menjadikan aset intelektual - E

advertisement
EKUITAS
Akreditasi No.395/DIKTI/Kep/2000
ISSN 1411 – 0393
PERANAN STRATEGIS MODAL INTELEKTUAL
DALAM PERSAINGAN BISNIS DI ERA JASA
Hidayat *)
ABSTRACT
The traditional way of measuring an organization wealth is to focus on the organization’s
tangible assets which consists of three major categories, namely : current assets, fixed
assets, and investment assets. Although intangible assets are recognized, but in practice,
this so-called “hidden assets” have never been taken seriously to be managed well by
most organizations. It is only recently that investors have begun to give more attention to
the problem of measuring and managing intangible assets. The main reason for the rising
interest on this kind of assets is related to the observed gap between the market values
and the book values of most public listed companies. Based on data taken from the New
York Stock Exchange, over a period of 20 years, said gap has been widening. As
reported in the Journal of Knowledge Management (November 1997) the top five valued
organizations have a value that, on the average, was 13 times the book value. For
instance, Microsoft and Coca Cola were valued, respectively, 21 and 26 times over their
book values. This shows and quantifies the hidden potentials of intangible capabilities
within organization, which are usually not included in the traditional accounted book
value. Furthermore, it also indicates an appreciation of the future earnings potential of
the enterprise. This growing value gap, implies, that there is a trend that has been
escalating during the 1977-1997 period. From a management as well as a shareholder
perspective the key focus should consequently be on these components of hidden or
intangible capabilities for future earnings potential,. Since 1995 this hidden asset is
called intellectual asset (capita) which consists of two major categories, namely, human
capital and structural capital. The latter can further be divided into an internal (oriented)
structural capital and an external (market orientation) structural capital. As the world
economy evolves into a service economy, hence, intellectual capital will be regarded as
one of the major driving forces of value creation of enterprises..
Keywords :intellectual capital, knowledge workers, new economy, book value, human
capital, knowledge-creating companies
*)
Hidayat, SE, MA. Adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Langlangbuana Bandung

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
293
1. PENDAHULUAN
Dua puluh tahun yang lalu futurolog Alvin Toffler memprediksi bahwa kegiatan ekonomi dan bisnis dunia di awal abad ke-21 akan didominasi oleh kekuatan gelombang
ekonomi ketiga dimana faktor kecepatan, pelayanan jasa, dan informasi akan memainkan
peranan yang sangat penting (Toffler 1980). Kehadiran gelombang ekonomi ketiga akan
menggeser dominasi peranan ekonomi dan bisnis yang mendasarkan operasinya pada
kekuatan gelombang kedua yakni sistem pabrik (industri manufaktur).
Tidak lama kemudian muncul Peter Drucker yang memprediksi bahwa di tahap awal era
gelombang ekonomi ketiga -- juga disebut era jasa atau era informasi -- akan tampil
faktor produksi baru yakni “pengetahuan” (knowledge) yang diperkirakan akan menggeser dominasi peranan faktor-faktor produksi konvensional yang bersifat fisik dan berwujud – seperti : tanah, pabrik, mesin, properti, SDM manual, inventori -- yang selama
era industri telah memegang kedudukan dominan dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Selain itu, menurut Drucker (1989), dalam era informasi akan berkembang kelompok
SDM yang mahir mencari dan mengolah data menjadi informasi yang akurat dan tepat,
dan kemudian mentransformasikan informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat
dan diminati pasar/konsumen.
Dengan memiliki pengetahuan yang ditunjang kemajuan teknologi informasi maka kelompok SDM tersebut mampu menambah nilai terhadap produk (barang, jasa) yang dihasilkan oleh organisasi tempat dia bekerja. Drucker menyebut kelompok SDM yang mahir
dan bersahabat dalam mengelola kombinasi faktor informasi, pengetahuan, dan teknologi
informasi sebagai “pekerja pengetahuan” (knowledge workers) yang keberadaannya diperkirakan akan menggeser dominasi peranan tenaga kerja krah putih (white collar workers) dan krah biru (blue collar workers). Dalam persaingan pasar kerja di kemudian hari,
kelompok pekerja pengetahuan akan tampil, meminjam istilah yang dipakai Stuart
(1997), sebagai “pekerja bintang” yang akan banyak diincar oleh perusahaan-perusahaan
terkenal.
Apa yang diprediksikan oleh Toffler dan Drucker ternyata di awal abad ke-21 telah
menjadi kenyataan. Lihat saja, nama-nama yang terdapat dalam daftar orang terkaya
dunia seperti dimuat dalam majalah bisnis terkemuka Forbes (2000). Dari sepuluh orang
terkaya dunia, menurut versi Forbes, terdapat sembilan yang bisnis intinya termasuk sektor jasa, bukan sektor manufaktur seperti di zaman emas era industri -- atau sektor
pertanian semasa era pertanian (gelombang ekonomi pertama). Selanjutnya, dari sembilan
pengusaha terkaya di sektor jasa lima diantaranya menggeluti bisnis yang berkaitan dengan cyberspace dan komputer, kemudian tiga di sektor retil modern, dan seorang berspesialisasi sebagai investor di pasar modal. Selanjutnya, dari lima pengusaha terkaya
yang bergerak di sektor jasa cyberspace/komputer, menurut majalah Forbes, ternyata Bill
Gates (Microsoft, kekayaan $60 milyar) menempati urutan teratas. Kemudian disusul

294
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
oleh Larry Ellison (Oracle, kekayaan $47 milyar, urutan kedua), Paul Allen (co-founder
Microsoft, kekayaan $28 milyar, urutan keempat), Masayoshi Son (Softbank dari Jepang,
$19,4 milyar, urutan kesembilan), dan Michael Dell (Dell Computer, kekayaan & 17,8
milyar, urutan kesepuluh).
Dapat diinformasikan bahwa perusahaan milik duet Bill Gates dan Paul Allen yakni
Microsoft yang didirikan pada tahun 1977 dan go-public pada tahun 1987, selama kurun
waktu sepuluh tahun terakhir ini, telah mencatat kemajuan yang menakjubkan. Seperti
pesawat ruang angkasa yang lepas dari busurnya Microsoft telah mampu, dalam waktu
relatif singkat, bertengger di urutan teratas daftar perusahaan terkaya dunia tahun 2000,
diukur dari nilai kapitalisasi modal perusahaan. Fenomena tsb telah membuat Gates dan
Microsoft menjadi pusat perhatian dan sumber diskusi di lingkungan para praktisi bisnis
maupun di sekolah-sekolah bisnis terkemuka di dunia. Dari berbagai hasil diskusi dan
pertemuan bisnis tingkat internasional sering kali muncul berbagai wacana baru yang
cenderung bertolakbelakang dengan pandangan yang berlaku dalam era industri.
Misalnya, mitos yang mengatakan bahwa kalau perusahaan memiliki aset yang bersifat
fisik dan berwujud dalam jumlah dan nilai yang besar maka perusahaan tersebut cenderung mampu bertahan lama. Pandangan tsb sekarang banyak dipertanyakan sehubungan dengan bukti empirik tentang banyaknya perusahaan besar yang sekarang masuk
“papan atas” dunia bisnis justru tidak memiliki aset fisik/tetap dalam jumlah dan nilai
yang besar melainkan kekayaan utamanya adalah dalam bentuk aset tidak berwujud
(intangibles), seperti aset pengetahuan, yang selama ini tidak pernah tercantum dalam
laporan keuangan perusahaan (Edvinsson 1997).
Hal ini berarti bahwa selama masa era industri masyarakat luas pada umumnya dan para
investor pada khususnya tidak pernah tahu tentang kekayaan perusahaan sesungguhnya
karena informasi yang diberikan kepada masyarakat selama ini hanya terfokus pada
angka-angka kuantitatif tentang aset fisik dan keuangan perusahaan yang dimuat dalam
laporan keuangan atau prospectus perusahaan sedangkan informasi tentang kekayaan
perusahaan penting lainnya justru tidak pernah diulas atau diumumkan (Stuart 1997 dan
Ross dkk. 1997).
Perilaku pebisbis yang terlalu memperhatikan aset fisik dapat juga kita jumpai di
Indonesia selama periode 1975-1995 dimana terjadi fenomena kejar-kejaran di kalangan
pebisnis besar Indonesia untuk mempercantik (window-dressing) neraca keuangan
perusahaannya dengan cara memperbanyak aktiva tetap (terutama dalam bentuk properti
dan tanah). Para bankir pun tergiur kalau melihat nilai aktiva tetap nasabahnya dalam
jumlah yang besar. Semakin besar nilai aktiva tetap semakin besar prospek memperoleh
fasilitas kredit dalam jumlah besar. Ditambah dengan praktek “mark-up”, yang merupakan persekongkolan antara pemberi kredit dan penerima kredit, maka mengucurlah

