BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1 Landasan Teori 1.1.1 Manajemen Pengertian manajemen diartikan oleh Stoner dan Freeman dalam Wibowo (2007:1) juga dikatakan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengawasi pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi yang tersedia untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen juga didefinisikan oleh Daft dalam Wibowo (2007: 2) adalah pencapaian tujuan organisasional dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengawasi sumber daya organisasional. 1.1.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Manajemen sumber daya manusia (MSDM) yang dinyatakan oleh Mathis & Jackson dalam Widodo (2015:3) dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap perusahaan. Manajemen sumber daya manusia (MSDM), merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi, dan masyarakat yang dinyatakan dalam Sutrisno (2009:6). Dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah suatu ilmu dan seni mengatur tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan. Dalam tugasnya manajemen sumber daya manusia dapat dikelompokkan atas tiga fungsi menurut Umar dalam Sutrisno (2009:7), yaitu: 1. Fungsi manajerial: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. 11 12 2. Fungsi operasional: pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaa, dan pemutusan hubungan kerja. 3. Fungsi ketiga adalah kedudukan manajemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Tujuan MSDM dinyatakan Cushway dalam Sutrisno (2009:7) adalah: 1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa organisasi memiliki pekerja yang bermotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal. 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya. 3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM. 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini mencapai tujuannya. 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja dan manajemen organisasi. 6. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM. 1.1.2 Komunikasi Korporat Istilah lain dari PR yang dinyatakan oleh Ardianto (2013:3) adalah hubungan masyarakat (humas), corporate communicarion (komunikasi korporat), communication (komunikasi), corporate relations (hubungan korporat), corporate affairs (hubungan korporat), corporate public affairs (hubungan public perusahaan), corporate marketing and communication (pemasaran dan komunikasi perusahaan), corporate secretary (hubungan perusahaan), public affairs (hubungan publik), public information (informasi publik). Corporate communication (komunikasi korporat) dan communication (komunikasi), nama lain PR yang sering digunakan oleh sejumlah perusahaan besar, baik swasta maupun Negara. Istilah komunikasi dalam Sulistyorini (2015:1), berasal dari bahasa latin communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari kata communico yang artinya membagi. 13 Definisi komunikasi menurut Cangara dalam Sulistyorini (2015:2) banyak ragamnya namun pada dasarnya tidak terlepas dari komponen atau unsur atau elemen utama yakni: 1. Sumber atau pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain. 2. Pesan (message) adalah maksud atau isi pesan yang akan disampaikan oleh suatu pihak kepada pihak lain. 3. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. Untuk komunikasi antar-pribadi (tatap muka) maka medianya adalah udara yang mengalirkan getaran nada atau suara. 4. Penerima atau komunikate (receiver) yakni pihak yang menerima pesan dari pihak lain. 5. Umpan balik atau feedback adalah tanggapan yang berasal dari penerima pesan atau isi pesan yang disampaikannya. Definisikan komunikasi korporat yang dinyatakan oleh Goldhaber dalam Sulistyorini (2015:6) adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau terus berubah. Kalimat ini mengandung 7 konsep kunci komunikasi korporat yakni: 1. Proses yang terbuka dinamis. 2. Pesan yang efektif artinya pesan diartikan sama dengan apa yang dimaksud. 3. Jaringan yakni pertukaran pesan melewati orang-orang. 4. Saling tergantung artinya orang sebagai sistem terbuka (keputusan harus memikirkan implikasi secara menyeluruh). 