibu hamil dengan
kejadian abortus spontan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang
pada tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk Mengidentifikasi jumlah ibu hamil yang mengalami abortus spontan di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang pada tahun 2014.
2. Untuk Mengetahui distribusi ibu hamil yang mengalami abortus spontan
berdasarkan usia ibu.
3. Untuk Mengetahui distribusi ibu hamil yang mengalami abortus spontan
berdasarkan jumlah paritas.
4. Untuk Menganalisis hubungan antara usia dan paritas ibu hamil dengan
kejadian abortus spontan.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah :
1. Manfaat Bagi Peneliti
Untuk penerapan ilmu pengetahuan dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dan
sebagai salah satu pengalaman di Akademi Kebidanan Audi Husada Medan.
2. Manfaat Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran tentang kejadian abortus spontan
dan rencana tindak lanjut program di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab.
Deli Serdang.
3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai referensi untuk studi lebih lanjut bagi peneliti yang
tertarik dengan masalah ini.
4. Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran masyarakat khususnya bagi ibu
hamil untuk mengetahui risiko kehamilan pada paritas dan usia tertentu.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Abortus
2.1.1. Pengertian Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur
dan sel sperma ) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (Nugroho, 2011).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin hidup
diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram (Sarwono, 2010).
Abortus adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu
yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38
minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran premature
(Norma, 2013).
Abortus merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya
proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena
penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya
berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi (Budi, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan
sebelum usia kehamilan lebih dari 28 minggu dan berat janin juga belum mencapai
500 gram sehingga janin yang keluar belum dapat hidup didunia luar, kejadian
7
8
abortus dapat berdasarkan tindakan medis yang memang telah ditentukan dari pihak
kesehatan yang berwenang maupun non medis.
2.1.2. Klasifikasi Abortus
Klasifikasi abortus menurut Maryunani (2013) adalah seperti berikut :
1. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan
kekuatan sendiri, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah.
2. Abortus Provokatus (indused abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun
alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi :
a) Abortus Medisinalis (abortus theraupetica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya
perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
b) Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal
atau tidak berdasarkan indikasi medis.
9
2.1.3. Etiologi Abortus
Menurut Sarwono (2010), penyebab abortus sebagian besar belum diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau
kelainan genetalia sehingga menyebabkan kematian janin pada hamil muda. Faktorfaktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan sebagai berikut :
a.
Faktor kromosom
b. Lingkungan kurang sempurna
c. Pengaruh dari luar
2. Kelainan pada plasenta
Endotritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenisasi
plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian
janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi
menahun.
3. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan melalui plasenta, seperti toksin, bakteri, virus atau plasmodium. Ada juga
penyakit lain yang bisa menyebabkan abortus seperti pneumonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria, dan sebagainya.
10
4. Kelainan traktus genitalis
Kelainan pada uterus yang menyebabkan terjadinya abortus dan memegang
peranan penting adalah retroversio inkarserata atau mioma submukosa. Pada trimester
ke-2 kehamilan, bila terjadi abortus penyebabnya ialah serviks inkompeten yang
dapat disebabkan oleh kelemahan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi,
amputasi atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.
2.1.4. Patogenesis Abortus
Menurut Sastrawinata (2005) kebanyakan abortus spontan terjadi segera
setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan kedalam desisua
basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi
sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan pervaginam. Buah kehamilan
terlepas seluruhnya atau sebagian yang terinterprestasikan sebagai benda asing di
dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera
setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar kerongga rahim (ekspulsi).
Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi
paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk
mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak
karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya
dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat kedalam desidua hingga telur mudah terlepas
keseluruhannya. Antara minggu ke-10 dan minggu ke-12 korion tumbuh dengan
11
cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat
tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran
hasil konsepsi didasarkan 4 cara :
a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa
desidua.
b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan
desidua.
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin
keluar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang
dikeluarkan).
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi
diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan ataun infeksi
lebih lanjut.
