SOSIOLOGI PENYULUH AGAMA DAN

advertisement
SOSIOLOGI PENYULUH AGAMA DAN PELAYANAN
KELOMPOK BINAAN
Oleh : Dr. Etiknius Harefa, MTh
A. Pendahuluan
Malcolm Brownlee seorang pakar etika Kristen, menjelaskan begitu pentingnya
pemahaman yang terintegrasi tentang arti dan makna kehadiran seorang kristen di
tengah lingkungan sosialnya, lebih lanjut ditekankan bahwa sesungguhnya lingkungan
sosial itu merupakan karunia Allah1,justru dengan demikian kita patut bersyukur karena
Allah telah memberikan suatu lingkungan sosial bagi kita untuk menjadi dunia khusus
buat pelayanan kita. Untuk kebutuhan tersebut penting merenungkan arti pernyataan
Brownlee tentang dua hal yaitu : “Manusia dalam masyarakat dan masyarakat dalam
manusia”2. Saya yakin pernyataan itu bukan permainan kata belaka, tetapi dalam dua
kalimat itu tertanam konsep berpikir kita tentang pengenalan akan lingkungan sosial.
Kita dilahirkan - dibesarkan - beraktifitas di lingkungan masyarakat yang memiliki
nilai-nilai hidup secara agamis dan nilai-nilai budaya, dan selanjutnya dalam diri kita
nilai-nilai tersebut telah tertanam dan kita tidak boleh mengingkari kenyataan tersebut
agar kita tetap berakar dan bertumbuh pada lingkungan kita sendiri, justru sebaliknya
kita harus menghormatinya sedemikian rupa, agar harmonisasi hidup dapat terjadi terus
dan mempengaruhi yang lain.
Ada panggilan luhur bagi kita untuk lingkungan sosial itu seperti diajarkan Yesus
Kristus yaitu supaya kita pergi dan menghasilkan buah dan buah itu tetap (Yoh. 15:16)
Bahkan amanat untuk menjadi garam dan terang dunia
(Mat. 5:13-14) merupakan
panggilan dan tanggung jawab bagi lingungan sosial yang diberikan Yesus Kristus
kepada semua orang beriman.
Kehidupan sosial mengalami perkembangan dan perubahan, bahkan agama
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam mencapai perubahan
dimaksud. Beberapa pertanyaan yang patut digumuli berkenan dengan kenyataan ini
adalah : Bagaimana menyikapi perubahan sosial dari prespektif iman kristen? Apakah
peran penyuluh agama Kristen terhadap perubahan sosial? Bagaimana penyuluh agama
Kristen menyikapi perubahan sosial dan memanfaatkannya dalam tugas menyuluh
1
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-Faktor Di Dalamnya ( Jakarta :
BPK. Gunung Mulia, 1998) halaman 151
2
Ibid halaman 147-150
sebagai aparat pemerintah di negara ini? Bagaimana menyusun kelompok binaan di
tengah realita perubahan sosial?
B. Kebutuhan Sosiologis Penyuluh Agama
1. Memahami dengan baik Pranata Sosial yang ada. Pranata sosial maksudnya adalah
sistim tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang
mengatur tingkah laku kelompok masyarakat di suatu tempat3.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa pranata sosial merupakan sistim norma yang
secara khusus menata serangkaian tindakan yang berpola untuk memenuhi
kompleksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia 4. Tuhan Yesus sebagai
Gembala yang baik, Guru Agung dan Pemimpin Besar memahami dengan baik sekali
pranata sosial masyarakat Yahudi, Ia mengerti cara berpikir mereka, cara mereka
merasakan dan menanggapi sesuatu, Ia mengerti kebiasaan mereka berserikat dan
berkumpul, Ia memahami solidaritas mereka, dll. Karena itu Ia mengajar mereka
menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang sangat bermakna, Ia berdialog
dengan mereka, menginformasikan hal-hal baru bagi mereka berdasarkan
kenyataan tersebut, mengubah pola pikir dan tingkah laku mereka yang salah.
Tingkah laku masyarakat kita sebagai masyarakat adat pada satu sisi,
dan
merupakan masyarakat kota pada sisi lain, memberikan pelajaran besar bagi kita
sebagai pelayan-pelayan Tuhan supaya kita tidak melihat hal ini semata-mata
sebagai sesuatu yang bertentangan pada Firman Tuhan. Semuanya itu justru telah
disediakan Tuhan sebagai jembatan bagi kita untuk mencapai masyarakat itu sendiri
dan menjadikan mereka sebagai objek kasih Allah. Menabrak pranata sosial akan
menjadi bencana bagi kesinambungan misi kita sebagai penyuluh agama bagi
bangsa dan masyarakat kita.
2. Kritis dan adaptatif terhadap perubahan sosial. Perubahan sosial telah terjadi
demikian pesat di sekitar kita sekarang. Perhatikanlah sekarang betapa informasi
telah terbuka bagi semua kalangan dan aspek kehidupan masyarakat kita. Hal ini
mempengaruhi percepatan perubahan yang melaju demikian tinggi dan memberi
indikator baru dalam proses pengambilan keputusan oleh setiap pelaku sosial kapan
dan dimana saja.Sekarang ini telah terjadi dimana-mana perubahan akan nilai-nilai
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka,
2007) halaman 893
4
Koentjaraningrat, Pengantar Sosilogi (Jakarta : UI-Press, 1998) halaman 24
3
1
sosial, pola-pola perilaku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan kewenangan5.
Vijai P. Singh dengan mengutip kembali pandangan Daniel Lerner mengemukakan
bahwa modernisasi adalah perubahan sosial dari masyarakat-masyarakat kurang
maju, memperoleh ciri-ciri umum dari masyarakat-masyarakat yang lebih maju
dengan memberikan 5 indikator penting yaitu pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan, adanya partisipasi politik, pertumbuhan norma-norma sekular,
terjadi mobilitas geografis dan sosial pada tingkat yang lebih tinggi, dan terjadinya
tranformasi kepribadian yang cocok dengan budaya modern.6
Tetapi apakah perubahan yang terjadi mengarah kepada hal yang lebih baik dan
seturut dengan kehendak Tuhan atau sebaliknya? Contoh : sebuah keluarga di kota,
tidak dapat melakukan ibadah pagi dan malam hari di rumah, tidak seperti dahulu
ketika mereka berada di desa, berkumpul bersama tetap dilakukan pagi dan malam
hari. Tetapi di kota hal itu tidak bisa dilakukan lagi karena semua bekerja dan sibuk
mengejar waktu. Pertanyaan, apakah perubahan yang demikian mengarah kepada
hal yang baik dan berkenan pada kehendak Tuhan? Jawabnya tidak, Mengapa?
Pribadi-pribadi dalam rumah tangga tersebut mengalami pengikisan integritas dan
lemah dalam komitmen.
Apakah akibatnya jika hal itu tidak segera ditanggulangi? Sebuah rumah tangga di
kota akan menjadi gersang dan jauh dari kebahagiaan rohani yang sesungguhnya,
sekalipun melimpah dengan materi, namun mengalami kehampaan spiritual.
Bagaimana memberi jawaban atas hal ini sebagai seorang penyuluh agama Kristen?
Yesus berkata : “pergilah, jadikanlah, ajarlah, baptislah” (Mat. 28:19)
3. Berperan sentral dalamproses perubahan sosial. Menjadi agen dan filter perubahan
merupakan suatu panggilan khusus yang dapat diperankan oleh setiap pelayan
Tuhan atau para hamba Tuhan yang berada di tengah-tengah lingkungan
masyarakat. Prof. Dr. John Ihalauw mengemukakan 3 jenis strategi yang
dibutuhkan dalam mengadakan perubahan sosial terencana, dan satu di antaranya
yang relevan untuk diperankan oleh para hamba Tuhan adalah “Strategi yang
bersifat normatif re-edukatif”7. Strategi ini menghendaki bahwa kita sebagai agen
perubahan bertanggung jawab untuk
mempertinggi kemampuan suatu sistim
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta : UI-Press,2000) halaman 275
Vijai P. Singh Pendekatan Metodologis Komparatif dalam Studi Modernisasi, Dalam Sosiologi
Modernisasi (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana, 1990) halaman 49
7
Jhon Ihalauw, Alternatif-Alternatif Untuk Mengadakan Perubahan Sosial Terencana (Salatiga
: Yayasan Bina Darma, Dok. 12/BD/VII/1983) halaman 1
5
6
2
pemecahan masalah (problem solving)ditengah-tengah kehidupan masyarakat dan
selanjutnya menghidupkan dan mengembangkan pertumbuhan diri pribadi-pribadi
yang menjadi anggota dari sistim yang akan dirubah dengan jalan melakukan
bimbingan pribadi (konseling) pelatihan-pelatihan berkelompok (training groups)
8
Ketika kita berkhotbah atau memberikan ceramah agama di tengah mesyarakat,
maka secara bertahap akan terjadi pembenahan dan peningkatan daya problem
solving dalam kehidupan masyarakat kita, kemudian melalui penangananpenanganan pelayanan secara individual, keluarga dalam konseling, dan pelatihanpelatihan yang dilaksanakan, akan semakin mempertinggi daya dan kualitas individu
dalam menghadapi problem sosial dan individual yang dihadapi setiap hari.
