KONTRIBUSI EMPATI TERHADAP PERILAKU ALTRUISME PADA SISWA SISWI SMA NEGERI 1 SETU BEKASI AGUSTIN PUJIYANTI Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menguji secara empiris kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah empati, sedangkan variabel Dependent adalah altruisme. Penelitian ini melibatkan 70 orang siswa siswi SMA kelas 1 dan kelas 2 yang berusia antara 14 sampai dengan 17 tahun. Mereka diminta untuk mengisi skala empati dan skala altruisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik regresi sederhana yaitu menganalisa kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 for windows. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000 dimana p < 0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan terhadap perilaku altruisme pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap altruisme sebesar 50,4 %. Adapun 49,6 % altruisme kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti suasana hati, menyakini keadilan dunia dan faktor sosiobiologis. Secara umum, empati dan perilaku altruisme pada subjek tergolong tinggi ke arah positif. Kata Kunci :Empati, Altruisme, Siswa siswi SMA PENDAHULUAN pertumbuhan fisik Latar Belakang Masalah (Atkinson dkk, 1993). hampir lengkap Masa remaja merupakan periode Masa remaja tidak hanya ditandai transisi antara masa kanak-kanak dan masa dengan perubahan-perubahan fisik tetapi dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan juga dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari perubahan usia 12 sampai akhir usia belasan, saat psikis mengenai tiga hal, pertama perubahan dengan emosional 1 timbulnya psikis. yaitu perubahan- Perubahan-perubahan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat berbeda dari orang lain, mereka secara aktif dari perubahan fisik dan kelenjar, kedua mencoba keinginan dan kemampuan untuk berdiri menangis, misalnya dengan menawarkan sendiri tambah besar dan ketiga mulai boneka beruang miliknya. Pada awal usia merencanakan tujuan hidup yang ideal bagi dua tahun, anak-anak mulai memahami dirinya ( Knys, 1986 ). bahwa perasaan orang lain berbeda dengan Dengan untuk meluasnya melibatkan kegiatan sosial diri maka kesempatan dalam bayi lain yang perasaannya, sehingga mereka lebih peka berbagai wawasan menghibur terhadap sosial isyarat-isyarat yang mengungkapkan perasaan orang lain. semakin membaik pada remaja yang lebih Pada akhir masa kanak-kanak, besar. Sekarang remaja dapat menilai teman- tingkat empati paling akhir muncul ketika temannya dengan lebih baik, sehingga anak-anak penyesuaian sosial kesulitan yang ada dibalik situasi yang bertambah baik dan pertengkaran menjadi tampak dan menyadari bahwa situasi atau berkurang ( Hurlock, 1994 ). status seseorang dalam kehidupan dapat diri dalam situasi Menurut Erikson ( dalam Santrock, sudah sanggup memahami menjadi sumber beban stres kronis. Pada 2003 ) selama masa remaja, individu tahap melakukan pencarian identitas. Bila remaja kesengsaraan dikecewakan dalam hal keyakinan moral dan kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang keagamaan yang mereka peroleh selama terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu, masa dalam kanak-kanak, mereka cenderung ini, mereka dapat suatu golongan, masa remaja dapat merasakan misalnya mendorong merasa kehilangan tujuan dan merasa hidup keyakinan mereka kosong, setidaknya untuk sementara. kemauan Hal ini dapat membawa remaja ke usaha ketidakberuntungan dan ketidakadilan ( mencari ideologi yang akan memberikan Goleman, 2002 ). tujuan dalam hidup mereka. moral yang untuk berpusat pada meringankan Perasaan positif, seperti empati Hoffman ( dalam Goleman, 2002 ) memberikan kontribusi pada perkembangan melihat adanya proses alamiah empati sejak moral remaja. Walaupun empati dianggap bayi dan masa-masa selanjutnya. Pada umur sebagai keadaan emosional, sering kali satu tahun, anak-anak merasakan sakit pada empati memiliki komponen kognitif yaitu dirinya apabila melihat anak lain jatuh dan kemampuan melihat keadaan psikologis menangis, perasaannya sedemikian kuat dan dalam diri orang lain, atau yang disebut mengikat sehingga ia menaruh ibu jarinya di dengan mengambil perspektif orang lain. mulut dan membenamkan kepalanya di Pada usia 10 sampai 12 tahun, individu pangkuan ibunya, seolah-olah ia sendiri membentuk empati terhadap orang lain yang terluka. Setelah tahun pertama, ketika bayi hidup sudah lebih menyadari bahwa mereka menguntungkan contohnya orang miskin, 2 dalam kondisi yang tidak orang yang penderitaan orang lain. Gabungan dari dikucilkan. Kepekaan ini membantu anak- keduanya dapat menjadi empati, yaitu ikut anak yang lebih tua untuk bertingkah laku merasakan penderitaan orang lain sebagai altruistik dan pada akhirnya memunculkan penderitaannya sendiri. rasa cacat dan kemanusiaan orang-orang pada perkembangan Adanya empati memungkinkan pandangan ideologis dan politik pada remaja seseorang dapat memotivasi orang lain ( Santrock, 2003 ). sehingga dapat bekerja dengan baik. Setiap Menolong orang lain dan ditolong oleh orang lain jelas orang dapat meningkatkan kepekaan meningkatkan perasaan sehingga memiliki tenggang rasa kesempatan bagi orang untuk dapat bertahan yang tinggi, yakni dengan membayangkan dan bereproduksi. Komponen afektif dari suatu keadaan dilihat dari sudut pandang empati juga termasuk merasa simpatik tidak orang lain. Dengan jalan demikian orang hanya merasakan penderitaan orang lain akan menjadi lebih peka terhadap reaksi tetapi juga mengekspresikan kepedulian dan orang lain, dapat merasakan apa yang mencoba untuk dirasakan oleh orang lain, akibat selanjutnya meringankan penderitaan mereka misalnya, orang tersebut dapat lebih memahami orang individu yang memiliki empati tinggi lebih lain termotivasi melakukan yang terbaik ( Zuchdi, 2003 ). melakukan untuk sesuatu menolong seseorang dan teman daripada mereka yang memiliki dapat memotivasinya untuk Hurlock ( 1988 ) mengemukakan empati rendah. Komponen kognitif dari empati empati tampaknya merupakan kualitas unik menempatkan diri sendiri dalam keadaan manusia yang berkembang hanya setelah psikologis orang lain dan untuk melihat individu melewati masa bayi, kognisi yang suatu situasi dari sudut pandang orang lain. relevan Johnson dkk (dalam Sari dkk, 2003) termasuk kemampuan untuk adalah kemampuan untuk mempertimbangkan sudut pandang orang mengemukakan lain, sebagai kecenderungan untuk memahami kondisi mengambil perspektif ( perspective taking ) atau keadaan pikiran orang lain. Seorang yaitu mampu untuk menempatkan diri dalam yang empati digambarkan sebagai seorang posisi orang lain ( Schlenker & Britt dalam yang toleran yang mampu mengendalikan Baron & Byrne, 2005 ). diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta kadang-kadang disebut Batson ( dalam Sarwono, 2002 ) bahwa empati adalah bersifat humanistik. mengatakan bahwa egoisme dan simpati Menurut Batson ( dalam Saraswati, berfungsi bersama-sama dalam perilaku 2008 ) dengan empati yaitu pengalaman menolong dari menempatkan diri pada keadaan emosi segi egoisme, perilaku menolong dapat mengurangi ketegangan diri orang sendiri, simpati, sendiri. Empati inilah yang menurut Batson perilaku menolong itu dapat mengurangi akan mendorong orang untuk melakukan sedangkan dari segi 3 lain seolah-olah mengalaminya pertolongan altruistis. menguji Cialdini dkk ( dalam Baron & pandangan altruistik dari perilaku menolong, Byrne, 2005 ) menyetujui bahwa empati Batson dkk ( dalam Baron dan Byrne, 2005 ) menimbulkan merancang prosedur penelitian di mana berpendapat bahwa ini hanya terjadi ketika individu meningkatkan empati bystander partisipan mempersepsikan suatu tumpang dengan menggambarkan dirinya sebagai tindih antara self dengan orang lain. Jika salah satunya, mirip atau tidak mirip dengan orang lain mempunyai tumpang tindih korban. Bystander kemudian dihadapkan dengan dirinya maka sebagai akibatnya, hal pada suatu kesempatan untuk menolong. ini menjadi bagian dari self concept di mana Setiap partisipan mahasiswa Untuk partisipan penelitian diberikan peran sebagai “observer” yang ketika mahasiswa yang altruistik membantu tetapi sebenarnya sedang menolong dirinya sendiri. melihat “teman mahasiswa” dalam monitor televisi perilaku Altruisme adalah tindakan sukarela partisipan untuk menolong orang lain tanpa melakukan suatu tugas selagi ( kelihatannya mengharapkan ) menerima kejutan listrik secara acak. apapun atau disebut juga sebagai tindakan Teman mahasiswa ini sebenarnya asisten tanpa pamrih ( Sears dalam Adi, 2007 ). peneliti yang direkam pada video. Setelah Menurut Myers ( dalam Sarwono, 2002 ) tugas dilaksanakan, asisten itu berkata altruisme didefinisikan sebagai hasrat untuk bahwa asisten kesakitan dan mengaku menolong orang lain tanpa memikirkan bahwa saat anak-anak dahulu mempunyai kepentingan sendiri. pengalaman traumatik dengan listrik. imbalan Altruistic dalam as bentuk behaviour, Asisten menyetujui untuk melanjutkan jika pemahamannya adalah menolong orang lain, dibutuhkan tetapi peneliti bertanya apakah membuat observer tempat membuat orang lain senang didasari oleh dengannya atau mereka harus menghentikan dua faktor. Yang pertama bila individu tidak eksperimen tersebut. Ketika empati kurang peduli (korban mirip), asalnya, individu hanya sekedar menolong mengakhiri saja. Hal ini muncul ketika individu melihat eksperimen daripada terlibat dalam tingkah orang lain tidak nyaman, maka individu laku prososial yang menyakitkan. Ketika tersebut empati tinggi (korban dan partisipan mirip), eksosentris. Kedua adalah apabila individu partisipan yang menolong mendapatkan keuntungan bersedia dan partisipan korban Tampak partisipan memilih setuju dan berganti untuk untuk menerima bahwa tidak tindakan menggantikan kejutan listrik. altruistik dari ini orang siapa lain yang ditolong, menolongnya, individu senang. yang Tetapi darimana hal ini disebut ditolong, hal ini dinamakan endosentris (Pelokang, 2008). dimotivasi hanya oleh perasaan empatik Walaupun untuk korban. digambarkan remaja sebagai sering seseorang kali yang egosentris dan egois atau mementingkan diri 4 sendiri, tingkah laku altruisme pada remaja hubungan antara dirinya sendiri dengan juga terhitung cukup banyak seperti remaja orang lain membantu individu memahami yang bekerja keras, remaja-remaja yang sifat dasar altruisme. Kondisi yang biasanya melakukan acara mencuci mobil, menjual melibatkan altruisme oleh remaja adalah kue, mengadakan konser mengumpulkan emosi empati atau simpati terhadap orang uang untuk orang-orang yang kelaparan dan lain menolong menderita hubungan yang dekat antara si pemberi dan keterbelakangan mental dan ada pula remaja si penerima ( Clark dkk dalam Santrock, yang mengambil dan merawat kucing yang 2003 ). Altruisme muncul lebih sering di terluka ( Santrock, 2003 ). masa remaja daripada masa kanak-kanak, anak-anak yang yang membutuhkan atau adanya Perilaku menolong ini nantinya walaupun contoh-contoh seperti menyayangi akan meningkatkan kesadaran pada diri si orang lain dan menenangkan orang lain yang penolong ( White & Gerstain dalam sedang merasa tertekan juga dapat muncul Sarwono, 2002 ). Individu dengan kesadaran selama masa prasekolah ( eisenberg dalam sosial yang tinggi dan rasa kemanuasiaan Santrock, 2003 ). yang besar akan mementingkan Cialdini dan Kenrick ( dalam Adi, kepentingan orang lain, dan karenanya 2007 ) telah mengadakan penelitian tentang mereka akan menolong tanpa memikirkan motivasi untuk menolong. Partisipan di bagi kepentingan sendiri dan pertolongan yang menjadi 2 kelompok, kelompok pertama diberikan pun cenderung ikhlas dan tanpa anak usia 6-8 tahun dan kelompok kedua pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan remaja ikhlas karena dapat memberikan kepuasan kelompok mendapat perlakuan yang sama dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si yaitu setengah dari partisipan diminta untuk penolong. berpikir Timbal lebih balik 15-18 tentang masa tahun. lalunya Kedua yang pertukaran menyedihkan, sedangkan setengah yang lain merupakan bagian dari altruisme ( Brown memikirkan masa lalunya yang netral. dalam Santrock, 2003 ). Timbal balik dapat Kedua kelompok diberi kesempatan untuk ditemukan pada seluruh manusia di muka menolong orang lain yang tidak dikenal bumi ini. Timbal balik mendorong remaja dengan memberikan beberapa kupon yang melakukan hal yang ingin orang lain juga telah melakukannya terhadap dirinya. Perasaan permainan. Hasilnya anak yang dikondisikan bersalah tidak dalam keadaan sedih tidak lebih termotivasi memberikan balasan. Perasaan marah akan untuk menolong dibanding dalam keadaaan muncul netral. muncul bila dan berusia bila orang lain remaja yang tidak mereka menangkan dalam suatu Sebaliknya, remaja yang memberikan balasan. Tidak semua altruisme dikondisikan dalam keadaan sedih lebih pada remaja dimotivasi oleh timbal balik termotivasi dan dalam keadaan netral. pertukaran, tetapi interaksi dan 5 untuk menolong dibanding Banyak ahli perkembangan percaya Berdasarkan uraian diatas maka bahwa baik perasaan positif, seperti empati, peneliti tertarik untuk menguji kontribusi simpati, kekaguman dan harga diri maupun empati terhadap perilaku altruisme pada perasaan remaja maka penelitian ini mengambil judul negatif seperti kemarahan, kekejaman, rasa malu dan rasa bersalah kontribusi memberikan kontribusi pada perkembangan altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1 moral remaja ( Damon dalam Santrock, Setu Bekasi. 2003 ). Jika pengalaman emosi tersebut Tujuan Penelitian dirasakan secara kuat, emosi tersebut dapat menyebabkan perilaku Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kontribusi empati terhadap dengan standar akan mana yang benar dan perilaku altruisme pada siswa siswi SMA salah. Emosi seperti empati, rasa malu, rasa Negeri 1 Setu Bekasi. bersalah, dan rasa cemas akan pelanggaran Manfaat Penelitian terhadap standar yang dilakukan oleh orang a. Manfaat Teoritis dapat ditemui bertindak terhadap sesuai lain remaja empati di tahap awal Hasil penelitian menunjukkan perkembangan dan mengalami perubahan bahwa terdapat kontribusi empati secara selama masa kanak-kanak dan remaja. signifikan terhadap altruisme pada siswa Emosi seperti ini memberikan dasar yang siswi sebesar 50,4 %. Maka penelitian ini alamiah bagi remaja untuk memperoleh diharapkan dapat memperkaya khasanah nilai-nilai moral dan juga mengarahkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang remaja dan ilmu psikologi, khususnya psikologi memotivasi remaja untuk lebih memberikan perkembangan dan sosial dengan cara perhatian terhadap peristiwa tersebut. Emosi memberi tambahan data empiris yang moral tidak terlepas dari suatu jalinan antara sudah teruji secara ilmiah. aspek terhadap kognitif peristiwa dan moral sosial dalam b. Manfaat Praktis perkembangan remaja. Jaringan perasaan, Hasil penelitian yang menunjukkan kognisi dan tingkah laku sosial juga dialami bahwa dalam altruisme yang merupakan salah satu menyebabkan altruisme dan sebaliknya. aspek perkembangan moral remaja. Diharapkan dapat memberikan manfaat Manusia pada dasarnya adalah empati yang tinggi dapat serta masukan kepada siswa SMA makhluk sosial dan mampu berempati. tentang Ketika orang-orang berinteraksi satu sama empati yang tinggi dan juga diharapkan lain dalam hubungan sosial, “mereka selalu masyarakat dapat memahami tentang prososial, biasanya menolong, dan sering pentingnya sekali altruistik” ( Fiske dalam Wangmuba, mempengaruhi 2009 ) kesadaran untuk mengimplementasikannya dalam 6 pentingnya empati pengembangan yang altruisme dapat disertai kehidupan sehari-hari agar dapat seseorang yang sesuai dengan apa yang bermuara pada terciptanya hubungan dirasakan oleh orang lain sosial yang lebih manusiawi. Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa TINJAUAN PUSTAKA empati adalah suatu keadaan emosional yang Empati dimiliki oleh seseorang untuk memahami Empati adalah kemampuan untuk kondisi, perasaan atau keadaan pikiran orang menempatkan diri sendiri dalam keadaan lain, sehingga dapat merasakan sebagaimana psikologis orang lain dan untuk melihat yang dirasakan dan dipikirkan orang lain. suatu situasi dari sudut pandang orang lain ( Komponen Empati Hurlock, 1988 ). Menurut Mayroff (dalam Zuchdi, 2003), Stein ( dalam Ibrahim, 2003 ) empati terdiri mengatakan empati adalah “menyelaraskan komponen, yakni: diri” ( peka ) terhadap apa, bagaimana dan a. atas perpaduan tiga Pemahaman terhadap orang lain dengan latar belakang perasaan dan pikiran orang sensitif dan tepat, namun tetap menjaga lain sebagaimana orang tersebut merasakan keterpisahan dari orang lain tersebut. dan memikirkannya. b. Titchener ( dalam Goleman, 2002 ) Pemahaman keadaan yang mendorong munculnya perasaan tersebut. menyatakan bahwa empati berasal dari c. Cara berkomunikasi dengan orang lain semacam peniruan secara fisik atas beban yang membuat orang lain merasa orang lain, yang kemudian menimbulkan diterima dan dipahami. perasaan yang serupa dalam diri seseorang. Altruisme Johnson ( dalam Sari dkk, 2003 ) mengemukakan bahwa empati Altruisme adalah dapat didefinisikan sebagai hasrat untuk menolong orang lain kecenderungan untuk memahami kondisi tanpa atau keadaan pikiran orang lain. Seseorang (Myers dalam Sarwono, 2002). Altruisme yang seorang berempati yang memikirkan kepentingan sendiri digambarkan sebagai adalah minat yang tidak mementingkan diri toleran, mampu sendiri mengendalikan diri, ramah, mempunyai untuk menolong orang lain (Santrock, 2003). pengaruh serta bersifat humanistik. Altruisme adalah tindakan sukarela Merasakan empati berarti bereaksi yang dilakukan seseorang atau sekelompok terhadap perasaan orang lain dengan respon orang untuk menolong orang lain tanpa emosional yang sama dengan respon orang mengharapkan imbalan apapun, kecuali lain tersebut (Damon dalam Santrock, 2003). telah memberikan suatu kebaikan ( Sears Batson dan Coke ( dalam Sari dkk, dkk dalam Riyanti & Prabowo, 1998 ). 2003 ) mendefinisikan empati sebagai suatu Menurut Macaulay dan Berkowitz keadaan emosional yang dimiliki oleh (dalam Schroeder, 1995) altruisme adalah 7 pertolongan yang diberikan seseorang mengharapkan imbalan dari orang yang kepada orang lain tanpa mengharapkan ditolongnya. rewards dari sumber-sumber luar. d. Helping ( menolong ) Altruisme merupakan perilaku yang Individu yang memiliki sifat altruis dikendalikan oleh perasaan bertanggung senang jawab terhadap orang lain, misalnya memberikan apa-apa yang berguna ketika menolong dan berbagi (Kail & Cavanough, orang lain dalam kesusahan karena hal 2000 ). tersebut dapat menimbulkan perasaan Berdasarkan definisi yang membantu orang lain dan positif dalam diri si penolong. dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa e. Honesty ( kejujuran ) altruisme adalah tindakan sukarela yang Individu yang memiliki sifat altruis dilakukan seseorang untuk menolong orang memiliki suatu sikap yang lurus hati, lain tanpa mengharapkan rewards atau tulus imbalan. mengutamakan nilai kejujuran dalam Komponen Perilaku Altruisme dirinya Menurut Einsberg dan Mussen serta tidak curang, mereka f. Generosity ( kedermawanan ) (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) hal- Individu yang memiliki sifat altruis hal memiliki sikap dari orang yang suka yang termasuk dalam komponen altruisme adalah sebagai berikut: beramal, suka memberi derma atau a. Sharing ( memberi ) pemurah hati kepada orang lain yang Individu yang sering berperilaku altruis membutuhkan biasanya mengharapkan imbalan apapun dari orang sering memberikan sesuatu bantuan kepada orang lain yang lebih pertolongannya tanpa yang ditolongnya. membutuhkan dari pada dirinya. g.Mempertimbangkan b. Cooperative ( kerja sama ) hak dan kesejahteraan orang lain Individu yang memiliki sifat altruis lebih Individu yang memiliki sifat altruis selalu senang melakukan suatu pekerjaan secara berusaha untuk mempertimbangkan hak bersama-sama, karena mereka berfikir dan kesejahteraan orang lain, mereka dengan berkerja sama tersebut mereka selalu berusaha agar orang lain tidak dapat lebih bersosialisasi dengan sesama mengalami kesusahan. manusia dan dapat mempercepat Remaja pekerjaanya. Remaja c. Donating ( menyumbang ) adalah suatu masa peralihan antara akil balik ( puberty ) dan Individu yang memiliki sifat altruis dewasa, senang memberikan sesuatu atau suatu perkembangan fisik, kognitif ( cognitive ) bantuan emosi dan sosial, juga merupakan suatu kepada orang lain tanpa masa 8 suatu transisi masa dari pancaroba masa dalam kanak-kanak menjadi dewasa ( Tjokrohusada dalam Berdasarkan Sampoerno dan Azwar, 1987 ). Masa remaja definisi yang dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa merupakan masa remaja adalah masa transisi dari masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa kanak-kanak menuju dewasa. Banyak perubahan-perubahan yang menunjukkan masa terjadi satu ketergantungan dan perlindungan orang perubahan-perubahan dewasa pada ketergantungan terhadap diri dalam diantaranya masa adalah remaja ini masa dewasa, peralihan dari fisik. Percepatan yang berlipat ganda dalam sendiri dan penentuan diri sendiri. pertumbuhan fisik seperti tinggi badan, Kontribusi Empati Terhadap Perilaku perubahan bentuk tubuh, perubahan suara Altruisme Pada Siswa Siswi SMA Negeri dan 1 Setu Bekasi sebagainya ( Prawiratirta dalam Gunarsa, 1983 ). Menurut Erikson ( dalam Santrock, Remaja adalah seorang yang pada jenjang waktu tumbuh melakukan pencarian identitas. Bila remaja tingkat dikecewakan dalam hal keyakinan moral dan dewasa. Remaja ini telah melewati masa keagamaan yang mereka peroleh selama anak sekolah dasar, tetapi belum sampai masa pada ambang pintu untuk memasuki alam merasa kehilangan tujuan dan merasa hidup kedewasaan ( Wirowidjojo dalam Sarwono, mereka kosong, setidaknya untuk sementara. 1984 ). Hal ini dapat membawa remaja ke usaha kembangnya Istilah tertentu antara dalam 2003 ) selama masa remaja, individu anak masa dan remaja digunakan kanak-kanak, mereka cenderung mencari ideologi yang akan memberikan untuk menunjukkan masa peralihan dari tujuan dalam hidup mereka. ketergantungan dan perlindungan orang Pada akhir masa kanak-kanak, dewasa pada ketergantungan terhadap diri tingkat empati paling akhir muncul ketika sendiri dan penentuan diri sendiri. Masa anak-anak remaja munculnya kesulitan yang ada dibalik situasi yang serangkaian perubahan fisiologis yang kritis, tampak dan menyadari bahwa situasi atau yang membawa individu pada kematangan status seseorang dalam kehidupan dapat fisik dan biologis ( Semiun, 2006 ). menjadi sumber beban stres kronis. Pada ditandai dengan Masa remaja dimaksudkan sebagai tahap sudah ini, sanggup memahami mereka dapat merasakan suatu golongan, periode transisi antara masa kanak-kanak kesengsaraan dan masa dewasa batasan usianya tidak kaum miskin, kaum tertindas, mereka yang ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira terkucil dari masyarakat. Pemahaman itu, berawal dari usia 12 sampai akhir usia dalam belasan, saat pertumbuhan fisik hampir keyakinan lengkap ( Atkinson dkk, 1993 ). kemauan 9 masa remaja moral dapat yang untuk misalnya mendorong berpusat pada meringankan ketidakberuntungan dan ketidakadilan ( dengan respon emosional yang sama dengan Goleman, 2002 ). respon orang lain tersebut ( Damon dalam Menurut Cialdini ( dalam Adi, 2007 Santrock, 2003 ). ) anak adalah individu yang berusia antara 10-12 tahun, yang merupakan Menurut Batson ( dalam Saraswati, masa 2008 ) dengan empati (pengalaman peralihan antara tahapan presosialization menempatkan diri pada keadaan emosi (tahap dimana anak tidak peduli pada orang orang lain, anak hanya akan menolong apabila sendiri). Empati inilah yang menurut Batson diminta atau ditawari sesuatu agar mau akan mendorong orang untuk melakukan melakukannya,tapi pertolongan altruistis. menolong itu tidak lain seolah-olah mengalaminya membawa dampak positif bagi anak), tahap Menurut Cialdini dkk ( dalam awareness ( tahap dimana anak belajar Baron & Byrne, 2005 ) menyetujui bahwa bahwa anggota masyarakat di lingkungan empati menimbulkan perilaku altruistik tempat tinggal mereka saling membantu, tetapi berpendapat bahwa ini hanya terjadi mengakibatkan lebih ketika partisipan mempersepsikan suatu sensitif terhadap norma sosial dan tingkah tumpang tindih antara self dengan orang laku prososial ), dan tahap internalization lain. Jika orang lain mempunyai tumpang (15-16 tahun). Pada tahap ini perilaku tindih menolong bisa memberikan kepuasan secara akibatnya, hal ini menjadi bagian dari self intrinsik concept dimana partisipan yang membantu dan individu membuat menjadi orang merasa dengan dirinya maka sebagai nyaman. Norma eksternal yang memotivasi sebenarnya menolong sudah sendiri. Peneliti-peneliti ini menunjukkan diinternalisasi. Dan pada usia 10 sampai 12 bukti bahwa tanpa adanya perasaan empati tahun ini juga individu membentuk empati tidak mungkin meningkatkan pertolongan. selama tahap kedua terhadap orang lain yang hidup dalam kondisi yang tidak sedang menolong dirinya Lain hal menurut Batson ( dalam menguntungkan, Saraswati, 2008 ) orang yang empatik contohnya orang miskin, orang cacat dan menolong orang-orang yang dikucilkan ( Santrock, menyenangkan 2003 ). Berdasarkan tahapan-tahapan dan Berdasarkan pada asumsi ini, Batson dkk pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan (dalam bahwa remaja memiliki kepekaan untuk hipotesis bertingkah laku alturistik dan pada akhirnya altruism memunculkan rasa kemanusiaan. mengungkapkan bahwa setidaknya beberapa orang lain untuk Saraswati, karena berbuat 2008) baik”. mengajukan empati-altruisme hypothesis “rasanya ( ). empathyMereka Perasaan positif, seperti empati tingkah laku prososial hanya dimotivasi oleh memberikan kontribusi pada perkembangan keinginan tidak egois untuk menolong moral remaja. Merasakan empati berarti seseorang yang membutuhkan pertolongan bereaksi terhadap perasaan orang (Batson & Olesan dalam Baron & Byrne, lain 10 2005). Motivasi menolong ini dapat menjadi 2003 ). Jika pengalaman emosi tersebut sangat kuat sehingga individu yang memberi dirasakan secara kuat, emosi tersebut dapat pertolongan bersedia terlibat dalam aktivitas menyebabkan yang tidak menyenangkan, berbahaya, dan dengan standar akan mana yang benar dan bahkan mengancam nyawa ( Batson, Batson salah. Emosi seperti empati, rasa malu, rasa dkk dalam Baron & Byrne, 2005 ). bersalah, dan rasa cemas akan pelanggaran Menurut Sears dkk ( 1994 ) rasa remaja bertindak sesuai terhadap standar yang dilakukan oleh orang empatik hanya dapat dikurangi dengan lain membantu dalam perkembangan dan mengalami perubahan kesulitan karena tujuan rasa empatik adalah selama masa kanak-kanak dan remaja. meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas Emosi seperti ini memberikan dasar yang bahwa rasa empatik merupakan sumber alamiah bagi remaja untuk memperoleh altruistik ( bukan kepentingan diri ) perilaku nilai-nilai moral dan juga mengarahkan membantu. remaja orang yang berada dapat ditemui terhadap di tahap peristiwa awal moral dan Ada tiga alasan utama mengapa memotivasi remaja untuk lebih memberikan empati sangat berkaitan dengan altruisme ( perhatian terhadap peristiwa tersebut. Emosi Arlitt & Humphrey dalam Schroeder, 1995 ) moral tidak terlepas dari suatu jalinan antara yaitu: 1). Adanya hubungan yang sangat aspek subtansial dan penting antara kemampuan perkembangan remaja. Jaringan perasaan, untuk merasakan empati dan keinginan kognisi dan tingkah laku sosial juga dialami untuk terlibat dalam perilaku altruis, 2). Ada dalam altruisme yang merupakan salah satu bagian spesifik pada otak manusia yang aspek perkembangan moral remaja. memberikan kemampuan manusia secara kognitif dan sosial dalam Altruisme adalah tindakan sukarela fisiologis dan neurologis untuk berempati untuk dengan orang lain dan 3). Empati merupakan mengharapkan reaksi pada manusia yang dapat diobservasi apapun atau disebut juga sebagai tindakan sejak usia dini. Beberapa puluh tahun yang tanpa pamrih ( Sears dalam Adi, 2007 ). lalu para ahli sempat menemukan bahwa menolong orang imbalan Timbal balik lain dalam dan tanpa bentuk pertukaran bayi berusia 4 tahun dapat menangis ketika merupakan bagian dari altruisme ( Brown mendengar bayi lain menangis. dalam Santrock, 2003 ). Timbal balik dapat Banyak ahli perkembangan percaya ditemukan pada seluruh manusia di muka bahwa baik perasaan positif, seperti empati, bumi ini. Timbal balik mendorong remaja simpati, kekaguman dan harga diri maupun melakukan hal yang ingin orang lain juga perasaan melakukannya terhadap dirinya. Perasaan negatif seperti kemarahan, kekejaman, rasa malu dan rasa bersalah bersalah memberikan kontribusi pada perkembangan memberikan balasan. Perasaan marah akan moral remaja ( Damon dalam Santrock, muncul 11 muncul bila bila orang lain remaja yang tidak tidak memberikan balasan. Tidak semua altruisme Hipotesis pada remaja dimotivasi oleh timbal balik dan pertukaran, tetapi interaksi Berdasarkan tinjauan pustaka di dan atas, maka hipotesis yang diajukan dalam hubungan antara dirinya sendiri dengan penelitian ini yaitu ada kontribusi empati orang lain membantu individu memahami terhadap perilaku altruisme pada siswa dan sifat dasar altruisme. Kondisi yang biasanya siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi. melibatkan altruisme oleh remaja adalah emosi empati atau simpati terhadap orang lain yang membutuhkan atau METODE PENELITIAN adanya Penelitian ini menggunakan hubungan yang dekat antara si pemberi dan pendekatan si penerima ( Clark dkk dalam Santrock, hubungan, yaitu menghubungkan antara 2003 ). Altruisme muncul lebih sering di variabel satu dengan yang lain. kuantitatif yang bersifat masa remaja daripada masa kanak-kanak, Jumlah subjek dalam penelitian ini walaupun contoh-contoh seperti menyayangi adalah 70 subjek. Karakteristik subjek yang orang lain dan menenangkan orang lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sedang merasa tertekan juga dapat muncul siswa siswi SMA Negeri Bekasi yang masih selama masa prasekolah ( eisenberg dalam aktif, kelas 1 dan kelas 2 yang berusia 14-17 Santrock, 2003 ). tahun. Pengembilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling. Perilaku menolong ini nantinya akan meningkatkan kesadaran pada diri si Pada penolong ( White & Gerstain dalam pengumpulan Sarwono, 2002 ). Individu dengan kesadaran menggunakan teknik pengumpul data yaitu sosial yang tinggi dan rasa kemanusiaan dengan yang mementingkan variabel empati digunakan skala empati kepentingan orang lain, dan karenanya yang berbentuk skala Likert dan untuk mereka akan menolong tanpa memikirkan variabel altruisme digunakan skala altruisme kepentingan sendiri dan pertolongan yang yang berbentuk skala Likert. besar akan lebih angket penelitian data ini dilakukan atau kuesioner. teknik dengan Untuk diberikan pun cenderung ikhlas dan tanpa Pengumpulan data yang digunakan pamrih. Hal ini dilakukan dengan tulus dan mengukur empati yaitu dengan menggunkan ikhlas karena dapat memberikan kepuasan Skala empati yang disusun berdasarkan dan kesenangan psikologis tersendiri bagi si komponen-komponen empati dari Mayroff ( penolong. dalam Zuchdi, 2003 ), yaitu: pemahaman terhadap orang lain dengan sensitif dan tepat Jadi dari penjelasan diatas, dapat diambil bahwa empati namun tetap menjaga keterpisahan dari kecenderungan perilaku orang lain tersebut, pemahaman keadaan kesimpulan mempengaruhi yang altruisme. mendorong munculnya perasaan tersebut, cara berkomunikasi dengan orang 12 lain yang membuat orang lain merasa item pernyataan, terdiri dari 34 item diterima favorabel dan dipahami. Sedangkan dan 32 item Unfavorabel. pengumpulan data yang digunakan untuk Pengambilan data di SMA Negeri 1 Setu mengukur Bekasi dilakukan pada hari Sabtu tanggal 28 altruisme yaitu dengan menggunakan skala altruisme yang disusun Februari berdasarkan komponen-komponen altruisme kuesioner kepada 70 subjek penelitian untuk dari Einsberg & Mussen ( dalam Dayakisni pengambilan data. & Hudaniah, 2003 ), yaitu: sharing ( Uji Validitas dan Reliabilitas Skala 2009, peneliti memberikan memberi ), cooperative ( kerja sama ), Pada skala empati yang disusun donating ( menyumbang ), helping ( dengan menggunakan Skala Likert, dari 70 menolong ), honesty ( kejujuran ), generosity item yang digunakan, diperoleh 48 item ( kedermawanan ), mempertimbangkan hak yang valid, sementara 22 item yang lain dan kesejahteraan orang lain. dinyatakan gugur. Item valid memiliki nilai Uji validitas dalam penelitian ini korelasi antara 0,302 – 0,653, sedangkan adalah dengan cara mengkorelasikan skor pada uji reliabilitas dilakukan dengan teknik tiap-tiap item dengan skor total dalam skala Alpha Cronbach diperoleh dengan nilai dan menggunakan analisis product moment alpha sebesar 0,925, pengujian validitas dan dari pearson (Azwar, 2005) sedangkan Uji reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan reliabilitas dalam penelitian ini adalah program SPSS for Windows versi. 13.0. dengan Pada skala altruisme yang disusun dengan menggunkan Teknik Alpha Cronbach (Azwar, 2005). menggunakan Skala Likert, dari 66 item Teknik analisis regresi sederhana yang digunakan, diperoleh 62 item yang yaitu untuk mengetahui kontribusi empati valid, sementara 4 item yang lain dinyatakan sebagai variabel Independent ( X ) terhadap gugur. Item valid memiliki nilai korelasi altruisme siswa dan siswi sebagai variable antara 0,302 – 0,744, sedangkan pada uji Dependent ( Y ). Analisis ini dilakukan reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha dengan bantuan program komputer SPSS Cronbach diperoleh dengan nilai alpha Versi 13.0 for windows. sebesar 0,950, pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows versi. 13.0 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan Uji Normalitas mempersiapkan alat ukur yaitu penyusunan Untuk uji Normalitas digunakan dan uji coba skala empati dan skala alat bantu program SPSS for Windows versi altruisme. Pada skala empati di persiapkan 13.0 yaitu uji Kolmogorov-Smirnov untuk 70 item pernyataan, terdiri dari 35 item menguji normalitas sebaran skor. favorabel dan 35 item Unfavorabel. Berdasarkan pengujian normalitas Sedangkan skala altruisme dipersiapkan 66 pada variabel empati signifikansi sebesar 13 0,200 (p > 0,05) dan variabel altruisme siswi sebesar 50,4 %. Hasil penelitian ini mempunyai signifikansi sebesar 0,091 (p > menunjukkan bahwa empati berpengaruh 0,05). Secara umum dikatakan bahwa terhadap altruisme. Hasil tersebut sesuai distribusi skor empati dan distribusi skor dengan pendapat Batson (dalam Saraswati, altruisme pada sampel yang telah diambil 2008) yang mengatakan empati inilah yang adalah normal. akan mendorong orang untuk melakukan Uji Linearitas dan Uji Hipotesis pertolongan altruistis karena dengan empati Untuk uji linearitas pada variabel ( pengalaman menempatkan diri pada empati dan altruisme menunjukkan hasil keadaan emosi orang lain seolah-olah yang linear dengan F = 69,183 nilai mengalaminya sendiri ). Hal ini diperkuat signifikansinya sebesar 0,000 ( P < 0,05 ). oleh pendapat Cialdini dkk 1997 ( dalam Dengan demikian dapat dikatakan ada Baron & Byrne, 2005 ) yang mengatakan hubungan yang linear antara empati dengan empati menimbulkan perilaku altruistik altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1 tetapi berpendapat bahwa ini hanya terjadi Setu Bekasi, sedangkan untuk uji hipotesis ketika partisipan mempersepsikan suatu Berdasarkan analisis data yang dilakukan tumpang tindih antara self dengan orang dengan menggunakan teknik analisi regresi lain. Jika orang lain mempunyai tumpang sederhana pada program SPSS Ver. 13.0 for tindih Windows diperoleh F= 69,183 dengan taraf akibatnya, hal ini menjadi bagian dari self signifikansi 0,00 dimana p < 0,05. Hal ini concept dimana partisipan yang membantu berarti terdapat kontribusi empati yang sebenarnya signifikan terhadap perilaku altruisme pada sendiri. Peneliti-peneliti ini menunjukkan siswa siswi. Koefisien (R) yang diperoleh bukti bahwa tanpa adanya perasaan empati sebesar 0,710 dan diperoleh R Square tidak sebesar 0,504 adapun besarnya kontribusi pertolongan.Dari adalah 50,4 %. Dengan demikian hipotesis ditarik yang menyatakan bahwa terdapat kontribusi pengaruh empati terhadap perilaku altruisme pada altruisme meskipun demikian ada faktor- Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Setu Bekasi faktor lain yang juga memiliki pengaruh dapat diterima. terhadap altruisme yaitu sebesar 49,6 %. Pembahasan Faktor-faktor tersebut diantara lain: suasana Penelitian sedang yang sebagai menolong mungkin dirinya meningkatkan hasil kesimpulan maka penelitian empati cukup besar dapat memiliki terhadap hati. Hal ini mungkin di karenakan jika terhadap suasana hati sedang enak, orang juga akan altruisme pada siswa siswi SMA Negeri 1 terdorong untuk memberikan pertolongan Setu Bekasi. Dari hasil penelitian diketahui lebih banyak. Menyakini keadilan dunia bahwa terdapat kontribusi empati secara juga signifikan terhadap altruisme pada siswa dikarenakan menyakini keadilan dunia yaitu kontribusi bertujuan dirinya untuk mengetahui ini dengan empati 14 mungkin mempengaruhi altruisme keyakinan bahwa dalam jangka panjang atau status seseorang dalam kehidupan dapat yang salah akan dihukum dan yang baik menjadi sumber beban stres kronis. akan dapat ganjaran. Menurut teori Melvin Selain perbandingan mean empirik Lerner ( dalam Saraswati, 2008 ), orang dan mean hipotetik diatas, peneliti juga akan yang keyakinannya kuat terhadap keadilan menyajikan mean perbandingan berdasarkan dunia akan termotivasi untuk mencoba perhitungan deskriptif berdasarkan usia memperbaiki keadaan ketika mereka melihat dapat diketahui subjek yang berusia 16 dan orang yang tidak bersalah menderita. Maka 17 tahun memiliki skor empati dan altruisme tanpa pikir panjang mereka segera bertindak tertinggi. Hal ini mungkin berkaitan dengan memberi pertolongan jika ada orang yang masa perkembangan di tahap 4 ( 15 – 20 kemalangan. juga tahun). Pada masa ini individu mulai mungkin karena ada proses adaptasi dengan menjadi matang secara emosional selama lingkungan terdekat, dalam hal ini orangtua. masa ini, sifat mementingkan diri diganti Selain itu, meskipun minimal, ada pula dengan minat pada orang lain. Nilai dan peran kontribusi unsur genetik. moral juga tampil pada perkembangan ini Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui (Aristoteles dkk dalam Santrock, 2003). bahwa skor mean empirik empati sebesar Berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa 151,77 lebih tinggi dari skor mean hipotetik subjek perempuan memiliki skor empati dan yaitu 120, sedangkan skor mean empirik altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan altruisme sebesar 194,49 lebih tinggi dari subjek laki-laki. Menurut Trobst dkk 1994 ( skor mean hipotetik yaitu 155. Maka dalam Baron & Byrne, 2005 ) wanita diketahui secara umum subjek penelitian mengekspresikan tingkat empati yang lebih memiliki tingkat empati dan altruisme yang tinggi daripada pria, hal ini disebabkan baik tinggi. Tingginya empati dan altruisme pada oleh perbedaan genetis atau perbedaan subjek mungkin dikarenakan subjek dapat pengalaman sosialisasi. Menurut pandangan merasakan kesengsaraan suatu golongan, Miller misalnya kaum miskin, kaum tertindas atau perempuan dalam hidupnya sebagian besar mereka yang terkucil dari masyarakat dan adalah dapat mendorong keyakinan moral remaja perkembangan orang lain, perempuan sering yang untuk mencoba berinteraksi dengan orang lain dan dengan maksud membantu perkembangan ketidakadilan. Seperti halnya yang dikatakan orang lain dalam berbagai dimensi secara Goleman ( 2002 ) pada akhir masa kanak- emosional, kanak, tingkat empati paling akhir muncul Berdasarkan tingkat kelas sekolah subjek ketika anak-anak sudah sanggup untuk diketahui bahwa siswa kelas 2 memiliki skor memahami kesulitan yang ada dibalik situasi empati dan altruisme yang tinggi daripada yang tampak dan menyadari bahwa situasi kelas 1. Hal ini mungkin berkaitan dengan Faktor berpusat meringankan pada sosiobiologis kemauan ketidakberuntungan 15 1986 (dalam berpatisipasi intelektual Santrock, aktif dan 2003) pada sosial. usia siswa dimana kelas 2 rata-rata berumur dapat mendorong keyakinan moral remaja 15-17 tahun. Dimana diusia tersebut siswa yang berada dalam masa tahap internalization ( meringankan 15-16 tahun ) yaitu pada tahap ini perilaku ketidakadilan. Seperti halnya yang dikatakan menolong bisa memberikan kepuasan secara Goleman (2002) pada akhir masa kanak- intrinsik dan membuat orang merasa nyaman kanak, tingkat empati paling akhir muncul (Cialdini Menurut ketika anak-anak sudah sanggup untuk Aristoteles dkk ( dalam Santrock, 2003 ) memahami kesulitan yang ada dibalik situasi siswa masa yang tampak dan menyadari bahwa situasi perkembangan di tahap 4 ( 15 – 20 tahun ) atau status seseorang dalam kehidupan dapat yaitu pada masa ini individu mulai menjadi menjadi sumber beban stres kronis. matang Saran dalam juga Adi, 2007). berada secara dalam emosional, sifat berpusat pada kemauan untuk ketidakberuntungan dan mementingkan diri diganti dengan minat Berdasarkan hasil penelitian yang pada orang lain. Nilai dan moral juga tampil telah dilakukan, maka dapat dikemukakan pada perkembangan ini. saran-saran sebagai berikut: 1. Saran untuk subjek penelitian Bagi para subjek penelitian, di sarankan KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dari untuk tetap mempertahankan empati dan penelitian yang telah dilakukan di SMA 1 altruisme yang dimiliki dan diharapkan Setu Bekasi dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat diimplementasikan dalam terdapat kontribusi empati yang signifikan kehidupan terhadap altruisme pada siswa siswi SMA bermuara pada terciptanya hubungan Negeri 1 Setu Bekasi. Empati memberikan sosial yang lebih manusiawi. sumbangan terhadap altruisme sebesar 50,4 2. Saran untuk pihak sekolah sehari-hari agar dapat % sedangkan sisanya sebesar 49,6 % Untuk kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor empati, salah satunya adalah peran dari lain sekolah. Bagi pihak sekolah khususnya seperti: suasana hati, menyakini meningkatkan perkembangan keadilan dunia dan faktor sosiobiologis. para Secara umum, subjek dalam penelitian ini mengembangkan empati kepada siswa memiliki empati dan altruisme yang berada dengan dalam kategori tinggi ke arah positif. pendidikan karakter untuk mengajarkan Cenderung tingginya empati dan altruisme anak-anak bersikap jujur, bertingkah yang laku baik, menghargai orang lain dan dimiliki kemungkinan subjek disebabkan penelitian subjek dapat pengajar, disarankan mengembangkan untuk program bertanggung jawab. merasakan kesengsaraan suatu golongan, 3. Saran untuk penelitian lebih lanjut misalnya kaum miskin, kaum tertindas atau Dalam penelitian ini, peneliti hanya mereka yang terkucil dari masyarakat dan menggunakan 70 siswa dan hanya 16 menggunakan salah satu SMA sebagai Baron & Byrne. ( 2005 ). Psikologi sosial. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga sampelnya karena keterbatasan waktu dan biaya. Maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya menambahkan agar jumlah Dayakisni, T & Hudaniah. ( 2003 ). Psikologi sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang dapat sampel dari beberapa SMA yang akan diteliti. Sehingga diharapkan dengan banyaknya Goleman, D. ( 2002 ). Emotional intelligence kecerdasan emosional mengapa EI lebih penting dari IQ. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: Gramedia jumlah sampel yang akan diteliti akan lebih mempresentasikan dari karakteriktik empati pada remaja dan juga diharapkan bagi penelitian Gunarsa, S. D & Gunarsa,Yulia. S. D. ( 1983 ). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT. BPK. Gunung Mulia selanjutnya dalam melakukan penelitian ini untuk lebih memperhatikan dan mengkaji variabel-variabel lain yang berkaitan dengan hubungan empati empati, dengan Hurlock, E. B. ( 1988 ). Perkembangan anak. Alih Bahasa Meitasari Tjandrarasa & Mulichah Zarkasih. Jakarta: Erlangga seperti perilaku merokok di tempat umum. Hurlock, DAFTAR PUSTAKA Adi, W. (2007). Altruisme : helping without selfish. http://72.14.235.132/search?q=cach e:3BfS0M1rcvgJ:psychemate.blogs pot.com/2007/12/altruismehelping-without selfish.html+kecenderungan+altrui sme+remaja&hl=id&ct=clnk&cd= 4&gl=id. 14 Desember 2008 E. B. ( 1994 ). Psikologi perkembangan: suatu pendidikan sepanjang rentang kehidupan. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soejarwo. Jakarta: Erlangga Ibrahim, Y. ( 2003 ). Menumbuhkan rasa empati pada anak-anak. Jurnal Ilmu Pendidikan. 1, 61-68 Kail, V & John, C. ( 2000 ). Developmental psychology. USA: Thomson Learning Anastasi, A & Urbina, S. ( 2003 ). Tes psikologi. Alih Bahasa: Hariono Robertus & Imam S. Jakarta: Indeks Gramedia Group Knys, P. ( 1986 ). Problem yang di hadapi muda mudi. Yogyakarta: Kanisius Mappiare, A. ( 1982 ). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional Atkinson, R. L,. Atkinson, R. C., Smith, E. E. & Bem, D. J. ( 1993 ). Pengantar psikologi. Ahli Bahasa: Widjaja Kusuma. Batam: Interaksara Mustafa, A. J. (2003). Menumbuhkan empati. http://www.balipost.co.id/balipost cetak/ kell.html 26 Februari 2008 Mu’taddin. ( 2002 ). Mengembangkan keterampilan sosial. http://www.epsikologi.com/remaja/060802.html 26 Februari 2008 Azwar, S. ( 2005 ). Tes prestasi: fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Jakarta: Pustaka Pelajar 17 Pelokang, J. R. ( 2008 ). Altruisme tidak ada yang ambigu. http://72.14.235.104/search?q=cahc e:GIMTCFGQr28J:dotadotkom.mu ltiply.com/journal+altruisme+di+pe mukiman+mewah&hl=id&ct=clnk &cd+2&gl=id 26 Februari 2008 Sarwono, S. W. ( 2002 ). Psikologi sosial individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka Schroeder, D. A., Penner L. A., Dovidio, J. F. & Piliavin, J. A. ( 1995 ). The psychology is kelping and altruism problems and puzzles. USA: Mc Graw Hill Rifa’i, M. S. S. ( 1984 ). Psikologi perkembangan remaja dari segi kehidupan sosial. Bandung: Bina Aksara Sears, D. O., Freedman, J. L. & Peplau, L. A. ( 1994 ). Psikologi sosial. Alih Bahasa Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga Riyanti, B. P. D & Prabowo, H. ( 1998 ). Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma Semiun, Y. ( 2006 ). Kesehatan mental 1. Yogyakarta: Kanisius Sampoerno, D & Azwar, A. ( 1987 ). Perkawinan dan kehamilan pada wanita muda usia. Jakarta: Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Tukan, T. B. ( 1994 ). Metoda pendidikan seks, perkawinan dan keluarga. Jakarta: Erlangga Santrock, J. W. ( 2003 ). Adolescence perkembangan remaja. Alih Bahasa: Shinto B & Sherly S. Jakarta: Erlangga Verderber, K. S. & Verderber, R. F. ( 1977 ). Interact: using interpersonal communication skills. California: Wadsworth Publishing Company. Sari, T. O. Ramdhani, N & Eliza, M. ( 2003 ). Empati dan perilaku merokok di tempat umum. Jurnal Psikologi. 2, 81-90 Wangmuba. ( 2009 ). Tingkah laku sosial. http://72.14.235.132/search?q=cach e:loL4iahiDxEJ:wangmuba.com/20 09/02/17/tingkahlakuprososial/+ko mponen+empati&cd=12&hl=id&ct =clnk&gl=id 18 Maret 2009 Saraswati, W. ( 2008 ). Altruisme, menolong tanpa pamrih. http://72.14.234.104/search?q=cahc e:wVmNMUxxEAMJ:klipingut.wo rdpress.com/2008/01/04/altruismemenolong-tanpa pamrih/+altruisme&hl=id&ct=clnk &cd=6&gl=id 26 Februari 2008 Wiryanto. ( 2004 ). Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Grasindo Zuchdi, D. ( 2003 ). Empati dan ketrampilan sosial. Jurnal Ilmiah Pendidikan. 1, 49-64. Sarwono, S. W. ( 1984 ). Perkawinan remaja. Jakarta: PT. Sinar Agape Press 18