Press Release PENANDATANGANAN KERJASAMA KEMITRAAN IKATAN ARSITEK INDONESIA – KONSIL BANGUNAN HIJAU INDONESIA Jakarta, 30 September 2010 1. Bangunan Hijau. Bangunan Hijau / Green Building adalah bangunan (baru) yang direncanakan dan dilaksanakan atau bangunan (sudah berdiri) yang dioperasikan dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempromosikan : 1. penggunaan lahan yang layak dan berkelanjutan 2. efisiensi dalam penggunaan sumber air 3. penghematan energi, penggunaan energi berkelanjutan dan melindungi atmosfir 4. penghematan bahan bangunan, mereduksi limbah dan tidak mengeksploitasi sumber daya alam, 5. Melindungi dan mempertahankan kualitas udara dalam ruang, untuk menunjang kesehatan penghuni. Green Building merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dunia akan perubahan iklim. Praktek ‘Bangunan Hijau’ ini mempromosikan bahwa perbaikan perilaku (dan teknologi) terhadap bangunan tempat aktivitas hidupnya dapat menyumbang banyak untuk mengatasi pemanasan global. Bangunan/gedung adalah penghasil terbesar (lebih dari 30%) emisi global karbon dioksida, salah satu penyebab utama pemanasan global. Saat ini Amerika, Eropa, Kanada dan Jepang mengkontribusi sebagian besar emisi gas rumah kaca, namun situasi akan berubah secara dramatis di masa depan. Pertumbuhan penduduk di Cina, India, Asia Tenggara, Brazil dan Rusia menyebabkan emisi CO2 bertambah dengan cepat. Pembangunan di Indonesia meningkatkan kontribusi CO2 secara signifikan. Hal ini akan memperburuk kondisi lingkungan Indonesia pun kondisi lingkungan global. Menerapkan konsep bangunan hijau berarti setiap penghuni bangunan akan didorong untuk mempraktekkan kepedulian lingkungan secara nyata, terus-menerus sebagai cara hidup sehari-hari. Hemat energi, hemat air dan cermat memelihara kesehatan udara dalam ruang adalah cara-cara efektif menyumbang demi kelestarian bumi. 2. Bangunan Hijau dan Kepentingan Masyarakat Indonesia Perkembangan minat masyarakat Indonesia, termasuk kalangan industri, akan Bangunan Hijau / ‘Green Building’ ( bangunan yang menerapkan kaidah hemat : energi, air, lahan dan material ) telah menjadikan Bangunan Hijau sebagai salah satu kepentingan umum yang perlu mendapat perhatian Pemerintah dan Kalangan Profesional. a. Bangunan Hijau akan turut menyumbang komitmen global dari Pemerintah RI mengenai Pemanasan Global ( penurunan emisi karbon 26% pada tahun 2020 ), karena bangunan mengemisikan CO2 sebesar 30% dari emisi karbondioksida dunia. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan dalam COP 15 di Copenhagen, Denmark, pengurangan emisi sebesar 26% pada tahun 2020. Konsep bangunan ramah lingkungan akan sangat membantu pemerintah dengan peranan Green Building Council Indonesia 1|Page seluruh industri konstruksi, baik dari sektor swasta maupun pemerintahan. Peran pemerintah dalam mendorong perilaku, baik pelaku industri maupun individu sebagai pemakai bangunan, sangat penting sekali untuk dapat mewujudkan tujuan menyelamatkan umat manusia dari bencana yang disebabkan oleh pembangunan yang boros sumberdaya dan berorientasi sesaat. b. Bangunan Hijau berpotensi membantu mengatasi kelangkaan energi nasional ( baik bahan bakar fossil maupun catudaya listrik ). Perbaikan ketersediaan energi berpengaruh positif terhadap produktivitas nasional, perluasan cakupan pelayanan listrik, mengurangi subsidi BBM untuk listrik yang tidak rasional, termasuk memperbaiki iklim investasi. c. Penerapan Bangunan Hijau memperbaiki praktek pendayagunaan air (untuk bangunan) sehingga dapat mengurangi sampai mencegah pengurasan sumber air tanah ( melalui sumur dangkal dan sumur dalam) yang kita ketahui mulai menuai masalah lingkungan di kota Jakarta ( amblesnya muka air tanah, interusi air laut dll ) d. Bangunan Hijau mendorong perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat untuk lebih bijaksana menghargai sumber-sumber daya alam, nilai-nilai kearifan lokal, tertib membangun / memelihara bangunan dan solidaritas sosial menghadapi tantangan lingkungan dunia seperti pemanasan global. e. Di seluruh dunia, Gerakan Bangunan Hijau juga - menurunkan biaya operasional bangunan, karena tagihan listrik dan air turun. - turut menciptakan lapangan kerja , retrofit/renovasi membutuhkan keahlian dan Tukang, penyesuaian peralatan lama - meningkatkan derajat kesehatan, turunnya keluhan Sindrom Bangunan Sakit - menambah produktivitas, ruang lebih sehat, absensi menurun - membuka bisnis inovatif & kreatif, industri kreatif daur ulang, eco-training dsb - dan mengurangi ketergantungan akan infrastuktur energi, mandiri energi. 3. Bangunan Hijau dan Peradaban kota-kota Asia Pasifik. Peradaban dunia jelas-jelas akan berpusat di kota-kota, dan tidak lagi terbagi antara kota dan desa. Urbanisasi besar-besaran [ hyper – urbanization ] telah membawa penduduk di muka bumi ini berduyun-duyun meninggalkan desanya dan rela berdesak-desakan di wilayah perkotaan. Di kawasan Asia-Pasifik berlangsung urbanisasi dengan sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini 1,6 milyar orang atau 40 persen orang Asia tinggal di area perkotaan. Dan sebelum tahun 2030 nanti, perkotaan akan dihuni oleh sekitar 2,7 miliar orang – atau lebih dari separo penduduk akan tinggal di kota dan kawasan perkotaan. Ini berarti kota-kota di Asia Pasifik dijejali oleh 1 juta orang baru setiap minggu. Pada tahun 2008, penduduk kawasan perkotaan di dunia sudah mencapai 50%. Pertumbuhan penduduk di kawasan perkotaan menimbulkan tuntutan yang tinggi untuk Green Building Council Indonesia 2|Page sarana dan prasarana perkotaan, salah satunya adalah bangunan gedung. Penduduk perkotaan menghabiskan sebagian besar aktivitasnya dalam gedung (kantor, industri, pertokoan, sekolah, dll.). Bangunan gedung, baik dalam proses pembangunan dan pengoperasiannya menimbulkan dampak terhadap lingkungan alami. Dampak dari bangunan gedung rata-rata mengeluarkan 30% emisi CO2 (penyebab utama perubahan iklim), 17% air bersih, 25% kayu, 30-40% penggunaan energi, dan 40-50% bahan mentah lainnya. Implementasi kaidah bangunan hijau ( yang menghemat energi, air, lahan, material serta menjaga kesehatan udara dalam ruangan dan mengelola lingkungan secara bijak) diyakini akan memberikan kontribusi nyata pada keberlanjutan kota. Kecuali dampak positif pada fisik dan lingkungan perkotaan, penerapan bangunan hijau juga membumikan prinsip hemat untuk diterapkan oleh para pemilik, penghuni dan pengguna bangunan. 4. Sertifikasi Bangunan Hijau dan GREENSHIP Sertifikat ’Bangunan Hijau’ tidak hanya menjadi pengakuan atas kinerja fisik bangunan, namun diyakini dapat memotivasi semua orang yang ada di dalamnya untuk berkebiasaan ’green’ sebagaimana diminta oleh persyaratan sertifikasi bangunan menjadi bangunan hijau. Karena tidak ada satupun manusia di kota tidak hidup dalam / tidak bersinggungan dengan bangunan, maka dalam setiap penambahan tingkat partisipasi green dalam bangunan semakin meluaslah kaidah green diterapkan, semakin besar pula sumbangannya pada umur kota. Faktor daya ungkit (leverage) inilah yang menjadikan gerakan bangunan hijau bagian tak terpisahkan dalam blueprint pembangunan kota berkelanjutan. Di Indonesia proses menjadi bangunan hijau dipandu oleh suatu perangkat penilaian (rating tools) yang disebut GREENSHIP yang disusun dan dilaksanakan oleh Konsil Bangunan Hijau Indonesia / Green Building Council Indonesia. GREENSHIP untuk Bangunan Baru versi 1.0. terdiri dari 6 kategori, 42 kriteria dan 101 poin. Setiap bangunan yang disertifikasi harus memenuhi ‘syarat kelulusan awal’ / prerequisite pada keenam kategori. Selanjutnya peringkatnya akan ditentukan berdasarkan perolehan poin. Sebagai contoh, untuk memperoleh GREENSHIP Platinum, suatu bangunan harus mencapai 74 poin, GREENSHIP Gold 58 poin, GREENSHIP Silver 48 poin dan GREENSHIP Bronze 35 poin. 5. Perlunya Agen Perubahan. Dengan demikian setiap orang, apapun pekerjaan / status / kepentingannya harus menjadi agen perubahan. Pertama agen perubahan bagi dirinya sendiri, dan kemudian sesuai dengan kapasitasnya menjadi pemimpin-pemimpin transformasi di kalangannya : rumah tangga, komunitas, bisnis, wilayah, dan seterusnya. Pemimpin visioner yang menjalankan prinsip hijau, sehingga menjadi teladan untuk meyakinkan semua pihak, dalam masyarakat yang hanya percaya bukti. Seeing is believing. Tanpa tindakan nyata, masyarakat tidak yakin untuk memulai, transformasi tak akan jalan, budaya baru tidak dapat dibangun. Yang berarti ancaman akan keberlanjutan planet bumi semakin besar kemungkinannya terbukti. Green Building Council Indonesia 3|Page 6. EVOLUSI dalam GERAKAN LINGKUNGAN Sebagaimana diketahui bahwa paham dan gerakan environmentalism telah mengalami evolusi yang cukup mendasar. Pada era pertama environmentalism yaitu pada awal tahun 1900 gerakan dunia ini bertujuan untuk mempertahankan area hutan dunia. Gerakan ini menghasilkan serangkaian pembangunan taman nasional di hampir setiap negara. Selanjutnya era tahun 1950-an isu lingkungan hidup dikaitkan dengan proteksi terhadap polusi hal ini dikaitkan dengan gejala krisis kesehatan publik. Kemudian pada akhir tahun 1990-an gerakan environmentalism mengaitkan antara isu lingkungan hidup dengan kesejahteraan ekonomi dan mutu kehidupan yang dihasilkan (livability). Memasuki millennium 2000 ini para ahli meprediksikan bahwa environmentalism adalah mengenai green building, efisiensi energi dan keberlanjutan (sustainability). Sehingga bisa disimpulkan bahwa environmentalism saat ini bersifat lintas sektor, lintas disiplin dan melibatkan secara aktif langsung pelaku pembangunan itu sendiri. Paham environmentalism berevolusi dari hal yang bersifat kewajiban dan beban menjadi hal yang bersifat voluntary dan peluang untuk menciptakan nilai tambah. 7. BISNIS DAN ‘PELUANG’ DI BIDANG LINGKUNGAN. The triple bottom line (disingkat sebagai "TBL" atau "3BL", yang meliputi : - people / masyarakat, - planet / lingkungan - dan profit / bisnis," atau "tiga pilar" adalah : ” Cara mengembangkan nilai dan kriteria (yang diperluas) untuk mengukur organisasi (dan kelompok masyarakat ) yang sukses secara ekonomi, ekologi dan sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan TBL sebagai standar akuntansi perkotaan dan masyarakat pada awal tahun 2007, ini menjadi pendekatan yang dominan untuk akuntansi sektor biaya publik. Standar PBB serupa yang berlaku untuk modal alam dan pengukuran modal manusia untuk membantu dalam pengukuran yang diperlukan oleh TBL, misalnya standar ecoBudget untuk melaporkan jejak ekologi. The triple bottom line ( People – Planet and Profit ), telah dan tetap menjadi alat yang berguna untuk mengintegrasikan keberlanjutan / kelestarian dalam agenda bisnis. Menyeimbangkan tujuan ekonomi tradisional dengan masalah sosial dan lingkungan, sehingga dapat menciptakan ukuran baru kinerja perusahaan. TBL yang merupakan sebuah strategi bisnis yang berfokus pada bottom line / sikap dasar, bagaimanapun, dapat Green Building Council Indonesia 4|Page memperkuat peluang untuk mengejar inovasi dan menciptakan nilai dalam proses desain. TBL menjadi alat baru untuk melakukan desain berkelanjutan sehingga kembali difokuskan pada pengembangan produk dari suatu proses yang bertujuan untuk menentukan hasil akhir, diarahkan untuk menciptakan insentif yang aman dan produk yang berkualitas sejak awal nya. GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA. Lembaga GBC INDONESIA didirikan pada tahun 2009 dan diselenggarakan oleh sinergi di antara para pemangku kepentingannya, meliputi : profesional bidang jasa konstruksi, kalangan industri sektor bangunan dan properti, pemerintah, institusi pendidikan dan penelitian, asosiasi profesi dan masyarakat peduli lingkungan. Diawali oleh 50 orang profesional sebagai pendiri (Core Founder), GBC INDONESIA kemudian didukung pendiriannya oleh 21 perusahaan pendiri (Corporate Founder) GBC INDONESIA adalah anggota dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada. WGBC saat ini beranggotakan lebih dari 60 negara dan mengakui hanya ada satu GBC di setiap negara. GBC INDONESIA melakukan berbagai kegiatan pendidikan masyarakat secara luas serta menyelenggarakan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia, melalui suatu perangkat penilaian yang diberinama GREENSHIP. Dengan hadirnya GBC INDONESIA berikut program Sertifikasinya berdasarkan tata kelola yang berlaku internasional, diharapkan praktek greenwashing – membangun citra hijau berdasarkan klaim / pernyataan sendiri – dalam bidang industri bangunan akan dapat ditekan. Dan transformasi menuju pasar hijau dapat berjalan sesuai etika dan norma yang berkeadilan. Green Building Council Indonesia (Konsil Bangunan Hijau Indonesia) adalah lembaga nirlaba yang dibentuk oleh para pelaku industri konstruksi dan para tenaga ahli di bidang industri konstruksi. Organisasi kami merupakan lembaga satu-satunya yang diakui di Indonesia oleh World Green Building Council, yang berpusat di Toronto, Canada. Visi Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah: Melalui Penerapan Bangunan Hijau akan dicapai bangunan di Indonesia yang secara ekologi, secara ekonomi efisien/berdaya saing dan secara sosial bertanggung jawab sebagai bagian dari anggota masyarakat global. Misi Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah: 1. Mempromosikan dan mendorong transformasi pasar, menuju pembangunan yang lebih bertanggung jawab. 2. Mengedukasi industri dan masyarakat (tentang konsep ramah lingkungan) 3. Menjadi Forum untuk dialog antara industri dan membangun komunitas peduli bangunan hijau. 4. Mempromosikan dan mendorong transformasi pasar, menuju pembangunan yang lebih bertanggung jawab. 5. Mengedukasi industri dan masyarakat (tentang konsep ramah lingkungan) Green Building Council Indonesia 5|Page 6. Menjadi Forum untuk dialog antara industri dan membangun komunitas peduli bangunan hijau. Konsil Bangunan Hijau Indonesia diprakarsai oleh 50 profesional dari berbagai disiplin dan 21 perusahaan dari berbagai industri, membentuk badan pendiri. Jumlah anggota sampai saat ini ada 90 perusahaan (swasta dan BUMN). Salah satu Dewan Pembina Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah Bapak Dr. Kuntoro Mangkusubroto, beliau menjadi pembina kami sejak pertama kali didirikannya lembaga ini pada tanggal 11 Februari 2009. Saat ini, Konsil Bangunan Hijau Indonesia, sedang menyusun sistem penilaian (rating system) yang dinamai GREENSHIP, yang akan menjadi tolok ukur suatu bangunan dalam tingkat pengurangan dampak negatifnya terhadap lingkungan alami. Beberapa proyek percontohan yang sedang berjalan antara lain Gedung Kementerian Pekerjaan Umum dan Gedung Blok G Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. GREENSHIP untuk Bangunan Baru versi. 1.0. yang ada saat ini. GREENSHIP untuk ‘Bangunan yang sudah Berdiri’ ( Existing Building ) – Greensihp untuk ‘Commercial Interior’ - penyewa bangunan yang minta sertifikasi dilakukan hanya untuk ruang yang disewanya. GREENSHIP Home – untuk rumah tunggal /kelompok kecil. GREENSHIP Neighbourhood – untuk kawasan perumahan. Green Building Council Indonesia 6|Page