1 - Repository | UNHAS - Universitas Hasanuddin

advertisement
MODEL EKSPERIMEN PENGARUH KEPADATAN, INTENSITAS
CURAH HUJAN DAN KEMIRINGAN TERHADAP RESAPAN PADA
TANAH ORGANIK
H. Arfan; [1]. A. R. Djamaluddin; [2]. A. Pratama.[3]
Abstract
Ground water is as a source of urban water is often only used, which is still less do conservation efforts.Unbridled has
not resulted in decreased utilization of ground water discharge and groundwater quality. Changes in land use in
catchment areas from development to development of residential, industrial and urban facilities is estimated to have
disrupted the hydrological cycle.In an effort to maximize the potential for ground water recharge, especially on organic
soils need to be conducted this research. The purpose of this research is: know the correlation between recharge
(infiltration) with variations in soil density, determine the correlation between recharge (infiltration) with variations in
rainfall intensity and knowing the correlation between recharge (infiltration) with variations in slope.The results showed
that the addition of the intensity of rainfall will increase the size of the catchment, where the absorption will be greater
if the rainfall intensity increases and the addition of soil density and percentage of slope will reduce the value of the
absorption itself, where the greater density of the soil and the slope of the land, the decreases the value of absorption
occurs.
Key words: Recharge (infiltration), organic soil, density, intensity of rainfall and slope of the land
1. LATAR BELAKANG
Air tanah sebagai salah satu sumber air
bersih
perkotaan
seringkali
hanya
dimanfaatkan, masih kurang dilakukan upayaupaya konservasi. Belum terkendalinya
pemanfaatan air tanah mengakibatkan
penurunan debit dan kualitas air tanah. Untuk
kawasan yang letaknya dekat dengan pantai
sangat rawan terhadap masuknya air laut ke
dalam lapisan akuifer (intrusi air asin).
Disamping itu, kekosongan lapisan
akuifer bebas dapat mengakibatkan terjadinya
penurunan permukaan tanah, yang berbahaya
bagi kehidupan dan infrastruktur. Perubahan
tata guna tanah di daerah resapan akibat
pembangunan
untuk
pengembangan
permukiman, industri dan fasilitas perkotaan
diperkirakan telah mengganggu rantai siklus
[1]. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
[2]. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
[3]. Mahasiswa Program S-1 Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
hidrologi. Pesatnya pembangunan fisik
sebagai dampak secara bersama dari
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,
pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan
pariwisata yang pesat, menyebabkan tutupan
lahan oleh bangunan-bangunan kedap air
(beton, aspal, dan sejenisnya) akan
menyebabkan berkurangnya resapan air hujan
ke dalam tanah, dan bertambah besarnya
larian permukaan (surface run off).
Disisi lain cadangan air tanah menjadi
sangat berkurang, karena larian permukaan ini
akan dengan cepat menuju ke saluran drainase
dan langsung terbuang ke laut. Dengan latar
belakang ini, sangat menarik untuk dilakukan
penelitian/studi terhadap potensi peresapan air
hujan dalam rangka pengendalian banjir dan
konservasi air tanah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan sangat menentukan
didalam perhitungan limpasan permukaan,
yang besarnya dapat diperoleh dari
pengamatan di lapangan. Besarnya intensitas
hujan akan tergantung pada lebat dan lamanya
hujan serta frekuensi hujan dengan
membandingkan antara tinggi hujan dengan
lamanya hujan dalam satuan mm/jam atau
dengan persamaan :
d
I  .................. (1)
t
V
d  ..................(2)
A
Dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
d = tinggi hujan (mm)
t = waktu (jam)
V = volume hujan dalam suatu daerah (mm3)
A = luas daerah hujan (mm2)
Curah
hujan
jangka
pendek
dinyatakan dalam intensitas per jam yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam).
Intensitas curah hujan rata-rata dalam t jam
(It), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Rt
It  ...............(3)
t
dimana:
Rt = curah hujan selama t jam
Keadaan dan intensitas curah hujan
dalam Tabel 1. Untuk penelitian ini, intensitas
curah hujan yang digunakan adalah intensitas
curah hujan yang diperoleh dari alat simulasi
hujan (rainfall simulator).