2.1.5. Gambaran Klinis Abortus Spontan
Berdasarkan gambaran klinisnya Abortus spontan dibagi menjadi :
1. Keguguran mengancam (Abortus Imminens), yaitu keguguran yang sering
disebut ancaman keguguran, dan konsepsi lepas sebagian atau ada perdarahan
di belakang tempat penempelan (dinding rahim), dan janin masih di dalam
dan hidup sehingga umumnya bisa diselamatkan.
12
2. Keguguran tak terhalangi (Abortus insipiens), yaitu keguguran dimana
sebagian jaringan di mulut rahim tapi konsepsi masih di dalam. Kecil sekali
untuk melanjutkan kehamilan.
3. Keguguran lengkap (Abortus kompletus), yaitu keguguran dimana semua
hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya.
4. Keguguran tidak lengkap (Abortus inkompletus), yaitu keguguran dimana
sebagian hasil konsepsi masih tersisa dalam rahim yang dapat menimbulkan
penyulit.
5. Keguguran berulang-ulang (Abortus Habitualis), yaitu keguguran yang telah
berulang dan berturut-turut terjadi, sekurang-kurangnya 3 kali berturut-turut.
6. Keguguran tertunda (Missed Abortion), yaitu keadaan dimana janin telah mati
sebelum minggu ke-22 tetapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau
lebih setelah janin mati.
2.1.6. Diagnosis Abortus
Menurut Saifuddin (2007), ada beberapa kriteria dugaan abortus spontan
(keguguran) sebagai berikut :
1. Terjadi perdarahan
2. Disertai sakit perut
3. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
4. Pemeriksaan hasil tes kehamilan dapat masih positif atau sudah negatif
13
Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi :
1. Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan
2. Pemeriksaan fundus uteri :
a. Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai dengan umur kehamilan
b. Tinggi dan besarnya sudah mengecil
c. Fundus uteri tidak teraba diatas simfisis
3. Pemeriksaan dalam :
a. Serviks uteri masih tertutup.
b. Serviks sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam
kavum uteri atau pada kanalis servikalis.
c. Besarnya rahim (uterus) telah mengecil.
d. Konsistensinya lunak.
2.1.7. Jenis-Jenis Abortus Spontan
2.1.7. 1. Abortus Imminens
Terdapat perdarahan bercak hingga sedang, serviks tertutup, uterus sesuai usia
gestasi, terdapat kram perut bawah dan uterus lunak.
2.1.7.2. Abortus Insipiens
Terdapat perdarahan sedang hingga banyak, serviks terbuka, uterus sesuai
kehamilan, terdapat kram atau nyeri perut bawah dan belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
14
2.1.7.3. Abortus Inkompletus
Terdapat perdarahan sedang hingga banyak, serviks terbuka, uterus sesuai usia
kehamilan, terdapat kram atau nyeri perut bawah dan ekspulsi sebagian hasil
konsepsi.
2.1.7.4. Abortus Kompletus
Terdapat perdarahan bercak hingga sedang, serviks tertutup/terbuka, uterus
lebih kecil dari usia gestasi sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, riwayat ekspulsi
hasil konsepsi (Saifuddin, 2007).
2.1.8. Penatalaksanaan dan Terapi Abortus
Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan dan terapi abortus sebagai berikut :
2.1.8.1. Abortus Imminens
1. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
2. Bila perlu diberi penenang seperti Phenobarbital 3 x 30 mg/hari, dan
spasmolotika misalnya Papaverin perinfus atau peroral.
3. Untuk pemeriksaan kehamilan dilakukan pemeriksaan USG.
4. Penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam berhenti dengan hasil
dari pemeriksaan kehamilan baik.
5. Dengan anjuran 2 minggu kemudian kontrol kembali.
15
2.1.8.2. Abortus Insipiens
1. Uterus harus dikosongkan segera guna menghindari perdarahan yang
banyak atau syok karena rasa mulas/sakit yang hebat.
