kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi sma

advertisement
KONTRIBUSI EMPATI TERHADAP PERILAKU ALTRUISME PADA
SISWA SISWI SMA NEGERI 1 SETU BEKASI
AGUSTIN PUJIYANTI
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menguji secara empiris kontribusi empati
terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi. Variabel
Independent dalam penelitian ini adalah empati, sedangkan variabel Dependent
adalah altruisme. Penelitian ini melibatkan 70 orang siswa siswi SMA kelas 1 dan
kelas 2 yang berusia antara 14 sampai dengan 17 tahun. Mereka diminta untuk
mengisi skala empati dan skala altruisme. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi
sederhana yaitu menganalisa kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada
siswa siswi dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 for windows.
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000
dimana p < 0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504.
Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan
terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi
terhadap altruisme sebesar 50,4 %. Adapun 49,6 % altruisme kemungkinan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti suasana hati, menyakini keadilan
dunia dan faktor sosiobiologis. Secara umum, empati dan perilaku altruisme pada
subjek tergolong tinggi ke arah positif.
Kata Kunci :Empati, Altruisme, Siswa siswi SMA
PENDAHULUAN
pertumbuhan
fisik
Latar Belakang Masalah
(Atkinson dkk, 1993).
hampir
lengkap
Masa remaja merupakan periode
Masa remaja tidak hanya ditandai
transisi antara masa kanak-kanak dan masa
dengan perubahan-perubahan fisik tetapi
dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan
juga
dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari
perubahan
usia 12 sampai akhir usia belasan, saat
psikis mengenai tiga hal, pertama perubahan
dengan
emosional
1
timbulnya
psikis.
yaitu
perubahan-
Perubahan-perubahan
suatu
masa
dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat
berbeda dari orang lain, mereka secara aktif
dari perubahan fisik dan kelenjar, kedua
mencoba
keinginan dan kemampuan untuk berdiri
menangis, misalnya dengan menawarkan
sendiri tambah besar dan ketiga mulai
boneka beruang miliknya. Pada awal usia
merencanakan tujuan hidup yang ideal bagi
dua tahun, anak-anak mulai memahami
dirinya ( Knys, 1986 ).
bahwa perasaan orang lain berbeda dengan
Dengan
untuk
meluasnya
melibatkan
kegiatan
sosial
diri
maka
kesempatan
dalam
bayi
lain
yang
perasaannya, sehingga mereka lebih peka
berbagai
wawasan
menghibur
terhadap
sosial
isyarat-isyarat
yang
mengungkapkan perasaan orang lain.
semakin membaik pada remaja yang lebih
Pada
akhir
masa
kanak-kanak,
besar. Sekarang remaja dapat menilai teman-
tingkat empati paling akhir muncul ketika
temannya dengan lebih baik, sehingga
anak-anak
penyesuaian
sosial
kesulitan yang ada dibalik situasi yang
bertambah baik dan pertengkaran menjadi
tampak dan menyadari bahwa situasi atau
berkurang ( Hurlock, 1994 ).
status seseorang dalam kehidupan dapat
diri
dalam
situasi
Menurut Erikson ( dalam Santrock,
sudah
sanggup
memahami
menjadi sumber beban stres kronis. Pada
2003 ) selama masa remaja, individu
tahap
melakukan pencarian identitas. Bila remaja
kesengsaraan
dikecewakan dalam hal keyakinan moral dan
kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang
keagamaan yang mereka peroleh selama
terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu,
masa
dalam
kanak-kanak,
mereka
cenderung
ini,
mereka
dapat
suatu
golongan,
masa
remaja
dapat
merasakan
misalnya
mendorong
merasa kehilangan tujuan dan merasa hidup
keyakinan
mereka kosong, setidaknya untuk sementara.
kemauan
Hal ini dapat membawa remaja ke usaha
ketidakberuntungan dan ketidakadilan (
mencari ideologi yang akan memberikan
Goleman, 2002 ).
tujuan dalam hidup mereka.
moral
yang
untuk
berpusat
pada
meringankan
Perasaan positif, seperti empati
Hoffman ( dalam Goleman, 2002 )
memberikan kontribusi pada perkembangan
melihat adanya proses alamiah empati sejak
moral remaja. Walaupun empati dianggap
bayi dan masa-masa selanjutnya. Pada umur
sebagai keadaan emosional, sering kali
satu tahun, anak-anak merasakan sakit pada
empati memiliki komponen kognitif yaitu
dirinya apabila melihat anak lain jatuh dan
kemampuan melihat keadaan psikologis
menangis, perasaannya sedemikian kuat dan
dalam diri orang lain, atau yang disebut
mengikat sehingga ia menaruh ibu jarinya di
dengan mengambil perspektif orang lain.
mulut dan membenamkan kepalanya di
Pada usia 10 sampai 12 tahun, individu
pangkuan ibunya, seolah-olah ia sendiri
membentuk empati terhadap orang lain yang
terluka. Setelah tahun pertama, ketika bayi
hidup
sudah lebih menyadari bahwa mereka
menguntungkan contohnya orang miskin,
2
dalam
kondisi
yang
tidak
orang
yang
penderitaan orang lain. Gabungan dari
dikucilkan. Kepekaan ini membantu anak-
keduanya dapat menjadi empati, yaitu ikut
anak yang lebih tua untuk bertingkah laku
merasakan penderitaan orang lain sebagai
altruistik dan pada akhirnya memunculkan
penderitaannya sendiri.
rasa
cacat
dan
kemanusiaan
orang-orang
pada
perkembangan
Adanya
empati
memungkinkan
pandangan ideologis dan politik pada remaja
seseorang dapat memotivasi orang lain
( Santrock, 2003 ).
sehingga dapat bekerja dengan baik. Setiap
Menolong orang lain dan ditolong
oleh
orang
lain
jelas
orang
dapat
meningkatkan
kepekaan
meningkatkan
perasaan sehingga memiliki tenggang rasa
kesempatan bagi orang untuk dapat bertahan
yang tinggi, yakni dengan membayangkan
dan bereproduksi. Komponen afektif dari
suatu keadaan dilihat dari sudut pandang
empati juga termasuk merasa simpatik tidak
orang lain. Dengan jalan demikian orang
hanya merasakan penderitaan orang lain
akan menjadi lebih peka terhadap reaksi
tetapi juga mengekspresikan kepedulian dan
orang lain, dapat merasakan apa yang
mencoba
untuk
dirasakan oleh orang lain, akibat selanjutnya
meringankan penderitaan mereka misalnya,
orang tersebut dapat lebih memahami orang
individu yang memiliki empati tinggi lebih
lain
termotivasi
melakukan yang terbaik ( Zuchdi, 2003 ).
melakukan
untuk
sesuatu
menolong
seseorang
dan
teman daripada mereka yang memiliki
dapat
memotivasinya
untuk
Hurlock ( 1988 ) mengemukakan
empati rendah. Komponen kognitif dari
empati
empati tampaknya merupakan kualitas unik
menempatkan diri sendiri dalam keadaan
manusia yang berkembang hanya setelah
psikologis orang lain dan untuk melihat
individu melewati masa bayi, kognisi yang
suatu situasi dari sudut pandang orang lain.
relevan
Johnson dkk (dalam Sari dkk, 2003)
termasuk
kemampuan
untuk
adalah
kemampuan
untuk
mempertimbangkan sudut pandang orang
mengemukakan
lain,
sebagai
kecenderungan untuk memahami kondisi
mengambil perspektif ( perspective taking )
atau keadaan pikiran orang lain. Seorang
yaitu mampu untuk menempatkan diri dalam
yang empati digambarkan sebagai seorang
posisi orang lain ( Schlenker & Britt dalam
yang toleran yang mampu mengendalikan
Baron & Byrne, 2005 ).
diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta
kadang-kadang
disebut
Batson ( dalam Sarwono, 2002 )
bahwa
empati
adalah
bersifat humanistik.
mengatakan bahwa egoisme dan simpati
Menurut Batson ( dalam Saraswati,
berfungsi bersama-sama dalam perilaku
2008 ) dengan empati yaitu pengalaman
menolong dari
menempatkan diri pada keadaan emosi
segi egoisme,
perilaku
menolong dapat mengurangi ketegangan diri
orang
sendiri,
simpati,
sendiri. Empati inilah yang menurut Batson
perilaku menolong itu dapat mengurangi
akan mendorong orang untuk melakukan
sedangkan
dari
segi
3
lain
seolah-olah
mengalaminya
pertolongan
altruistis.
menguji
Cialdini dkk ( dalam Baron &
pandangan altruistik dari perilaku menolong,
Byrne, 2005 ) menyetujui bahwa empati
Batson dkk ( dalam Baron dan Byrne, 2005 )
menimbulkan
merancang prosedur penelitian di mana
berpendapat bahwa ini hanya terjadi ketika
individu meningkatkan empati bystander
partisipan mempersepsikan suatu tumpang
dengan menggambarkan dirinya sebagai
tindih antara self dengan orang lain. Jika
salah satunya, mirip atau tidak mirip dengan
orang lain mempunyai tumpang tindih
korban. Bystander kemudian dihadapkan
dengan dirinya maka sebagai akibatnya, hal
pada suatu kesempatan untuk menolong.
ini menjadi bagian dari self concept di mana
Setiap
partisipan
mahasiswa
Untuk
partisipan
penelitian
diberikan peran sebagai “observer” yang
ketika
mahasiswa
yang
altruistik
membantu
tetapi
sebenarnya
sedang menolong dirinya sendiri.
melihat “teman mahasiswa” dalam monitor
televisi
perilaku
Altruisme adalah tindakan sukarela
partisipan
untuk
menolong
orang
lain
tanpa
melakukan suatu tugas selagi ( kelihatannya
mengharapkan
) menerima kejutan listrik secara acak.
apapun atau disebut juga sebagai tindakan
Teman mahasiswa ini sebenarnya asisten
tanpa pamrih ( Sears dalam Adi, 2007 ).
peneliti yang direkam pada video. Setelah
Menurut Myers ( dalam Sarwono, 2002 )
tugas dilaksanakan, asisten itu berkata
altruisme didefinisikan sebagai hasrat untuk
bahwa asisten kesakitan dan mengaku
menolong orang lain tanpa memikirkan
bahwa saat anak-anak dahulu mempunyai
kepentingan sendiri.
pengalaman
traumatik
dengan
listrik.
imbalan
Altruistic
dalam
as
bentuk
behaviour,
Asisten menyetujui untuk melanjutkan jika
pemahamannya adalah menolong orang lain,
dibutuhkan tetapi peneliti bertanya apakah
membuat
observer
tempat
membuat orang lain senang didasari oleh
dengannya atau mereka harus menghentikan
dua faktor. Yang pertama bila individu tidak
eksperimen tersebut. Ketika empati kurang
peduli
(korban
mirip),
asalnya, individu hanya sekedar menolong
mengakhiri
saja. Hal ini muncul ketika individu melihat
eksperimen daripada terlibat dalam tingkah
orang lain tidak nyaman, maka individu
laku prososial yang menyakitkan. Ketika
tersebut
empati tinggi (korban dan partisipan mirip),
eksosentris. Kedua adalah apabila individu
partisipan
yang menolong mendapatkan keuntungan
bersedia
dan
partisipan
korban
Tampak
partisipan
memilih
setuju
dan
berganti
untuk
untuk
menerima
bahwa
tidak
tindakan
menggantikan
kejutan
listrik.
altruistik
dari
ini
orang
siapa
lain
yang
ditolong,
menolongnya,
individu
senang.
yang
Tetapi
darimana
hal ini disebut
ditolong,
hal
ini
dinamakan endosentris (Pelokang, 2008).
dimotivasi hanya oleh perasaan empatik
Walaupun
untuk korban.
digambarkan
remaja
sebagai
sering
seseorang
kali
yang
egosentris dan egois atau mementingkan diri
4
sendiri, tingkah laku altruisme pada remaja
hubungan antara dirinya sendiri dengan
juga terhitung cukup banyak seperti remaja
orang lain membantu individu memahami
yang bekerja keras, remaja-remaja yang
sifat dasar altruisme. Kondisi yang biasanya
melakukan acara mencuci mobil, menjual
melibatkan altruisme oleh remaja adalah
kue, mengadakan konser mengumpulkan
emosi empati atau simpati terhadap orang
uang untuk orang-orang yang kelaparan dan
lain
menolong
menderita
hubungan yang dekat antara si pemberi dan
keterbelakangan mental dan ada pula remaja
si penerima ( Clark dkk dalam Santrock,
yang mengambil dan merawat kucing yang
2003 ). Altruisme muncul lebih sering di
terluka ( Santrock, 2003 ).
masa remaja daripada masa kanak-kanak,
anak-anak
yang
yang
membutuhkan
atau
adanya
Perilaku menolong ini nantinya
walaupun contoh-contoh seperti menyayangi
akan meningkatkan kesadaran pada diri si
orang lain dan menenangkan orang lain yang
penolong ( White & Gerstain dalam
sedang merasa tertekan juga dapat muncul
Sarwono, 2002 ). Individu dengan kesadaran
selama masa prasekolah ( eisenberg dalam
sosial yang tinggi dan rasa kemanuasiaan
Santrock, 2003 ).
yang
besar
akan
mementingkan
Cialdini dan Kenrick ( dalam Adi,
kepentingan orang lain, dan karenanya
2007 ) telah mengadakan penelitian tentang
mereka akan menolong tanpa memikirkan
motivasi untuk menolong. Partisipan di bagi
kepentingan sendiri dan pertolongan yang
menjadi 2 kelompok, kelompok pertama
diberikan pun cenderung ikhlas dan tanpa
anak usia 6-8 tahun dan kelompok kedua
pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan
remaja
ikhlas karena dapat memberikan kepuasan
kelompok mendapat perlakuan yang sama
dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si
yaitu setengah dari partisipan diminta untuk
penolong.
berpikir
Timbal
lebih
balik
15-18
tentang
masa
tahun.
lalunya
Kedua
yang
pertukaran
menyedihkan, sedangkan setengah yang lain
merupakan bagian dari altruisme ( Brown
memikirkan masa lalunya yang netral.
dalam Santrock, 2003 ). Timbal balik dapat
Kedua kelompok diberi kesempatan untuk
ditemukan pada seluruh manusia di muka
menolong orang lain yang tidak dikenal
bumi ini. Timbal balik mendorong remaja
dengan memberikan beberapa kupon yang
melakukan hal yang ingin orang lain juga
telah
melakukannya terhadap dirinya. Perasaan
permainan. Hasilnya anak yang dikondisikan
bersalah
tidak
dalam keadaan sedih tidak lebih termotivasi
memberikan balasan. Perasaan marah akan
untuk menolong dibanding dalam keadaaan
muncul
netral.
muncul
bila
dan
berusia
bila
orang
lain
remaja
yang
tidak
mereka
menangkan dalam suatu
Sebaliknya,
remaja
yang
memberikan balasan. Tidak semua altruisme
dikondisikan dalam keadaan sedih lebih
pada remaja dimotivasi oleh timbal balik
termotivasi
dan
dalam keadaan netral.
pertukaran,
tetapi
interaksi
dan
5
untuk
menolong
dibanding
Banyak ahli perkembangan percaya
Berdasarkan uraian diatas maka
bahwa baik perasaan positif, seperti empati,
peneliti tertarik untuk menguji kontribusi
simpati, kekaguman dan harga diri maupun
empati terhadap perilaku altruisme pada
perasaan
remaja maka penelitian ini mengambil judul
negatif
seperti
kemarahan,
kekejaman, rasa malu dan rasa bersalah
kontribusi
memberikan kontribusi pada perkembangan
altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1
moral remaja ( Damon dalam Santrock,
Setu Bekasi.
2003 ). Jika pengalaman emosi tersebut
Tujuan Penelitian
dirasakan secara kuat, emosi tersebut dapat
menyebabkan
perilaku
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menguji kontribusi empati terhadap
dengan standar akan mana yang benar dan
perilaku altruisme pada siswa siswi SMA
salah. Emosi seperti empati, rasa malu, rasa
Negeri 1 Setu Bekasi.
bersalah, dan rasa cemas akan pelanggaran
Manfaat Penelitian
terhadap standar yang dilakukan oleh orang
a. Manfaat Teoritis
dapat
ditemui
bertindak
terhadap
sesuai
lain
remaja
empati
di
tahap
awal
Hasil
penelitian
menunjukkan
perkembangan dan mengalami perubahan
bahwa terdapat kontribusi empati secara
selama masa kanak-kanak dan remaja.
signifikan terhadap altruisme pada siswa
Emosi seperti ini memberikan dasar yang
siswi sebesar 50,4 %. Maka penelitian ini
alamiah bagi remaja untuk memperoleh
diharapkan dapat memperkaya khasanah
nilai-nilai moral dan juga mengarahkan
ilmu pengetahuan khususnya dibidang
remaja
dan
ilmu psikologi, khususnya psikologi
memotivasi remaja untuk lebih memberikan
perkembangan dan sosial dengan cara
perhatian terhadap peristiwa tersebut. Emosi
memberi tambahan data empiris yang
moral tidak terlepas dari suatu jalinan antara
sudah teruji secara ilmiah.
aspek
terhadap
kognitif
peristiwa
dan
moral
sosial
dalam
b. Manfaat Praktis
perkembangan remaja. Jaringan perasaan,
Hasil penelitian yang menunjukkan
kognisi dan tingkah laku sosial juga dialami
bahwa
dalam altruisme yang merupakan salah satu
menyebabkan altruisme dan sebaliknya.
aspek perkembangan moral remaja.
Diharapkan dapat memberikan manfaat
Manusia pada dasarnya adalah
empati
yang
tinggi
dapat
serta masukan kepada siswa SMA
makhluk sosial dan mampu berempati.
tentang
Ketika orang-orang berinteraksi satu sama
empati yang tinggi dan juga diharapkan
lain dalam hubungan sosial, “mereka selalu
masyarakat dapat memahami tentang
prososial, biasanya menolong, dan sering
pentingnya
sekali altruistik” ( Fiske dalam Wangmuba,
mempengaruhi
2009 )
kesadaran
untuk
mengimplementasikannya
dalam
6
pentingnya
empati
pengembangan
yang
altruisme
dapat
disertai
kehidupan
sehari-hari
agar
dapat
seseorang yang sesuai dengan apa yang
bermuara pada terciptanya hubungan
dirasakan oleh orang lain
sosial yang lebih manusiawi.
Berdasarkan
definisi
tersebut
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
TINJAUAN PUSTAKA
empati adalah suatu keadaan emosional yang
Empati
dimiliki oleh seseorang untuk memahami
Empati adalah kemampuan untuk
kondisi, perasaan atau keadaan pikiran orang
menempatkan diri sendiri dalam keadaan
lain, sehingga dapat merasakan sebagaimana
psikologis orang lain dan untuk melihat
yang dirasakan dan dipikirkan orang lain.
suatu situasi dari sudut pandang orang lain (
Komponen Empati
Hurlock, 1988 ).
Menurut Mayroff (dalam Zuchdi, 2003),
Stein ( dalam Ibrahim, 2003 )
empati
terdiri
mengatakan empati adalah “menyelaraskan
komponen, yakni:
diri” ( peka ) terhadap apa, bagaimana dan
a.
atas
perpaduan
tiga
Pemahaman terhadap orang lain dengan
latar belakang perasaan dan pikiran orang
sensitif dan tepat, namun tetap menjaga
lain sebagaimana orang tersebut merasakan
keterpisahan dari orang lain tersebut.
dan memikirkannya.
b.
Titchener ( dalam Goleman, 2002 )
Pemahaman keadaan yang mendorong
munculnya perasaan tersebut.
menyatakan bahwa empati berasal dari
c.
Cara berkomunikasi dengan orang lain
semacam peniruan secara fisik atas beban
yang membuat orang lain merasa
orang lain, yang kemudian menimbulkan
diterima dan dipahami.
perasaan yang serupa dalam diri seseorang.
Altruisme
Johnson ( dalam Sari dkk, 2003 )
mengemukakan
bahwa
empati
Altruisme
adalah
dapat
didefinisikan
sebagai hasrat untuk menolong orang lain
kecenderungan untuk memahami kondisi
tanpa
atau keadaan pikiran orang lain. Seseorang
(Myers dalam Sarwono, 2002). Altruisme
yang
seorang
berempati
yang
memikirkan
kepentingan
sendiri
digambarkan
sebagai
adalah minat yang tidak mementingkan diri
toleran,
mampu
sendiri
mengendalikan diri, ramah, mempunyai
untuk
menolong
orang
lain
(Santrock, 2003).
pengaruh serta bersifat humanistik.
Altruisme adalah tindakan sukarela
Merasakan empati berarti bereaksi
yang dilakukan seseorang atau sekelompok
terhadap perasaan orang lain dengan respon
orang untuk menolong orang lain tanpa
emosional yang sama dengan respon orang
mengharapkan imbalan apapun, kecuali
lain tersebut (Damon dalam Santrock, 2003).
telah memberikan suatu kebaikan ( Sears
Batson dan Coke ( dalam Sari dkk,
dkk dalam Riyanti & Prabowo, 1998 ).