Tabel 1. Keadaan dan intensitas curah hujan
Keadaan
Curah Hujan
Hujan sangat ringan
Hujan ringan
Hujan normal
Hujan lebat
Hujan sangat lebat
Intensitas Curah
Hujan (mm)
1 Jam
24 Jam
<1
<5
1–5
5 - 20
5 – 10
20 – 50
10 – 20 50 – 100
>20
>100
Rumus yang digunakan untuk
menghitung intensitas curah hujan pada hujan
buatan dari alat simulasi hujan adalah sebagai
berikut:
V 
I 
  600 .............(4)
 A.t 
dimana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
V = volume air dalam container (ml)
A = luas container (cm2)
t = waktu (menit)
2.2.
Pemadatan Tanah
Percobaan
uji
pemadatan
di
laboratorium yang umum untuk mengetahui
berat kering maksimum dan kadar air
optimum adalah Proctor Compaction Test
(Uji Pemadatan Proctror). Proctor (1933)
telah mengamati bahwa ada hubungan yang
pasti antara kadar air dan berat volume kering
tanah padat. Pada uji Proctor, tanah
dipadatkan dalam sebuah cetakan silinder
mould bervolume 943,3 cm3. Diameter
cetakan tersebut adalah 101,6 cm. Tanah di
dalam mould dipadatkan dengan pemumbuk
yang beratnya 2,5 kg dengan ketinggian jatuh
30,5 cm. Pemadatan tanah tersebut dilakukan
dalam tiga lapisan dengan jumlah tumbukan
25 kali setiap lapisannya.
2.3.
Pengukuran Kapasitas Infiltrasi
Dan Laju Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air
(umumnya berasal dari curah hujan) masuk
kedalam tanah. Perkolasi merupakan proses
kelanjutan aliran air yang berasal dari
infiltrasi ke tanah yang lebih dalam.
Kebalikan dari infiltrasi adalah rembesan
(speege). Laju maksimal gerakan air masuk
kedalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas
hujan melebihi kemampuan tanah dalam
menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya
apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada
kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama
dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi
umumnya dinyatakan dalam satuan yang
sama dengan satuan intensitas curah hujan,
yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air
infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer
melalui proses evapotranspirasi akan menjadi
air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai
disekitar.
Salah satu proses yang berkaitan
dengan distribusi air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi
adalah proses masuk atau meresapnya air dari
atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air
hujan meresap ke dalam tanah maka kadar
lengas tanah meningkat hingga mencapai
kapasitas lapang. Pada kondisi kapasitas
lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan
mengisi daerah yang lebih rendah energi
potensialnya sehingga mendorong terjadinya
aliran antara (interflow) dan aliran bawah
permukaan lainnya (base flow). Air yang
berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula
bergerak ke segala arah (ke samping dan ke
atas) dengan gaya kapiler atau dengan
bantuan penyerapan oleh tanaman melalui
tudung akar. Proses infiltrasi sangat
ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang
masuk kedalam tanah dalam suatu periode.
waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi
pada suatu tempat akan semakin kecil seiring
kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu
laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah
yang kemudian disebut laju perkolasi.
A. Menggunakan Alat Rainfall Simulator
Prinsip dasar alat ini adalah pembuat
hujan buatan dengan bermacam-macam
intensitas sesuai yang dikehendaki. Hujan
buatan ini akan menyirami suatu petak tanah
dengan luasan tertentu yang sebanding
dengan ukuran dari perangkat alat ini. Hujan
buatan dioperasikan dengan intensitas sesuai
dengan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
sejak saat yang sama semua air yang keluar
dari petak tanah dicatat. Pencatatan terus
dilakukan sampai suatu saat debit yang keluar
dari petak tanah tersebut mencapai nilai tetap.
Bila keadaan ini telah tercapai, maka hujan
buatan dapat dihentikan. Pada keadaan
demikian berarti telah tercapai keseimbangan
antara hujan, limpasan ( aliran permukaan )
dan infiltrasi.
