Penetrasi Bakteri Pada Mahkota Gigi Terbuka Nevi Yanti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Saluran akar yang sudan diisi dapat terkontaminasi kembali karena beberapa keadaan seperti: (a) pasien menunda penumpatan dengan restorasi permanen setelah perawatan endodontik: (b) jika tumpatan sementara pesan; atau (c) jika bahan pengisi dan/atau struktur gigi mengalami fraktur atau hilang.(5). Bi1a keadaan ini terjadi maka bagian koronal dari saluran akar akan terbuka sehingga flora normal mulut dapat masuk kedalamnya. Untuk mengetahui seberapa cepat keseluruhan saluran akar yang sudah dirawat terkontaminasi kembali, beberapa ahli telah melakukan penelitian secara in vitro dengan menggunakan dye (zat warna) dari isotop. Tetapi penelitian dengan menggunakan dye dari isotop diragukan hasilnya (5). Oleh karena itu Torabinejad dkk menggunakan bakteri Staphylococcus epidermidis dan Proteus vulgaris untuk memberikan informasi yang lebih akurat seperti keadaan di klinik. Adapun tujuan dari penelitian Torabinejad ini adalah untuk menentukan panjang waktu yang diperlukan bakteri tersebut untuk berpenetrasi kepanjang standar saluran akar yang sudan diisi (5). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Bakteri adalah suatu kelompok jasad renik heterogen yang ukuran besarnya antara 0,2-2 um sehingga hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Bakteri dapat hidup bebas ataupun menumpang pada tubuh makhluk hidup lain. Bakteri yang menumpang hidup pada tubuh makhluk hidup lain disebut sebagai parasit. Ini tidak berati bahwa suatu parasit harus mengganggu tuan rumahnya. Parasit yang mendiami permukaan dalam dan luar dari tubuh makhluk hidup lain tanpa mengakibatkan timbulnya penyakit disebut sebagai flora normal. Flora normal dapat juga menimbulkan penyakit Jika habitat normalnya terganggu. Misalnya Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada saluran pernafasan bagian atas. Bi1a sebagian besar bakteri tersebut masuk ke dalam aliran darah (misalnya setelah ekstraksi gigi), bakteri tersebut dapat tinggal pada katup-katup jantung dan menimbulkan suatu endokarditis infektif (1,2,4). Pada penelitian ini, Torabinejad hanya menggunakan dua spesies bakteri agar memudahkan penanganan kondisi percobaan dan interpretasi data. Bakteri-bakteri tersebut adalah Staphylococcus epidermidis dan Proteus vulgaris. Dasar pemilihan ini adalah karena: kedua spesies bakteri ini merupakan flora normal pada rongga mulut (dapat menjadi sumber infeksi dalam saluran akar gigi dan jaringan sekitarnya bila habitat normalnya terganggu). Kedua spesies ini mudah tumbuh pada berbagai media pembenihan, Staphylococcus epidermidis merupakan spesies bakteri yang tidak bergerak, sedangkan Proteus vulgaris merupakan spesies bakteri yang sangat aktif 1 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara bergerak (sebagai pembanding terhadap Staphylococcus epidermidis dalam hal kemampuan penetrasi ke dalam saluran akar) (1.2,4,5). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bakteri-bakteri yang digunakan dalam penelitian Torabinejad, di bawah ini akan dijelaskan mengenai identifikasi, epidemiologi, dan klinikal infeksi dari Staphylococcus epidermidis dari Proteus vulgaris. 