Persamaan Hak Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia

advertisement
BAB V
PENUTUP
A. Umum
Isu sentral yang dikaji dalam penelitian ini adalah persamaan hak antara
penganut agama dan penganut kepercayaan di Indonesia. Studi ini berangkat dari
tesis bahwa “penganut kepercayaan memiliki hak yang sama dengan penganut
agama”. Karena itu peraturan perundang-undangan harus melindungi hak-hak
dasar penganut kepercayaan. Hak asasi penganut kepercayaan harus dilindungi
sebagaimana negara melindungi penganut agama.
Konsep agama dan kepercayaan pada hakikatnya sama. Penganut agama
dan penganut kepercayaan sama-sama mempunyai sistem keyakinan (teologi) yang
tak bisa dibedakan. Setiap individu baik yang beragama maupun berkeyakinan
sama-sama memiliki rasa kerinduan terhadap suatu kekuatan yang melebihi dirinya
(lazimnya disebut Tuhan, Allah, Sang Hyang Widi, dsb). Sayangnya peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang agama dan kepercayaan menjadi
jurang pembeda. Agama dan kepercayaan sama sekali tidak diperlakukan sama
oleh negara.
Merujuk pada prrinsip universalitas hak asasi manusia, semua orang harus
diperlakukan sama. Universalitas hak asasi yang melekat pada setiap individu
manusia harus diinternalisasikan dalam setiap peraturan perundang-undangan
sehingga mencerminkan keadilan bagi setiap individu manusia. Pengaturan tentang
agama dan kepercayaan harus mencerminkan prinsip universalitas hak asasi
sehingga tidak menimbulkan diskriminasi dan intoleransi terhadap penganut
128
kepercayaan. Selama penganut agama dan kepercayaan tidak melanggar pasal 18
ayat 3 UU No. 12 Tahun 2005, negara tidak boleh membatasi hak kebebasan
menganut kepercayaan.
Namun, melalui UU No. 1/PNPS 1965, UU No. 24 Tahun 2013 perubahan
atas UU No. 23 Tahun 2006, Perber Mendagri dan Menbudpar No. 43 dan No. 41
Tahun 2009, PP No. 37 Tahun 2007, Perpres No. 25 Tahun 2008, Perber Menag
dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Keppres No. 40 Tahun 1978, UU No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan, SK No. KEP004/J.A/01/1994 tentang Bakor, negara telah melakukan
pembatasan kebebasan penganut kepercayaan.
Peraturan perundang-undangan di atas jelas bertentangan dengan materi
muatan dalam UUD NRI 1945, UU No. 39 Tahun 1999, dan UU No. 12 Tahun
2015, dan UU No. 12 Tahun 2011. Substansi pengaturan tentang agama dan
kepercayaan tersebut juga bertentangan dengan prinsip non-intervensi, prinsip nondiskriminasi, dan prinsip toleransi terhadap menganut kepercayaan. UU tersebut
hanya melindungi penganut „agama resmi‟ negara. Sementara penganut
kepercayaan tidak dilindungi, bahkan posisinya terancam pidana.
B. Kesimpulan
Setelah mengkaji konsep yuridis tentang ‟persamaan hak/kebebasan
menganut agama dan menganut kepercayaan di Indonesia‟ penulis mengambil
kesimpulan bahwa telah terjadi inkoherensi antara peraturan perundang-undangan
tentang kepercayaan dengan hakikat kesamaan agama dan kepercayaan serta
129
kesamaan hak penganut agama dan penganut kepercayaan. Karena itu pengaturan
yang tidak koheren itu harus dihapus supaya penganut agama dan penganut
kepercayaan diperlakukan secara setara. Konsep agama dan konsep kepercayaan
pada hakikatnya sama.
Setiap individu baik yang beragama maupun berkepercayaan sama-sama
memiliki rasa kerinduan terhadap suatu kekuatan yang melebihi dirinya (lazimnya
disebut Tuhan, Allah, Sang Hyang Widi, dsb). Kesamaan itu menjadi berbeda
setelah negara melembagakan agama/kepercayaan melalui peraturan perundangundangan. Karena itu, pilihan terbaik pengaturan relasi antara agama dan negara
adalah negara tidak mengaturnya dalam peraturan perundang-undangan.
C. Rekomendasi
Berdasarkan bagian umum dan kesimpulan di atas maka penulis
merekomendasikan perlunya;
Pertama, peraturan perundang-undangan tentang agama/kepercayaan yang
secara substansial bertentangan dengan prinsip non-intervensi negara harus
dicabut/dibatalkan. Peraturan perundang-undangan tersebut yakni; UU No. 1/PNPS
Tahun 1965, Kepres No. 40 Tahun 1978, Perber Mendagri dan Menbudpar No.
43/41 Tahun 2009.
Kedua, ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang agama/kepercayaan harus dihapus atau diperbaiki. Peraturan
perundang-undangan tersebut yakni UU No. 24 Tahun 2013 dan PP No. 37 Tahun
130
2007 tentang Administrasi Kependudukan, UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, dan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
131
Download