2003 ) mendefinisikan empati sebagai suatu
Menurut Macaulay dan Berkowitz
keadaan emosional yang dimiliki oleh
(dalam Schroeder, 1995) altruisme adalah
7
pertolongan
yang
diberikan
seseorang
mengharapkan imbalan dari orang yang
kepada orang lain tanpa mengharapkan
ditolongnya.
rewards dari sumber-sumber luar.
d. Helping ( menolong )
Altruisme merupakan perilaku yang
Individu yang memiliki sifat altruis
dikendalikan oleh perasaan bertanggung
senang
jawab terhadap
orang lain, misalnya
memberikan apa-apa yang berguna ketika
menolong dan berbagi (Kail & Cavanough,
orang lain dalam kesusahan karena hal
2000 ).
tersebut dapat menimbulkan perasaan
Berdasarkan
definisi
yang
membantu
orang
lain
dan
positif dalam diri si penolong.
dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa
e. Honesty ( kejujuran )
altruisme adalah tindakan sukarela yang
Individu yang memiliki sifat altruis
dilakukan seseorang untuk menolong orang
memiliki suatu sikap yang lurus hati,
lain tanpa mengharapkan rewards atau
tulus
imbalan.
mengutamakan nilai kejujuran dalam
Komponen Perilaku Altruisme
dirinya
Menurut Einsberg dan Mussen
serta
tidak
curang,
mereka
f. Generosity ( kedermawanan )
(dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) hal-
Individu yang memiliki sifat altruis
hal
memiliki sikap dari orang yang suka
yang
termasuk
dalam
komponen
altruisme adalah sebagai berikut:
beramal, suka memberi derma atau
a. Sharing ( memberi )
pemurah hati kepada orang lain yang
Individu yang sering berperilaku altruis
membutuhkan
biasanya
mengharapkan imbalan apapun dari orang
sering
memberikan
sesuatu
bantuan kepada orang lain yang lebih
pertolongannya
tanpa
yang ditolongnya.
membutuhkan dari pada dirinya.
g.Mempertimbangkan
b. Cooperative ( kerja sama )
hak
dan
kesejahteraan orang lain
Individu yang memiliki sifat altruis lebih
Individu yang memiliki sifat altruis selalu
senang melakukan suatu pekerjaan secara
berusaha untuk mempertimbangkan hak
bersama-sama, karena mereka berfikir
dan kesejahteraan orang lain, mereka
dengan berkerja sama tersebut mereka
selalu berusaha agar orang lain tidak
dapat lebih bersosialisasi dengan sesama
mengalami kesusahan.
manusia
dan
dapat
mempercepat
Remaja
pekerjaanya.
Remaja
c. Donating ( menyumbang )
adalah
suatu
masa
peralihan antara akil balik ( puberty ) dan
Individu yang memiliki sifat altruis
dewasa,
senang memberikan sesuatu atau suatu
perkembangan fisik, kognitif ( cognitive )
bantuan
emosi dan sosial, juga merupakan suatu
kepada
orang
lain
tanpa
masa
8
suatu
transisi
masa
dari
pancaroba
masa
dalam
kanak-kanak
menjadi dewasa ( Tjokrohusada dalam
Berdasarkan
Sampoerno dan Azwar, 1987 ).
Masa
remaja
definisi
yang
dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa
merupakan
masa
remaja adalah
masa transisi dari masa
transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
kanak-kanak
menuju
dewasa. Banyak perubahan-perubahan yang
menunjukkan
masa
terjadi
satu
ketergantungan dan perlindungan orang
perubahan-perubahan
dewasa pada ketergantungan terhadap diri
dalam
diantaranya
masa
adalah
remaja
ini
masa
dewasa,
peralihan
dari
fisik. Percepatan yang berlipat ganda dalam
sendiri dan penentuan diri sendiri.
pertumbuhan fisik seperti tinggi badan,
Kontribusi Empati Terhadap Perilaku
perubahan bentuk tubuh, perubahan suara
Altruisme Pada Siswa Siswi SMA Negeri
dan
1 Setu Bekasi
sebagainya
(
Prawiratirta
dalam
Gunarsa, 1983 ).
Menurut Erikson ( dalam Santrock,
Remaja adalah seorang yang pada
jenjang
waktu
tumbuh
melakukan pencarian identitas. Bila remaja
tingkat
dikecewakan dalam hal keyakinan moral dan
dewasa. Remaja ini telah melewati masa
keagamaan yang mereka peroleh selama
anak sekolah dasar, tetapi belum sampai
masa
pada ambang pintu untuk memasuki alam
merasa kehilangan tujuan dan merasa hidup
kedewasaan ( Wirowidjojo dalam Sarwono,
mereka kosong, setidaknya untuk sementara.
1984 ).
Hal ini dapat membawa remaja ke usaha
kembangnya
Istilah
tertentu
antara
dalam
2003 ) selama masa remaja, individu
anak
masa
dan
remaja digunakan
kanak-kanak,
mereka
cenderung
mencari ideologi yang akan memberikan
untuk menunjukkan masa peralihan dari
tujuan dalam hidup mereka.
ketergantungan dan perlindungan orang
Pada
akhir
masa
kanak-kanak,
dewasa pada ketergantungan terhadap diri
tingkat empati paling akhir muncul ketika
sendiri dan penentuan diri sendiri. Masa
anak-anak
remaja
munculnya
kesulitan yang ada dibalik situasi yang
serangkaian perubahan fisiologis yang kritis,
tampak dan menyadari bahwa situasi atau
yang membawa individu pada kematangan
status seseorang dalam kehidupan dapat
fisik dan biologis ( Semiun, 2006 ).
menjadi sumber beban stres kronis. Pada
ditandai
dengan
Masa remaja dimaksudkan sebagai
tahap
sudah
ini,
sanggup
memahami
mereka
dapat
merasakan
suatu
golongan,
periode transisi antara masa kanak-kanak
kesengsaraan
dan masa dewasa batasan usianya tidak
kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang
ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira
terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu,
berawal dari usia 12 sampai akhir usia
dalam
belasan, saat pertumbuhan fisik hampir
keyakinan
lengkap ( Atkinson dkk, 1993 ).
kemauan
9
masa
remaja
moral
dapat
yang
untuk
misalnya
mendorong
berpusat
pada
meringankan
ketidakberuntungan dan ketidakadilan (
dengan respon emosional yang sama dengan
Goleman, 2002 ).
respon orang lain tersebut ( Damon dalam
Menurut Cialdini ( dalam Adi, 2007
Santrock, 2003 ).
) anak adalah individu yang berusia antara
10-12
tahun,
yang
merupakan
Menurut Batson ( dalam Saraswati,
masa
2008
)
dengan
empati
(pengalaman
peralihan antara tahapan presosialization
menempatkan diri pada keadaan emosi
(tahap dimana anak tidak peduli pada orang
orang
lain, anak hanya akan menolong apabila
sendiri). Empati inilah yang menurut Batson
diminta atau ditawari sesuatu agar mau
akan mendorong orang untuk melakukan
melakukannya,tapi
pertolongan altruistis.
menolong
itu
tidak
lain
seolah-olah
mengalaminya
membawa dampak positif bagi anak), tahap
Menurut Cialdini dkk ( dalam
awareness ( tahap dimana anak belajar
Baron & Byrne, 2005 ) menyetujui bahwa
bahwa anggota masyarakat di lingkungan
empati menimbulkan perilaku altruistik
tempat tinggal mereka saling membantu,
tetapi berpendapat bahwa ini hanya terjadi
mengakibatkan
lebih
ketika partisipan mempersepsikan suatu
sensitif terhadap norma sosial dan tingkah
tumpang tindih antara self dengan orang
laku prososial ), dan tahap internalization
lain. Jika orang lain mempunyai tumpang
(15-16 tahun). Pada tahap ini perilaku
tindih
menolong bisa memberikan kepuasan secara
akibatnya, hal ini menjadi bagian dari self
intrinsik
concept dimana partisipan yang membantu
dan
individu
membuat
menjadi
orang
merasa
dengan
dirinya
maka
sebagai
nyaman. Norma eksternal yang memotivasi
sebenarnya
menolong
sudah
sendiri. Peneliti-peneliti ini menunjukkan
diinternalisasi. Dan pada usia 10 sampai 12
bukti bahwa tanpa adanya perasaan empati
tahun ini juga individu membentuk empati
tidak mungkin meningkatkan pertolongan.
selama
tahap
kedua
terhadap orang lain yang hidup dalam
kondisi
yang
tidak
sedang
menolong
dirinya
Lain hal menurut Batson ( dalam
menguntungkan,
Saraswati, 2008 )
orang yang empatik
contohnya orang miskin, orang cacat dan
menolong
orang-orang yang dikucilkan ( Santrock,
menyenangkan
2003 ). Berdasarkan tahapan-tahapan dan
Berdasarkan pada asumsi ini, Batson dkk
pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan
(dalam
bahwa remaja memiliki kepekaan untuk
hipotesis
bertingkah laku alturistik dan pada akhirnya
altruism
memunculkan rasa kemanusiaan.
mengungkapkan bahwa setidaknya beberapa
orang
lain
untuk
Saraswati,
karena
berbuat
2008)
baik”.
mengajukan
empati-altruisme
hypothesis
“rasanya
(
).
empathyMereka
Perasaan positif, seperti empati
tingkah laku prososial hanya dimotivasi oleh
memberikan kontribusi pada perkembangan
keinginan tidak egois untuk menolong
moral remaja. Merasakan empati berarti
seseorang yang membutuhkan pertolongan
bereaksi terhadap perasaan orang
(Batson & Olesan dalam Baron & Byrne,
lain
10
2005). Motivasi menolong ini dapat menjadi
2003 ). Jika pengalaman emosi tersebut
sangat kuat sehingga individu yang memberi
dirasakan secara kuat, emosi tersebut dapat
pertolongan bersedia terlibat dalam aktivitas
menyebabkan
yang tidak menyenangkan, berbahaya, dan
dengan standar akan mana yang benar dan
bahkan mengancam nyawa ( Batson, Batson
salah. Emosi seperti empati, rasa malu, rasa
dkk dalam Baron & Byrne, 2005 ).
bersalah, dan rasa cemas akan pelanggaran
Menurut Sears dkk ( 1994 ) rasa
remaja
bertindak
sesuai
terhadap standar yang dilakukan oleh orang
empatik hanya dapat dikurangi dengan
lain
membantu
dalam
perkembangan dan mengalami perubahan
kesulitan karena tujuan rasa empatik adalah
selama masa kanak-kanak dan remaja.
meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas
Emosi seperti ini memberikan dasar yang
bahwa rasa empatik merupakan sumber
alamiah bagi remaja untuk memperoleh
altruistik ( bukan kepentingan diri ) perilaku
nilai-nilai moral dan juga mengarahkan
membantu.
remaja
orang
yang
berada
dapat
ditemui
terhadap
di
tahap
peristiwa
awal
moral
dan
Ada tiga alasan utama mengapa
memotivasi remaja untuk lebih memberikan
empati sangat berkaitan dengan altruisme (
perhatian terhadap peristiwa tersebut. Emosi
Arlitt & Humphrey dalam Schroeder, 1995 )
moral tidak terlepas dari suatu jalinan antara
yaitu: 1). Adanya hubungan yang sangat
aspek
subtansial dan penting antara kemampuan
perkembangan remaja. Jaringan perasaan,
untuk merasakan empati dan keinginan
kognisi dan tingkah laku sosial juga dialami
untuk terlibat dalam perilaku altruis, 2). Ada
dalam altruisme yang merupakan salah satu
bagian spesifik pada otak manusia yang
aspek perkembangan moral remaja.
memberikan kemampuan manusia secara
kognitif
dan
sosial
dalam
Altruisme adalah tindakan sukarela
fisiologis dan neurologis untuk berempati
untuk
dengan orang lain dan 3). Empati merupakan
mengharapkan
reaksi pada manusia yang dapat diobservasi
apapun atau disebut juga sebagai tindakan
sejak usia dini. Beberapa puluh tahun yang
tanpa pamrih ( Sears dalam Adi, 2007 ).
lalu para ahli sempat menemukan bahwa
menolong
orang
imbalan
Timbal
balik
lain
dalam
dan
tanpa
bentuk
pertukaran
bayi berusia 4 tahun dapat menangis ketika
merupakan bagian dari altruisme ( Brown
mendengar bayi lain menangis.
dalam Santrock, 2003 ). Timbal balik dapat
Banyak ahli perkembangan percaya
ditemukan pada seluruh manusia di muka
bahwa baik perasaan positif, seperti empati,
bumi ini. Timbal balik mendorong remaja
simpati, kekaguman dan harga diri maupun
melakukan hal yang ingin orang lain juga
perasaan
melakukannya terhadap dirinya. Perasaan
negatif
seperti
kemarahan,
kekejaman, rasa malu dan rasa bersalah
bersalah
memberikan kontribusi pada perkembangan
memberikan balasan. Perasaan marah akan
moral remaja ( Damon dalam Santrock,
muncul
11
muncul
bila
bila
orang
lain
remaja
yang
tidak
tidak
memberikan balasan. Tidak semua altruisme
Hipotesis
pada remaja dimotivasi oleh timbal balik
dan
pertukaran,
tetapi
interaksi
Berdasarkan tinjauan pustaka di
dan
atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
hubungan antara dirinya sendiri dengan
penelitian ini yaitu ada kontribusi empati
orang lain membantu individu memahami
terhadap perilaku altruisme pada siswa dan
sifat dasar altruisme. Kondisi yang biasanya
siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi.
melibatkan altruisme oleh remaja adalah
emosi empati atau simpati terhadap orang
lain
yang
membutuhkan
atau
METODE PENELITIAN
adanya
Penelitian
ini
menggunakan
hubungan yang dekat antara si pemberi dan
pendekatan
si penerima ( Clark dkk dalam Santrock,
hubungan, yaitu menghubungkan antara
2003 ). Altruisme muncul lebih sering di
variabel satu dengan yang lain.
kuantitatif
yang
bersifat
masa remaja daripada masa kanak-kanak,
Jumlah subjek dalam penelitian ini
walaupun contoh-contoh seperti menyayangi
adalah 70 subjek. Karakteristik subjek yang
orang lain dan menenangkan orang lain yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
sedang merasa tertekan juga dapat muncul
siswa siswi SMA Negeri Bekasi yang masih
selama masa prasekolah ( eisenberg dalam
aktif, kelas 1 dan kelas 2 yang berusia 14-17
Santrock, 2003 ).
tahun. Pengembilan sampel menggunakan
teknik Purposive Sampling.
Perilaku menolong ini nantinya
akan meningkatkan kesadaran pada diri si
Pada
penolong ( White & Gerstain dalam
pengumpulan
Sarwono, 2002 ). Individu dengan kesadaran
menggunakan teknik pengumpul data yaitu
sosial yang tinggi dan rasa kemanusiaan
dengan
yang
mementingkan
variabel empati digunakan skala empati
kepentingan orang lain, dan karenanya
yang berbentuk skala Likert dan untuk
mereka akan menolong tanpa memikirkan
variabel altruisme digunakan skala altruisme
kepentingan sendiri dan pertolongan yang
yang berbentuk skala Likert.
besar
akan
lebih
angket
penelitian
data
ini
dilakukan
atau
kuesioner.
teknik
dengan
Untuk
diberikan pun cenderung ikhlas dan tanpa
Pengumpulan data yang digunakan
pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan
mengukur empati yaitu dengan menggunkan
ikhlas karena dapat memberikan kepuasan
Skala empati yang disusun berdasarkan
dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si
komponen-komponen empati dari Mayroff (
penolong.
dalam Zuchdi, 2003 ), yaitu: pemahaman
terhadap orang lain dengan sensitif dan tepat
Jadi dari penjelasan diatas, dapat
diambil
bahwa
empati
namun tetap menjaga keterpisahan dari
kecenderungan
perilaku
orang lain tersebut, pemahaman keadaan
kesimpulan
mempengaruhi
yang
altruisme.
mendorong
munculnya
perasaan
tersebut, cara berkomunikasi dengan orang
12
lain yang membuat orang lain merasa
item pernyataan, terdiri dari 34 item
diterima
favorabel
dan
dipahami.
Sedangkan
dan
32
item
Unfavorabel.
pengumpulan data yang digunakan untuk
Pengambilan data di SMA Negeri 1 Setu
mengukur
Bekasi dilakukan pada hari Sabtu tanggal 28
altruisme
yaitu
dengan
menggunakan skala altruisme yang disusun
Februari
berdasarkan komponen-komponen altruisme
kuesioner kepada 70 subjek penelitian untuk
dari Einsberg & Mussen ( dalam Dayakisni
pengambilan data.
& Hudaniah, 2003 ), yaitu: sharing (
Uji Validitas dan Reliabilitas Skala
2009,
peneliti
memberikan
memberi ), cooperative ( kerja sama ),
Pada skala empati yang disusun
donating ( menyumbang ), helping (
dengan menggunakan Skala Likert, dari 70
menolong ), honesty ( kejujuran ), generosity
item yang digunakan, diperoleh 48 item
( kedermawanan ), mempertimbangkan hak
yang valid, sementara 22 item yang lain
dan kesejahteraan orang lain.
dinyatakan gugur. Item valid memiliki nilai
Uji validitas dalam penelitian ini
korelasi antara 0,302 – 0,653, sedangkan
adalah dengan cara mengkorelasikan skor
pada uji reliabilitas dilakukan dengan teknik
tiap-tiap item dengan skor total dalam skala
Alpha Cronbach diperoleh dengan nilai
dan menggunakan analisis product moment
alpha sebesar 0,925, pengujian validitas dan
dari pearson (Azwar, 2005) sedangkan Uji
reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan
reliabilitas dalam penelitian ini adalah
program SPSS for Windows versi. 13.0.
dengan
Pada skala altruisme yang disusun dengan
menggunkan
Teknik
Alpha
Cronbach (Azwar, 2005).
menggunakan Skala Likert, dari 66 item
Teknik analisis regresi sederhana
yang digunakan, diperoleh 62 item yang
yaitu untuk mengetahui kontribusi empati
valid, sementara 4 item yang lain dinyatakan
sebagai variabel Independent ( X ) terhadap
gugur. Item valid memiliki nilai korelasi
altruisme siswa dan siswi sebagai variable
antara 0,302 – 0,744, sedangkan pada uji
Dependent ( Y ). Analisis ini dilakukan
reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha
dengan bantuan program komputer SPSS
Cronbach diperoleh dengan nilai alpha
Versi 13.0 for windows.
sebesar 0,950, pengujian validitas dan
reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan
program SPSS for Windows versi. 13.0
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan
Uji Normalitas
mempersiapkan alat ukur yaitu penyusunan
Untuk uji Normalitas digunakan
dan uji coba skala empati dan skala
alat bantu program SPSS for Windows versi
altruisme. Pada skala empati di persiapkan
13.0 yaitu uji Kolmogorov-Smirnov untuk
70 item pernyataan, terdiri dari 35 item
menguji normalitas sebaran skor.
favorabel
dan
35
item
Unfavorabel.
Berdasarkan pengujian normalitas
Sedangkan skala altruisme dipersiapkan 66
pada variabel empati signifikansi sebesar
13
0,200 (p > 0,05) dan variabel altruisme
siswi sebesar 50,4 %. Hasil penelitian ini
mempunyai signifikansi sebesar 0,091 (p >
menunjukkan bahwa empati berpengaruh
0,05). Secara umum dikatakan bahwa
terhadap altruisme. Hasil tersebut sesuai
distribusi skor empati dan distribusi skor
dengan pendapat Batson (dalam Saraswati,
altruisme pada sampel yang telah diambil
2008) yang mengatakan empati inilah yang
adalah normal.
akan mendorong orang untuk melakukan
Uji Linearitas dan Uji Hipotesis
pertolongan altruistis karena dengan empati
Untuk uji linearitas pada variabel
( pengalaman menempatkan diri pada
empati dan altruisme menunjukkan hasil
keadaan emosi orang lain seolah-olah
yang linear dengan F = 69,183 nilai
mengalaminya sendiri ). Hal ini diperkuat
signifikansinya sebesar 0,000 ( P < 0,05 ).
oleh pendapat Cialdini dkk 1997 ( dalam
Dengan demikian dapat dikatakan ada
Baron & Byrne, 2005 ) yang mengatakan
hubungan yang linear antara empati dengan
empati menimbulkan perilaku altruistik
altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1
tetapi berpendapat bahwa ini hanya terjadi
Setu Bekasi, sedangkan untuk uji hipotesis
ketika partisipan mempersepsikan suatu
Berdasarkan analisis data yang dilakukan
tumpang tindih antara self dengan orang
dengan menggunakan teknik analisi regresi
lain. Jika orang lain mempunyai tumpang
sederhana pada program SPSS Ver. 13.0 for
tindih
Windows diperoleh F= 69,183 dengan taraf
akibatnya, hal ini menjadi bagian dari self
signifikansi 0,00 dimana p < 0,05. Hal ini
concept dimana partisipan yang membantu
berarti terdapat kontribusi empati yang
sebenarnya
signifikan terhadap perilaku altruisme pada
sendiri. Peneliti-peneliti ini menunjukkan
siswa siswi. Koefisien (R) yang diperoleh
bukti bahwa tanpa adanya perasaan empati
sebesar 0,710 dan diperoleh R Square
tidak
sebesar 0,504 adapun besarnya kontribusi
pertolongan.Dari
adalah 50,4 %. Dengan demikian hipotesis
ditarik
yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi
pengaruh
empati terhadap perilaku altruisme pada
altruisme meskipun demikian ada faktor-
Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi
faktor lain yang juga memiliki pengaruh
dapat diterima.
terhadap altruisme yaitu sebesar 49,6 %.
Pembahasan
Faktor-faktor tersebut diantara lain: suasana
Penelitian
sedang
yang
sebagai
menolong
mungkin
dirinya
meningkatkan
hasil
kesimpulan
maka
penelitian
empati
cukup
besar
dapat
memiliki
terhadap
hati. Hal ini mungkin di karenakan jika
terhadap
suasana hati sedang enak, orang juga akan
altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1
terdorong untuk memberikan pertolongan
Setu Bekasi. Dari hasil penelitian diketahui
lebih banyak. Menyakini keadilan dunia
bahwa terdapat kontribusi empati secara
juga
signifikan terhadap altruisme pada siswa
dikarenakan menyakini keadilan dunia yaitu
kontribusi
bertujuan
dirinya
untuk
mengetahui
ini
dengan
empati
14
mungkin
mempengaruhi
altruisme
keyakinan bahwa dalam jangka panjang
atau status seseorang dalam kehidupan dapat
yang salah akan dihukum dan yang baik
menjadi sumber beban stres kronis.
akan dapat ganjaran. Menurut teori Melvin
Selain perbandingan mean empirik
Lerner ( dalam Saraswati, 2008 ), orang
dan mean hipotetik diatas, peneliti juga akan
yang keyakinannya kuat terhadap keadilan
menyajikan mean perbandingan berdasarkan
dunia akan termotivasi untuk mencoba
perhitungan deskriptif berdasarkan usia
memperbaiki keadaan ketika mereka melihat
dapat diketahui subjek yang berusia 16 dan
orang yang tidak bersalah menderita. Maka
17 tahun memiliki skor empati dan altruisme
tanpa pikir panjang mereka segera bertindak
tertinggi. Hal ini mungkin berkaitan dengan
memberi pertolongan jika ada orang yang
masa perkembangan di tahap 4 ( 15 – 20
kemalangan.
juga
tahun). Pada masa ini individu mulai
mungkin karena ada proses adaptasi dengan
menjadi matang secara emosional selama
lingkungan terdekat, dalam hal ini orangtua.
masa ini, sifat mementingkan diri diganti
Selain itu, meskipun minimal, ada pula
dengan minat pada orang lain. Nilai dan
peran kontribusi unsur genetik.
moral juga tampil pada perkembangan ini
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui
(Aristoteles dkk dalam Santrock, 2003).
bahwa skor mean empirik empati sebesar
Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa
151,77 lebih tinggi dari skor mean hipotetik
subjek perempuan memiliki skor empati dan
yaitu 120, sedangkan skor mean empirik
altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan
altruisme sebesar 194,49 lebih tinggi dari
subjek laki-laki. Menurut Trobst dkk 1994 (
skor mean hipotetik yaitu 155. Maka
dalam Baron & Byrne, 2005 ) wanita
diketahui secara umum subjek penelitian
mengekspresikan tingkat empati yang lebih
memiliki tingkat empati dan altruisme yang
tinggi daripada pria, hal ini disebabkan baik
tinggi. Tingginya empati dan altruisme pada
oleh perbedaan genetis atau perbedaan
subjek mungkin dikarenakan subjek dapat
pengalaman sosialisasi. Menurut pandangan
merasakan kesengsaraan suatu golongan,
Miller
misalnya kaum miskin, kaum tertindas atau
perempuan dalam hidupnya sebagian besar
mereka yang terkucil dari masyarakat dan
adalah
dapat mendorong keyakinan moral remaja
perkembangan orang lain, perempuan sering
yang
untuk
mencoba berinteraksi dengan orang lain
dan
dengan maksud membantu perkembangan
ketidakadilan. Seperti halnya yang dikatakan
orang lain dalam berbagai dimensi secara
Goleman ( 2002 ) pada akhir masa kanak-
emosional,
kanak, tingkat empati paling akhir muncul
Berdasarkan tingkat kelas sekolah subjek
ketika anak-anak sudah sanggup untuk
diketahui bahwa siswa kelas 2 memiliki skor
memahami kesulitan yang ada dibalik situasi
empati dan altruisme yang tinggi daripada
yang tampak dan menyadari bahwa situasi
kelas 1. Hal ini mungkin berkaitan dengan
Faktor
berpusat
meringankan
pada
sosiobiologis
kemauan
ketidakberuntungan
15
1986
(dalam
berpatisipasi
intelektual
Santrock,
aktif
dan
2003)
pada
sosial.
usia siswa dimana kelas 2 rata-rata berumur
dapat mendorong keyakinan moral remaja
15-17 tahun. Dimana diusia tersebut siswa
yang
berada dalam masa tahap internalization (
meringankan
15-16 tahun ) yaitu pada tahap ini perilaku
ketidakadilan. Seperti halnya yang dikatakan
menolong bisa memberikan kepuasan secara
Goleman (2002) pada akhir masa kanak-
intrinsik dan membuat orang merasa nyaman
kanak, tingkat empati paling akhir muncul
(Cialdini
Menurut
ketika anak-anak sudah sanggup untuk
Aristoteles dkk ( dalam Santrock, 2003 )
memahami kesulitan yang ada dibalik situasi
siswa
masa
yang tampak dan menyadari bahwa situasi
perkembangan di tahap 4 ( 15 – 20 tahun )
atau status seseorang dalam kehidupan dapat
yaitu pada masa ini individu mulai menjadi
menjadi sumber beban stres kronis.
matang
Saran
dalam
juga
Adi,
2007).
berada
secara
dalam
emosional,
sifat
berpusat
pada
kemauan
untuk
ketidakberuntungan
dan
mementingkan diri diganti dengan minat
Berdasarkan hasil penelitian yang
pada orang lain. Nilai dan moral juga tampil
telah dilakukan, maka dapat dikemukakan
pada perkembangan ini.
saran-saran sebagai berikut:
1. Saran untuk subjek penelitian
Bagi para subjek penelitian, di sarankan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dari
untuk tetap mempertahankan empati dan
penelitian yang telah dilakukan di SMA 1
altruisme yang dimiliki dan diharapkan
Setu Bekasi dapat ditarik kesimpulan bahwa
untuk dapat diimplementasikan dalam
terdapat kontribusi empati yang signifikan
kehidupan
terhadap altruisme pada siswa siswi SMA
bermuara pada terciptanya hubungan
Negeri 1 Setu Bekasi. Empati memberikan
sosial yang lebih manusiawi.
sumbangan terhadap altruisme sebesar 50,4
2. Saran untuk pihak sekolah
sehari-hari
agar
dapat
% sedangkan sisanya sebesar 49,6 %
Untuk
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor
empati, salah satunya adalah peran dari
lain
sekolah. Bagi pihak sekolah khususnya
seperti:
suasana
hati,
menyakini
meningkatkan
perkembangan
keadilan dunia dan faktor sosiobiologis.
para
Secara umum, subjek dalam penelitian ini
mengembangkan empati kepada siswa
memiliki empati dan altruisme yang berada
dengan
dalam kategori tinggi ke arah positif.
pendidikan karakter untuk mengajarkan
Cenderung tingginya empati dan altruisme
anak-anak bersikap jujur, bertingkah
yang
laku baik, menghargai orang lain dan
dimiliki
kemungkinan
subjek
disebabkan
penelitian
subjek
dapat
pengajar,
disarankan
mengembangkan
untuk
program
bertanggung jawab.
merasakan kesengsaraan suatu golongan,
3. Saran untuk penelitian lebih lanjut
misalnya kaum miskin, kaum tertindas atau
Dalam penelitian ini, peneliti hanya
mereka yang terkucil dari masyarakat dan
menggunakan 70 siswa dan hanya
16
menggunakan salah satu SMA sebagai
Baron & Byrne. ( 2005 ). Psikologi sosial.
