II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dapat membantu penulis agar tujuan dari penelitian dapat tercapai dengan benar. Penelitian terdahulu yang menggunakan komoditas yang berbeda, penulis mengacu pada penelitian dari Sulistyowarni (2005) tentang Analisis Penawaran Belimbing Demak (Averrhoa carambola) di Kabupaten Demak bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran belimbing Demak dan menganalisis nilai kepekaan penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan data berkala (time series) dari tahun 1988-2003. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu Kabupaten Demak. Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda pada fungsi penawaran dengan pendekatan langsung pada jumlah produksi. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap penawaran belimbing Demak adalah harga pupuk TSP, curah hujan, dan penawaran tahun sebelumnya. Sedangkan variabel harga belimbing tahun sebelumnya, jumlah pohon panen tahun sebelumnya tidak berpengaruh terhadap penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak. Berdasarkan nilai koefisien regresi parsial, variabel harga pupuk TSP merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak. Elastisitas penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak dalam jangka panjang lebih elastis daripada elastisitas jangka pendek. Penelitian selanjutnya yaitu penelitian dari Saputra (2011) berjudul Analisis Penawaran Kopi di Indonesia Tahun 2001-2009, penelitian ini membahas penawaran kopi Indonesia terhadap negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Italia dan lain-lain. Metode dasar yang digunakan deskriptif dengan didukung dengan studi pustaka. Metode analisis yangdigunakan yaitu data panel dengan permodelan efek tetap (Fixed Effect Model). Data yang digunakan yaitu time series dengan kurun penelitian 2001- 8 9 2009 dan delapan negara tujuan ekspor kopi Indonesia serta data cross section. Hasil penelitian menunjukkan harga internasional kopi arabika dan robusta, harga gula internasional (joint product) dan harga internasional teh (competiting product) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran kopi di Indonesia. Harga internasioanl biji coklat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran kopi di Indonesia. Keempat variabel diatas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penawaran kopi di Indonesia. Saran yang dapat diajukan yaitu pemerintah sebaiknya meningkatkan ekspor ketika terjadi kenaikan harga serta memperbaiki kualitas faktor-faktor produksi untuk meningkatkan daya saing internasional kopi Indonesia. Penelitian berikutnya yaitu Rokhman Permadi, Abdullah Dja’far dan Umi Salawati (2011) berjudul Respon Penawaran Ayam Pedaging di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis tingkat elastisitas penawaran ayam pedaging dan melakukan proyeksi penawaran ayam pedaging tahun 2010-2014 di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Metode dasar yang digunakan adalah deskriptif dengan data berkala (time series). Analisis data menggunakan model fungsi regresi linear berganda pada fungsi penawaran dengan menggunakan model penyesuaian Nerlove. Hasil penelitian memperlihatkan variabel harga ayam tahun sebelumnya dan variabel produksi tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap penawaran ayam pedaging di Kabupaten Seruyan. Koefisien penyesuaian Nerlove yang dihasilkan menunjukkan bahwa peternak memerlukan waktu dalam merespon semua perubahan yang terjadi dalam masa produksi ayam pedaging. Elastisitas jangka pendek lebih besar dari elastisitas jangka panjang namun nilai elastisitas masing–masing inelastis. Hasil proyeksi yang dilakukan menggunakan persamaan yang ada, diketahui penawaran ayam pedaging meningkat pada periode 2010-2014 dan mampu memenuhi permintaan daging di Kabupaten Seruyan. 10 Penelitian selanjutnya Felipe dan Adams (2005) berjudul The Estimation of the Cobb-Douglas Function: A Retrospective View. Penelitian bertujuan untuk menindaklajuti pendapat Paul Samuelson (1979) untuk memverifikasi secara empiris klaim bahwa semua regresi dari fungsi produksi Cobb-Douglas (1928) yang dilakukan untuk mengembangkan identitas dari perhitungan pendapatan yang menurut nilai tambah sama dengan jumlah upah ditambah total keuntungan. Kesimpulannya pendapat Paul Samuelson benar, dan pendapat ini memiliki implikasi yang sangat serius dalam ekonomi makro yang berkembang saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak data pada output dan input yang digunakan secara agregat dan dihubungkan melalui identitas akuntansi yang berhubungan nilai tambah dan faktor pembayaran, fungsi produksi agregat mendekati identitas akuntansi pendapatan ini. Transformasi aljabar identitas, dibawah asumsi yang tepat tentang data, menghasilkan bentuk yang menyerupai fungsi produksi. Kesimpulannya adalah bahwa baik keberadaan fungsi produksi agregat, maupun hipotesis neoklasik standar dengan constant return to scale atau pasar yang kompetitif, dapat diuji secara empiris. Pada penelitian ini juga menjelaskan fungsi Cobb Douglas yang dinamis pada elastisitas jangka panjang. Penelitian selanjutnya yaitu Katsushi S. Imai, Raghav Gaiha, Ganesh Thapa (2010) dengan judul Supply Response to Changes in Agricultural Commodity Prices in Asian Countries. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon penawaran dari beberapa komoditas pertanian terhadap perubahan harga. Komoditas pertanian yang diamati dalam penelitian ini yaitu jagung, gandum, padi, buah dan sayuran. Penelitian ini dilakukan pada sepuluh negara terpilih yang berada di Asia. Penelitian ini menggunakan pendekatan tidak langsung yang berfokus pada luas areal tanam. Hasil penelitian ini menunjukkan setiap komoditas memiliki kekuatan dan kecepatannya masing-masing dalam menanggapi respon terhadap perubahan harga. Menurut hasil analisis, kebijakan harga disuatu negara dapat mempengaruhi penawaran yang tinggi akan berdampak pada output elastisitas yang tinggi pula. 11 Penelitian World Bank (2004) bahwa secara historis, volatilitas harga kopi telah menjadi kenyataan hidup karena guncangan cuaca (terutama di Brazil) dan bukan satu-satunya sumber krisis. Beberapa tahun terakhir terjadi perubahan struktural yang signifikan dalam pasar kopi