2.1.1. Identifikasi Identifikasi bakteri dalam hal ini meliputi morfologi dari ciri-ciri organisme, biakan dan sifat-sifat pertumbuhan (1,2,4). Staphylococcus epidermidis adalah sal berbentuk bola dengan garis tengah kira-kira 1 um dan tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur. Coccus muda bersifat Gram-positif kuat, pada biakan tua banyak coccus menjadi Gramnegatif. Coccus ini tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Hudah tumbuh pada berbagai pembenihan bakteriologik dalam keadaan aerob atau mikro-aerob. Tumbuh paling cepat pada suhu 37°C tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (20°C). Koloni pada pembenihan berbentuk bulat, halus, menonjol, dan pembenihan membentuk suatu pigmen berwarna putih. Relatif resisten terhadap pengeringan, suhu panas (tahan 50°C selama 30 menit), dan terhadap larutan natrium klorida 8%, tetapi dihambat oleh heksaklorofen 3% (1,2,4), Proteus vulgaris adalah sel berbentuk batang, Gram-negatif, dan tidak membentuk spora. Bergerak sangat aktif dengan menggunakan bulu-bulu cambuk disekeliling tubuhnya (flagel peritrih). Mudah tumbuh pada berbagai pembenihan dalam keadaan anaerob. Dapat menghasilkan urease, yang menyebabkan hidrolisis cepat dari urea, dengan melepaskan amonia. Pada infeksi saluran kemih, air kemih dapat menjadi sangat alkali sehingga dapat merangsang pembentukan batu (1,2,4) . 2.1.2. Epidemiologi Staphylococcus epidermidis selain ditemukan bebas di udara, juga merupakan flora normal pada kulit dari saluran pernafasan bagian atas manusia. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit jika habitat normalnya terganggu. Misalnya, terdapat luka sehingga bakteri tersebut dapat masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi pada daerah yang lain yang bukan habitat normalnya (1.2.4). Proteus vulgaris sebagian besar hidup bebas dalam air, tanah, dan sampah. Tetapi bakteri ini ditemukan juga sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia dan dapat menimbulkan penyakit jika habitat normalnya terganggu. Jadi sebenarnya manusia bertindak sebagai sumber kontaminasi yang endogen bagi dirinya Sendiri (1,2,4). 2.1.3. Klinikal infeksi Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, flora normal dalam tubuh manusia dapat menjadi infektif apabila habitat normalnya terganggu (1,2,4). Staphylococcus epidermidis, yang merupakan flora normal pada saluran nafas bagian atas manusia, pada dasarnya tidak invasif dan jarang menyebabkan pernanahan. Tetapi apabila habitat normalnya terganggu maka ia dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berbiak dan menyebar luas dalam jaringan serta toksin yang dihasilkannya. Daerah-daerah yang sering terinfeksi Staphylococcus epidermidis adalah protesa ortopedik dan sistem kardiovaskular (1,2,4). Proteus vulgaris, yang merupakan flora normal pada saluran pencernaan manusia, juga dapat menjadi infektif apabila habitat normalnya terganggu. Daerah2 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara daerah yang sering terinfeksi Proteus vulgaris adalah saluran kemih, saluran empedu, paru-paru, peritonium, dan selaput bila daya tahan tubuh tuan rumah tidak cukup, khususnya pada bayi baru lahir, usia tua, atau setelah immun, kuman ini dapat mencapai aliran darah dan menyebabkan sepsis (1,2,4) Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa setiap flora normal, dimanapun ia berada dapat infektif jika habitat normalnya terganggu. Begitu halnya dengan flora normal rongga mulut. Oleh karena setiap perawatan endodontik baik itu dengan menggunakan teknik kondensasi lateral, teknik kondensasi vertikal ataupun dengan teknik lainnya, perlu dilakukan dengan tepat dan sempurna agar kemungkinan Saluran akar oelh flora normal rongga mulut dapat dihindari (1,2.3,4), 2.2. Perawatan endodontik dengan teknik kondensasi lateral Untuk memperkecil kemungkinan adanya variasi yang signifikan yang diperlukan bakteri untuk berpenetrasi ke seluruh saluran akar, maka Torabinejad dkk menggunakan gigi insisivus dan kaninus dengan akar yang lurus dalam penelitiannya. Teknik pengisian saluran akar yang biasa digunakan untuk gigi jenis ini (termasuk dalam klas I Ingle, yaitu gigi-gigi yang mempunyai saluran akar yang besar, lurus dan saluran lateral) adalah teknik kondensasi lateral (3,5,6). Sebelum saluran akar diisi, gigi dipreparasi dengan teknik step-back (teknik preparasi untuk bentuk saluran akar klas I Ingle). Adapun keuntungan dari teknik ini adalah:(6 ) 1. Lebih efektif dalam membersihkan saluran akar 2. Lebih mudah melakukan pengisian saluran akar dengan teknik kondensasi lateral 3. Celah antara gutaperca dan dinding saluran akar lebih kecil Setelah dipreparasi, saluran akar diisi. Pada teknik kondensasi lateral biasanya digunakan gutaperca, yang dimasukkan ke dalam saluran akar setelah dilapisi dengan pasta saluran akar (sealer) (3,6). Kadang-kadang gutaperca tersebut disemprot dengan etil klorida untuk mempermudah pemasukannya ke dalam saluran akar serta mengurangi kelenturannya. Setelah master point berada dalam saluran akar dengan benar, lalu dimasukkan penguak di samping master point tersebut. Maka akan ditemukan ruangan untuk beberapa gutaperca yang lain. Penambahan gutaperca dengan penguak ini menyebabkan terjadinya kondensasi dari material di dalam saluran akar. Gutaperca ditekan ke dinding saluran akar dan saluran samping secara kuat. Dengan demikian pengisian sealer di dalam saluran akar menjadi berkurang. Kelebihan dari gutaperca yang mencuat dari saluran akar dipotong dengan instrumen (misalnya ekskavator) yang dipanaskan (3.6). BAB III PENELITIAN TORABINEJAD Untuk menguji kemampuan penetrasi bakteri ke dalam saluran akar yang telah diisi. Torabinejad dkk menggunakan Staphylococcus epidermidis dan Proteus vulgaris dalam penelitiannya. Sedangkan gigi yang digunakan dalam penelitian ini adalah gigi insisivus dan kaninus rahang atas dengan akar yang lurus. 3 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 3.1. Bahan dan cara Penyediaan alat. Dengan menggunakan handpiece berkecepatan tinggi dan round bur no.2 suatu lubang kecil dibuat (kurang lebih 1 mm diameternya) melalui tutup botol isi 20 ml. Sebuah penjepit kertas dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat dari sebuah penjepit buaya digantung di sebelah dalam botol. Ujung luar penjepit kertas dibengkokkan untuk menstabilkan penjepit buaya pada tutup botol. Bagian luar tutup botol yang terbuka ditutup kembali dengan bahan akrilik. Botol-botol dengan penjepit-penjepit buaya yang melekat pada tutupnya, disterilkan dengan uap. Setelah saluran akar diinstrumentasi dan diisi, sebuah tabung lateks dengan panjang 25 mm ditempatkan di atas bagian koronal dari masing-masing gigi dan bagian tepinya ditutup dengan epoxy resin. Tabung-tabung dengan gigi-gigi yang sudan dilekatkan ke atasnya disterilkan dalam larutan sodium hipoklorit 5.25% selama 15 menit dan kemudian dibilas dengan kurang lebih 300 ml air yang steril. Tabung tersebut kemudian dilekatkan pada tutup botol yang telah disterilkan. Sepuluh milimeter phenol red broth yang steril dengan 3% laktosa ditambahkan pada dasar botol, dan panjang dari tabung diatur sedemikian rupa sehingga paling sedikit dua milimeter apikal gigi terendam dalam larutan tadi (Gambar 1) Gambar 1. Sebuah gigi yang dilekatkan pada sebuah tabung dan digantung dalam botol dengan sebuah penjepit buaya Persiapan bakteri. Dua spesies bakteri digunakan sebagai pengkontamisasi pada percobaan ini; Proteus vulgaris yang sangat aktif bergerak, dan Staphylococcus epidermidis yang tidak bergerak. Bakteri-bakteri ini ditumbuhkan selama 24 jam dalam 30 ml trypticase soy broth (kira-kira 4,7 x 108 per ml Proteus vulgaris dan 7,5 x 106 per ml Staphylococcus epidermidis). Dua milimeter dari suspensi bakteri dan 0,7 ml saliva buatan yang steril seperti yang ditentukan Swanson dan Madison ( 1 mM CaC12, 3 mM NaH2PO4, 20 mM NaHCO3) diletakkan dalam tabung. Karena kedua organisme tersebut adalah pembentuk asam, diharapkan larutan indikator phenol merah pada dasar botol berubah menjadi warna kuning saat bakteri-bakteri tersebut mencapainya. Memonitor sampel-sampel. Hasil dari pilot study menunjukkan bahwa kehidupan Proteus vulgaris muncul setelah diinkubasi selama 3 minggu, sedangkan setelah diinkubasi tersebut dibiarkan Staphylococcus epidermidis muncul setelah diinkubasi selama 1 minggu. Kultur organisme tersebut dibiarkan selama 24 jam dan saliva buatan yang steril ditambahkan ke dalam tabung dengan interval 5 hari untuk 4 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara Staphylococcus epidermidis dan interval 5-10 hari untuk Proteus vulgaris. Saat kultur bakteri diisi kembali, kultur yang lama di kultur kembali untuk memastikan kehidupan organisme tersebut terus berlanjut. Persiapan gigi-gigi. Empat puluh lima gigi insisivus dan kaninus rahang atas dengan akar yang lurus dalam penelitian ini. Gigi-gigi ini sebelumnya telah disimpan dalam larutan formalin 10% dan dijaga tetap lembab sepanjang waktu percobaan. Setelah dirontgen, kavitas dengan akses standar dan bagian koronal dari saluran diperlebar dengan Gates Glidden drill no.2 sampai no.4. Untuk mendapatkan diameter standar, bagian apikal dari gigi diperlebar dan diperjelas sampai file no.40, dengan memakai teknik teknik preparasi step-back. Kira-kira dua milimeter larutan NaOCl 5,25% digunakan untuk setiap penggantian ukuran file guna menghilangkan debris. Gigi-gigi yang telah dipreparasi dibagi dalam dua group yaitu group percobaan dan group kontrol. Group percobaan. Saluran akar dari 33 gigi diisi dengan gutaperca dan Roths sealer dengan teknik kondensasi lateral. Untuk mendapatkan panjang pengisian yang standar, bagian koronal dari gutaperca dibuang dengan plugger yang panas sampai tinggal kira-kira 10 dari saluran. Untuk mendapatkan bahan pengisi yang berada di dalam mencegah bakteri berpenetrasi dari permukaan akar, dua lapisan cat kuku disapukan ke bagian luar akar, kecuali satu milimeter dari apeks tetap dibiarkan. Group 1. Bagian koronal dart saluran akar 16 gigi dalam group ini diletakkan berkontak dengan dua milimeter Proteus vulgaris dalam tryticase soy broth dan 0,7 ml saliva buatan yang steril. Tabung kemudian digantung di atas phenol broth sedemikian rupa sehingga kira-kira dua milimeter apeks gigi terendam di dalamnya. Group 2. Bagian koronal dari saluran akar 17 gigi dalam group ini diletakkan berkontak dengan dua milimeter Staphylococcus epidermidis dan 0,7 ml saliva buatan. Apeks dari gigi direndam dalam phenol broth merah. Group Kontrol. Untuk menguji ketepatan dari hasil-hasil yang didapat, sisa dari gigi yang telah dipreperasi dibagi dalam dua group kontrol. Group 3. 5aluran akar dari 8 gigi yang digunakan sebagai kantrol positif diisi dengan satu point gutaperca tanpa sealer, meniru pengisian saluran akar yang tidak bagus. Masing-masing dari dua spesies bakteri diletakkan terpisah pada tabung untuk mengkontaminasi empat saluran akar (per mikroorganisme) seperti yang telah dijelaskan pada group percobaan. Group 4. Untuk membuktikan bahwa tidak terjadi kontaminasi percobaan (kontrol negatif ), empat saluran akar yang telah dipreparasi diisi dengan gutaperca dan sealer. Setelah membuang bagian koronal dari bahan pengisi dan meninggalkan 10 mm dari bahan pengisi dalam saluran akar, bagian koronal dari pengisian dibiarkan dalam saliva buatan yang steril. 