Pada saat hujan buatan telah
dihentikan tidak berarti debit yang keluar dari
petak tanah itu terhenti. Oleh karena masih
ada tampungan permukaan, maka masih
terdapat aliran keluar dari petak tanah
tersebut. Jadi pengukuran debit masih harus
terus dilakukan sampai debit yang keluar dari
petak tanah sama dengan nol. Setelah alat
berjalan bebrapa lama, selisih I ( intensitas)
dan q (limpasan) menjadi hamper konstan, ini
berarti bahwa fa sudah hamper tercapai.
Sesudah hujan buatan dihentikan, limpasan
tidak langsung berhenti, tetapi mengalami
resesi karena masih ada sisa air tertahan di
permukaan sebagai air detensi karenanya
infiltrasi masih terus terjadi, meskipun
kecepatannya kecil.
Hidrograf limpasan yang dihasilkan
akan mempunyai suatu cabang naik (selama
hujan) dan suatu cabang menurun (setelah
berhentinya hujan). Jumlah (i-q) pada setiap
waktu antara nol dan te menunjukkan
kehilangan dan sama dengan jumlah infiltrasi
(F) dan cadangan detensi (D), fa ditentukan
bila perbedaan (i-q) tetap konstan. Selama
operasi, limpasan permukaan dan intensitas
hujan diukur secara terpisah. Nilai kumulatif
ditentukan sebagai berikut :
P = ∫ (i) dt................................(5)
Q = ∫ (q) dt..............................(6)
F = ∫ (fc) dt..............................(7)
F = ( P – Q – D ).....................(8)
( Q3 + Fr) = (qr + fr)............(9)
dengan :
D = Limpasan sisa massa +
infiltrasi sisa massa
P = Kumulatif hujan (ml)
Q = Kumulatif (ml)
F = Kumulatif infiltrasi (ml)
B. Model Horton
Model Horton adalah salah satu
model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas
infiltrasi
berkurang
seiring
dengan
bertambahnya waktu hingga mendekati nilai
yang konstant. Ia menyatakan pandangannya
bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih
dikontrol oleh faktor yang beroperasi di
permukaan tanah dibanding dengan proses
aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan
untuk pengurangan laju infiltrasi seperti
penutupan retakan tanah oleh koloid tanah
dan pembentukan kerak tanah, penghancuran
struktur permukaan lahan dan pengangkutan
partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan
air hujan. Model Horton dapat dinyatakan
secara matematis mengikuti persamaan
berikut :
f  fc   fo  fce  kt ..............(10)
Keterangan : f : laju infiltrasi nyata (cm/h)
fc : laju infiltrasi tetap (cm/h)
fo : laju infiltrasi awal (cm/h)
k : konstanta geofisik
t : waktu
Model ini sangat simpel dan lebih
cocok untuk data percobaan. Kelemahan
utama dari model ini terletak pada penentuan
parameternya fo, fc, dan k dan ditentukan
dengan data-fitting. Meskipun demikian
dengan kemajuan sistem komputer proses ini
dapat dilakukan dengan program spreadsheet
sederhana.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Pengujian pada penelitian ini mengikuti
prosedur sebagai berikut:
1. Tanah yang digunakan merupakan tanah
organik.
2. Tanah yang digunakan adalah tanah yang
lolos saringan No.4
3. Melakukan penguijan intensitas curah
hujan pada alat Rainfall Simulator untuk
menentukan variasi curah hujan yang akan
digunakan.
4. Tanah yang lolos saringan No.4,
kemudian dilakukan uji karakteristik fisik
tanah untuk memperoleh jenis tanah yang
digunakan. Pengujiannya antara lain:
i. Uji kadar air
ii. Uji Berat Jenis Spesifik (Gs)
iii. Uji Batas konsistensi (Shrinkage
Limit, Plastic Limit, Liquid Limit)
iv. Analisa ukuran butir tanah (Analisa
saringan)
5. Setelah melakukan uji fisik tanah,
kemudian dilanjutkan dengan uji mekanik
tanah, yaitu Uji pemadatan tanah
(kompaksi) untuk menentukan hubungan
kadar air dan berat isi tanah yang
mengacu pada SNI 03-1742-1989.
