Perlukah Pemerintah Mengeluarkan Blanket Guarantee

advertisement
11/12/2008
Perlukah Pemerintah Mengeluarkan Blanket Guarantee?α
Oleh Sunarsip ∗
Belakangan ini muncul ide agar pemerintah mengeluarkan kebijakan penjaminan penuh (blanket
quarantee) terhadap dana deposan perbankan. Tujuannya adalah, sebagai antisipasi agar pemilik
dana di Indonesia tidak mengalihkan simpanannya pada bank-bank di luar negeri dan memicu capital
outflow yang dapat semakin memperlemah kurs Rupiah terhadap US$ (Dollar Amerika Serikat/AS).
Terlebih lagi, Eropa, Malaysia, dan Singapura telah memberlakukan kebijakan ini. Menurut pencetus
ide ini, peningkatan nilai penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dari Rp100 juta
menjadi Rp2 miliar, dinilai belum cukup untuk mencegah capital outflow.
Oleh karenanya, untuk menghindari perburuan US$ lebih lanjut, pemerintah perlu menerapkan
blanket guarantee. Pemerintah diminta tidak perlu terlalu percaya diri dengan kekuatan fundamental
ekonomi kita saat ini, yang salah satu indikatornya adalah cadangan devisa sebesar US$57 miliar. Ini
mengingat, negara sekelas Singapura dan Malaysia yang memiliki cadangan devisa di atas US$100
miliar saja menempuh langkah ini. Menurut mereka, blanket guarantee justru dibutuhkan untuk
menjaga agar fundamental ekonomi yang kuat ini tidak terganggu akibat pelemahan kurs Rupiah.
Jangan Sampai Blunder
Langkah antisipasi untuk mencegah agar Rupiah tidak melemah memang sangat dibutuhkan
saat ini. Oleh karenanya, ide blanket guarantee untuk mencegah pelemahan Rupiah memang penting
untuk dikaji. Beberapa ekonom seperti Furman dan Stiglitz (1998), Stiglitz (1999, 2002), Radelet dan
Sachs (1998) berargumen bahwa penerapan blanket guarantee lebih awal (sebagai pre-emptive
action) diyakini dapat menekan kerusakan dan biaya krisis menjadi lebih kecil.
Persoalannya, penerapan blanket guarantee membutuhkan pertimbangan matang, baik dari sisi
efektivitasnya maupun kemampuan APBN. Dan tak kalah penting adalah bagaimana
mengkomunikasikan bahwa kebijakan ini merupakan langkah pencegahan bukan pengobatan,
sehingga tidak ditangkap publik sebagai indikasi bahwa perbankan kita memang dalam kondisi krisis.
Blanket guarantee adalah instrumen tindakan darurat berupa pemberian jaminan pembayaran
atas kewajiban bank-bank, bersifat sementara dan biasanya diterapkan ketika terjadi krisis sistemik
pada sektor perbankan. Tujuannya adalah untuk meredakan kepanikan pelarian simpanan dan untuk
memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Karena lazimnya diberlakukan pada
situasi krisis, sementara situasi perbankan kita saat ini tergolong sehat, maka jika kebijakan blanket
guarantee ini gagal dikomunikasikan secara baik, bisa jadi hasilnya justru blunder, yaitu dapat
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan kita.
Kalau saya analisis, Eropa memang sangat wajar bila memberlakukan blankeet guarantee,
sehingga tidak serta merta dapat dijadikan rujukan untuk Indonesia. Eropa (baik ekonomi maupun
perbankannya) sangat terpengaruh akibat krisis keuangan di AS. Dapat dikatakan bahwa perbankan
Eropa memang sedang dalam kondisi krisis dan perlu blanket guarantee. Singapura adalah salah satu
pusat keuangan dunia dan sangat terkait dengan sistem keuangan AS. Dan Malaysia adalah negara
yang sangat mengandalkan ekspor, karena lebih dari 100% PDB Malaysia berasal dari ekspor. Oleh
karenanya, kedua negara ASEAN ini juga memiliki alasan kuat untuk menerapkan blanket guarantee.
