Analisis Penentuan Laju Infiltrasi pada Tanah

advertisement
ANALISIS PENENTUAN LAJU INFILTRASI PADA TANAH
DENGAN VARIASI KEPADATAN
Ryan Renhardika1, Donny Harisuseno2, Andre Primantyo H2, Dian Noorvy K3
1. Mahasiswa Program Sarjana Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya
2. Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
3. Mahasiswa Program Doktor Teknik Sumber Daya Air Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pesatnya pembangunan dan permukiman penduduk di daerah perkotaan menyebabkan
berkurangnya resapan air hujan ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh sebagian besar langsung
menuju ke saluran drainase yang terbuang ke laut ataupun sungai. Dilain hal tanah juga
membutuhkan resapan air hujan sebagai cadangan air tanah. Resapan air hujan ke dalam
tanah disebut infiltrasi. Banyak hal yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya intensitas
hujan, porositas, kadar air, tekstur, kepadatan tanah, dan kemiringan lahan. Pada skripsi ini
membahas seberapa besar pengaruh kepadatan tanah terhadap laju infiltrasi.
Penelitian ini dilaksanakan pada 15 titik lokasi di Kota Malang. Penentuan lokasi
berdasarkan pembagian peta sifat fisik tanah di Kota Malang. Data-data yang diperoleh
adalah data primer yang merupakan pengamatan langsung dari lapangan, yaitu dengan
menggunakan alat Turf-tec infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya dan alat Sand
cone untuk mengetahui kepadatan tanahnya.
Hasil pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian dibedakan menjadi 3 kelompok
variasi kepadatan, yaitu berdasarkan kepadatan tinggi, sedang, dan rendah. Laju infiltrasi
dianalisis menggunakan model Horton. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kepadatan
tanah tidak berpengaruh terhadap laju infiltrasi.
Kata kunci: laju infiltrasi, kepadatan, model Horton
ABSTRACT
Population settlement and the rapid development in urban areas to cause reduced
water absorption of rain into the ground. Rain water that fall most directly to the waste
drainage channel into the sea or the river. Next thing the ground also requires water
absorption of rain as ground water reserves. Rain water catchment called infiltration into the
ground. Many things that are affecting infiltration rain intensity, the porosity of land, the
water level, texture, the density of the land, and the slope of land. Discuss how big this thesis
on the influence of the density of soil againtst infiltration.
This research carried out in 15 locations in the town of Malang. The determination of
the divided based on a map of the physical properties the ground in the town of Malang. The
data obtained is primary data that is direct observation of the field, namely by using tools
turf-tec infiltrometer to suggest that the rate of infiltration and a sand cone to know the
density of the land
Infiltration result of measuring the rate in the survey locations are divided into three
groups of density variations, which is based on high density, being, and low. The rate of
infiltration analyzed use the horton models. Of the analysis shows that the density of the
ground is not had an influence on the rate of infiltration.
Keyword : rate of infiltration, density, Horton models
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air hujan yang jatuh ke permukaan
tanah sebagian besar langsung menuju ke
saluran drainase yang terbuang ke laut
ataupun sungai. Dilain sisi pada daerah
perkotaan dengan pesatnya pembangunan
dan permukiman penduduk menyebabkan
berkurangnya resapan air hujan ke dalam
tanah. Perubahan tata guna lahan di daerah
resapan tersebut diperkirakan telah
mengganggu rantai siklus hidrologi.
Siklus hidrologi merupakan gerakan
air laut ke udara, kemudian jatuh ke
permukaan bumi lagi sebagai hujan. Hujan
yang jatuh ke tanah sebagian ada yang
langsung melimpas ke laut dan ada yang
meresap ke dalam tanah. Air yang meresap
kedalam tanah ini disebut infiltrasi.
Infiltrasi merupakan bagian yang hilang
pada aliran limpasan yang terjadi.
Sehingga perlu adanya pengkajian akibat
kehilangan karena proses infiltrasi ini.
