Profil Penderita Akne Vulgaris pada Siswa-Siswi di

advertisement
Profil Penderita Akne Vulgaris
Profil Penderita Akne Vulgaris pada Siswa-Siswi di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan
Acne Vulgaris Patient Profiles of Shafiyyatul Amaliyyah Medan High
School Students
R. A. Khalida Purwaningdyah 1, Nelva Karmila Jusuf2
1
2
Mahasiswa F. Kedokteran USU angkatan 2009 / email : [email protected]
Staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, F. Kedokteran USU
Abstrak
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit yang umum dijumpai termasuk di masyarakat kita
Indonesia. Menurut laporan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika Indonesia, terdapat 60% penderita
AV pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Etiologi pasti AV masih belum diketahui, namun ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seperti: keratinisasi abnormal, infeksi Propionibacterium
acnes, dan inflamasi. Faktor lain seperti usia, ras, familial, makanan dan cuaca/musim secara tidak
langsung dapat memicu peningkatan proses patogenesis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penderita AV pada siswa-siswi di SMA
Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
jumlah sampel sebanyak 100 orang, tingkat ketepatan relatif (d) sebesar 0,1. Teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Diperoleh hasil penelitian dengan mayoritas penderita AV berjenis kelamin laki-laki (58%), usia
17 tahun (41%), memiliki ayah/ibu menderita AV (41%), menderita AV saat sebelum dan sesudah
menstruasi (15%). Kacang (64%), panas (70%), psikis (90%) dan kosmetik (18%) dapat memicu terjadinya
AV. Tempat predileksi AV paling sering terkena di bagian wajah (85%). Obat topikal merupakan jenis
pengobatan yang paling banyak digunakan untuk mengatasi AV(61%) dan sebagian besar tidak
melakukan pengobatan khusus (39%).
Dari hasil penelitian tersebut diharapkan siswa-siswi sebaiknya melakukan pencegahan lebih
dini agar terhindar dari terjadinya AV dan lebih aktif untuk mencari informasi yang berkaitan dengan AV.
Kata kunci: akne vulgaris, siswa-siswi, profil.
Abstract
Acne vulgaris is a common skin disease included in indonesian people. According to the Study
Group of Indonesian Cosmetic Dermatology recorded 60% AV patients in 2006 and 80% in 2007. The
specific etiology of AV is stil unknown, but there are several factors that could affect the occurence of
AV such as: abnormal keratinization, infection of Propionibacterium acnes, and inflammation. Other
factors such as age, race, family history, diet, weather/season could trigger indirectly the increase of
patogenesis process.
This study has the aim to determine AV patient profiles of Shafiyyatul Amaliyyah Medan High
School students. This is a descriptive study with 100 observation, the relativity precision level 0.1. The
sample is obtained with simple random sampling.
The study shows that the majority of AV patients is male (58%), aged 17 years (41%), have
parent that suffer AV (41%), suffer AV before and after menstruation (15%). Nuts (64%), heat (70%),
psychological (90%) and cosmetic (18%) could trigger the AV. Predilection area of AV is mostly
distributed in face (85%). Topical medicine is the most commonly used treatment for AV (61%) and
mostly not having a specific treatment (39%).
From the study, the students need to do early prevention to restrain from the occurrence of AV
and be more active in searching the information about AV.
Keywords: acne vulgaris, students, profile
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
1
Profil Penderita Akne Vulgaris
Pendahuluan
Akne vulgaris adalah suatu penyakit
pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang
pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya
mengenai remaja dan dewasa muda (Fulton,
2009).
Umumnya insiden akne vulgaris terjadi
pada sekitar umur 14-17 tahun pada wanita
dan 16-19 tahun pada pria (Wasitaatmadja,
2009). Di Indonesia, catatan kelompok studi
dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan
terdapat 60% penderita jerawat pada tahun
2006 dan 80% pada tahun 2007.
Etiologi pasti dari akne vulgaris sampai
saat ini belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang mempengaruhi seperti produksi
sebum yang berlebihan, hiperkeratinisasi pada
saluran pilosebasea, infeksi Propionibacterium
acnes, dan inflamasi (Fulton, 2009). Faktor lain
seperti
usia,
ras,
familial,
makanan,
cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat
memacu peningkatan proses patogenesis
(Wasitaatmadja, 2009).
Penulis ingin meneliti mengenai profil
penderita akne vulgaris pada siswa-siswi di
SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan karena
secara demografis sekolah ini terletak di
daerah yang strategis dan dapat mewakili
karakteristik
populasi
siswa-siswi
yang
menderita akne vulgaris di daerah perkotaan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah untuk memperoleh profil tentang
penderita akne vulgaris pada siswa/siswi di
SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan desain cross-sectional yang
dilakukan di SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan
pada bulan November 2012.
Populasi
penelitian adalah siswa-siswi yang menderita
akne vulgaris dengan jumlah sampel minimum
sebanyak 96 orang dan diambil dengan teknik
consecutive sampling.
Teknik yang digunakan pada penelitian
ini adalah observasi dan angket dengan
menggunakan
kuesioner.
Sebelum
pengumpulan data, peneliti menjelaskan
kepada calon responden tentang tujuan dan
manfaat penelitian. Kemudian meminta
persetujuan untuk menjadi responden dengan
menandatangani informed consent. Responden
yang bersedia diberi lembar kuesioner. Selesai
pengisian, peneliti memeriksa kelengkapan
data pada lembar kuesioner, kemudian
menganalisis data tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Responden penelitian ini adalah murid
SMA di Shafiyyatul Amaliyyah dengan jumlah
100 orang. Dari keseluruhan responden
tersebut diamati umur, jenis kelamin, dan profil
penderita akne yaitu riwayat keluarga, diet,
hormon, iklim, psikis, kosmetika, bagian tubuh
yang terkena akne dan pengobatan yang
digunakan.
Pada tabel 1, didapati mayoritas
responden adalah laki-laki sebanyak 58 orang
(58%) dan perempuan sebanyak 42 orang
(42%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil
penelitian Tjekyan (2009) yang menyebutkan
dalam penelitiannya bahwa angka kejadian
akne vulgaris lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan. Hal ini juga sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa akne
vulgaris lebih sering mengenai laki-laki daripada
perempuan pada saat remaja (Fulton, 2009).
Perempuan memiliki kesadaran yang lebih
tinggi untuk mencari informasi dan mencari
pelayanan kesehatan dalam menangani
masalah akne (Ruswan, 2001), oleh karena
itulah kemungkinan laki-laki lebih sering
terkena dan mempunyai masalah akne
dibandingkan perempuan. Selain itu, peranan
hormon androgen pada pria juga memegang
peranan yang penting karena kelenjar palit
sangat sensitif terhadap hormon ini yang
menyebabkan kelenjar palit bertambah besar
dan produksi sebum meningkat, oleh sebab itu
gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi
pada pria (Wasitaatmadja, 2009).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Jenis kelamin
Frekuensi
%
Laki-laki
58
58
Perempuan
42
42
Total
100
100
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
Kelamin
2
Profil Penderita Akne Vulgaris
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur
Frekuensi
%
14
5
5
15
35
35
16
17
17
17
41
41
18
2
2
Total
100
100
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Riwayat keluarga
Frekuensi
Ayah/ Ibu
41
Kakak/Abang/Adik
37
Seluruh anggota keluarga
8
Lain-lain
14
Total
100
Pada tabel 2, didapati mayoritas
responden dengan kelompok usia 17 tahun
sebanyak 41 orang (41%), kelompok usia 15
tahun sebanyak 35 orang (35%), kelompok usia
16 tahun sebanyak 17 orang (17%), kelompok
usia 14 tahun sebanyak 5 orang (5%) dan
kelompok usia 18 tahun sebanyak 2 orang (2%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa umumnya insiden
akne vulgaris terjadi pada sekitar umur 14-17
tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada pria
(Wasitaatmadja, 2009). Akne pada remaja
biasanya dimulai pada masa pubertas, ketika
gonad mulai memproduksi dan melepaskan
lebih banyak hormon androgen (Fulton, 2009).
Pada tabel 3, didapati mayoritas
riwayat keluarga yang terkena akne vulgaris
Riwayat Keluarga
%
41
37
8
14
100
adalah ayah/ibu sebanyak 41 orang (41%),
kakak/abang/adik sebanyak 37 orang (37%),
lain-lain (seperti: paman, sepupu, ayah/ibu dan
kakak/abang/adik, tidak ada) sebanyak 14
orang (14%), dan seluruh anggota keluarga
sebanyak 8 orang (8%). Hasil penelitian ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan
bahwa akne vulgaris merupakan penyakit
genetik akibat adanya peningkatan kepekaan
unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang
normal, faktor genetik juga diduga berperan
dalam menentukan bentuk dan gambaran
klinis, penyebaran lesi dan durasi penyakit.