α Dimuat di Harian Seputar Indonesia (Koran Sindo), Rabu, 12 November 2008 di rubrik Ekonomi Bisnis
-1-
11/12/2008
Masalah Pokok
Pada awal Februari 1998, kita pernah menerapkan blanket guarantee untuk mencegah ”rush”
akibat kebijakan likuidasi 16 bank pada bulan November 1997. Namun, kebijakan ini dinilai
terlambat, karena baru dilakukan ketika kepercayaan masyarakat sudah dalam titik terendah. Oleh
karenanya, blanket guarantee saat itu dianggap sebagai akibat dari kegagalan pemerintah dalam
menyelesaikan kegagalan dalam sistem perbankan. Padahal, bila upaya restrukturisasi perbankan
dilakukan dengan menggunakan pendekatan strategi komprehensif, pemberlakuan blanket guarantee
sesungguhnya dapat dihindarkan.
Untuk mengatasi kepanikan masyarakat pada situasi krisis memang tidak bisa hanya
mengandalkan penjaminan oleh asuransi deposito atau LPS yang sifat penjaminannya terbatas. Dan
untuk mencegah systemic crisis, blanket guarantee hanya bisa kredibel jika disponsori pemerintah.
Namun demikian, blanket guarantee memiliki dua masalah pokok yang dapat menyebabkan blanket
guarantee menjadi tidak efektif.
Pertama, blanket guarantee tidak bisa sepenuhnya kredibel bila tidak diikuti mekanisme capital
control. Sebagaimana dijelaskan di atas, motif dari ide blanket guarantee ini adalah untuk mencegah
terjadinya capital flight. Kalaupun Indonesia saat ini menerapkan blanket guarantee, belum tentu hal
itu mampu mencegah capital flight. Kenapa? Dalam liberalisasi finansial, uang tidak mengenal
negara. Bila setiap negara telah memiliki sistem pengaman yang memberikan rasa aman yang sama,
uang akan lari ke salah satu negara yang dapat memberikan return yang tinggi. Sehingga, kalaupun
Indonesia menerapkan blanket guarantee, uang akan tetap lari ke Singapura bila ternyata return di
Singapura lebih menjanjikan dibandingkan Indonesia, bila capital control di Indonesia tidak ada.
Kedua, bila dioperasikan tidak sesuai dengan kaidah pasar asuransi, blanket guarantee
berpotensi menimbulkan moral hazard. Di beberapa negara yang pernah sukses dengan blanket
guarantee seperti Swedia, Turki, Finlandia, Thailand, dan Korea, keberhasilan itu tak lepas dari
kemampuan mereka meminimalkan moral hazard baik melalui penalti suku bunga tinggi ataupun
bentuk penalti nonmoneter seperti penggantian manajemen, penguasaan aset/kepemilikan bank, dan
sebagainya. Goldstein (2000) berpendapat bahwa jika semua bank yang bermasalah ditutup sejak
awal, bahkan tanpa blanket guarantee pun tidak akan terjadi ”rush” karena hanya bank-bank sehat
yang tersisa. Goldstein meyakini bahwa dengan blanket guarantee, pemerintah justru terpaksa
memberikan asuransi simpanan dengan biaya fiskal tinggi dan kemungkinan terjadinya moral hazard.
Catatan Akhir
Berdasarkan analisis di atas, keputusan untuk menerapkan blanket guarantee tampaknya harus
dihitung secara matang, jadi bukan sekedar mengikuti euforia di luar negeri. Komunikasi yang baik
sangat dibutuhkan bila pemerintah mengambil langkah ini. Dan yang tak kalah penting, pemerintah
perlu mengimbangi blanket guarantee ini dengan mekanisme capital control agar efektif dan kredibel.
Bahkan, saya berpendapat bahwa penerapan capital control tanpa harus memberlakukan blanket
guarantee, sesungguhnya cukup dapat diandalkan, jika memang tujuan hendak dicapai adalah untuk
meredam pelemahan Rupiah. Kebijakan capital control antara lain dapat dilakukan dengan
menerapkan pajak atas transaksi valas (biasa dikenal dengan Pajak Tobin/Tobin Tax) ataupun dengan
melakukan pembatasan transaksi valas yang tidak didukung oleh underlying transaction yang kuat.***
Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence & Dosen di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
(STAN), Depkeu RI. Beralamatkan di www.iei.or.id.
∗
-2-
Download