Pengkajian ini dapat dilakukan dalam
berbagai cara. Cara pengukurannya yaitu
diantaranya dengan cara penggenangan
(flooding)
dan
cara
penyiraman
(sprinkling). Cara flooding adalah dengan
menggenangi tanah dalam suatu tabung
untuk mendapatkan tinggi air yang
konstan. Sedangkan cara sprinkling adalah
dengan menggunakan sepetak tanah yang
dikondisikan, kemudian hujan buatan
dibuat untuk memperhitungkan pengaruh
hujan terhadap waktu, hingga dihasilkan
nilai limpasan dan besarnya kehilangan
infiltrasi yang terjadi.
1.2 Identifikasi Masalah
Air yang jatuh di permukaan tanah
akan mengalir sebagai aliran limpasan dan
sebagian akan masuk ke dalam tanah atau
menginfiltrasi.
Kondisi
ini
sangat
dipengaruhi
oleh
berbagai
hal,
diantaranya: intensitas curah hujan,
porositas tanah, kerapatan massa tanah,
kadar air tanah, tekstur tanah, struktur
tanah, kepadatan tanah, kemiringan lahan,
kandungan bahan organik tanah, dan
keadaan vegetasi permukaan tanah.
Laju air infiltrasi pada tanah
dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori
tanah. Tanah dengan pori-pori yang rapat
akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang
kecil dibanding dengan tanah yang
memilki pori-pori besar.
Berdasarkan uraian diatas, skripsi
ini mencoba untuk meneliti pengaruh
kepadatan tanah terhadap laju infiltrasi
pada lahan perkotaan.
1.3 Batasan Masalah
Terdapat beberapa batasan-batasan
dalam pembahasan skipsi ini, yaitu:
1. Penentuan lokasi pengambilan sampel
tanah berdasarkan peta sebaran tanah
di Kota Malang.
2. Penentuan laju infiltrasi hanya
dipengaruhi oleh kepadatan tanah.
3. Penelitian dilakukan pada kondisi sifat
fisik tanah, yaitu berdasarkan besar
kecilnya butiran tanah dan ruang pori.
4. Penelitian menggunakan alat Turf-tec
Infiltrometer dan Sand Cone.
1.4 Rumusan Masalah
Penelitian ini didasarkan pada
masalah sebagai berikut:
 Bagaimana pengaruh kepadatan
tanah terhadap laju infiltrasi?
1.5 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari kajian ini adalah
mengatahui laju infiltrasi pada lahan
perkotaan
yang
dipengaruhi
oleh
kepadatan tanah.
Adapun manfaat dari kajian ini
adalah sebagai pengembangan ilmu
berkaitan dengan tata guna lahan
perkotaan yang berwawasan lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Infiltrasi merupakan gerakan air
dari permukaan tanah yang tidak kedap air
masuk ke dalam tanah karena adanya gaya
grafitasi dan gaya kapiler tanah (Seyhan
1990). Infiltrasi mempunyai arti penting
terhadap:
a. Proses limpasan. Daya infiltrasi
menentukan besarnya air hujan yang
dapat diserap ke dalam tanah. Sekali
air hujan tersebut masuk ke dalam
tanah, air akan diuapkan kembali atau
mengalir sebagai air tanah. Aliran air
tanah sangat lambat.
b. Pengisian lengas tanah dan air tanah
pengisi lengas tanah adalah penting
untuk
tujuan
pertanian.
Pada
permukaan air tanah yang dangkal
dalam lapisan tanah yang berbutir tidak
begitu kasar, pengisian kembali lengas
tanah ini dapat diperoleh dari kenaikan
kapiler air tanah.
Kapasitas
infiltrasi
adalah
kemampuan tanah dalam merembeskan
(menginfiltrasikan) air yang terdapat di
permukaan atau aliran air permukaan
kebagian dalam tanah tersebut, yang
dengan
sendirinya
dengan
adanya
perembesan itu aliran air permukaan akan
sangat berpengaruh (Kartasapoetra, 1989).
Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas
hujan melebihi kemampuan tanah dalam
menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya,
apabila intensitas hujan lebih kecil dari
pada kapasitas infiltrasi, maka laju
infiltrasi sama dengan laju curah hujan.
