653 KETAHANAN SEMAI AKASIA (Acacia mangium

advertisement
JURNAL HUTAN LESTARI (2017)
Vol. 5 (3) : 653 - 658
KETAHANAN SEMAI AKASIA (Acacia mangium) PADA VARIASI UMUR
TERHADAP INFEKSI Ganoderma spp.
(Acacia mangium Seedling Resistance in Age Variation on Ganoderma spp. Infection)
Surya Sulendra, Rosa Suryantini, Reine Suci Wulandari
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Jalan Imam Bonjol 78124
E-mail: [email protected]
Abstract
Ganoderma is a pathogen cause rot root desease which attack the plant with a wide
range of ages. It is necessary to do research to know level of acacia plant resistance at
1 month and 3 months on Ganoderma infection. The research aims was to determine the
effect of Ganodermainfecton on acacia resistance at the age of 1 month and 3 month.
The research used a factorial completely randomized design which consist of two
treatment factor namely Ganoderma and age of seedling. Ganoderma treatment is
control (G0), Ganoderma from palm oil (G1), Ganoderma from the acacia host (G2),
Ganoderma from the rubber host (G3). The age treatment of seedling is 1 month acacia
seedlings and 3 month acacia seedlings. Each treatment was repeated 3 times with 4
plants per replication resulting in 96 experimental units. Research observation variable
is desease severty index by in vivo and dry weight of the plant. The result showed
Ganoderma is pathogenic in 1 month acacia seedling with a severity index value of 0,6
and 3 month acacia seedling with a severity index value of 1. Dry weight of plant
control treatment of acacia seedling age 3 months higher than other treatment that is
11,27. 3 month old acacia seedlings are more susceptible and rapidly cause symptoms
of Ganoderma infection than 1 month old acacia seedlings.
Keywords: Acacia mangium seedling, Ganoderma sp., In vivo Infection
PENDAHULUAN
Acacia mangium merupakan salah
satu jenis tanaman yang umum digunakan
untuk program pembangunan hutan
tanaman di Asia dan Pasifik. Jenis ini
memiliki pertumbuhan pohon yang cepat,
memiliki kualitas kayu yang baik dan
kemampuan toleransinya terhadap jenis
tanah dan lingkungan (National Research
Councill, 1983). Di Indonesia sendiri
sekitar 1,3 juta hektar tanaman Acacia
mangium dibangun untuk tujuan produksi
kayu pulp (Departemen Kehutanan, 2003).
Akan tetapi masalah utama yang dihadapi
bagi industri kehutanan adalah serangan
penyakit busuk akar yang disebabkan
Ganoderma spp. Nair dan Sumardi (2000)
mengatakan bahwa Acacia mangium
termasuk tanaman yang rawan terhadap
serangan hama dan penyakit terutama
yang disebabkan oleh jamur. Salah satu
contoh serangan yang disebabkan oleh
Ganoderma yaitu pada generasi kedua
Hutan Tanaman Industri (HTI) A.
mangium di Sumatera dan Kalimantan
pada tegakan berumur 3-5 tahun sebanyak
3-28% (Irianto et al 2006). Hal tersebut
menyebabkan tanaman tidak dapat
dimanfaatkan dan mengalami kerugian
653
JURNAL HUTAN LESTARI (2017)
Vol. 5 (3) : 653 - 658
karena hilangnya produktifitas tanaman
dan kematian.
Ganoderma
merupakan
fungi
golongan
basidiomycetes
penyebab
penyakit busuk akar yang di tandai dengan
adanya tubuh buah yang menempel pada
batang apabila tingkat serangan sudah
tinggi. Penyakit ini dapat menular melalui
kontak akar pohon yang sakit ke pohon
yang sehat maupun perpindahan spora dari
pohon yang terinfeksi (Flood et al, 2000).
Untuk dapat berkembang Ganoderma
membutuhkan nutrisi dari inangnya yaitu
dengan
cara
menginfeksi
dan
mendegradasi lignin, selulosa, dan
hemiselulosa yang merupakan komponen
penyusun dinding sel tanaman. Selama
proses infeksi berlangsung patogen akan
tumbuh dan berkembang di dalam jaringan
tanaman.
Pada
penelitian
pendahulu
mengatakan bahwa Ganoderma mampu
menginfeksi tanaman kelapa sawit umur 4
bulan sehingga menimbulkan gejala
nekrotik pada akar. Hal ini karenakan pada
akar tanaman kelapa sawit mengandung
kadar lignin yang tinggi sehingga menjadi
sumber makanan untuk perkembangan
Ganoderma (Risanda, 2008). Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Herliyana
(2012) mengatakan bahwa Ganoderma
bersifat patogenik pada tanaman sengon
umur 1 bulan yang memiliki jaringan akar
masih muda yang sudah terbentuk jaringan
berkayu.
Dari uraian diatas diketahui bahwa
Ganoderma juga mampu menyebabkan
penyakit pada tanaman dengan usia semai
sehingga perlu untuk dilakukannya
penelitian dalam mengetahui ketahanan
akasia pada umur 1 bulan dan 3 bulan
terhadap infeksi Ganoderma spp.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh infeksi Ganoderma spp.
terhadap ketahanan akasia umur 1 bulan
dan 3 bulan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Rumah
Kasa Laboratorium Silvikultur Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura.
Waktu penelitian selama 8 bulan yaitu Mei
2016 sampai dengan Desember 2016
dimulai dari persiapan, pengerjaan dan
pengujian sampai dengan pengolahan data.
Alat-alat yang digunakan antara lain;
hotplate, autoclave, laminar air flow,
timbangan analitik,
polybag, dan
polytube. Bahan-bahan yang digunakan;
isolat Ganoderma sp., Potato Dextrose
Agar (PDA), semai akasia umur 1 bulan
dan 3 bulan, tanah, alkohol 70%, akuades,
clorox 25%, amoxilin, asam laktat.
Isolat Ganoderma yang digunakan
berasal dari inang kelapa sawit (Elaeis
guineensis
Jacq),
akasia
(Acacia
mangium), dan karet (Hevea brasiliensis)
yang
merupakan
koleksi
dari
Laboratorium
Silvikultur
Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura.Isolat
dikulturkan kembali pada media Potato
Dextrose
Agar
(PDA)
kemudian
diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang
dalam kondisi steril. Isolat yang tumbuh di
media PDA digunakan sebagai inokulum
untuk diinokulasikan pada tanaman.
Inokulasi dilakukan dengan melukai akar
semai akasia kemudian ditempeli
potongan isolat Ganoderma yang telah
dibagi menjadi 6 bagian tiap cawan
petri,setiap satu bagian ditempelkan ke
654
JURNAL HUTAN LESTARI (2017)
Vol. 5 (3) : 653 - 658
akar tanaman yang telah dilukai. Lalu
ditutup dengan plastik wrap dan
diletakkan
pada
tanah
kembali.Pengamatan dengan melihat
kondisi fisik tanaman berdasarkan
(Tompong dan Kunasakdakul, 2014)
selanjutnya menghitung indeks keparahan
penyakit dengan menggunakan rumus:
N
IKP =
Z
semai (A). Perlakuan Ganoderma terdiri
dari 4 faktor yaitu kontrol (G0),
Ganoderma dari inang kelapa sawit (G1),
Ganoderma dari inang akasia (G2),
Ganoderma dari inang karet (G3) dan
umur semai yaitu umur semai akasia 1
bulan (A1) dan umur semai akasia 3 bulan
(A2). Setiap perlakuan diulang sebanyak 3
kali dengan 4 tanaman setiap ulangan
sehingga
terdapat
96
unit
percobaan.Parameter pengamatan dalam
penelitian ini adalah Indeks keparahan
penyakit dan berat kering tanaman. Data
yang dianalisis statistik yaitu berat kering
tanaman.
Keterangan:
IKP = Indeks keparahan penyakit
N = Kategori serangan per individu
Z = Jumlah individu yang digunakan
(Sneh et al., 2004)
Penelitian menggunakan Rancangan
Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor
perlakuan yaitu Ganoderma (G) dan umur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indeks Keparahan Penyakit Secara In vivo
G0A1 (Kontrol)
4
3,5
3
2,5
Umur 1 bulan
2
Umur 3 bulan
1,5
1
1
0,5
0
0,6
0,3 0,4
0
G0A1
0,9
0,6
0
G1A1
G2A1
G3A1
G0A2
G1A2
G2A2
G3A2
G1A1 (Ganoderma dari
inang kelapa sawit)
G2A1 (Ganoderma dari
inang akasia)
G3A1 (Ganoderma dari
inang karet)
G0A2 (Kontrol)
G1A2 (Ganoderma dari
inang kelapa sawit)
G2A2 (Ganoderma dari
inang akasia)
G3A2 (Ganoderma dari
inang karet)
Gambar 1. Indeks Keparahan Penyakit akasia umur 1 bulan dan 3 bulan. (Desease Severity Index of the
Age acacia in 1-month and 3-months).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ganoderma mampu menyerang tanaman
akasia pada usia semai. Hal ini dapat
dilihat dari keparahan penyakit yang
ditimbulkan pada setiap tanaman (Gambar
1). Interaksi antara semai akasia umur 3
bulan dengan Ganoderma pada perlakuan
G2A3 dan G3A3 mampu memberikan
655
JURNAL HUTAN LESTARI (2017)
Vol. 5 (3) : 653 - 658
keparahan tertinggi dibanding G1A3
(G2A3 = 1, G3A3 0.9, G3A1 = 0.6).
sedangkan interaksi akasia umur 1 bulan
dengan Ganoderma pada perlakuan G1A1,
G2A1 dan G3A1 lebih rendah. Hal ini
disebabkan struktur akasia umur 1 bulan
memiliki jaringan pembuluh kayu yang
masih dalam proses pembentukan
sehingga tidak memiliki makanan yang
cukup untuk perkembangan Ganoderma.
Sedangkan pada akasia umur 3 bulan
struktur pembuluh kayu sudah terbentuk
sehingga tanaman memiliki kandungan
nutrisi yang lebih untuk perkembangan
Ganoderma. Terbentuknya jaringan kayu
pada tanaman adalah akibat akumulasi
selulosa dan lignin pada dinding sel di
berbagai jaringan pada tanaman. Selama
proses pertumbuhan tanaman berlangsung
keparahan penyakit pada suatu tanaman
akibat patogen yang ditularkan akan ikut
berkembang
mengikuti
proses
pertumbuhan tanaman.
Infeksi Ganoderma pada akasia umur
1 bulan pada pengamatan minggu ke-4
belum menunjukkan adanya gejala pada
tanaman. Gejala baru muncul pada minggu
ke-8 pada perlakuan Ganoderma dari
inang kelapa sawit (G1A1) dan perlakuan
Ganoderma dari inang karet (G3A1).
Namun perlakuan Ganoderma dari inang
akasia (G2A1) gejala baru muncul pada
minggu ke-10 dan gejala terus muncul
pada setiap perlakuan sampai akhir
pengamatan. Pada semai akasia umur 3
bulan gejala muncul pada minggu ke-5
pada perlakuan Ganoderma dari inang
kelapa sawit (G1A3) dan Ganoderma dari
inang akasia (G2A3). Sedangkan pada
perlakuan Ganoderma dari inang karet
(G3A3) gejala baru muncul pada minggu
ke-8. Gejala terus muncul pada setiap
perlakuan sampai akhir pengamatan.
Waktu munculnya gejala pada tanaman
bervariasi, hal ini dikarenakan penetrasi
Ganoderma terhadap akar tanaman
membutuhkan waktu untuk dapat
menginfeksi jaringan akar.
Gejala yang muncul pada tanaman
berupa klorosis pada daun dan diikuti
gejala nekrosis pada ujung daun. Hal ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan
oleh hidayati (2015), yaitu daun menjadi
kekuning-kuningan,layu,
dan kering
sehingga menyebabkan kerontokan pada
daun yang disebabkan oleh G.
steyaertenum pada tanaman akasia. Agrios
(2005) menjelaskan bahwa perubahan
warna tersebut diakibatkan oleh patogen
yang mengganggu kloroplas sehingga
menurunkan kandungan klorofil pada
daun. Hal ini juga didukung oleh suhu
rumah kasa yang berkisar antara 27oC32oC dan pH tanah sebesar 5. Abadi
(1987) mengatakan Ganoderma sp.
berkembang paling baik pada suhu 27oC30oC dan pH 3,5 – 5,0.
656
JURNAL HUTAN LESTARI (2017)
Vol. 5 (3) : 653 - 658
Berat Kering Tanaman
c
Umur 1 bulan
a
G0A1
Umur 3 bulan
a
a
a
G1A1
G2A1
G3A1
G0A2
b
b
G1A2
G2A2
b
G3A2
Gambar 2. Berat kering tanaman akasia umur 1 bulan dan 3 bulan. (Dry Weight og Acacia Plant Age 1month and 3-months).
Keseluruhan berat kering tanaman
perlakuan lebih kecil dibanding dengan
G0A2 (kontrol akasia umur 3 bulan). Berat
kering
tanaman
merupakan
hasil
pertumbuhan keseluruhan organ tanaman
(Herlina,
2009).
Berat
kering
menunjukkan kemampuan tanaman dalam
menyerap
bahan anorganik
yang
digunakan sehingga proses fotosintesis
berjalan lancar untuk proses pertumbuhan
tanaman. Perubahan utama tanaman akibat
serangan patogen pada fotosintesis
tumbuhan adalah terjadinya perubahan dan
fungsi kloroplas yang tidak normal,
dimana terjadinya degenerasi yang dapat
menghambat perkembangan pada jaringan
yang
muda.
Adapun
penyebab
ketidaknormalan
kloroplas
ini
diperkirakan karena adanya toksin yang
dikeluarkan oleh patogen, selain itu toksin
ini juga dapat menghambat enzim yang
terlibat baik secara langsung maupun
secara tidak langsung dalam proses
fotosintesis
(Yusnafi,
2008).Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian
Ganoderma mampu menghambat daya
serap air dan hara pada tanaman serta
menurunnya hasil fotosintesis.Rendahnya
penyerapan unsur hara mempengaruhi laju
fotosintesis dan juga kandungan protein
sehingga perkembangan tanaman menjadi
terhambat yang mengakibatkan rendahnya
bahan kering tanaman.
Kesimpulan
Ganoderma
bersifat
patogenik
terhadap semai akasia umur 1 bulan dan 3
bulan. Umur semai akasia 3 bulan lebih
rentan dan cepat menimbulkan gejala
Ganoderma dibanding semai akasia umur
1 bulan.
Saran
Penelitian tentang ketahanan akasia
terhadap infeksi Ganoderma perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengetahui
keragaman
genetik
Ganoderma dari inang kelapa sawit,
657
JURNAL HUTAN LESTARI (2017)
Vol. 5 (3) : 653 - 658
Ganoderma dari inang akasia
Ganoderma dari inang karet.
dan
DAFTAR PUSTAKA
Abadi A.L. 1987. Biologi Ganoderma
boninense Pat pada kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dan
pengaruh beberapa mikroba tanah
antagonistik
terhadap
pertumbuhannya.Disertasi. Bogor:
Program
Pascasarjana
Institut
Pertanian Bogor.
Agrios N.G. 2005. Plant Pathology. Fifth
Edition. Departemen of Plant
Pathology.University of Florida.
United States of America.
Departemen
Kehutanan
2003.
Pembangunan Hutan Tanaman
Industri
(HTI)-Pulp
2002.
Departemen Kehutanan, Jakarta,
Indonesia.
Flood J. Y. Hasan, P.D Turner and E.B
O’Grady 2000. The spread of
Ganoderma from its infective
sources in the field and its
implications for management of the
disease in oil palm. n: IFlood J et al.
eds. Ganoderma Diseases of
Perennial Crops. CABI Publishing.
p.101-112.
Herlina L. 2009. Potensi Trichoderma
harzianum sebagai Biofungisida
pada Tanaman Tomat. Laporan
Penelitian. Semarang: FMIPA
UNNES.
Herliyana E.N., Putra I.K., Taniwiryono
D.
2012.
Uji
Patogenisitas
Ganoderma
Terhadap
Bibit
Tanaman Sengon (Paraseriathis
falcataria (L) Nielsen). Jurnal
Silvikultur Tropika Vol.03 Hal. 3743.
Hidayati N. dan Nurrohmah H.S. 2015.
Karakteristik Morfologi Ganoderma
steyaertenum Yang Menyerang
Kebun Benih Acacia mangiun dan
Acacia auriculiformis Di Wonigiri
Jawa Tengah. Jurnal Pemuliaan
Tanaman Hutan Vol. 9 (2): 117-130
IriantoR.S.B. 2006. Incidence and spatial
analysis of root rot of Acacia
mangium in Indonesia. Journal of
Tropical Forest Science.vol 18(3):
157-165.
Nair K.S.S dan Sumardi 2000. Insect pests
and desease of major plantation
species. CIFOR, Bogor, Indonesia.
National Research Council 1983.
Mangium and other fast-growing
Acacias for the humid tropics,
National
Academy
Press,
Washington DC. AS.
Risanda D. 2008. Pengembangan Teknik
Inokulasi
Buatan
Ganoderma
boninense Pat. Pada Bibit Kelapa
Sawit. [Skripsi]. Bogor. Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
WidyastutiS.M. 2007. Peran Trichoderma
spp. dalam Revitalisasi Kehutanan
di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
658
Download