2. Pasang infuse, sebaiknya disertai dengan oksitosin drip guna mempercepat
pengeluaran hasil konsepsi.
3. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam abortus disusul dengan kerokan.
4. Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotik profilaksis.
5. Pasca tindakan diberikan injeksi metil ergometrin untuk mempertahankan
kontraksi.
6. Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan dan tanpa komplikasi,
dengan anjuran kontrol 2 minggu.
2.1.8.3. Abortus Inkompletus
1. Bila disertai dengan syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau RL dan secepat mungkin ditransfusi darah.
2. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg Intramuskuler untuk mempertahankan kontraksi otot
uterus.
3. Bila janin telah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
4. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
16
2.1.8.4. Abortus Kompletus
1. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
2. Bila pasien anemia berikan hematinik seperti Sulfas Ferosus atau transfusi
darah.
3. Berikan anti biotik untuk mencegah infeksi.
4. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
2.1.8.5. Missed Abortion
1. Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
3. Sebelum tindakan diberikan antibiotik profilaksis.
4. Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan dengan
sendok kuret tajam.
5. Sesudah tindakan diberi uterotonika.
6. Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa komplikasi
anjuran kontrol 2 minggu.
2.1.8.6. Abortus Habitualis
1. Memperbaiki keadaan umum.
2. Pemberian makanan yang sempurna.
3. Anjurkan istirahat cukup banyak.
4. Larangan koitus dan olahraga.
17
2.1.9.
Komplikasi Abortus
Menurut Nugroho (2011), komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau bila perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi pada
kandung kemih dan usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terajdinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk
selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi atau pada tiap abortus
inkompletus dan telah sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah
perioritis umum atau sepsis dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
18
d. Syok
Syok pada abortus biasa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik).
2.2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus Spontan
2.2.1. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup usia tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih, matang dalam berfikir dan bekerja. Usia merupakan periode terhadap
pola-pola kehidupan baru dan harapan –harapan baru. Semakin bertambahnya usia
seseorang maka semakin banyak pula ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang
lebih dewasa akan lebih dipercaya dari yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal
ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa.
Usia berguna untuk mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan
yang dilakukan. Macam-macam usia menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Usia menikah adalah usia yang dianggap cocok secara fisik dan mental untuk
menikah (kira-kira di atas 20 tahun).
2. Usia produktif adalah usia ketika seorang atau masih mampu bekerja
menghasilkan sesuatu.
19
3. Usia reproduksi adalah masa diantara pubertas dan menopause yang
pembuahannya sering kali jadi positif.
a. Usia sekolah adalah usia dianggap cocok bagi anak secara fisik dan mental
untuk masuk sekolah.
b. Usia lanjut adalah tahap masa tua (usia 60 tahun ke atas).
c. Usia senja adalah usia 50 tahun ke atas.
Usia ibu merupakan faktor lingkungan biologis yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak setelah lahir (faktor postnatal). Bayi baru lahir harus berhasil melewati
masa transisi, dari suatu sistem yang teratur yang sebagian besar tergantung pada
organ-organ ibunya, ke suatu sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan
mekanisme homeostatik bayi itu sendiri (Marimbi, 2010).
Usia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lama waktu hidup atau
ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Berdasarkan pengertian di atas usia dilihat dari
sisi biologis manusia 20 – 35 merupakan tahun terbaik wanita untuk hamil karena
selain di usia ini kematangan organ reproduksi dan hormon telah bekerja dengan baik
juga belum ada penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes, serta daya
tahan tubuh masih kuat.
Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah
maternal age/usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun kematian maternal pada wanita hamil
dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari
20
kematian maternal pada usia 20-35 tahun. Kematian maternal meningkat kembali
setelah usia > 35 tahun (Sarwono, 2010).