Penentuan besarnya infiltrasi dapat
dilakukan dengan melalui tiga cara, yaitu:
 Menentukan perbedaan volume air
hujan buatan dengan volume air larian
pada
percobaan
labolatorium
menggunakan simulasi hujan buatan
(metode simulasi labolatorium).
 Menggunakan alat ring infiltrometer
atau Turftech infiltrometer (metode
pengukuran lapangan)
 Teknik pemisahan hidrograf aliran dari
data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Model Horton adalah salah satu
model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Horton mengakui bahwa
kapasitas infiltrasi berkurang seiring
dengan bertambahnya waktu hingga
mendekati nilai konstan. Model Horton
dapat dinyatakan secara matematis
mengikuti persamaan berikut:
(1)
Keterangan:
f
= laju infiltrasi (cm/menit)
fc
= laju infiltrasi konstan (cm/menit)
fo
= laju infiltrasi awal (cm/menit)
k
= konstanta geofisik
Model ini sangat simpel dan lebih cocok
untuk data percobaan. Kelemahan utama
dari model ini terletak pada penentuan
parameternya fo, fc dan k dan ditentukan
dengan data fitting.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada 15
titik lokasi di Wilayah Kota Malang. Kota
Malang terletak ditengah-tengah wilayah
Kabupaten Malang. Secara geografis
wilayah Kota Malang berada diantara
112,06° – 112,07° Bujur Timur dan 7,06°
– 8,02° Lintang Selatan. Batas-batas
wilayah Kota Malang adalah sebagai
berikut:
Batas Utara : Kecamatan Singosari
Batas Selatan : Kecamatan Pakisaji
Batas Timur : Kecamatan Tumpang
Batas Barat : Kecamatan Wagir
Secara administrasi, Kota Malang terbagi
atas 5 kecamatan dengan 57 kelurahan.
Penentuan lokasi berdasarkan
pembagian peta sifat fisik tanah di Kota
Malang.
Penelitian
di
lapangan
menggunakan alat Turftec infiltrometer
untuk pendugaan laju infiltrasinya dan alat
Sandcone untuk mengukur kepadatan
tanah.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
LOKASI
Madyopuro
Tlogomas
Cemorokandang
Tasikmadu
Gor Ken Arok
Arjosari
Merjosari
Bunul
Pisangcandi
Bumiayu
Bandulan
Karangbesuki
Joyogrand
Lowokwaru
Sukun
Koordinat
X
Y
7°58'20.49"
112°40'12.78"
7°55'57.13"
112°36'0.52"
7°58'48.09"
112°41'9.31"
7°55'3.57"
112°37'27.04"
8° 0'46.44"
112°38'38.23"
7°55'58.19"
112°39'32.15"
7°56'34.19"
112°36'1.80"
7°57'57.47"
112°38'32.36"
7°58'23.84"
112°36'30.88"
8° 1'2.41"
112°38'2.71"
7°58'59.83"
112°36'30.54"
7°57'41.53"
112°36'25.49"
7°56'33.44"
112°35'40.54"
7°57'43.81"
112°37'58.54"
7°59'53.16"
112°36'49.33"
Data-data yang diperoleh adalah
data primer yang merupakan pengamatan
langsung dari lapangan yaitu diantaranya
data laju infiltrasi dan kepadatan tanah.
Selain data dari lapangan terdapat juga
data hasil analisis dari laboratorium seperti
data kadar air dan tekstur tanah.
Pada penelitian ini laju infiltrasi
akan dianalisis menggunakan Model
Horton.
Model persamaan Horton
membutuhkan data dari lapangan berupa
laju infiltrasi (f), laju infiltrasi pada saat
konstan (fc), dan laju infiltrasi awal (fo).
Laju infiltrasi juga akan dianalisis
seberapa besar pengaruhnya terhadap
parameter kepadatan dengan analisis
regresi menggunakan program SPSS versi
17.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil Pengolahan Data
Hasil pengukuran laju infiltrasi di
15 lokasi penelitian dibedakan menjadi 3
kelompok variasi kepadatan, yaitu
berdasarkan kepadatan rendah, sedang,
dan tinggi. Dari 15 lokasi titik penelitian
akan didapat nilai ɣd untuk pembagian
variasi kepadatan. Lokasi yang termasuk
kelompok
kepadatan
tinggi
akan
mempunyai nilai ɣd tinggi yaitu Tlogomas,
Madyopuro, Cemorokandang, GOR Ken
Arok Buring, dan Tasikmadu. Lokasi yang
termasuk kelompok kepadatan rendah
akan mempunyai nilai ɣd kecil yaitu
Sukun,
Bandulan,
Lowokwaru,
Karangbesuki, dan Joyogrand. Sedangkan
lokasi yang lain termasuk kelompok
kepadatan sedang yaitu Merjosari,
Bunulrejo, Arjosari, Pisangcandi, dan
Bumiayu.
4.2 Analisis Lokasi Kepadatan Tinggi
Dari 15 lokasi pengamatan di
lapangan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd
paling tinggi yaitu antara 1,60 gr/cm3 s/d
1,64 gr/cm3. Lokasi tersebut yaitu
Madyopuro, Tlogomas, Cemorokandang,
Tasikmadu, dan GOR Ken Arok Buring.
Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh
bahwa rata-rata lokasi pada kepadatan
tinggi tergolong berstruktur tanah liat yang
berlanau.
Dengan analisis menggunakan
model Horton dari 5 lokasi kelompok
kepadatan tinggi diperoleh kurva sebagai
berikut.
Model Horton
Laju Infiltrasi (mm/menit)
Tabel 1 Koordinat Lokasi Penelitian
12
f horton madyopuro
11
10
f horton tlogomas
9
8
7
f horton
cemorokandang
f horton tasikmadu
6
5
4
3
f horton GOR ken arok
buring
2
1
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu (Menit)
Gambar 2 Model Horton Lokasi
Kepadatan Tinggi
Dari penggabungan model Horton
5 lokasi yang tergolong kelompok
kepadatan tinggi diatas diketahui lokasi di
Tasikmadu memiliki nilai laju infiltrasi
yang paling tinggi dari pada yang lain. Hal
ini disebabkan di Tasikmadu memiliki
kadar air yang paling rendah yaitu 6,33%
dan derajat kejenuhan yang paling rendah
pula yaitu 0,268. Selain itu di lokasi ini
juga memiliki komposisi penyusun tanah
utama berupa pasir yaitu 62,2% dan
menurut klasifikasi tanah USDA tergolong
tanah liat berpasir. Dengan komposisi
tanah berupa pasir dan kadar air yang
rendah menyebabkan lokasi di Tasikmadu
ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi dari
pada yang lain.
Sedangkan pada lokasi GOR Ken
Arok Buring memiliki laju infiltrasi awal
paling rendah dikarenakan pada komposisi
penyusun tanahnya sangat dominan lanau
yaitu sebesar 68,1% dan hanya memiliki
komposisi pasir sebesar 6%. Keadaan
tersebut yang menyebabkan lokasi GOR
Ken Arok Buring memiliki laju infiltrasi
awal yang paling rendah.
Untuk 3 lokasi yang lain memiliki
rata-rata laju infiltrasi yang relatif sama.
Hal ini bisa dilihat dari klasifikasi
tanahnya yang tergolong tanah liat dan
tanah liat berlanau.
4.3
Analisis Lokasi Kepadatan Sedang
Dari 15 lokasi pengamatan di
lapangan akan diketahui 5 lokasi dengan
nilai ɣd sedang yaitu antara 1,35 gr/cm3 s/d
1,55 gr/cm3. Nilai ɣd sedang berada
diantara nilai ɣd yang tinggi dan rendah.
Lokasi tersebut yaitu Arjosari, Merjosari,
Bunulrejo, Pisangcandi, dan Bumiayu.
Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh
bahwa rata-rata lokasi pada kepadatan
sedang tergolong berstruktur tanah liat
yang berlanau.
Dengan analisis menggunakan
model Horton dari 5 lokasi kelompok
kepadatan sedang diperoleh kurva sebagai
berikut.
