BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kanker adalah salah satu penyakit mematikan di dunia. Penyakit kanker disebabkan oleh perkembangbiakan sel yang tidak terkendali. Sel dalam tubuh manusia umumnya tumbuh dan membelah menjadi sel yang baru. Sel yang sudah tua atau rusak akan mati kemudian tumbuh sel yang baru. Hal berbeda terjadi jika proses normal tersebut tidak berjalan. Pembelahan sel menjadi tidak terkendali, sel yang tua atau sudah rusak tidak mati, melainkan bertahan dan sel baru yang dibutuhkan tubuh tidak tumbuh. Sel-sel dengan pembelahan tidak normal ini akan membelah tanpa henti dan tumbuh lebih besar, menjadi tumor, kecuali untuk kanker hematologis, sel kanker yang tumbuh, menyebar dalam bentuk cairan melalui darah, sistem limpfa, dan sumsum tulang belakang (Perez-Herero, dkk. 2015). Banyak cara pengobatan dan riset yang telah dilakukan untuk menangani penyakit kanker, yaitu dengan bedah, terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormonal, dan terapi imun. Sejumlah penelitian juga sedang dikembangkan untuk mendukung penyembuhan kanker. Tujuan akhir penyembuhan kanker adalah pembersihan sel kanker dalam tubuh, namun seringkali penyembuhan kanker untuk hasil optimal sulit dicapai. Bedah dilakukan dengan cara pengangkatan seluruh sel kanker atau seluruh bagian organ. Tetapi kecenderungan kanker untuk menyerang atau menyebar ke jaringan lain dengan metastasis mikroskopis menjadi batasan metode bedah (PerezHerero, dkk. 2015). Penggabungan bedah dengan metode lain dapat meningkatkan keberhasilan penyembuhan kanker, misalnya bedah dengan disertai terapi radiasi atau pemberian obat. Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) adalah salah satu penyembuhan kanker dengan menggabungkan terapi kimiawi dan radiasi. BNCT adalah terapi radiasi yang memanfaatkan interaksi inti nonradioaktif boron-10 dengan neutron termal yang memicu terjadinya reaksi 10B(n,α)7Li. Reaksi 10 B(n,α)7Li menghasilkan partikel α dan inti 7Li yang memiliki karakteristik Linear Energy Transfer (LET) yang tinggi. Partikel α yang dihasilkan memiliki tenaga 150 1 2 keVμm-1 dan inti 7Li memiliki tenaga 175 keVμm-1. Karakteristik LET partikel α dan inti 7Li memungkinkan terjadinya ionisasi. Ionisasi bisa menyebabkan kerusakan sel. Lebar jangkauan partikel α dan inti 7Li di dalam air sekitar 4,5-10 μm. Lebar jangkauan partikel alfa dan inti litium yang kecil, memastikan bahwa partikel alfa dan inti litium akan bergerak sejauh jangkauan sel tunggal. Sel kanker mempunyai kecenderungan mengasup boron dalam jumlah yang lebih banyak daripada jaringan normal. Reaksi boron-netron dalam sel kanker memungkinkan terjadi ionisasi yang bisa menyebabkan sel kanker hancur. Keberhasilan terapi kanker dengan metode BNCT ditentukan oleh dua hal yakni jumlah boron dan fluks netron termal yang sesuai pada sel kanker (Akan, dkk. 2015). Saat ini riset tentang BNCT di berbagai negara terus dikembangkan, khususnya penelitian tentang fasilitas pendukung uji klinis dan praklinis. Negara yang sudah mengembangkan riset tentang BNCT diantaranya Iran (Kasesaz, dkk., 2014 dan Monshizadeh, 2015), Turki (Akan, dkk., 2015), dan Siria (Shaaban dan Albarhoum, 2015). Penelitian tentang BNCT meliputi pemilihan sumber netron, perancangan kolimator pada saluran netron, dan dosimetri pada target. Sumber netron yang digunakan BNCT bisa berupa reaktor (Arrozaqi, 2013 dan Kasesaz, 2014), compact neutron generator (Uhlar, 2013), atau akselerator (Hiraga, 2015). Penelitian tentang rancang kolimator telah dilakukan oleh Arrozaqi (2013), Uhlar, dkk (2013), Kasesaz, dkk (2014), Akan, dkk (2015), Dastjerdi dan Khalafi (2015), dan Monshizadeh (2015). Penelitian tentang dosimetri pada target uji telah dilakukan oleh Pozzi, dkk (2009), Protti, dkk (2009), Siwi (2013), Wang, dkk (2014), dan Jarahi, dkk (2016). Sumber netron yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor TRIGA MARK-II (Reaktor Kartini) di Yogyakarta. Reaktor Kartini beroperasi pada daya 100 kW. Reaktor Kartini memiliki enam saluran berkas atau lebih dikenal sebagai beam port. Keenam beam port tersebut adalah dua beam port radial, satu beam port tangensial, satu beam port radial tembus, satu kolom termal, dan satu saluran tengah. Beam port yang digunakan pada penelitian ini adalah beam port radial tembus. Beam port radial tembus (piercing beam port) adalah saluran yang sesuai untuk uji in vivo terkait terapi kanker dengan BNCT. Saluran ini menembus 3 reflektor grafit dan mempunyai pangkal paling dekat dengan inti reaktor, sehingga dilewati oleh neutron dengan nilai fluks yang paling tinggi dibandingkan dengan saluran yang lainya. Saat ini beam port tembus masih berupa saluran yang disumbat dengan kayu (bagian dalam) dan aluminium yang berisi beton (bagian luar). Kolimator dilakukan untuk memperoleh besar energi dan arah berkas yang sesuai. Berkas yang disarankan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) adalah sejumlah besar fluks netron epitermal dengan sedikit komponen fluks netron cepat dan gamma. Bagian yang dikerjakan pada penelitian ini adalah tentang perancangan kolimator pada fasilitas iradiasi. Rancang sistem atau kolimator terdiri dari reflektor dan moderator. Perancangan kolimator dengan sumber netron reaktor Kartini pernah dilakukan oleh Arrozaqi (2013). Penelitian Arrozaqi menggunakan beam port radial tembus sebagai saluran netron. Arrozaqi memakai bahan nikel sebagai bahan reflektor, timbal sebagai perisai gamma, dan aluminium 1350 sebagai bahan moderator. Fluks netron keluaran maksimal hasil penelitian Arrozaqi adalah 5,03×108 n.cm-2.s-1. Hasil ini belum memenuhi standar IAEA, yaitu sebesar 1×109 n.cm-2.s-1. Modifikasi kolimator dapat dilakukan pada beberapa bagian untuk mendapatkan fluks keluaran yang lebih besar. Modifikasi yang dapat dilakukan diantaranya modifikasi dimensi dan bahan dinding reflektor, modifikasi dimensi dan bahan moderator, dan modifikasi dimensi dan bahan perisai gamma. Penelitian ini melakukan modifikasi pada bagian moderator. Bahan moderator aloy Al 1350 dianggap kurang mampu menurunkan tenaga netron cepat menjadi netron epitermal. Kombinasi aloy Al 1350 dengan aloy Al 7075 digunakan dalam penelitian ini. Aloy Al 7075 memiliki kadar Al lebih rendah (90,5%) daripada aloy Al 1350 (99,5%). Perpaduan aloy Al 1350 dengan aloy Al 7075 diharapkan mampu meneruskan fluks netron epitermal dalam jumlah besar. Setelah perancangan kolimator, perlu adanya pemodelan uji praklinis dari sumber netron ke target uji in vivo sebelum uji klinis ke makhluk hidup. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berkas netron, fluks netron termal, dan dosis yang sampai pada target. Berkas netron keluaran pada target uji dapat menjadi parameter apakah rancang kolimator yang dibangun sudah sesuai untuk uji klinis BNCT. 4 I.2 RUMUSAN MASALAH Pada penelitian sebelumnya (Arrozaqi, 2013) belum didapatkan hasil fluks netron yang sesuai. Bahan moderator yang digunakan oleh Arrozaqi (2013) adalah aloy Al 1350. Bahan moderator yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi antara aloy Al 1350 dan aloy Al 7075. Aloy Al 7075 memiliki kerapatan aluminium yang rendah sehingga dapat meloloskan berkas netron. Penyertaan aloy Al 7075 pada bagian moderator diharapkan dapat menghasilkan fluks netron epitermal yang sesuai dengan rekomendasi IAEA. I.3 BATASAN MASALAH Batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Sumber netron adalah reaktor TRIGA MARK II Kartini berdaya 100 kW. Fasilitas iradiasi yang digunakan adalah beam port radial tembus. 2. Target radiasi adalah target uji jaringan halus dengan komposisi H (10,447%), C (23,219%), N (2,488%), O (63,202%), Na (0,113%), Mg (0,013%), P (0,133%), S (0,199%), Cl (0,134%), K (0,199%), Ca (0,023%), Fe (0,005%), dan Zn (0,003%). 3. Pemodelan reaktor, kolimator, dan target radiasi menggunakan program Monte Carlo N-Particle (MCNPX) I.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi bahan moderator dengan sifat berkas yang paling mendekati kriteria IAEA bagi beam port tembus reaktor Kartini untuk BNCT. I.5 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dan pelengkap atas penelitian tentang BNCT di Indonesia. Kombinasi bahan moderator diharap bisa memenuhi standar nilai IAEA untuk BNCT. Penelitian tentang BNCT dapat dilanjutkan ke tahap uji praklinis dengan rancangan kolimator yang telah dioptimasi.