5. Hubungan bisa hanya hubungan sederhana yakni terdiri dari 1 atau orang hingga hubungan yang kompleks 6. Lingkungan yakni lingkungan internal dan eksternal 7. Ketidakpastian yang diakibatkan perbedaan informasi yang tersedia dengan yang diharapkan Komunikasi korporat adalah kegiatan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi manajemen yang luas untuk komunikasi organisasi ke dalam (internal) maupun 14 eksternal yang dinyatakan oleh Sulistyorini (2015:36). Komunikasi korporat dapat meliputi kegiatan-kegiatan tradisional meliputi: 1. Public relations yakni kegiatan investor relations, employee relations, community relations, media relations, labor relations, dan government relations. 2. Advertising 3. Technical communications 4. Training and employee development 5. Marketing communications 6. Management communications Kegiatan komunikasi korporat terbagi menjadi dua yakni untuk audiens internal dan untuk audiens eksternal. Gambar 2.1 Ilustrasi Kegiatan Ilmu Komunikasi Sumber: (Sulistyorini, 2015) Kegiatan internal public relations adalah kegiatan yang ditunjukan untuk publik internal organisasi yakni karyawan, asisten manajer, manajer, pemegang saham, dewan direksi perusahaan, dewan pengawas dan sebagainya. Salah satu kegiatan komunikasi internal adalah komunikasi dengan karyawan yang memiliki tujuan akhir untuk mendongkrak kinerja karyawan, namun sering kali aktivitas- 15 aktivitas ini tidaklah mudah, karena sering kali mengalami hambatan yang harus diselesaikan lewat proses komunikasi yang baik. Pada akhirnya karyawan harus memahami keinginan organisasi secara timbal balik. Dan dari sisi karyawan sendiri akan terpuaskan harapan-harapannya yakni kebutuhan untuk diperhatikan oleh organisasi, karyawan merasa dihargai sehingga memiliki motivasi yang kuat dan muncul kreativitas serta keinginan untuk berprestasi kerja secara maksimal. Komunikasi korporat penting dinyatakan oleh Argenti dalam Sulistyorini (2015:6), menjelaskan komunikasi korporat adalah hal penting karena: a. Kita hidup di era komunikasi yang makin canggih dimana informasi berjalan secepat kilat sebagai hasil pengembangan teknologi. b. Masyarakat sudah makin cerdas memahami suatu organisasi, ditandai dengan sikap kritis menghadapi isu-isu terkait korporat dan cenderung skeptis dalam memandang niat-niat korporat. c. Keragaman bentuk kemasan informasi sudah semakin cantik. d. Organisasi sudah semakin kompleks. 1.1.2.1 Komunikasi Internal Kegiatan komunikasi internal adalah kegiatan yang ditunjukkan untuk publik internal organisasi yakni karyawan, asisten manajer, manajer, pemegang saham, dewan direksi perusahaan, dewan pengawas dan sebagainya yang dijelaskan dalam Sulistyorini (2015:45). Salah satu kegiatan komunikasi internal adalah komunikasi dengan karyawan. Peranan, fungsi, dan tugas seorang Public Relations Officer untuk membina hubungan komunikasi masyarakat internal. Peranan tersebut menuntut seorang praktisi PR atau Humas untuk dapat menjadi corong informasi dari para karyawan kepada pihak perusahaan, atau sebaliknya mampu bertindak sebagai mediator dari perusahaan (pimpinan) terhadap para karyawannya. Disamping itu pihak Humas mampu mempertemukan atau menyampaikan tujuan dan keinginan-keinginan dari pihak karyawan kepada perusahaan atau sebaliknya dari pihak perusahaan terhadap para karyawannya (bertindak sebagai komunikator dan mediator). Komunikasi internal timbal balik yang dilaksanakan oleh PR atau Humas dalam Ruslan (2012:276) dapat dilakukan melalui beberapa jalur, yaitu: a. Komunikasi arus ke bawah (downward communication), yakni dari pihak perusahaan kepada para karyawannya. Media yang digunakan dalam 16 bentuk komunikasi lisan (perintah dan instruksi), dan tulisan (nota dinas, peraturan, surat edaran dan lain-lain). b. Komunikasi arus ke atas (upward communication), yaitu dari pihak karyawan kepada perusahaan. Media komunikasi baik dalam bentuk lisan maupun tulisan (laporan dan informasi) mengenai pelaksanaan tugas. c. Komunikasi sejajar (sideways communication) yang berlangsung antarkaryawan. Media komunikasi yang biasa dipakai adalah berupa pemberitahuan, pengumuman, sampai kepada penggunaan media Humas (Media of Public Relations), yaitu seperti buletin, majalah internal dan news letter. Komunikasi hubungan masyarakat internal itu dapat menjadi komunikasi yang efektif menurut Ruslan (2012:276-277), apabila: a. Adanya keterbukaan manajemen perusahaan (open management) terhadap para karyawannya. b. Saling menghormati atau menghargai (mutual appreciation) antara satu sama lain, baik ia bertindak sebagai pimpinan maupun sebagai bawahan demi tercapainya tujuan utama perusahaan. c. Adanya kesadaran atau pengakuan dari pihak perusahaan akan nilai-nilai dari arti pentingnya suatu “komunikasi timbal balik” dengan para karyawannya. d. Keberadaan seorang Humas (Public Relations), yang tidak hanya memiliki keterampilan (skill) dan berpengalaman sebagai seorang komunikator, mediator dan hingga persuader, tetapi juga harus didukung dengan sumber-sumber daya teknis yang canggih dan sekaligus sebagai media komunikasinya, seperti kemampuan mengelola dan membuat media komunikasi. Atasan yang mampu mendengarkan dan memberi solusi bagi permasalahan anak buah, bisa jadi menjadi kunci penentu kepuasan komunikasi. Kemudian infoinfo kegiatan perusahaan terkait keberadaan karyawan, prestasi dan capaiannya dipastikan juga menjadi pemicu kepuasan komunikasi yang memicu motivasi dan mengantarkan pada produktivitas kerja lebih tinggi. 17 1.1.2.2 Hubungan Karyawan Hubungan karyawan sering disebut juga sebagai publik internal (employee relations) atau disebut sebagai relasi dengan karyawan, hubungan kepegawaian atau hubungan masyarakat internal. Menurut Cutlip dan Center dalam Ruslan (2012:273274) pengertian publik internal atau dikenal employee relations, yaitu sekelompok orang yang bekerja (karyawan atau pegawai) di dalam suatu organisasi atau lembaga atau perusahaan. Hubungan kepegawaian (employee relations) dalam Ruslan (2012:271) tidak dilihat dalam pengertian yang sempit, yaitu sama dengan hubungan industrial yang hanya menekankan pada unsur proses “produksi dan upah” yang terkait dengan “lingkungan kerja”. Pengertiannya lebih dari itu, hubungan tersebut dipengaruhi oleh hubungan komunikasi internal antar karyawan dan manajemen perusahaan yang efektif. Dapat disimpulkan bahwa hubungan kepegawaian adalah sekelompok karyawan yang bekerja di perusahaan tertentu dan dipengaruhi oleh adanya hubungan komunikasi antar karyawan dan yang bekerja di perusahaan tersebut. Efektivitas hubungan masyarakat internal memerlukan suatu kombinasi antara: a. Sistem manajemen yang sifatnya terbuka (open management). b. Kesadaran pihak manajemen terhadap nilai dan pentingnya memelihara komunikasi timbal balik dengan para karyawan. c. Kemampuan manajer Humas, yang memiliki keterampilan manajerial (managerial skill) serta berpengalaman atau mendapat dukungan kualitas pada “sumber daya” manusia, pengetahuan (knowledge), media dan teknis komunikasi yang dipergunakan. Karyawan atau pekerja merupakan aset yang cukup penting dalam suatu perusahaan. Nyatanya karyawan itu sendiri terkait erat dengan status atau kedudukan yang saling berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, mempunyai perbedaanperbedaan yang cukup mencolok. 18 Pada prinsipnya karyawan tersebut memiliki keinginan yang sama terhadap pihak pimpinan atau perusahaan menurut Ruslan (2012:274) yaitu sebagai berikut: 1. Upah yang diberikan cukup dan layak 2. Ingin mendapatkan perlakuan yang adil dan sama dalam hal kesempatan untuk berkarir dari perusahaan dan meraih prestasi kerja yang maksimal sesuai dengan kemampuan. 3. Iklim tempat bekerja yang kondusif dan penuh ketenangan serta mendapat penghargaan yang baik dari pimpinan. 4. Keinginan-keinginan atau perasaan yang mendapat saluran positif dan diakui atau dihargai oleh perusahaanataupimpinan. Hubungan dengan karyawan adalah hal penting dari komunikasi internal. Hasil akhir dari relasi dengan karyawan mengarah pada sikap-sikap positif yakni karyawan merasa dihargai dan diperhatikan oleh pimpinan perusahaan, selain itu juga rasa memiliki atau sense of belonging, motivasi, kreativitas dan ingin mencapai prestasi kerja. 1.1.2.2.1 Kegiatan Publik Internal Kegiatan publik internal dalam suatu organisasi atau perusahaan dapat dilaksanakan dalam bentuk berbagai macam aktivitas dan program menurut Ruslan (2012:278-279) antara lain: 1. Program pendidikan dan latihan Program pendidikan dan latihan dilaksanakan oleh perusahaan, dalam upaya meningkatkan kinerja dan keterampilan (skill) karyawan, dan kualitas maupun kuantitas pemberian jasa pelayanan dan lain sebagainya. 2. Program motivasi kerja berprestasi Program tersebut dikenal dengan istilah Achievement Motivation Training (AMT), di mana dalam pelatihan tersebut diharapkan dapat mempertemukan antara motivasi dan prestasi (etos) kerja serta disiplin karyawan dengan harapan-harapan atau keinginan dari pihak perusahaan dalam mencapai produktivitas yang tinggi. 3. Program penghargaan Program penghargaan yang dimaksud di sini adalah upaya pihak perusahaan (pimpinan) memberikan suatu penghargaan kepada karyawan, 19 baik yang berprestasi kerja maupun cukup lama masa pengabdian pekerjaan. Dalam hal ini, penghargaan yang diberikan itu menimbulkan loyalitas dan rasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi terhadap perusahaan. 4. Program acara khusus Program acara khusus yakni merupakan program khusus yang sengaja dirancang di luar bidang pekerjaan sehari-hari, misalnya dalam rangka event ulang tahun perusahkan kegiatan keagamaan, olahraga, lomba dan hingga berpiknik bersama yang dihadiri oleh pimpinan dan semua para karyawannya. Kegiatan dan program tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kekraban bersama di antara sesame karyawan dan pimpinan. 5. Program media komunikasi internal Membentuk media komunikasi internal melalui bulletin, news release (majalah dinding) dan majalah perusahaan atau PR yang berisikan pesan, informasi dan berita yang berkaitan dengan kegiatan antarkaryawan atau perusahaan dan pimpinan. Maksud dan tujuan kegiatan komunikasi hubungan masyarakat internal yang dilaksanakan oleh humas melalui kegiatan public internal antara lain sebagai berikut: a. Sebagai sarana komunikasi internal secara timbal balik yang dipergunakan dalam suatu organisasi atau perusahaan. b. Untuk menghilangkan kesalahpahaman atau hambatan dalam komunikasi antara manajemen perusahaan dengan karyawannya. c. Sebagai sarana saluran atau alat komunikasi dalam upaya menjelaskan tentang kebijaksanaan, peraturan dan ketatakerjaan dalam sebuah organisasi atau perusahaan. d. Sebagai media komunikasi internal bagi pihak karyawan untuk menyampaikan keinginan-keinginan atau sumbang saran dan informasi serta laporan pihak manajemen perusahaan (pimpinan). 20 1.1.3 Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan kognisi dan keterampilan yang digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah dinyatakan oleh Probst, Raub dan Romhardt dalam Nawawi (20112:19) Pengetahuan dikaitkan dengan lima kategori. Isi atau kandungan intelektualitas dan mentalitas manusia dapat diklasifikasikan dengan lima kategori menurut Ackoff dalam Nawawi (2012:19-20) yaitu: a. Data: berupa simbol-simbol. b. Informasi: data yang diproses agar dapat dimanfaatkan, informasi menjawab tentang who, what, when, dan where. c. Knowledge: aplikasi data dan informasi dan menjawab pertanyaan how. d. Understanding: mengapresiasi pertanyaan why. e. Wisdom: evaluasi dari understanding. Gambar 2.2 Hierakri Data, Informasi, Knowledge, Wisdom (DIKW) Sumber: (Nawawi, 2012) 21 1.1.4 Manajemen Pengetahuan Manajemen pengetahuan dinyatakan oleh Davidson dan Philip Voss dalam Nawawi (2012:2) sebagai sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan perusahaan. Tannebaum memberikan pemahaman terhadap manajemen pengetahuan dalam Nawawi (2012:2) yaitu manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tiwana menyatakan dalam Nawawi (2012:61) bahwa manajemen pengetahuan terdapat terminologi proses yang bervariasi terbagi dalam tiga proses utama, yaitu: 1. Knowledge akuisisi, penambahan pengetahuan dalam perspektif manajemen pengetahuan yang berorientasi pada pengetahuan yang dibutuhkan organisasi. 2. Knowledge sharing, tahapan deseminasi dan menyediakan pengetahuan pada saat yang tepat untuk karyawan yang membutuhkan. 3. Knowledge utilitation, penggunaan pengetahuan untuk menangani berbagai masalah dalam berbagai situasi. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam uraian manajemen pengetahuan, di antaranya seperti berikut: 1. Tacit knowledge, pengetahuan yang terletak di otak atau melekat dalam diri seseorang yang diperolehnya melalui pengalaman dan pekerjaan. 2. Explicit knowledge, segala bentuk pengetahuan yang sudah direkam dan didokumentasikan, sehingga lebih mudah didistribusikan dan dikelola. 