5 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara Diagram alur cara penelitian Penyediaan alat Persiapan bakteri Persiapan gigi-gigi Group percobaan dan Group Kontrol Monitor Sampel Hasil 3.2. Hasil Pada group 1, yang dikontaminasi Proteus vulgaris, dua dari sampel menjadi positif seteleha dua hari. Satu dari sampel ini mungkin berasal dari sampel kontrol positif, dan yang satu lagi ditemukan mengalami kebocoran pada tabung lateksnya. Kedua sampel ini dibuang. Tabel 1 menunjukkan waktu yang diperlukan Proteus vulgaris untuk mencapai apeks sepanjang 10 mm bahan pengisi. Waktu tersebut bervariasi dari 10 sampai 73 hari. Panjang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengalami kebocoran adalah 48,6 hari. Tabel 1. Tingkat rekontaminasi total dari saluran akar yang telah diisi yang dibiarkan dengan Proteus vulgaris Jumlah sampel 2 dibuang 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 Jumlah : 14 % dari jumlah 7 7 7 14,3 14,3 14,3 7 7 7 7 7 99,9 % % kumulatif Jumlah hari 10 7 29 14 31 21 39 36 42 50 57 64 63 71 64 79 66 86 68 93 73 100 Rata-rata: 48,6 hari 0,2 mm/hari Periode waktu yang dibutuhkan Staphylococcus epidermidis untuk mencapai apeks pada group 2 ditunjukkan dalam tabel 2. Dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada group 1, hasil yang diperoleh pada group 2 lebih konsisten, yaitu 6 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara kebanyakan kebocoran pada apeks terjadi antara 15 sampai 30 hari, dengan jarak antara 15 sampai 51 hari. Panjang waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk penetrasi total adalah 24,1 hari. Kecuali untuk satu sampel pada group kontrol positif (group 3), sampel yang lain (7 dari 8) menyebabkan perubahan warna dalam phenol merah setelah satu sampai empat hari. Medium kultur tidak berubah warna pada gigi yang berkontak dengan saliva steril (group 4) sepanjang percobaan (lebih dari 90 hari). Tabel 2. Tingkat rekontaminasi total dari saluran akar yang telah diisi dan dibiarkan dengan Staphylococcus epidermidis Jumlah sampel 1 1 5 2 2 4 1 1 Jumlah : 17 % dari jumlah 6 6 29 12 12 23 6 6 100% % kumulatif Jumlah hari 15 6 16 12 17 41 19 53 20 65 30 88 45 94 51 100 Rata-rata: 24,1 hari 0,4 mm/hari 3.3. Diskusi Kebanyakan sampel pada group kontrol positif (group 3), dengan pengisian saluran akar yang tidak bagus menunjukkan kebocoran dalam waktu 1 sampai 4 hari, kecuali satu yang tidak menunjukkan satu yang tidak menunjukkan perubahan apapun sampai hari ke-22. Ada kemungkinan kesalahan teknis yang mungkin menyebabkan hal ini, yaitu: Pertama adalah bahwa gigi ini telah tertukar secara tidak sengaja dengan satu dari sampel percobaab. Kedua adalah bahwa ruang yang dipreparasi kemungkinan cukup bulat untuk menghasilkan seal yang sangat ketat. Hasil-hasil diperoleh positif mendukung study yang dilakukan oleh Marshall dan Massler, Evans dan Simon, Shinner dan Himel yang menunjukkan bahwa sealer diperlukan untuk meningkatkan seal apikal. Karena tidak satupun gigi dari kontrol negatif yang menunjukkan perubahan warna dalam medium phenol merah, kelihatan bahwa persiapan alat-alat pada penelitian ini memberikan ruangan yang betas kontaminasi. Lebih dari 85% gigi yang dibiarkan dengan Proteus vulgaris menjadi terpenetrasi seluruhnya dalam waktu 66 hari, sedangkan kebanyakan (88%) dari gigi yang dibiarkan dengan Staphylococcus epidermidis terinfeksi seluruhnya dalam waktu 30 hari, menunjukkan bahwa motilitas bukanlah suatu faktor dalam tingkat penetrasi pada apeks. Ditemukan variasi waktu yang signifikan yang diperlukan bakteri untuk berpenetrasi ke seluruh saluran akar. Hasil yang serupa dilaporkan oleh Swanson dan Madison sewaktu mereka mempelajari penetrasi dye dalam saluran akar yang diisi. Ini Mungkin disebabkan oleh bentuk dari saluran akar yang dipreparasi, jenis sealer yang digunakan atau sifat larutan dimana bagian koronal dari saluran akar direndam. Goldman dkk mempelajari penetrasi bakteri pada saluran akar yang diisi dengan poly-HEHA, hidrofilik, dan polimer plastik. Mereka tidak menemukan penetrasi bakteri setelah 42 hari. Alasan utama tidak adanya penetrasi bakteri dalam 7 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara hasil mereka mungkin poly-HEHA tidak mendukung pertumbuhan bakteri seperti yang dilaporkan oleh Kronman dkk, sebab pori-porinya lebih kecil dari bakteri, atau polimer memiliki adhesif yang sama seperti cat kuku akrilik yang digunakan untuk melapisi permukaan luar gigi. Dibandingkan dengan situasi klinik, model yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah statis, media yang digunakan untuk pertumbuhan bakteri tidaklah serupa benar dengan saliva, dari untuk memudahkan penanganan kondisi percobaan dan interpretasi data, bakteri dibatasi hanya dua spesies saja. Karena keterbatasan ini dan kemungkinan efeknya yang ada pada hasil yang diperoleh, model ini vitro yang meniru kondisi klinis diperlukan untuk meneliti tingkat kebocoran pada saluran akar yang diisi tanpa sealer. BAB IV KESIMPULAN Dari hasil penelitian Torabinejad dkk dapat ditarik kesimpulan bahwa pengisian saluran akar yang tidak baik (tanpa sealer) akan menunjukkan kebocoran dalam waktu yang relatif cepat, yaitu satu sampai empat hari (setelah terkontaminasi dengan bakteri). Tetapi pada pengisian saluran akar yang sebelumnya telah dilapisi dengan sealer akan menunjukkan kebocoran (setelah terkontaminasi dengan bakteri) dalam waktu yang relatif lama, yaitu 66 hari jika terkontaminasi dengan Proteus vulgaris dan 30 hari jika terkontaminasi dengan Staphylococcus epidermidis. Jika dilihat dari sifat motilitas kedua spesies bakteri ini, Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri tidak bergerak sedangkan Proteus vulgaris merupakan bakteri yang sangat aktif bergerak, maka hal ini menunjukkan bahwa motilitas bukanlah suatu faktor yang menentukan dalam cepat atau lambatnya penetrasi pada apeks. Oleh karena penelitian Torabinejad dkk hanya menggunakan dua spesies bakteri saja, maka masih diperlukan suatu penelitian yang menyerupai kondisi klinis dengan menggunakan bakteri lain yang menjadi flora normal dalam rongga mulut agar didapatkan suatu hasil yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA 1. Adelberg EA. Jawetz E. Melnick JL. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. Edisi ke-16. Jakarta: EGC Penerbit buku kedokteran, 1986: 239-44. 298. 2. Amos DB. Joklih WK, Willet HP. Zinsser Microbiology. 8th ed. Connecticut: Appleton-Century-Croffs/Norwalh, 1984: 459. 609. 3. Bence R. Buku Pedoman Endodontik Klinik. Edisi ke-1. Jakarta: UI Press. 1990: 177-85. 4. Cassell GH. McGhee JR, Michalek SM. Dental Microbiology. Philadelphia: Harper and Row Publisher, 1982: 404-5, 415, 849-50. 5. Kettering JD. Torabinejad M. Ung B. In vitro bacterial penetration of coronally unsealed endodontically treated teeth. Journal of Endodontics 1990; 16: 566-9. 6. Tarigan R. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Edisi ke- 1. Jakarta: Penerbit Widya Hedika, 1994: 86-8, 97-9. 7. Tarigan R. Karies Gigi. Edisi ke-l. Jakarta: Penerbit Hipokrates, 1990: 23. 8 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara