PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN ECENG GONDOK, KOTORAN SAPI, DAN DEDAK PADI DENGAN BIOAKTIVATOR TRICHODERMA Oleh : NURLELA NIM.130500103 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016 PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN ECENG GONDOK, KOTORAN SAPI, DAN DEDAK PADI DENGAN BIOAKTIVATOR TRICHODERMA Oleh : NURLELA NIM.130500103 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016 HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah : Pembuatan Kompos dari Campuran Eceng Gondok, Kotoran Sapi dan Dedak Padi dengan Bioaktivator Trichoderma Nama : Nurlela NIM : 130500103 Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan Jurusan : Manajemen Perkebunan Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Nurlaila, SP, MP NIP. 197110302001122001 Rossy Mirasari, SP, MP NIP. 197806242005012002 Yuanita, SP, MP NIP. 196611252001122001 Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian NurHidayat, SP, M.Sc NIP. 197210252001121001 Ir. M.Masrudy, MP NIP.196008051988031003 Lulus ujian pada Tanggal : 29 Agustus 2016 RIWAYAT HIDUP Nurlela lahir pada tanggal 20 Desember 1994 di Desa Kembang Janggut Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai Kartanegara Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Asmuni dan Ibu Samurah Tahun 2001 memulai Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 001 Kembang Janggut Desa Kembang Janggut lulus pada tahun 2007, melanjutkan Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Sekolah Menengah PertamaNegeri 001 Kembang Janggut Desa Kembang Janggut lulus tahun 2010 dan melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 001 Kembang Janggut Desa Kembang Janggutdan lulus tahun 2013. Tahun 2013 memulai Pendidikan Tinggi di Perguruan Tinggi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Selama dalam pendidikan pernah mengikuti program Praktik Kerja Lapang yang dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung dari tanggal 3 Maret sampai dengan 3 Mei 2016 di PT. Borneo Indo Tani Desa Cintapuri Kecamatan Cintapuri Darussalam Kabupaten Banjar Provinsi Kalimatan Selatan. ABSTRAK NURLELA. Pembuatan Kompos dari Campuran Eceng Gondok, Kotoran Sapi dan Dedak Padi dengan Bioaktivator Trichoderma (di bawah bimbingan NURLAILA). Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang dibuat dengan cara menguraikan sisa-sisa tumbuhan dan hewan dengan bantuan organisme hidup. Untuk membuat kotoran hewan dapat dipakai maksimal, maka kotoran hewan perlu diolah menjadi pupuk kompos terlebih dahulu. Inovasi pemanfaatan eceng gondok dapat di kategorikan sebagai inovasi hijau, karena memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam bias a dimanfaatkan untuk bahan baku industri kimia, dan juga kompos. Trichoderma adalah jamur tanah yang dapat dipakai sebagai pengurai bahan organik (decomposer), untuk mengurai bahan organik seperti selulosa menjadi senyawa glukosa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan unsur hara Nitrogen, Phosfor dan Kalium dari kompos dengan campuran kotoran sapi, dedak padi dan eceng gondok dengan bioaktivator Trichoderma, membandingkan kandungan unsur hara N, P dan K dengan standar mutu kompos SNI 19-7030-2004 serta mengamati pH, suhu warna dan bau selama proses pembuatan kompos. Penelitian dilakukan di Jalan Pangeran Antasari 2 RT.30 No.17 Kel. Teluk Lerong Ilir, Laboratorium Produksi dan Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Perlakuan penelitian adalah pemberian bioaktivator Trichoderma pada pembuatan kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi, dengan 2 (dua) taraf perlakuan, yaitu pembuatan pupuk tanpa pemberian bioaktivator Trichoderma (p0) dan pembuatan kompos dengan pemberian bioaktivator Trichoderma (p1). Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kandungan Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K) pada perlakuan p0lebih besar daripada perlakuan p1. Nilai N pada p0 sebesar 2,520%, sedangkan pada p1 sebesar 1,400%, Nilai P pada p0 sebesar 0,491% dan pada p1 0,454% sedangkan untuk nilai K pada p 0 sebesar 0,959% dan pada p 1 sebesar 0,768%. Nilai N, P dan K pada p0 lebih tinggi dibandingkan dengan p1. Kandungan N, P dan K pada kompos p0 dan p1telah sesuai dengan standar mutu kompos SNI 19-7030-2004. pH pengamatan pada hari terakhir pada p0 adalah 5,9 dan pada p1 adalah 0 5,2, suhu pengamatan pada tiga hari terakhir p0 adalah tetap yaitu 30 C dan 0 suhu tiga hari terakhir pada p1 adalah 29 C. Warna kompos hari terakhir pada p0 dan p1 masing-masing berwarna coklat kehitaman. Sedangkan untuk bau kompos dihari terakhir pada p0 dan p1 sudah tidak berbau. Kata Kunci : Kompos , Kotoran Sapi, Eceng Gondok, Dedak Padi, Bioaktivator Trichoderma. / s KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah. Keberhasilan dan kelancaran dalam pelaksanaan Karya Ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Suami dan anak yang telah memberi dukungan dan doa kepada penulis baik secara materi maupun moril. 2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberi dukungan dan doa kepada penulis selama ini baik materi dan moril. 3. Ibu Nurlaila, SP, MP selaku dosen pembimbing. 4. Ibu Rossy Mirasari, SP, MP selaku dosen penguji I dan Ibu Yuanita SP, MP selaku dosen penguji II. 5. Bapak Nur Hidayat, SP, M.Sc selaku ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 6. Bapak Ir. M. Masrudy, MP Selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 7. Para staf pengajar, administrasi dan teknisi di Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih terdapat kekurangan, namun semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Penulis, Kampus Sei Keledang Agustus 2016 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................... ii DAFTAR TABEL .................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. v I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... A. Tinjauan Unsur Hara Makro ........................................................ B. Tinjauan Kompos ....................................................................... C. Tinjauan Eceng Gondok ............................................................ D. Tinjauan Kotoran Sapi ............................................................... E. Tinjauan Dedak Padi ................................................................. F. Tinjauan Trichoderma ................................................................ 4 4 8 15 18 19 21 III. METODE PENELITIAN ................................................................... A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... B. Alat dan Bahan .......................................................................... C. Prosedur Penelitian ................................................................... D. RancanganPenelitian ................................................................. E. PengamatandanAnalisis Data.................................................... 24 24 24 24 25 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... A. Hasil .......................................................................................... B. Pembahasan ............................................................................. 27 27 32 V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran ......................................................................................... 35 35 36 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 37 LAMPIRAN............................................................................................. 39 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Parameter Ideal Kompos ................................................................... 11 2. Standar Kualitas Kompos Berdasarkan SNI (2004)............................ 11 3. Jenis dan Kandungan Zat Hara pada Beberapa Kotoran Ternak ....... 19 4. Komposisi Kimia Dedak ..................................................................... 20 5. Hasil Analisa Kandungan Unsur Hara pada Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Bioaktivator Trichoderma ................................ 27 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. Halaman Grafik Pengamatan pH selama Penelitian Pada Perlakuan p0 dan p1 ....................................................................................... 28 Grafik Pengamatan suhu selama Penelitian Pada Perlakuan p0 dan p1....................................................................... 30 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Standar Mutu Kompos SNI 19-7030-2004 ........................................... 40 2. Hasil Pengamatan Kompos Tanpa Bioaktivator Trichoderma .............. 40 3. Hasil Pengamatan Kompos Dengan Bioaktivator Trichoderma ............ 41 4. Dokumentasi Penelitian Lanjutan ......................................................... 42 I. PENDAHULUAN Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang dibuat dengan cara menguraikan sisa-sisa tanaman dan hewan dengan bantuan organisme hidup. Untuk membuat pupuk kompos diperlukan bahan baku berupa material organik dan organisme pengurai. Organisme pengurainya bisa berupa mikroorganisme maupun makroorganisme. Terbentuknya humus di hutan merupakan salah satu pengomposan secara alami. Prosesnya sangat lambat, bisa sampai berbulanbulan hingga bertahun-tahun. Kemudian manusia memodifikasi proses penguraian material organik tersebut, sehingga pengomposan yang dikelola manusia bisa dilakukan dalam tempo yang lebih singkat. Pupuk kompos mudah dibuat dan teknologinya sederhana. Semua orang bisa mengerjakannya dilihat dari segi biaya pembuatan pupuk kompos juga tidak memerlukan biaya yang banyak (Isroi, 2008). Eceng gondok termasuk dalam kelompok gulma perairan. Tanaman ini memiliki kecepatan berkembangbiak vegetatif sangat tinggi, terutama di daerah tropis dan subtropis. Akhir-akhir ini perkembangan tumbuhan air eceng gondok di perairan sungai, danau, hingga ke perairan payau sangat pesat. Tanaman liar yang banyak terdapat di sungai atau waduk kerap di pandang sebelah mata oleh sebagian orang. Mereka bahkan menganggap bahwa tanaman tersebut hanya menimbulkan kerugian saja. Namun, bagi orang yang kreatif tanaman tersebut merupakan tanaman yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Eceng gondok bagi orang- orang yang inovatif, ternyata dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan komersil sekaligus memelihara kelestarian lingkungan. Inovasi pemanfaatan eceng gondok dapat dikategorikan sebagai inovasi hijau, karena tidak hanya berfungsi sebagai ekonomi tetapi juga memberikan dampak ? positif bagi kelestarian lingkungan.Selain itu tanaman eceng gondok juga banyak mengandung selulosa yang bisa mendukung dan membantu proses kerja dari bioaktivator Trichoderma (Anonim , 2006). Kotoran hewan adalah sumber yang baik untuk menambah kesuburan dan kegemburan tanah. Untuk membuat kotoran hewan bisa dipakai maksimal, maka kotoran hewan tersebut perlu diolah menjadi pupuk kompos terlebih dahulu. Pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk kompos dapat dilakukan secara individu karena caranya yang sederhana, mudah dan bahannya mudah ditemukan di sekitar lingkungan peternak (Setiawan, 1998). Dedak merupakan hasil samping dari pemisahan beras dengan sekam (kulit gabah) pada gabah yang telah dikeringkan melalui proses pemisahan dengan digiling atau ditumbuk yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Proses pemisahan menjadi dedak ini akan mendapatkan 10% dedak padi, 50% beras dan sisanya hasil ikutan seperti pecahan butir beras, sekam dan sebagainya. Dedak kaya akan karbohidrat yang mencapai 51-55g/ 100 g dedak sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan campuran pembuatan kompos.Selain itu dedak juga mengandung mineral-mineral yang bermanfaat seperti Ca, Mg, P, Mn, Fe, K, dan Zn (Rasyaf, 2002). Jamur Trichoderma berperan sebagai decomposer dalam proses pengomposan untuk mengurai bahan organic seperti selulosa menjadi senyawa glukosa. Keunggulan dalam penggunaan jamur Trichoderma adalah selain jamur ini biasa menghasilkan enzim yang dapat memecah selulosa menjadi glukosa, jamur ini juga dapat digunakan sebagai biofungisida yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran atau berdampak negative pada ? lingkungan melainkan dapat mengembalikan keseimbangan alamiah dan kesuburan tanah (Analismawati, 2008). Menurut Djuarnani dkk (2006) penelitian sebelumnya menggunakan eceng gondok 17,5 kg, kotoran sapi 5 kg, dedak padi 2,5 kg, dengan menggunakan EM 4, sebanyak 50 ml. Penggunaan bioaktivator Trichoderma menurut Balai Pengkajian Tehknologi Pertanian (2010) 100 g/ 10 kg bahan campuran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan unsur hara Nitrogen, Phosfor dan Kalium dari kompos dengan campuran kotoran sapi, dedak padi dan eceng gondok dengan bioaktivator Trichoderma, membandingkan kandungan unsur hara N, P dan K dengan standar mutu kompos SNI 19-7030-2004 serta mengamati pH, suhu warna dan bau selama proses pembuatan kompos. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan lingkungan akibat dari eceng gondok dan memberikan informasi kepada petani untuk memanfaatkan eceng gondok, dedak padi, dan kotoran sapi dapat dijadikan bahan pembuatan kompos dengan menggunak an Trichoderma. bioaktivator ? II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Unsur Hara Makro Unsur hara tanaman adalah unsur yang diserap oleh tumbuhan. Menurut Hanafiah (2007) unsur kimiawi yang dianggap esensial sebagai unsur haratanaman adalah jika memenuhi tiga kriteria sebagai berikut: a. Unsur ini harus terlibat langsung dalam penyediaan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. b. Unsur ini tersedia agar tanaman dapat melengkapi siklus hidupnya. c. Jika tanaman mengalami defesiensi hanya dapat diperbaiki dengan unsurtersebut. Unsur hara makro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah besar, biasanya diatas 500 ppm dan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm disebut mikro esensial.Yang tergolong ke dalam unsur hara makro antara lain Nitrogen, hidrogen, oksigen, fosfor, kalium, belerang, kalsium dan magnesium. Sedangkan unsur hara mikro antara lain boron, besi, mangan, tembaga, seng, molibdenum, dan khlorin. Menurut Sutedjo, (1995) jumlah besar yang dibutuhkan tanaman unsur hara tanaman dibedakan menjadi unsur hara makro dan mikro. Unsur makro terdiri atas : a. Carbon, Oksigen, dan Hidrogen ( C, O, H ) Carbon, Oksigen, da Hidrogen, merupakan bahan baku dalam pembentukanjaringan tubuh tanaman. Berada dalam bentuk H2O (air), H2CO3(asam arang), dan CO 2 dalam udara. ? 1. Carbon penting sebagai pembangun bahan organik, karena sebagian besar bahan keringtanaman terdiri dari bahan organik, diambil dalam bentuk CO 2 2. Oksigen terdapat dalam bahan organik sebagai atom dan termasuk pembangun bahanorganik, diambil dalam bentuk CO23. Hidrogen merupakan elemen pokok pembangun bahan organik, supplai dari air. b. Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanamannya. Fungsi nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut : 1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. 2. Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau (pada daun muda berwarna kuning). 3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. 4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan. 5. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah. Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO4- (nitrat) dan NH4+ (amonium), akan tetapi nitrat ini segera tereduksi menjadi amonium. c. Phosfor Phosfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4- , dan HPO4- Secara umum, fungsidari phosfor (P) dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Dapat mempercepat pertubuhan akar. 2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa. ? 3. Dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah. 4. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Phosfor di dalam tanah dapat digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu bentuk organis dan bentuk anorganis. Di dalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dal am senyawa-senyawa organis. Dan sebaliknya hanya sebagian kecil saja yang terdapat dalam bentuk anorganis sebagai ion-ion fosfat. Fungsi fosfat dalam tanaman adalah dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat pertumbuhan tanaman, meningkatkan produk biji-bijian dan dapat memperkuat tubuh tanaman padi -padian sehingga tidak mudah rebah. Bagian-bagian tubuh tanaman yang bersangkutan dengan pembiakan generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai-tangkai sari, kepalakepala sari, butirbutir tepung sari, daun buah seta bakal biji terny ata mengandung P. Jadi, unsur P banyak diperlukan untuk pembentukan bunga dan buah. d. Kalium Kalium diserap dalam bentuk K + (terutama pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang banyak mengandung protein, inti-inti sel tidak mengandung kal ium. Zat kalium mempunyai sifat mudah larut dan hanyut, selain itu mudah difiksasi dalam tanah. Zat Kalium yang tidak diberika secara cukup, maka efisiensi N dan P akan rendah, dengan demikian maka produksi yang tinggi tidak dapat diharapkan. Kalium berperan membantu : 1. Pembentukan protein dan karbohidrat. 2. Mengeraskan jerami dan bagian kayu dari tanaman. 3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit. ? 4. Meningkatkan kualitas biji/buah. e. Kalsium ++ Kalsium diserap dalam bentuk Ca , sebagian besar terdapat dalam daunberbentuk kalsium pektat yaitu bagian lamella pada dinding sel. Selain itu terdapat juga pada batang, berpengaruh baik dalam pertumbuhan ujung dan bulu-bulu akar. Kalsium terdapat pada tanaman yang banyak mengandung protein.Beberapa fungsi kalsium yaitu : 1. Kalsium dapat menetralkan asam-asam organik yang dihasilkan pada metabolisme. 2. Kalsium penting bagi pertumbuhan akar. 3. Kalsium dapat menetralkan tanah asam, dapat menguraikan bahan organik,tersedianya pH dalam tanah tergantung pada kalsium. f. Magnesium ++ Magnesium diserap dalam bentuk Mg , merupakan bagian dari klorofil.Mg ini termasuk unsur yang tidak mobil dalam tanah. Kadar Mg di dalam bagian-bagian vegetatif dapat dikatakan rendah daripada kadar Ca, akan tetapi di dalam bagian-bagian generatif malah sebaliknya. Mg banyak terdapat dalam buah dan juga dalam tanah. Ada beberapa faktor seperti temperatur, kelembapan pH, dan beberapa faktor lainnya dapat mempengaruhi tersedianya Magnesium di dalam tanah. g. Sulfur (S) - Sulfur diserap dalam bentuk SO4 . Sulfur yang larut dalam air akan segera diserap akar tanaman, karena zat ini sang at diperlukan tanaman (terutama tanaman-tanaman muda) pada pertumbuhan pemula dan perkembangannya. Pada kenyataannya S yang dibutuhkAn banyak terdapat di dalam tanah, sehingga tanah jarang menderita kekurangan S, bahkan terjadi kadang-kadang ? keracunan S. Pada tanah pertanian banyak ditemukan bentuk senyawa belerang antara lain, belerang organis, sulfat yang larut dalam air, sulfat yang terabsorbsi, sulfat yang tidak larut (BaSO4) dan sulfat yang tidak larut yang bersenyawa dengan CaCO3-. B. Tinjauan Kompos Kompos adalah hasil proses pelapukan bahan bahan organik akibat adanya interaksi antara mikroorganisme pengurai yang bekerja di dalamnya. Dengan kata lain, kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik karena berasal dari bahan organik yang melapuk. Selain kompos masih ada beberapa jenis pupuk organik lainnya, yaitu pupuk kandang, humus, pupuk hijau, dan pupuk mikroba (Suwahyono, 2014). Kompos dibuat dari bahan organik yang berasal dari macam-macam sumber. Dengan demikian kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi tanaman, bahan dasar kompos mengandung selulosa 15%-60%, hemiselulosa 10%-30%, lignin 5%-30%, protein 5%-40%, bahan mineral (abu) 3-5%,di samping itu terdapat bahan larut mineral air panas dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam amonium) sebanyak 2-30% dan 1-15% lemak larut eter dan alkohol, minyak dan lilin. Komponen organik ini mengalami dekomposisi dibawah kondisi mesofolik dan termofolik. Pengomposan dengan metode timbunan dipermukaan tanah, lubang galian tanah, indor menghasilkan bahan yang terhumifikasi berwarna gelap setelah 3-4 bulan dan merupakan sumber bahan organik untuk pertanian berkelanjutan (Sutanto, 2002). Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman ? menghadapi serangan penyakit. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari berbagai macam aspek, yaitu : dari aspek ekonomi, yaitu (a) menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah; (b) mengurangi volume/ukuran limbah; dan (c) memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Dari aspek lingkungan, adalah (a) mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah; (b) mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan. Sedangkan dari aspek bagi tanah/tanaman menurut (Isroi, 2008) adalah (a) meningkatkan kesuburan tanah; (b) memperbaiki struktur dan karakteristik tanah; (c) meningkatkan kapasitas serap air tanah; (d) meningkatkan aktivitas mikroba tanah; (e) meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen); (f) menyediakan hormon pertumbuhan/serangan dan vitamin penyakit tanaman; bagi (h) tanaman; (g)menekan meningkatkan retensi ketersediaan hara di dalam tanah. Pengomposan adalah proses perombakan bahan organik dengan bantuan mikroorganisme yang terkontrol dengan hasil akhir berupa humus dan kompos. Dalam menggunakan aktivator pengomposan strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan (Djuarnani dkk, 2006). Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba baik bakteri, aktinomicetes maupun kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain. Aktivator yang menggunakan Promi, OrgaDec, SuperDec, dan Acticomp tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan ?? tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposkan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan (Isroi, 2008). Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Djuarnani dkk, 2005). Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti, (1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air. (2) zat putih telur menjadi amoniak, CO2 dan air. (3) peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbohidrat akan hilang atau turun. Akibat perubahan tersebut berat kompos semakin berkurang sebagian senyawa arang hilang menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan C/N bahan asal. Semakin rendah perbandingan C/N maka semakin mendekati perbandingan C/N tanah (Anonim, 2010). Parameter ideal kompos berdasarkan Suwahyono (2014)disajikan pada Tabel 1 berikut : ?? Tabel 1. Parameter Ideal Kompos Parameter Karakter layak C/N rasio 20:1-40:1 Kandungan air 40-60% Konsentrasi oksigen >5% Ukuran partikel <12 cm 3 Kepadatan 500 kg/m Ph 5,5-9,0 Suhu 43-66°c Karakter ideal 25-35:1 45-46% >10% variabel 3 500 kg/m 6,5-8,0 54-60°c Pada Tabel 2 berikut menunjukkan Standar kualitas kompos berdasarkan Standar Nasional Indonesia(2004), yaitu. Tabel 2. Standar Kualitas Kompos No Parameter Satuan 1 Kadar air % 2 Temperatur 3 Warna 4 Bau 5 Ukuran partikel Mm 6 Kemampuan ikat air 7 pH % 8 Bahan asing % 9 Bahan Organik % 10 Nitrogen % 11 Karbon % 12 Phosfor % 13 C/N Rasio % 14 Kalium % Minimal 0.55 58 6.80 Maksimal 50 Suhu air tanah Kehitaman Berbau tanah 25 27 0.40 9.80 0.10 10 0.20 7.49 1.5 58 32 20 Berdasarkan kebutuhan udara proses pengomposan dibedakan menjadi dua bagian yakni pengomposan secara aerob dan pengomposan secara anaerob. Pengomposan secara aerob adalah proses pengomposan yang memanfaatkan udara dalam proses pengomposannya. Sedangkan proses pengomposan secara anaerob ialah proses pengomposan yang tidak memanfaatkan udara dalam proses pengomposannya, sehingga tidak boleh ada udara yang masuk ke dalam komposter. Ciri-ciri kompos yang telah matang, ?? ditandai dengan : (1) Bewarna coklat kehitaman; (2) Jika dicium tidak berbau; (3) Struktur remah; (4) Kandungan bahan yang halus (Sutanto, 2002). 1. Faktor yang mempengaruhi pengomposan a) Ukuran bahan Semakin kecil ukuran bahan baku maka semakin cepat proses pengomposan karena permukaan bahan baku akan bertambah dan mempermudah mikroorganisme melakukan penguraian atau dekomposisi. Bahan organik yang memiliki ukuran yang besar sebaiknya dicacah terlebih dahulu namun pencacahan harus disesuaikan berdasarkan bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki struktur yang keras sebaiknya di cacah dengan ukuran 0,5 1 cm namun bahan organik yang memiliki struktur yang lembek tidak perlu dicacah sangat kecil karena bahan yang sangat hancun akan mengandung banyak air atau memilki kelebaban yang sangat tinggi (Sutanto, 2002). b) Rasio C/N Kondisi kelengasan dan bahan dasar kompos menentukan nisbah C/N dan nilai pupuk kompos. Hasil akhir kompos hara mengandung antara 30-60% bahan organik . Pengujian kimiawi termasuk pengukuran C, N, dan nisbah C/N merupakan indikator kematangan kompos. Apabila nisbah C/N kompos 20 atau lebih kecil berarti kompos tersebut siap digunakan. Akan tetapi, nisbah C/N bahan kompos yang baik dapat berkisar antara 5 dan 20 (Sutanto, 2002). Jika C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memilki mutu rendah. Jika nisbah C/N terlalu ?? rendah atau kurang dari 30, kelebihan nitrogen N yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi (Sutanto, 2002). Pada proses dekomposisi bahan organik, sebagian C akan diasimilasikan dalam mikroorganisme dan sebagian lagi hilang dalam bentuk CO oleh proses respirasi. Rasio C dan N dari mikroorganisme berkisar 10. 2 Oleh karena itu jika bahan memiliki ratio C dan N tinggi maka perlu penambahan N, dan jika ratio C/N bahan organik rendah maka N yang terlalu banyak akan hilang. Tingkat kelembaban dan aerasi tidak mempengaruhi jumlah C dan N yang hilang, tetapi rasio C/N dari residu mempengaruhi jumlah N yang tervolatilisasi pada proses pengomposan. Sedangkan jumlah C yang hilang dalam bentuk gas berkorelasi dengan BOD (ketersediaan C) dari 5 bahan. Jumlah N yang hilang juga berhubungan dengan panjang berlangsungnya proses pengomposan.Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses pengomposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikrobia untuk tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang sebagai CO selama proses immobilisasi (Djuarnani, dkk, 2005). 2 Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaan karbon. Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3- dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila ketersediaan karbon berlebihan (C/N>40) jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga merupakan factor pembatas pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi menjadi ?? terhambat karena kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh mikroorganisme dalam bentuk CO (Sutanto (2002). 2 c) pH pH juga berperan penting terhadap aktivitas mikroorganise dalam pengomposan. pH awal sebaiknya 6,5 6,7 agar hewan pengurai dapat bekerja sama dengan mikroorganisme pengurai. Jika bahan organik yang dikomposkan terlalu asam dapat dinaikkan dengan cara pemberian kapur. Pada awal pengomposan ph akan menjadi asam karena bahan organik diurai menjadi asam organik, namun semakin lama pH akan kembali netral Mulyono (2006). d) Suhu Suhu pada proses pengomposan sangat penting dikontrol untuk keperluan mikroorganisme melakukan penguraian, suhu optimum yaitu 25 0C40°C. Apabila suhu terlalu rendah atau pun terlalu tinggi maka bakteri yang ada pada pengomposan akan mati. Jika suhu pada kompos menunjukkan angka yang sama dalam waktu 3 hari berturut-turut tanda kompos sudah jadi (Mulyono, 2006). e) Kelembaban Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, har a akan ?? tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap (Mulyono, 2006). f) Aerasi Aerasi berkaitan dengan pengaturan udara terutama pada proses pengomposan aerobik yang memerlukan udara. Dalam pelaksanaannya aerasi dilakukan dengan cara membolak balikkan bahan organik yang dikomposkan agar seluruh bahan yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen (Mulyono, 2006). g) Nitrogen bahan organik Bakteri pengurai membutuhkan unsur nitrogen selama proses penguraian, semakin banyak kandungan nitrogen dalam bahan organik semakin cepat penguraian Djuarnani, dkk (2005). h) Aktivator Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Fungsi aktivator adalah membantu proses pengomposan baik secara alamiah atau rekayasa agar dapat lebih dipercepat. Aktivator terdiri atas dua kategori yaitu aktivator biotik dan aktivator abiotik (Djuarnani, dkk, 2005). C. Tinjauan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan jenis tumbuhan air yang hidup mengapung. Di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal sebagai Kelipuk, di Lampung dikenal dengan Ringgak, di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Menurut sejarahnya, eceng gondok ditemukan pertama kali oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan ?? Jerman pada tahun 1824 di Sungai Amazon Brasil (Gerbono, 2005 dan Thayagajaran, 1984). Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Pertumbuhan eceng gondok tersebut akan semakin baik apabila hidup pada air yang dipenuhi limbah pertanian atau pabrik. Oleh karena itu banyaknya eceng gondok di suatu wilayah sering merupakan indikator dari tercemar tidaknya wilayah tersebut. Eceng gondok termasuk dalam kelompok gulma perairan. Tanaman ini memiliki kecepatan berkembang-biak vegetatif sangat tinggi, terutama di daerah tropis dan subtropis. Akhir-akhir ini perkembangan tumbuhan air eceng gondok di perairan sungai, danau, hingga ke perairan payau sangat pesat. Tanaman liar yang banyak terdapat di sungai atau waduk kerap dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Mereka bahkan mengganggap bahwa tanaman tersebut hanya menimbulkan kerugian saja. Namun, bagi orangorang yang kreatif tanaman tersebut dapat merupakan tanaman yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Eceng gondok bagi orang-orang yang inovatif, ternyata dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan komersial sekaligus memelihara kelestarian lingkungan. Inovasi pemanfaatan eceng gondok dapat dikategorikan sebagai inovasi hijau, karena tidak hanya berfungsi secara ekonomi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan (Anonim, 2006) Klasifikasi Eceng Gondok menurut Anonim (2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta ?? Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichornia Spesies : Eichornia crassipes Solms Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru. Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan. Hal ini membuat eceng gondok dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40 - 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm. Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Anonim, 2010). Beberapa kerugian akibat pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali antaralain: 1. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daundaun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat. 2. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air Tumbuhan ?? eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan. 3. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya. 4. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia. 5. Mengurangi keanekaragaman spesies yang tumbuh di perairan. Selain memberikan dampak negatif eceng gondok juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos. D. Tinjauan Kotoran Sapi Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu tetapi juga menghasilkan pupuk kandang. Kotoran sapi memiliki nilai ekonomis karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuh- tumbuhan. Sebagian besar kotoran hewan dapat digunakan untuk pupuk setelah mengalami pengomposan yang matang, yaitu bila secara fisik (warna,rupa, tekstur dan kadar air) tidak serupa dengan bahan aslinya, secara kimia memiliki kandungan bahan organik: 60-70%, N: 2%, P2O5: 1%, K 2O: 1%. Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayamdan kambing. Tidak ada bukti yang signifikan mengenai keunggulan masing-masingjenis kotoran hewan, tetapi secara umum kotoran sapi banyak digunakan sebagai pupuk kandang karena ketersediaannya lebih banyak dibandingkan kotoran hewan lain (Setiawan, 1998). Pada Tabel 3 berikut menunjukkan jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran ternak menurut (Affandi, 2008) yaitu: ?? Tabel 3. Jenis dan Kandungan Zat Hara pada Beberapa Kotoran Ternak Ternak dan bentuk Nitrogen Phosfor Kalium Kotorannya (%) (%) (%) Kuda - padat 0.55 0.30 0.40 Kuda - cair 1.40 0.02 1.60 Kerbau - padat 0.60 0.30 0.34 Kerbau - cair 1.00 0.15 1.50 Sapi - padat 0.40 0.20 0.10 Sapi - cair 1.00 0.50 1.50 Kambing - padat 0.60 0.30 0.17 Kambing - cair 1.50 0.13 1.80 Domba - padat 0.75 0.50 0.45 Domba - cair 1.35 0.05 2.10 Babi - padat 0.95 0.35 0.40 Babi - cair 0.40 0.10 0.45 Ayam - padat dan cair 1.00 0.80 0.40 Air (%) 75 90 85 92 85 92 60 85 60 85 80 87 55 Semakin banyak kandungan unsur hara nitrogen bahan baku semakin cepat terurai. Hal ini disebabkan jasad renik pengurai memerlukan unsur hara nitrogen untuk perkembangannya. Unsur hara nitrogen digunakan oleh mikroorganisme untuk sintesis protein dan pembentukan protoplasma. 40-50% protoplasma tersusun dari senyawa yang mengandung unsur hara nitrogen. Kotoran sapi mengandung unsur hara makro seperti nitrogen, phosfor, dan kalium tiap kotoran memiliki kandungan unsur hara yang berbeda. E. Tinjauan Dedak Padi Definisi dedak (bran) adalah hasil samping proses penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah lembaga biji. Bekatul (polish) adalah lapisan tipis dari butiran padi yang melindungi butiran beras termasuk sebagian kecil endosperm berpati. Dedak padi dan bekatul umumnya bercampur menjadi satu karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka disebut dengan dedak atau bekatul saja. Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan,menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337,20- ?? 350,70g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptic seperti tekstur, rasa, warna, baudan uji sekam (flouroglusino) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang baik (Rasyaf, 2002). Pada Tabel 4. berikut menunjukkan komposisi kimia dedak padi menurut Luh (1991) yaitu; Tabel 4. Komposisi Kimia Dedak Komponen Protein, (%) Lemak, (%) Serat Kasar, (%) Karbohidrat, (%) Kadar Abu, (%) Thiamin (B1), (µ/g) Riboflavin (B2), (µ/g) Seng, (µ/g) Magnesium, (Mg/g) Phosfor, (Mg/g) Kalsium, (Mg/g) Kandungan 12,00 15,60 15,00 19,70 7,00 11,40 34,10 52,30 6,60 09,90 12,00 24,00 1,80 - 04,30 43,00 58,00 5,00 13,00 11,00 25,00 30 01,20 Ditambahkan oleh National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,90 %, lemak 13,00%, serat kasar 11,40%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%. F. Tinjauan Trichoderma Jamur merupakan fungi bersel banyak, yang dapat digolongkan ke dalam dua golongan besar, yaitu ragi (khamir) dan jamur (kapang). Kedua organism ini tersebar secara luas di alam, baik yang bersifat saprofit maupun parasit bagi tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia (Volk dan Wheeler, 1998). Jamur atau fungi adalah organisme heterotrofik, mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (Pelczar dan Chan, 1986). Jamur tersusun dari benang-benang sel panjang yang disebut hifa. Banyak jamur mempunyai ?? dinding penyekat (septa) dalam hifanya, sehingga hifa mempunyai banyak sel dan disebut hifa bersepta. Dalam beberapa kelas jamur, benang-benang itu tidak mempunyai septa sehingga kelihatan sebagai satu sel panjang yang mengandung banyak nucleus. Hifa semacam ini disebut hifa senosit (Volk dan Wheeler, 1998). Trichoderma merupakan jamur tanah sehingga sangat mudah ditemukan pada berbagai macam tanah, permukaan akar tumbuhan, lahan pertanian, bahkan tanah yang miskin nutrisi. Trichoderma termasuk jamur filament berwama hijau terang, dengan konidia berbentuk bola yang melekat satu sama lainnya, miselium bersepta, dan pertumbuhannya cepat (Analismawati, 2008). Jamur ini non patogenik terhadap tanaman maupun hewan dan dapat digunakan sebagai biokontrol karena bersifat mikoparasitik sehingga potensial untuk dikembangkan dalam bidang pertanian/perkebunan. Jamur Trichoderma menghasilkan enzim ekstraseluler seperti selulase, xilanase, kitinase, dan protease yang memainkan peranan dasar dalam proses pemanfaatan residu tanaman sebagai bahan nutrisi serta menghambat pertumbuhan jamur fitopatogenik. Klasifikasi jamur Trichoderma spp. Menurut (Analismawati, 2008) adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycotina Klas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae ?? Genus : Trichoderma Species :Trichoderma spp. Dekomposisi bahan organik merupakan proses biokimia, sehingga setiap faktor yang mempengaruhi mikroorganisme tanah juga mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik. Beberapa faktor tersebut adalah 1) sifat bahan tanaman (jenis tanaman, umur tanaman, dan komposisi kimia tanaman); 2) faktor-faktor lingkungan terutama pengaruh dari suhu dan kelembaban (Gray dan Bidlestone, 1984). Ditambahkan Mala dan Syarifuddin (1999) menyatakan bahwa seluruh faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain: nisbah C/N, ukuran bahan, campuran atau proporsi bahan, kelembaban dan aerasi, suhu, reaksi, mikroorganisme yang terlibat. Mikroba berfungsi sebagai perombak bahan organik (dekomposer), nitrifikasi, denitrifikasi, pelarut fosfat, dan lain-lain. Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologisyang tumbuh alami atau sengaja diinokulasikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Jumlah dan jenis mikroorganime turut menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Trichoderma adalah salah satu jamur tanah yang tersebar luas (kosmopolitan), yang hampir dapat ditemui di lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Trichoderma bersifat saprofit pada tanah, kayu, dan beberapa jenis bersifat parasit pada jamur lain. Trichoderma bersifat kosmopolit, dan dapat diisolasi dari tanah, biji-bijian, kertas, tekstil, rhizofer kentang, gandum, gula bit, rumput, jerami, serta kayu. Memiliki suhu pertumbuhan optimum 150C (35 0 C) dan maksimum 300C 300C 360C. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramid, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang -ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Konidia ?? berbentuk semibulat hingga oval pendek Gandjar et al, (1999). Trichoderma merupakan jamur yang memiliki aktivitas sellulotik yang cukup tinggi, jamur ini memiliki enzim sellulase yang terdiri dari enzim eksogluk onase dan sellubiase ( -glukosidase). Trichoderma adalah salah menghasilkan komponen enzim sellulase satu jamur yang Salma dan Gunarto mampu (1998). ?? III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Jalan Pangeran Antasari 2 RT.30 No.17 Kel. Teluk Lerong Ilir, Laboratorium Produksi dan Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penelitian dilakukan selama ± 6 bulan terhitung dari Pebruari - Agustus 2016, sejak persiapan, pengambilan dan pengolahan data hingga penyusunan laporan. B. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, alat tulis, kamera, parang, sekop, karung plastik ukuran 50 kg, terpal, timbangan Nagata LCS-150 l, timbangan Ohaus BC15, mesin pencacah, ember, thermometer batang dan pH meter. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu eceng gondok17,5 kg, kotoran sapi 5 kg, dedak padi 2,5 kg, air secukupnya dan Trichoderma sebanyak 125 g. C. Prosedur Penelitian 1. Mempersiapkan tempat penelitian sampai bersih. 2. Menyiapkan alat dan bahan. 3. Tahap proses pembuatan komposdari campuran enceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi, masing-masing sesuai perlakuan adalah sebagai berikut : - Memisahkan eceng gondok dari bagian akarnya kemudian dicuci sampai bersih. - Memasukkan eceng gondok ke dalam mesin pencacah hingga menjadibagian yang lebih kecil. ?? - Mencampurkan eceng gondok, kotoran sapi dan dedak kemudi an diaduk hingga tercampur secara perlahan. - Menambahkan air secukupnya dengan cara dipercikkan hingga jika dikepal air tidak menetes. - Pada perlakuan p0, bahan yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam karung, kemudian diberi label p0. - Pada perlakuan p1, setelah enceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi dicampur ratataburkan trichoderma di atasnya dan menambahkan air secukupnya hingga jika dikepal air tidak menetes. Bahan yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam karung, kemudian diberi label p1 - Kedua karung ditempatkan di ruangan yang terhindar dari hujan dan sinar matahari langsung. Selama 7 hari karung dibiarkan tertutup - Pengamatan suhu, pH, warna dan bau dilakukan sejak hari ke 8 hingga selesai yang ditandai dengan tidak adanya perubahan suhu,pH dan bau selama 3 hari berturut-turut serta warna yang sudah menjadi cokelat kehitaman. - Setelah hari ke-7 dilakukan pembalikan setiap 7 hari sekali. D. Rancangan Penelitian Perlakuan penelitian ini adalah pemberian bioaktivator Trichoderma pada pembuatan kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi, dengan 2 (dua) taraf perlakuan yaitu: p0= Pembuatan kompos tanpa pemberian bioaktivatorTrichoderma p1= Pembuatan kompos dengan pemberian bioaktivatorTrichoderma ?? E. Pengamatan dan Analisis Data Pengamatan terdiri dari 2 macam, yaitu : sifat fisik kompos dan sifat kimia kompos. Sifat fisik kompos yang diamati adalah suhu, pH, warna, dan bau untuk menentukan proses pengomposan berakhir, yaitu jika nilai suhu dan pH tidak berubah selama 3 hari berturut-turut; bau yang tidak berubahselama 3 hari berturut-turut serta warna telah menjadi coklat kehitaman. Pengamatan suhu dilakukan dengan cara menancapkan thermometer ke dalam tumpukan kompos dan biarkan sampai jarum penunjuk suhu posisinya tidak berubah-ubah lagi, kemudian mencatat hasil pengamatan pada buku. Pengamatan pH, dengan menggunakan pH meter, dengan cara menancapkan alat tersebut pada tumpukan kompos jika jar um pada alat tersebut tidak lagi bergerak maka catat di buku pada angka dimana jarum tersebut berhenti. Pengamatan perubahan warna, dilakukan dengan pengamatan visual secara langsung tanpa menggunakan alat bantu, kemudian mencatat perubahan warna pada kompos setiap harinya. Pengamatan bau, dilakukan dengan cara mencium aroma dari kompos tersebut setiap hari. Sedangkan sifat kimia kompos adalah menganilisis kandungan unsur Nitrogen, Phosfor dan Kalium berdasarkan hasil analisa Laboratorium.Kemudian kedua data yang diperoleh disajikan secara deskriptif. ?? IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Hasil analisa kandungan unsur hara terhadap kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi, dedak padi dengan bioaktivator Trichoderma di Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini : Tabel 5. Hasil Analisa Kandungan Unsur Hara pada Pembuatan Kompos dengan Menggunakan BioaktivatorTrichoderma. Standar Mutu Kompos SNI 19-7030-2004 1 Nirogen total (N total) % 2.520 1.400 >0.40 2 Fospor total (P total) % 0.491 0.454 >0.10 3 Kalium total (K total) % 0.959 0.768 >0.20 Sumber : Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (2016) dan Standar Mutu Kompos SNI 19-7030-2004 No. Unsur Satuan P0 P1 Keterangan : P0 :Tanpa BioaktivatorTrichoderma P1 :DenganBioaktivatorTrichoderma Berdasarkan hasil analisa laboratorium kompos pada perlakuan p0 menunjukkan bahwa nilai kandungan unsur N total sebesar 2,520 %, P total 0,491 % dan K total sebesar 0,959%. Sedangkan pada perlakuan p1 menunjukkan dengan memakai aktivator Trichoderma dengan kandungan unsur hara yaitu N total sebesar 1,400 %, P total sebesar 0,454 % dan K total sebesar 0,768 %. Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan pH selama pembuatan kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi tanpa menggunakan bioaktivator Trichoderma (p0) nilai pH mengalami naik/turun, sejak hari ke-8 pengamatan hingga hari ke-22 hari.Nilai pH pada hari ke-1 adalah ?? 7, selama 7 hari kemudian tidak dilakukan pengamatan pH karena selama 7 hari pertama pembuatan kompos tidak dibuka tutup agar dekomposisi berlangsung secara anaerob. ??? ??? ??? ??? ??? pH ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? ??? Ð ??? Ð ??? ??? ??? ? ? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? hari pengamatan Gambar 1. Grafik Pengamatan pH selama Penelitian Pada Perlakuan p0 dan p 1 Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan pH selama pembuatan kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi tanpa menggunakan bioaktivator Trichoderma (p1) nilai pH mengalami naik/turun, sejak hari ke-8 pengamatan hingga hari ke-22 hari. Nilai pH pada hari ke-1 adalah 7, selama 7 hari kemudian tidak dilakukan pengamatan pH karena selama 7 hari pertama pembuatan kompos tidak dibuka tutup agar dekomposisi berlangsung secara anaerob. Nilai pH pada perlakuan pembuatan kompos tanpa bioaktivator Trichoderma( p0) menunjukkan bahwa nilai pH kompos pada hari ke-8 adalah 3,6, hari ke-9 adalah 4,2, pada hari ke-10 adalah 4, pada hari ke-11 adalah 3,8, pada hari ke 12 dan ke -13 adalah 4, pada hari ke-14 adalah 3,8, pada hari ke 15 adalah 4,1, pada hari ke-16 adalah 4,8, pada hari ke-17 adalah 5,4, pada hari ke- ?? 