Laju Infiltrasi (mm/menit)
Model Horton
12
11
f horton arjosari
10
9
8
f horton merjosari
7
6
f horton bunulrejo
5
4
f horton pisangcandi
3
2
f horton bumiayu
1
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu (Menit)
Gambar 3 Model Horton Lokasi
Kepadatan Sedang
Dari penggabungan model Horton
5 lokasi yang tergolong kelompok
kepadatan sedang diatas diketahui lokasi di
Pisangcandi memiliki nilai laju infiltrasi
yang paling tinggi dari pada yang lain. Hal
ini disebabkan di Pisangcandi memiliki
kadar air yang paling rendah yaitu 10,74%
dan derajat kejenuhan yang paling rendah
pula yaitu 0,275. Perlu diketahui semakin
besar nilai derajat kejenuhan, maka tanah
tersebut semakin tergolong tanah jenuh.
Selain itu juga memiliki paling banyak
ruang pori sehingga dapat dikatakan tanah
tersebut gembur. Hal ini dapat dilihat dari
nilai porositasnya yang paling besar yaitu
52,8%. Menurut klasifikasi tanah USDA,
Pisangcandi tergolong tanah liat berpasir.
Dengan komposisi tanah dominan pasir,
banyaknya ruang pori pada tanah, dan
kadar air yang sangat rendah menyebabkan
lokasi di Pisangcandi ini memiliki laju
infiltrasi yang tinggi dari pada yang lain.
Sedangkan pada lokasi Merjosari
memiliki laju infiltrasi paling rendah
dikarenakan memiliki kadar air yang
paling tinggi yaitu 23,93%. Keadaan
tersebut yang menyebabkan lokasi
Merjosari memiliki laju infiltrasi yang
paling rendah.
Untuk 3 lokasi yang lain juga
memiliki laju infiltrasi yang berbeda-beda.
Walaupun ketiganya memiliki rata-rata
komposisi ukuran butiran yang sama yaitu
dominan pasir, tetapi banyak parameter
lain
yang
berbeda-beda
juga
mempengaruhi nilai dari laju infiltrasinya.
4.4 Analisis Lokasi Kepadatan Rendah
Dari 15 lokasi pengamatan di
lapangan akan diketahui 5 lokasi dengan
nilai ɣd rendah yaitu antara 1,13 gr/cm3 s/d
1,29 gr/cm3. Lokasi tersebut yaitu
Bandulan,
Karangbesuki,
Joyogrand,
Lowokwaru, dan Sukun. Dari hasil
pemeriksaan tanah diperoleh bahwa ratarata lokasi pada kepadatan rendah
mempunyai tekstur tanah yang sangat
beragam.
Dengan analisis menggunakan
model Horton dari 5 lokasi kelompok
kepadatan rendah diperoleh kurva sebagai
berikut.
4.5
5
f horton bandulan
4
f horton karangbesuki
3
f horton joyogrand
2
f horton lowokwaru
1
f horton sukun
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu (Menit)
Gambar 4 Model Horton Lokasi
Kepadatan Rendah
Dari penggabungan model Horton
5 lokasi yang tergolong kelompok
kepadatan rendah diatas diketahui lokasi di
Karangbesuki memiliki nilai laju infiltrasi
awal yang paling tinggi dari pada yang
lain. Hal ini disebabkan pada lokasi ini
memiliki kadar air yang paling rendah dari
pada lokasi lain yaitu 16,46% dan derajat
kejenuhan yang paling rendah pula yaitu
0,429. Selain itu di Karangbesuki juga
memiliki komposisi penyusun tanah utama
berupa pasir yaitu 68,2% serta memiliki
komposisi lempung yang sangat kecil yaitu
7,9%. Menurut klasifikasi tanah USDA
lokasi ini tergolong tanah liat berpasir.
Dengan komposisi penyusun utama tanah
berupa pasir dan kadar air yang rendah
menyebabkan lokasi di Karangbesuki ini
memiliki laju infiltrasi awal yang tinggi
dari pada yang lain.
Sedangkan pada lokasi Lowokwaru
memiliki laju infiltrasi paling rendah
dikarenakan memiliki kadar air paling
tinggi yaitu 35,99%. Selain itu lokasi ini
juga memiliki paling sedikit ruang pori
sehingga dapat dikatakan tanah tersebut
tanah padat. Hal ini dapat dilihat dari nilai
porositasnya yang paling kecil yaitu 48%.