Alih Bahasa: Ratna Djuwita.
Jakarta: Erlangga
sampelnya karena keterbatasan waktu
dan biaya. Maka diharapkan untuk
peneliti
selanjutnya
menambahkan
agar
jumlah
Dayakisni, T & Hudaniah. ( 2003 ).
Psikologi
sosial.
Malang:
Universitas
Muhammadiyah
Malang
dapat
sampel
dari
beberapa SMA yang akan diteliti.
Sehingga diharapkan dengan banyaknya
Goleman, D. ( 2002 ). Emotional
intelligence kecerdasan emosional
mengapa EI lebih penting dari IQ.
Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta:
Gramedia
jumlah sampel yang akan diteliti akan
lebih
mempresentasikan
dari
karakteriktik empati pada remaja dan
juga
diharapkan
bagi
penelitian
Gunarsa, S. D & Gunarsa,Yulia. S. D. (
1983 ). Psikologi perkembangan
anak dan remaja. Jakarta: PT.
BPK. Gunung Mulia
selanjutnya dalam melakukan penelitian
ini untuk lebih memperhatikan dan
mengkaji variabel-variabel lain yang
berkaitan
dengan
hubungan
empati
empati,
dengan
Hurlock, E. B. ( 1988 ). Perkembangan
anak. Alih Bahasa Meitasari
Tjandrarasa & Mulichah Zarkasih.
Jakarta: Erlangga
seperti
perilaku
merokok di tempat umum.
Hurlock,
DAFTAR PUSTAKA
Adi, W. (2007). Altruisme : helping without
selfish.
http://72.14.235.132/search?q=cach
e:3BfS0M1rcvgJ:psychemate.blogs
pot.com/2007/12/altruismehelping-without
selfish.html+kecenderungan+altrui
sme+remaja&hl=id&ct=clnk&cd=
4&gl=id. 14 Desember 2008
E. B. ( 1994 ). Psikologi
perkembangan: suatu pendidikan
sepanjang rentang kehidupan. Alih
Bahasa: Istiwidayanti & Soejarwo.
Jakarta: Erlangga
Ibrahim, Y. ( 2003 ). Menumbuhkan rasa
empati pada anak-anak. Jurnal
Ilmu Pendidikan. 1, 61-68
Kail, V & John, C. ( 2000 ). Developmental
psychology.
USA:
Thomson
Learning
Anastasi, A & Urbina, S. ( 2003 ). Tes
psikologi. Alih Bahasa: Hariono
Robertus & Imam S. Jakarta:
Indeks Gramedia Group
Knys, P. ( 1986 ). Problem yang di hadapi
muda mudi. Yogyakarta: Kanisius
Mappiare, A. ( 1982 ). Psikologi remaja.
Surabaya: Usaha Nasional
Atkinson, R. L,. Atkinson, R. C., Smith, E.
E. & Bem, D. J. ( 1993 ).
Pengantar psikologi. Ahli Bahasa:
Widjaja
Kusuma.
Batam:
Interaksara
Mustafa, A. J. (2003). Menumbuhkan
empati.
http://www.balipost.co.id/balipost
cetak/ kell.html 26 Februari 2008
Mu’taddin. ( 2002 ). Mengembangkan
keterampilan sosial. http://www.epsikologi.com/remaja/060802.html
26 Februari 2008
Azwar, S. ( 2005 ). Tes prestasi: fungsi dan
pengembangan
pengukuran
prestasi belajar. Jakarta: Pustaka
Pelajar
17
Pelokang, J. R. ( 2008 ). Altruisme tidak ada
yang
ambigu.
http://72.14.235.104/search?q=cahc
e:GIMTCFGQr28J:dotadotkom.mu
ltiply.com/journal+altruisme+di+pe
mukiman+mewah&hl=id&ct=clnk
&cd+2&gl=id 26 Februari 2008
Sarwono, S. W. ( 2002 ). Psikologi sosial
individu dan teori-teori psikologi
sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Schroeder, D. A., Penner L. A., Dovidio, J.
F. & Piliavin, J. A. ( 1995 ). The
psychology is kelping and altruism
problems and puzzles. USA: Mc
Graw Hill
Rifa’i, M. S. S. ( 1984 ). Psikologi
perkembangan remaja dari segi
kehidupan sosial. Bandung: Bina
Aksara
Sears, D. O., Freedman, J. L. & Peplau, L.
A. ( 1994 ). Psikologi sosial. Alih
Bahasa Michael Adryanto. Jakarta:
Erlangga
Riyanti, B. P. D & Prabowo, H. ( 1998 ).
Psikologi umum 2. Jakarta:
Gunadarma
Semiun, Y. ( 2006 ). Kesehatan mental 1.
Yogyakarta: Kanisius
Sampoerno, D & Azwar, A. ( 1987 ).
Perkawinan dan kehamilan pada
wanita muda usia. Jakarta: Ikatan
Ahli
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia
Tukan, T. B. ( 1994 ). Metoda pendidikan
seks, perkawinan dan keluarga.
Jakarta:
Erlangga
Santrock, J. W. ( 2003 ). Adolescence
perkembangan
remaja.
Alih
Bahasa: Shinto B & Sherly S.
Jakarta: Erlangga
Verderber, K. S. & Verderber, R. F. ( 1977
). Interact: using interpersonal
communication skills. California:
Wadsworth Publishing Company.
Sari, T. O. Ramdhani, N & Eliza, M. ( 2003
). Empati dan perilaku merokok di
tempat umum. Jurnal Psikologi. 2,
81-90
Wangmuba. ( 2009 ). Tingkah laku sosial.
http://72.14.235.132/search?q=cach
e:loL4iahiDxEJ:wangmuba.com/20
09/02/17/tingkahlakuprososial/+ko
mponen+empati&cd=12&hl=id&ct
=clnk&gl=id 18 Maret 2009
Saraswati, W. ( 2008 ). Altruisme, menolong
tanpa
pamrih.
http://72.14.234.104/search?q=cahc
e:wVmNMUxxEAMJ:klipingut.wo
rdpress.com/2008/01/04/altruismemenolong-tanpa
pamrih/+altruisme&hl=id&ct=clnk
&cd=6&gl=id 26 Februari 2008
Wiryanto. ( 2004 ). Pengantar ilmu
komunikasi. Jakarta: Grasindo
Zuchdi, D. ( 2003 ). Empati dan ketrampilan
sosial. Jurnal Ilmiah Pendidikan. 1,
49-64.
Sarwono, S. W. ( 1984 ). Perkawinan
remaja. Jakarta: PT. Sinar Agape
Press
18
Download