berarti baru dan paradigma yang muncul cenderung mendikte masa depan kopi, yang akan memiliki efek permanen pada penghidupan jutaan orang yang bergantung padanya. Salah satu bidang perubahan struktural dalam sifat pasokan, terutama meningkatkan baik kuantitas dan kualitas kopi Brasil dan Vietnam. Tiga negara tersebut sekarang mencapai sekitar 61% dari total produksi dan, pada tahun 2002, 55% dari ekspor global, masing-masing setelah diperkuatnya dominasi segmen pasar yang berbeda. Peningkatan akses ke pasar keuangan dan berjangka khususnya dinegara, seperti Brazil, telah memungkinkan beberapa negara produsen untuk lebih baik mengelola risiko. B. Tinjauan Pustaka 1. Sejarah Kopi Cerita tentang asal usul kopi berasal dari seorang imam, Ali bin Omer yang berbuat tidak baik dengan anak perempuan raja, kemudian dibuang ke pegunungan di Yaman. Disana dia menemukan sebatang pohon dengan bunga bunga putih dan mencoba seduhan dari biji pohon itu. Ia membawa biji itu saat dia berziarah ke Mekah, saat itulah penyebaran kopi di Arab dan menyebar ke daerah lain. Banyak penjelajah Eropa yang pergi ke Levant (daerah Timur Tengah) melaporkan adanya “minuman hitam yang aneh”. Tahun 1515 pedaganga-pedagang dari Venesia membawa biji kopi dari Mekah ke Eropa. Sejak inilah mulailah perdagangan yang menguntungkan dunia Arab yang mereka jaga hingga 100 tahun dimana selama masa itu mereka menjadi satu-satunya produsen kopi (Smith, 1985). Kata “kopi” berasal dari kata Quahweh yang semula adalah istilah puitis untuk anggur, karena orang Islam dilarang minum anggur, namanya dijadikan untuk menamai kopi. kata serupa dalam bahasa Turki Kahweh menjadi Café (Perancis), Caffe (Italia), Kaffee (Jerman), Koffie (Belanda) dan Coffee (Inggris) dan distilah Coffea dari Bahasa Latin dipakai untuk 12 induk jenis (botanical genus). Di Abyssinia kopi dinamakan bun dan minuman kopi ialah bunchung, kata ini berasal dari bahasa Jerman istilah bohn dan bahasa Inggris bean. Kopi juga dinamakan Mocha yang diambil dari nama pelabuhan Mocha di tepi Laut Merah (Smith, 1985). Kopi merupakan tanaman perkebunan dan industri berupa semak yang asalnya tumbuh liar dihutan dataran tinggi Ethiopia, Afrika. Dari Ethiopia, tanaman kopi menyebar ke negara Arab, Persia hingga tanaman ini tumbuh subur di negara Yaman. Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC dan ditanam di sekitar Jakarta. Perkebunan kopi berskala besar menyebar ke daerah Lampung, Sumatra Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Jawa Tengah (Warintek Progessio, 2006 ). Percobaan penanaman kopi pada mulanya disekitar Jakarta, setelah percobaan ini ternyata berhasil, tanaman ini terus ditingkatkan. Mulanya perkebunan kopi ini banyak terdapat di Jawa Tengah yakni daerah Semarang, Solo dan Temanggung, dan di Jawa Timur terutama di Besuki dan Malang. Setelah itu perkembangannya meluas hingga ke Pulau Sumatera. Karena meluasnya perkebunan kopi, maka hasil yang didapat melimpah hingga tiba-tiba timbul serangan penyakit daun yang ganas yang dikenal dengan nama Hemileia vastatrix. Sehingga pada akhirnya muncullah kopi jenis robusta yang tahan terhadap serangan penyakit ini. Sampai pada saat ini, tanaman kopi robusta mencapai lebih dari 95%, sisanya ialah kopi arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi robusta semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam perkembangannya tanaman ini telah banyak menjadi tanaman rakyat (AAK, 1990). Perkebunan Kopi “Sumber Agung” pada tahun 1870 untuk pertama kalinya menanam bibit kopi Robusta yang diimpor dari Kongo. Tanaman ini dinamakan “Robusta” karena pertumbuhannya menjadi tanaman yang robust (kekar dan tegap) dan tahan berbagai penyakit kopi yang menyerang tanaman kopi Arabika. Pengenalan kopi Robusta pada masa abad XX 13 menjurus kearah suatu kebangkitan kembali nasib-nasib industri. Jenis robusta ini tahan terhadap penyakit, tanamannya keras dan memberikan hasil yang tinggi. Walaupun harga jual kopi robusta ini lebih rendah daripada kopi arabika, namun pertumbuhan permintaan dunia menuntut adanya pasar yang cukup kuat (McStocker, 1987). Kopi yang pertama masuk Indonesia adalah kopi arabika. Kopi jenis ini masuk pada tahun 1696, akan tetapi tanaman tersebut mati karena terserang banjir. Tahun 1699 kembali didatangkan bibit-bibit kopi arabika yang baru. Tanaman ini pertama kali ditanam disekitar Jakarta dan Jawa Barat, setelah berhasil barulah disebar ke seluruh Indonesia. Tanaman ini setelah satu abad kemudian menjadi tanaman rakyat. Salah satu perkebunan yang telah mengusahakan tanaman ini berada di Semarang dan Temanggung (Mulyana, 1983). 2. Budidaya Kopi Kopi Arabika dan Kopi Robusta membutuhkan lingkungan ekologis yang sedikit berbeda untuk tumbuh. Kopi Arabika adalah jenis tanaman dataran tinggi yang biasanya tumbuh pada ketinggian 600-2000 mdpl, sedangkan kopi robusta tumbuh dihutan equator yang lembab pada ketinggian hingga 800 mdpl. Kedua varietas ini tumbuhan lebih baik pada tanah yang kaya zat organik dan dengan sistem irigasi yang baik dimana curah hujan mencapai kira-kira 1500-2000 mm/tahun. Kedua varietas ini tidak tahan jika ada angin dingin dan cuaca penuh es (frost) walaupun kopi arabika cenderung bertahan lebih lama daripada kopi robusta dimana ada variasi cuaca menurut musimnya (Coffe to 1991, 1987). Tanaman kopi akan tumbuh baik bila suplai air cukup tersedia, walaupun kelembaban nisbi yang rendah. Udara yang sangat kering selama periode pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi akan menyebabkan penurunan hasil. Sebaliknya kelembaban nisbi yang berlebihan akan merangsang pertumbuhan jamur yang serius bagi tanaman kopi. Untuk itu upaya pengaturan kelembaban nisbi perlu dilakukan dengan mengatur naungan (Syamsulbahri, 1996). 