Keadaan tersebut yang menyebabkan
lokasi Lowokwaru memiliki laju infiltrasi
yang paling rendah.
Untuk 3 lokasi yang lain memiliki
rata-rata laju infiltrasi yang relatif sama.
Walaupun ketiganya memiliki tekstur
tanah yang berbeda-beda, tetapi banyak
parameter
lain
juga
yang
bisa
mempengaruhi nilai dari laju infiltrasinya.
Pembahasan Laju Infiltrasi Model
Horton
Pendugaan laju infiltrasi dengan
model Horton yang telah dilakukan di 15
titik lokasi menghasilkan kuva model
Horton
yang
beranekaragam.
Keanekaragaman tersebut tidak lain
dikarenakan banyaknya parameter yang
berpengaruh terhadap laju infiltrasi.
Dari
ketiga
macam
variasi
kepadatan
tanah
yang
telah
dikelompokkan yaitu kepadatan tanah
tinggi, sedang, dan rendah diperoleh kurva
model Horton rata-rata seperti berikut.
Model Horton
Laju Infiltrasi (mm/menit)
Laju Infiltrasi (mm/menit)
Model Horton
6
6
5
f horton rata-rata
kepadatan tinggi
4
f horton rata-rata
kepadatan sedang
3
2
f horton rata-rata
kepadatan rendah
1
0
0
10
20
30
40
50
Waktu (Menit)
Gambar 5 Model Horton Seluruh
Variasi Kepadatan
Semakin tinggi kepadatan suatu
lokasi maka seharusnya semakin kecil laju
infiltrasinya. Sebaliknya jika semakin
rendah kepadatan suatu lokasi maka
seharusnya
semakin
besar
laju
infiltrasinya.
Dari kurva diatas diketahui lokasi
dengan kepadatan tinggi mempunyai laju
infiltrasi yang lebih rendah dibanding
lokasi dengan kepadatan sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa kepadatan tanah (ɣd)
akan mempengaruhi besar kecilnya laju
infiltrasi.
Sedangkan untuk kepadatan yang
rendah dari kurva di atas diperoleh nilai
laju infiltrasi yang relatif kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa besarnya laju
infiltrasi tidak hanya dipengaruhi oleh
kepadatan tanahnya saja tetapi parameter
yang lain seperti kadar air juga sangat
berpengaruh terhadap laju infiltrasi.
Diketahui bahwa lokasi dengan kepadatan
rendah memiliki kadar air rata-rata yang
sangat tinggi. Parameter kadar air inilah
yang menyebabkan laju infiltrasinya
sangat rendah, walaupun memiliki nilai ɣd
yang kecil.
4.6
Pembahasan
Hubungan
Laju
Infiltrasi dengan Kepadatan
Kapasitas infiltrasi merupakan nilai
laju infiltrasi yang maksimun. Dari nilai
kapasitas infiltrasi pada penelitian dapat
dibahas tentang hubungan kepadatan tanah
dengan besarnya kapasitas infiltrasi.
Dengan menggunakan regresi program
excel didapat kurva sebagai berikut.
Kapasitas Infiltrasi (mm/menit)
Perbandingan Kapasitas Infiltrasi dengan Berat Isi Tanah Kering
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
y = 0.144e1.950x
R² = 0.108
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
Berat Isi Tanah Kering (gr/cm 3)
Gambar 6 Kurva Perbandingan Kapasitas
Infiltrasi dengan Kepadatan
Dengan menggunakan regresi
exponential didapat nilai R2 = 0,108 berarti
10,8 % kapasitas infiltrasi dipengaruhi
oleh parameter kepadatan (ɣd), sisanya
89,2 % dipengaruhi oleh parameter yang
lain. Hal ini menunjukkan kurva diatas
tidak layak untuk dipergunakan karena
mempunyai R2 yang sangat rendah.
Dari hasil uji t antara kapasitas
infiltrasi dengan kepadatan maka dapat
diketahui
bahwa
kepadatan
tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap laju infiltrasi. Hal ini telah
dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan
variasi kepadatan yaitu kepadatan tinggi,
sedang, dan rendah didapat hasil laju
infiltrasi model Horton yang beragam.