Menurut Budi Dkk (2009) wanita dengan resiko abortus meningkat sesuai
usia. Resiko abortus wanita usia 20-24 tahun adalah 8,9% wanita berumur 45 tahun
atau lebih resikonya meningkat 74,7%. Diduga makin tinggi usia makin tinggi
kelainan pada kromosom ovarium. Tentu saja hal itu akan sangat berpengaruh jika
wanita tersebut hamil.
Semakin lanjut umur wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada, indung
telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin. Makin lanjut usia
wanita, maka resiko terjadi abortus makin meningkat karena menurunnya kualitas sel
telur atau ovum dan meningkatnya resiko kejadian kelainan kromosom (Samsulhadi,
2003).
Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk
hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun
waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut akan makin
menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stress) psikologis, sosial, ekonomi,
sehingga memudahkan terjadinya keguguran (Maryunani, 2013).
Usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak
terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun beresiko tinggi
untuk hamil atau melahirkan. Kesiapan seorang wanita untuk hamil atau mempunyai
anak ditentukan oleh kesiapan dalam 3 hal yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental,
21
kesiapan emosi dan psikologi, kesiapan sosial dan ekonomi. Usia ibu hamil yang
beresiko adalah kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun (BKKBN,2001).
Risiko abortus spontan meningkat seiring dengan usia serta paritas. Frekuensi
yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita kurang dari 20 tahun
menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun (Budi Dkk, 2009).
2.2.2. Paritas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Paritas adalah keadaan
kelahiran (partus) atau jumlah anak yang dilahirkan baik lahir hidup, lahir mati,
maupun abortus sampai saat hamil terakhir.
Paritas adalah jumlah berapa kali seorang wanita mengalami kehamilan.
(Pusdiknakes, 2007).
Pembagian paritas: Primipara: jumlah anak satu orang, Multipara: jumlah
anak 2-3 orang, Grandemultipara: jumlah anak 4 orang atau lebih (Sarwono, 2010).
Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan bertambahnya paritas serta
umur ibu atau ayah (Hartanto, 2003), kehamilan menjadi sangat beresiko tinggi pada
wanita yang mempunyai paritas > 4, dan diantaranya kehamilan setelah 4 kelahiran
(terlalu banyak anak).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditunjang dari sudut kematian
maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (> 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal (Wiknjosastro, 2006).
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya
cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima
22
anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlalu dekat. Sedangkan pada keluarga dengan
keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan
selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer
seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. Oleh karena itu
Keluarga Berencana tetap diperlukan (Tika, 2011).
Menurut Budi (2009) jumlah anak bagi setiap ibu mempengaruhi organ
reproduksi ibu serta kandungan ibu. Dalam jangka waktu singkat rahim belum dapat
sepenuhnya kembali kekondisi semula sehingga sering kali rahim tidak mampu
menampung jika terjadi pembuahan pada ibu. Hal tersebut dapat menyebabkan
implantasi dapat terlepas dari dinding endometrium hingga terjadi perdarahan yang
dikarenakan reaksi dari rahim yang mengeluarkan hasil konsepsi.
2.3. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah:
Variabel Independen (terikat)
1. Usia Ibu
2. Paritas
Variabel Dependen (bebas)
Kejadian Abortus Spontan
23
2.4. Hipotesis Penelitian
Ha1 : Ada hubungan umur ibu dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang.
Ha2 : Ada hubungan paritas dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini bersifat survey analitik dengan metode croos sectional
yaitu
pengambilan
dan
pengumpulan
data
dilakukan
secara
bersamaaan.
(Notoatmodjo. 2010).
3.2. Lokasi dan Waktu penelitian.
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab.
Deli Serdang. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian karena masih banyak
terdapat kejadian Abortus Spontan yaitu 20 orang (38,5%).
3.2.2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian adalah pada bulan Januari–April 2014
3.3. Populasi Dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang pernah
memeriksakan kehamilannya di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli
Serdang sebanyak 110 ibu hamil.
24
25
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yg diteliti (Arikunto, 2006).
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematik (sistematic random sampling),
Untuk mendapat sejumlah sampel, semua anggota populasi dibagi dengan jumlah
sampel yang diinginkan.
N
n=
1+N
110
n=
1+
n = 52
N = jumlah populasi
n = jumlah sampel
d = standar eror
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan sampel
sebanyak 52. Populasi sebanyak 110 kemudian dibagi dengan 52, maka intervalnya
adalah 110 : 52 = 2,11 maka yang menjadi sampel adalah setiap kelipatan 2 yaitu
2,4,6,8 dan seterusnya hingga diperoleh sebanyak 52 sampel.
26
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Sekunder
Data yang didapatkan dari pihak rekam medik RSUD Deli Serdang Lubuk
Pakam Kab. Deli Serdang.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Nama
Variabel
terikat.
Usia
Ibu.
Definisi Operasional
Hasil Ukur.
Skala
Ukur.
Usia adalah lama hidup atau ada
(sejak ditiadakan), berdasarkan
pengertian tersebut adalah lama
seorang ibu sampai melahirkan
(Amirudin, 2009).
0. 20 - 35 tahun
1. < 20 - > 35
tahun
Ordinal
Paritas.
Paritas adalah banyaknya
jumlah anak yang dilahirkan
oleh ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati
(Soetjiningsih,1995).
0. bersalin < 4
kali
1. bersalin > 4
kali
Ordinal
0. Abortus
Ordinal
Variabel
Abortus spontan adalah setiap
bebas.
Abortus kehamilan yang berakhir secara
Spontan spontan (alamiah) sebelum janin
dapat bertahan hidup (Yulia
Fauzia, 2012).
spontan
1. Tidak abortus
spontan
27
3.6. Pengolahan Data dan Analisa Data.
3.6.1. Pengolahan Data.
Setelah data berhasil dikumpulkan, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah pengolahan data :
1. Editing.
Editing Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan memperbaiki isian formulir
atau koesioner.
2. Coding.
Coding merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan.
3. Entry
Entry merupakan kegiatan memasukkan data, yakni jawaban-jawaban dari
masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan
kedalam program atau “software” komputer yaitu program SPSS.
4. Cleaning.
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali dan kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
pembetulan atau koreksi.
28
3.6.2. Analisa Data.
1. Analisa Univariat.
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi
respondent. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran masing-masing
variabel independent.
2. Analisa Bivariat.
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara usia
dan paritas ibu hamil dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang. Lakukan uji statistik dengan Chi-square
melalui program SPSS kemudian dinarasikan hasilnya.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang beralamat di Jln.
Thamrin, Kec. Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang. Rumah sakit ini berdiri pada
tanggal 03 Februari 1964 di bawah kepemilikan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang.
Adapun dokter-dokter spesialis yang ikut membantu di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang yaitu terdapat dr. Spesialis Anak, dr. Obgyin, dr.
Spesialis Mata, dr. Spesialis Paru, dr. Neurologi, dr Spesialis Penyakit Dalam,
dr.Gigi, dr. Spesialis Penyakit Kulit, Psikiatri, Poly THT, dr. Ortopedi, dan dr. Bedah.
4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Abortus Spontan
Untuk melihat distribusi responden abortus spontan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang berdasarkan Usia dapat dilihat pada Tabel 4.1.
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Abortus Spontan Di RSUD Deli Serdang Lubuk
Pakam Kab. Deli Serdang
No
Abortus Spontan
1. Abortus Spontan
2. Tidak Abortus Spontan
Jumlah
f
20
32
52
29
%
38,5
61,5
100
30
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat kehamilan responden lebih banyak
dengan tidak mengalami abortus spontan sebanyak 32 responden (61,5 %) dan lebih
sedikit mengalami abortus spontan sebanyak 20 responden (38,5 %).
4.2.2. Usia
Untuk melihat usia responden dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang
berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.2 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang
No
1
2
Usia ibu
20 – 35 tahun
<20 - >35 tahun
jumlah
f
31
21
52
%
59,6
40,4
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden usia ibu hamil
mayoritas dengan usia 20 – 35 tahun sebanyak 31 responden (59,6 %), sedangkan
minoritas usia < 20 - > 35 tahun sebanyak 21 responden (40,4 %).
4.2.3. Paritas
Paritas melihat distribusi responden berdasarkan kejadian Abortus Spontan di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang berdasarkan Paritas dapat
dilihat pada tabel 4.3. adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Paritas (Jumlah Anak) di RSUD
Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang
No
1
2
Paritas
Bersalin < 4 kali
Bersalin > 4 kali
f
28
24
%
53,8
46,2
31
Table 4.3. (lanjutan)
Jumlah
52
100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa paritas ibu hamil mayoritas
dengan paritas bersalin < 4 kali sebanyak 28 responden (53,8 %), dan minoritas
dengan paritas bersalin > 4 kali sebanyak 24 responden (46,2 %).
4.3. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat untuk menguji apakah hubungan usia dan paritas ibu bersalin
dengan kejadian abortus spontan yang dipakai dengan uji statistik dengan chi-square,
dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
4.3.1. Hubungan Usia dengan Kejadian Abortus Spontan
Untuk mengetahui hubungan Usia dengan kejadian abortus spontan dapat
dilihat pada Tabel 4.4 :
Tabel 4.4. Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus Spontan di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang
No
Abortus Spontan Pada Ibu Hamil
Usia Ibu
20 – 35
tahun
2. < 20 - >35
tahun
Jumlah
1.
Abortus
Spontan
n
%
7
23,0
13
20
62,0
38,5
Tidak
Abortus Spontan
n
%
24
77,0
8
38,0
32
61,5
Total
Prob
N
31
%
100
21
100
52
100
0,004
32
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 31 orang responden yang umurnya
20 – 35 tahun tidak mengalami abortus spontan sebanyak 24 orang (77,0%) dan lebih
sedikit mengalami abortus spontan sebanyak 7 orang (23,0%), sedangkan dari 21
responden yang berumur < 20 atau > 35 tahun yang mengalami abortus spontan
sebanyak 13 orang
(62,0%) dan lebih sedikit tidak abortus spontan sebanyak 8
orang (38,0%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square menunjukkan bahwa
probalbilitas (0,004) < α (0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
abortus spontan berhubungan dengan usia ibu hamil.
4.3.2. Hubungan Paritas dengan Kejadian Abortus Spontan
Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian abortus spontan dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5. Hubungan Paritas Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus Spontan di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang
No
1.
2.
Paritas
Abortus Spontan Pada Ibu Hamil
Abortus
Spontan
n
%
Bersalin < 4 kali
5
18,0
Bersalin > 4 kali
15
62,5
Jumlah
20
38,5
Tidak Abortus
Spontan
n
%
23
82,0
9
37,5
32
61,5
Total
N
28
24
%
100
100
52
100
Prob
0,001
Dari tabel diatas dilihat bahwa dari 28 responden yang paritas nya < 4 kali
bersalin yang tidak mengalami abortus spontan sebanyak 23 orang (82,0%) dan lebih
sedikit yang mengalami abortus spontan sebanyak 5 orang (18,0%), sedangkan dari
24 responden yang paritasnya > 4 kali bersalin yang mengalami abortus spontan
33
sebanyak 15 orang (62,5%) dan lebih sedikit yang tidak mengalami abortus spontan
sebanyak 9 orang (37,5%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan chi-square menunjukkan bahwa
probalbilitas (0,001) < α (0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
abortus spontan berhubungan dengan paritas ibu hamil.