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
295
arus kredit dalam jumlah besar. Kasus pemborosan dana BLBI merupakan contoh tentang pengaruh mitos tersebut. (Infobank 2000).
Situasi seperti diterangkan di atas, kalau lepas kendali, dapat menjurus kepada situasi
berbahaya, kalau kondisi ekonomi dan moneter tiba-tiba berubah drastis seperti yang
terjadi di Indonesia sejak bulan Juli 1997 – sampai sekarang (Hamlin 2000 dan Krugman
1998). Seperti diketahui, banyak perusahaan Indonesia yang dikenal memiliki aktiva tetap
dalam jumlah dan nilai besar kemudian mengalami kesulitan finansial yang berat sehingga banyak dari mereka yang sekarang terpaksa menjadi “pasien” BPPN (Infobank, 2000).
Ironisnya, nilai aktiva tetapnya yang “dikuasai” BPPN, selama periode 1989-2001, telah
mengalami depresiasi yang cukup tajam (Bisnis Indonesia 2001 dan Kompas 2001).
Sebaliknya, perusahaan-perusahaan yang dahulu tidak ikut-ikutan memburu aktiva tetap
ternyata selamat dalam menghadapi badai krismon. Contohnya a.l. Gudang Garam, Sampurna, Ramayana, Matahari, Bumi Putra, Bank NISP, Bank Mega, Jamu Nyonya-Menir,
Aqua, Kompas-Gramedia, dan Unilever (Investor 2001 dan Swa 2000).
Kini timbul paradigma baru yang justru beranggapan bahwa sebaiknya para pelaku bisnis
jangan terlalu banyak menanamkan investasinya dalam aktiva tetap melainkan alokasikan
juga ke aset non-fisik, meskipun aset yang terakhir ini bersifat kasat mata. Akhir-akhir
ini, banyak perusahaan mulai memberikan perhatian serius tentang masalah bagaimana
mengukur dan mengelola aset yang bersifat kasat mata untuk dijadikan salah satu motor
penggerak kemajuian bisnis.
Dengan maksud untuk lebih mempopulerkan penggunaan aset non-fisik di kalangan
dunia bisnis maka pada tahun 1995 aset intangible disebut sebagai aset atau modal
intelektual (Edvinsson dan Malone 1997). Dapat diinformasikan bahwa penggagas istilah
modal intelektual adalah ekonom terkenal John Kenneth Galbraith yang di tahun 1969
mengatakan bahwa penyebab perbedaan antara nilai buku dan nilai pasar saham
perusahaan adalah faktor aset intelektual (Roos dkk 1997).
Menurut pendapat Bill Gates, perusahaan yang lebih tertarik menanamkan dananya dalam bentuk aktiva tetap – seperti bisnis propert dan hotel – cenderung kurang memiliki
fkeksibilitas dalam menavigasi bisnis (Gates, 1999). Dalam alam ekonomi global seperti
yang terjadi sekarang faktor fleksibilitas menjadi sangat penting agar perusahaan dapat
mengambil peluang pasar secara cepat.
Dalam situasi dan kondisi ekonomi dan bisnis Indonesia yang sampai sekarang masih
melesu maka banyak perusahaan, terutama yang berskala menengah dan besar, mengalami kesulitan (besar) dalam mencari sumber dana untuk dipakai sebagai modal kerja,
apalagi untuk modal investasi. Agar tetap eksis maka, tidak ada jalan, bagi pebisnis
Indonesia untuk mulai memberikan perhatian serius terhadap keberadaan aset intelektual.
Mengelola aset intelektual dalam keadaan krisis ekonomi pada hakekatnya tidak banyak

296
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
memerlukan dana, dibandingkan dengan pembiayaan modal fisik. Meningkatkan mutu
aset intelektual dalam keadaan krisis adalah berbenah diri untuk merenungkan kembali
strategi dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Untuk masa depan maka pebisnis
Indonesia harus lebih terfokus terhadap strategi yang telah dirumusnya sendiri (Kaplan
dan Norton 2000).
Tulisan ini membahas peranan aset pengetahuan dalam sistem ekonomi dan bisnis
terutama bagi dunia bisnis perusahaan. Fokus pembahasan akan tertuju pada konsep,
manfaat, dan contoh aplikasi dari modal intelektual.
2. CIRI PERUSAHAAN MASA DEPAN
Menurut para pakar menejemen seperti Stuart (1997), Drucker (2000) dan Thurow
(1999), perusahaan masa depan tidak akan terbuat dari beton, berdinding batu, kubah,
senjata, angkatan perang, dan gerbang-gerbang – seperti ciri perusahaan di era industri -melainkan yang bercirikan “empires of the mind” yang mengandalkan operasi bisnisnya
pada kekuatan brain power dan human capital yang kreatif – dua unsur yang masuk
kategori modal pengetahuan. Pemimpin-pemimpin perusahaan dianjurkan untuk mau
belajar dari perusahaan-perusahaan dunia yang termasuk handal dalam menggunakan
kekuatan otak dan bersahabat denbgan konsumen dalam operasi bisnisnya. Diperkirakan
dalam waktu tidak terlalu lama lagi faktor pengetahuan akan menjadi unsur utama dari
apa yang kita buat, apa yang kita kerjakan, apa yang kita beli, dan apa yang kita jual.
Seperti diketahui, era industri baru saja berlalu, digantikan oleh era pengetahuan atau era
jasa. Dalam era baru, kita akan menyaksikan semakin banyak organisasi bisnis yang mengemas dan menjual produk yang kasat mata (intangible) seperti pengetahuan & informasi -- bukan hanya produk (fisik) seperti di era industri. Tetapi meskipun sudah berlalu
tetapi kebiasaan manusia tidak akan cepat berubah seperti membalikkan tapak tangan..
Kebiasaan mengelola dan mempraktekkan bisnis yang telah dilakukan puluhan tahun
selama era industri tidak mudah diganti dengan yang baru. Mengambil analogi dalam
proses pembelajaran, misalnya, orang mulai belajar melalui coba-coba, kemudian membangun kepercayaan diri, dan setelah itu mencapai tingkat penguasaan. Kalau sudah
sampai di puncak maka proses belajar sebaiknya diteruskan atau memperbaharui diri
secara terus menerus.
Ingat, bahwa era industri dimulai kurang lebih 250 tahun yang lalu di Inggris. Era industri
telah mempengaruhi, bahkan mendominasi, pola kehidupan dan penghidupan dari
sebagian besar masyarakat dan pelaku bisnis. Zaman emas era industri berlangsung kurang lebih satu abad lamanya (1895-1995) dimana terjadi proses industrialisasi di berbagai negara dengan mengandalkan pada sistem pabrik (manufaktur) sebagai motor penggerak utama proses kemajuan ekonomi dan bisnis. Konsep “hubungan industrial” seperti

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
297
yang kita kenal sekarang adalah salah satu contoh tentang pengaruh era industri di bidang ketenagakerjaan.
Menurut Drucker (1989) dalam tahap awal era industri telah terjadi beberapa perstiwa
penting seperti :

Revolusi Industri : diawali di Inggris dengan penemuan mesin uap oleh James Watt
pada tahun 1776 dimana angin revolusi tsb menyebar secara cepat ke Eropa Barat,
benua Amerika sebelah utara, dan benua Australia bagian selatan,

Revolusi Menejemen : dirintis oleh Frederick Winslow Taylor yang menerbitkan
bukunya berjudul “The Scientific Management” pada tahun 1911 yang kemudian
menjadi buku panutan dalam proses pengembangan konsep menejemen pabrik –
disebut menejemen model Taylor. .

Revolusi Produktivitas : dengan mengaplikasikan hasil penemuan revolusi industri
berdasarkan prinsip-prinsip menejemen (fungsional) maka organisasi bisnis,
terutama yang berbentuk pabrik, mampu memperbesar skala usahanya – dari skala
kecil menjadi skala menengah dan skala besar – dan melipatgandakan outputnya
secara signifikan. Pionirnya adalah Henry Ford di tahun 1918 yang mengintroduksikan sistem perakitan dengan metode ban berjalan di pabrik mobil miliknya
sendiri (Ford), dan juga Alfred Sloan, selaku direktur utama pabrik mobil General
Motor selama periode 1924-1944, yang mengintroduksi konsep fungsi staf dalam
jajaran menejemen yang bertugas membantu fungsi lini (komando) dan mengawasi
buruh. Implikasi penerapan konsep Sloan adalah berkembangnya struktur organisasi
perusahaan yang berbentuk piramida (tinggi dan lebar) yang mempunyai fungsi
ganda yakni mengawasi dan memberi arahan/perintah kepada bawahan. Struktur
organisasi yang bersifat “command & control” banyak kita jumpai di perusahaanperusahaan (pabrik dan non-pabrik) di Indonesia.

Revolusi Mutu : sebagai akibat ekonomi dunia semakin luas dan perdagangan antar
negara semakin meningkat maka tingkat persaingan bisnis juga menjadi semakin
tajam maka dunia bisnis mulai memperhatikan faktor mutu sebagai salah satu faktor
kunci sukses dalam berbisnis. Pelopornya adalah beberapa perusahaan Jepang seperti
Toyota, Canon, dan Sony yang di tahun 80-an mulai masuk ke pasar dunia sebagai
pesaing handal..Tahun 80-an adalah awal dari revolusi mutu.
Kalau disimak perjalanan dunia bisnis terutama di kelompok negara maju selama zaman
emas era industri maka telah terjadi pergeseran dalam pilihan faktor kunci sukses dalam
melakukan bisnis. Pada masa berlangsungnya revolusi menejemen dan revolusi produktivitas perhatian pimpinan perusahaan dalam memajukan organisasinya pada umumnya berorientasi “ke dalam” perusahaan. Artinya, faktor kunci sukses yang dipilih adalah

298
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
yang ada didalam perusahaan yang pada umumnya bersifat fisik dan berwujud – seperti
mesin. Tetapi pada waktu terjadi revolusi mutu maka orientasi faktor kunci sukses, selain
tetap diarahkan kedalam perusahaan, juga mulai tertuju “keluar” perusahaan, yakni ke
arah pasar (konsumen). Implikasinya, kriteria tentang mutu, selain harus memenuhi
standar spesifikasi teknis, harus pula memperhatikan pandangan dari sudut konsumen.
Apa manfaatnya bagi perusahaan yang memiliki barang yang memenuhi standar teknis
tetapi tidak digemari konsumen. Langkah awal untuk mengetahui permintaan dan selera
pasar (konsumen) adalah dengan menghimpun informasi yang relevan tentang konsumen.
Dalam konteks tersebut maka di akhir tahun 80-an timbul kebutuhan dalam dunia bisnis
untuk dapat mencari, menyimpan, mengolah, dan mentransfer informasi yang strategis.
Terjadilah secara bertahap proses evolusi informasi yang memuncak dalam periode 19851995 dan difasilitasi oleh kemajuan teknologi informasi (komputer) dan telekomunikasi.
Kehadiran “internet” di tahun 1993 telah mempercepat prosesnya karena banyak dipakai
oleh organisasi bisnis sebagai media untuk melakukan promosi dan transaksi bisnis.
Lewat media internet pelaku bisnis dan konsumen dapat berhubungan satu satu sama lain
secara lebih cepat dan langsung yakni dengan menggunakan fasilitas homepage (world
wide web) dan e-mail serta melakanakan e-bisnis (termasuk e-government). Kehadiran
internet telah memungkinkan perusahaan, terutama yang baru berdiri, untuk menjalankan
bisnisnya dengan biaya start-up dan pemasaran yang jauh lebih rendah dari cara berbisnis
konvensional. Ada perusahaan yang sejak berdiri memilih beroperasi hanya di media
internet, seperti Netscape yang didirikan pada tahun 1994 dengan menyediakan fasilitas
“browsing” di internet lewat softwarenya yang disebut Navigator.
Banyak pakar ekonomi dan menejemen berpendapat bahwa setelah lahirnya internet di
tahun 1993 telah terjadi perubahan besar dalam cara melakukan bisnis (Drucker 1999 dan
Thurow 1999). Berbisbis di internet sangat mengandalkan faktor kecepatan (speed) yakni
kecepatan dalam memberikan informasi, transakai bisnis, pelayanan, dan solusi (Gates
1999). Siapa yang tidak memperhatikan faktor kecepatan (tinggi) maka jangan coba-coba
berbisnis lewat internet. Hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk berjaya di internet
adalah memiliki kemampuan dan kiat perihal menejemen modal pengetahuan. Dunia
secara defacto sudah terdiri dari dua yakni dunia fisik (beserta pasar fisik) dan dunia
maya (beserta pasar maya). Dalam Lampiran 2 dari makalah ini disajikan ciri-ciri kedua
benua tsb. Contoh bisnis yang berhasil berlaga di dunia maya antara lain adalah
Microsoft, Oracle, Yahoo, dan Sun Micro System.
Keberhasilan Microsoft, misalnya, dalam mencapai posisi teratas dunia bisnis di tahun
2000 dan 2001. adalah antara lain karena faktor kecepatan. Kalau Microsoft lengah maka
faktor kecepatan juga yang akan menggesernya dari kedudukan sekarang. Pesaing
terdekat yang selama ini terus membututinya adalah wirausahawan agresif Larry Allison,
pendiri dan pemilik Oracle. Bisnis inti Oracle adalah memberikan solusi bisnis

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
299
terintegrasi kepada pelanggannya sedangkan Microsoft memberikan software tentang
aplikasi bisnis dan fasilitas “browsing” (lewat window explorer).
Di kelompok perusahaan yang sejak tahun 2000 mendominasi pasar dunia ternyata aset
intelektual telah menjadi aset atau modal utama yang dipakai untuk menciptakan
kekayaan perusahaan Thurow 1999) Dengan munculnya aset intelektual maka lahir
rumus atau cara baru untuk menghitung total kekayaan perusahaan. Tetapi sebelum
menjelaskan rumus baru tersebut terlebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian dan
struktur modal intelektual.
3. MODAL INTELEKTUAL
Modal intelektual adalah pengetahuan, tetapi bukan setiap pengetahuan. Dengan lain
perkataan, ruang lingkup modal intelektual adalah lebih luas dari pengetahuan murni.
Selain itu, modal intelektual yang mencakup pengetahuan juga harus memberi manfaat
bagi perusahaan. Misalnya, seorang pekerja pabrik sepatu bisa saja seorang ahli piano,
tetapi keahlian memainkan alat musik tsb tidak banyak gunanya bagi pabrik.
Agar aset perusahaan selalu terjaga nilainya maka aset tsb perlu dikelola dengan baik.
Dengan lain perkataan, di abad ke-21 ruang lingkup menejemen aset perusahaan
seyogianya mencakup baik menejemen aset fisik (dan finansial) maupun menejemen aset
intelektual. Di beberapa perusahaan skala dunia telah diciptakan posisi baru yang khusus
menangani dan mengelola aset intelektual dengan sebutan direktur atau general menejer
aset intelektual, seperti yang diterapkan di perusahaan asuransi Skandia (Swedia),
Motorola, Intel, 3M, Siemens, IBM, Hewlett-Packard, Arthur Anderson, dan British
Petroleum.
Pada hakekatnya, mengelola modal intelektual adalah mencakup kegiatan yang mencari,
menumbuhkan, menyimpan, menjual, dan membagikan informasi/pengetahuan/solusi.
Kegiatan-kegiatan tsb sebenarya termasuk tugas ekonomi paling penting dari bisnis.
Masalahnya adalah bahwa aset intelektual sebagai aset tidak nyata, atau kasat mata
(intangible) seperti: paten yang dimiliki perusahaan, goodwill, proses bisnis, keahlian dan
pengalaman karyawan, teknologi, atau informasi tentang pemasok dan pelanggan,
identitas dan citra perusahaan seringkali tidak tampak dan tak dapat diraba. Tidak seperti
perkakas mesin atau persediaan dana, kita tidak dapat memegangnya, memindahkannya,
atau dengan mudah menempel harga di atasnya.
Akibatnya, banyak pimpinan dan manager perusahaan cenderung mengabaikan aset
intelektual yang sebenarnya memiliki nilai yang cukup berharga bagi perusahaan. Mereka pada umumnya mengetahui semua jenis aset fisik dan keuangan -- berapa banyak uang
yang dimiliki perusahaan di bank, nilai lahan dan bangunannya, penggunaan modal kerja

300
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
-- tetapi, sayangnya, mereka tidak tahu, dan oleh karena itu, tidak ada yang bertanggung
jawab secara khusus untuk mengelola aset intelektual dengan baik.
Kalau aset nyata (fisik) benar-benar mencerminkan dan mewakili sepenuhnya kekayaan
perusahaan maka seharusnya nilai kapitalisasi modal perusahaan -- nilai pasar perusahaan
menurut harga saham di bursa saham -- adalah sama dengan nilai buku perusahaan (nilai
nominal yang tertera dalam buku keuangan). Kalau nilai bukunya naik maka secara
teoretis seharusnya nilai kapitalisasi pasar juga naik. Kalau perusahaan dijual ternyata
nilai kapitalisasi pasar perusahaan tsb melebihi nilai buku maka, menurut pandangan para
akuntan, hal tsb disebabkan perusahaan itu memiliki goodwill yang baik. Dengan memperhatikan faktor goodwill maka rumus generiknya menjadi sbb yakni nilai kapitalisasi
pasar perusahaan adalah sama dengan nilai buku ditambah goodwill.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa cakupan modal intelektual adalah lebih luas
dari pengetahuan. Seperti telah dikatakan terdahulu, tidak semua pengetahuan termasuk
modal intelektual. Pengetahuan sendiri tidak harus bersifat akademis. Harus dibedakan
antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu pengetahuan (science). Misalnya, pekerja
pabrik sepatu (berpendidikan STM) bisa saja seorang ahli piano, tetapi keahlian itu tidak
ada gunanya di pabrik sepatu. Dengan lain perkataan, modal intelektual harus mencakup
pengetahuan yang dapat memberi manfaat bagi perusahaan. Kriteria manfaat harus
dikaitkan dengan kesediaan pasar (konsumen) yang mau mengkonsumsi barang atau jasa
yang dihasilkan perusahaan. Kalau pasar ternyata tidak responsif terhadap barang atau
jasa yang dihasilkan maka praktis pengetahuan tsb tidak ada manfaat.
Ingat, pengetahuan tidak secara otomatis menjadi modal intelektual. Agar menjadi modal
intelektual maka terlebih dahulu harus diraih dan dikemas sedemikian rupa sehingga pengetahuan tersebut dapat digunakan bagi kepentingan perusahaan. Misalnya, pekerja pabrik sepatu yang disebutkan tadi bisa saja memiliki sebuah gagasan yang hebat mengenai
cara meningkatkan produksi. Namun pengetahuan tsb tetap tidak berguna, sama seperti
kemampuan bermain piano, jika gagasan tersebut tetap menetap di benak pekerja.
Gagasan atau pengetahuan yang masih tersimpan dalam otak manusia dikategorikan sebagai pengetahuan yang bersifat tacit -- tidak terekspresikan. Kalau pengetahuan itu sudah
dinyatakan dalam bentuk tulisan maka pengetahuan tersebut dikategorikan sebagai pengetahuan eksplisit.
Menurut dua pakar menejemen Jepang, Nonaka dan Takeuchi (1995), sebagian besar
modal intelektual merupakan pengetahuan yang tidak terekspresikan (tacit) namun dapat
dipahami, misalnya, pengalaman dan kepakaran yang dikembangkan oleh salesman
selama bertahun-tahun. Pengetahuan yang bersifat tacit, tutur kedua penulis itu, sangat
bersifat personal dan sukar untuk diformalisasikan (formalized) sehingga sulit dikomunikasikan kepada pihak lain. Intuisi, firasat, subjective insights, emosi, cita-cita, sistem nilai, simbol adalah beberapa contoh yang termasuk dalam kategori pengetahuan tacit.

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
301
Pada umumnya, para menejer Jepang -- dan Asia, menurut kedua pakar Jepang tsb,
banyak menyimpan pengetahuan dalam bentuk tacit. Hal ini berbeda dengan para menejer
Barat yang lebih terbiasa menyatakan pengetahuannya dalam bentuk eksplisit -- berupa
kata-kata dan angka
Jadi untuk membuat pengetahuan itu berguna (bermanfaat) maka pengetahuan itu harus
diekspresikan sedemikian rupa sehingga menjadi eksplisit agar dapat dibaca, didiskusikan secara teknis dan ilmiah, diperiksa, ditingkatkan, disistematikan, disusun dalam
bentuk flow chart, diproses lewat komputer, dan disimpan dalam bnetuk file, sehingga
mudah dimasukkan ke dalam sebuah rencana aksi.
Jadi dalam hal kasus pekerja pabrik sepatu maka langkah penting untuk mengeksplisitkan
pengetahuan tacitnya adalah dengan menuliskan gagasannya dalam bentuk tulisan dan
menyerahkannya kepada menejer. Dengan cara tsb pengetahuan tacit telah berubah
menjadi pengetahuan eksplisit yang kemudian dapat dipakai sebagai bahan masukkan
riset dan pengembangan (product development). Adapun proses konversi pengetahuan
yang tadinya berbentuk tacit menjadi eksplisit -- dan kemudian kembali menjadi bentuk
tacit -- adalah inti dari proses transformasi pengetahuan menjadi sebuah “organizational
knowledge” (Roos dkk 1997, Dacenport dan Prusak 1998).
Perlu diketahui bahwa sebuah organisasi pada hakekatnya tidak dapat menciptakan
pengetahuan atas usaha sendiri. Pengetahuan tercipta atas inisiatif individu dan interaksi
yang terjadi dalam kelompok individu. Pengetahuan akan terkristalisasi lewat proses
dialog, diskusi, berbagi pengalaman, dan observasi. Menciptakan pengetahuan lewat
pendekatan kelompok, seperti banyak dilakukan di Jepang (Thurow 1999) merupakan
cara yang cukup efisien dan efektif.
Ada dua pertanyaan menarik : Apa sumber pengetahuan? Dimana kita dapat menemukan
modal intelektual dalam perusahaan?
Jawaban pertanyaan pertama adalah bahwa sumber utama pengetahuan ada empat: [a]
penghalaman, [b] informasi, [c] otak yang selalu ingin tahu (inquisitive mind), dan [d]
gagasan – lihat Lampiran 3 dari makalah ini. Sedangkan jawaban pertanyaan kedua adalah bahwa modal intelektual dapat ditemukan di tiga tempat, yaitu :[i] karyawan/personil,
[ii] sistem dan organisasi, dan [iii] pelanggan. Berdasarkan identifikasi ketiga lokasi
(tidak nyata) tsb maka modal intelektual juga dibagi menjadi tiga kategori :
1. Modal manusia (human capital),
2. Modal struktural (sering juga disebut modal organisasi yang
bersifat intern), dan
3. Modal pelanggan (bersifat ekstern atau market-based).

302
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
MODAL MANUSIA. Pekerja, tetapi tidak semua pekerja, adalah aset penting perusahaan.
Modal manusia menunjuk pada nilai pengetahuan karyawan dalam menciptakan kekayaan bagi perusahaan. Misalnya, ahli kimia yang menemukan obat mujarab atau manager
pabrik yang berhasil memangkas waktu daur produk adalah contoh modal manusia.
Namun, ungkapan yang sering tercetus bahwa “karyawan kita adalah aset kita yang
paling besar” adalah penyederhanaan yang berlebihan dari gagasan modal manusia.
Seorang insinyur, meskipun hebat dan menguasai teknologi mutakhir tetapi tidak kreative
dalam bekerja dan tidak berinteraksi dengan modal pelanggan, maka besar kemungkinan
produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan tempat dia bekerja ternyata tidak disukai
pasar sehingga dilihat secara komersial produk tsb menimbulkan kerugian finansial. Jadi
tidak seluruh pengetahuan staf dan karyawan (sekalippun memiliki gelar sarjana)
merupakan modal manusia. Keahlian dan pengetahuan karyawan dianggap memenuhi
syarat sebagai modal manusia jika memenuhi dua kriteria, yakni :


Merupakan milik perusahaan, artinya, tidak ada seorangpun yang memiliki keahlian
atau pengetahuan yang lebih baik, dan
Bersifat strategis, artinya, keahlian dan pengetahuan mampu menciptakan nilai di
mana untuk nilai tersebut pelanggan bersedia membelinya.
Pengetahuan dan pengalaman manager juga termasuk kategori modal manusia. Berkat
peranan aset intelektualnya maka manusialah yang memungkinkan terjadinya proses
peningkatan performa suatu organisasi. Tidak semua tenaga kerja dalam melaksanakan
pekerjaannya memerlukan tingkat keahlian yang tinggi – seperti seorang akuntan atau
arsitek. Untuk dikategorikan sebagai modal manusia, sesuai dengan kriteria kedua tadi,
hasil pekerjaan mereka harus digemari oleh pelanggan (pasar). Kalau tidak digemari
pelanggan maka di pasar tidak akan timbul perbedaan antara perusahaan tsb dengan
pesaingnya. Kedua kriteria di atas dapat membantu kita untuk mengidentifikasi karyawan
mana yang benar-benar merupakan aset yang memberi kontribusi bagi modal manusia
dan biaya karyawan mana yang harus diminimalkan.
Menurut Stuart (1997), hubungan interaksi antara modal intelektual dan posisi tenaga
kerja menghasilkan empat kategori karyawan , yakni :
1.
Karyawan yang melakukan berbagai macam aktivitas, tetapi tidak memiliki ketrampilan yang berarti. Meskipun perusahaan mengerjakan mereka tetapi kesuksesan perusahaan tidak tergantung dari mereka. Nasib kelompok karyawan ini termasuk rawan terkena PHK kalau perusahaan melakukan proses restrukturisasi karena posisi mereka mudah diganti.
2.
Karyawan yang melakukan berbagai aktivitas dan memiliki ketrampilan tetapi pengetahuannya tak termasuk faktor kunci sukses bagi perusahaan, seperti seorang
sekretaris yang berpengalaman, karyawan atau staf di bagian keuangan, dan pendu-

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
303
kung staf. Pekerjaan yang mereka lakukan tidak banyak memerlukan kreativitas.
Mereka memang melakukan pekerjaan penting dan mungkin sulit digantikan tetapi
pekerjaan mereka sebenarnya tidak banyak dipedulikan pelanggan. Kelompok
karyawan kategori ini juga harus hati-hai karena unsur kreativitas dan inovasi dan
kreativitas menjadi sangat penting dalam persaingan bisnis yang bersifat telah
global. Untuk mampu bertahan kategori tenaga kerja ini harus menambah
ketrampilan.
3.
Karyawan yang pekerjaannya dihargai tinggi oleh pelanggan tetapi sebagai individu
mereka tidak begitu berguna. Sebagai contoh, buku membutuhkan desain sampul
yang indah, tetapi ada banyak perancang hebat di pasar kerja. Kelompok pekerja tsb
sangat rawan untuk terkena outsourcing.
4.
Kelompok termasuk kategori “bintang” karena peranan mereka tidak tergantikan
sebagai individu. Misalnya, peneliti hebat, penjual ulung, menejer proyek yang
handal. Kelompok pekerja ini boleh bilang termasuk aman, bahkan perusahaan
cenderung memberikan rangsangan agar mereka tidak pindah kerja. Masalah bagi
perusahaan adalah bagaimana mengelola aset pengetahuan tenaga kerja yang
termasuk kategori ini. Semakin sulit tergantikan maka ada kecenderungan loyalitas
tenaga kerja kategori ini menjadi diragukan.
MODAL STRUKTURAL. Modal struktural mempunyai fungsi untuk menumbuhkan dan
menyebarkan pengetahuan. Prosedur dan proses, teknologi, penemuan, data, dan
publikasi in-house semuanya adalah contoh pengetahuan yang termasuk modal struktural.
Namun modal struktural bukan hanya rumusan pengetahuan. Tercakup juga aset
intelektual perusahaan yang tidak dirumuskan seperti: strategi bisnis, budaya perusahaan,
struktur perusahaan, dan sistem perusahaan.
Dua perusahaan konsultan kalibar dunia yakni Booz Allen dan Arthur Andersen telah
memelopori penggunaan sistem informasi untuk menyimpan pengetahuan dan informasi
serta mengubah pengetahuan tsb menjadi properti perusahaan yang dapat dieksplotasi.
Para konsultan yang bekerja di kedua perusahaan jasa konsultasi tsb dengan mudah dapat
mengakses ke “database pengetahuan on-line” sehingga dapat secara langsung mengakses
perihal kegiatan, prestasi, dan pengetahuan yang dimiliki teman sekerja yang tersebar di
seluruh dunia. Jadi seorang konsultan yang tengah mengerjakan suatu proyek, misalnya,
layanan pelanggan bagi suatu perusahaan minyak di Indonesia, dengan relatif mudah dan
cepat dapat mempelajari apa yang telah dikerjakan oleh koleganya di Houston atau
Abudabi. Dengan menggunakan internet maka faktor jarak dan waktu tidak lagi menjadi
hambatan utama dalam berkomunikasi dan menimba pelajaran.

304
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Salah satu sasaran modal struktural adalah memfasilitasi terjadinya aliran informasi
secara bebas ke tempat di mana informasi tsb dibutuhkan. Hubungan modal manusia dan
modal struktural sangat penting karena dengan tersedianya modal struktural yang
memiliki kualitas tinggi dan kondusif sangat mendorong peningkatan produktivitas modal
manusia.
Untuk mengembangkan kekuatan otak karyawan menjadi suatu bentuk yang dapat
digunakan oleh perusahaan tentu membutuhkan modal struktural yakni lewat sistem yang
diperlukan untuk membagi dan memindahkan pegetahuan, seperti sistem informasi atau
laboratorium. Ingat, modal intelektual disimpan di otak manusia. Kalau karyawan pulang
kerja maka otaknya (modal intelektual) juga dibawa pulang bersamanya sedangkan dalam
hal modal struktural, misalnya daftar pelanggan atau pedoman bekerja, tidak dibawa
pulang tetapi berada di kantor. Singkat kata, modal struktural adalah aset intelektual milik
perusahaan yang tidak dibawa pulang pada waktu karyawan pulang kerja.
Jadi, kegiatan menimbun dan meningkatkan aliran pengetahuan adalah dua tujuan dari
modal intelektual yang bersifat struktural. Aset struktural dianggap sebagai modal
pengetahuan apabila aset tsb dapat membantu perusahaan dan karyawannya untuk
berbuat sesuatu yang produktif dan berinovasi. Sebaliknya, aset struktural akan menjadi
suatu penghalang jika modal tsb menghambat kinerja perusahann dan karyawan.
MODAL PELANGGAN. Modal pelanggan adalah yang paling nyata dari ketiga jenis
modal intelektual. Pelanggan adalah mereka yang membayar tagihan. Namun, nilai
pelanggan tidak dibatasi pada penambahan nilai transaksi individu. Brand equity,
misalnya, adalah membeli suatu produk yang dianggap lebih berharga ketimbang produk
yang sama. Mengapa? Karena transaksi dengan pelanggan yang loyal berlaku tanpa biaya
akuisisi yakni biaya pemasaran atau biaya penjualan seperti halnya untuk menarik klien
baru. Karena alasan ini dan sejumlah alasan lain, loyalitas pelanggan merupakan contoh.
modal pelanggan. Brand equity adalah kemampuan menarik pelanggan berdasarkan nama
modal pelanggan perusahaan semata-mata adalah bentuk lain dari modal pelanggan.
Logo, trade name, dan trade mark dapat menjadi aset yang menciptakan nilai.
Era inforamsi diperkirakan akan memperumit soal manajemen modal pelanggan. karena
pelanggan sekarang memiliki akses yang lebih baik ke informasi ketimbang di masa
silam. Ingat, bahwa kekuasaan sekarang menyertai informasi. Misalnya, apabila seorang
mengirim paket melalui perusahaan jasa pengiriman maka teknologi informasi memungkinkan seorang pelanggan untuk melacak (track) paket kirimannya selama dalam perjalanan. Dahulu, perusahaaan jasa pengiriman paket yang mengendalilan informasi tetapi
sekarang pelanggan turut mengendalikannya. Pelanggan tidak lagi bergantung pada kebaikan perusahaan pengirim dalam mencari paket. Federal Express (FedEx), misalnya,
memberikan kekuasaan kepada para pelanggannya. Dengan cara tsb FedEx mampu
menarik banyak pelanggan baru dan sekaligus mempertahankan pelanggannya agar tetap

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
305
setia sehingga memungkinkan FedEx merajai bisnis dunia dalam bidang kiriman barang,
parsel, dan surat berharga.
Dalam kenyataan, tidak semua pelanggan itu menguntungkan. Untuk membangun modal
pelanggan, lebih baik mendapatkan lebih banyak bisnis dari pelanggan yang menguntungkan (laba) ketimbang mendapatkan lebih banyak pelanggan (segemen pasar).
Untuk menumbuhkan “pangsa pelanggan” (customer share) sebaiknya perusahaan memberi respon terhadap kebutuhan pelanggan yang menguntungkan. Pelajari informasi dan
kebutuhan serta bisnis pelanggan dan ajarkan kepada staf dan karyawan perusahaan
tentang pentingnya kedudukan pelanggan. Pada hakekatnya perusahaan sangat membutuhkan pelanggan sedangkan pelanggan tidak terganbung dari kita. Ingat, bahwa pelanggan bersedia membayar premi untuk produk dan layanan yang mereka nilai sangat prima.
Layanan konsultasi dengan imbalan tinggi merupakan contoh pelayanan jasa yang dihargai pelanggan.
4. PERUSAHAAN BERBASISKAN PENGETAHUAN
Di era informasi atau era pengetahuan, lambat laun, sumber kekuatan akan bergeser dari
modal (fisik) menjadi sumber daya manusia, dari sumber daya alam menuju sumber daya
pengetahuan, dari status/posisi sosial seseorang menjadi proses hubungan, dan dari
kekuatan pemegang saham menjadi kekuatan pelanggan.
Pemimpin global di masa datang adalah orang yang dapat menyampaikan pengetahuan
dan kekuasaan pada setiap anggota organisasi. Mereka adalah orang-orang yang dapat
menghadapi tantangan dan tanggung jawab menggunakan pemberdayaan baru ini untuk
membangun kerajaan dibenaknya, menawarkan ganjaran materi dan rohani yang
berlimpah.
Di era informasi, perubahan di bidang apapun – ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
politik – akan atau telah terjadi dengan laju relatif cepat. Dalam beberapa bidang,
perubahan ini bukan saja berjalan cepat, tapi meledak. Dan, tidak satupun dari perubahan
tsb menampakkan tanda-tanda melambat. Dalam menghadapi gelombang perubahan, kita
harus mengetahui strategi pokok yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin bagi diri
sendiri. Sebaiknya, kita menyambut perubahan sebagai aturan (rule), bukan sebagai hal
yang menguasai kita (ruler).
Salah satu keunggulan terkuat dari informasi adalah kemampuannya untuk menghilangkan persediaan barang (inventori). Dalam sejarah dunia bisnis, mula-mula persediaan
baranglah yang mengalahkan informasi karena informasi tidak mampu untuk berjalan
cepat dan tepat. Dalam menghadapi situasi pasar yang tidak dapat diprediksi maka
banyak perusahaan cenderung menyimpan sejumlah barang (ekstra) sebagai persediaan.

306
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Tetapi dengan kemajuan di bidang teknologi informasi maka faktor informasi sekarang
cendederung mensubstitusi peranan dan fungsi faktor inventori.
Contohnya, sebelum tahun 1980, Jepang dihadapkan pada dua kendala yakni kekurangan
lahan dan uang. Konsekuensinya, banyak perusahaan Jepang meninggalkan sistem padat
modal seperti yang digunakan perusahaan-perusahaan Amerika, dan (terpaksa)
menggantikannya dengan industri yang bersifat padat informasi. Jepang yang sangat
sempit tidak memberikan tempat untuk sebuah pabrik raksasa. Perusahaan Jepang juga
kekurangan kas, bila dibandingkan USA, dengan akibat Jepang tidak mampu menahan
triliunan yen pada persediaan dalam proses. Solusinya: bukan lagi menimbun suku
cadang untuk kebutuhan mendadak, melainkan memesan untuk tiba tepat pada saat yang
dibutuhkan (just-in-time). Lahirlah metode menejemen “zero inventory” (kanban) yang
dipelopori oleh Toyota di awal tahun 80-an.
Sistem kanban yang tersohor tersebut tidak lebih dari secarik kertas yang ditempelkan
pada lemari tempat menyimpan suku cadang. Ketika persediaan menurun, pekerja
perakitan menjepitkan secarik kertas pada tali yang bergerak, dan kemudian dikirimkan
dengan pesan berisi “Tolong tambahkan suku cadang”. Hanya itulah esensi sistem kanban
yakni mengembangkan jalur komunikasi hingga mencapai jaringan pada pemasok
Toyota, dan sebagai implikasinya tidak seorang pun yang menimbun persediaan kecuali
jika dibutuhkan. Ini bukti bahwa memiliki informasi yang akurat dan tepat adalah sangat
berguna.
Dalam dunia perdagangan yang berjalan semakin canggih, informasi lebih sering
mengalahkan persediaan barang (inventori). Perusahaan dapat menditribusikan barang
dalam besar, dan mensortir barang secara berulang dan terus menerus, kemudian
mengirimkannya dalam kecepatan yang luar biasa. Implikasinya, pengetahuan cenderung
menggantikan barang. Contohnya adalah perusahaan komputer Dell yang menjual
komputer hanya lewat internet, dan toko buku virtual terbesar di dunia, Amazon, yang
menjual buku juga hanya lewat internet. Dengan menggunakan pengetahuan yang tepat
maka kedua perusahaan tsb hanya sedikit memiliki persediaan dalam gudang. Dell,
misalnya meng-outsource produksi computer kepada perusahaan di Taiwan dan Korea
Selatan. Perusahaan tsb hanya mengerjakan sisa yang 20% yakni untuk tahap finishing.
Menurut Business Week (2001), di awal tahun 2001 Dell memiliki inventori yang cukup
untuk lima hari saja, dibandingkan dengan pesaingnya yang rata-rata memelihara
inventori untuk jangka waktu 45 sampai 90 hari. Tanpa menggunakan modal intelektual
(dalam hal ini pengetahuan tentang seluk beluk bisnis komputer) rasanya tidak mungkin
dapat mencapai prestasi tinggi seperti sekarang.
Modal intelektual ternyata juga mampu mengurangi peranan aktiva tetap perusahaan.
Misalnya, kantor pusat dipindahkan ke tempat yang disewa, bank mengubah hipotek
menjadi surat saham, dan para perusahaan manufaktur di USA meminta truk-truk milik

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
307
perusahaan angkutan Ryder untuk mengangkut kiriman mereka, bukannya truk mereka
sendiri. Karena perusahaan berbasis modal intelektual tidak berburu untuk memiliki aset
maka perusahaan tsb mampu menghasilkan pendapatannya tanpa banyak beban dan
biaya untuk membeli aset tetap. Untuk bisnis yang bersifat padat aset fisik, seperti real
estate, industri kimia, baja, dan hotel upaya untuk menghasilkan uang, kelihatannya,
akan lebih sulit karena mereka telah menanamkan uang yang begitu besar dalam aset
fisik. Jepang telah terpuruk sampai hampir sepuluh tahun lamanya (sejak tahun 1989)
akibat sektor properti mengalami resesi yang sangat mendalam. Raksasa ritel Sogo dari
Jepang akhirnya menyatakan dirinya bangkrut di awal abad ke-21 karena ikut main
dalam properti yang sebenarnya bukan bisnis intinya. Main-main di bisnis property juga
telah banyak menenggelamkan pebisnis di Indonesia.
Seiring dengan makin bergunanya faktor informasi, faktor teknologi informasi dan
perkembangan pekerjaan dalam bidang informasi, maka dunia usaha menemukan
berbagai cara untuk memanfaatkan modal intelektual sebagai pengganti investasi yang
mahal dalam aset fisik – bukan hanya persediaan barang tetapi juga pabrik dan gudang.
Misalnya, dengan menggunakan jaringan komunikasi data berkecepatan tinggi untuk
melacak tingkat produksi, persediaan, dan pesanan, perusahaan GE Lighting sejak tahun
1987 telah menutup 26 dari 34 gudangnya di Amerika dan menggantikan 25 pusat
pelayanan pelanggan dengan satu pusat operasional yang baru dan berteknologi tinggi.
Akibatnya, bangunan dan timbunan persediaan tsb -- berwujud aset fisik -- telah
digantikan dengan jaringan dan database yang merupakan bagian dari aset intelektual.
Pda umumnya perusahaan berbasis pengetahuan tidak terlalu bernafsu untuk memiliki
aset sebagaimana yang dimiliki persuahaan bentuk lama. Dalam perusahaan yang
mendasarkan pada faktor pengetahuan dalam operasi bisnisnya terdapat kecenderungan
bahwa aset intelektual yang dimilikinya menggantikan aset berbentuk fisik. Implikasinya,
struktur keuangan perusahaan berbasis pengetahuan akan sangat berbeda dengan
perusahaan berpola lama. Untuk menjelaskan perihal ini akan diperbandingkan struktur
keuangan milik Microsoft dengan IBM.
IBM, perusahaan yang pernah menjadi lambang dunia dalam industri komputer pada
tahun 1950-an sampai 1970-an, pernah di tahun 1983 memberi kesempatan kepada
Microsoft untuk bermitra dengan IBM. Dalam kemitraan tersebut IBM diperbolehkan
untuk menggunakan sistem operasi MS-DOS ciptaan Microsoft. Lewat kesempatan
tersebut maka raksasa IBM telah memberikan batu loncatan yang sangat berharga bagi
masa depan perusahaan milik Bill Gates yang di awal tahun 80-an masih tergolong kecil.
Kemudian dalam kurun waktu sepuluh setelah IBM memakai peranti lunak ciptaan
Microsoft baik IBM maupun rekanannya Microsoft mampu berkembang, dengan catatan
perkembangan Microsoft jauh lebih cepat. Di tahun 1996 nilai penjualan IBM adalah 15
kali nilai penjualan Microsoft dan nilai aset fisik IBM jauh lebih besar dari aset yang
dimiliki Microsoft. Namun perusahaan Tom Watson (IBM) dibangun atas model yang

308
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
berbeda dengan model yang digunakan duet Bill Gates dan Paul Allen ketika mendirikan
Microsoft. Pembukuan kedua perusahaan tersebut jelas memperlihatkan perbedaan yang
signifikan. Jadi walaupun penjualan IBM jauh lebih besar tetapi Microsoft dalam hal nilai
kapitalisasi (pasar) perusahaan mampu mengatasi IBM. Pada bulan November 1996, nilai
total kapitalisasi pasar yang dimiliki IBM adalah $70,7 milyar sedangkan Microsoft lebih
tinggi yakni berjumlah $85,5 milyar. Namun, aset yang mendasari modal tersebut sama
sekali berbeda. Pada awal tahun 1996, setelah dikurangi depresiasi, IBM memiliki tanah,
pabrik, dan mesin-mesin senilai $16,6 milyar sedangkan nilai bersih aktiva tetap yang
dimiliki Microsoft hanya sebesar $930 juta. Jelaslah bahwa investor yang membeli saham
Microsof tidak melihat aset dalam pengertian yang lama melainkan sudah dan lebih
memperhatikan modal intelektual yang dimiliki Microsoft. Di tahun 2000 Microsoftlah
yang mampu menduduki tangga teratas dalam daftar perusahaan yang terkaya dilihat dari
nilai kapitalisasi saham perusahaan, sesuatu prestasi yang tidak pernah dicapai IMB
dalam perjalanan usahanya.
Ledakan pengetahuan yang bersifat teknis dan ilmiah telah membentuk desain organisasi
dan metode operasi serta konsep menejemen baru. Tetapi tidak semua pekerja akan
bekerja sebagai pekerja pengetahuan (knowledge workers) yang membawa-bawa laptop
ke mana pun dia pergi. Banyak pekerjaan masih tetap menggunakan mesin-mesin yang
besar dan mahal. Di Lampiran 4 dari makalah ini disajikan komponen-komponen yang
termasuk dalam aset finansisal dan aset intelektual. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam era pengetahuan bagian terpenting dari pekerjaan menjadi tugas manusia: yakni :
merasakan, menilai, menciptakan, dan membina hubungan (relationship).
5. PENGELOLA MODAL INTELEKTUAL DALAM ORGANISASI
Satu alasan organisasi di masa lalu tidak mengatur modal pengetahuan adalah bahwa
pengetahuan hampir selalu terbungkus dalam bentuk tidak nyata yakni dalam kertas di
sebuah buku, dalam pita magnetis kaset audio, dalam jaringan sebuah speaker, atau
dalam batu monumen bersejarah. Terus terang kita lebih sering memanajemeni bentuk
luarnya daripada isi pokok.
Di era industri cara menghitung nilai barang, dari satu ke lain barang, hampir mengikuti
pola atau standar yang sama. Biaya pembuatan yang dihitung termasuk semua biaya
barang masukan fisik ditambah dengan biaya buruh. Bahkan, hampir semua nilai barang
ditentukan oleh jumlah barang masukan fisik dan biaya buruh. Tetapi di era pengetahuan
cara menghitung nilai barang tidak dapat diseragamkan karena ada masukan berupa
intangibles (tidak nyata). Implikasinya, masing-masing produk memiliki struktur biaya
yang berbeda-beda. Misalnya, sebuah film dengan judul dan jalan ceritera yang sama
akan memiliki struktur biaya yang berbeda, tergantung bagaimana film itu
dipresentasikan yakni aoakah di bioskop, TV, atau kaset video. Demikian pula biaya

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
309
cetak dan jasa membaca artikel akan berbeda karena membaca artikel dapat dilakukan
dengan menggunakan media koran, teleteks TV, komputer, handphone yang memiliki
akses ke internet. Biaya mengirim surat juga akan berbeda, tergantung pengirimannya
apakah lewat pos, faksimile, atau e-mail.
Ada beberapa organisasi yang tidak pernah menghitung biaya pembungkus, seperti
perusahaan hukum, konsultan, dan agen periklanan. Mereka tidak dapat menghitung
output dalam cara apa pun, tapi mereka perlu mengukur sesuatu,. Akhirnya, mereka
mengukur waktu. Untuk tujuan internal seperti juga penagihan, mereka merinci informasi
berapa banyak waktu yang dihabiskan karyawan atas tugas dari klien. Tapi waktu seperti
(perkiraan) biaya tidak dapat mengatakan apa-apa tentang nilai tambah yang dihasilkan
perusahaan, dan hanya mewakili sebagian kecil yang perlu diketahui menejer untuk
menjalankan bisnis. Jadi sejak pengetahuan dan bungkusnya telah berpisah, hubungan
antara nilai sekarang dan biaya historis tidak lagi berhubungan secara proporsional Biaya
memproduksi pengetahuan sedikit sekali berhubungan langsung dengan nilainya,
dibandingkan biaya produksi, misalnya, satu ton baja. Di era industri, sebuah ide
(gagasan) tidak dapat dikatakan berharga kecuali jika sekumpulan aset fisik yang dapat
diukur dapat dimanfaatkan. Tidak demikian sekarang.
Tidak seperti peralatan mesin atau uang, kata Michael Brown, CFO dari Microsoft, “Ideide memiliki kekuatannya sendiri. Kadang-kadang ide dapat terakumulasi tanpa
melewati institusi, dan kemudian tiba-tiba meledak. Perusahaan Netscape, contohnya,
mengkonsentrasikan kekayaannya dalam modal intelektual yakni tidak memiliki
kekayaan dalam bentuk fisik atau institusional apa pun. Meskipun miskin dalam aset
fisik tetapi para investor di pasar modal sangat menghargai modal intelektual yang
dimiliki Netscape. Maka sewaktu perusahaan tsb go-public di tahun 1995 dengan
kekayaan fisik hanya sebesar $19 juta ternyata, diluar dugaan, saham Netscape dihari
pertama penawaran publik (IPO) mampu mencatat harga yang fantastis yang
menyebabkan perusahaan tsb dapat mencetak penghasilan dihari pertama sebesar angka
fantstis yakni $ 3 milyar.
6. SIMPULAN
1. Modal intelektual telah menyebabkan pergeseran dalam paradigma melakukan bisnis.
Kini perusahaan mengakui pentingnya modal intelektual yang bersifat abstrak dan tidak
nyata – untuk dijadikan driving force utama dalam pengembangan bisnis.
2. Satu alasan mengapa orang-orang sampai sekarang di Indonesia – hanya memberikan
sedikit perhatian terhadap modal intelektual adalah bahwa mereka tidak bisa melihat
manfaat daya pikir dalam balas jasa investasi mereka.

310
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
3. Investor yang akan memilih antara membeli saham IBM atau Microsoft hanya
berdasarkan laporan keuangan, tidak akan memahami apa yang membuat kedua
perusahaan itu berharga. Di American Airlines, pesawat jet di hitung sebagai aset. Tetapi
sumber penghasilan terbesar dari perusahaan penerbangan tsb ternyata bukan dari
menjual tiket penerbangan melainkan dari fee menjual sistem informasi yang
menjalankan armada pesawatnya. Tetapi aset intelektual yang menguntungkan itu tidak
terlihat di neraca keuangan perusahaan. Ibaratnya, seperti elektron di awan, aset
pengetahuan hanya meninggalkan bayangan semu di buku kas perusahaan. Namun
kekutan ekonominya sama nyata dengan senjata atom.
4. Menejemen modal intelektual merupakan pengetahuan yang baru saja ditemukan
sehingga baru sedikit eksekutif dan akuntan yang mengerti akan dimensinya atau
bagaimana menjelajahinya.
7. DAFTAR PUSTAKA
Bisnis Indonesia, 2001, 2 Juli, hal.1
Business Week, 2001, 14 May, page 448
Davenport, Thomas H. and Laurance Prusak, 1998 , Working Knowledge, Harvard
Business School Press
Drucker, Peter, 1989, The New Realities, Mandarin Paper Back
---------, 1999, Management Challenges for the 21st Century, Harper Business
Edvinsson, Leif, 1997, Intellectual Capital : The Future Management Focus, Knowledge
Management, Issue 2, Volume 1
----------, and Michael Malone, 1997, Intellectual Capital, Harper Business
Gates, Bill, 1999, Business @ The Speed of Thought, Penguib Books
Hamlin, Michael Alan, 2000, The New Asian Corporation, Jossey-Bass
Hidayat, 2000, Peranan Sumberdaya Manusia yang berbasiskan Modal Intelektual akan
menjadi Aset Utama dalam Sistem Persaingan Bisnis Global, Orasi Ilmiah disampaikan
di Universitas Langlangbuana, bertempat di Kampus Universitas Langlangbuana
(Bandung), tanggal 28 Oktober
Infobank, 2000, Edisi 245, Januari

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
311
Investor, 2001, No.32 Tahun II, Mei-Juni
Kompas, 2001, 3 Juli, hal,13
Krugman, Paul, 1998, Saving Asia : its time to get Radical, Fortune, September
Nonaka, Ikujiro dan Hirotaka Takeuchi, 1995, The Knowledge Creating Company,
Oxford University Press
Majalah Forbes, 2000, Edisi Juni
Roos, Johan, Goran Roos, Leif Edvinsson, and Nicola Dragonetti, 1997, Intellectual
Capital, MacMillan Business
Stewart, Thomas, 1997, Intellectual Capital, Doubleday
Swa, 2000, No.25, Desember
Thurow, Later C., 1999, Building Wealth, HarperCollins
Toffler, Alvin, 1980, The Third Wave, Pan Books Ltd


312
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
LAMPIRAN 1
CONTOH MODAL INTELEKTUAL
 CITRA
JATIDIRI
DESAIN PRODUCT
TRACK RECORD
 LOGO
. TRADE-NAME
TRADE-MARK
CARA PRESENTASI MARKETING
 FOUNDING FATHER
VISIONARY LEADER
KREATIVITAS SDM
LOKASI PERUSAHAAN
 LOYALITAS SDM
DATA BANK TENTANG KONSUMEN
PENGETAHUAN TEKNOLOGI

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
313
 GOOD INTERNAL COMMUNICATION
SINERGISME DALAM BEKERJA
BELAJAR DARI KELOMPOK
 SDM SELALU MAMPU BELAJAR
NON-BIROCRATIC ORGANIZATION
EXCELLENT CUSTOMER CARE
LAMPIRAN 2
SIFAT DUA BENUA
DUA BENUA
DUNIA FISIK
&
DUNIA MAYA
DUA PASAR

314
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
PASAR FISIK
&
PASAR MAYA
DUA EKONOMI
NEW ECONOMY
&
OLD ECONOMY
LAMPIRAN 3
EMPAT SUMBER PENGETAHUAN
* PENGALAMAN *
* INFORMASI *

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
315
* GAGASAN *
* OTAK YANG SELALU INGIN TAHU *
LAMPIRAN 4
NILAI KAPITALISASI PASAR
PERUSAHAAN

316
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Total Nilai Kapitalisasi
Modal Finansial
Modal Lancar
Modal Intelektual
Modal Manusia
Modal Tetap
Modal
Struktural
Modal Investasi
Competence
Relationship
Attitude
Organization

Peranan Strategis Modal Intelektual (Hidayat)
317
Intellectual
Development
Agility
&
Renewal

318
Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001
Download