penyuluh sebagai komunikator program keluarga berencana

advertisement
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
PENYULUH SEBAGAI KOMUNIKATOR PROGRAM KELUARGA
BERENCANA
(Studi Kasus Karakteristik dan Atribusi Penyuluh sebagai Komunikator di dalam Penyampaian Pesan
Program Keluarga Berencana di Kabupaten Sukoharjo)
Rara Ayu Sekar Langit, Dr. Widodo Muktiyo, Dra. Prahastiwi Utari, M.Si.,Ph.D.
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
ABSTRAK
Beberapa tahun ini, Program Keluarga Berencana telah mengalami keadaan yang stagnan. Selain
mengalami keadaan yang stagnan, pencapaian aseptor baru juga mengalami penurunan. Di dalam
penyuluhan Program Keluarga Berencana, petugas penyuluh memiliki peran yang penting di dalam
menjamin keberhasilan program. Hal ini karena petugas penyuluh berperan sebagai seorang komunikator.
Penelitian ini tertarik untuk melihat bagaimana karakteristik dari seorang petugas penyuluh Program
Keluarga Berencana. Selain melihat karakteristik, penelitian ini juga tertarik untuk melihat atribusi serta
adapatsi yang dilakukan petugas penyuluh terhadap audiens. Kemudian peneliti juga akan melihat
bagaimana pesan Program Keluarga Berencana disampaikan di dalam penyuluhan.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, yaitu dimana hasil dari penelitian tidak bisa
digenelarisasikan. Penelitian diadakan di Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak. Data penelitian di
dapatkan dengan indept interview kepada sembilan informan, yang mana merupakan petugas penyuluh
Program Keluarga Berencana. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa petugas penyuluh memiliki
karakteristik extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness. Atribusi terhadap audiens
adalah dengan melihar lokasi penyuluhan dan audiens itu sendiri. Adaptasi kepada audiens, dengan
mendekati tokoh masyarakat. Kemudian intensitas komunikasi antara petugas penyuluh dengan audiens,
menjadikan interaksi diantara keduanya menjadi lebih santai. Desain pesan pada penyuluhan adalah model
konvensional dan retorika.
Kata Kunci : Komunikator, Karakteristik, Atribusi, Adaptasi, Desain pesan
Berdasarkan pada data tahun 2014,
Indonesia menduduki peringkat ke empat. Data
dari sensus penduduk pada tahun
2010
menunjukan penduduk Indonesia sebanyak
237.641.326 jiwa. Jumlah ini meningkat dari
hasil sensus penduduk yang dilakukan
sebelumnya. Berdasarkan pada data sensus
penduduk tahun 2010 Badan Pusat Statistik
(BPS) membuat proyeksi penduduk Indonesia
dari tahun 2010 hingga tahun 2035. Hasil dari
proyeksi memperkirakan penduduk Indonesia
pada tahun 2015 akan mencapai lebih dari dua
ratus juta. Jumlah ini terus bertambah hingga
PENDAHULUAN
Kepadatan penduduk pada saat ini telah
menjadi salah satu dari masalah dari
pertumbuhan sosial di Indonesia. Berdasarkan
pada laporan dari Persatuan Bangsa – Bangsa
(PBB) yangd ilangsir oleh kompas.com tahun
2015 sampai dengan tahun 2050, setengah dari
pertumbuhan
penduduk
dunia
akan
terkonsentrasi pada sembilan negara yaitu India,
Nigeria, Pakistan, Republik Kongo, Ethiopia,
Tanzania, Amerika Serikat, Indonesia dan
Uganda.
31
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
mencapai tiga ratus juta penduduk pada tahun
2035.
membimbing anak supaya menjadi manusia
yang berkualitas dan berkarakter. Program KB
membantu masyarakat merencanakan dari
kelahiran sampai pada anak tumbuh dewasa.
Masyarakat yang berkualitas dan berkarakter
akan menjadi modal penting di dalam
menghadapi bonus demografi.
Sri Mulyani yang pada saat itu menjabat
sebagai
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan Nasional, membacakan hasil
proyeksi Penduduk Indonesia 2000 – 2025, pada
tanggal 2 Agustus 2005 mengatakan :
Selama satu dekade terakhir ini, program
KB
tidak
mengalami
perkembangan.
Keberhasilan dari pelayanan KB di Indonesia
mengalami keadaan yang stagnan. Hal ini bisa
dilihat pada tingginya angka putus kesertaan
program Keluarga Berencana dan rendahnya
tingkat pemakaian alat kontrasepsi jangka
panjang . Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
pengguna alat kontrasepsi sebanyak 57,9% dari
total pasangan usia subur, padahal pemerintah
menargetkan pada tahun mencapai 61%. Selain
itu penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang
seperti spiral (IUD) dan implant turun dari
18,7% menjadi 10,6% dalam jangka waktu 10
tahun terakhir.
“ Pertumbuhan penduduk yang sangat
pesat selama kurun waktu 20 tahun itu
diwaspadai karena berimplikasi pada
strategi
pembangunan
Indonesia
mendatang.
Pertambahan
penduduk
mengakibatkan jumlah pengangguran dan
jumlah penduduk miskin yang harus
ditanggung pemerintah juga semakin
tinggi.” (Irianto, 2014:35)
Kesimpuan yang bisa kiat ambil dari
pernyaataan tersebut adalah, bahwa pemerintah
harus mengusahakan penurunan angka kelahiran.
Penurunan angka kelahiran bisa diatasi melalui
Program Keluarga Berencana. Program Keluarga
Berencana merupakan sarana bagi bangsa
Indonesia
untuk
menciptakan
suatu
kesejahteraan sosial. Presiden Joko Widodo pada
pertemuan International Conference on Family
Planning ( ICFP) ke 4 di Denpasar dari tanggal
25 – 26 Januari 2016, mengatakan bahwa
Program Keluarga Berencana saat ini memiliki
tantangan yang lebih berat. Untuk membentuk
generasi yang berkualitas, kita memerlukan
kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup yang
baik dimulai dari ibu yang sehat. Dalam
pidatonya, Presiden Joko Widodo menekankan
bahwa Program KB secara nasional wajib
dijalankan. Pelaksaan dari Program KB
bermanfaat di dalam membentuk generasi muda
yang berkualitas. Program KB juga memberikan
sumbangan besar di untuk mencapai tujuan
pembangunan yaitu membentuk masyarakat
yang sejahtera. (http://www.beritasatu.com)
Penurunan pencapaian peserta KB
terjadi pada BKKBN Perwakilan Jawa Tengah.
Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010,
Jawa Tengah merupakah provinsi dengan
penduduk terbanyak ke tiga di Indonesia. Pada
tahun 2015, BKKBN Perwakilan Jawa Tengah
menetapkan target peserta KB sebesar 855.732
peserta. Jumlah tersebut turun sekitar 43.791 dari
jumlah peserta di tahun 2014. Pencapaian
peserta KB selama dua tahun terakhir (2014 dan
2015) di bulan Juni secara jelas telah mengalami
penurunan.
Berdasarkan data pencapaian terhadap
peserta KB dari masing – masing kabupaten
provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Sukoharjo
menduduki peringkat pencapaian terendah.
Penurunan ini, mungkin disebabkan oleh tidak
berhasilnya komunikasi atau penyuluhan oleh
para petugas penyuluh KB. Penyuluhan adalah
proses penyebaran informasi. Mardianto (1993)
di dalam Ninik & Anita (1999:10), penyuluhan
berasal dari kata suluh yang artinya memberi
terang, jadi penyuluhan juga merupakan proses
Beberapa tahun belakangan ini Program
KB mengalami keadaan stagnan. Fokus dari
kegiatan dari Program KB tidak hanya
menyarankan masyarakat untuk membatasi
jumlah
anak,
namun
juga
bagaimana
32
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
penerangan. Penyuluhan dilakukan untuk
memberikan penerangan kepada masyarakat
tentang sesuatu yang belum diketahui secara
jelas. Penyuluhan bertujuan menyebarluaskan
informasi yang terkait dengan materi, sumber
informasi, maupun alur informasi.
dengan menyesuaikan kepada audiensnya.
Proses adaptasi penting di dalam komunikasi,
karena
membantu
seseorang
untuk
menyesuaiakan pesan mereka dengan lawan
bicara. Kemudian melengkapi dari tiga faktor
sebelumnya, penelitian juga melihat bagaimana
sebuah pesan penyuluhan disampaikan kepada
audiens. Berdasarkan latar belakang di atas,
rumusan masalah secara umum dari penelitian
ini adalah bagaimana karakteristik dan atribusi
penyuluh sebagai komunikator di dalam
penyampaian
pesan
program
Keluarga
Berencana di Kabupaten Sukoharjo. Kemudian
secara khusus, rumusan masalah pada penelitian
ini adalah :
Pada saat penyuluhan, penyuluh
program Keluarga Berencana memegang peran
yang penting. Berhasil atau gagal sebuah tujuan
penyuluhan, dipengaruhi oleh kemampuan
penyuluh program Keluarga Berencana di dalam
penyampaian pesan kepada masyarakat. Ini
karena penyuluh Keluarga Berencana berperan
sebagai seorang komunikator.
Seorang komunikator selain berperan di
dalam menyampaikan pesan juga bertugas
menyusun strategi yang efektif supaya mampu
mempengaruhi audiens. Komunikator harus
memiliki kemampuan di dalam menyebar pesan,
memanipulasi pesan, memilih media, dan
menganalisis audiens. Hal tersebut diperlukan
supaya pesan yang disampaikan tepat pada
sasaran. Fungsi komunikator di dalam
penyuluhan adalah merencanakan proses
komunikasi yang sesuai dengan program yang
dijalankan.
1. Bagaimanakah karakteristik dan keahlian
dari penyuluh program Keluarga Berencana
sebagai seorang komunikator di Kabupaten
Sukorharjo ?
2. Bagaimana atribusi penyuluh terhadap
audiens penyuluhan program Keluarga
Berencana di Kabupaten Sukorharjo ?
3. Bagaimana adaptasi penyuluh terhadap
audiens penyuluhan program Keluarga
Berencana di Kabupaten Sukorharjo ?
4. Bagaimanakah cara memproduksi pesan
program Keluarga Berencana sebagai
seorang komunikator
di Kabupaten
Sukoharjo ?
Penyuluh program Keluarga Berencana
harus mampu menjalankan perannya dengan
baik di dalam menyampaian pesan. Di dalam
memahami
bagaimana komunikasi seorang
komunikator, kita perlu mengetahui bagaimana
karakteristik dan bagaimana cara dia memproses
sebuah informasi. Hal ini karena karakteristik
dan cara seseorang memproses sebuah informasi
akan berpengaruh terhadap bagaimana dia
berkomunikasi dengan orang lain.
TINJAUAN PUSTAKA
Fenomena mengenai sikap seorang
komunikator bisa dilihat melalui Trait Theory.
Sikap seseorang membedakan kualitas dan
karakter setiap individu di dalam berkomunikasi.
Bagaimana
seseorang
berkomunikasi
dipengaruhi oleh sifat yang ditunjukkan oleh
individu dan situasi yang dimana dia berada.
Melihat permasalahan tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
karakteristik dan cara atribusi petugas penyuluh
terhadap masyarakat. Selanjutnya peneliti juga
tertarik untuk mengetahui bagaimana petugas
penyuluh beradapatasi dengan masyakarat.
Adaptasi dengan masyarakat membantu petugas
penyuluh di dalam menjalankan tugasnya. Cara
terbaik di dalam menyampaikan pesan adalah
Sifat seseorang di dalam cara
berkomunikasinya, dapat dilihat dengan lima
faktor umum yang biasa disebut dengan five
factor model. Five factor model yang
dikembangkan oleh John Digman. Lima faktor
tersebut (Littlejohn & Foss,2011:80-81), adalah
(1) neuroticism (kecenderungan terhadap
perasaan negatif, ketakutan, dan rasa gelisah);
33
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
(2) extraversion (kecenderungan untuk merasa
nyaman menjadi bagaian di dalam sebuah
kelompok, dan berpikir positif); (3) openness
(kecenderungan untuk berpikir secara mandiri,
serta memberikan perhatian terhadap perasaan
dari dalam); (4) agreeableness kecenderungan
untuk menyukai dan memiliki rasa simpati
terhadap orang lain); dan (5) conscientiousness
(kecenderungan memiliki rasa disiplin, dan
terorganisir).
kemudian
membuat
penyebabnya.
keputusan
tentang
Atribusi biasanya digunakan untuk
memprediksi karakteristik seseorang. Hasil dari
atribusi akan membantu kita di dalam
menentukan bagaimana cara kita berkomunikasi.
Hal ini membantu ketika pertama kali kita
bertemu dengan orang lain. Atribusi membantu
proses adaptasi yang dilakukan seseorang.
Dengan mengetahui karakteristik orang lain, kita
bisa mengetahui bagaimana kita beradaptasi
dengan dirinya. Pada penelitian ini, proses
adaptasi diamati dengan teori Uncertainly
Reduction Theory.
Karakteristik dari penyuluh program
Keluarga Berencana juga dilihat melalui faktor
argumentativeness. Argumentativeness adalah
kecenderungan seseorang di dalam percakapan
untuk mempertahankan sudut pandangan dan
menolak pendapat yang bertentangan. Sikap ini
dianggap mampu meningkatkan kredibilitas
kemampuan
berkomunikasi
seseorang.
Karakteristik lain yang dilihat dari seorang
komunikator adalah kecenderungan ketakutan di
dalam berkomunikasi. Faktor ini dilihat dengan
trait communication apprehension.
Teori Uncertainly Reduction Theory
adalah teori mengurangi ketidakpastian yang
berfokus pada bagaimana kita mencari informasi
dari seseorang yang menjadi lawan bicara kita.
Pada saat bertemu dengan orang lain, kita akan
berusaha untuk mencari informasi mengenai
mereka untuk mengurangi ketidakpastian.
Selanjutnya pada penelitian melihat proses
adaptasi dengan teori adapasi interaksi. Teori
adaptasi interaksi membantu kita melihat
bagaimana
kita
menyesuaikan
perilaku
komunikasi kita dengan orang lain. Teori ini
berpendapat seiring meningkatnya intensitas
komunikasi seseorang dengan orang lain, maka
semakin sedikit mereka menggunakan norma –
norma umum untuk mengatur perilaku
komunikasi yang dilakukan.
Pada saat bertemu dengan orang lain,
seseorang akan mencoba untuk memahami
lawan bicara mereka. Mereka mencoba
mengetahui bagaimana orang lain akan
berperilaku dan menyimpukan penyebab
perilaku tersebut. Sebagai komunikator, petugas
penyuluh harus mampu memahami perilaku
audiens mereka. Hal ini penting karena
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
dari
penyuluhan yang dilakukan. Attribution theory,
membantu di dalam memahami perilaku audiens.
Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah
komunikasi diproses oleh seorang komunikator
guna memperoleh kesimpulan tentang perilaku
dari audiens mereka.
Proses adaptasi dilakukan untuk
menyesuaikan diri kita dengan orang lain. Hal
ini juga bertujuan supaya orang lain bersedia
menerima kita menjadi bagian dari kelompok
mereka. Adaptasi yang dilakukan juga
membantu kita di dalam penyesuaian desain
pesan pada saat kita berkomunikasi dengan
orang lain. Penyuluh program Keluarga
Berencana harus mengetahui bagaimana
sebaiknya mendesain pesan yang akan
disampaikan kepada audiens. Perencanaan pesan
merupakan proses dimana sebuah pesan dibuat.
Desain
pesan
menentukan
bagaimana
pengemasan pesan yang akan dikatakan
seseorang di dalam sebuah situasi tertentu.
Fritz Heider, menguraikan beberapa
atribusi kausal yangs sering digunakan oleh
setiap individu (Littlejohn & Foss,2011:84).
Beberapa jenis atribusi kasual tersebut, termasuk
penyebab
situasional,
usaha,
keinginan,
sentimen, milik, kewajiban, dan izin. Melalui
atribusi kita mencoba menjelaskan perilaku
dengan mengamati perilaku, memutuskan
apakah itu disengaja atau tidak disengaja, dan
34
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
Desain pesan bisa berbeda – beda, bergantung
pada situasi yang hadapi oleh seorang individu.
Hubermas. Miles & Hubermas (1986) di dalam
Djunaidi & Fauzan (2014) menyatakan bahwa
analisis data kualitatif menggunakan kata – kata
yang selalu disusun dalam sebuah teks yang
diperluas atau yang dideskripsikan. Analisis data
dari Miles & Hubermas meliputi, (1) reduksi
data, (2) display atau penyajian data, (3)
mengambil kesimpulan lalu diverifikasi.
Penelitian ini di dalam melihat desain
pesan pada penyuluhan progam Keluarga
Berenana menggunakan teori message-design
logic. Teori message-design logic berusaha
untuk melihat proses pembuatan pesan.
Berdasarkan teori ini terdapat tiga desain pesan
yang mungkin digunakan ketika seseorang
berkomunikasi.
Ketiga
desain
tersebut
(Littlejohn & Foss,2011:165) adalah expressive
logic; conventional logic; dan rhetorical logic.
PEMBAHASAN
1) Karakter dan kompetensi petugas
penyuluh Program Keluarga Berencana
Expressive logic adalah desan dimana
penyampaian pesan bersifat terbuka dengan dan
membutuhkan sedikit perhatian dari orang lain.
Kemudian conventional logic adalah desain
penyampaian pesan yang mempertimbangkan
peraturan serta norma termasuk memiliki rasa
bertanggungjawab terhadap orang – orang yang
terlibat. Model ketiga, rhetorical logic yaitu cara
penyampaian pesan secara flexible dan
berwawasan.
Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa petugas penyuluh memahami peran
mereka sebagai penyuluh yang mana merupakan
agen perubahan sosial. Sebagai orang yang
bertanggungjawab atas keberhasilan Program
Keluarga Berencana mereka juga memiliki
tanggungjawab
sebagai
pelaksana
serta
perencana kegiatan – kegiatan yang terkait
dengan program tersebut. Mereka juga
menyadari sebagai petugas lapangan, harus
mampu menjalin hubungan dengan masyakat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan metode studi kasus. Deddy
Mulyana (2003) studi kasus adalah uraian dan
penjelasan komprehensif mengenai berbagai
aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu
organisasi (komunitas), suatu program, atau
suatu situasi sosial. Penelitian dilakukan di
Kecamatan Kartasura dan Kecamatan Gatak,
Kabupaten Sukoharjo. Penelitian dilakukan pada
Bulan Januari sampai dengan Bulan Februari
2016. Pengumpulam data dilakukan dengan
teknik indepth interview. Subjek penelitiannya
adalah petugas penyuluh Program Keluarga
Berencana di Kecamatan Kartasura dan
Kecamatan Gatak. Di dalam pemilihan
informan,
peneliti
menggunakan
tehnik
purposive sampling. Selain data dari hasil
wawancara, peneliti juga mengumpulkan data
dari dokumen – dokumen yang berkaitan dengan
kegiatan
penyuluhan
Program
Keluarga
Berencana. Analisis pada data yang telah
didapatkan menggunakan model Miles &
Di dalam rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan, ditemukan dua faktor yang menjadi
motivasi
petugas
penyuluh
di
dalam
melaksanakan tugas. Faktor yang berasal dari
pekerjaan itu sendiri dan faktor diluar pekerjaan.
Conscientiousness atau will adalah faktor yang
memperngaruhi karakteristik dilihat dari rasa
tanggungjawab atau kesediaanya seseorang
untuk mencapai sesuatu. Dorongan melakukan
pekerjaan diluar pekerjaan berdasarakan pada
rasa persaudaraan atau kedekatan serta rasa
simpati.
Perasaan
dekat
dengan
audiens
menunjukan
karakteristik
dari
faktor
extraversion. Extraversion merupakan karakter
dimana menikmati menjadi bagian dari suatu
kelompok. Extraversion juga mencakup
kemampuan seseorang untuk berdaptasi.
Kemampuan beradapatasi nantinya akan dilihat
lebih
dalam
menggunakan
interaction
adaptation theory dan uncertainly reduction
theory.
35
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
Selanjutya dorongan memelakukan
pekerjaan karena rasa simpati menunjuk pada
faktor agreeableness. Faktor agreeableness
memperlihat karakteristik dimana seseorang
cenderung bersimpati dan terdorong untuk
menolong orang lain. Petugas penyuluh tidak
boleh memiliki sifat antagonis, yang mana tidak
peduli dengan masyarakat. Hal ini karena
petugas penyuluh dituntut untuk menemukan
permasalah di dalam masyarakat dan membantu
penyelesaiannya.
ada juga yang benar – benar berbeda dengan
bidang yang ditekuni saat ini.
Selain pendidikan formal, petugas
penyuluh juga mendapatkan pelatihan rutin
termasuk pelatihan dasar. Pelatihan ini berguna
untuk meningkatkan kinerja petugas penyuluh
dan juga mengembangkan kemampuan terkait
dengan Program Keluarga Berencana. Terdapat
juga seminar yang menjadi sarana petugas
penyuluh mengembangkan kehalian dan ilmu
tentang Program Keluarga Berencana.
Karakteristik
juga
menunjukkan
bagaimana
kemampuan
berkomunikasi
seseorang.
Penelitian
yang
dilakukan
menemukan bahwa di dalam menciptakan situasi
penyuluhan yang komunikatif, petugas penyuluh
akan menceritakan pengalam pribadi mereka.
Berbagi pengalaman pribadi kepada audiens
menunjukkan petugas penyuluh membuka diri
kepada audiens untuk menjadi lebih dekat
dengan mereka. Sandra Petrinio mengatakan,
dengan mengungkapkan infromasi pribadi
memungkinkan
kita
untuk
memperkuat
hubungan dengan orang lain.
2) Atribusi Penyuluh terhadap Audiens
Atribusi adalah bagaimana seseorang
memandang nilai – nilai yang melekat pada
orang lain. Pada penelitian ini adalah bagaimana
seorang petugas penyuluh melihat nilai – nilai
yang melekat pada audiens mereka. Atribusi
membantu petugas penyuluh di dalam cara
mereka beradaptasi dan juga merencanakan pola
penyuluhan yang akan mereka lakukan.
Hasil temuan pada atribusi penyuluh
terhadap audiens dibagi menjadi dua, yaitu
atribusi terhadap lingkungan dan audiens sendiri.
Penyuluh di dalam menilai lingkungan melihat
letak lokasi, karakter masyarakat, serta tempat
penyuluhan.
Lingkungan
dan
karakter
masyarakat adalah dua hal yang saling melekat.
Lingkungan akan mempengaruhi karakter
masyarakat. Atribusi membantu seseorang
menjelaskan kenapa seseorang melakukan suatu
perilaku. Lingkungan dan karakter masyarakat
akan membantu penyuluh untuk menjelaskan hal
tersebut.
Temuan
lain
dari
kemampuan
berkomunikasi adalah kemampuan petugas
penyuluh
di
dalam
berargumentasi.
Argumentativeness
adalah
karakteristik
seseorang
pada
kecenderungan
untuk
mempertahan pendapat ketika berhadapan
dengan argument yang menentang. Di dalam
sebuah penyuluhan, sangat mungkin bagi
audiens untuk beragumentasi atau menentang
apa yang disampaikan oleh petugas penyuluh.
Menghadapi audiens yang menentang petugas
penyuluh
akan
mencoba
mendengarkan
argument dari audiens kemudian mencoba untuk
memberikan penjelasan tentang kebenaran dari
Program Keluarga Berencana.
Atribusi pada audiens, ditemukan bahwa
petugas penyuluh akan melihat nilai – nilai
seperti pendidikan, status sosial, usia, dan
perilaku. Audiens dari penyuluhan, tidak selalu
memilki tingkat pendidikan dan status sosial
yang sama. Atribusi membantu kita memahami
orang lain sehingga memudahkan kita
menentukan strategi komunikasi yang sesuai
dengan mereka. Tingkat pendidikan dan status
sosial
akan
mempengaruhi
bagaiamana
seseorang berkomunikasi. Melihta audiens
dengan nilai – nilai tersebut membantu petugas
Hasil penelitian mengenai kompetensi
menunjukkan bahwa sebagian besar dari petugas
penyuluh merupakan lulusan dari stara satu.
Meskipun begitu mereka memiliki latar belakang
bidang studi yang berbeda. Beberapa
mengatakan bahwa studi mereka sedikit banyak
membantunya didalam pekerjaannya. Namun
36
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
penyuluh merencanakan stategi komunikasi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi aktif, dilakukan melalui
bertanya kepada orang lain yang memiliki
informasi. Sama seperti yang dilakukan oleh
petugas penyuluh, yaitu dengan bertanya kepada
tokoh masyarakat di daerah tempat dia
melakukan penyuluhan. Kemudian strategi
terakhir adalah strategi interaktif. Strategi ini
dilakukan dengan interaksi secara langsung dan
membutuhkan self-disclosure. Self-disclosure
dilakukan dengan
memberikan informasi
mengenai diri kita, dengan harapan orang lain
akan memberikan informasi balik mengenai
dirinya. Pada poin karakteristik, dijelaskan
bahwa
petugas
penyuluh
menceritakan
pengalaman pribadinya, hal ini menunjukkan
bahwa mereka mencoba untuk melakukan selfdiscloure.
3) Adaptasi Penyuluh terhadap Audiens
Hasil temuan pada poin ini adalah
petugas penyuluh di dalam beradaptasi akan
mendekati tokoh – tokoh masyarakat. Petugas
penyuluh akan mendatangi tokoh masyaraka,
sebelum mereka terjun ke masyarakat secara
penuh. Cara ini digunakan petugas penyuluh
untuk menggali informasi mengenai audiens dan
lingkungan penyuluhan.
Ketika pertama kali bertemu dengan
orang lain, kitaa kan merasa khawatir atau
cemas karena tidak memilki informasi terkait
dengan orang tersebut. Untuk mengatasi
ketidakpastian tersebut, kita sedikit demi sedikit
akan mencoba menggali informasi mengenai
orang lain. Uncertainly Reduction Theory
merupakan teori yang melihat bagaimana
seseorang mengurangi ketidakpastian. Teori
berfokus pada bagaimana kita mencari informasi
dari seseorang yang menjadi lawan bicara kita.
Melalui interaksi yang terjadi dalam
penyuluhan, petugas penyuluhan mencoba untuk
menggali informasi mengenai mereka. Pada saat
pertama kali menyampaikan informasi mengenai
program Keluarga Berencana, petugas penyuluh
akan memperkenalkan diri kepada audiens. Di
dalam perkenalan, biasanya petugas penyuluh
memberikan informasi mengenai identitas
pribadi, instansi, serta program. Pengenalan diri
ini juga termasuk di dalam self-disclosure.
Petugas penyuluh memberikan informasi
mengenai dirinya dan atribut yang dia bawa
kepada audiens dengan tujuan audiens bersedia
untuk menerima dirinya.
Petugas penyuluh Program Keluarga
Berencana
mencoba
mencari
informasi
mengenai audiens dan lingkungan penyuluhan
dari para tokoh masyarkata. Informasi terkait
dengan karakteristik masyarakat letak geografi,
budaya, dan demografi. Informasi – informasi
ini membantu penyuluh beradaptasi dan juga
untuk menyusun pola penyuluhan yang nantinya
akan dilakukan. Petugas penyuluh memberikan
penyuluhan sesuai dengan kebutuhan audiens
yang mereka hadapi. Jadi penyuluhan
disesuaikan dengan audiensnya.
Di dalam memberikan penyuluha,
masing – masing dari petugas penyuluh
menerima daerah binaan. Setiap petugas
penyuluh bisa memilki dua atau tiga daerah
binaan. Daerah binaan adalah wilayah yang
menjadi tanggung jawab petugas penyuluh di
dalam mengadakan kegiatan penyuluhan dan
kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengan
Program Keluarga Berencana.
Beger (Miller, 2005: 178) mengatakan
seseorang bisa mendapatkan informasi mengenai
orang lain melalui berbagai cara. Terdapat
beberapa strategi untuk mendapatkan informasi
mengenai orang lain yaitu strategi pasif, strategi
aktif, dan juga strategi interaktif. Strategi pasif
dilaukan dengan mengobservasi orang lain
dalam jangka waktu tertentu. Strategi dilakukan
dengan memperhatikan bagaimana seseorang
ketika terlibat dalam sebuah proses komunikasi.
Dengan sistem ini, mengharuskan
petugas penyuluh menjalin hubungan secara
terus menurus dengan masyarakat dari deerah
yang sama dalam jangka waktu tertentu.
Interaksi yang terjadi secara terus menerus
secara intens akan menghadirkan pola
37
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
komunikasi yang berbeda seperti pada saat
pertama kali bertemu. Petugas penyuluh
mengaku bahwa komunikasi kepada audiens
menjadi lebih santai setelah beberapa kali
mereka bertemu di dalam forum penyuluhan.
Mereka tidak lagi berkomunikasi dengan bahasa
yang formal. Pada umumnya penyuluhan
dilakukan dengan Bahasa Indonesia atau Bahasa
Jawa halus namun dengan audiens yang sudah
akrab, mereka bisa menggunakan bahasa
campuran. Hal ini seperti pada teori adaptasi
interaksi (Littlejohn & Foss, 2009:524).
kesalahan di dalam memahami makna dari
slogan tersebut. Mereka menambahkan bahwa
pada beberapa waktu yang lalu, slogan mereka
telah diartikan secara salah. Karena itu pada saat
menyampaikan
slogan,
mereka
akan
menyampaikan secara lugas.
Selain slogan, tujuan dari Program
Keluarga Berencana juga disampaikan secara
tegas. Tujua program di dalamnya terkandung
tanggungjawab yang harus dicapai. Petugas
penyuluh mengakui bahwa tujuan dari Program
Keluarga Berencana adalah kewajiban yang
harus dicapai. Di dalam sebuah pertemuan
penyuluhan mereka akan menyampaikan tujuan
dari Program Keluarga Berencana secara tegas
dan berulang - ulang.
Petugas
penyuluhan
mengakui
komunikasi penyampaian pesan penyuluhan
secara santai lebih mudah diterima oleh audiens.
Audiens tidak lagi canggung dan malu untuk
bertanya. Pendekatan kepada mereka juga
menjadi lebih mudah. Intensitas komunikasi
menimbulkan keakraban diantara penyuluh dan
audiens. Keakraban ini tidak hanya terbatas pada
waktu penyuluhan saja. Pada waktu petugas
penyuluh bertemu audiens di luas waktu
penyuluhan, mereka akan saling bertegur sapa.
Hal ini menunjukkan bahwa petugas penyuluh
telah berhasil masuk menjadi bagaian dari
masyarakat.
Di dalam setiap proses komunikasi pasti
terdapat ganggung. Noise atau gangguan ini
mengurangi keefektifan dari komunikasi yang
dilakukan. Petugas penyuluh Program Kelurarga
Berencana mengakui di dalam menjalankan
tugasnya, mereka menghadapi beberapa
hambatan. Hambatan tersebut berasal dari
petugas sendiri dan juga dari luar. Hambatan
yang berasa dari penyuluh adalah bahasa dan
waktu. Hambatan internal yang lain adalah
waktu. Kendala waktu sering menajdi hambatan
di dalam memberikan penyuluhan terhadap
masyarakat. Petugas penyuluh mengakui bahwa
waktu penyuluhan terkadang bersamaan dengan
adanya kegiatan lain, sehingga mereka menjadi
berhalangan untuk hadir. Menyikapi hal ini,
petugas penyuluh biasanya meminta sub klinik
desa atau SKD untuk menggantikannya
memberikan penyuluhan.
4) Penyampaian Pesan
Temuan dari penelitian yang dilakukan,
petugas penyuluh di dalam penyuluhan
menggunakan model konvensional dan model
retorika.
Model
konvensional
adalah
penyampaian pesan yang dilakukan dengan
mematuhi peraturan. Pesan disampaikan
berdasarkan norma dan peraturan. Pada pesan
yang
disampaikan
mengandung
rasa
tanggungjawab dari mereka yang terlibat di
dalam komunikasi. Desain pesan ini biasanya
digunakan oleh petugas penyuluh pada saat
menyampaiakn slogan dan tujuan dari Program
Keluarga Berencana.
Hambatan eksternal yangs sering
dihadapi oleh petugas penyulu adalah audiens
dan pemahaman mengenai program. Hambatan
ini berasal dari masyarakat. Memberikan
penyuluhan mengenai sebuah program kepada
masyarakat tidak bisa berasil dalam satu kali
pertemuan. Petugas penyuluh harus melakukan
penyuluhan beberapa kali untuk meyakinkan
masyarakat supaya tertarik untuk mengadopsi
program yang disarankan. Hambatan yang sering
terjadi pada audiens adalah keluarga mereka
Menurut petugas penyuluh Program
Keluarga Berencana, slogan harus disampaikan
secara tegas. Penyampaian pesan secara tegas ini
menyerupai
desain
konvesional.
Slogan
disampaikan secara tegas untuk menghindari
38
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
menentang untuk mengikuti Program Keluarga
Berencana.
1. Hasil dari penelitian menunjukan di
dalam penyampaian pesan penyuluhan
kepada masyarakat, petugas penyuluh
tidak
memiliki
startegi
tertentu.
Sehingga petugas penyuluh Program
Keluarga Berencana perlu merencanakan
strategi komunikasi dengan lebih baik.
Hal ini perlu untuk meningkatkan
pencapaian
Program
Keluarga
Berencana
Penolakan
yang
dilakukan
oleh
masyarakat
biasanya
karena
kesalahan
pemahaman terhadap Program Keluarga
Berencana. Ini terjadi karena mereka tidak
mendapatkan informasi dari pihak yang ahli
dibidangnya. Masyarakat terkadang hanya
mendapatkan informasi dari saudara atau
tetangga sehingga mendatangkan pemahaman
yang salah.
2. Penelitian ini hanya melihat pada aspek
komunikator dan belum menyentuh pada
aspek komunikasi yang lain. Peneliti
berharap kedapannya nanti akan ada
penelitian lain yang melihat aspek
komunikasi lain dari proses penyuluhan
Program Keluarga Berencana.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian dan
analisis yang telah dirinci pada bab sebelumnya,
maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Karakter dari petugas penyuluh Program
Keluarga Berencana dari hasil penelitian
menunjukan bahwa mereka memiliki
karakter
extraversion,
openness,
agreeableness, dan conscientiousness.
2. Atribusi yang dilakukan oleh petugas
peyuluh Program Keluarga Berencana
terhadap audiensnya adalah dengan
melihar lokasi penyuluhan dan audiens
itu sendiri.
3. Petugas penyluh Program Keluarga
Berencana dalam beradaptasi kepada
audiens, mereka mendekati tokoh
masyarakat untuk memperoleh informasi
mengenai audiens dan juga lokasi
penyuluhan.
Selanjutnya
seiring
meningkatnya intensitas komunikasi
antara petugas penyuluh dengan audiens,
interaksi diantara keduanya menjadi
lebih santai.
4. Hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa petugas penyuluh Program
Keluarga Berencana menggunakan
desain pesan konvensional dan retorika.
SARAN
3. Metode penelitian yang digunakan di
dalam penelitian ini adalah metode studi
kasus. Sehingga hasil penelitian yang
tidak bisa digeneralisasikan untuk
daerah – daerah lain yang terdapat
fenomena serupa. Peneliti berharap pada
penelitian selanjutnya terkait dengan
Penyuluhan
Program
Keluarga
Berencana, akan menggunakan metode
yang bisa memperoleh hasil yang lebih
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew B. Quagliata. (2012). Message Design
Logic and Career Success. Disertasi Faculty
of the Graduate School of the University at
Buffalo, State University of New York
Baran, Stanley J. (2012). Pengantar Komunikasi
Massa Melek Media dan Budaya. Jakarta :
Penerbit Erlangga
BkkbN. (2015). Tahun 2015. Perwakilan Badan
Kependudukan dan Keluarga Nasional
Provinsi
Jawa
Review
Program
Kependudukan, Keluarga Berencana dan
Pembangunan Keluarga Tengah
Buletin Kesehatan dan Reproduksi. (2013).
Situasi Keluarga Berencana di Indonesia.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Berdasarkan pada hasil penelitian yang
telah dilakukan, berikut adalah saran yang bisa
diberikan oleh peneliti :
39
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
Bungin, Burhan. (2009). Penelitian Kualitatif
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana
Cynthia Demetriou. (2011). The Attribution
Theory of Learning and Advising Students
on Academic Probation. NACADA Journal,
Vol 31 No. 2 Hal 16 -21
Devinto, Joseph A. (2001). The Interpersonal
Communication Book 9th ed. New York :
Addison Wesley Longman, Inc.
Dyah Retno Pratiwi. (2012). Komunikasi
Kesehatan dan Perilaku Akseptor KB
Mantab. Tesis, Universitas Sebelas Maret
Fauzan, Djunaidi. (2014). Metode Penelitian
Kualitatif. Jogjakarta : AR- RUZZMEDIA
Griffin, Emory A. (1994). A First Look At
Communication Theory 2nd ed. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Hansā€Georg Wolff dan Sowon Kim. (2012). The
Relationship
Between
Networking
Behaviors and the Big Five Personality
Dimensions. Journal Career Development
International, Vol. 17 No. 1 Hal.43 – 66
InfoDATIN. (2014). Situasi dan Analisis
Keluarga Berencana. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi
Irianto, Koes. (2014). Pelayanan Keluarga
Berencana Dua Anak Cukup. Bandung :
Alfabeta
Judy C, Pearson, dan Paul E. Nelson. (2000). An
Introduction to Human Communication :
Understanding and Sharing 8th ed. United
State of America : The McGraw
Companies.Inc
Jose Maria Balmaceda Silvia Schiaffino Daniela
Godoy. (2014). How Do Personality Traits
Affect Communication Among Users in
Online Social Networks. Journal Online
Information Review Vol. 38 No. 1 Hal. 136
– 153
Liliwei, Alo. (2011). Komunikasi Serba Ada
Serba Makna. Jakarta : Kencana
Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss.
(2011). Theories of Human Communication
10th ed. Long Grove: Waveland Press Inc.
Mansyuri, Zainuddin. (2008). Metodelogi
Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif.
Bandung : PT Refika Aditama
Mardikanto, Totok dan Sri Sutarni. (1982).
Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam
Teori dan Praktik. Surakarta : Penerbit
Lembaga Studi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan (LSP3)
Miller, Katherine. (2005). Communication
Theories: Perspectives, Processes, and
Contexts 2nd ed. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Moleong, Lexy. (2007). Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : PT REMAJA ROSDA
KARYA
Mulyana, Deddy. (2003). Metodelogi Penelitian
Kualitatif
Paradigma
Baru
Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.
Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
Nasir. (1988). Metode Penelitian. Jakarta :
Ghalia Indonesia
Rahayu, Trophy Endah. (2011). Pertumbuhan
dan Persebaran Penduduk Indonesia, Hasil
Sensus Penduduk 2010. Jakarta : Badan
Pusat Statistik
Rejeki, Ninik, dan Anita Herawati. (1999).
Dasar – Dasar Komunikasi Untuk
Penyuluhan. Yogyakarta : Penerbitan
Universitas Atma Jaya
Riswandi.
(2009).
Ilmu
Komunikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Samsudin S. (1977). Dasar – Dasar Penyuluhan
dan Modernisasi Pertanian. Bandung :
Binacipta
Sayoga, Budi. (1998). Laporan Penelitian
Strategi Penyuluhan, Suatu Studi Literatur
tentang Strategi Penyuluhan Dalam Proses
Difusi Inovasi. Yogyakarta : UGM
Depdikbud
Scott E, Gaier. (2012). Understanding Why
Student Do What They Do: Using
Attribution Theory to Help Students
Succeed Academically. Journal of Research
& Teaching in Developmental Education,
Vol. 31 No. 2, Hal 6-19
Seiler, Willian J and Melissa L. Beall. (2011).
Communications Making Connections.
United States : Pearson Learning Solutions
Suprapto,Tommy, dan Fahrianoor. (2004).
Komunikasi Penyuluhan. Jogjakarta : Arti
Bumi Intaran
40
Jurnal IKON Prodi D3 Komunikasi Massa – Politeknik Indonusa Surakarta Vol. 2 No. 4 Desember 2016
Wiriaatmadja, Sukandar. (1993). Penyuluhan
Pertanian. Jakarta : Depdikbud
Yonghoon Choi, Ying Huang, Brenda
Sternquist. (2015). The Effects of The
Salesperson’s Characteristics on BuyerSeller Relationships. Journal of Business &
Industrial Marketing, Vol. 30 No. 5 Hal.
616 – 625
Population Reference Bureau. www. prb.org.
diakses pada tanggal 17 September 2015
pukul 10:47:38
http://www.bps.go.id/ diakses pada tanggal 7
September 2015 pukul 7:28:25
41
Download