34
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian tentang Hubungan Antara Usia dan Paritas Ibu Hamil
dengan Kejadian Abortus Spontan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli
Serdang maka pembahasan sebagai berikut :
5.1. Hubungan Usia ibu Hamil dengan Kejadian Abortus Spontan.
Hasil penelitian menunjukan paritas mempengaruhi terjadinya abortus spontan
pada ibu hamil di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang dengan
frekuensi responden ibu yang berusia 20-35 tahun yaitu sebanyak 31 responden yang
mengalami abortus spontan sebanyak 7 orang (23,0%) dan yang tidak mengalami
abortus spontan sebanyak 24 orang (77,0%), sedangkan ibu yang berusia <20 - >35
tahun sebanyak 21 responden yang mengalami abortus spontan sebanyak 13 orang
(62,0%) dan yang tidak mengalami abortus spontan sebanyak 8 orang (38,0%).
Menurut peneliti sebelumnya yaitu Anggun “Progam Studi Diploma III
Kebidanan Bina Bangsa Semarang” di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang Tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan ibu hamil yang berusia <20
tahun dan >30 tahun mempunyai peluang 1,057 kali mengalami abortus spontan
dibandingkan ibu hamil yang berusia 20-30 tahun.
Menurut Griebel (2005) semakin muda usia ibu maka semakin melemahnya
kondisi tubuh ibu bahkan bisa terjadi ketidak normalan fungsi organ pada usia muda
dan ketidaksiapan rahim untuk pembuahan. Hal tersebut menyebabkan kurangnya
34
35
kemampuan organ ibu dalam mempertahankan kehamilan, dan mencukupi kebutuhan
janin baik nutrisi maupun oksigen hingga janin dapat mengalami kematian.
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak tampak
jelas, tetapi dalam beberapa bulan kehamilan, ekspulsi ovum yang terjadi secara
spontan hamper selalu didahului oleh kematian embrio atau janin akibat dari
melemahnya kondisi ibu. Dengan alasan tersebut, pertimbangan untuk menentukan
abortus dini harus melibatkan kepastian mengenai penyebab kematian janin. Apabila
pembuahan terjadi pada usia subur maka kondisi organ ibu bahkan rahim ibu juga
sudah mampu untuk menampung hasil konsepsi. Dengan kondisi ibu yang baik maka
cakupan kebutuhan janin dapat terpenuhi dengan baik.
Menurut Budi Dkk (2009) abortus spontan meningkat seiring dengan paritas
serta usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat
dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang
usianya lebih dari 40 tahun. Risiko abortus wanita usia 20-24 tahun adalah 8,9 %,
wanita berusia 45 tahun atau lebih risikonya meningkat 74,7 %. Diduga makin tinggi
usia makin tinggi kelainan pada kromosom ovarium. Hal ini dapat diterangkan
dengan peningkatan angka kelainan kromosom pada usia yang lebih tinggi.
Menurut asumsi peneliti usia ibu memang mempengaruhi terjadinya abortus
spontan yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan diatas yang
menyatakan semakin muda usia ibu maka semakin melemahnya kondisi tubuh ibu
bahkan bisa menjadi ketidaknormalan fungsi organ pada usia muda dan ketidaksiapan
rahim untuk pembuahan. Hal tersebut menyebabkan kurangnya kemampuan organ
36
ibu dalam mempertahankan kehamilan, dan mencukupi kebutuhan janin baik nutrisi
maupun oksigen hingga janin dapat mengalami kematian.
5.2. Hubungan Paritas ibu Hamil dengan Kejadian Abortus Spontan.
Hasil penelitian menunjukan paritas mempengaruhi terjadinya abortus spontan
pada ibu hamil di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli serdang dengan
frekuensi responden ibu hamil yang pernah bersalin < 4 kali sebanyak 28 responden
yang mengalami abortus spontan sebanyak 5 orang (18,0%) dan yang tidak
mengalami sebanyak 23 orang (28,0%), sedangkan ibu hamil yang pernah bersalin >
4 kali sebanyak 24 responden yang mengalami abortus spontan sebanyak 15 orang
(62,5%) dan yang tidak mengalami sebanyak 9 orang (37,5%).
Menurut peneliti sebelumnya yaitu Irma Safitri “Program Diploma III Kebidanan
Akademi Kebidanan Pelita Kendari” di Rumah Sakit Aliyah Kota Kendari Tahun
2010. Dari hasil penelitian didapatkan dari 51 kasus abortus spontan didapatkan
angka tertinggi dari faktor paritas adalah 39 kasus (76,48%) pada paritas resiko tinggi
(paritas 1 dan >3). Dan yang terendah adalah 12 kasus (23,52%) pada resiko rendah
(paritas 2-3). Hal ini sama antara teori yang dikemukakan oleh Wiknjosastro dengan
data yang diperoleh. Pada teori dijelaskan bahwa kejadian abortus spontan lebih
banyak terjadi pada Ibu dengan paritas 1 dan > 3. Paritas 1 dan paritas lebih 3
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
Menurut Budi (2009) jumlah anak bagi setiap ibu mempengaruhi organ
reproduksi ibu serta kandungan ibu. Dalam jangka waktu singkat rahim belum dapat
37
sepenuhnya kembali kekondisi semula sehingga sering kali rahim tidak mampu
menampung jika terjadi pembuahan pada ibu. Hal tersebut dapat menyebabkan
implantasi dapat terlepas dari dinding endometrium hingga terjadi perdarahan yang
dikarenakan reaksi dari rahim yang mengeluarkan hasil konsepsi.
Menurut BKKBN (2006) paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang
dipunyai oleh seorang wanita, sedangkan menurut Sarwono Prawirohardjo (2010)
paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara, dan grandemultipara dan
menurut Manuaba (2008) paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.
Seorang Ibu yang sering melahirkan mempunyai resiko kesehatannya dan juga
bagi kesehatan anaknya. Hal ini beresiko karena pada ibu dapat timbul kerusakankerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi
ke janin (Manuaba IBG, 1998)
Paritas yang tinggi merupakan salah satu faktor tinggi pada ibu hamil. Kejadian
kematian pada persalinan pertama cukup tinggi (38,8 per 1000 kelahiran hidup dan
persalinan lebih dari tiga kali akan lebih tinggi yaitu 77,5 per 1000 kelahiran hidup).
Bayi yang dilahirkan oleh Ibu dengan paritas tinggi mempunyai resiko tinggi
terhadap terjadinya abortus sebab kehamilan yang berulang-ulang menyebabkan
rahim tidak sehat. Dalam hal ini kehamilan yang berulang menimbulkan kerusakan
pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin
akan berjurang disbanding pada kehamilan sebelumnya, keadaan ini dapat
menyebabkan kematian pada bayi (Irma, 2012).
38
Menurut asumsi peneliti paritas memang mempengaruhi terjadinya abortus
yang dapat dilihat dari hasil penelitian dan pernyataan diatas yang menyatakan bahwa
dalam jangka waktu singkat rahim belum dapat sepenuhnya kembali kekondisi
semula sehingga sering kali rahim tidak mampu menampung jika terjadi pembuahan
pada ibu.
39
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Kejadian abortus spontan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli
Serdang sebanyak 38,5%.
2. Hubungan usia ibu dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Sedang sebanyak 38,5% .
3. Hubungan paritas dengan kejadian abortus spontan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam Kab. Deli Sedang sebanyak 38,5%.
4. Ada hubungan usia dan paritas ibu hamil dengan kejadian abortus spontan di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang.
6.2. Saran
1. Disarankan bagi para peneliti berikutnya untuk mengkaji lebih dalam tentang
hubungan usia dan paritas dengan abortus spontan ditinjau dan berbagai sebab.
2. Disarankan agar tempat pengambilan data untuk penelitian agar datanya lebih
dilengkapi.
3. Disarankan bagi institusi untuk lebih melengkapi bahan bacaan untuk
menambah pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan kasus patologi
kebidanan.
4. Melihat masih tingginya kejadian abortus spontan maka perlu dilakukan
penyuluhan secara intensif bagi ibu-ibu hamil berupa pemahaman tentang
abortus dan resiko yang ditimbulkan.
39
Download