Tengah Volume 1 Nomor 1.indd - Jurnal Universitas Padjadjaran

advertisement
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
Identifikasi Pola Penggunaan Antibiotik sebagai Upaya Pengendalian
Resistensi Antibiotik
Ivan S. Pradipta1, Ellin Febrina1, Muhammad H. Ridwan1, Rani Ratnawati2
1
Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Indonesia
2
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam, Bandung, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jumlah dan pola penggunaan antibiotik pada pasien rawat
inap di salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Data penggunaan antibiotik diperoleh dari instalasi
farmasi pada Februari–September 2011. Data diolah dengan metode ATC/DDD dan DU90%. Terdapat
390,98 DDD/100 hari rawat dan 381,34 DDD/100 hari rawat pada total penggunaan antibiotik tahun
2009 dan 2010. Sebanyak 39 jenis antibiotik dikonsumsi pada tahun 2009 dan terdapat 11 jenis antibiotik yang masuk segmen 90% penggunaan (seftriakson, amoksisilin, sefotaksim, siprofloksasin, levofloksasin, metronidazol, sefiksim, doksisiklin, tiamfenikol, sefodoksim, sefaleksin). Tahun 2010 terdapat 44
jenis antibiotik yang dikonsumsi, 18 jenis antibiotik yang masuk segmen 90% penggunaan (seftriakson,
siprofloksasin, amoksisilin, sefiksim, levofloksasin, sefadroksil, sefotaksim, metronidazol, tiamfenikol,
doksisiklin, klindamisin, kloramfenikol, amikasin, sulbaktam, gentamisin, streptomisin, sefoperazon,
kanamisin). Terdapat penurunan penggunaan antibiotik yang diikuti penurunan jumlah hari rawat pada
tahun 2009–2010, tetapi jenis dan jumlah antibiotik yang masuk ke dalam segmen 90% penggunaan
meningkat.
Kata kunci: Penggunaan antibiotik, ATC/DDD, DU90%, resistensi antibiotik
Identification of Antibiotic Use Pattern as an Effort to Control
Antibiotic Resistance
Abstract
The objective of this study is to determine quantity and pattern of antibiotic use in hospitalized patients at one of Bandung’s private hospital that can give benefit in control of antibiotic resistance and
procurement planning of antibiotic. Data of antibiotic consumption were obtained from hospital pharmacy department on February–September 2011. Data were processed using the ATC/DDD and DU90%
method. There were 390,98 DDD/100 bed days and 381,34 DDD/100 bed days total of an-tbiotic use in
2009 and 2010. Thirty nine antibiotic were consumed in 2009 within 11 kind of antibiotics in DU90%
segment (ceftriaxone, amoxicillin, cefotaxime, ciprofloxacin, levofloxacin, metronidazole, cefixime,
doxycycline, thiamphenicol, cefodoxime, cefalexin) and 44 antibiotic were consumed in 2010 within
18 kind of antibiotics in DU90% segment (ceftriaxone, ciprofloxacin, amoxicillin, cefixime, levofloxacin, cefadroxil, cefotaxime, metronidazole, thiamphenicol, doxycycline, clindamycin, chloramphenicol,
amikacin, sulbactam, gentamycin, streptomycin, cefoperazone, canamycin). There were decline of antibiotic use that followed decline number of bed days/year in 2009–2010, but in both antibiotic kind and
quantity of DU90% antibiotic group were increased.
Key words: Antibiotic utilization, ATC/DDD, DU90%, antibiotic resistance
Korespondensi: Ivan S. Pradipta, M.Sc., Apt., Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
Sumedang, Indonesia, email: [email protected]
16
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
Pendahuluan
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang
menempati urutan penyakit papan atas di Indonesia.1 Tingginya angka kejadian infeksi menyebabkan tidak terhindarkannya penggunaan
antibiotik sebagai salah satu obat anti infeksi.
Hal tersebut meningkatkan peluang terjadinya
insiden penggunaan antibiotik yang tidak rasional yang dapat menyebabkan kejadian resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik telah
menjadi perhatian masyarakat di seluruh belahan dunia, hal tersbut memerlukan kesadaran
bersama akan adanya hubungan antara tingkat
resistensi antibiotik dengan pola penggunaan
antibiotik.2,3 Informasi mengenai pola penggunaan antibiotik dapat digunakan sebagai
alat deteksi dini adanya ketidakrasionalan dan
sebagai sumber informasi dalam pengendalian
resistensi antibiotik.2
Sistem ATC/DDD (ATC/Anatomical Therapeutic Chemical, DDD/Defined Daily Dose )
merupakan sistem klasifikasi dan pengukuran
penggunaan obat yang saat ini telah menjadi
salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian penggunaan obat.4 Pada tahun
1996 WHO menyatakan sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional untuk
studi penggunaan obat, sekaligus menetapkan
WHO Collaborating Centre for Drug Statistic
Methodology untuk memelihara dan mengembangkan sistem ATC/DDD.5 Evaluasi penggunaan obat dapat dengan mudah dibandingkan dengan menggunakan metode ATC/DDD.
Perbandingan penggunaan obat di tempat yang
berbeda sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya perbedaan substansial yang menuntun
dilakukannya evaluasi, yang pada akhirnya
akan mengarahkan pada identifikasi masalah
dan perbaikan sistem penggunaan obat.6,7
Metode DU90% (Drug Utilization 90%)
merupakan metode yang menunjukkan pengelompokan obat yang masuk kedalam segmen
90% penggunaan, yang sering digunakan bersamaan dengan metode ATC/DDD. Penilaian
17
terhadap obat yang masuk kedalam segmen
90% diperlukan untuk menekankan segmen
obat tersebut dalam hal evaluasi, pengendalian penggunaan dan perencanaan pengadaan
obat.8-10 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kuantitas dan pola konsumsi
antibiotik pada pasien rawat inap salah satu
rumah sakit swasta di Bandung, dengan menggunakan metode berstandar internasional yang
dapat bermanfaat dalam upaya pengendalian
resistensi antibiotik dan dalam perencanaan
pengadaan antibiotik di rumah sakit.
Metode
Penelitian berlangsung pada bulan Februari–
September 2011. Data agregat penggunaan
antibiotik pasien rawat inap pada tahun 2009–
2010 diperoleh dari instalasi farmasi sebuah
rumah sakit swasta di Kota Bandung dengan
tidak mengikutsertakan data penggunaan obat
antiTBC. Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan metode ATC/DDD dengan unit
pengukuran DDD/100 hari rawat/tahun. Kode
ATC dan DDD masing-masing antibiotik yang
digunakan pada periode penelitian dapat diakses melalui http://www.whocc.no/atc_ddd_index/.
Data masing-masing jenis antibiotik yang
diperoleh, dikelompokkan berdasarkan pengelompokkan ATC dengan kode J01 yang
menunjukkan kode antiinfeksi untuk penggunaan sistemik. Data tersebut kemudian dihitung penggunaannya selama tahun 2009–
2010 menggunakan satuan DDD/100 hari
rawat, yang diperoleh dengan cara membagi
total penggunaan obat pada periode penelitian (dalam satuan DDD) dengan total hari
rawat per 100. Total hari rawat inap diperoleh
dari jumlah akumulasi hari rawat inap seluruh pasien pada periode penelitian. Segmen
penggunaan antibiotik terbanyak ditetapkan
berdasarkan metode DU90%, dengan mengurutkan persentase penggunaan pada periode penelitian dari yang terbesar hingga yang
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
terkecil yang kemudian diambil segmen 90% gan jumlah delapan golongan antibiotik, yaitu
penggunaan terbanyak.
kuinolon, penisilin, sefalosporin, makrolida,
tetrasiklin, kloramfenikol, aminoglikosida
Hasil
dan kelompok golongan antibiotik lain-lain.
Berdasarkan formularium rumah sakit seTerdapat sebanyak delapan golongan antibio- tempat yang termasuk ke dalam kelompok
tik yang digunakan selama tahun 2009, yaitu antibiotik lain-lain yaitu klindamisin, foskuinolon, penisilin, sefalosporin, makrolida, fomisin, linkomisin, linezolid, metronidazol,
tetrasiklin, kloramfenikol, aminoglikosida dan polimiksin, teikoplanin, vankomisin, tigasikelompok golongan antibiotik lain-lain. Total lin. Pola Konsumsi Antibiotik pada periode
penggunaan antibiotik pada tahun 2009 seba- penelitian, selama tahun 2009 dapat di lihat
nyak 390,98 DDD/100 hari rawat.
pada Tabel 1, sedangkan profil penggunaan
Pada tahun 2010 penggunaan antibiotik jenis antibiotik selama tahun 2009 di rumah
sebanyak 381,34 DDD/100 hari rawat, den- sakit setempat dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Pola konsumsi antibiotik pasien rawat inap sebuah rumah sakit swasta di Bandung
berdasarkan golongan antibiotik periode tahun 2009-2010
Informasi
2009
2010
Penggunaan antibiotik (DDD/100 hari rawat) :
169,92
168,86
Sefalosporin
112,7
Kuinolon
90,5
Penisilin
79,63
60,3
25,23
13,6
Antibiotik lain-lain
5,97
Makrolida
3,87
9,53
5,01
Tetrasiklin
7,4
Kloramfenikol
6,7
Aminoglikosida
5,6
7,5
Jumlah hari rawat (hari rawat/tahun)
20.299
20.206
Total penggunaan (DDD/100 hari rawat)
390,98
381,34
Berdasarkan Tabel 1, pola konsumsi antibiotik golongan penisilin mengalami tren
penurunan, sedangkan golongan kuinolon
menunjukkan tren kenaikan. Hal tersebut
kemungkinan terjadi karena pergeseran tren
penggunaan antibiotik penisilin yang umumnya digunakan sebagai terapi infeksi saluran
pernapasan beralih ke golongan lain, seperti
kuinolon, sefalosporin atau golongan lainnya.
Tingginya kejadian infeksi saluran pernapasan
di rumah sakit tempat penelitian berlangsung
membutuhkan evaluasi penggunaan antibiotik
18
infeksi saluran pernapasan, khususnya antibiotik penisilin yang umum digunakan di rumah
sakit maupun komunitas. Evaluasi tersebut
bermanfaat untuk meminimalisir efek buruk
penggunaan antibiotik meliputi resistensi antibiotik, adverse drug reaction, dan peningkatan beban biaya obat pasien. Berdasarkan pola
konsumsi golongan antibiotik (Tabel 1), maka
dapat diketahui golongan antibiotik yang masuk ke dalam segmen 90% penggunaan. Segmen DU90% penggunaan dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
30
25
20
15
2009
10
2010
5
0
Gambar 1 Pola konsumsi antibiotik yang masuk kedalam segmen DU90% pada pasien rawat
inap sebuah rumah sakit swasta di Bandung pada tahun 2009–2010
Pembahasan
Terjadi penurunan yang tidak signifikan pada
total hari rawat dari tahun 2009–2010. Pada tahun 2009 jumlah hari rawat mencapai 20.299
hari, sedangkan pada tahun 2010 menurun
menjadi 20.206 hari. Total penggunaan antibiotik pada tahun 2009 seba-nyak 390,98
DDD/100 hari rawat. Hal tersebut menunjukkan pada tahun 2009 dalam 1 hari rawat inap
terdapat 3,9 DDD antibiotik yang digunakan
pada pasien rawat inap.
Penggunaan antibiotik tahun 2010 sebanyak 381,34 DDD/100 hari rawat dengan
jumlah golongan antibiotik sebanyak 8 golongan, yaitu kuinolon, penisilin, sefalosporin,
makrolida, tetrasiklin, kloramfenikol, aminoglikosida dan kelompok golongan antibiotik lain-lain. Hal tersebut menunjukkan tren
penurunan penggunaan antibiotik yang sejalan dengan penurunan hari rawat.
Berdasarkan Tabel 1, pola konsumsi golongan penisilin mengalami tren penurunan,
sedangkan golongan kuinolon meunjukkan
tren kenaikan. Hal tersebut dimungkinkan
19
telah terjadi pergeseran tren penggunaan antibiotik penisilin yang umumnya digunakan sebagai terapi infeksi saluran pernapasan yang
mungkin beralih ke golongan lain, seperti
kuinolon, sefalosporin atau golongan lainnya.
Tingginya kejadian infeksi saluran pernapasan di rumah sakit tempat penelitian berlangsung membutuhkan evaluasi penggunaan
antibiotik-antibiotik infeksi saluran pernapasan, khususnya antibiotik penisilin yang umum
digunakan di rumah sakit maupun komunitas.
Evaluasi penggunaan tersebut bermanfaat untuk meminimalkan efek buruk penggunaan
antibiotik meliputi resistensi antibiotik, adverse drug reaction, dan peningkatan beban
biaya obat pasien.
Berdasarkan pola konsumsi golongan antibiotik yang ditampilkan pada Tabel 1, maka
dapat diketahui golongan antibiotik yang masuk kedalam segmen 90% penggunaan. Segmen DU90% penggunaan dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2. Penggunaan golongan antibiotik yang masuk dalam segmen
90% penggunaan tahun 2009–2010 menunjukkan tidak ada perubahan tren penggunaan.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
Golongan antibiotik yang masuk ke dalam
segmen DU90% dengan urutan yang terbesar
hingga terkecil berturut-turut yaitu sefalosporin, kuinolon, penisilin dan golongan antibiotik lain-lain. Golongan sefalosporin pada
tahun 2009–2010 menjadi antibiotik yang paling banyak digunakan. Hal tersebut dikarenakan golongan sefalosporin merupakan golongan antibiotik yang memiliki spektrum luas
(broad spectrum) sehingga dapat digunakan
sebagai terapi empiris untuk berbagai jenis infeksi. Golongan sefalosporin dapat digunakan
sebagai antibiotik alternatif terapi untuk infeksi saluran pernapasan selain golongan penisilin dan kuinolon. Peningkatan penggunaan
golongan antibiotik tersebut perlu diikuti dengan evaluasi sensitivitas dan ketepatan penggunaan.
45
40
35
30
DU 90 %
25
20
15
10
5
0
Sefalosporin
Tetrasiklin
Kuinolon
Kloramfenikol
Penisilin
Aminoglikosida
AB lain-lain
Makrolida
Gambar 1 Segmen DU90% golongan antibiotik yang dikonsumsi oleh pasien rawat inap
sebuah rumah sakit swasta di Bandung tahun 2009
50
40
30
DU 90 %
20
10
0
Sefalosporin
Kloramfenikol
Kuinolon
Aminoglikosida
Penisilin
Makrolida
AB lain-lain
Tetrasiklin
Gambar 2 Segmen DU90% golongan antibiotik yang di konsumsi oleh pasien rawat inap
sebuah rumah sakit swasta di Bandung tahun 2010
20
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
Tabel 2 Pola konsumsi jenis antibiotik pasien rawat inap sebuah rumah sakit swasta di
Bandung tahun 2009
No.
Antibiotik
DDD
%
Segmen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
Ceftriaxone
Amoxicillin
Cefotaxime
Ciprofloxacin
Levofloxacin
Metronidazole
Cefixime
Doxycycline
Thiamphenicol
Cefodoksim
Cefalexin
Netilmicin
Kanamycin
Streptomycin
Trimetroprim
Cefotiam
Cefaclor
Cefrozil
Cefadroxil
Cefditoren pivoxil
Cefdinir
Chloramphenicol
Cefoperazone
Clarithromycin
Azithromycin
Spiramycine
Roxithromycine
Sulbenicillin
Phenoxymethil penicillin
Ampicillin
Ofloxacin
Moxifloxacin
Ciprofloxacin
Pipemidic acid
Tetrasiklin
Linkomisin
Klindamisin
Polymixin
Sulfametoksazol
Total
93,16
78,04
49,32
36,25
34,13
21,15
13,51
8,97
7,52
7,01
6,35
0,35
0,92
0,95
0,74
2,78
1,02
0,95
1,54
0,51
0,67
1,62
2,03
0,61
0,21
1,87
0,21
1,15
1,98
1,57
1,75
1,49
1,57
1,69
1,75
1,95
1,75
1,15
0,79
390,98
21
23,83
19,96
12,61
9,27
8,73
5,41
3,46
2,29
1,92
1,79
1,62
0,09
0,24
0,24
0,19
0,71
0,26
0,24
0,39
0,13
0,17
0,41
0,52
0,16
0,05
0,48
0,05
0,29
0,51
0,40
0,45
0,38
0,40
0,43
0,45
0,50
0,45
0,29
0,20
100
90%
10%
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
Tabel 3 Pola konsumsi jenis antibiotik pasien rawat inap sebuah rumah sakit swasta di Bandung tahun 2010
No.
Antibiotik
DDD
%
Segmen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Ceftriaxone
Ciprofloxacin
Amoxicillin
Cefixime
Levofloxacin
Cefadroxil
Cefotaxime
Metronidazole
Thiamphenicol
Doxycycline
Klindamisin
Kanamycin
Chloramphenicol
Amikacin
Sulbactam
Gentamisin
Streptomycin
Sefoperazone
Seftazidime
Cefazoline
Dibekacin
Netilmicin
Cefradine
Cefotiam
Meropenem
Cefditoren pivoxil
Sulbactam
Klaritromisin
Azitromisin
Erythromycin
Spiramycine
Sulbenicillin
Meixam
Phenoxymethil penicillin
Piperacillin
Ofloxacin
Moxifloxacin
Asam Pipemidat
Tetrasiklin
Sefuroksim
Osfomycin
Sulfametoksazol
Trimetroprim
Linkomisin
Total
79,26
76,53
52,72
40,75
28,13
13,05
11,64
6,56
5,84
5,75
4,54
4,18
3,53
2,51
2,17
2,11
2,09
2,05
2,03
2,01
2
1,95
1,94
1,84
1,75
1,75
1,7
1,69
1,67
1,65
1,6
1,59
1,51
1,49
1,45
1,44
1,32
1,27
1,1
0,96
0,95
0,48
0,47
0,3
381,84
22
20,78
20,07
13,83
10,69
7,38
3,42
3,05
1,72
1,53
1,51
1,19
1,10
0,93
0,66
0,57
0,55
0,55
0,54
0,53
0,53
0,52
0,51
0,51
0,48
0,46
0,46
0,45
0,44
0,44
0,43
0,42
0,42
0,40
0,39
0,38
0,38
0,35
0,33
0,29
0,25
0,25
0,13
0,12
0,08
100
90%
10%
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
Terdapat 39 jenis antibiotik yang di konsumsi pada tahun 2009 dengan 11 jenis antibiotik masuk ke dalam segmen 90% penggunaan terbanyak, sedangkan pada tahun 2010
terdapat 44 jenis antibiotik yang digunakan
dengan 18 jenis antibiotik yang masuk ke
dalam segmen 90% penggunaan terbanyak.
Pola konsumsi jenis antibiotik pada tahun
2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 2 dan
Tabel 3.
Banyaknya variasi jenis antibiotik yang
digunakan menyebabkan rentannya insiden
resistensi antibiotik dan meningkatkan peluang munculnya resistensi terhadap antibiotik
yang digunakan. Salah satu kebijakan dalam
menekan angka kejadian resistensi antibiotik
adalah memberlakukan pembatasan penggunaan antibiotik. Dengan adanya pembatasan
antibiotik, maka dapat dimungkinkan dilakukan suatu penggantian tren penggunaan
antibiotik pada suatu periode tertentu. Kebijakan pembatasan penggunaan dapat dilakukan melalui penyusunan petunjuk penatalaksanaan terapi yang dibuat oleh pihak rumah
sakit yang didasarkan pada Evidence Based
Medicine (EBM) dan pola resistensi antibiotik
rumah sakit setempat. Sosialisasi dan ketaatan
akan penggunaan petunjuk penatalaksanaan
rumah sakit menjadi hal yang penting dalam
menyukseskan kebijakan pembatasan penggunaan antibiotik.
Terdapat perubahan tren penggunaan antibiotik kelompok DU90%, sefpodoksim dan
sefaleksim merupakan antibiotik yang masuk
ke dalam segmen DU90% pada tahun 2009,
namun tidak masuk ke dalam segmen DU90%
pada tahun 2010. Hal yang sebaliknya ditunjukkan pada tren penggunaan 9 jenis antibiotik, yaitu sefadroksil, klindamisin, kanamisin, kloramfenikol, amikasin, sulbaktam,
gentamisin, streptomisin, sefoperazon, dimana
antibiotik tersebut pada tahun 2009 tidak masuk ke dalam segmen DU90%, namun masuk
ke dalam segmen DU90% pada tahun 2010.
Peningkatan penggunaan yang signifikan ter23
jadi pada penggunaan antibiotik jenis siprofloksasin dan sefiksim, sedangkan penurunan
penggunaan yang signifikan terlihat pada jenis
antibiotik amoksisilin sefotaksim dan metronidazol. Pola konsumsi antibiotik pada tahun 2009–2010 dapat dilihat pada Gambar 1.
Adanya suatu perubahan tren penggunaan
jenis antibiotik tersebut dapat bermanfaat
sebagi informasi dalam hal pengadaan obat
untuk tahun berikutnya. Kelompok antibiotik yang mengalami tren peningkatan penggunaan hendaknya direncanakan penyediaan
obat tersebut untuk ditingkatkan, begitupun
sebaliknya. Namun analisis pengadaan berdasarkan pola konsumsi tersebut akan lebih
baik jika di analisis polanya dalam kurun
waktu 3–5 tahun untuk menguatkan analisis
fluktuasi tren penggunaan obat.
Simpulan
Terjadi penurunan konsumsi antibiotik pada
tahun 2009–2010 yang diikuti oleh penurunan total hari rawat. Akan tetapi terdapat
peningkatan penggunaan antibiotik, yaitu 39
jenis antibiotik pada tahun 2009, dengan 11
jenis antibiotik masuk segmen DU90% dan
44 jenis antibiotik pada tahun 2008, dengan
18 jenis antibiotik yang masuk ke dalam segmen DU90%. Perlu dilakukan studi kualitatif
mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik,
khususnya antibiotik yang masuk ke dalam
segmen DU90% sebagai upaya pengendalian
resistensi antibiotik.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Universitas Padjadjaran, Bandung atas bantuan dana penelitian yang diberikan melalui
skema DIPA BLU UNPAD tahun 2011.
Daftar Pustaka
1. Nelwan RHH. Pemakaian antimikroba se-
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
2.
3.
4.
5.
6.
Volume 1, Nomor 1, Maret 2012
cara rasional di klinik. Dalam: Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid III. Ed: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
K, Setiati S. Edisi IV. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI: Jakarta. 2007.
Metz-Gercek S, Maieron A, Strauss R,
Wieninger P, Apfalter P, Mittermayer H.
Ten years of antibiotic consumption in ambulatory care: trends in prescribing practice and antibiotic resistance in Austria.
BMC Infectious Diseases, 2009, 9: 61.
Castro-Orozco R, Barreto-Maya AC,
Guzmán-Álvarez H, Ortega-Quiroz RJ,
Benítez-Peña L. Antimicrobial resistance
pattern for gram-negative uropathogens
isolated from hospitalised patients and
outpatients in Cartagena, 2005–2008. Revista de Salud Pública, 2010, 12(6): 1010–
1019.
World Health Organization. Drug utilization and their applications. Introduction to
Drug Utilization Research. World Health
Organization: Oslo. 2003.
Birkett DJ The future of ATC/DDD and
drug utilization research. WHO Drug Information, 2002, 3: 238–239.
Bergman U, Risinggård H, Vlahović-
24
Palcevski V, Ericsson O. Use of antibiotics
at hospitals in Stockholm: a benchmarking project using internet. Pharmacoepidemiology and Drug Safety, 2002, 13(7):
465–471.
7. Gordana P, Jović Z, Vasić K. Application
of the ATC/DDD methodology to compare
antibiotic utilization in two university hospital surgical departments. Metabolism,
2005, 12(3): 174–178.
8. Goossens H, Ferech M, Vander SR, Elseviers M. Outpatient antibiotic use in
Europe and association with resistance: a
cross-national database study. The Lancet,
2005, 365(9459): 579–587.
9. Sketris IS, Metge CJ, Ross JL, MacCara
ME, Comeau DG, Kephart GC, Blackburn
JL. The use of the world health organisation anatomical therapeutic chemical/defined daily dose methodology in Canada.
Drug Information Journal, 2004, 38(1):
15–27.
10.de With K, Bestehorn H, Steib-Bauert M,
Kern WV. Comparison of defined versus
recommended versus prescribed daily doses for measuring hospital antibiotic consumption. Infection, 2009, 37(4): 349–352.
Download