6. Setelah didapatkan kadar air optimum
tanah, lalu dilanjutkan dengan pembuatan
sampel tanah.
7. Memasukkan sampel pada wadah
pengujian kemudian memadatkan sampel
tersebut
dengan
cara
melakukan
penumbukan sebanyak 25 kali pada tiap
lapisan tanah.
8. Melakukan pengujian resapan dengan
menggunakan alat Rainfall Simulator.
Dengan variasi sampel yang tercantum
pada tabel 2.
Tabel.2. Sampel Pengujian
Variasi Sampel Pengujian
Kepadatan tanah 60 % + intensitas curah hujan 17 46 mm/jam + kemiringan 100 - 200
Kepadatan tanah 70 % + intensitas curah hujan 17 46 mm/jam + kemiringan 100 - 200
4. Analisa Data
Hasil pengujian karakteristik tanah yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil pemeriksaan tanah
No
Uraian
Satuan
Nilai
A.
Distribusi Butiran
1
Fraksi Kasar
%
65.15
2
Fraksi Halus
%
34.85
B.
Batas-batas Atterberg
1
Batas Cair (LL)
%
75.66
2
Batas Plastis (PL)
%
65.28
3
Indeks Plastisitas
(IP)
%
10.38
%
23.92
gr/cm3
1.23
%
28.75
%
28.75
2.1 Berat isi kering 1
gr/cm3
0.738
2.2 Berat isi kering 2
gr/cm3
0.861
3.1 Kepadatan 1
%
60
3.2 Kepadatan 2
%
70
4
C.
1
Batas Susut (SL)
Kepadatan
Laboratorium
Berat isi kering
maksimum
2
Kadar air optimum
D.
Kondisi Penelitian
1
Kadar air
2
Berat isi kering
3
Kepadatan
ket.
Plastisita
s sedang
4.1 Hasil Pengujian Intensitas Curah
Hujan
Intensitas curah hujan yang digunakan
dalam penelitian terdapat tiga variasi yaitu 17,
28 dan 46 mm/jam. Untuk memperoleh
intensitas hujan yang dikehendaki tersebut di
atas dilakukan dengan cara coba-coba yaitu
dengan mengubah tinggi air dalam bak
penampungan air yang dapat memberikan
tekanan
yang
berbeda-beda
sehingga
menghasilkan intensitas yang bervariasi pula.
Intensitas hujan buatan dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
V 
I 
  600 .............(11)
 A.t 
Dimana :
I= intensitas hujan (mm/jam)
V = volume air dalam kontainer (ml)
A = luas permukaan kontainer (cm2)
t = waktu (menit)
4.2 Hasil Dan Pembahasan Laju Resapan
(Infiltrasi)
Hasil perhitungan besarnya laju
resapan (infiltarsi) untuk setiap variasi tingkat
kepadatan tanah, variasi intensitas curah
hujan dan kemiringan tanah. Dapat dilihat
pada contoh perhitungan di bawah ini :
Contoh perhitungan laju infiltrasi pada tanah
kepadatan 60 %, intensitas curah hujan 17
mm/jam dan kemiringan 100.
Perhitungan total tampungan :
Volume hujan = I  t  A
I : intensitas hujan = 17 mm/jam
t : waktu = 1 menit
A : luas permukaan tanah = 250.000 mm2
Volume hujan tiap menit :
V=
Dari
persamaan
tersebut
menunjukkan
bahwa
intensitas
hujan
berbanding lurus dengan debit serta
berbanding terbalik dengan luas penampang
dan lamanya hujan. Hasil perhitungan
intensitas hujan buatan terangkum dalam tabel
3.
Tabel 3. Pengukuran intensitas hujan buatan.
Variasi
1
2
3
Bukaan
piringan (°)
Putaran
piringan
(rpm)
Tekanan
pompa
(bar)
Bukaan
piringan (°)
Putaran
piringan
(rpm)
Tekanan
pompa
(bar)
Bukaan
piringan (°)
Putaran
piringan
(rpm)
Tekanan
pompa
(bar)
Luas
Cont.
