Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 PENYULUH SEBAGAI KOMUNIKATOR PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Studi Kasus Karakteristik dan Atribusi Penyuluh sebagai Komunikator di dalam Penyampaian Pesan Program Keluarga Berencana di Kabupaten Sukoharjo) Rara Ayu Sekar Langit, Dr. Widodo Muktiyo, Dra. Prahastiwi Utari, M.Si.,Ph.D. UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA ABSTRAK Beberapa tahun ini, Program Keluarga Berencana telah mengalami keadaan yang stagnan. Selain mengalami keadaan yang stagnan, pencapaian aseptor baru juga mengalami penurunan. Di dalam penyuluhan Program Keluarga Berencana, petugas penyuluh memiliki peran yang penting di dalam menjamin keberhasilan program. Hal ini karena petugas penyuluh berperan sebagai seorang komunikator. Penelitian ini tertarik untuk melihat bagaimana karakteristik dari seorang petugas penyuluh Program Keluarga Berencana. Selain melihat karakteristik, penelitian ini juga tertarik untuk melihat atribusi serta adapatsi yang dilakukan petugas penyuluh terhadap audiens. Kemudian peneliti juga akan melihat bagaimana pesan Program Keluarga Berencana disampaikan di dalam penyuluhan. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu dimana hasil dari penelitian tidak bisa digenelarisasikan. Penelitian diadakan di Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak. Data penelitian di dapatkan dengan indept interview kepada sembilan informan, yang mana merupakan petugas penyuluh Program Keluarga Berencana. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa petugas penyuluh memiliki karakteristik extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness. Atribusi terhadap audiens adalah dengan melihar lokasi penyuluhan dan audiens itu sendiri. Adaptasi kepada audiens, dengan mendekati tokoh masyarakat. Kemudian intensitas komunikasi antara petugas penyuluh dengan audiens, menjadikan interaksi diantara keduanya menjadi lebih santai. Desain pesan pada penyuluhan adalah model konvensional dan retorika. Kata Kunci : Komunikator, Karakteristik, Atribusi, Adaptasi, Desain pesan Berdasarkan pada data tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat ke empat. Data dari sensus penduduk pada tahun 2010 menunjukan penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 jiwa. Jumlah ini meningkat dari hasil sensus penduduk yang dilakukan sebelumnya. Berdasarkan pada data sensus penduduk tahun 2010 Badan Pusat Statistik (BPS) membuat proyeksi penduduk Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2035. Hasil dari proyeksi memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2015 akan mencapai lebih dari dua ratus juta. Jumlah ini terus bertambah hingga PENDAHULUAN Kepadatan penduduk pada saat ini telah menjadi salah satu dari masalah dari pertumbuhan sosial di Indonesia. Berdasarkan pada laporan dari Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB) yangd ilangsir oleh kompas.com tahun 2015 sampai dengan tahun 2050, setengah dari pertumbuhan penduduk dunia akan terkonsentrasi pada sembilan negara yaitu India, Nigeria, Pakistan, Republik Kongo, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Indonesia dan Uganda. 31 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 mencapai tiga ratus juta penduduk pada tahun 2035. membimbing anak supaya menjadi manusia yang berkualitas dan berkarakter. Program KB membantu masyarakat merencanakan dari kelahiran sampai pada anak tumbuh dewasa. Masyarakat yang berkualitas dan berkarakter akan menjadi modal penting di dalam menghadapi bonus demografi. Sri Mulyani yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, membacakan hasil proyeksi Penduduk Indonesia 2000 – 2025, pada tanggal 2 Agustus 2005 mengatakan : Selama satu dekade terakhir ini, program KB tidak mengalami perkembangan. Keberhasilan dari pelayanan KB di Indonesia mengalami keadaan yang stagnan. Hal ini bisa dilihat pada tingginya angka putus kesertaan program Keluarga Berencana dan rendahnya tingkat pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang . Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa pengguna alat kontrasepsi sebanyak 57,9% dari total pasangan usia subur, padahal pemerintah menargetkan pada tahun mencapai 61%. Selain itu penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang seperti spiral (IUD) dan implant turun dari 18,7% menjadi 10,6% dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. “ Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat selama kurun waktu 20 tahun itu diwaspadai karena berimplikasi pada strategi pembangunan Indonesia mendatang. Pertambahan penduduk mengakibatkan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang harus ditanggung pemerintah juga semakin tinggi.” (Irianto, 2014:35) Kesimpuan yang bisa kiat ambil dari pernyaataan tersebut adalah, bahwa pemerintah harus mengusahakan penurunan angka kelahiran. Penurunan angka kelahiran bisa diatasi melalui Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana merupakan sarana bagi bangsa Indonesia untuk menciptakan suatu kesejahteraan sosial. Presiden Joko Widodo pada pertemuan International Conference on Family Planning ( ICFP) ke 4 di Denpasar dari tanggal 25 – 26 Januari 2016, mengatakan bahwa Program Keluarga Berencana saat ini memiliki tantangan yang lebih berat. Untuk membentuk generasi yang berkualitas, kita memerlukan kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup yang baik dimulai dari ibu yang sehat. Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa Program KB secara nasional wajib dijalankan. Pelaksaan dari Program KB bermanfaat di dalam membentuk generasi muda yang berkualitas. Program KB juga memberikan sumbangan besar di untuk mencapai tujuan pembangunan yaitu membentuk masyarakat yang sejahtera. (http://www.beritasatu.com) Penurunan pencapaian peserta KB terjadi pada BKKBN Perwakilan Jawa Tengah. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, Jawa Tengah merupakah provinsi dengan penduduk terbanyak ke tiga di Indonesia. Pada tahun 2015, BKKBN Perwakilan Jawa Tengah menetapkan target peserta KB sebesar 855.732 peserta. Jumlah tersebut turun sekitar 43.791 dari jumlah peserta di tahun 2014. Pencapaian peserta KB selama dua tahun terakhir (2014 dan 2015) di bulan Juni secara jelas telah mengalami penurunan. Berdasarkan data pencapaian terhadap peserta KB dari masing – masing kabupaten provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sukoharjo menduduki peringkat pencapaian terendah. Penurunan ini, mungkin disebabkan oleh tidak berhasilnya komunikasi atau penyuluhan oleh para petugas penyuluh KB. Penyuluhan adalah proses penyebaran informasi. Mardianto (1993) di dalam Ninik & Anita (1999:10), penyuluhan berasal dari kata suluh yang artinya memberi terang, jadi penyuluhan juga merupakan proses Beberapa tahun belakangan ini Program KB mengalami keadaan stagnan. Fokus dari kegiatan dari Program KB tidak hanya menyarankan masyarakat untuk membatasi jumlah anak, namun juga bagaimana 32 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 penerangan. Penyuluhan dilakukan untuk memberikan penerangan kepada masyarakat tentang sesuatu yang belum diketahui secara jelas. Penyuluhan bertujuan menyebarluaskan informasi yang terkait dengan materi, sumber informasi, maupun alur informasi. dengan menyesuaikan kepada audiensnya. Proses adaptasi penting di dalam komunikasi, karena membantu seseorang untuk menyesuaiakan pesan mereka dengan lawan bicara. Kemudian melengkapi dari tiga faktor sebelumnya, penelitian juga melihat bagaimana sebuah pesan penyuluhan disampaikan kepada audiens. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah secara umum dari penelitian ini adalah bagaimana karakteristik dan atribusi penyuluh sebagai komunikator di dalam penyampaian pesan program Keluarga Berencana di Kabupaten Sukoharjo. Kemudian secara khusus, rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Pada saat penyuluhan, penyuluh program Keluarga Berencana memegang peran yang penting. Berhasil atau gagal sebuah tujuan penyuluhan, dipengaruhi oleh kemampuan penyuluh program Keluarga Berencana di dalam penyampaian pesan kepada masyarakat. Ini karena penyuluh Keluarga Berencana berperan sebagai seorang komunikator. Seorang komunikator selain berperan di dalam menyampaikan pesan juga bertugas menyusun strategi yang efektif supaya mampu mempengaruhi audiens. Komunikator harus memiliki kemampuan di dalam menyebar pesan, memanipulasi pesan, memilih media, dan menganalisis audiens. Hal tersebut diperlukan supaya pesan yang disampaikan tepat pada sasaran. Fungsi komunikator di dalam penyuluhan adalah merencanakan proses komunikasi yang sesuai dengan program yang dijalankan. 1. Bagaimanakah karakteristik dan keahlian dari penyuluh program Keluarga Berencana sebagai seorang komunikator di Kabupaten Sukorharjo ? 2. Bagaimana atribusi penyuluh terhadap audiens penyuluhan program Keluarga Berencana di Kabupaten Sukorharjo ? 3. Bagaimana adaptasi penyuluh terhadap audiens penyuluhan program Keluarga Berencana di Kabupaten Sukorharjo ? 4. Bagaimanakah cara memproduksi pesan program Keluarga Berencana sebagai seorang komunikator di Kabupaten Sukoharjo ? Penyuluh program Keluarga Berencana harus mampu menjalankan perannya dengan baik di dalam menyampaian pesan. Di dalam memahami bagaimana komunikasi seorang komunikator, kita perlu mengetahui bagaimana karakteristik dan bagaimana cara dia memproses sebuah informasi. Hal ini karena karakteristik dan cara seseorang memproses sebuah informasi akan berpengaruh terhadap bagaimana dia berkomunikasi dengan orang lain. TINJAUAN PUSTAKA Fenomena mengenai sikap seorang komunikator bisa dilihat melalui Trait Theory. Sikap seseorang membedakan kualitas dan karakter setiap individu di dalam berkomunikasi. Bagaimana seseorang berkomunikasi dipengaruhi oleh sifat yang ditunjukkan oleh individu dan situasi yang dimana dia berada. Melihat permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana karakteristik dan cara atribusi petugas penyuluh terhadap masyarakat. Selanjutnya peneliti juga tertarik untuk mengetahui bagaimana petugas penyuluh beradapatasi dengan masyakarat. Adaptasi dengan masyarakat membantu petugas penyuluh di dalam menjalankan tugasnya. Cara terbaik di dalam menyampaikan pesan adalah Sifat seseorang di dalam cara berkomunikasinya, dapat dilihat dengan lima faktor umum yang biasa disebut dengan five factor model. Five factor model yang dikembangkan oleh John Digman. Lima faktor tersebut (Littlejohn & Foss,2011:80-81), adalah (1) neuroticism (kecenderungan terhadap perasaan negatif, ketakutan, dan rasa gelisah); 33 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 (2) extraversion (kecenderungan untuk merasa nyaman menjadi bagaian di dalam sebuah kelompok, dan berpikir positif); (3) openness (kecenderungan untuk berpikir secara mandiri, serta memberikan perhatian terhadap perasaan dari dalam); (4) agreeableness kecenderungan untuk menyukai dan memiliki rasa simpati terhadap orang lain); dan (5) conscientiousness (kecenderungan memiliki rasa disiplin, dan terorganisir). kemudian membuat penyebabnya. keputusan tentang Atribusi biasanya digunakan untuk memprediksi karakteristik seseorang. Hasil dari atribusi akan membantu kita di dalam menentukan bagaimana cara kita berkomunikasi. Hal ini membantu ketika pertama kali kita bertemu dengan orang lain. Atribusi membantu proses adaptasi yang dilakukan seseorang. Dengan mengetahui karakteristik orang lain, kita bisa mengetahui bagaimana kita beradaptasi dengan dirinya. Pada penelitian ini, proses adaptasi diamati dengan teori Uncertainly Reduction Theory. Karakteristik dari penyuluh program Keluarga Berencana juga dilihat melalui faktor argumentativeness. Argumentativeness adalah kecenderungan seseorang di dalam percakapan untuk mempertahankan sudut pandangan dan menolak pendapat yang bertentangan. Sikap ini dianggap mampu meningkatkan kredibilitas kemampuan berkomunikasi seseorang. Karakteristik lain yang dilihat dari seorang komunikator adalah kecenderungan ketakutan di dalam berkomunikasi. Faktor ini dilihat dengan trait communication apprehension. Teori Uncertainly Reduction Theory adalah teori mengurangi ketidakpastian yang berfokus pada bagaimana kita mencari informasi dari seseorang yang menjadi lawan bicara kita. Pada saat bertemu dengan orang lain, kita akan berusaha untuk mencari informasi mengenai mereka untuk mengurangi ketidakpastian. Selanjutnya pada penelitian melihat proses adaptasi dengan teori adapasi interaksi. Teori adaptasi interaksi membantu kita melihat bagaimana kita menyesuaikan perilaku komunikasi kita dengan orang lain. Teori ini berpendapat seiring meningkatnya intensitas komunikasi seseorang dengan orang lain, maka semakin sedikit mereka menggunakan norma – norma umum untuk mengatur perilaku komunikasi yang dilakukan. Pada saat bertemu dengan orang lain, seseorang akan mencoba untuk memahami lawan bicara mereka. Mereka mencoba mengetahui bagaimana orang lain akan berperilaku dan menyimpukan penyebab perilaku tersebut. Sebagai komunikator, petugas penyuluh harus mampu memahami perilaku audiens mereka. Hal ini penting karena berpengaruh terhadap keberhasilan dari penyuluhan yang dilakukan. Attribution theory, membantu di dalam memahami perilaku audiens. Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah komunikasi diproses oleh seorang komunikator guna memperoleh kesimpulan tentang perilaku dari audiens mereka. Proses adaptasi dilakukan untuk menyesuaikan diri kita dengan orang lain. Hal ini juga bertujuan supaya orang lain bersedia menerima kita menjadi bagian dari kelompok mereka. Adaptasi yang dilakukan juga membantu kita di dalam penyesuaian desain pesan pada saat kita berkomunikasi dengan orang lain. Penyuluh program Keluarga Berencana harus mengetahui bagaimana sebaiknya mendesain pesan yang akan disampaikan kepada audiens. Perencanaan pesan merupakan proses dimana sebuah pesan dibuat. Desain pesan menentukan bagaimana pengemasan pesan yang akan dikatakan seseorang di dalam sebuah situasi tertentu. Fritz Heider, menguraikan beberapa atribusi kausal yangs sering digunakan oleh setiap individu (Littlejohn & Foss,2011:84). Beberapa jenis atribusi kasual tersebut, termasuk penyebab situasional, usaha, keinginan, sentimen, milik, kewajiban, dan izin. Melalui atribusi kita mencoba menjelaskan perilaku dengan mengamati perilaku, memutuskan apakah itu disengaja atau tidak disengaja, dan 34 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 Desain pesan bisa berbeda – beda, bergantung pada situasi yang hadapi oleh seorang individu. Hubermas. Miles & Hubermas (1986) di dalam Djunaidi & Fauzan (2014) menyatakan bahwa analisis data kualitatif menggunakan kata – kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Analisis data dari Miles & Hubermas meliputi, (1) reduksi data, (2) display atau penyajian data, (3) mengambil kesimpulan lalu diverifikasi. Penelitian ini di dalam melihat desain pesan pada penyuluhan progam Keluarga Berenana menggunakan teori message-design logic. Teori message-design logic berusaha untuk melihat proses pembuatan pesan. Berdasarkan teori ini terdapat tiga desain pesan yang mungkin digunakan ketika seseorang berkomunikasi. Ketiga desain tersebut (Littlejohn & Foss,2011:165) adalah expressive logic; conventional logic; dan rhetorical logic. PEMBAHASAN 1) Karakter dan kompetensi petugas penyuluh Program Keluarga Berencana Expressive logic adalah desan dimana penyampaian pesan bersifat terbuka dengan dan membutuhkan sedikit perhatian dari orang lain. Kemudian conventional logic adalah desain penyampaian pesan yang mempertimbangkan peraturan serta norma termasuk memiliki rasa bertanggungjawab terhadap orang – orang yang terlibat. Model ketiga, rhetorical logic yaitu cara penyampaian pesan secara flexible dan berwawasan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa petugas penyuluh memahami peran mereka sebagai penyuluh yang mana merupakan agen perubahan sosial. Sebagai orang yang bertanggungjawab atas keberhasilan Program Keluarga Berencana mereka juga memiliki tanggungjawab sebagai pelaksana serta perencana kegiatan – kegiatan yang terkait dengan program tersebut. Mereka juga menyadari sebagai petugas lapangan, harus mampu menjalin hubungan dengan masyakat. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Deddy Mulyana (2003) studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian dilakukan pada Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari 2016. Pengumpulam data dilakukan dengan teknik indepth interview. Subjek penelitiannya adalah petugas penyuluh Program Keluarga Berencana di Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak. Di dalam pemilihan informan, peneliti menggunakan tehnik purposive sampling. Selain data dari hasil wawancara, peneliti juga mengumpulkan data dari dokumen – dokumen yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan Program Keluarga Berencana. Analisis pada data yang telah didapatkan menggunakan model Miles & Di dalam rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, ditemukan dua faktor yang menjadi motivasi petugas penyuluh di dalam melaksanakan tugas. Faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri dan faktor diluar pekerjaan. Conscientiousness atau will adalah faktor yang memperngaruhi karakteristik dilihat dari rasa tanggungjawab atau kesediaanya seseorang untuk mencapai sesuatu. Dorongan melakukan pekerjaan diluar pekerjaan berdasarakan pada rasa persaudaraan atau kedekatan serta rasa simpati. Perasaan dekat dengan audiens menunjukan karakteristik dari faktor extraversion. Extraversion merupakan karakter dimana menikmati menjadi bagian dari suatu kelompok. Extraversion juga mencakup kemampuan seseorang untuk berdaptasi. Kemampuan beradapatasi nantinya akan dilihat lebih dalam menggunakan interaction adaptation theory dan uncertainly reduction theory. 35 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 Selanjutya dorongan memelakukan pekerjaan karena rasa simpati menunjuk pada faktor agreeableness. Faktor agreeableness memperlihat karakteristik dimana seseorang cenderung bersimpati dan terdorong untuk menolong orang lain. Petugas penyuluh tidak boleh memiliki sifat antagonis, yang mana tidak peduli dengan masyarakat. Hal ini karena petugas penyuluh dituntut untuk menemukan permasalah di dalam masyarakat dan membantu penyelesaiannya. ada juga yang benar – benar berbeda dengan bidang yang ditekuni saat ini. Selain pendidikan formal, petugas penyuluh juga mendapatkan pelatihan rutin termasuk pelatihan dasar. Pelatihan ini berguna untuk meningkatkan kinerja petugas penyuluh dan juga mengembangkan kemampuan terkait dengan Program Keluarga Berencana. Terdapat juga seminar yang menjadi sarana petugas penyuluh mengembangkan kehalian dan ilmu tentang Program Keluarga Berencana. Karakteristik juga menunjukkan bagaimana kemampuan berkomunikasi seseorang. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa di dalam menciptakan situasi penyuluhan yang komunikatif, petugas penyuluh akan menceritakan pengalam pribadi mereka. Berbagi pengalaman pribadi kepada audiens menunjukkan petugas penyuluh membuka diri kepada audiens untuk menjadi lebih dekat dengan mereka. Sandra Petrinio mengatakan, dengan mengungkapkan infromasi pribadi memungkinkan kita untuk memperkuat hubungan dengan orang lain. 2) Atribusi Penyuluh terhadap Audiens Atribusi adalah bagaimana seseorang memandang nilai – nilai yang melekat pada orang lain. Pada penelitian ini adalah bagaimana seorang petugas penyuluh melihat nilai – nilai yang melekat pada audiens mereka. Atribusi membantu petugas penyuluh di dalam cara mereka beradaptasi dan juga merencanakan pola penyuluhan yang akan mereka lakukan. Hasil temuan pada atribusi penyuluh terhadap audiens dibagi menjadi dua, yaitu atribusi terhadap lingkungan dan audiens sendiri. Penyuluh di dalam menilai lingkungan melihat letak lokasi, karakter masyarakat, serta tempat penyuluhan. Lingkungan dan karakter masyarakat adalah dua hal yang saling melekat. Lingkungan akan mempengaruhi karakter masyarakat. Atribusi membantu seseorang menjelaskan kenapa seseorang melakukan suatu perilaku. Lingkungan dan karakter masyarakat akan membantu penyuluh untuk menjelaskan hal tersebut. Temuan lain dari kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan petugas penyuluh di dalam berargumentasi. Argumentativeness adalah karakteristik seseorang pada kecenderungan untuk mempertahan pendapat ketika berhadapan dengan argument yang menentang. Di dalam sebuah penyuluhan, sangat mungkin bagi audiens untuk beragumentasi atau menentang apa yang disampaikan oleh petugas penyuluh. Menghadapi audiens yang menentang petugas penyuluh akan mencoba mendengarkan argument dari audiens kemudian mencoba untuk memberikan penjelasan tentang kebenaran dari Program Keluarga Berencana. Atribusi pada audiens, ditemukan bahwa petugas penyuluh akan melihat nilai – nilai seperti pendidikan, status sosial, usia, dan perilaku. Audiens dari penyuluhan, tidak selalu memilki tingkat pendidikan dan status sosial yang sama. Atribusi membantu kita memahami orang lain sehingga memudahkan kita menentukan strategi komunikasi yang sesuai dengan mereka. Tingkat pendidikan dan status sosial akan mempengaruhi bagaiamana seseorang berkomunikasi. Melihta audiens dengan nilai – nilai tersebut membantu petugas Hasil penelitian mengenai kompetensi menunjukkan bahwa sebagian besar dari petugas penyuluh merupakan lulusan dari stara satu. Meskipun begitu mereka memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda. Beberapa mengatakan bahwa studi mereka sedikit banyak membantunya didalam pekerjaannya. Namun 36 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 penyuluh merencanakan stategi komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi aktif, dilakukan melalui bertanya kepada orang lain yang memiliki informasi. Sama seperti yang dilakukan oleh petugas penyuluh, yaitu dengan bertanya kepada tokoh masyarakat di daerah tempat dia melakukan penyuluhan. Kemudian strategi terakhir adalah strategi interaktif. Strategi ini dilakukan dengan interaksi secara langsung dan membutuhkan self-disclosure. Self-disclosure dilakukan dengan memberikan informasi mengenai diri kita, dengan harapan orang lain akan memberikan informasi balik mengenai dirinya. Pada poin karakteristik, dijelaskan bahwa petugas penyuluh menceritakan pengalaman pribadinya, hal ini menunjukkan bahwa mereka mencoba untuk melakukan selfdiscloure. 3) Adaptasi Penyuluh terhadap Audiens Hasil temuan pada poin ini adalah petugas penyuluh di dalam beradaptasi akan mendekati tokoh – tokoh masyarakat. Petugas penyuluh akan mendatangi tokoh masyaraka, sebelum mereka terjun ke masyarakat secara penuh. Cara ini digunakan petugas penyuluh untuk menggali informasi mengenai audiens dan lingkungan penyuluhan. Ketika pertama kali bertemu dengan orang lain, kitaa kan merasa khawatir atau cemas karena tidak memilki informasi terkait dengan orang tersebut. Untuk mengatasi ketidakpastian tersebut, kita sedikit demi sedikit akan mencoba menggali informasi mengenai orang lain. Uncertainly Reduction Theory merupakan teori yang melihat bagaimana seseorang mengurangi ketidakpastian. Teori berfokus pada bagaimana kita mencari informasi dari seseorang yang menjadi lawan bicara kita. Melalui interaksi yang terjadi dalam penyuluhan, petugas penyuluhan mencoba untuk menggali informasi mengenai mereka. Pada saat pertama kali menyampaikan informasi mengenai program Keluarga Berencana, petugas penyuluh akan memperkenalkan diri kepada audiens. Di dalam perkenalan, biasanya petugas penyuluh memberikan informasi mengenai identitas pribadi, instansi, serta program. Pengenalan diri ini juga termasuk di dalam self-disclosure. Petugas penyuluh memberikan informasi mengenai dirinya dan atribut yang dia bawa kepada audiens dengan tujuan audiens bersedia untuk menerima dirinya. Petugas penyuluh Program Keluarga Berencana mencoba mencari informasi mengenai audiens dan lingkungan penyuluhan dari para tokoh masyarkata. Informasi terkait dengan karakteristik masyarakat letak geografi, budaya, dan demografi. Informasi – informasi ini membantu penyuluh beradaptasi dan juga untuk menyusun pola penyuluhan yang nantinya akan dilakukan. Petugas penyuluh memberikan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan audiens yang mereka hadapi. Jadi penyuluhan disesuaikan dengan audiensnya. Di dalam memberikan penyuluha, masing – masing dari petugas penyuluh menerima daerah binaan. Setiap petugas penyuluh bisa memilki dua atau tiga daerah binaan. Daerah binaan adalah wilayah yang menjadi tanggung jawab petugas penyuluh di dalam mengadakan kegiatan penyuluhan dan kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengan Program Keluarga Berencana. Beger (Miller, 2005: 178) mengatakan seseorang bisa mendapatkan informasi mengenai orang lain melalui berbagai cara. Terdapat beberapa strategi untuk mendapatkan informasi mengenai orang lain yaitu strategi pasif, strategi aktif, dan juga strategi interaktif. Strategi pasif dilaukan dengan mengobservasi orang lain dalam jangka waktu tertentu. Strategi dilakukan dengan memperhatikan bagaimana seseorang ketika terlibat dalam sebuah proses komunikasi. Dengan sistem ini, mengharuskan petugas penyuluh menjalin hubungan secara terus menurus dengan masyarakat dari deerah yang sama dalam jangka waktu tertentu. Interaksi yang terjadi secara terus menerus secara intens akan menghadirkan pola 37 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 komunikasi yang berbeda seperti pada saat pertama kali bertemu. Petugas penyuluh mengaku bahwa komunikasi kepada audiens menjadi lebih santai setelah beberapa kali mereka bertemu di dalam forum penyuluhan. Mereka tidak lagi berkomunikasi dengan bahasa yang formal. Pada umumnya penyuluhan dilakukan dengan Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa halus namun dengan audiens yang sudah akrab, mereka bisa menggunakan bahasa campuran. Hal ini seperti pada teori adaptasi interaksi (Littlejohn & Foss, 2009:524). kesalahan di dalam memahami makna dari slogan tersebut. Mereka menambahkan bahwa pada beberapa waktu yang lalu, slogan mereka telah diartikan secara salah. Karena itu pada saat menyampaikan slogan, mereka akan menyampaikan secara lugas. Selain slogan, tujuan dari Program Keluarga Berencana juga disampaikan secara tegas. Tujua program di dalamnya terkandung tanggungjawab yang harus dicapai. Petugas penyuluh mengakui bahwa tujuan dari Program Keluarga Berencana adalah kewajiban yang harus dicapai. Di dalam sebuah pertemuan penyuluhan mereka akan menyampaikan tujuan dari Program Keluarga Berencana secara tegas dan berulang - ulang. Petugas penyuluhan mengakui komunikasi penyampaian pesan penyuluhan secara santai lebih mudah diterima oleh audiens. Audiens tidak lagi canggung dan malu untuk bertanya. Pendekatan kepada mereka juga menjadi lebih mudah. Intensitas komunikasi menimbulkan keakraban diantara penyuluh dan audiens. Keakraban ini tidak hanya terbatas pada waktu penyuluhan saja. Pada waktu petugas penyuluh bertemu audiens di luas waktu penyuluhan, mereka akan saling bertegur sapa. Hal ini menunjukkan bahwa petugas penyuluh telah berhasil masuk menjadi bagaian dari masyarakat. Di dalam setiap proses komunikasi pasti terdapat ganggung. Noise atau gangguan ini mengurangi keefektifan dari komunikasi yang dilakukan. Petugas penyuluh Program Kelurarga Berencana mengakui di dalam menjalankan tugasnya, mereka menghadapi beberapa hambatan. Hambatan tersebut berasal dari petugas sendiri dan juga dari luar. Hambatan yang berasa dari penyuluh adalah bahasa dan waktu. Hambatan internal yang lain adalah waktu. Kendala waktu sering menajdi hambatan di dalam memberikan penyuluhan terhadap masyarakat. Petugas penyuluh mengakui bahwa waktu penyuluhan terkadang bersamaan dengan adanya kegiatan lain, sehingga mereka menjadi berhalangan untuk hadir. Menyikapi hal ini, petugas penyuluh biasanya meminta sub klinik desa atau SKD untuk menggantikannya memberikan penyuluhan. 4) Penyampaian Pesan Temuan dari penelitian yang dilakukan, petugas penyuluh di dalam penyuluhan menggunakan model konvensional dan model retorika. Model konvensional adalah penyampaian pesan yang dilakukan dengan mematuhi peraturan. Pesan disampaikan berdasarkan norma dan peraturan. Pada pesan yang disampaikan mengandung rasa tanggungjawab dari mereka yang terlibat di dalam komunikasi. Desain pesan ini biasanya digunakan oleh petugas penyuluh pada saat menyampaiakn slogan dan tujuan dari Program Keluarga Berencana. Hambatan eksternal yangs sering dihadapi oleh petugas penyulu adalah audiens dan pemahaman mengenai program. Hambatan ini berasal dari masyarakat. Memberikan penyuluhan mengenai sebuah program kepada masyarakat tidak bisa berasil dalam satu kali pertemuan. Petugas penyuluh harus melakukan penyuluhan beberapa kali untuk meyakinkan masyarakat supaya tertarik untuk mengadopsi program yang disarankan. Hambatan yang sering terjadi pada audiens adalah keluarga mereka Menurut petugas penyuluh Program Keluarga Berencana, slogan harus disampaikan secara tegas. Penyampaian pesan secara tegas ini menyerupai desain konvesional. Slogan disampaikan secara tegas untuk menghindari 38 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 menentang untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. 1. Hasil dari penelitian menunjukan di dalam penyampaian pesan penyuluhan kepada masyarakat, petugas penyuluh tidak memiliki startegi tertentu. Sehingga petugas penyuluh Program Keluarga Berencana perlu merencanakan strategi komunikasi dengan lebih baik. Hal ini perlu untuk meningkatkan pencapaian Program Keluarga Berencana Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat biasanya karena kesalahan pemahaman terhadap Program Keluarga Berencana. Ini terjadi karena mereka tidak mendapatkan informasi dari pihak yang ahli dibidangnya. Masyarakat terkadang hanya mendapatkan informasi dari saudara atau tetangga sehingga mendatangkan pemahaman yang salah. 2. Penelitian ini hanya melihat pada aspek komunikator dan belum menyentuh pada aspek komunikasi yang lain. Peneliti berharap kedapannya nanti akan ada penelitian lain yang melihat aspek komunikasi lain dari proses penyuluhan Program Keluarga Berencana. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan analisis yang telah dirinci pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakter dari petugas penyuluh Program Keluarga Berencana dari hasil penelitian menunjukan bahwa mereka memiliki karakter extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness. 2. Atribusi yang dilakukan oleh petugas peyuluh Program Keluarga Berencana terhadap audiensnya adalah dengan melihar lokasi penyuluhan dan audiens itu sendiri. 3. Petugas penyluh Program Keluarga Berencana dalam beradaptasi kepada audiens, mereka mendekati tokoh masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai audiens dan juga lokasi penyuluhan. Selanjutnya seiring meningkatnya intensitas komunikasi antara petugas penyuluh dengan audiens, interaksi diantara keduanya menjadi lebih santai. 4. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa petugas penyuluh Program Keluarga Berencana menggunakan desain pesan konvensional dan retorika. SARAN 3. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Sehingga hasil penelitian yang tidak bisa digeneralisasikan untuk daerah – daerah lain yang terdapat fenomena serupa. Peneliti berharap pada penelitian selanjutnya terkait dengan Penyuluhan Program Keluarga Berencana, akan menggunakan metode yang bisa memperoleh hasil yang lebih menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA Andrew B. Quagliata. (2012). Message Design Logic and Career Success. Disertasi Faculty of the Graduate School of the University at Buffalo, State University of New York Baran, Stanley J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya. Jakarta : Penerbit Erlangga BkkbN. (2015). Tahun 2015. Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional Provinsi Jawa Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Tengah Buletin Kesehatan dan Reproduksi. (2013). Situasi Keluarga Berencana di Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut adalah saran yang bisa diberikan oleh peneliti : 39 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 Bungin, Burhan. (2009). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana Cynthia Demetriou. (2011). The Attribution Theory of Learning and Advising Students on Academic Probation. NACADA Journal, Vol 31 No. 2 Hal 16 -21 Devinto, Joseph A. (2001). The Interpersonal Communication Book 9th ed. New York : Addison Wesley Longman, Inc. Dyah Retno Pratiwi. (2012). Komunikasi Kesehatan dan Perilaku Akseptor KB Mantab. Tesis, Universitas Sebelas Maret Fauzan, Djunaidi. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta : AR- RUZZMEDIA Griffin, Emory A. (1994). A First Look At Communication Theory 2nd ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. HansāGeorg Wolff dan Sowon Kim. (2012). The Relationship Between Networking Behaviors and the Big Five Personality Dimensions. Journal Career Development International, Vol. 17 No. 1 Hal.43 – 66 InfoDATIN. (2014). Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Irianto, Koes. (2014). Pelayanan Keluarga Berencana Dua Anak Cukup. Bandung : Alfabeta Judy C, Pearson, dan Paul E. Nelson. (2000). An Introduction to Human Communication : Understanding and Sharing 8th ed. United State of America : The McGraw Companies.Inc Jose Maria Balmaceda Silvia Schiaffino Daniela Godoy. (2014). How Do Personality Traits Affect Communication Among Users in Online Social Networks. Journal Online Information Review Vol. 38 No. 1 Hal. 136 – 153 Liliwei, Alo. (2011). Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. (2011). Theories of Human Communication 10th ed. Long Grove: Waveland Press Inc. Mansyuri, Zainuddin. (2008). Metodelogi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Bandung : PT Refika Aditama Mardikanto, Totok dan Sri Sutarni. (1982). Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teori dan Praktik. Surakarta : Penerbit Lembaga Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (LSP3) Miller, Katherine. (2005). Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts 2nd ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Moleong, Lexy. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT REMAJA ROSDA KARYA Mulyana, Deddy. (2003). Metodelogi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA Nasir. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Rahayu, Trophy Endah. (2011). Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk Indonesia, Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta : Badan Pusat Statistik Rejeki, Ninik, dan Anita Herawati. (1999). Dasar – Dasar Komunikasi Untuk Penyuluhan. Yogyakarta : Penerbitan Universitas Atma Jaya Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu Samsudin S. (1977). Dasar – Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bandung : Binacipta Sayoga, Budi. (1998). Laporan Penelitian Strategi Penyuluhan, Suatu Studi Literatur tentang Strategi Penyuluhan Dalam Proses Difusi Inovasi. Yogyakarta : UGM Depdikbud Scott E, Gaier. (2012). Understanding Why Student Do What They Do: Using Attribution Theory to Help Students Succeed Academically. Journal of Research & Teaching in Developmental Education, Vol. 31 No. 2, Hal 6-19 Seiler, Willian J and Melissa L. Beall. (2011). Communications Making Connections. United States : Pearson Learning Solutions Suprapto,Tommy, dan Fahrianoor. (2004). Komunikasi Penyuluhan. Jogjakarta : Arti Bumi Intaran 40 Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016 Wiriaatmadja, Sukandar. (1993). Penyuluhan Pertanian. Jakarta : Depdikbud Yonghoon Choi, Ying Huang, Brenda Sternquist. (2015). The Effects of The Salesperson’s Characteristics on BuyerSeller Relationships. Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 30 No. 5 Hal. 616 – 625 Population Reference Bureau. www. prb.org. diakses pada tanggal 17 September 2015 pukul 10:47:38 http://www.bps.go.id/ diakses pada tanggal 7 September 2015 pukul 7:28:25 41