Firman Tuhan yang kita ajarkan kepada mereka akan berfungsi menjadi filter yang
baik untuk menyaring secara bijaksana akan nilai-nilai yang mana cocok untuk ditiru
dan diterapkan dalam hidup, gaya hidup yang mana yang baik untuk dicontoh,
prinsip-prinsip yang mana harus dipegang dalam mensiasati perubahan yang sedang
terjadi sekarang ini.
4. Menjadi pribadi yang dialogis terhadap sesama umat beragama. Kebutuhan ini
sangat penting dan mendesak karena kita hidup di tengah pluralisme agama yang
kadang-kadang agama dapat dibenturkan oleh oknum-oknum tertentu untuk
memperoleh suatu kebutuhan sesaat yang bersifat dukungan dan popularitas,
dengan menggunakan isu SARA. Justru pribadi-pribadi yang dialogis akan berperan
penting meredakan informasi-informasi sesat yang akan mempertinggi gap antara
sesama
pemeluk
agama
di
Indonesia,
dan
memulihkan
persepsi-persepsi
keagamaan yang benar untuk menciptakan keharmonisan dalam konteks pluralitas
agama.
Hendropuspito dengan mengutip kembali pandangan Reuel L. Howe mengemukakan
bahwa pribadi dialogal setidak tidaknya memiliki sifat-sifat berikut : Pertama, Pribadi
yang utuh dan otentik, maksudnya sungguh-sunguh dan memberi perhatian penuh
dan menghargai pribadi yang lain. Kedua, Pribadi yang terbuka, maksudnya
sanggup mengungkapkan dirinya kepada orang lain secara tulus, tidak munafik,
menyediakan diri untuk menerima orang lain. Ketiga, Pribadi yang berdisiplin
maksudnya seseorang yang patuh secara konsekwen terhadap ketentuan dialogis
8
Ibid. halaman 5
3
misalnya tidak keluar dari ranah yang sudah disepakati dan rel pembicaraan yang
menjadi materi dialog.9
Berpikir kualitatif adalah solusi untuk menanggulangi minset yang sudah ada selama
ini yaitu memilah-milah antara mayoritas dan minoritas.Berpikir sebagai minoritas
tidak akan mengubah hidup dan membuatnya maju menggapai berkat Tuhan di hari
esok. Saudara dan saya bukan minoritas ataupun mayoritas di negeri ini. Berpikir
statistika seperti itu tidak akan mengubah masa depan. Yang dapat mengubah
hidup adalah berpikir kualitas sesuai dengan ajaran Yesus: “kamu adalah garam dan
terang dunia” (Mat. 5:13-14) Seorang ahli Taurat pernah bertanya kepada Yesus
untuk membenarkan dirinya : “siapakah sesamaku manusia”? Maka untuk
menjawab pertanyaann ini Yesus menceritakan suatu peristiwa yang pasti pernah
terjadi yaitu seorang Yahudi yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, dan dirampok,
dipukuli hingga setengah mati, dan ditinggalkan begitu saja. Selanjutnya seorang
imam lewat dan tidak mempedulikan, demikian juga seorang Lewi yang lewat begitu
saja dan tidak bersedia menolong. Akhirnya seorang Samarialah yang mengambil
resiko untuk peristiwa kemanusiaan seperti itu.
Dialah sesama manusia yang
sesungguhnya terhadap orang Yahudi yang menderita tersebut (Band. Luk. 9:25-37)
contoh sesama manusia dalam pengajaran Yesus tersebut, justru datangnya dari
luar komnitas orang yang menyebut dirinya sebagai orang beragama, dan perisiwa
itu sangat menakjubkan dan bermaksud mengubah cara berpikir orang Farisi itu
dalam memandang sesama manusia.
Seorang Kristen sejati pasti mampu menembus batas-batas kesukuan, batas-batas
keagamaan dan batas-batas golongan dalam mengasihi sesama manusia. Mereka
yang berbeda agama, berbeda suku, berbeda kelompok, berbeda ras, berbeda
kepentingan dengan kita merupakan sesama manusia yang harus dikasihi, dan
dengan memiliki kepribadian dialogal, maka sekat-sekat pemisah antar etnis dan
antar golongan serta antar kepercayan akan ditembus untuk terciptanya kehidupan
yang harmonis di negeri ini.
C. Penyusunan Kelompok Binaan
Kelompok binaan merupakan unit-unit pelayanan yang berada di bawah kontrol dan
pengawasan serta pelayanan langsungseorang penyuluh agama Kristen. Berikut ini
diutarakan beberapa kelompok binaan yang sangat diperlukan sesuai dengan
9
Hendropuspito, Sosiologi Agama (Jakarta : BPK Gunung Mulia dan Kanisius,1995) halaman
173-174. Lihat juga Reuel L. Howe The Miracle of Dialoque (New York : The Seabury Press, 1963)
halaman 85-95
4
perkembangan sosial akhir-akhir ini, dan pembentukan kelompok binaan ini sangat
bergantung pada kegigihan/keuletan seorang penyuluh yang tanpa pamrih dan
mengandalkan penyertaan dan bimbingan Roh Kudus dalam melaksanakannya.
Mengadakan konsolidasi, koordinasi, percakapan, pengorganisasian semuanya adalah
teori yang bermuara pada kesetiaan dan kecintaan terhadap pekerjaan Tuhan. Tanpa
hal itu semuanya menjadi sia-sia. Strategi yang baik sekalipun bisa dimentahkan oleh
musuh Injil itu sendiri yaitu iblis dan kuasa kegelapannya, jika kita tidak bergantung
pada pengurapan Roh Kudus untuk memulai dan mengorganisir kelompok binaan ini.
1. PI Pribadi. Singkatan dari Penginjilan Pribadi. Pelayanan ini sangat dibutuhkan
karena ada banyak orang Kristen memiliki identitas sebagai orang Kristen dalam
Kartu Tanda Penduduk (KTP) tetapi jarang menghadiri kebaktian Minggu dan
kebaktian yang lain. Biasanya datang sekali setahun, atau pada waktu ada
kepentingan khusus seperti anak lahir dan butuh dibaptis, seseorang yang hendak
menikah, atau membutuhkan pelayanan karena sakit dll. Kelompok binaan seperti
ini akan berkembang menjadi sebuah kelompok pemuridan kontekstual, setelah
penyuluh agama melakukan Penginjilan Pribadi dengan ketrampilan untuk
menyaksikan kasih Kristus dan tuntuan akan perubahan hidup melalui Firman
Tuhan, selanjutnya menuntut adanya komitmen untuk berubah dan menerima
Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya. Orang-orang yang perlu dilayani
secara pribadi ini dapat dijumpai di rumah kediaman mereka, tempat bekerja, dan di
tempat-tempat tertentu yang memungkinkan dapat dilaksanakannya percakapan
pelayanan atau percakapan pastoral, dan doa. Setiap penyuluh agama dapat
melatih orang lain untuk memilik ketrampilan melakukan penginjilan pribadi.
2. PA Kategorial. Maksudnya adalah Penelaahan Alkitab secara kategorial. Orang
Kristen yang telah mendengar khotbah lewat kebaktian Minggu dan Sektor,
sesungguhnya membutuhkan pengetahuan/pemahaman lebih lanjut akan Firman
Tuhan yang telah mereka dengar, melalui suatu metode belajar Firman yang lebih
kontekstual. Untuk itu PA Kategorial ini merupakan jawaban atas kebutuhan
tersebut. Kaum muda, Remaja, kaum Ibu, kaum Bapa dan kaum profesional
merupakan peserta yang baik untuk kelompok
PA Kategorial ini.
Kelompok ini
dapat dibentuk bekerjasama dengan wadah yang ada di Gereja seperti komisi atau
seksi pelayanan yang sudah terbentuk dalam Gereja, dan juga dapat dilayani sendiri
oleh penyuluh dengan iktikad baik dan tidak harus menimbulkan kecurigaan umat
atau Gereja seakan-akan membentuk jemaat baru di tengah jemaat yang sudah
ada.
Semua dugaan-dugaan miring tentang hal ini dapat ditepis berkat adanya
5
pendekatan, persaudaraan yang baik dalam pelayanan, apalagi jika kita sebagai
penyuluh agama merupakan warga jemaat yang baik dalam Gereja kita, maka
kecurigaan pasti dapat
diatasi dengan baik. PA Kategorial membutuhkan
Rancangan Materi Pembelajaran Firman Tuhan yang sistimatis dan orientatif
dirancang sesuai kebutuhan komunitas yang hendak dilayani.
3. Pelayanan Konseling. Seorang Penyuluh Agama merupakan seorang Konselor yang
melayani jiwa-jiwa yang membutuhkan penguatan, pendampingan, pembimbingan
atas masalah yang menerpa hidupnya. Konseling yang dilakukan bertujuan untuk
memampukan seseorang Kristen untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah
yang dihadapinya, merintangi pertumbuhan imannya dan menjadi kuat dan terlepas
dari belitan persoalan yang dihadapinya sehingga dapat bernafas dengan lega,
bersukacita, memiliki pengharapan dan bertumbuh kembali menjadi dewasa dalam
Tuhan. Pelayanan konseling dapat dilakukan secara rutin kepada orang-orang sakit
di rumah dan di Rumah Sakit, demikian juga dapat dilakukan secara rutin kepada
Pasutri, dan yang lebih banyak berkembang terakhir ini adalah konseling yang
dilakukan terhadap kaum lansia, baik mereka yang masih tetap tinggal bersama
keluarga dan juga bagi mereka yang tinggal di pant-panti jompo. Konseling yang
dilakukan kepada para penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) juga sangat
penting, dan semuanya sangat tergantung pada kemampuan dan ketrampilan
penyuluh agama untuk melakukan pelayanan konseling itu sendiri.
Tidak banyak Gereja memiliki komisi pelayanan secara khusus untuk Lansia,
biasanya pelayanan ini cukup dicantolkan dalam pelayanan diakonia Gereja. Tetapi
sesungguhnya hal itu tidaklah cukup, justru karena semakin bertambahnya jumlah
Lansia di jemaat, dan seiring dengan itu juga beban pelayanan Gereja semakin
tinggi sehingga pelayanan ini semakin terabaikan, dan jika penyuluh agama melihat
prespektif pelayanan yang baru dari sisi ini, maka pasti sangat dibutuhkan oleh
Gereja dan masyarakat Kristiani.
4. Ibadah Anak.
Pelayanan ini relevan bagi anak-anak sekolah minggu. Biasanya
orangtua tidak melarang anak-anak mereka mendapat pelayanan di luar kegiatan
Sekolah Minggu di gereja, dan biasanya juga anak-anak orang Kristen suka
mengikuti ibadah ekstra seperti ini, seperti “Kamis gembira”, “Sabtu gembira” dan
sebagainya. Pada umumnya setiap orang tua berharap agar dengan mengikuti
ibadah ekstra sekolah minggu ini, anak-anak mereka akan semakin bertumbuh
menjadi anak yang baik dan penurut terhadap orang tua mereka. Biasanya kita
kurang memperhatikan peluang pelayanan seperti ini karena kemungkinan kita tidak
6
memiliki ketrampilan khusus untuk melayani anak-anak. Tetapi mereka adalah jiwajiwa yang sangat berharga di mata Tuhan dan tidak boleh diabaikan. Kelompok
binaan ini dapat dibentuk dari jumlah yang sangat kecil pada mulanya, dan akan
menjadi
kelompok
yang
semakin
lama
semakin
besar,
karena
dinamika
perkembangan informasi dan komunikasi di kalangan anak-anak jauh lebih cepat.
5. Komsel. Singkatan dari Kelompok Sel. Paul Cho Yonggi telah mencetuskan
pelayanan ini pada mulanya di tengah-tengah kehidupan Gereja Full Gospel Central
Church di Korea10 Selanjutnya model pelayanan ini banyak diadopsi oleh GerejaGereja dan Persekutuan Kristen di Indonesia, tetapi hasil yang dicapai tidak
secemerlang Gereja Full Gospel di Korea. Masalahnya terletak pada pemahaman
yang baik akan mekanisme sel itu sendiri dan jiwa pelayanan yang seharusnya
dimiliki oleh kelompok sel itu sendiri, selain ketrampilan para pelayan kelompok sel
dalam berkomunikasi dan konseling serta kemampuan mengajar Firman Tuhan
sangat dibutuhkan. Tetapi kelompok sel merupakan suatu bentuk pelayanan yang
sangat dinamis, seperti ditambahkan oleh Paul Cho Yonggi demikian : setiap
kelompok sel menjadi pusat kebangunan rohani bagi tetangga di sekitarnya, sebab
dalam kelompok itu terdapat kehidupan yang sebenarnya, dan karena kelompok sel
itu penuh dengan kehidupan, maka orang-orang beriman akan membagi
sukacitanya dan membagikan imannya, maka orang lain akan tertarik11.
Kelompok sel akan menjadi suatu kelompok binaan yang dinamis secara fleksibel
dan proses pembentukannya adalah mengandalkan komunikasi dan kedekatan
antara seorang penyuluh dengan orang-orang yang hendak menjadi bagian dari
kelompok sel. Persekutuan dalam kelompok sel dapat melibatkan semua level umur
dan kategori lain, dan lebih baik melihat serta mengorganisir berdasarkan lingkup
geografis atau tempat tinggal para peserta yang berdekatan. Selanjutnya kelompok
sel seharusnya memiliki target yang bersifat misioner, pada waktunya sebuah
kelompok sel akan berkembang secara dinamis, sama seperti sebuah sel yang
matang, akan membelah diri menjadi sel yang baru dan multiplikasi jumlah peserta
semakin bertambah, diiringi kualifikasi iman yang semakin dewasa dan semua orang
dalam kelompok sel tersebut akan terbeban untuk melayani Tuhan dan sesama.
6. Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA) Program pelayanan seperti ini dipopulerkan di
Indonesia oleh DR Maitimoe dalam bukunya Pembangunan Jemaat Misioner dan
10
Paul Cho Yonggi & Harold Hostetler, Kelompok Sel Yang Berhasil , (Malang : Gandum Mas,
1995) halaman 58
11
Ibid. halaman 58
7
telah diterima secara resmi oleh PGI menjadi suatu proyek pelayanan Komisi
Pekabaran Injil Persekutuan Gereja di Indonesia12.
Tujuan utama pelayanan PPA adalah membantu setiap warga gereja di Indonesia
untuk tiap-tiap hari membaca dan memahami Alkitab dengan suatu metode yang
sangat sederhana13. Setiap penyuluh agama Kristen dapat menerapkan pelayanan
ini dengan cara menyediakan sendiri bahan bacaan berupa Nats Alkitab setiap hari,
atau mempergunakan buku-buku kecil yang telah disusun secara berkala oleh
penerbit-penerbit kristen seperti “Manna Sorgawi”, “Renungan harian” dan lain-lain.
Selanjutnya pelayan/penyuluh Agama akan memberikan pertanyaan-pertanyaan
penuntun yang sederhana sebagai materi follow-upkepada mereka, pertanyaanpertanyaan
sederhana
merenungkannya.
itu
dimaksudkan
supaya
mereka
menjawab
dan
Pelaksanaannya dapat dilakukan melalui SMS kepada nomor-
nomor sahabat yang hendak dilayani. Orang kristen dan pelayan Gereja yang telah
menguasai metode PPA ini, secara progresif dapat mengumpulkan empat sampai
lima orang kenalannya dan mereka akan menjadi kelompok PPA yang dapat
dilaksanakan di kampus, kantor-kantor swasta dan instansi pemerintah, di pabrikpabrik, perusahaan-perusahaan atau di kapal untuk menggunakan waktu 20-30
menit sekali pertemuan dan dapat dibimbing oleh seorang penyuluh agama Kristen.
D. Penutup
Seluruh rangkain penjelasan pada makalah ini hendak merekomendasikan sesuatu
untuk dipikirkan bahwa sebagai pelayanan Tuhan di tengah masyarakat, seharusnya
kita perlu belajar terus mencermati perubahan sosial yang melaju demikian pesat di
tengah masyarakat kita.
Memahami pranata sosial yang ada dan tidak
menabraknya, kritis dan adaptif terhadap perubahan itu sendiri, berperan sentral
dalam
proses perubahan sosial, menjadi pribadi dialogal terhadap sesama umat
beragama, merupakan kebutuhan sosiologis seorang penyuluh agama di tengah
masyarakat saat ini.
Berkenaan dengan penyusunan kelompok binaan sebagaimana telah dikemukakan di
atas yaitu PI Pribadi, PA Kategorial dan Pelayanan Konseling, Ibadah Anak, Komsel
dan PPA adalah wahana yang telah disediakan Tuhan bagi kita sebagai Penyuluh
Agama untuk melayaniNya. Sering kali ditemukan bahwa mereka yang kurang
bergantung kepada Tuhan untuk pelayanan ini, akan mengeluh dengan pembiayaan
DR. Maitimoe, Pembangunan Jemaat Misioner (Jakarta : Institut Oikumene Indonesia, DGI
yang dicetak oleh BPK. Gunung Mulia, 1985) halaman 382-385
13
Ibid halaman 382
12
8
atau anggaran yang sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pelayanan ini. Tetapi
iman yang sungguh-sungguh meyakinkan kita bahwa jika pekerjaan Tuhan ini
dikerjakan dengan sepenuh hati, maka Ia dengan setia mengurus kebutuhan kita
juga, perkara kebutuhan pasti disediakan Tuhan sendiri. Mereka yang dilayani akan
tumbuh dalam iman dan pengucapan syukur, sehingga keperluan para pelayan
Tuhan akan senantiasa tercukupkan bahkan dilebihkan sehingga kita dapat menjadi
berkat juga kepada semua orang. Benar sekali penjelasan Paulus kepada jemaat
Korintus demikian : “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada
kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah
berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan.Seperti ada tertulis: "Ia membagi-bagikan,
Ia memberikan kepada orang miskin, kebenaran-Nya tetap untuk selamanya."Ia
yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan
menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buahbuah kebenaranmu;kamu akan diperkaya dalam segala macam kemurahan hati,
yang membangkitkan syukur kepada Allah oleh karena kami”.( 2 Kor. 9:8-11)
SELAMAT MELAYANI GOD BLESS
9
DAFTAR LITERATUR
Alkitab,
Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia, 2010
Brownlee, Malcolm
Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-Faktor Di DalamnyaJakarta :
BPK. Gunung Mulia, 1998
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta : Balai Pustaka,
2007
Hendropuspito,
Sosiologi Agama Jakarta : BPK Gunung Mulia dan Kanisius,1995
Ihalauw,Jhon
Alternatif-Alternatif Untuk Mengadakan Perubahan Sosial Terencana
Salatiga : Yayasan Bina Darma, Dok. 12/BD/VII/1983
Koentjaraningrat,
Pengantar Sosilogi Jakarta : UI-Press, 1998
L. Howe Reuel.
The Miracle of Dialoque New York : The Seabury Press, 1963
Maitimoe, DR.
Pembangunan Jemaat Misioner Jakarta : Institut Oikumene
Indonesia, DGI yang dicetak oleh BPK. Gunung Mulia, 1985
Singh,P. Vijai. Pendekatan Metodologis Komparatif dalam Studi Modernisasi, Dalam
Sosiologi Modernisasi Yogyakarta : PT. Tiara Wacana, 1990
Soekanto, Soejono
Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta : UI-Press, tahun 2000
Yonggi Cho, Paul& Hostetler,HaroldKelompok Sel Yang Berhasil , Malang : Gandum Mas,
1995
10
Download