Lebih dari 60% penderita mempunyai minimal
salah satu orang tua dengan akne vulgaris juga
(Efendi, 2003).
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Diet
Diet
Frekuensi
%
Kacang
64
64
Coklat
5
5
Makanan gorengan
19
19
Susu
1
1
Lain-lain
11
11
Total
100
100
Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Vulgaris pada Perempuan
Munculnya akne vulgaris pada
perempuan
Sebelum menstruasi
Pada saat menstruasi
Setelah menstruasi
Setelah dan sebelum menstruasi
Tidak timbul Akne sebelum, pada
saat, dan setelah menstruasi
Total
Frekuensi
%
13
10
2
15
2
31
23.8
4.8
35.7
4.8
42
100%
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
Munculnya
Akne
3
Profil Penderita Akne Vulgaris
Pada tabel 4, mayoritas responden
berpendapat bahwa jenis makanan yang dapat
menimbulkan akne vulgaris adalah kacang
sebanyak 64 orang (64%), makanan gorengan
sebanyak 19 orang (19%), lain-lain (seperti:
semua benar, kacang dan makanan gorengan,
udang, ayam, ikan tuna, telur, tidak ada)
sebanyak 11 orang (11%), coklat sebanyak 5
orang (5%), dan susu sebanyak 1 orang (1%).
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
kepustakaan yang menyatakan bahwa makanan
yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
keparahan akne adalah makanan dengan
indeks glikemik tinggi, sedangkan kacang, susu,
dan coklat merupakan makanan dengan indeks
glikemik rendah (Smith et al , 2007).
Pada tabel 5, mayoritas responden
perempuan mengalami akne vulgaris yang
berkenaan dengan menstruasi terjadi sebelum
dan sesudah menstruasi sebanyak 15 orang
(35.7%), sebelum menstruasi sebanyak 13
orang (31%), pada saat menstruasi sebanyak 10
orang (23.8%), setelah menstruasi dan tidak
timbul akne vulgaris yang berkenaan dengan
menstruasi memiliki jumlah yang sama yaitu
masing-masing sebanyak 2 orang (4.8%). Hasil
penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa periode mestruasi kulit
menjadi lebih berminyak
dan
dapat
menimbulkan akne premesntrual. Kulit
berminyak
tersebut
mencerminkan
peningkatan
aktivitas
kelenjar sebasea
(Zouboulis et al, 2002).
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Iklim
Iklim
Frekuensi
%
Panas
70
70
Dingin
1
1
Tidak dipengaruhi oleh cuaca
29
29
Total
100
100
Tabel 7.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Akne Vulgaris
Memperhatikan kondisi akne Frekuensi
vulgaris
Ya, selalu
51
Kadang-kadang
45
Tidak pernah
4
Total
100
Memperhatikan Kondisi
%
51
45
4
100
Tabel 8.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Vulgaris pada Kehidupan
Pengaruh akne vulgaris pada Frekuensi
%
kehidupan
Sangat berpengaruh
31
31
Kadang-kadang
39
39
Sangat jarang
16
16
Tidak berpengaruh
14
14
Total
100
100
Pengaruh Akne
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Psikis
Psikis
Frekuensi
%
Senang
3
3
Sedih
7
7
Stres
90
90
Total
100
100
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
4
Profil Penderita Akne Vulgaris
Pada tabel 6, didapati bahwa panas
merupakan cuaca yang dapat menimbulkan
akne vulgaris, yaitu sebanyak 70 orang (70%),
sebanyak 29 orang (29%) menjawab tidak
dipengaruhi oleh cuaca, dan dipengaruhi oleh
dingin sebanyak 1 orang (1%). Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa musim,
suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih
besar, serta sinar ultra violet yang lebih banyak
menyebabkan akne vulgaris lebih sering timbul
pada musim panas dibandingkan dengan
musim dingin. Pada kulit, kenaikan suhu udara
1 derajat celcius mengakibatkan kenaikan laju
eksresi sebum naik sebanyak 10% (Efendi,
2003).