3. Intellectual capital, pengetahuan mentransformasikan bahan-bahan mentah dan membuatnya menjadi bernilai, yang terdiri atas human capital, structural capital, dan customer capital. 1.1.4.1 Berbagi Pengetahuan Berbagi pengetahuan menurut Akram & Bokhari dalam (Nurofi, 2013) adalah memindah pengetahuan dari satu orang ke orang lain untuk mengambil pengetahuan dari luar dan kemudian mengadopsinya. 22 Berbagi pengetahuan dinyatakan oleh Sajjadi dalam (Nurofi, 2013) adalah seperangkat perilaku termasuk pertukaran informasi dan pengetahuan untuk membantu orang lain yang terkait dengan pekerjaan mereka. Dapat disimpulkan bahwa berbagi pengetahuan adalah suatu proses dimana individu saling bertukar informasi dan pengetahuan satu dengan yang lain untuk membantu pekerjaan mereka. Terdapat beberapa alasan mengapa orang tidak senang untuk berbagi knowledge yang terdapat di dalam Nawawi (2012:82-83), yaitu: 1. Mau untuk berbagi, tetapi tidak punya waktu untuk mengerjakannya. 2. Tidak ada keterampilan dalam teknik manajemen pengetahuan. Tidak memahami manajemen pengetahuan dan keuntungannya. 3. Kurangnya teknologi yang sesuai (oppropriate). 4. Tidak ada tanggung jawab untuk tindak lanjut (commitment) dari manajer senior. 5. Tidak ada biaya untuk manajemen pengetahuan, kegagalan budaya untuk mendorong berbagi knowledge (sharing knowledge). Inti dari manajemen pengetahuan menurut Tobing dalam Nawawi (2012:166) adalah knowledge sharing atau knowledge transfer karena melalui knowledge sharing terjadi peningkatan value dari knowledge yang dimiliki perusahaan. budaya knowledge sharing merupakan budaya yang perlu ditumbuhkan dan dirangsang dalam sebuah perusahaan yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dengan efektif. Karena sharing merupakan pondasi bagi proses learning dan melalui sharing tercipta kesempatan yang lebih luas untuk learning. Tanpa learning, tidak akan ada inovasi dan tanpa inovasi, perusahaan tidak akan bertumbuh atau bahkan tidak dapat bertahan. 23 Tabel 2.1 Penghambat Proses Transfer Pengetahuan dan Cara Mengatasinya Pertentangan Kemungkinan dan Jalan Keluarnya Kurangnya kepercayaan Membangun hubungan dan kepercayaan melalui pertemuan dengan tatap muka Perbedaan kultur, bahasa, referensi Menciptakan pemahaman yang sama melalui pendidikan, diskusi, publikasi, berkelompok rotasi pekerjaan Tiadanya waktu dan tempat Menetapkan waktu dan tempat transfer pertemuan; ide sampai mengenai pengetahuan: pecan, ruangan bekerja produktif percakapan, laporan konferensi Status dan penghargaan terhadap Evaluasi kinerja dan menyediakan pemilik pengetahuan insentif berdasarkan atas beberapa yag dibagi Kurangnya kapasitas menyerap dan Mendidik karyawan agar lebih fleksibel: penerima menyediakan waktu untuk belajar, menggaji atas keterbukaan ide-ide Kepercayaan bahwa pengetahuan Mendorong pendekatan nonhierarki merupakan hak-hak istimewa terhadap pengetahuan; kualitas ide lebih kelompok tertentu penting daripada status sumber Tidak toleran kesalahan atau Menerima dan menghargai kesalahan kebutuhan membantu kreatif dan kolaborasi; tidak kehilangan status karena tidak mengetahui segalanya Sumber: (Nawawi, 2012) Transfer pengetahuan, baik yang bersifat spontan, terstruktur maupun tidak terstruktur merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesasn organisasi. Ketika teknologi informasi telah berkembang dengan baik, seperti e-mail, chatiing, dan sebagainya, ternyata tatap muka merupakan saluran untuk mentransfer pengetahuan yang lebih penting. Alasannya adalah pengetahuan yang terbatinkan (tacit knowledge) maupun ambisi anggota organisasi sangat susah ditransfer melalui teknologi. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mentransfer pengetahuan di 24 antaranya dengan memberi tugas-tugas baru kepada anggota organisasi, sehingga diharapkan dapat membantu menyerap dan melahirkan pengetahuan baru. Melakukan transfer pengetahuan pada organisasi menurut Nawawi (2012:82) adalah dengan cara berikut: a. Mendesain ruang percakapan. Organisasi yang mempunyai ruang percakapan secara khusus merupakan bagian penting bagi kehidupan organisasi sehari-hari. Oleh karena itu, cara ini dapat digunakan dalam salah satu strategi melakukan transfer pengetahuan. Dalam organisasi, kebiasaannya percakapan itu sering terjadi di kantin atau kafetaria, namun alangkah baiknya kalau disediakan satu ruangan khusus bagi karyawan untuk bertemu secara informal sambil bersantai. b. Melakukan pekan pengetahuan atau forum terbuka. Organisasi dalam melakukan transfer pengetahuan dapat melalui berbagai cara. Dapat melalu lintas departemen atau lintas unit kerja dalam organisasi. beberapa diantaranya dapat membuat satu lokasi dan menugaskan kepada karyawannya untuk berinteraksi secara informal. Dengan metoda piknik, dapat menyediakan peluang pertukaran antar karyawan mengenai hal-hal yang belom pernah mereka perbincangkan terkait dengan pekerjaan mereka sehari-hari dan masih banyak metoda lainnya. 1.1.4.2 Budaya Berbagi Pengetahuan Budaya berbagi pengetahuan merupakan bagian dari budaya organisasi dan inti dari budaya manajemen pengetahuan. Indikator berbagi pengetahuan menurut Nawawi (2012:169) adalah: 1. Peranan kepemimpinan, berupa kemampuan merumuskan visi, keterlibatan langsung, pemberian dukungan dan advokasi. 2. Budaya perusahaan yang memberikan iklim kepercayaan dan keterbukaan. 3. Adanya kemauan dari pimpinan organisasi untuk mempromosikan knowledge sharing dan kolaborasi. 4. Perusahaan menghargai knowledge, pembelajaran, dan inovasi. 5. Kemampuan organisasi dalam mengeksekusi proses transformasi dengan mulus dan efektif. 25 1.1.5 Disiplin Kerja Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya yang dinyatakan oleh Singomedjo dalam Sutrisno (2009:86). Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Latainer mengartikan disiplin dalam Sutrisno (2009:87) sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah kesediaan dan kerelaan yang ada di dalam diri karyawan sehingga karyawan dapat menyesuaikan diri pada keputusan untuk menaati peraturan dan norma-norma dari pekerjaan dan perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin karyawan dinyatakan oleh Singomedjo dama Sutrisno (2009:89) adalah: 1. Besar kecilnya pemberian kompensasi. Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusahan untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar. 2. Ada tidaknya keteladanan pemimpin dalam perusahaan. Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam perusahaan, bahkan sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang mempengaruhi disiplin 26 dalam perusahaan, karena pimpinan dalam suaru perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan intruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. Karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan di informasikan kepada mereka. Disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang telah disepakati bersama. 4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan. Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Dalam situasi demikian, maka semua karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya sendiri dalam perusahaan. Sebaliknya, bila pimpinan tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin, tetapi tidak ditegur atau dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan. 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apa pun juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya dalam 27 perusahaan. Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin tentulah atasan langsung para karyawan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan karyawan. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung sering disebut WASKAT. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan. Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. 7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain: a. Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan. b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut. c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun. Organisasi dan perusahaan yang baik menurut Singomedjo dalam Sutrisno (2009:93) harus berupaya menciptakan peraturan atau tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh karyawan dalam organisasi. 28 Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan disiplin itu antara lain: 1. Peraturan jam masuk, pulang, dan jam istirahat. 2. Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan. 3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lain. 4. Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya. Jenis-jenis disiplin menurut Rivai dalam jurnal Ahmad & Hermawan (2012:114) adalah: a. Disiplin pencegahan (preventive discipline) adalah tindakan yang diambil untuk mendorong karyawan mengikuti standar aturan, sehingga pelanggaran dapat dicegah. Tujuan utama adalah untuk mendorong disiplin mandiri. b. Disiplin perbaikan (corrective discipline) adalah tindakan yang diambil setelah terjadinya pelanggaran. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk memberikan hukuman bagi pelanggaran dan memastikan bahwa di masa mendatang tindakan karyawan akan sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku. Secara khusus, tindakan perbaikan adalah bentuk hukuman (penalty), seperti: peringatan dan pemberhentian sementara tanpa menerima gaji. Indikator disiplin kerja menurut Singodimedjo dan Hasibuan dalam (Suwondo & Sutanto, 2015) adalah: 1. Ketepatan waktu bekerja 2. Kerapian berpakaian 3. Kepatuhan pada peraturan perusahaan 4. Tanggung jawab 29 1.1.6 Kinerja Karyawan Istilah kinerja yang dinyatakan oleh Mangkunegara dalam Widodo (2015:130) berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya. Kinerja menurut Nawawi dalam Widodo (2015:131) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik atau material maupun non fisik atau non material. Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan (employee performance) berasal dari kata prestasi kerja dan dimana suatu hasil kerja yang bersifat fisik dan non fisik secara kualitas dan kuantitas telah dicapai oleh seorang karyawan dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Lalu Mathis & Jackson (2006:279) juga berpendapat bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: 1. Kuantitas dari hasil (Quantity of Output) Jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Ini berkaitan dengan jumlah yang di keluarkan atau yang dihasilkan. 2. Kualitas dari hasil (Quality of Output) Mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Ini berkaitan dengan bentuk yang di keluarkan. 3. Ketepatan waktu dari hasil (Timeless of Output) Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan secara optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi biaya besar dan kerugian. 4. Kehadiran atau absensi (Presence of Work) Tingkat kehadiran merupakan sesuatu yang menjadi tolak ukur sebuah perusahaan dalam mengetahui tingkat partisipasi karyawan pada perusahaan 5. Kemampuan bekerja sama (Coorporativeness) Kemampuan bekerjasama dapat menciptakan kekompakkan sehingga dapat meningkatkan rasa kerjasama antar karyawan. 30 Indikator kinerja karyawan menurut Bangun dan Sutrisno dalam (Suwondo & Sutanto, 2015) adalah: 1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan 2. Tingkat inisiatif karyawan 3. Kemampuan dalam bekerja sama 1.2 Model Penelitian X1 H1 H4 X2 H2 Y H5 X3 H6 H7 H3 31 Keterangan: X1 = Hubungan karyawan X2 = Berbagi pengetahuan X3 = Disiplin kerja Y = Kinerja karyawan H1 = Hipotesa 1 H2 = Hipotesa 2 H3 = Hipotesa 3 H4 = Hipotesa 4 H5 = Hipotesa 5 H6 = Hipotesa 6 H7 = Hipotesa 7 β1,β2,β3 = Koefisien regresi 1.3 Kerangka Penelitian 32 33 1.4 Hipotesis 1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara berbagi pengetahuan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara berbagi pengetahuan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara berbagi pengetahuan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat yang signifikan antara pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan dan berbagi pengetahuan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan dan berbagi pengetahuan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan dan berbagi pengetahuan terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 34 5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara berbagi pengetahuan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara berbagi pengetahuan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara berbagi pengetahuan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan, berbagi pengetahuan, disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi? Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan, berbagi pengetahuan, disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara hubungan karyawan, berbagi pengetahuan, disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Rhemacom Distribusi. 35