14 Penambahan unsur hara tanaman terutama dititikberatkan pada unsurunsur makro. Pemupukan tidak menyebutkan memerlukan semua unsur makro, melainkan secara umum yang dibutuhkan adalah tiga unsur pokok yaitu N, P, K. Masing-masing akan memainkan peranannya didalam proses pertumbuhan kopi. Ketiga unsur utama dan beberapa unsur lainnya sangat diperlukan dan tidak dapat ditukar dengan unsur lain. Kopi muda mempunyai kebutuhan khusus akan N dan P2O5, maka setelah tanaman kopi dewasa akan memerlukan lebih banyak lagi unsur K2O. Tanaman kopi sangat penting untuk mendapatkan unsur hara yang seimbang setiap saat. Unsur makro lainnya seperti C dan O diserap tanaman dalam bentuk CO2 dari udara, selain itu O dapat pula diserap dalam bentuk senyawa-senyawa lain, diantaranya NO3, HPO4. Untuk H juga demikian, seperti halnya unsur O, senyawa ini diserap melalui H2O (air). Unsur Ca dan Mg selain terdapat didalam pupuk juga terdapat dialam yaitu senyawa kapur (AAK, 1990). Pemupukan yang dilakukan umumnya 2 kali dalam setahun yaitu pada saat awal musim hujan dan akhir musim hujan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi tanaman. Pada tahun pertama setiap tanaman dipupuk dengan urea sebanyak 50 gr, TSP 25 gr, dan KCL 20gr, semakin tinggi umur tanaman maka semakin banyak dosis pupuk yang diberikan agar menghasilkan masa kemasakkan buah yang bagus dan kualitas yang bagus pula. Penanaman pohon pelindung sangat diperlukan dalam membangun sebuah perkebunan kopi khususnya untuk tanaman kopi arabika jumlah pohon pelindung lebih sedikit dibandingkan dengan perkebunan kopi robusta. Pohon pelindung berfungsi sebagai pupuk hijau. Untuk pemangkasan dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit serta kuantitas buah yang dihasilkan tidak sedikit (Anggara dan Sri, 2011). Hasil produksi kopi yang optimal sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor produksi yang mendukung proses produksi kopi tersebut. Faktor produksi tersebut adalah lahan, modal, tenaga kerja, dan faktor lingkungan. Masing masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait 15 satu sama lain. Salah satu faktor saja yang tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan dengan baik. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi proses produksi seperti iklim, kondisi lingkungan, kondisi tanah (Daniel, 2002). Tananaman kopi menghendaki intensitas sinar matahari tidak penuh dan teratur maka dibutuhkan tanaman pelindung untuk mengatur intensitas cahaya yang masuk ke pertanaman. Tanaman penutup tanah juga diperlukan untuk mencegah erosi dan menekan tumbuhnya gulma. Penanaman tanaman pelindung dilakukan pada saat musim hujan. Tahapan penanaman tanaman pelindung terdiri dari penyemaian benih dibedengan, pemindahan bibit semai ke areal pertanaman jika sudah berumur minimal 4-5 bulan dan penanaman. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman pelindung adalah tanaman yang tidak “manja” sehingga tidak membutuhkan perawatan yang merepotkan (Suwarto et.al., 2014). Pemangkasan kopi bertujuan untuk mengatur pertumbuhan vegetatif tanaman kopi kearah pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Pemangkasan ini dilakukan untuk membuang cabang-cabang yang terserang hama dan penyakit dan juga membuang cabang-cabang yang sudah tidak produktif lagi (Mulyana, 1983). Tanaman kopi jika dibiarkan dari kecil hingga dewasa akan mencapai tinggi 7-9 m, sehingga akan menyulitkan pemeliharaan dan pemungutan hasil (AAK, 1990). Empat tahapan dalam pemangkasan kopi yaitu pemangkasan penbentukan tajuk, produksi atau pemeliharaan, cabang primer dan peremajaan. Pemangkasan tajuk bertujuan untuk membentuk kerangka pohon sehingga pohon tidak terlalu tinggi, menghasilkan cabang yang kuat, letaknya teratur, arahnya menyebar dan produktif. Pemangkasan tajuk dibedakan menjadi pemangkasan tajuk berbatang tunggal dan berbatang ganda. Pemangkasan tajuk berbatang tunggal untuk tanaman berbatang kuat yang dilakukan sekali tanpa bayonet. Bayonet adalah cabang reproduktif yang dibiarkan tumbuh setelah pemangkasan batang. Pemangkasan batang berbatang ganda banyak 16 dilakukan di perkebunan rakyat pada tanaman kopi robusta yang diusahakan secara intensif. 3. Kopi Robusta Tanaman Kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea dari familia Rubiaceae dan jenis kelamin Coffea. Tanaman kopi umumnya berasal dari benua Afrika, termasuk dari familia Rubiaceae dan jenis kelamin Coffea. Kopi bukan produk produk homogen, terdapat beberapa varietas dan cara pengolahannya. Diseluruh dunia kini terdapat sekitar 4500 jenis kopi, yang dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu : a. Coffea Canephora, yang salah satu varietasnya menghasilkan kopi dengan nama dagang Robusta b. Coffea Arabika menghasilkan kopi dengan nama dagang Arabica c. Coffea Excelsa menghasilkan kopi dengan nama dagang Exelsa d. Coffea Liberica menghasilkan kopi dengan nama dagang Liberica (Wilson, 1995). Berikut taksonomi kopi robusta : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea Spesies : Coffea canephora var. robusta (Rahardjo, 2012). Kopi Robusta (Coffea canephora) dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1900. Kopi ini ternyata tahan penyakit karat daun, dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh lebih tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi- 17 kopi lainnya. Saat ini lebih dari 90% dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas kopi Robusta (Prastowo et.al., 2010). Kopi Robusta berbuah tiga tahun setelah ditanam. Buahnya masak 8 bulan sesudah berbunga. Kualitasnya ada tiga macam yaitu canephora, quillore, dan uganda. Daya penyegar yang terdapat pada kopi itu disebabkan adanya alkaloid caffeine. Kopi Robusta mengandung kadar kafeina 2%. Akan tetapi kadar kafeina yang dikeluarkan dari kopi sehingga hanya tersisa 0,3% supaya dapat diminum penderita jantung. Kadar kafeina yang terdapat dalam kopi robusta sedikit lebih tinggi dibanding kopi arabika. Sebaliknya, jenis kopi arabika lebih banyak mengandung zat gula dan minyak atsiri (Siswoputranto, 1976). Warna kopi mentah yang dianggap paling baik untuk jenis robusta adalah hijau sampai hijau kebiru-biruan. Warna kopi kuning hanya untuk pasar lokal dan dianggap tak layak diekspor. Warna kopi kelabu-hijau menunjukkan kesalahan selama pengeringan. Bau dari kopi memberi petunjuk apakah biji tersebut diolah secara normal atau tidak. Bau yang asam menunjukkan proses fermentasinya yang terlampau lama atau tersimpan dalam keadaan basah dan dikeringkan secara kurang sempurna. Rasa kopi dinilai dengan cara membakarnya terlebih dahulu selama 15 – 20 menit dan kemudian digiling (Spillane, 1990). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi robusta. Umumnya petani masih menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang memiliki buah lebat atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada, maupun penanaman (Prastowo et.al. , 2010). baru dengan bahan tanaman asal stek 18 Perkebunan rakyat kopi robusta yang ada di Kabupaten Temanggung biasanya memiliki pola tanam monokultur dengan beberapa tanaman pelindung. Jenis tanaman pelindung yang biasa digunakan antara lain Lamtoro (Leucaena glauca), Dadap (Erythrina subumbrans, dadap serep) dan Sengon (Albizzia falkata; A. sumatrana). Selain itu juga Tanaman Sengon namun hanya dipakai di tempat-tempat tinggi diatas 1000-1500 mdpl (Bappeda Kabupaten Temanggung, 2015). 4. Teori Penawaran Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu. Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor yang terpenting dari penawaran adalah (a) harga barang itu sendiri, (b) harga barang lain, (c) biaya faktor produksi (d) teknologi, (e) tujuan perusahaan, (f) ekspektasi (ramalan) (Sukirno, 2005). Penawaran jika ditinjau dari jumlah barang yang ditawarkan maka penawaran dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penawaran perorangan dan penawaran kolektif. Penawaran individu adalah jumlah barang yang akan dijual oleh seorang penjual. Penawaran kolektif disebut juga penawaran pasar. Penawaran kolektif adalah keseluruhan jumlah suatu barang yang ditawarkan oleh penjual dipasar. Penawaran pasar merupakan penjumlahan dari keseluruhan penawaran perorangan. Penawaran adalah banyaknya komoditas pertanian yang ditawarkan oleh produsen atau penjual. Sedangkan hukum penawaran (law of supply) pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen atau penjual dengan anggapan faktor-faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004). Fungsi penawaran adalah suatu fungsi yang menyatakan hubungan antara produksi atau jumlah produksi yang ditawarkan dengan harga, menganggap faktor lain sebagai teknologi dan harga input yang digunakan adalah tetap. Penawaran individu adalah penawaran yang disediakan oleh 19 individu produsen, diperoleh dari produksi yang dihasilkan. Besarnya jumlah produksi yang ditawarkan ini akan sama dengan jumlah permintaan, sedangkan penawaran agregat merupakan penjumlahan dari penawaran individu (Soekartawi, 1995). Faktor waktu dalam kurva penawaran sangat penting karena hasilhasil pertanian bersifat musiman, yaitu bulanan atau tahunan sehingga suatu kenaikan harga di pasar tidak dapat segera diikuti dengan naiknya penawaran jika panen belum tiba. Ini berarti tingkat elastisitas penawaran adalah inelastis dalam jangka pendek. Pengaruh harga tidak dapat dibalikkan karena kalau kenaikan harga setelah beberapa waktu tertentu mendorong kenaikan jumlah yang ditawarkan maka penurunan harga tidak dapat mengembalikan jumlah penawaran pada tingkat sebelumnya (Mubyarto, 1995). Model dasar fungsi penawaran secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : QQ==ff(Pt-1, (Pt-1,At, At,Wt, Wt,Ut) Ut) Keterangan : Q Pt-1 At Wt Ut = Jumlah produksi = Tingkat harga sebelumnya = Luas areal tanam = Curah hujan = Variabel pengganggu (Ghatak dan Ingersent, 1984). Gambar 1. Gerakan Sepanjang Kurva Penawaran dan Perubahannya 20 Analisis mengenai penawaran dibedakan antara pengertian gerakan sepanjang kurva penawaran sedangkan perubahan faktor-faktor lain diluar harga dapat menimbulkan pergeseran kurva tersebut. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 1 tentang gerakan sepanjang kurva penawaran. Dimisalkan pada mulanya kurva penawaran adalah SS. Titik A menggambarkan bahwa pada waktu harga P jumlah barang yang ditawarkan sebesar Q. Sekiranya harga turun menjadi P1 maka hubungan diantara harga dan jumlah yang ditawarkan pindah ke titik B. Sekarang jumlah yang ditawarkan sebanyak Q1. Perubahan ini menggambarkan gerakan sepanjang kurva penawaran. Perubahan dalam jumlah yang ditawarkan dapat pula berlaku sebagai akibat dari pergeseran kurva penawaran dari SS menjadi S1S1 atau S2S2 menggambarkan perubahan penawaran. Gambar 1 menunjukkan pergeseran kurva penawaran dari SS menjadi S1S1 menyebabkan jumlah yang ditawarkan bertambah dari Q menjadi Q1 walaupun harga tetap sebesar P. Keadaan ini ditunjukkan oleh titik A1. Pergeseran SS menjadi S2S2 menggambarkan pengurangan penawaran. Akibat pergeseran tersebut (titik A2), pada harga P jumlah yang ditawarkan para penjual sebanyak Q3 (Sukirno, 2005). Kurva penawaran menggambarkan hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan harga barang tersebut. Kurva penawaran suatu barang mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum penawaran. Keadaan lainnya adalah tetap (cateris paribus), maka jika harga suatu barang naik, jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah karena produsen akan berusaha menggunakan kesempatan untuk memperbesar keuntungannya. Sebaliknya, jika harga barang itu turun, jumlah barang ditawarkan akan berkurang. Adapun faktor-faktor selain harga yang mempengaruhi penawaran antara lain teknik produksi dan harga sumbersumber, perubahan harga barang-barang lain, ekspektasi harga di masa depan, banyaknya produsen serta pajak dan subsidi (Antriyandarti, 2012). 21 5. Teori Cobweb Hubungan antara fluktuasi harga dan produksi pertanian merupakan kasus yang penting dan banyak diteliti para ahli ekonomi pertanian. Sebagaimana diketahui barang pertanian mengalami keterlambatan waktu (time lag), untuk menyesuaikan diri dengan permintaan pasar, sehingga untuk mengetahui bagaimana keseimbangan pasar terjadi pada barangbarang produksi pertanian maka dipergunakan teori Cobweb (Mubyarto, 1995). Model formal yang sangat sederhana untuk menjelaskan adanya respon kelambanan terhadap terjadinya perubahan-perubahan dalam harga maupun variabel-variabel lain adalah model Cobweb. Dalam model ini diasumsikan adanya kaitan antara jumlah yang diproduksi dipengaruhi oleh harga yang diharapkan. Harga yang tinggi akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi dan penawaran. Jumlah penawaran yang besar akan menyebabkan harga turun (jatuh), selanjutnya harga rendah diikuti penawaran yang rendah dan seterusnya. Dengan demikian teorema Cobweb adalah: a. Terdapat selang waktu (time lag) antara keputusan untuk berproduksi dengan kenyataan produksi yang terjadi (panen) b. Produsen mendasari keputusannya pada harga sekarang atau pengalaman harga yang baru saja dihadapi. Maka produksi sekarang karena selang waktu (time lag) akan dipengaruhi harga masa lalu c. Harga yang terjadi sekarang ditentukan oleh besarnya penawaran yang ada dari hasil produksi sekarang (Sudiyono, 2005). Siklus harga dan produksi yang naik turun dalam jangka waktu tertentu disebut siklus Cobweb. Kasus cobweb ini dapat dibagi menjadi 3 yaitu : a. Kasus I : Siklus yang mengarah pada fluktusi yang jaraknya tetap. b. Kasus II : Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan c. Kasus III : Siklus yang mengarah pada eksplosi harga, yaitu yang berfluktuasi dengan jarak yang semakin membesar. 22 P 40 P S Kasus I 1 D Kasus II S 40 3 30 30 2 25 20 S D 0 20 30 Q 40 0 20 D 27,5 30 35 Q 1 P D 1 Kasus III S 40 30 3 2 D 15 S 0 11 20 30 44 Q Gambar 2. Kasus Cobweb Asumsi yang dipakai dalam Cobweb Theorem adalah : 1) Adanya persaingan sempurna dimana semata-mata penawaran ditentukan oleh reaksi produsen perseorangan terhadap harga. Harga ini oleh setiap produsen dianggap tidak akan berubah dan produsen juga menganggap jumlah produksinya tidak akan memberikan pengaruh yang berarti terhadap pasar. 2) Periode produksi memerlukan waktu tertentu, sehingga penawaran tidak dapat secara langsung bereaksi terhadap harga tetapi diperlukan jangka waktu tertentu. 3) Harga ditentukan oleh jumlah barang yang datang ke pasar dan harga itu cepat bereaksi terhadapnya. Kasus I Cobweb memnunjukkan harga keseimbangan adalah Rp 30, dan jumlah keseimbangan juga 30. Tiba-tiba karena suatu sebab, misalnya adanya penyakit, jumlah yang dipasarkan turun menjadi 20 dan ini mendorong harga naik menjadi Rp 40. Pada harga ini produsen mulai menambah produksi barangnya dan setelah lampau periode produksi maka 23 jumlah barang yang lebih banyak (40) yang sampai ke pasar menyebabkan jatuhnya lagi harga menjadi Rp 20. Harga yang jatuh ini mendorong pengurangan produksi menjadi 20 lagi dan seterusnya siklus berputar lagi. Kasus II harga keseimbangan adalah sama dengan Rp 30 dengan jumlah keseimbangan juga 30. Namur begitu setelah periode I harga naik menjadi Rp 40, maka produksi diperbesar tetapi tidak sebesar dalam kasus I melainkan hanya Rp 35. Ini menyebabkan harga turun tetapi juga tidak sebesar kasus I (Rp 25). Penurunan ini juga menyebakan produsen juga memperkecil produksinya (27,5) lagi dan demikian seterusnya. Perbedaan terpenting dari kasus I dan kasus II adalah kurang elastisnya kurva penawaran pada kasus II. Hal ini menyebabkan siklus menjurus kepada harga keseimbangan yang lama (Rp30). Kasus III kurva penawaranya elastis sekali sehingga penambahan produksi sebagai reaksi atas kenaikan harga relatif besar dan ini menyebabkan siklus menjurus kearah eksplosi. Atau dengan kata lain bahwa siklus akan menjadi stabil bila angka elastisitas permintaan sama dengan angka elastisitas penawaran, menyatu (converge) bila lebih besar dan meledak (explode) bila lebih kecil. Ketiga kasus Cobweb ini mungkin sukar ditemukan dalam praktek namun perilaku dan reaksi petani pada umumnya termasuk di Indonesia memang serupa itu. Jika harga komoditas x naik maka petani menjadi terlalu optimis dan petani di seluruh desa serentak menanam tanaman x dengan harapan harga akan terus naik. Namun pada saat panen yang serentak ternyata harga x jatuh, semua menderita rugi dan tidak ada petani yang menanam tanaman x musim berikutnya. Hal ini menyebabkan harga tanaman x naik tinggi sekali pada musim berikutnya karena jumlah yang ditawarkan ke pasar sangat sedikit (Mubyarto, 1995). 6. Elastisitas Penawaran Elastisitas penawaran merupakan perbandingan antara persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan terhadap persentase perubahan harga, dengan pengertian dan anggapan bahwa harga merupakan satu- 24 satunya faktor penyebab dan faktor lain dianggap tetap (Mubyarto, 1995). Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain : a. Sifat ketahanan barang Apabila suatu barang tidak tahan lama (mudah rusak/membusuk) seperti halnya hasil-hasil pertanian, maka barang tersebut cenderung memiliki penawaran yang inelastis. Barang tersebut biasanya tidak terlalu sensitif terhadap perubahan harga. Sebagai contoh, peningkatan harga sayuran tidak serta merta mengakibatkan perubahan (kenaikan) jumlah barang yang ditawarkan. b. Biaya dan kemudahan penyimpanan barang Barang dengan biaya penyimpanan yang mahal cenderung memiliki derajat elastisitas penawaran yang rendah. c. Waktu Dalam jangka pendek, penawaran cenderung inelastis karena tidak mudah bagi produsen untuk menyesuaikan jumlah barang yang ditawarkan secara cepat sebagai respon dari perubahan harga. Sementara itu, dalam jangka panjang, penawaran akan lebih responsif terhadap perubahan harga sehingga penawarannya lebih elastis. d. Sifat alamiah suatu barang Produk-produk primer memiliki elastisitas yang rendah dibandingkan dengan produk-produk manufaktur yang memiliki elastisitas penawaran yang tinggi relatif terhadap perubahan harga. (Sudarman, 2000). Makin besar angka elastisitas ini makin besar elastisitas penawaran, artinya perubahan harga yang relatif kecil mengakibatkan perubahan jumlah yang ditawarkan relatif besar. Elastisitas harga atau harga yang ditawarkan adalah nol (0) bila kurva penawaran merupakan garis vertikal (harga tidak berpengaruh pada jumlah yang ditawarkan, tak terhingga bila kurva penawaran berbentuk horisontal yang berarti bahwa jumlah yang ditawarkan tidak terbatas pada harga tertentu (Mubyarto, 1995). 25 Gambar 3. Jenis-jenis Kurva Elastisitas Kurva penawaran memiliki kemiringan (slope) yang positif. Kenaikan jumlah harga menyebabkan kenaikan jumlah yang akan dijual. Kurva penawaran mempunyai elasitisitas yang positif. Jika kurva penawarannya vertikal maka jumlah yang ditawarkan tidak akan berubah dengan adanya perubahan harga- elastisitas penawarannya sama dengan nol (Lipsey,1990). Persoalan penggantian satu tanaman dengan tanaman lain jika harga salah satu tanaman tersebut berubah merupakan keputusan yang diambil petani. Dilihat dari segi tanaman yang diganti maka akan ada efek substitusi dari perubahan harga. Mengganti komoditas yang ditanam berarti menunjukkan adanya elastisitas silang, dengan rumus sebagai berikut : Apabila elastisitas ini positif maka barang X dan barang Y merupakan barang dihasilkan bersama (joint product), misalnya beras dan dedak yang dihasilkan bersama dalam penggilingan padi. Sedangkan apabila elastisitas silang ini negatif artinya kenaikan harga barang Y mengakibatkan penurunan jumlah barang X yang ditawarkan, maka barang X dan Y adalah barang yang bersaing (competiting products), misalnya padi dan tembakau. Besar kecilnya angka elastisitas mengukur erat tidaknya hubungan dari kedua hasil pertanian itu (Mubyarto, 1995). 26 Elastisitas penawaran terhadap harga mengukur seberapa banyak kuantitas penawaran atas suatu barang berubah mengikuti perubahan harga barang tersebut. Penawaran suatu barang dikatakan elastis jika perubahan harga barang menyebabkan kuantitas penawaran yang cukup besar. Sebaliknya, penawaran dikatakan tidak elastis atau inelastis apabila kuantitas penawaran itu sedikit saja berubah ketika harganya berubah. Menurut Sukirno (2005) terdapat dua faktor yang mempengaruhi elastisitas penawaran yaitu 1) Sifat Perubahan Biaya Produksi Bagaimana biaya produksi akan berubah sekiranya harus dilakukan pertambahan produksi, ini sangat mempengaruhi elastisitas penawaran. Apakah biaya produksi akan meningkat dengan cepat atau akan mengalami pertambahan yang sedikit saja, apabila produksi ditambah, tergantung pada banyaknya faktor. Salah satu faktornya yaitu dimana tingkat penggunaan kapasitas alat produksi yang dimiliki. Bila kapasitasnya telah mencapai tingkat yang tinggi, maka diperlukan investasi untuk menambah produksi. Keadaan ini menunjukkan kurva penawaran yang tidak elastis. 2) Jangka waktu analisis Jangka waktu analisis dibedakan menjadi tiga, yaitu masa amat singkat, jangka pendek dan jangka panjang. Masa amat singkat adalah jangka waktu dimana penjual tidak dapat menambah penawarannya maka penawarannya bersifat tidak elastis sempurna. Jangka pendek dimana kapasitas alat produksi tidak dapat ditambah tetapi produsen dapat mengoptimalkan kapasitas produksi yang tersedia. Jangka panjang dimana produsen dapat dengan mudah menambah produksi dan jumlah barang yang ditawarkan, maka penawarannya bersifat elastis,. Faktor waktu dalam kurva penawaran sangat penting karena hasilhasil pertanian bersifat musiman, yaitu bulanan atau tahunan sehingga suatu kenaikan harga di pasar tidak dapat segera diikuti dengan naiknya penawaran jika panen belum tiba (Mubyarto, 1995). 27 7. Model Statis dan Dinamis Para pakar ekonomi seringkali menggunakan terminologi teori dan model secara bergantian. Secara sederhana model adalah miniatur realitas ekonomi. Model yang baik adalah model yang mendekati kebenaran realitas. Untuk dapat memberikan gambaran yang mendekati realitas maka model harus memuat representasi bagian-bagian penting dari detail fenomena ekonomi yang dimodelkan. Model sangat penting peranannya sebagai suatu perangkat untuk mengukur atau mensimulasikan suatu fenomena ekonomi (Koerniawati, 2010). Adam Smith dalam The Wealth of Nations memaparkan hubunganhubungan ekonomi yang dikajinya secara verbal. Para ekonom abad 19 cenderung memilih eksposisi grafis untuk menerangkan teori mereka. Gambar lebih efisien daripada bahasa. Adapun penggunaan matematika sebagai alat untuk menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi menjadi populer setelah Paul Samuelson mempublikasikan karyanya yang berjudul Foundation of Economic Analysis pada tahun 1947. Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan semakin diterimanya matematika dan statistika sebagai alat analisis dalam ilmu ekonomi, berkembanglah metode ekonometrika yang memungkinkan kuantifikasi hubungan ekonomi, estimasi model dan peramalan. Ilmu ekonomi juga diklasifikasikan menjadi ilmu ekonomi statis dan dinamis. Ekonomi statis berkaitan dengan gambaran fenomenal peristiwa ekonomi pada suatu waktu tertentu. Sementara ekonomi dinamis berkaitan dengan proses ekonomi. Para pakar ekonomi mengilustrasikan ekonomi statis sebagai sebuah potret peristiwa ekonomi sementara ekonomi dinamis merupakan film dokumenter mengenai suatu peristiwa ekonomi (Debertin, 1986). Model statis sendiri dapat didefinisikan sebagai model ekonomi mikro yang mengabaikan dimensi waktu atau tidak memasukkan unsur waktu dalam modelnya. Sedangkan model dinamis dapat didefinisikan sebagai model ekonomi yang analisisnya mempertimbangkan 28 perubahan dari waktu ke waktu, sehingga waktu dimasukkan dalam variabel yang dipertimbangkan dalam model. Menurut Ekananda (2015) masalah yang kerap terjadi pada model data time series dimana terdapat regressor lag dependen variabel, sehingga model ini dijadikan estimator terbaik dalam beberapa kasus salah satunya analisis data panel dinamis. Terdapat dua jenis model data panel yaitu model dinamis dan non dinamis. Berikut persamaan model non dinamis Yit = ἀi + β’x it + έ it Atau format lain dapat dalam bentuk Yit + ἀi + β k x kit + έ it Sedangkan untuk model dinamis dapat dituliskan Yit = ἀi + β’x it + ϓy it-1 + έ it Asumsi dasar regresi adalah bahwa variabel dependen memiliki korelasi dengan residu sedangkan regressor tidak boleh memiliki hubungan dengan residu. 8. Penyesuaian Parsial Nerlove Model Penyesuaian Parsial atau Partial Adjustment Model merupakan model yang dikembangkan Marc Nerlove yang merupakan rasionalisasi dari Model Koyck. Model ini lebih mendasarkan pada segi-segi teknis, kekakuan (rigidities) atau ketidakluwesan kelembagaan (inertit), perubahan dan lainnya (Supranto, 1984). Model penyesuaian Nerlove terdiri dari tiga persamaan, yaitu (1) At = A t-1 + δ (A*t - At-1) (2) P*t = P*t-1 + β (Pt-1 – P*t-1) (3) A*t = a0 + a1 P*t + a2 Zt + Ut Keterangan: At = areal yang sebenarnya dibudidayakan pada periode t Pt = harga yang berlaku pada periode t A*t = areal yang diharapkan untuk dibudidayakan di periode t P*t = harga yang diharapkan pada waktu t 29 Zt = faktor-faktor eksogen lain yang mempengaruhi penawaran di waktu t Ut = faktor-faktor eksogen lain yang tidak diamati dalam waktu t a0, δ, β = parameter yang diestimasi (Braulke, 1982). Menurut Riaz et.al. (2013) mengemukakan bahwa output yang diinginkan pada periode t (A*t ), tergantung dari harga komoditas pada periode ke-t (Pt) dan nilai variabel X pada waktu ke-t, atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut: A*t = a0 + a1 Pt + a2 Xt + Ut Persamaan tersebut tidak dapat diestimasi karena dalam persamaan tersebut terdapat variabel A*t yang tidak dapat diobservasi sehingga untuk mengatasi maka harus dibuat hipotesis yang merupakan suatu hipotesis perilaku penyesuaian parsial. Jika δ = 0, maka tidak ada perubahan apapun terhadap areal tanam, jika δ = 1, maka perubahan areal tanam yang diinginkan sama dengan perubahan areal tanam yang terjadi. Berikut hipotesis parsial yang berkaitan dengan luas areal tanam. At - A t-1 = δ (A*t - A t-1) atau At = δ A *t + (1 - δ ) A t-1 Keterangan: At - A t-1 = perubahan luas areal yang terjadi A*t - A t-1 = perubahan luas areal yang diinginkan Pt = tingkat harga yang diharapkan pada waktu t Xt = nilai variabel X pada waktu t δ = koefisien penyesuaian, nilainya 0 ≤ δ ≤ 1 C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Kopi merupakan komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Diestimasikan tidak kurang dari 1,84 juta keluarga yang pendapatan utamanya bergantung pada komoditas kopi. Selain itu kurang lebih 1 juta keluarga mengandalkan pendapatannya dari industri hilir kopi, posisi tersebut menunjukan bahwa peranan petani kopi dalam 30 perekonomian nasional cukup signifikan. Ekspor komoditas kopi mampu menghasilkan devisa negara. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung tahun 2013, total luas areal tanam kopi robusta yaitu 8.158,55 Ha dan total luas areal tanam kopi arabika 1.377,82 Ha, sehingga di Kabupaten Temanggung produksi yang dihasilkan lebih banyak untuk jenis kopi robusta. Perkembangan luas areal, produksi dan harga kopi robusta di Kabupaten Temanggung mengalami perubahan setiap tahunnya sehingga hal itu akan mempengaruhi penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung. Penawaran (supply) dalam ekonomi manajerial dapat didefinisikan sebagai kuantitas produk (barang atau jasa) yang ditawarkan untuk dijual dipasar, yang secara umum sangat tergantung pada sebagian besar variabel. Parra ahli ekonomi telah merumuskan beberapa variabel penting yang mempengaruhi penawaran suatu produk (Qs), antara lain : a. Harga dari produk yang ditawarkan b. Harga dari input yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut c. Harga produk lain yang berkaitan dalam produk yang ditawarkan d. Tingkat teknologi yang tersedia e. Ekspektasi produsen berkaitan dengan harga produk yang ditawarkan pada masa mendatang f. Banyaknya perusahaan yang memproduksi produk sejenis yang ditawarkan g. Faktor-faktor spesifik lain yang berkaitan dengan penawaran terhadap produk tersebut, misalnya kondisi perekonomian negara, fasilitas dari pemerintah, keadaan politik, dll (Gaspersz, 1999). Fungsi penawaran diestimasi dengan suatu pendekatan, terdapat dua pendekatan, pendekatan tidak langsung (luas areal tanam) dan pendekatan langsung (jumlah produksi). Penelitian ini menggunakan pendekatan langsung yang berfokus pada jumlah produksi. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis hubungan penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya menggunakan analisis 31 regresi linier berganda dengan memasukkan model analisis lag yang didistribusikan dengan pendekatan model penyesuaian parsial Nerlove. Model Penyesuaian Parsial atau "Partial Adjustment Model " atau dikenal juga dengan istilah "Stock Adjustment Model", pada dasarnya merupakan bentuk rasionalisasi Model Koyck yang dikembangkan oleh Marc Nerlove pada tahun 1958. Model Koyck (1954) adalah metode sederhana yang digunakan dalam mengestimasi hubungan peubah tidak bebas (dependent) dengan peubah bebas (independent) yang dalam persamaannya mengakomodasi peubah beda kala (lag) (Gujarati, 1995). Penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung juga dipengaruhi oleh variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran kopi robusta, sehingga dapat dituliskan fungsi penawarannya sebagai berikut : Qt = a0 + a1 Pt-1 + a2 Q t-1+ a3 At + a4 Pab-1 + a5 Pur + a6 Wt + e…....... (1) Keterangan: Qt : Penawaran kopi robusta pada tahun t (kg) a0 : Konstata. a1-6 : Koefisien regresi dari variabel bebas. Pt-1 :Harga kopi robusta pada tahun t-1 (Rp/kg). Qt-1 :Jumlah produksi kopi robusta pada tahun t-1 (kg). At :Luas areal tanam kopi robusta pada tahun t (Ha). Pab-1 : Harga kopi arabika pada tahun t-1 (Rp/kg). Pur : Harga pupuk urea pada tahun t (Rp/kg). Wt : Rata-rata curah hujan pada tahun t (mm/th). e : Error Penawaran kopi robusta (Qt) tidak dapat diamati secara langsung karena proses produksi belum berjalan, oleh karena itu Nerlove mendalilkan hipotesis yang disebut sebagai model penyesuaian parsial (Partial Adjustment Model) yaitu : 32 Qt – Qt-1 = α (Qt* - Qt-1) ............... (2) Keterangan α = koefisien penyesuaian (adjustment coefisien), sehingga 0< α <1 Qt* – Qt-1 = perubahan yang diinginkan (desired change) Qt – Qt-1 = perubahan yang sebenarnya (actually change) Persamaan (2) kemudian dapat menjadi : Qt = α (Qt*- Qt-1) + Qt-1 sehingga menjadi Qt = α Q*t + (1- α) Qt-1 ............... (3) masukkan persamaan (1) ke persamaan (3) maka diperoleh : Qt = α (a0 + a1 Pt-1+ a2 Att-1+ a3 Pab-1 + a4 Pur + a5 Wt) + (1- α) Qt -1 Sehingga dapat menjadi Qt = α a0 + α a1 Pt -1 + α a2 At + α a3 Pab-1 + α a4 Pur + α a5 Wt +(1-δ)Qt-1 + e ........ (4) Persamaan (4) merupakan persamaan fungsi penawaran jangka pendek, yang dapat diobservasi. Penyederhanaan dari persamaan (4) dapat ditulis menjadi : Qt = A0 + A1 Pt-1+ A2 Qt-1+ A3 At+ A4 P ab-1+ A5 Pur + A6 Wt + e ........ (5) Persamaan (5) dapat dibuat dalam bentuk logaritma natural diperoleh persamaan sebagai berikut : Ln Qt = A0 + A1 Ln Pt-1 + A2 Ln Q t-1+ A3 Ln At + A4 Ln P ab-1 + A5 Ln Pur + A6 Ln Wt 1 + e Menurut Supranto (1984) alasan utama adanya beda kala (time lag) dapat terjadi adalah: 1. Alasan psikologis, disebabkan oleh kekuatan kebiasaan (habit) 2. Alasan yang bersifat teknologi, misalkan harga modal (capital) turun dibandingkan dengan tenaga kerja (labour), yang menyebabkan subtitusi mengganti tenaga kerja dengan mesin. Perubahan ini terjadi dari padat karya (labour intensive) menjadi (capital intensive). Penambahan modal memerlukan waktu (masa persiapan) 33 3. Alasan-alasan institusi atau kelembagaan, misalkan adanya kewajiban yang bersifat kontrak dapat mencegah perusahaan untuk beralih dari suatu sumber tenaga kerja ke sumber tenaga kerja yang lain atau sumber bahan mentah yangsatu ke sumber lainnya. Untuk mengestimasi besarnya perubahan penawaran sebagai akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan nilai elastisitas dari penawaran. Elastisitas penawaran adalah persentase perubahan penawaran dalam menanggapi persentase perubahan faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi elastisitas penawaran yaitu jangka waktu analisis yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Penggunaan jangka waktu analisis pada penelitian ini karena terdapat variabel lag dari persamaan Partial Adjustment Model Nerlove. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model double logaritma, sehingga untuk mengetahui besarnya nilai elastisitas jangka pendek dapat diketahui dari nilai koefisien regresi variabel bebas. Elastisitas jangka panjangnya dapat diketahui dengan membagi elastisitas jangka pendek dengan koefisien penyesuaian. Berikut rumus dari elastisitas jangka panjang Elastisitas penawaran jangka panjang Epl Eps k Keterangan: Epl : elastisitas penawaran jangka panjang Eps : elastisitas penawaran jangka pendek k : koefisien penyesuaian (0< k <1) Nilai koefisien penyesuaian diperoleh dari k = 1 – A2 Keterangan : k : Koefisien penyesuaian A2 : Koefisien regresi dari Qt-1 (produksi kopi robusta pada tahun sebelumnya) sebagai koefisien dugaan dari lag-endogenus variables (Gujarati, 1995). 34 Alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah : Komoditas Kopi Robusta di Kabupaten Temaanggung Penawaran Kopi Robusta Pendekatan Langsung Pendekatan Tidak Langsung Jumlah Produksi Luas Areal Tanam Harga kopi robusta pada tahun t-1 Produksi kopi robusta pada tahun t-1 Luas areal tanam kopi robusta pada tahun t Harga kopi arabika pada tahun t-1 Harga pupuk urea pada tahun t Rata- rata curah hujan pada tahun t Elastisitas Penawaran Jangka Pendek Jangka Panjang Variabel yang diamati Variabel yang tidak diamati Gambar 4. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah D. Hipotesis 1. Diduga bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung adalah harga kopi robusta pada tahun t-1, luas areal tanam kopi robusta pada tahun t, harga kopi arabika pada tahun t-1, harga pupuk urea pada tahun t, dan rata-rata curah hujan pada tahun t. 2. Diduga variabel harga kopi robusta pada tahun t-1 adalah faktor yang paling mempengaruhi Temanggung. penawaran kopi robusta di Kabupaten 35 E. Asumsi Dasar 1. Pasar dalam keadaan persaingan sempurna. 2. Produksi dijual seluruhnya, sehingga jumlah produksi pada tahun t diasumsikan sama dengan jumlah penawaran kopi robusta pada tahun t. 3. Faktor-faktor lain yang tidak diteliti dianggap konstan. F. Pembatasan Masalah 1. Penelitian ini terbatas pada beberapa variabel yaitu harga kopi robusta pada tahun t-1, produksi kopi robusta pada tahun t-1, luas areal tanam kopi robusta pada tahun t, harga kopi arabika pada tahun t-1, harga pupuk urea pada tahun t dan rata-rata curah hujan pada tahun t. 2. Penelitian ini dilakukan pada kopi robusta yang diproduksi oleh perkebunan rakyat dan ditawarkan di Kabupaten Temanggung. 3. Data yang digunakan adalah data time series selama kurun waktu 18 tahun (1997-2014). G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Penawaran kopi robusta (Qt) adalah jumlah kopi robusta yang dihasilkan pada perkebunan rakyat dan ditawarkan pada tahun berjalan dan dinyatakan dengan satuan kilogram (kg). 2. Harga kopi robusta tahun t-1 (Pt-1) adalah harga riil atau harga kopi robusta rata-rata terdeflasi yang berlaku di Kabupaten Temanggung pada tahun sebelumnya dan dinyatakan dengan satuan Rp/kg. Untuk menghilangkan pengaruh inflasi maka dilakukan pendeflasian dengan indeks harga konsumen kelompok barang umum sebagai deflator. Menurut Pyndick dan Daniel Rubinfeld (1998), harga terdeflasi dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Hbr = Ihkd Hba Ihkt Keterangan : Hbr : harga kopi robusta setelah terdeflasi pada tahun t. Ihkd : indeks harga konsumen pada tahun dasar. 36 Ihkt : indeks harga konsumen pada tahun t. Hba : harga kopi robusta sebelum terdeflasi pada tahun t. Menurut Dajan (2000), tahun dasar hendaknya merupakan tahun dimana keadaan perekonomian relatif stabil dan tidak terlalu jauh dengan tahun-tahun yang diperbandingkan. Pada penelitian ini dipilih tahun 2002 sebagai tahun dasar karena memenuhi syarat tersebut. 3. Luas areal tanam kopi robusta pada tahun t (At) adalah total areal tanam kopi robusta yang dibudidayakan di Kabupaten Temanggung pada tahun berjalan dan dinyatakan dengan satu hektar (Ha). 4. Produksi kopi robusta tahun t-1 (Qt-1) adalah jumlah produksi kopi robusta yang dipanen di Kabuapaten Temanggung pada tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam satuan ton. 5. Harga kopi arabika tahun t-1 (Pab-1) adalah harga riil atau harga kopi arabika rata-rata terdeflasi yang berlaku di Kabupaten Temanggung pada tahun sebelumnya dan dinyatakan dengan satuan Rp/kg. 6. Harga pupuk urea pada tahun t (Pt) adalah harga riil atau harga pupuk urea rata-rata terdeflasi yang berlaku di Kabupaten Temanggung pada tahun sebelumnya dan dinyatakan dengan satuan Rp/kg. 7. Rata-rata curah hujan pada tahun t (Wt) yaitu rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Temanggung pada tahun berjalan. Curah hujan diukur dengan merata-rata curah hujan di Kabupaten Temanggung selama satu tahun dan dinyatakan dalam satuan mm/tahun. 8. Elastisitas penawaran adalah perubahan besarnya penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung diakibatkan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 9. Elastisitas jangka pendek adalah elastisitas penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung dalam jangka pendek dimana petani belum dapat menyeseuaikan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk meningkatkan penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung. 37 10. Elastisitas jangka panjang adalah elastisitas penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung dalam jangka panjang dimana adanya faktor waktu yang menentukan sehingga petani dapat menyesuaikan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk meningkatkan penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung.