II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu

advertisement
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dapat membantu penulis agar tujuan dari penelitian
dapat tercapai dengan benar. Penelitian terdahulu yang menggunakan
komoditas yang berbeda, penulis mengacu pada penelitian dari Sulistyowarni
(2005) tentang Analisis Penawaran Belimbing Demak (Averrhoa carambola)
di Kabupaten Demak bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penawaran belimbing Demak dan menganalisis nilai
kepekaan penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak. Metode dasar
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
menggunakan data berkala (time series) dari tahun 1988-2003. Lokasi
penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yaitu Kabupaten Demak.
Analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda pada fungsi
penawaran dengan pendekatan langsung pada jumlah produksi. Hasil penelitian
menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap penawaran belimbing
Demak adalah harga pupuk TSP, curah hujan, dan penawaran tahun
sebelumnya. Sedangkan variabel harga belimbing tahun sebelumnya, jumlah
pohon panen tahun sebelumnya tidak berpengaruh terhadap penawaran
belimbing Demak di Kabupaten Demak. Berdasarkan nilai koefisien regresi
parsial, variabel harga pupuk TSP merupakan variabel yang paling
berpengaruh terhadap penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak.
Elastisitas penawaran belimbing Demak di Kabupaten Demak dalam jangka
panjang lebih elastis daripada elastisitas jangka pendek.
Penelitian selanjutnya yaitu penelitian dari Saputra (2011) berjudul
Analisis Penawaran Kopi di Indonesia Tahun 2001-2009, penelitian ini
membahas penawaran kopi Indonesia terhadap negara-negara maju seperti
Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Italia dan lain-lain. Metode dasar yang
digunakan deskriptif dengan didukung dengan studi pustaka. Metode analisis
yangdigunakan yaitu data panel dengan permodelan efek tetap (Fixed Effect
Model). Data yang digunakan yaitu time series dengan kurun penelitian 2001-
8
9
2009 dan delapan negara tujuan ekspor kopi Indonesia serta data cross section.
Hasil penelitian menunjukkan harga internasional kopi arabika dan robusta,
harga gula internasional (joint product) dan harga internasional teh
(competiting product) berpengaruh secara signifikan terhadap penawaran kopi
di Indonesia. Harga internasioanl biji coklat tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap penawaran kopi di Indonesia. Keempat variabel diatas
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penawaran kopi di
Indonesia.
Saran
yang
dapat
diajukan
yaitu
pemerintah
sebaiknya
meningkatkan ekspor ketika terjadi kenaikan harga serta memperbaiki kualitas
faktor-faktor produksi untuk meningkatkan daya saing internasional kopi
Indonesia.
Penelitian berikutnya yaitu Rokhman Permadi, Abdullah Dja’far dan
Umi Salawati (2011) berjudul Respon Penawaran Ayam Pedaging di
Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis tingkat elastisitas penawaran ayam
pedaging dan melakukan proyeksi penawaran ayam pedaging tahun 2010-2014
di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Metode dasar yang
digunakan adalah deskriptif dengan data berkala (time series). Analisis data
menggunakan model fungsi regresi linear berganda pada fungsi penawaran
dengan
menggunakan
model
penyesuaian
Nerlove.
Hasil
penelitian
memperlihatkan variabel harga ayam tahun sebelumnya dan variabel produksi
tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap penawaran ayam
pedaging di Kabupaten Seruyan. Koefisien penyesuaian Nerlove yang
dihasilkan menunjukkan bahwa peternak memerlukan waktu dalam merespon
semua perubahan yang terjadi dalam masa produksi ayam pedaging. Elastisitas
jangka pendek lebih besar dari elastisitas jangka panjang namun nilai elastisitas
masing–masing inelastis. Hasil proyeksi yang dilakukan menggunakan
persamaan yang ada, diketahui penawaran ayam pedaging meningkat pada
periode 2010-2014 dan mampu memenuhi permintaan daging di Kabupaten
Seruyan.
10
Penelitian selanjutnya Felipe dan Adams (2005) berjudul The Estimation
of the Cobb-Douglas Function: A Retrospective View. Penelitian bertujuan
untuk menindaklajuti pendapat Paul Samuelson (1979) untuk memverifikasi
secara empiris klaim bahwa semua regresi dari fungsi produksi Cobb-Douglas
(1928) yang dilakukan untuk mengembangkan identitas dari perhitungan
pendapatan yang menurut nilai tambah sama dengan jumlah upah ditambah
total keuntungan. Kesimpulannya pendapat Paul Samuelson benar, dan
pendapat ini memiliki implikasi yang sangat serius dalam ekonomi makro yang
berkembang saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak data pada
output dan input yang digunakan secara agregat dan dihubungkan melalui
identitas akuntansi yang berhubungan nilai tambah dan faktor pembayaran,
fungsi produksi agregat mendekati identitas akuntansi pendapatan ini.
Transformasi aljabar identitas, dibawah asumsi yang tepat tentang data,
menghasilkan bentuk yang menyerupai fungsi produksi. Kesimpulannya adalah
bahwa baik keberadaan fungsi produksi agregat, maupun hipotesis neoklasik
standar dengan constant return to scale atau pasar yang kompetitif, dapat diuji
secara empiris. Pada penelitian ini juga menjelaskan fungsi Cobb Douglas yang
dinamis pada elastisitas jangka panjang.
Penelitian selanjutnya yaitu Katsushi S. Imai, Raghav Gaiha, Ganesh
Thapa (2010) dengan judul Supply Response to Changes in Agricultural
Commodity Prices in Asian Countries. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui respon penawaran dari beberapa komoditas pertanian terhadap
perubahan harga. Komoditas pertanian yang diamati dalam penelitian ini yaitu
jagung, gandum, padi, buah dan sayuran.
Penelitian ini dilakukan pada
sepuluh negara terpilih yang berada di Asia. Penelitian ini menggunakan
pendekatan tidak langsung yang berfokus pada luas areal tanam. Hasil
penelitian ini menunjukkan setiap komoditas memiliki kekuatan dan
kecepatannya masing-masing dalam menanggapi respon terhadap perubahan
harga. Menurut hasil analisis, kebijakan harga disuatu negara dapat
mempengaruhi penawaran yang tinggi akan berdampak pada output elastisitas
yang tinggi pula.
11
Penelitian World Bank (2004) bahwa secara historis, volatilitas harga
kopi telah menjadi kenyataan hidup karena guncangan cuaca (terutama di
Brazil) dan bukan satu-satunya sumber krisis. Beberapa tahun terakhir terjadi
perubahan struktural yang signifikan dalam pasar kopi berarti baru dan
paradigma yang muncul cenderung mendikte masa depan kopi, yang akan
memiliki efek permanen pada penghidupan jutaan orang yang bergantung
padanya. Salah satu bidang perubahan struktural dalam sifat pasokan, terutama
meningkatkan baik kuantitas dan kualitas kopi Brasil dan Vietnam. Tiga negara
tersebut sekarang mencapai sekitar 61% dari total produksi dan, pada tahun
2002, 55% dari ekspor global, masing-masing setelah diperkuatnya dominasi
segmen pasar yang berbeda. Peningkatan akses ke pasar keuangan dan
berjangka khususnya dinegara, seperti Brazil, telah memungkinkan beberapa
negara produsen untuk lebih baik mengelola risiko.
B. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah Kopi
Cerita tentang asal usul kopi berasal dari seorang imam, Ali bin Omer
yang berbuat tidak baik dengan anak perempuan raja, kemudian dibuang ke
pegunungan di Yaman. Disana dia menemukan sebatang pohon dengan
bunga bunga putih dan mencoba seduhan dari biji pohon itu. Ia membawa
biji itu saat dia berziarah ke Mekah, saat itulah penyebaran kopi di Arab dan
menyebar ke daerah lain. Banyak penjelajah Eropa yang pergi ke Levant
(daerah Timur Tengah) melaporkan adanya “minuman hitam yang aneh”.
Tahun 1515 pedaganga-pedagang dari Venesia membawa biji kopi dari
Mekah ke Eropa. Sejak inilah mulailah perdagangan yang menguntungkan
dunia Arab yang mereka jaga hingga 100 tahun dimana selama masa itu
mereka menjadi satu-satunya produsen kopi (Smith, 1985).
Kata “kopi” berasal dari kata Quahweh yang semula adalah istilah
puitis untuk anggur, karena orang Islam dilarang minum anggur, namanya
dijadikan untuk menamai kopi. kata serupa dalam bahasa Turki Kahweh
menjadi Café (Perancis), Caffe (Italia), Kaffee (Jerman), Koffie (Belanda)
dan Coffee (Inggris) dan distilah Coffea dari Bahasa Latin dipakai untuk
12
induk jenis (botanical genus). Di Abyssinia kopi dinamakan bun dan
minuman kopi ialah bunchung, kata ini berasal dari bahasa Jerman istilah
bohn dan bahasa Inggris bean. Kopi juga dinamakan Mocha yang diambil
dari nama pelabuhan Mocha di tepi Laut Merah (Smith, 1985).
Kopi merupakan tanaman perkebunan dan industri berupa semak yang
asalnya tumbuh liar dihutan dataran tinggi Ethiopia, Afrika. Dari Ethiopia,
tanaman kopi menyebar ke negara Arab, Persia hingga tanaman ini tumbuh
subur di negara Yaman. Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama
kali oleh VOC dan ditanam di sekitar Jakarta. Perkebunan kopi berskala
besar menyebar ke daerah Lampung, Sumatra Barat, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Jawa Tengah
(Warintek Progessio, 2006 ).
Percobaan penanaman kopi pada mulanya disekitar Jakarta, setelah
percobaan ini ternyata berhasil, tanaman ini terus ditingkatkan. Mulanya
perkebunan kopi ini banyak terdapat di Jawa Tengah yakni daerah
Semarang, Solo dan Temanggung, dan di Jawa Timur terutama di Besuki
dan Malang. Setelah itu perkembangannya meluas hingga ke Pulau
Sumatera. Karena meluasnya perkebunan kopi, maka hasil yang didapat
melimpah hingga tiba-tiba timbul serangan penyakit daun yang ganas yang
dikenal dengan nama Hemileia vastatrix. Sehingga pada akhirnya
muncullah kopi jenis robusta yang tahan terhadap serangan penyakit ini.
Sampai pada saat ini, tanaman kopi robusta mencapai lebih dari 95%,
sisanya ialah kopi arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi robusta semula
ditanam
dan
diusahakan
oleh
perkebunan
besar,
namun
dalam
perkembangannya tanaman ini telah banyak menjadi tanaman rakyat
(AAK, 1990).
Perkebunan Kopi “Sumber Agung” pada tahun 1870 untuk pertama
kalinya menanam bibit kopi Robusta yang diimpor dari Kongo. Tanaman ini
dinamakan “Robusta” karena pertumbuhannya menjadi tanaman yang
robust (kekar dan tegap) dan tahan berbagai penyakit kopi yang menyerang
tanaman kopi Arabika. Pengenalan kopi Robusta pada masa abad XX
13
menjurus kearah suatu kebangkitan kembali nasib-nasib industri. Jenis
robusta ini tahan terhadap penyakit, tanamannya keras dan memberikan
hasil yang tinggi. Walaupun harga jual kopi robusta ini lebih rendah
daripada kopi arabika, namun pertumbuhan permintaan dunia menuntut
adanya pasar yang cukup kuat (McStocker, 1987).
Kopi yang pertama masuk Indonesia adalah kopi arabika. Kopi jenis
ini masuk pada tahun 1696, akan tetapi tanaman tersebut mati karena
terserang banjir. Tahun 1699 kembali didatangkan bibit-bibit kopi arabika
yang baru. Tanaman ini pertama kali ditanam disekitar Jakarta dan Jawa
Barat, setelah berhasil barulah disebar ke seluruh Indonesia. Tanaman ini
setelah satu abad kemudian menjadi tanaman rakyat. Salah satu perkebunan
yang telah mengusahakan tanaman ini berada di Semarang dan Temanggung
(Mulyana, 1983).
2. Budidaya Kopi
Kopi Arabika dan Kopi Robusta membutuhkan lingkungan ekologis
yang sedikit berbeda untuk tumbuh. Kopi Arabika adalah jenis tanaman
dataran tinggi yang biasanya tumbuh pada ketinggian 600-2000 mdpl,
sedangkan kopi robusta tumbuh dihutan equator yang lembab pada
ketinggian hingga 800 mdpl. Kedua varietas ini tumbuhan lebih baik pada
tanah yang kaya zat organik dan dengan sistem irigasi yang baik dimana
curah hujan mencapai kira-kira 1500-2000 mm/tahun. Kedua varietas ini
tidak tahan jika ada angin dingin dan cuaca penuh es (frost) walaupun kopi
arabika cenderung bertahan lebih lama daripada kopi robusta dimana ada
variasi cuaca menurut musimnya (Coffe to 1991, 1987).
Tanaman kopi akan tumbuh baik bila suplai air cukup tersedia,
walaupun kelembaban nisbi yang rendah. Udara yang sangat kering selama
periode pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi akan menyebabkan
penurunan hasil. Sebaliknya kelembaban nisbi yang berlebihan akan
merangsang pertumbuhan jamur yang serius bagi tanaman kopi. Untuk itu
upaya pengaturan kelembaban nisbi perlu dilakukan dengan mengatur
naungan (Syamsulbahri, 1996).
14
Penambahan unsur hara tanaman terutama dititikberatkan pada unsurunsur makro. Pemupukan tidak menyebutkan memerlukan semua unsur
makro, melainkan secara umum yang dibutuhkan adalah tiga unsur pokok
yaitu N, P, K. Masing-masing akan memainkan peranannya didalam proses
pertumbuhan kopi. Ketiga unsur utama dan beberapa unsur lainnya sangat
diperlukan dan tidak dapat ditukar dengan unsur lain. Kopi muda
mempunyai kebutuhan khusus akan N dan P2O5, maka setelah tanaman kopi
dewasa akan memerlukan lebih banyak lagi unsur K2O. Tanaman kopi
sangat penting untuk mendapatkan unsur hara yang seimbang setiap saat.
Unsur makro lainnya seperti C dan O diserap tanaman dalam bentuk CO2
dari udara, selain itu O dapat pula diserap dalam bentuk senyawa-senyawa
lain, diantaranya NO3, HPO4. Untuk H juga demikian, seperti halnya unsur
O, senyawa ini diserap melalui H2O (air). Unsur Ca dan Mg selain terdapat
didalam pupuk juga terdapat dialam yaitu senyawa kapur (AAK, 1990).
Pemupukan yang dilakukan umumnya 2 kali dalam setahun yaitu pada
saat awal musim hujan dan akhir musim hujan dengan tujuan untuk
meningkatkan produksi tanaman. Pada tahun pertama setiap tanaman
dipupuk dengan urea sebanyak 50 gr, TSP 25 gr, dan KCL 20gr, semakin
tinggi umur tanaman maka semakin banyak dosis pupuk yang diberikan
agar menghasilkan masa kemasakkan buah yang bagus dan kualitas yang
bagus pula. Penanaman pohon pelindung sangat diperlukan dalam
membangun sebuah perkebunan kopi khususnya untuk tanaman kopi
arabika jumlah pohon pelindung lebih sedikit dibandingkan dengan
perkebunan kopi robusta. Pohon pelindung berfungsi sebagai pupuk hijau.
Untuk pemangkasan dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah
pemupukan ini dilakukan agar tanaman tidak mudah terserang penyakit
serta kuantitas buah yang dihasilkan tidak sedikit (Anggara dan Sri, 2011).
Hasil produksi kopi yang optimal sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor produksi yang mendukung proses produksi kopi tersebut. Faktor
produksi tersebut adalah lahan, modal, tenaga kerja, dan faktor lingkungan.
Masing masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait
15
satu sama lain. Salah satu faktor saja yang tidak tersedia maka proses
produksi tidak akan berjalan dengan baik. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi proses produksi seperti iklim, kondisi lingkungan, kondisi
tanah (Daniel, 2002).
Tananaman kopi menghendaki intensitas sinar matahari tidak penuh
dan teratur maka dibutuhkan tanaman pelindung untuk mengatur intensitas
cahaya yang masuk ke pertanaman. Tanaman penutup tanah juga diperlukan
untuk mencegah erosi dan menekan tumbuhnya gulma. Penanaman tanaman
pelindung dilakukan pada saat musim hujan. Tahapan penanaman tanaman
pelindung terdiri dari penyemaian benih dibedengan, pemindahan bibit
semai ke areal pertanaman jika sudah berumur minimal 4-5 bulan dan
penanaman. Tanaman yang dipilih sebagai tanaman pelindung adalah
tanaman yang tidak “manja” sehingga tidak membutuhkan perawatan yang
merepotkan (Suwarto et.al., 2014).
Pemangkasan kopi bertujuan untuk mengatur pertumbuhan vegetatif
tanaman kopi kearah pertumbuhan generatif yang lebih produktif.
Pemangkasan ini dilakukan untuk membuang cabang-cabang yang terserang
hama dan penyakit dan juga membuang cabang-cabang yang sudah tidak
produktif lagi (Mulyana, 1983). Tanaman kopi jika dibiarkan dari kecil
hingga dewasa akan mencapai tinggi 7-9 m, sehingga akan menyulitkan
pemeliharaan dan pemungutan hasil (AAK, 1990). Empat tahapan dalam
pemangkasan kopi yaitu pemangkasan penbentukan tajuk, produksi atau
pemeliharaan, cabang primer dan peremajaan. Pemangkasan tajuk bertujuan
untuk membentuk kerangka pohon sehingga pohon tidak terlalu tinggi,
menghasilkan cabang yang kuat, letaknya teratur, arahnya menyebar dan
produktif. Pemangkasan tajuk dibedakan menjadi pemangkasan tajuk
berbatang tunggal dan berbatang ganda. Pemangkasan tajuk berbatang
tunggal untuk tanaman berbatang kuat yang dilakukan sekali tanpa bayonet.
Bayonet adalah cabang reproduktif yang dibiarkan tumbuh setelah
pemangkasan batang. Pemangkasan batang berbatang ganda banyak
16
dilakukan di perkebunan rakyat pada tanaman kopi robusta yang diusahakan
secara intensif.
3. Kopi Robusta
Tanaman Kopi adalah pohon kecil yang bernama perpugenus coffea
dari familia Rubiaceae dan jenis kelamin Coffea. Tanaman kopi umumnya
berasal dari benua Afrika, termasuk dari familia Rubiaceae dan jenis
kelamin Coffea. Kopi bukan produk produk homogen, terdapat beberapa
varietas dan cara pengolahannya. Diseluruh dunia kini terdapat sekitar 4500
jenis kopi, yang dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
a. Coffea Canephora, yang salah satu varietasnya menghasilkan kopi
dengan nama dagang Robusta
b. Coffea Arabika menghasilkan kopi dengan nama dagang Arabica
c. Coffea Excelsa menghasilkan kopi dengan nama dagang Exelsa
d. Coffea Liberica menghasilkan kopi dengan nama dagang Liberica
(Wilson, 1995).
Berikut taksonomi kopi robusta :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subkelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea canephora var. robusta
(Rahardjo, 2012).
Kopi Robusta (Coffea canephora) dimasukkan ke Indonesia pada
tahun 1900. Kopi ini ternyata tahan penyakit karat daun, dan memerlukan
syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh
lebih tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi-
17
kopi lainnya. Saat ini lebih dari 90% dari areal pertanaman kopi Indonesia
terdiri atas kopi Robusta (Prastowo et.al., 2010).
Kopi Robusta berbuah tiga tahun setelah ditanam. Buahnya masak 8
bulan sesudah berbunga. Kualitasnya ada tiga macam yaitu canephora,
quillore, dan uganda. Daya penyegar yang terdapat pada kopi itu
disebabkan adanya alkaloid caffeine. Kopi Robusta mengandung kadar
kafeina 2%. Akan tetapi kadar kafeina yang dikeluarkan dari kopi sehingga
hanya tersisa 0,3% supaya dapat diminum penderita jantung. Kadar kafeina
yang terdapat dalam kopi robusta sedikit lebih tinggi dibanding kopi
arabika. Sebaliknya, jenis kopi arabika lebih banyak mengandung zat gula
dan minyak atsiri (Siswoputranto, 1976).
Warna kopi mentah yang dianggap paling baik untuk jenis robusta
adalah hijau sampai hijau kebiru-biruan. Warna kopi kuning hanya untuk
pasar lokal dan dianggap tak layak diekspor. Warna kopi kelabu-hijau
menunjukkan kesalahan selama pengeringan. Bau dari kopi memberi
petunjuk apakah biji tersebut diolah secara normal atau tidak. Bau yang
asam menunjukkan proses fermentasinya yang terlampau lama atau
tersimpan dalam keadaan basah dan dikeringkan secara kurang sempurna.
Rasa kopi dinilai dengan cara membakarnya terlebih dahulu selama 15 – 20
menit dan kemudian digiling (Spillane, 1990).
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di
Indonesia adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai
dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi robusta. Umumnya petani masih
menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang memiliki buah
lebat atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam.
Penggantian bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik
dengan metode sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada,
maupun
penanaman
(Prastowo et.al. , 2010).
baru
dengan
bahan
tanaman
asal
stek
18
Perkebunan rakyat kopi robusta yang ada di Kabupaten Temanggung
biasanya memiliki pola tanam monokultur dengan beberapa tanaman
pelindung. Jenis tanaman pelindung yang biasa digunakan antara lain
Lamtoro (Leucaena glauca), Dadap (Erythrina subumbrans, dadap serep)
dan Sengon (Albizzia falkata; A. sumatrana). Selain itu juga Tanaman
Sengon namun hanya dipakai di tempat-tempat tinggi diatas 1000-1500
mdpl (Bappeda Kabupaten Temanggung, 2015).
4. Teori Penawaran
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual
pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga
tertentu. Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada
berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor yang
terpenting dari penawaran adalah (a) harga barang itu sendiri, (b) harga
barang lain, (c) biaya faktor produksi (d) teknologi, (e) tujuan perusahaan,
(f) ekspektasi (ramalan) (Sukirno, 2005). Penawaran jika ditinjau dari
jumlah barang yang ditawarkan maka penawaran dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu penawaran perorangan dan penawaran kolektif.
Penawaran individu adalah jumlah barang yang akan dijual oleh seorang
penjual. Penawaran kolektif disebut juga penawaran pasar. Penawaran
kolektif adalah keseluruhan jumlah suatu barang yang ditawarkan oleh
penjual dipasar. Penawaran pasar merupakan penjumlahan dari keseluruhan
penawaran perorangan.
Penawaran adalah banyaknya komoditas pertanian yang ditawarkan
oleh produsen atau penjual. Sedangkan hukum penawaran (law of supply)
pada dasarnya menyatakan makin tinggi harga suatu barang, makin banyak
jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh para produsen atau
penjual dengan anggapan faktor-faktor lain tidak berubah (Daniel, 2004).
Fungsi penawaran adalah suatu fungsi yang menyatakan hubungan
antara produksi atau jumlah produksi yang ditawarkan dengan harga,
menganggap faktor lain sebagai teknologi dan harga input yang digunakan
adalah tetap. Penawaran individu adalah penawaran yang disediakan oleh
19
individu produsen, diperoleh dari produksi yang dihasilkan. Besarnya
jumlah produksi yang ditawarkan ini akan sama dengan jumlah permintaan,
sedangkan penawaran agregat merupakan penjumlahan dari penawaran
individu (Soekartawi, 1995).
Faktor waktu dalam kurva penawaran sangat penting karena hasilhasil pertanian bersifat musiman, yaitu bulanan atau tahunan sehingga suatu
kenaikan harga di pasar tidak dapat segera diikuti dengan naiknya
penawaran jika panen belum tiba. Ini berarti tingkat elastisitas penawaran
adalah inelastis dalam jangka pendek. Pengaruh harga tidak dapat
dibalikkan karena kalau kenaikan harga setelah beberapa waktu tertentu
mendorong kenaikan jumlah yang ditawarkan maka penurunan harga tidak
dapat mengembalikan jumlah penawaran pada tingkat sebelumnya
(Mubyarto, 1995).
Model dasar fungsi penawaran secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut :
QQ==ff(Pt-1,
(Pt-1,At,
At,Wt,
Wt,Ut)
Ut)
Keterangan :
Q
Pt-1
At
Wt
Ut
= Jumlah produksi
= Tingkat harga sebelumnya
= Luas areal tanam
= Curah hujan
= Variabel pengganggu (Ghatak dan Ingersent, 1984).
Gambar 1. Gerakan Sepanjang Kurva Penawaran dan Perubahannya
20
Analisis mengenai penawaran dibedakan antara pengertian gerakan
sepanjang kurva penawaran sedangkan perubahan faktor-faktor lain diluar
harga dapat menimbulkan pergeseran kurva tersebut. Keadaan ini dapat
dilihat pada Gambar 1 tentang gerakan sepanjang kurva penawaran.
Dimisalkan pada mulanya kurva penawaran adalah SS. Titik A
menggambarkan bahwa pada waktu harga P jumlah barang yang ditawarkan
sebesar Q. Sekiranya harga turun menjadi P1 maka hubungan diantara harga
dan jumlah yang ditawarkan pindah ke titik B. Sekarang jumlah yang
ditawarkan sebanyak Q1. Perubahan ini menggambarkan gerakan sepanjang
kurva penawaran. Perubahan dalam jumlah yang ditawarkan dapat pula
berlaku sebagai akibat dari pergeseran kurva penawaran dari SS menjadi
S1S1 atau S2S2 menggambarkan perubahan penawaran. Gambar 1
menunjukkan pergeseran kurva penawaran dari SS menjadi S1S1
menyebabkan jumlah yang ditawarkan
bertambah dari Q menjadi Q1
walaupun harga tetap sebesar P. Keadaan ini ditunjukkan oleh titik A1.
Pergeseran SS menjadi S2S2 menggambarkan pengurangan penawaran.
Akibat pergeseran tersebut (titik A2), pada harga P jumlah yang ditawarkan
para penjual sebanyak Q3 (Sukirno, 2005).
Kurva penawaran menggambarkan hubungan antara jumlah barang
yang ditawarkan dengan harga barang tersebut. Kurva penawaran suatu
barang mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum
penawaran. Keadaan lainnya adalah tetap (cateris paribus), maka jika harga
suatu barang naik, jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah karena
produsen akan berusaha menggunakan kesempatan untuk memperbesar
keuntungannya. Sebaliknya, jika harga barang itu turun, jumlah barang
ditawarkan akan berkurang. Adapun faktor-faktor selain harga yang
mempengaruhi penawaran antara lain teknik produksi dan harga sumbersumber, perubahan harga barang-barang lain, ekspektasi harga di masa
depan, banyaknya produsen serta pajak dan subsidi (Antriyandarti, 2012).
21
5. Teori Cobweb
Hubungan antara fluktuasi harga dan produksi pertanian merupakan
kasus yang penting dan banyak diteliti para ahli ekonomi pertanian.
Sebagaimana diketahui barang pertanian mengalami keterlambatan waktu
(time lag), untuk menyesuaikan diri dengan permintaan pasar, sehingga
untuk mengetahui bagaimana keseimbangan pasar terjadi pada barangbarang
produksi
pertanian
maka
dipergunakan
teori
Cobweb
(Mubyarto, 1995).
Model formal yang sangat sederhana untuk menjelaskan adanya
respon kelambanan terhadap terjadinya perubahan-perubahan dalam harga
maupun variabel-variabel lain adalah model Cobweb. Dalam model ini
diasumsikan adanya kaitan antara jumlah yang diproduksi dipengaruhi oleh
harga yang diharapkan. Harga yang tinggi akan mendorong produsen untuk
meningkatkan produksi dan penawaran. Jumlah penawaran yang besar akan
menyebabkan harga turun (jatuh), selanjutnya harga rendah diikuti
penawaran yang rendah dan seterusnya. Dengan demikian teorema Cobweb
adalah:
a. Terdapat selang waktu (time lag) antara keputusan untuk berproduksi
dengan kenyataan produksi yang terjadi (panen)
b. Produsen mendasari keputusannya pada harga sekarang atau
pengalaman harga yang baru saja dihadapi. Maka produksi sekarang
karena selang waktu (time lag) akan dipengaruhi harga masa lalu
c. Harga yang terjadi sekarang ditentukan oleh besarnya penawaran yang
ada dari hasil produksi sekarang (Sudiyono, 2005).
Siklus harga dan produksi yang naik turun dalam jangka waktu
tertentu disebut siklus Cobweb. Kasus cobweb ini dapat dibagi menjadi 3
yaitu :
a.
Kasus I : Siklus yang mengarah pada fluktusi yang jaraknya tetap.
b.
Kasus II : Siklus yang mengarah pada titik keseimbangan
c.
Kasus III : Siklus yang mengarah pada eksplosi harga, yaitu yang
berfluktuasi dengan jarak yang semakin membesar.
22
P
40
P
S
Kasus I
1
D
Kasus II
S
40
3
30
30
2
25
20
S
D
0
20
30
Q
40
0
20
D
27,5
30
35
Q
1
P
D
1
Kasus III
S
40
30
3
2
D
15
S
0
11 20
30
44
Q
Gambar 2. Kasus Cobweb
Asumsi yang dipakai dalam Cobweb Theorem adalah :
1) Adanya persaingan sempurna dimana semata-mata penawaran
ditentukan oleh reaksi produsen perseorangan terhadap harga. Harga
ini oleh setiap produsen dianggap tidak akan berubah dan produsen
juga menganggap jumlah produksinya tidak akan memberikan
pengaruh yang berarti terhadap pasar.
2) Periode produksi memerlukan waktu tertentu, sehingga penawaran
tidak dapat secara langsung bereaksi terhadap harga tetapi diperlukan
jangka waktu tertentu.
3) Harga ditentukan oleh jumlah barang yang datang ke pasar dan harga
itu cepat bereaksi terhadapnya.
Kasus I Cobweb memnunjukkan harga keseimbangan adalah Rp 30,
dan jumlah keseimbangan juga 30. Tiba-tiba karena suatu sebab, misalnya
adanya penyakit, jumlah yang dipasarkan turun menjadi 20 dan ini
mendorong harga naik menjadi Rp 40. Pada harga ini produsen mulai
menambah produksi barangnya dan setelah lampau periode produksi maka
23
jumlah barang yang lebih banyak (40) yang sampai ke pasar menyebabkan
jatuhnya lagi harga menjadi Rp 20. Harga yang jatuh ini mendorong
pengurangan produksi menjadi 20 lagi dan seterusnya siklus berputar lagi.
Kasus II harga keseimbangan adalah sama dengan Rp 30 dengan
jumlah keseimbangan juga 30. Namur begitu setelah periode I harga naik
menjadi Rp 40, maka produksi diperbesar tetapi tidak sebesar dalam kasus I
melainkan hanya Rp 35. Ini menyebabkan harga turun tetapi juga tidak
sebesar kasus I (Rp 25). Penurunan ini juga menyebakan produsen juga
memperkecil produksinya (27,5) lagi dan demikian seterusnya. Perbedaan
terpenting dari kasus I dan kasus II adalah kurang elastisnya kurva
penawaran pada kasus II. Hal ini menyebabkan siklus menjurus kepada
harga keseimbangan yang lama (Rp30).
Kasus III kurva penawaranya elastis sekali sehingga penambahan
produksi sebagai reaksi atas kenaikan harga relatif besar dan ini
menyebabkan siklus menjurus kearah eksplosi. Atau dengan kata lain bahwa
siklus akan menjadi stabil bila angka elastisitas permintaan sama dengan
angka elastisitas penawaran, menyatu (converge) bila lebih besar dan
meledak (explode) bila lebih kecil.
Ketiga kasus Cobweb ini mungkin sukar ditemukan dalam praktek
namun perilaku dan reaksi petani pada umumnya termasuk di Indonesia
memang serupa itu. Jika harga komoditas x naik maka petani menjadi
terlalu optimis dan petani di seluruh desa serentak menanam tanaman x
dengan harapan harga akan terus naik. Namun pada saat panen yang
serentak ternyata harga x jatuh, semua menderita rugi dan tidak ada petani
yang menanam tanaman x musim berikutnya. Hal ini menyebabkan harga
tanaman x naik tinggi sekali pada musim berikutnya karena jumlah yang
ditawarkan ke pasar sangat sedikit (Mubyarto, 1995).
6. Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran merupakan perbandingan antara persentase
perubahan jumlah barang yang ditawarkan terhadap persentase perubahan
harga, dengan pengertian dan anggapan bahwa harga merupakan satu-
24
satunya faktor penyebab dan faktor lain dianggap tetap (Mubyarto, 1995).
Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain :
a. Sifat ketahanan barang
Apabila suatu barang tidak tahan lama (mudah rusak/membusuk) seperti
halnya hasil-hasil pertanian, maka barang tersebut cenderung memiliki
penawaran yang inelastis. Barang tersebut biasanya tidak terlalu sensitif
terhadap perubahan harga. Sebagai contoh, peningkatan harga sayuran
tidak serta merta mengakibatkan perubahan (kenaikan) jumlah barang
yang ditawarkan.
b. Biaya dan kemudahan penyimpanan barang
Barang dengan biaya penyimpanan yang mahal cenderung memiliki
derajat elastisitas penawaran yang rendah.
c. Waktu
Dalam jangka pendek, penawaran cenderung inelastis karena tidak
mudah bagi produsen untuk menyesuaikan jumlah barang yang
ditawarkan secara cepat sebagai respon dari perubahan harga. Sementara
itu, dalam jangka panjang, penawaran akan lebih responsif terhadap
perubahan harga sehingga penawarannya lebih elastis.
d. Sifat alamiah suatu barang
Produk-produk primer memiliki elastisitas yang rendah dibandingkan
dengan produk-produk manufaktur yang memiliki elastisitas penawaran
yang tinggi relatif terhadap perubahan harga. (Sudarman, 2000).
Makin besar angka elastisitas ini makin besar elastisitas penawaran,
artinya perubahan harga yang relatif kecil mengakibatkan perubahan jumlah
yang ditawarkan relatif besar. Elastisitas harga atau harga yang ditawarkan
adalah nol (0) bila kurva penawaran merupakan garis vertikal (harga tidak
berpengaruh pada jumlah yang ditawarkan, tak terhingga bila kurva
penawaran berbentuk horisontal yang berarti bahwa jumlah yang ditawarkan
tidak terbatas pada harga tertentu (Mubyarto, 1995).
25
Gambar 3. Jenis-jenis Kurva Elastisitas
Kurva penawaran memiliki kemiringan (slope) yang positif. Kenaikan
jumlah harga menyebabkan kenaikan jumlah yang akan dijual. Kurva
penawaran mempunyai elasitisitas yang positif. Jika kurva penawarannya
vertikal maka jumlah yang ditawarkan tidak akan berubah dengan adanya
perubahan harga- elastisitas penawarannya sama dengan nol (Lipsey,1990).
Persoalan penggantian satu tanaman dengan tanaman lain jika harga
salah satu tanaman tersebut berubah merupakan keputusan yang diambil
petani. Dilihat dari segi tanaman yang diganti maka akan ada efek substitusi
dari perubahan harga. Mengganti komoditas yang ditanam berarti
menunjukkan adanya elastisitas silang, dengan rumus sebagai berikut :
Apabila elastisitas ini positif maka barang X dan barang Y merupakan
barang dihasilkan bersama (joint product), misalnya beras dan dedak yang
dihasilkan bersama dalam penggilingan padi. Sedangkan apabila elastisitas
silang ini negatif artinya kenaikan harga barang Y mengakibatkan
penurunan jumlah barang X yang ditawarkan, maka barang X dan Y adalah
barang yang bersaing (competiting products), misalnya padi dan tembakau.
Besar kecilnya angka elastisitas mengukur erat tidaknya hubungan dari
kedua hasil pertanian itu (Mubyarto, 1995).
26
Elastisitas penawaran terhadap harga mengukur seberapa banyak
kuantitas penawaran atas suatu barang berubah mengikuti perubahan harga
barang tersebut. Penawaran suatu barang dikatakan elastis jika perubahan
harga barang menyebabkan kuantitas penawaran yang cukup besar.
Sebaliknya, penawaran dikatakan tidak elastis atau inelastis apabila
kuantitas penawaran itu sedikit saja berubah ketika harganya berubah.
Menurut Sukirno (2005) terdapat dua faktor yang mempengaruhi
elastisitas penawaran yaitu
1) Sifat Perubahan Biaya Produksi
Bagaimana biaya produksi akan berubah sekiranya harus dilakukan
pertambahan produksi, ini sangat mempengaruhi elastisitas penawaran.
Apakah biaya produksi akan meningkat dengan cepat atau akan
mengalami pertambahan yang sedikit saja, apabila produksi ditambah,
tergantung pada banyaknya faktor. Salah satu faktornya yaitu dimana
tingkat penggunaan kapasitas alat produksi yang dimiliki. Bila
kapasitasnya telah mencapai tingkat yang tinggi, maka diperlukan
investasi untuk menambah produksi. Keadaan ini menunjukkan kurva
penawaran yang tidak elastis.
2) Jangka waktu analisis
Jangka waktu analisis dibedakan menjadi tiga, yaitu masa amat singkat,
jangka pendek dan jangka panjang. Masa amat singkat adalah jangka
waktu dimana penjual tidak dapat menambah penawarannya maka
penawarannya bersifat tidak elastis sempurna. Jangka pendek dimana
kapasitas alat produksi tidak dapat ditambah tetapi produsen dapat
mengoptimalkan kapasitas produksi yang tersedia. Jangka panjang
dimana produsen dapat dengan mudah menambah produksi dan jumlah
barang yang ditawarkan, maka penawarannya bersifat elastis,.
Faktor waktu dalam kurva penawaran sangat penting karena hasilhasil pertanian bersifat musiman, yaitu bulanan atau tahunan sehingga suatu
kenaikan harga di pasar tidak dapat segera diikuti dengan naiknya
penawaran jika panen belum tiba (Mubyarto, 1995).
27
7. Model Statis dan Dinamis
Para pakar ekonomi seringkali menggunakan terminologi teori dan
model secara bergantian. Secara sederhana model adalah miniatur realitas
ekonomi. Model yang baik adalah model yang mendekati kebenaran
realitas. Untuk dapat memberikan gambaran yang mendekati realitas maka
model harus memuat representasi bagian-bagian penting dari detail
fenomena ekonomi yang dimodelkan. Model sangat penting peranannya
sebagai suatu perangkat untuk mengukur atau mensimulasikan suatu
fenomena ekonomi (Koerniawati, 2010).
Adam Smith dalam The Wealth of Nations memaparkan hubunganhubungan ekonomi yang dikajinya secara verbal. Para ekonom abad 19
cenderung memilih eksposisi grafis untuk menerangkan teori mereka.
Gambar lebih efisien daripada bahasa. Adapun penggunaan matematika
sebagai alat untuk menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi menjadi
populer setelah Paul Samuelson mempublikasikan karyanya yang berjudul
Foundation of Economic Analysis pada tahun 1947. Pada perkembangan
selanjutnya seiring dengan semakin diterimanya matematika dan statistika
sebagai alat analisis dalam ilmu ekonomi, berkembanglah metode
ekonometrika yang memungkinkan kuantifikasi hubungan ekonomi,
estimasi model dan peramalan.
Ilmu ekonomi juga diklasifikasikan menjadi ilmu ekonomi statis dan
dinamis. Ekonomi statis berkaitan dengan gambaran fenomenal peristiwa
ekonomi pada suatu waktu tertentu. Sementara ekonomi dinamis berkaitan
dengan proses ekonomi. Para pakar ekonomi mengilustrasikan ekonomi
statis sebagai sebuah potret peristiwa ekonomi sementara ekonomi dinamis
merupakan
film
dokumenter
mengenai
suatu
peristiwa
ekonomi
(Debertin, 1986). Model statis sendiri dapat didefinisikan sebagai model
ekonomi mikro yang mengabaikan dimensi waktu atau tidak memasukkan
unsur
waktu
dalam
modelnya.
Sedangkan
model
dinamis
dapat
didefinisikan sebagai model ekonomi yang analisisnya mempertimbangkan
28
perubahan dari waktu ke waktu, sehingga waktu dimasukkan dalam variabel
yang dipertimbangkan dalam model.
Menurut Ekananda (2015) masalah yang kerap terjadi pada model
data time series dimana terdapat regressor lag dependen variabel, sehingga
model ini dijadikan estimator terbaik dalam beberapa kasus salah satunya
analisis data panel dinamis. Terdapat dua jenis model data panel yaitu model
dinamis dan non dinamis. Berikut persamaan model non dinamis
Yit = ἀi + β’x it + έ it
Atau format lain dapat dalam bentuk
Yit + ἀi +
β k x kit + έ it
Sedangkan untuk model dinamis dapat dituliskan
Yit = ἀi + β’x it + ϓy it-1 + έ it
Asumsi dasar regresi adalah bahwa variabel dependen memiliki korelasi
dengan residu sedangkan regressor tidak boleh memiliki hubungan dengan
residu.
8. Penyesuaian Parsial Nerlove
Model Penyesuaian Parsial atau Partial Adjustment Model merupakan
model yang dikembangkan Marc Nerlove yang merupakan rasionalisasi dari
Model Koyck. Model ini lebih mendasarkan pada segi-segi teknis, kekakuan
(rigidities) atau ketidakluwesan kelembagaan (inertit), perubahan dan
lainnya (Supranto, 1984).
Model penyesuaian Nerlove terdiri dari tiga persamaan, yaitu
(1) At
= A t-1 + δ (A*t - At-1)
(2) P*t
= P*t-1 + β (Pt-1 – P*t-1)
(3) A*t
= a0 + a1 P*t + a2 Zt + Ut
Keterangan:
At
= areal yang sebenarnya dibudidayakan pada periode t
Pt
= harga yang berlaku pada periode t
A*t
= areal yang diharapkan untuk dibudidayakan di periode t
P*t
= harga yang diharapkan pada waktu t
29
Zt
= faktor-faktor eksogen lain yang mempengaruhi penawaran di
waktu t
Ut
= faktor-faktor eksogen lain yang tidak diamati dalam waktu t
a0, δ, β = parameter yang diestimasi
(Braulke, 1982).
Menurut Riaz et.al. (2013) mengemukakan bahwa output yang
diinginkan pada periode t (A*t ), tergantung dari harga komoditas pada
periode ke-t (Pt)
dan nilai variabel X pada waktu ke-t, atau dapat
dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:
A*t
= a0 + a1 Pt + a2 Xt + Ut
Persamaan tersebut tidak dapat diestimasi karena dalam persamaan
tersebut terdapat variabel A*t yang tidak dapat diobservasi sehingga untuk
mengatasi maka harus dibuat hipotesis yang merupakan suatu hipotesis
perilaku penyesuaian parsial. Jika δ = 0, maka tidak ada perubahan apapun
terhadap areal tanam, jika
δ = 1, maka perubahan areal tanam yang
diinginkan sama dengan perubahan areal tanam yang terjadi. Berikut
hipotesis parsial yang berkaitan dengan luas areal tanam.
At - A t-1 = δ (A*t - A t-1) atau At = δ A *t + (1 - δ ) A t-1
Keterangan:
At - A t-1
= perubahan luas areal yang terjadi
A*t - A t-1
= perubahan luas areal yang diinginkan
Pt
= tingkat harga yang diharapkan pada waktu t
Xt
= nilai variabel X pada waktu t
δ
= koefisien penyesuaian, nilainya 0 ≤ δ ≤ 1
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang memegang peranan penting
dalam perekonomian Indonesia. Diestimasikan tidak kurang dari 1,84 juta
keluarga yang pendapatan utamanya bergantung pada komoditas kopi. Selain
itu kurang lebih 1 juta keluarga mengandalkan pendapatannya dari industri hilir
kopi, posisi tersebut menunjukan bahwa peranan petani kopi dalam
30
perekonomian nasional cukup signifikan. Ekspor komoditas kopi mampu
menghasilkan devisa negara. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Temanggung tahun 2013, total luas areal tanam
kopi robusta yaitu 8.158,55 Ha dan total luas areal tanam kopi arabika 1.377,82
Ha, sehingga di Kabupaten Temanggung produksi yang dihasilkan lebih
banyak untuk jenis kopi robusta. Perkembangan luas areal, produksi dan harga
kopi robusta di Kabupaten Temanggung mengalami perubahan setiap tahunnya
sehingga hal itu akan mempengaruhi penawaran kopi robusta di Kabupaten
Temanggung.
Penawaran (supply) dalam ekonomi manajerial dapat didefinisikan
sebagai kuantitas produk (barang atau jasa) yang ditawarkan untuk dijual
dipasar, yang secara umum sangat tergantung pada sebagian besar variabel.
Parra ahli ekonomi telah merumuskan beberapa variabel penting yang
mempengaruhi penawaran suatu produk (Qs), antara lain :
a. Harga dari produk yang ditawarkan
b. Harga dari input yang digunakan untuk memproduksi produk tersebut
c. Harga produk lain yang berkaitan dalam produk yang ditawarkan
d. Tingkat teknologi yang tersedia
e. Ekspektasi produsen berkaitan dengan harga produk yang ditawarkan
pada masa mendatang
f. Banyaknya perusahaan yang memproduksi produk sejenis yang
ditawarkan
g. Faktor-faktor spesifik lain yang berkaitan dengan penawaran terhadap
produk tersebut, misalnya kondisi perekonomian negara, fasilitas dari
pemerintah, keadaan politik, dll (Gaspersz, 1999).
Fungsi penawaran diestimasi dengan suatu pendekatan, terdapat dua
pendekatan, pendekatan tidak langsung (luas areal tanam) dan pendekatan
langsung (jumlah produksi). Penelitian ini menggunakan pendekatan langsung
yang berfokus pada jumlah produksi. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan
menganalisis hubungan penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung
dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya menggunakan analisis
31
regresi linier berganda dengan memasukkan model analisis lag yang
didistribusikan dengan pendekatan model penyesuaian parsial Nerlove. Model
Penyesuaian Parsial atau "Partial Adjustment Model " atau dikenal juga dengan
istilah "Stock Adjustment Model", pada dasarnya merupakan bentuk
rasionalisasi Model Koyck yang dikembangkan oleh Marc Nerlove pada tahun
1958. Model Koyck (1954) adalah metode sederhana yang digunakan dalam
mengestimasi hubungan peubah tidak bebas (dependent) dengan peubah bebas
(independent) yang dalam persamaannya mengakomodasi peubah beda kala
(lag) (Gujarati, 1995).
Penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung juga dipengaruhi
oleh variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran kopi robusta, sehingga
dapat dituliskan fungsi penawarannya sebagai berikut :
Qt = a0 + a1 Pt-1 + a2 Q t-1+ a3 At + a4 Pab-1 + a5 Pur + a6 Wt + e…....... (1)
Keterangan:
Qt
: Penawaran kopi robusta pada tahun t (kg)
a0
: Konstata.
a1-6
: Koefisien regresi dari variabel bebas.
Pt-1
:Harga kopi robusta pada tahun t-1 (Rp/kg).
Qt-1 :Jumlah produksi kopi robusta pada tahun t-1 (kg).
At
:Luas areal tanam kopi robusta pada tahun t (Ha).
Pab-1 : Harga kopi arabika pada tahun t-1 (Rp/kg).
Pur
: Harga pupuk urea pada tahun t (Rp/kg).
Wt
: Rata-rata curah hujan pada tahun t (mm/th).
e
: Error
Penawaran kopi robusta (Qt) tidak dapat diamati secara langsung karena
proses produksi belum berjalan, oleh karena itu Nerlove mendalilkan hipotesis
yang disebut sebagai model penyesuaian parsial (Partial Adjustment Model)
yaitu :
32
Qt – Qt-1 = α (Qt* - Qt-1)
............... (2)
Keterangan
α
= koefisien penyesuaian (adjustment coefisien), sehingga 0< α <1
Qt* – Qt-1 = perubahan yang diinginkan (desired change)
Qt – Qt-1 = perubahan yang sebenarnya (actually change)
Persamaan (2) kemudian dapat menjadi :
Qt = α (Qt*- Qt-1) + Qt-1
sehingga menjadi Qt = α Q*t + (1- α) Qt-1
............... (3)
masukkan persamaan (1) ke persamaan (3) maka diperoleh :
Qt = α (a0 + a1 Pt-1+ a2 Att-1+ a3 Pab-1 + a4 Pur + a5 Wt) + (1- α) Qt -1
Sehingga dapat menjadi
Qt = α a0 + α a1 Pt -1 + α a2 At + α a3 Pab-1 + α a4 Pur + α a5 Wt +(1-δ)Qt-1 + e
........ (4)
Persamaan (4) merupakan persamaan fungsi penawaran jangka pendek,
yang dapat diobservasi. Penyederhanaan dari persamaan (4) dapat ditulis
menjadi :
Qt = A0 + A1 Pt-1+ A2 Qt-1+ A3 At+ A4 P ab-1+ A5 Pur + A6 Wt + e ........ (5)
Persamaan (5) dapat dibuat dalam bentuk logaritma natural diperoleh
persamaan sebagai berikut :
Ln Qt = A0 + A1 Ln Pt-1 + A2 Ln Q t-1+ A3 Ln At + A4 Ln P ab-1 + A5 Ln Pur
+ A6 Ln Wt 1 + e
Menurut Supranto (1984) alasan utama adanya beda kala (time lag) dapat
terjadi adalah:
1. Alasan psikologis, disebabkan oleh kekuatan kebiasaan (habit)
2. Alasan yang bersifat teknologi, misalkan harga modal (capital) turun
dibandingkan dengan tenaga kerja (labour), yang menyebabkan subtitusi
mengganti tenaga kerja dengan mesin. Perubahan ini terjadi dari padat karya
(labour intensive) menjadi (capital intensive). Penambahan modal
memerlukan waktu (masa persiapan)
33
3. Alasan-alasan institusi atau kelembagaan, misalkan adanya kewajiban yang
bersifat kontrak dapat mencegah perusahaan untuk beralih dari suatu sumber
tenaga kerja ke sumber tenaga kerja yang lain atau sumber bahan mentah
yangsatu ke sumber lainnya.
Untuk mengestimasi besarnya perubahan penawaran sebagai akibat dari
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya
digunakan nilai
elastisitas
dari
penawaran. Elastisitas penawaran adalah persentase perubahan penawaran
dalam menanggapi persentase perubahan faktor yang mempengaruhinya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi elastisitas penawaran yaitu jangka
waktu analisis yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Penggunaan
jangka waktu analisis pada penelitian ini karena terdapat variabel lag dari
persamaan Partial Adjustment Model Nerlove. Model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model double logaritma, sehingga untuk mengetahui
besarnya nilai elastisitas jangka pendek dapat diketahui dari nilai koefisien
regresi variabel bebas. Elastisitas jangka panjangnya dapat diketahui dengan
membagi elastisitas jangka pendek dengan koefisien penyesuaian. Berikut
rumus dari elastisitas jangka panjang
Elastisitas penawaran jangka panjang
Epl

Eps
k
Keterangan:
Epl
: elastisitas penawaran jangka panjang
Eps
: elastisitas penawaran jangka pendek
k
: koefisien penyesuaian (0< k <1)
Nilai koefisien penyesuaian diperoleh dari
k = 1 – A2
Keterangan :
k : Koefisien penyesuaian
A2 : Koefisien regresi dari Qt-1 (produksi kopi robusta pada tahun
sebelumnya) sebagai koefisien dugaan dari lag-endogenus
variables (Gujarati, 1995).
34
Alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah :
Komoditas Kopi Robusta di
Kabupaten Temaanggung
Penawaran Kopi Robusta






Pendekatan Langsung
Pendekatan Tidak Langsung
Jumlah Produksi
Luas Areal Tanam
Harga kopi robusta pada tahun t-1
Produksi kopi robusta pada tahun t-1
Luas areal tanam kopi robusta pada tahun t
Harga kopi arabika pada tahun t-1
Harga pupuk urea pada tahun t
Rata- rata curah hujan pada tahun t
Elastisitas Penawaran
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Variabel yang diamati
Variabel yang tidak diamati
Gambar 4. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah
D. Hipotesis
1. Diduga bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kopi robusta
di Kabupaten Temanggung adalah harga kopi robusta pada tahun t-1, luas
areal tanam kopi robusta pada tahun t, harga kopi arabika pada tahun t-1,
harga pupuk urea pada tahun t, dan rata-rata curah hujan pada tahun t.
2. Diduga variabel harga kopi robusta pada tahun t-1 adalah faktor yang
paling
mempengaruhi
Temanggung.
penawaran
kopi
robusta
di
Kabupaten
35
E. Asumsi Dasar
1. Pasar dalam keadaan persaingan sempurna.
2. Produksi dijual seluruhnya, sehingga jumlah produksi pada tahun t
diasumsikan sama dengan jumlah penawaran kopi robusta pada tahun t.
3. Faktor-faktor lain yang tidak diteliti dianggap konstan.
F. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini terbatas pada beberapa variabel yaitu harga kopi robusta
pada tahun t-1, produksi kopi robusta pada tahun t-1, luas areal tanam
kopi robusta pada tahun t, harga kopi arabika pada tahun t-1, harga pupuk
urea pada tahun t dan rata-rata curah hujan pada tahun t.
2. Penelitian ini dilakukan pada kopi robusta yang diproduksi oleh
perkebunan rakyat dan ditawarkan di Kabupaten Temanggung.
3. Data yang digunakan adalah data time series selama kurun waktu 18
tahun (1997-2014).
G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Penawaran kopi robusta (Qt) adalah jumlah kopi robusta yang dihasilkan
pada perkebunan rakyat dan ditawarkan pada tahun berjalan dan
dinyatakan dengan satuan kilogram (kg).
2. Harga kopi robusta tahun t-1 (Pt-1) adalah harga riil atau harga kopi
robusta rata-rata terdeflasi yang berlaku di Kabupaten Temanggung pada
tahun sebelumnya dan dinyatakan dengan satuan Rp/kg.
Untuk menghilangkan pengaruh inflasi maka dilakukan pendeflasian
dengan indeks harga konsumen kelompok barang umum sebagai deflator.
Menurut Pyndick dan Daniel Rubinfeld (1998), harga terdeflasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Hbr =
Ihkd
 Hba
Ihkt
Keterangan :
Hbr
: harga kopi robusta setelah terdeflasi pada tahun t.
Ihkd
: indeks harga konsumen pada tahun dasar.
36
Ihkt
: indeks harga konsumen pada tahun t.
Hba
: harga kopi robusta sebelum terdeflasi pada tahun t.
Menurut Dajan (2000), tahun dasar hendaknya merupakan tahun
dimana keadaan perekonomian relatif stabil dan tidak terlalu jauh dengan
tahun-tahun yang diperbandingkan. Pada penelitian ini dipilih tahun 2002
sebagai tahun dasar karena memenuhi syarat tersebut.
3.
Luas areal tanam kopi robusta pada tahun t (At) adalah total areal tanam
kopi robusta yang dibudidayakan di Kabupaten Temanggung pada tahun
berjalan dan dinyatakan dengan satu hektar (Ha).
4.
Produksi kopi robusta tahun t-1 (Qt-1) adalah jumlah produksi kopi
robusta yang dipanen di Kabuapaten Temanggung pada tahun
sebelumnya dan dinyatakan dalam satuan ton.
5.
Harga kopi arabika tahun t-1 (Pab-1) adalah harga riil atau harga kopi
arabika rata-rata terdeflasi yang berlaku di Kabupaten Temanggung pada
tahun sebelumnya dan dinyatakan dengan satuan Rp/kg.
6.
Harga pupuk urea pada tahun t (Pt) adalah harga riil atau harga pupuk
urea rata-rata terdeflasi yang berlaku di Kabupaten Temanggung pada
tahun sebelumnya dan dinyatakan dengan satuan Rp/kg.
7.
Rata-rata curah hujan pada tahun t (Wt) yaitu rata-rata curah hujan
tahunan di Kabupaten Temanggung pada tahun berjalan. Curah hujan
diukur dengan merata-rata curah hujan di Kabupaten Temanggung
selama satu tahun dan dinyatakan dalam satuan mm/tahun.
8.
Elastisitas penawaran adalah perubahan besarnya penawaran kopi robusta
di Kabupaten Temanggung diakibatkan perubahan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
9.
Elastisitas jangka pendek adalah elastisitas penawaran kopi robusta di
Kabupaten Temanggung dalam jangka pendek dimana petani belum
dapat menyeseuaikan perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya
untuk meningkatkan penawaran kopi robusta di Kabupaten Temanggung.
37
10. Elastisitas jangka panjang adalah elastisitas penawaran kopi robusta di
Kabupaten Temanggung dalam jangka panjang dimana adanya faktor
waktu yang menentukan sehingga petani dapat menyesuaikan perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk meningkatkan penawaran
kopi robusta di Kabupaten Temanggung.
Download