Pada tabel 7, mayoritas responden
yang selalu memperhatikan kondisi aknenya
sendiri sebanyak 51 orang (51%), siswa-siswi
yang terkadang memperhatikan kondisi
aknenya sendiri sebanyak 45 orang (45%) dan
sebanyak 4 orang (4%) siswa-siswi yang tidak
pernah memperhatikan kondisi aknenya
sendiri. Pada tabel 8 juga didapati bahwa
mayoritas responden akne vulgaris kadangkadang memiliki pengaruh terhadap kegiatan
sehari-hari atau kehidupan sosialnya yaitu
sebanyak 39 orang (39%), sangat berpengaruh
sebanyak
31
orang
(31%),
jarang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari sebanyak
16 orang (16%) dan yang tidak berpengaruh
sebanyak 14 orang (14%). Hal ini terkait
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa
penyakit akne vulgaris merisaukan penderita
karena dapat mengerosi kepercayaan diri
akibat berkurangnya keindahan wajah pada
penderita (Wasitaatmadja, 2011).
Pada tabel 9, didapati mayoritas
keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya
akne vulgaris pada responden adalah stres,
yaitu sebanyak 90 orang (90%), sedih sebanyak
7 orang (7%) dan senang sebanyak 3 orang
(3%). Hasil tersebut sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa stres emosi pada
sebagian penderita dapat menyebabkan
kambuhnya
akne
melalui
mekanisme
peningkatan produksi Androgen dalam tubuh
(Effendi, 2003). National Institutes of Health
Amerika Serikat (2006) menyatakan stres
merupakan faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya akne vulgaris.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Timbulnya Akne Vulgaris
Pemicu timbulnya akne vulgaris
Frekuensi
Pelembab
9
Pemutih
3
Sabun pencuci muka
35
Cream siang/malam
4
Lain-lain
49
Total
100
Bahan
%
9
3
54
4
49
100
Tabel 11.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Mempengaruhi Timbulnya Akne Vulgaris pada
Perempuan
Make-up yang mempengaruhi
Foundation
Bedak
Sunscreen/sunblock
Lain-lain
Total
Frekuensi
18
7
3
14
42
Frekuensi
85
1
1
6
7
100
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
Make-up yang
%
42.9
16.7
7.1
33.3
100
Tabel 12.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
yang Terkena Akne Vulgaris
Bagian tubuh yang terkena akne
Wajah
Bahu
Dada bagian atas
Punggung
Lain-lain
Total
Pemicu
Bagian
Tubuh
%
85
1
1
6
7
100
5
Profil Penderita Akne Vulgaris
Pada tabel 10, didapati mayoritas bahan pemicu timbulnya akne yaitu sebanyak 49 orang (49%)
oleh karena lain-lain (seperti: tidak
alas bedak dapat menyebabkan timbulnya akne
ada, detergen, zat kimia), sabun pencuci muka
vulgaris. Tetapi mayoritas yang menjawab tidak
sebanyak 35 orang (35%), pelembab sebanyak
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang memicu
9 orang (9%), cream siang/malam sebanyak 4
terjadinya jerawat (tertera pada kuesioner)
orang dan pemutih sebanyak 3 orang (3%).
tidak sesuai dengan kepustakaan tersebut.
Pada tabel 11 juga didapati mayoritas
Pada tabel 12, mayoritas responden
responden
perempuan
menggunakan
didapati bagian tubuh yang paling sering
foundation yang dapat menimbulkan akne
terkena akne vulgaris adalah wajah yaitu
vulgaris yaitu sebanyak 18 orang (42.9%), lainsebanyak 85 orang (85%), lain-lain (seperti:
lain (seperti: tidak ada, blush on) sebanyak 14
badan, wajah dan punggung, wajah dan dada
orang (33.3%), bedak yaitu sebanyak 7 orang
bagian atas) yaitu sebanyak 7 orang (7%),
(16.7%),
dan
sunscreen/sunblock
yaitu
punggung yaitu sebanyak 6 orang (6%), dan
sebanyak 3 orang (7.1%). Hasil ini sesuai
dengan jumlah yang sama pada bahu dan dada
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa
bagian atas masing-masing sebanyak 1 orang
penggunaan kosmetik merupakan faktor resiko
(1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
yang berhubungan dengan timbulnya akne
kepustakaan yang menyatakan bahwa biasanya
vulgaris (Munawar et. al, 2007). Kosmetika
akne vulgaris mengenai daerah yang banyak
yang mengandung campuran bahan yang
mengandung kelenjar sebasea, seperti: muka,
bersifat komedogenik seperti pelembab dan
dada, dan punggung bagian atas (Fulton, 2009).
Tabel 13.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Untuk Mengatasi Akne Vulgaris
Penanganan
Frekuensi
%
Membeli obat bebas (tersedia 10
10
di supermarket)
Membeli obat khusus (hanya 16
16
tersedia di apotik tanpa resep
dokter)
Konsultasi dengan dokter
25
25
Tidak ada penanganan khusus 39
39
Lain-lain
10
10
Total
100
100
Penanganan
Tabel 14.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
yang Digunakan
Pengobatan yang digunakan
frekuensi
%
Pengobatan sistemik
1
1
Pengobatan topikal
61
61
Bedah kulit
1
1
Lain-lain
37
37
Total
100
100
Pengobatan
Tabel 15.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
yang Dilakukan
Pencegahan yang dilakukan
Frekuensi
%
Kurangi penggunaan kosmetik 3
3
Olahraga teratur
2
2
Lebih sering mencuci muka
83
83
Istirahat yang cukup
4
4
Lain-lain
8
8
Total
100
100
Pencegahan
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
6
Profil Penderita Akne Vulgaris
Pada tabel 13, didapati mayoritas
responden tidak melakukan penanganan
khusus untuk mengatasi masalah pada aknenya
yaitu sebanyak 39 orang (39%), konsultasi
dengan dokter yaitu sebanyak 25 orang,
membeli obat khusus yang tersedia di apotik
tanpa resep dokter yaitu sebanyak 16 orang
(16%), membeli obat bebas yang tersedia di
supermarket sebanyak 10 orang, dan lain-lain
(seperti: mencuci muka, mengoles akne dengan
bekas darah menstruasi, membeli obat dari
luar, memecahkan jerawat, obat herbal) yaitu
sebanyak 10 orang. Akne merupakan suatu
penyakit yang dapat sembuh sendiri (selflimited disease) (Fulton, 2007), karena hal inilah
mayoritas
responden
tidak
melakukan
penanganan khusus dan membiarkan akne
tersebut sembuh dengan sendirinya.
Pengobatan yang digunakan untuk
mengatasi akne vulgaris pada responden yang
paling
banyak
dengan
menggunakan
pengobatan topikal berdasarkan tabel 14 yaitu
sebanyak 61 orang (61%), lain-lain (seperti:
tidak ada, mencuci muka dengan anti akne,
pembersih muka, obat herbal) yaitu sebanyak
37 orang (37%), dengan jumlah yang sama
menggunakan pengobatan sistemik dan
melakukan bedah kulit yaitu masing-masing
sebanyak 1 orang (1%). Sediaan obat yang
paling banyak dijual bebas dan mudah
ditemukan untuk mengatasi akne yaitu sediaan
dalam bentuk obat topikal. Pengobatan
sistemik biasanya digunakan apabila gagal
dalam pengobatan lain, sedangkan bedah kulit
dilakukan apabila mengalami akne yang berat
(Wasitaatmadja, 2009), karena hal inilah
responden lebih memilih menggunakan obat
topikal untuk mengatasi akne, terlebih lagi
apabila penderita hanya mengalami masalah
akne dengan gradasi ringan.
Pada tabel 15 didapati mayoritas
terbanyak yang dilakukan responden untuk
mencegah terjadinya akne vulgaris adalah lebih
sering mencuci muka sebanyak 83 orang (83%),
lain-lain (seperti: menjaga muka tetap bersih,
menggunakan masker, semua benar, bermain
game, minum air mineral yang banyak, tidak
ada, lebih sering mencuci muka dan istirahat
yang cukup) sebanyak 8 orang (8%), istirahat
yang cukup sebanyak 4 orang (4%), mengurangi
penggunaan kosmetik sebanyak 3 orang, dan
olahraga teratur sebanyak 2 orang (2%). Hal ini
tidak sesuai dengan kepustakaan yang
menyatakan bahwa mencuci muka lebih sering
tidak signifikan mencegah akne vulgaris.
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
Tindakan mencuci dan menggosok wajah yang
berlebihan
dapat
mengiritasi
dan
memperparah kelenjar sebasea (Kimball et al,
2009). Kern (2010) menyatakan bahwa
sebaiknya mencuci muka dua kali sehari pada
pagi dan malam hari dengan menggunakan
kedua telapak tangan selama 10 detik, mencuci
muka yang berlebihan dapat menyebabkan
iritasi pada kulit.
Simpulan dan Saran
Adapun kesimpulan yang didapat dalam
penelitian ini adalah:
1. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas berusia 17
tahun (41%).
2. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas berjenis
kelamin laki-laki (58%).
3. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas mempunyai
ayah/ibu yang juga menderita akne
vulgaris (41%).
4. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah
Medan
mayoritas
diet
terbanyak yang memicu timbulnya akne
vulgaris adalah kacang (64%).
5. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas berjenis
kelamin perempuan menderita akne
vulgaris pada setelah dan sebelum
menstruasi (15%).
6. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas menyatakan
panas merupakan pemicu timbulnya akne
vulgaris (70%).
7. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas selalu
memperhatikan kondisi akne vulgarisnya
setiap hari (51%), terkadang dapat
memperngaruhi kehidupan sehari-hari
dan sosial penderita (39%). Stres juga
suatu keadaan yang dapat memicu
terjadinya akne vulgaris (90%).
8. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas menyatakan
foundation (42.9%) merupakan kosmetika
yang dapat memicu terjadinya akne
vulgaris dan akne vulgaris tidak
dipengaruhi oleh bahan-bahan seperti
yang tertera pada kuesioner (49%).
9. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah Medan mayoritas tempat
predileksi akne vulgaris pada bagian wajah
(85%).
7
Profil Penderita Akne Vulgaris
10. Penderita akne vulgaris di SMA Shafiyyatul
Amaliyyah
Medan
mayoritas
menggunakan
obat
topikal
untuk
menangani masalah pada akne (61%) dan
kebanyakan tidak melakukan pengobatan
khusus untuk mengatasinya (39%).
Bagi
penelitian
selanjutnya,
diharapkan pertanyaan pada responden lebih
diperdalam, seperti sikap yang dilakukan
responden dengan terjadinya akne vulgaris,
dan cara responden membersihkan wajah
setiap harinya. Diharapkan juga untuk
menggunakan sampel yang lebih banyak agar
cakupan penelitian lebih dalam dan luas.
Sebaiknya penelitian dapat dilakukan pada
responden yang dapat mewakili karakteristik
populasi penderita akne vulgaris di daerah
pedesaan atau dengan pengetahuan yang
terbatas, sehingga dapat lebih bermanfaat
dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Z., 2003. Peran Kulit dalam Mengatasi
Akne Vulgaris. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/h
iztologi-zukesti3.pdf
[Accessed: April 20, 2012]
Fulton, J., 2009. Acne Vulgaris. eMedicine
Articles.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/articl
e/1069804
[Accessed: April 20, 2012]
Kern, W.D., 2010. How to Wash Your Face.
Available from: http://www.acne.org/washface.html [Accessed: December 27, 2012]
Kimball, AB., Choi, JM., Lew VK., 2006. SingleBlinded, Randomized, Controlled Clinical Trial
Evaluating The Effect of Face Washing on Acne
Vulgaris.
Pediat Dermatol. 23:421-7.
National
Institute
of
Arthritis
and
Musculoskeletal and Skin Diseases, National
Institutes of Health, 2006. Questions
and Answers about Acne.
Ruswan, Aryani S., 2001. Penatalaksanaan Akne
pada Remaja. Dalam:
Tjokronegoro,
A.,
Utama, H., ed. Pengobatan Mutakhir
Dermatologi pada
Anak dan Remaja.
Jakarta: FK-UI, 78-80.
Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Keempat.
Sagung Seto, Jakarta.
E-Journal FK USU Vol 1 No 1, Februari 2013
Shazia, Munawar, 2007. Precipitating Factors of
Acne Vulgaris in Females. Available
from:
http://apims.net/Volumes/Vol5-2/Precipitating
%20factors%20of%20Acne%20Vulgaris
%20in20Females.pdf
[Accessed: December 1, 2012]
Smith, R., Mann, N., Braue A., Mäkeläinen, H.,
Varigos, G., 2007. A Low- GlycemicLoad Diet Improves Symptoms in Acne
Vulgaris Patients: A Randomized Controlled
Trial. American Journal of Clinical Nutrition. 86:
107-115.
Tjekyan, Suryadi., 2009. Kejadian dan Faktor
Resiko Akne Vulgaris. Media
Medica
Indonesia, 43: 38.
Wasitaatmadja, SM., 2009. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi Kelima.
Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Wasitaatmadja, SM., 2011. Dermatologi
Kosmetik. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik.
Edisi kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Zouboulis, CC., Seltmann, H., Hiroi, N., Chen,
W.,
Young,
M.,
Oeff,
M.,
2002.
Corticotropin-Releasing Hormone: An
Autocrine Kortikotropin-Releasing Hormone:
Proc Natl Acad Sci USA, 99: 7148-7153.
8
Download