18 dan ke-19 adalah 6, pada hari ke-20 adalah 5,8, pada ahri ke-21 adalah 6 dan pada hari ke-22 adalah 5,9. Nilai pH pada perlakuan pembuatan kompos dengan bioaktivator Trichoderma (p1) menunjukkan bahwa nilai pH kompos pada hari ke-8 adalah 3,6, hari ke-9 dan ke-10 adalah 3,8, pada hari ke-11 dan ke-12 adalah 4, pada hari ke-13 adalah 4,8, pada hari ke-14 adalah 5,1, pada hari ke-15 dan ke-16 adalah 5,2, pada hari ke-17 adalah 5, pada hari ke 18 adalah 5,2, pada hari ke19 adalah 5, pada hari ke-20 adalah 5,4, pada hari ke-21 5,6dan pada hari ke-22 adalah 5,2. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu pada pengamatan selama pembuatan kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi tanpa menggunakan bioaktivator Trichoderma (p0) nilai suhu mengalami naik/turun, sejak hari ke-8 pengamatan hingga hari ke-22 hari. Nilai suhu pada hari ke-1 adalah 250C, selama 7 hari kemudian tidak dilakukan pengamatan suhu karena selama 7 hari pertama pembuatan kompos tidak dibuka tutup agar dekomposisi berlangsung secara anaerob. suhu ?? ?? ?? ?? (oC) ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ? ? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? Ð?? Ð ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? ?? hari pengamatan Gambar 2. Grafik Pengamatan suhu selama Penelitian Pada Perlakuan p0 dan p1 ?? ?? Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu pada pengamatan selama pembuatan kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi dengan menggunakan bioaktivator Trichoderma (p1) nilai suhu mengalami naik/turun, sejak hari ke-8 pengamatan hingga hari ke-22 hari. Nilai suhu pada hari ke-1 adalah 250C, selama 7 hari kemudian tidak dilakukan pengamatan suhu karena selama 7 hari pertama pembuatan kompos tidak dibuka tutup agar dekomposisi berlangsung secara anaerob. Nilai suhu pada perlakuan pembuatan kompos tanpa bioaktivator Trichoderma (p0) menunjukkan bahwa nilai suhu kompos pada hari ke-8 adalah 290C, kemudian pada hari ke-9 dan ke-10 adalah 28 0C, pada hari ke-11 adalah 270C, pada hari ke-12 adalah 26 0C, pada hari ke-13 adalah 270C. Kemudian pada hari ke-14 dan ke-15 adalah 260C, pada hari ke-16 adalah 27 0C, pada hari ke-17 adalah 300C, pada hari ke-18 adalah 290C, dan pada hari ke-19 sampai hari ke-22 suhu menjadi stabil yaitu 300C. Nilai suhu pada perlakuan pembuatan kompos dengan bioaktivator Trichoderma (p1) menunjukkan bahwa nilai suhu kompos pada hari ke-8, ke-9 dan ke-10 adalah 290C, kemudian pada hari ke-9 dan ke-10 adalah 28 0C. Kemudian pada hari ke-11 adalah 270C, pada hari ke-12 dan ke-13 adalah 28 0C, pada hari ke-14 dan ke-15 adalah 260C, pada hari ke-16 adalah 28 0C, pada hari ke-17 adalah 260C, pada hari ke-18 adalah 270C, dan pada hari ke-19 sampai hari ke-22 suhu menjadi stabil yaitu 290C. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap bau pada perlakuan pembuatan kompos tanpa bioaktivator Trichoderma (p0) menunjukkan bahwa pada hari ke 1 sampai hari ke 13 kompos masih berbau dan pada hari ke 14 sampai hari 22 kompos sudah tidak berbau (Lampiran 2). Sedangkan hasil pengamatan ?? terhadap bau pada perlakuan pembuatan kompos dengan aktivator Trichoderma (p1) menunjukkan bahwa pada hari ke 1 sampai hari ke 11 kompos masih berbau dan pada hari ke 12 sampai hari ke 22 kompos sudah tidak berbau (Lampiran 3). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap perubahan warna menunjukkan bahwa pada perlakuan pembuatan kompos tanpa bioaktivator Trichoderma (p0) menunjukkan bahwa pada hari ke 1 warna masih hijau pada hari ke 8 warna sudah berubah menjadi hijau kecoklatan sampai dengan hari ke 12, sedangkan dari hari ke 13 sampai hari ke 18 warna berubah menjadi coklat dan pada hari ke 19 sampai 22 warna berubah menjadi coklat kehitaman (Lampiran 2). Sedangkan hasil warna pada perlakuan pembuatan kompos dengan bioaktivator Trichoderma (p1) menunjukkan bahwa pada hari ke 1 kompos masih berwarna hijau hingga pada hari ke 8 kompos sudah berubah warna menjadi hijau kecoklatan sampai pada hari ke 11, pada hari ke 12 sampai hari ke 18 warna sudah berubah menjadi coklat dan pada hari ke 19 sampai hari ke 22 warna sudah menjadi coklat kehitaman (Lampiran 3) B. Pembahasan Nilai kandungan N totalpada perlakuan p0 yaitu 2,520 % lebih besar daripada N total pada perlakuan p1 yaitu 1,400 %. Nilai kandungan P totalpada perlakuan p0yaitu0,491 % lebih besar daripada N total pada perlakuan p10,454, nilai kandungan K total pada perlakuan p0 yaitu 0,959 % lebih besar daripada perlakuan p 1 0,768 %. Nilai kandungan N, P dan K pada perlakuan p0 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan p1. Hal ini diduga karena Trichoderma lebih berperan sebagai agen pengendali hayati patogen yang sesuai dengan pendapat ( Djatmiko,1997) ?? ditambahkan oleh Analismawati (2008) yang menyatakan bahwa Trichoderma sebagai pengurai bahan organik seperti selulosa menjadi senyawa glukosa. Nilai N, P dank pada p0 dan p1 telah sesuai standar mutu kompos SNI 197030-2004. Hal ini diduga karena bahan-bahan yang digunakan mengandung unsur hara N, P dan K sehingga kandungan unsur hara pada masing-masing bahan tersebut menyebabkan kandungan unsur hara pada kompos dapat sesuai dengan standar mutu SNI 19-7030-2004. Eceng gondok mengandung unsur hara N, P dan K. Sesuai dengan pendapat Winarno (1993) eceng gondok dalam keadaan segar memiliki komposisi bahan organik 36,59%, C Organik 21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016%. Ditambahkan Affandi, (2008) yang menyatakan bahwakotoran sapi mengandung 0,40 % Nitrogen, 0,20 % Fhospor dan 0,10 % Kalium. Ditambahkan oleh National Research Council(1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,90 %, lemak 13,00%, serat kasar 11,40%, Ca 0,07%, P tersedia 0,21%, serta Mg 0,22%. Sehingga ketiga bahan tersebut menyebabkaan kandungan N, P dan K pada kompos baik p0 maupun p1 telah sesuai dengan standar mutu SNI 197030-2004. Pengamatan warna pada pembuatan kompos dihentikan pada hari ke-22, karena sudah menunjukkan warna coklat kehitaman menunjukkan bahwa kompos sudah jadi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Isroi, 2008)yang menyatakan bahwa jika ciri fisik kompos sudah jadi yaitu memiliki warna coklat kehitaman atau lebih cenderung pada warna hitam. Pengamatan bau pada pembuatan kompos dihentikan pada hari ke-22, karena kompos sudah tidak berbau. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Isroi,2008) yang menyatakan ?? bahwa tanda kompos sudah jadi juga bisa dirasakan oleh bau jika kompos dicium dan sudah tidak berbau lagi atau lebih mirip seperti bau tanah itu menandakan bahwa kompos sudah jadi. Kandungan unsur hara N, P dan K pada perlakuan p0 lebih tinggi dibandingkan dengan p1, karena diduga Trichoderma tidak dapat berperan aktif sebagai bioaktivator dan lebih berperan sebagai pengendali agen hayati, terlihat dari lama pengomposan pada p1 sama dengan pada p0, yaitu selama 22 hari. Sesuai dengan pendapat Djatmiko (1997), yang menyatakan bahwa ketersediaan hara bagi Trichoderma tidak cukup tersedia dan keseimbangan alam atau kondisi lingkungan yang tidak memadai untuk Trichoderma memperbanyak diri. Mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk organik terutama Trichoderma tidak mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen, terutama mendapatkan nitrogen dan karbon. Selain itu kemampuan Trichoderma di dalam kompos berperan sebagai agen pengendali hayati terhadap patogen pada kompos. Didukung oleh pendapat Purwantisaridan Hastuti (2009). Koloni Trichoderma dalam biakan dapat tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau. Mekanisme pengendalian Trichoderma bersifat spesifik target, mengkoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, sehingga Trichoderma menjadi unggul sebagai agen pengendali hayati patogen. ?? V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai kandungan unsur hara kompos pada perlakuan dengan menggunakan bioaktivator Trichoderma adalah 1.400 % Nitrogen total, 0.454 % Fospor total dan 0.768 % Kalium total. Sedangkan nilai kandungan unsur hara kompos pada perlakuan tanpa menggunakan bioaktivator Trichoderma adalah 2.520 % Nitrogen total, 0.491 % Fospor total dan 0.959 % Kalium total. 2. Nilai kandungan unsur hara kompos dengan perlakuan tanpa pemberian bioaktivator Trichoderma lebih besar daripada kandungan unsur hara kompos dengan perlakukan pemberian bioaktivator Trichoderma. 3. Kompos dari campuran eceng gondok, kotoran sapi dan dedak padi pada perlakuan p0dan p1 sudah memenuhi standar mutu kompos SNI 19-7030-2004 4. pH pengamatan pada hari terakhir pada p0 adalah 5,9 dan pada p1 adalah 5,2, suhu pengamatan pada tiga hari terakhir p0 adalah tetap yaitu 300C dan suhu tiga hari terakhir pada p1 adalah 290C. Warna kompos hari terakhir pada p0 dan p1 masing-masing berwarna coklat kehitaman. Sedangkan untuk bau kompos dihari terakhir pada p0 dan p1 sudah tidak berbau. ?? B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan meningkatkan dosis bioaktivator Trichoderma yang digunakan. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bioaktivator lain. ?? DAFTAR PUSTAKA Affandi. 2008.Pupuk Organik Cair dari Kotoran Ternak. http:affandi21.xanga.compemanfaatan-urine-sapi-yang difermentasisebagai-nutrisi-tanaman Analismawati. 2008. Optimasi Produksi Enzim Selulase TrichodermaasperellumTNJ63 melalui Pengaturan pH dan Potensial Air. Skripsi-Sl. Jurusan KimiaFMIPA-UR, Pekanbaru. Anonim.2006, Industri Kitin: Dari limbah menjadi bernilai tambah, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, http://www.dkp.go.id/content, diakses pada 25 November 2007. Anonim. 2010. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichorniacrassipes ) Untuk Menurunkan Kandungan Cod (Chemical Oxygen Demond), Ph, Bau, Dan Warna Pada Limbah CairTahu Anonim .2010. Proses Kompostin di Tempat Pembuangan Terpadu Tegallega dan Jelekong. Sementara Djatmiko, H.A., danRohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harizanum Hasil Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogen esitas Plasmodiophorabrassicae pada Tanah latosol dan Andosol. Majalah Ilmiah UNSOED, Purwokerto2 : 23 : 10-22. Djuarnani, N.Kristian, B.S.dan Hasibuan. 2005.Cara Cepat Kompos, PT Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan Membuat Djuarnani, N.Kristian, B.S. danSetiawan. Kompos. Jakarta:Agromedia. Membuat 2006.Cara Cepat Gandjar , I. Robert A.S., Karin V.D., Ariyanti O., dan Imam S., 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan obor Indonesia. Jakarta. Gerbono, A. dan Siregar, A. 2005. Kerajinan Eceng Gondok . Kanisius. Yogyakarta. Gray, K.R. and A.J. Bidlestone 1984. Decompositianof Urban Wastes. P.743-755, in : c,h, Dickinson and G.J.F. Pugh(eas) biology of flant Litter Decomposition. Academic Press. London.Gomez.K.A.,, and A.H. Gomez. 1983 Statistical Procedures for Agricultural research. International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines, 680 p Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. ?? Isroi, M. 2008.Makalah Kompos. Balai penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor Luh, B. S., 1991. Rice. Second Edition. Van Nostrand Reinhold. New York. Mala, Y. dan Syarifuddin, 1999. Teknologi Pembuatan Kompos Jerami dengan Trichoderma sp. Kerjasama Sekretariat Satuan Pembina Provinsi Sumatera Barat dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sukarame, Solok. Mulyono, 2006. MembuatReagen Kimia di Laboratorium, PT BumiAksara, Jakarta. National Research Council.1994. Nutrient Requirements of Poultry Revised Edition. National Academy of Sciences. Washington. DC Pelezar, M. J. Jr. dan Chan, E. C. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta Purwantisari, S. Hastuti R. B. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytopthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. BIOMA, 11, (1): 24-32. Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta. Salma, S dan Gonarto, L.1998. Studi Enzim Selulase dari Trichoderma. Abstrak BPBTP. Bogor. Setiawan A. 1998. Memanfaatkan kotoran ternak. Penebar Swadaya Jakarta. Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sutedjo, M.M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta Suwahyono, U. 2014.Cara Cepat Buat Kompos dari Limbah. Penebar Swadaya. Jakarta Timur Thayagajaran, G., 1984, Volk, W.A., Wheeler, M.F. 1998 . Mikrobiologi Dasar. Edisi kelima. Jilid 1. Adisoemaro, S., Editor., Markahm, Penerjemah. Erlangga, Jakarta. Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ?? LAMPIRAN ?? Lampiran 1. Standar Mutu Kompos SNI 19-7030-2004 No Parameter Satuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kadar air Temperatur Warna Bau Ukuran partikel Kemampuan ikat air pH Bahan asing Bahan Organik Nitrogen Karbon Phosfor C/N Rasio Kalium % Minimal Mm 0.55 58 6.80 % % % % % % % % Maksimal 50 Suhu air tanah Kehitaman Berbau tanah 25 27 0.40 9.80 0.10 10 0.20 7.49 1.5 58 32 20 Lampiran 2. Hasil Pengamatan Kompos Tanpa Bioaktivator Trichoderma Hari 1 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Parameter Yang Diamati Perlakuan p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 p0 pH 7 3,6 4,2 4 3,8 4 4 3,8 4,1 4,8 5,4 6 6 5,8 6 5,9 Bau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Warna Hijau Hijau Kecoklatan Hijau Kecoklatan Hijau Kecoklatan Hijau Kecoklatan Hijau Kecoklatan Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman Suhu0 C 25 29 28 28 27 26 27 26 26 27 30 29 30 30 30 30 ?? Lampiran 3. Hasil Pengamatan Kompos Dengan Bioktivator Trichoderma Hari Perlakuan 1 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 p1 pH 7 3,6 3,8 3,8 4 4 4,8 5,1 5,2 5,2 5 5,2 5 5,4 5,6 5,2 Parameter Yang Diamati Bau Warna Berbau Hijau Berbau Hijau Kecoklatan Berbau Hijau Kecoklatan Berbau Hijau Kecoklatan Berbau Hijau Kecoklatan Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Tidak Berbau Coklat Kehitaman Tidak Berbau Coklat Kehitaman Tidak Berbau Coklat Kehitaman Tidak Berbau Coklat Kehitaman Suhu 25 29 28 28 27 28 28 26 26 28 26 27 29 29 29 29 ?? Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian Gambar 1. Proses Pengambilan Eceng Gondok Gambar 2. Proses pencucian Eceng Gondok ?? Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian (Lanjutan) Gambar 3. Proses Penimbangan Eceng Gondok Gambar 4. Proses Penimbangan Kotoran Sapi ?? Lampiran 6. Dokemtasi Penelitian (Lanjutan) Gambar 5. Proses Penimbangan dedak Padi Gambar 6. Proses Penimbangan Bioaktivator Trichoderma ?? Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian (Lanjutan) Gambar 7. Proses Penggilingan Eceng Gondok Gambar 8. Proses Pengambilan pH ?? Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian (Lanjutan) Gambar 9. Kompos Masih Berwarna Hijau Kecoklatan Gambar 10. Kompos Sudah Berwarna Coklat ?? Lampiran 9. DOkumentasi Penelitian (Lanjutan) Gambar 11. Kompos Sudah Berwarna Coklat Kehitaman.