(A)
Waktu
(t)
Intensitas (I)
Keseragaman
cm²
Menit
mm/jam
Cu
41.18
10
17
60.678
10
100
17
 1  250.000
60
= 70.833,333 mm3 = 70,833 cm3
= 70,833 ml
Total tampungan = Sqr x ( 1 + fa/qa )
Sqr : volume limpasan setelah hujan
dihentikan = 430 ml
fa : kapasitas infiltrasi maksimum ( V – qa ) =
48,333 ml
qa : limpasan permukaan maksimum = 660
ml
J
adi, total tampungan
= 430 x ( 1 + 48,333/660 )
= 461,49 ml
Total tampungan per menit = 7,691 ml
0.6
Berikut ini tabel-tabel hasil perhitungan laju
infiltrasi
10
130
41.18
10
28
74.545
41.18
10
46
75.901
0.6
10
150
0.6
Tabel 4 Perhitungan laju infiltrasi pada kepadatan tanah 60 %, intensitas curah hujan 17 mm/jam dan
kemiringan 100.
Kumulatif
Kumulatif
Aliran
Kumulatif
Kumulatif
Waktu
Laju Infiltrasi
Hujan
Permukaan
Tampungan
Infiltrasi
menit
( ml )
( ml )
( ml )
( ml )
(ml )
(ml/menit)
(mm/jam)
ke
10
20
30
40
50
60
708.333
1416.667
2125.000
2833.333
3541.667
4250.000
15
655
1300
1950
2605
3265
76.915
153.830
230.745
307.660
384.575
461.490
616.418
1224.255
1818.510
2394.184
2946.275
3469.785
616.418
607.837
594.255
575.673
552.092
523.510
616.418
607.837
594.255
575.673
552.092
523.510
10.274
10.131
9.904
9.595
9.202
8.725
Tabel 5 Rekapitulasi Nilai Laju Infiltrasi Pada Variasi Kepadatan Tanah 60%, Intensitas Curah Hujan 17
mm/jam - 46 mm/jam Dan Kemiringan 100 - 200
Laju infiltrasi ( mm/jam ) pada Kepadatan 60 %
Waktu
Intensitas curah hujan
17 mm /jam
28 mm /jam
46 mm /jam
menit kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan
ke
100
150
200
100
150
200
100
150
200
10
10.273
10.117
9.953
16.788
16.563
16.423
28.844
28.695
28.449
20
10.130
9.900
9.405
16.575
16.042
16.096
28.104
27.973
26.898
30
9.904
9.434
9.025
16.196
15.355
15.186
27.281
27.001
25.097
40
9.594
9.134
8.561
15.734
14.918
14.359
26.375
25.945
23.130
50
9.201
8.751
7.763
15.188
14.148
13.366
25.469
24.640
21.079
60
8.725
7.951
6.716
14.642
13.294
12.205
24.229
23.085
19.028
Tabel 6 Rekapitulasi Nilai Laju Infiltrasi Pada Variasi Kepadatan Tanah 70%, Intensitas Curah Hujan 17
mm/jam - 46 mm/jam Dan Kemiringan 100 - 200
Laju infiltrasi ( mm/jam ) pada Kepadatan 70 %
Waktu
Intensitas curah hujan
17 mm /jam
28 mm /jam
46 mm /jam
menit kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan
ke
100
150
200
100
150
200
100
150
200
10
10.043
9.811
9.607
16.361
16.206
16.072
28.459
27.501
27.165
20
9.753
9.455
8.631
16.054
15.746
15.477
27.334
25.670
24.664
30
9.297
9.015
7.571
15.665
14.869
14.549
26.042
23.588
21.996
40
8.674
8.243
6.428
15.192
13.908
13.537
24.667
21.339
19.244
50
7.967
7.303
5.285
14.469
12.781
12.359
23.209
18.840
16.409
60
7.094
6.197
3.892
13.413
11.404
10.764
21.501
16.092
13.325
4.3 Hasil Resapan Dengan Metode Horton
Model persamaan Horton adalah
sebagai berikut :
f = fc + (fo – fc)e-Kt...........(11)
dimana K adalah : konstanta
Nilai K diperoleh dari persamaan = -1/0.434
m. Dan nilai m = diambil dari persamaan
gradien kurva infiltrasi antara waktu infiltrasi
dan nilai log ( f – fc ).
Sebagai contoh berikut ini adalah
perbandingan hasil perhitungan nilai infiltrasi
pada kepadatan tanah 60 %, intensitas 17
mm/jam dan kemiringan 100 dibandingkan
dengan menggunakan model Horton.
Tabel 8. Perhitungan parameter infiltrasi
waktu (t)
Kapasitas
infiltrasi
(f)
(jam)
(mm/jam)
0.00
10.274
8.725
1.549
0.190
0.10
10.131
8.725
1.406
0.148
0.20
9.904
8.725
1.179
0.072
0.30
9.595
8.725
0.870
-0.060
0.40
9.202
8.725
0.477
-0.321
0.50
8.725
8.725
0.000
fc
f - fc
Grafik perbandingan nilai laju infiltrasi antara perhitungan dan
model Horton
log (ffc)
perhitungan
horton
Infiltrasi (mm/jam)
11.00
10.00
9.00
8.00
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
Waktu (jam)
Gambar 2. Grafik perbandingan nilai laju infiltrasi
antara perhitungan dan model Horton
Kurva mencari nilai m pada kepadatan 60%, Intensitas 17
mm/jam dan kemiringan 10
5. Pembahasan
0.50
0.40
Waktu
0.30
y = -0.7245x + 0.204
0.20
0.10
-0.400
-0.300
-0.200
-0.100
0.00
0.000
0.100
0.200
0.300
log (f - fc)
Gambar 1. Kurva mencari nilai pada kepadatan 60
%, Intensitas 17 mm/jam dan kemiringan 100
Setelah memperoleh persamaan regresi linear
y = -0.7245 x + 0.204. Maka nilai m = 0.7245 dan diperoleh nilai K = -3,18. Lalu
dimasukkan ke persamaan model Horton dan
diperoleh nilai infiltrasi horton dalam tabel
berikut.
Persamaan Model Horton :
f = 8,725 + 1,549e -3.18t
t
(jam)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
Infiltrasi
(mm/jam)
10.274
9.852
9.545
9.322
9.159
9.041
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai
infiltrasi akan menurun jika kemiringan
permukaan tanah bertambah. Nilai infiltrasi
pada menit ke-10 kepadatan tanah 60 %,
intensitas 17 mm/jam dan kemiringan 100
adalah 10,273 mm/jam sedangkan nilai
infiltrasi pada menit ke-10 kepadatan tanah 60
%, intensitas curah hujan 17 mm/jam dan
kemiringan 150 adalah 10,117 mm/jam.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai
infiltrasi akan meningkat jika intensitas curah
hujan ditingkatkan. Nilai infiltrasi pada menit
ke-10 kepadatan tanah 60 %, intensitas 17
mm/jam dan kemiringan 100 adalah 10,273
mm/jam sedangkan nilai infiltrasi pada menit
ke-10 kepadatan tanah 60 %, intensitas curah
hujan 28 mm/jam dan kemiringan 100 adalah
16,788 mm/jam.
Dan dari tabel 5 dapat dilihat bahwa
nilai infiltrasi akan menurun jika kepadatan
tanah bertambah. Nilai infiltrasi pada menit
ke-10 kepadatan tanah 60 %, intensitas 17
mm/jam dan kemiringan 100 adalah 10,273
mm/jam sedangkan nilai infiltrasi pada menit
ke-10 kepadatan tanah 70 %, intensitas curah
hujan 17 mm/jam dan kemiringan 100 adalah
10,043 mm/jam. Tabel hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
6. Kesimpulan
Perbandingan nilai infiltrasi antara
hasil perhitungan dan model Horton dapat
dilihat pada grafik di bawah ini :
Berdasarkan
hasil
penelitian
di
laboratorium tentang hubungan resapan
dengan variasi intensitas curah hujan,
kepadatan dan kemiringan tanah dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hubungan antara resapan dengan variasi
intensitas adalah berbanding lurus,
dimana resapan akan meningkat jika
intensitas yang diberikan juga meningkat.
Dalam pengujian ini resapan maksimum
terjadi pada intensitas 46 mm/jam (hujan
sangat
lebat)
sedangkan
resapan
minimum terjadi pada intensitas 17
mm/jam (hujan normal).
2. Hubungan antara resapan dengan variasi
kepadatan adalah berbanding terbalik,
Resapan akan meningkat jika tingkat
kepadatannya menurun. Dalam pengujian
ini resapan maksimum terjadi pada
kepadatan 60% (0.738 gr/cm3) sedangkan
resapan minimum terjadi kepadatan 70%
(0.861 gr/cm3)
3. Hubungan antara resapan dengan variasi
kemiringan tanah adalah berbanding
terbalik, resapan akan menurun jika
kemiringan tanah ditambah.
7. Daftar Pustaka
Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan
Teknik Sipil Universitas Hasanuddin,
2010. Penuntun Praktikum Mekanika
Tanah, Makassar.
Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil
Universitas
Hasanuddin,
2010.
Penuntun Praktikum
Hidrolika,
Makassar.
Wesley, LD.1997.Mekanika Tanah .Badan
Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.
Ummu, Abidah, 2008, Studi Eksperimental
Pengaruh Intensitas Curah Hujan Dan
Kepadatan
Tanah
Terhadap
Kemampuan Infiltrasi Dan Limpasan
Permukaan Pada Suatu Lereng, Skripsi,
Program
Sarjana
Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Masnawir, Yusran, 2004. Studi Eksperimental
Hubungan Intensitas Curah Hujan
Dengan Kapasitas Infiltrasi, Skripsi,
Program Sarjana Uiversitas Hasanuddin,
Makassar.
M.Das,Braja,1993. Mekanika Tanah (Prinsipprinsip Rekayasa Geoteknis),Erlangga,
Jakarta.
Soewarno, 1991. Hidrologi Pengukuran dan
Pengolahan Data Aliran Sungai
(Hidrometri), Nova, Bandung.
Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya
Tanah dan Air, Andi, Yogyakarta.
Anonim, 1992, Instruction Manual Rainfall
Simulator, Armfield Ltd., Hampshire,
London.
Das, Braja M,.Endah, Noor. Dan Mochtar,
Indrasurya B.1988,
Mekanika Tanah
(Prinsip-Prinsip Rekayasa Goeteknik)-Jilid
I, Erlangga Jakarta.
Das, Braja M,.Endah, Noor. Dan Mochtar,
Indrasurya B.1988,
Mekanika Tanah
(Prinsip-Prinsip Rekayasa Goeteknik)-Jilid
II, Erlangga Jakarta.
Hardyatmo, Hary Crhistiady.2002, Mekanika
Tanah
2
Edisi
Kedua,
UGM
Press.Yogyakarta
Bunga, Elifas., (2002), Studi Kapasitas Infiltrasi
I
d
t
d
V
A
Melalui Percobaan Laboratorium, Thesis,
Fakultas Teknik Pascasarjana, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Rt
t
V 
I 
  600
 A.t 
It 
P   i dt
Q   q dt
F    fcdt
F  P  Q  D
Q3  Fr   qr  fr 
f  fc   fo  fce  kt
Grafik perbandingan nilai laju infiltrasi antara perhitungan dan
m odel Horton
perhitungan
horton
Infiltrasi (mm/jam)
11.00
10.00
9.00
8.00
0.00
0.10
0.20
0.30
Waktu (jam )
Kurva mencari nilai m pada kepadatan 60%, Intensitas 17
mm/jam dan kemiringan 10
0.50
0.40
Waktu
0.30
y = -0.7245x + 0.204
0.20
0.10
-0.400
-0.300
-0.200
-0.100
0.00
0.000
log (f - fc)
0.100
0.200
0.300
0.40
0.50
0.60
Download