Dalam kenyataan seharusnya semakin
kecil nilai kepadatan tanah suatu lokasi,
maka laju infiltrasinya akan semakin
besar. Tetapi hasil dari pengukuran di
lapangan
memperoleh
hasil
yang
berbanding
terbalik
dengan
teori
sebenarnya. Hal ini disebabkan lokasi
dengan kepadatan rendah memiliki kadar
air rata-rata yang sangat tinggi. Parameter
kadar air inilah yang menyebabkan laju
infiltrasinya sangat rendah, walaupun
memiliki nilai kepadatan yang kecil. Jadi
dapat disimpulkan bahwa lokasi yang
memiliki kepadatan tinggi ataupun rendah
tidak akan berpengaruh secara signifikan
terhadap besar kecilnya laju infiltrasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan studi ini
maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
 Besarnya nilai kepadatan (ɣd) suatu
lokasi tidak dapat dijadikan parameter
utama yang berpengaruh terhadap nilai
laju infiltrasinya. Hal ini dapat
dibuktikan dari uji analisis regresi yang
menunjukkan hubungan antara nilai
kepadatan dengan laju infiltrasi
maksimumnya memiliki nilai R2 yang
sangat rendah. Dari uji t hubungan
antara kepadatan dengan laju infiltrasi
maksimum dapat disimpulkan bahwa
parameter kepadatan tidak berpengaruh
terhadap laju infiltrasi.
5.2 Saran
Dalam pengukuran laju infiltrasi di
lapangan, sebaiknya tidak dilakukan pada
saat musim hujan dikarenakan kondisi
tanah sering dalam keadaan jenuh setelah
hujan turun. Selain itu kondisi lokasi di
lapangan juga harus ada ketetapan yang
jelas misalnya pemanfaatan lahan yang
sesuai. Data yang digunakan juga perlu
lebih banyak variasi agar memperoleh
hasil yang memuaskan. Sebaiknya itu
semua diperhatikan supaya hasil yang
didapat baik dan penelitian ini dapat
digunakan berkaitan dengan tata guna
lahan perkotaan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Asdak,C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Dewi, S. M. 2011. Statistika Dasar untuk
Teknik Sipil. Malang: Bargie Media
Darmawijaya, M. I. 1990. Klasifikasi
tanah: Dasar teori bagi peneliti
tanah dan pelaksana pertanian di
Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press
Hakim, dkk. 1986. Dasar-dasar Imu
Tanah. Lampung: Universitas
Lampung.
Hardiyatmo, H. C. 2012. Mekanika Tanah
I. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Islami, Wani. 1995. Hubungan Tanah, Air
dan Tanaman. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Januardin. 2008. Pengukuran Laju
Infiltrasi pada Tata Guna Lahan
yang Berbeda di Desa Tanjung
Selamat
Kecamatan
Medan
Tuntungan
Medan.
Medan:
Departemen Ilmu Tanah FP USU.
Kartasapoetra. 1989. Kerusakan Tanah
Pertanian dan Usaha Untuk
Merehabilitasinya. Jakarta: Bina
Aksara.
Maryono, A, 2004. Banjir, Kekeringan
dan Lingkungan. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Noorvy, D. 2000. Analisa Penentuan
Model
Infiltrasi
pada
Alat
Simulator Hujan Untuk Tanah
Lempung Berliat Jenuh Air. Skripsi
tidak dipublikasikan. Malang:
Universitas Brawijaya.
Pratama, H. A. 2012. Hasil Penelitian
Fakultas Teknik. Model Ekperimen
Pengaruh Kepadatan, Intensitas
Curah Hujan dan Kemiringan
Terhadap Resapan pada Tanah
Organik. Makasar: Fakultas Teknik
Universitas Hasanudin.
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi.
Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Soemarto, C. D. 2008. Hidrologi Teknik.
Surabaya:
Usaha
Nasional
Surabaya Indonesia.
Sosrodarsono, S. 1993. Hidrologi Untuk
Pengairan. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya
Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
Utomo, W. H. 1989. Erosi dan Konservasi
Tanah. Malang: IKIP Malang.
Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik.
Bandung: Penerbit ITB Bandung.
Download