BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama tinggal di Kairo bertemu dan menjalani kehidupan bersama dengan orang-orang Islam, sehingga membawa Nabeel Jabbour berada dalam pemahaman bahwa mengikut Kristus dan menjadi orang percaya tidak harus menjadi orang Kristen dan hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 Pengalaman perjumpaan dengan umat Muslim membuat Nabeel Jabbour memahami bahwa perlu ada rekonstruksi ekklesiologi sehingga cocok bagi saudarasaudari Muslim ataupun saudara-saudari dari agama yang lain. Dalam merenungkan dan merekonstruksi model gereja yang tepat, maka harus diawali dengan beberapa pertanyaan: Apakah seseorang yang percaya kepada Kristus harus meninggalkan agama Islam dan masuk menjadi pemeluk agama Kristen? Dapatkah seseorang yang beragama Islam percaya dengan sepenuh hati kepada Kristus namun tetap tinggal dalam agamanya semula sebagai garam dan terang? Apakah menjadi pengikut Kristus harus mengucapkan Pengakuan iman percaya kepada Allah Bapa di surga, Yesus Kristus dan Roh Kudus.2 1 2 Nabeel Jabbour, Memandang Sabit Melalui Mata Salib (Jakarta: Pionir Jaya, 2010), 267. Ibid., 234. 1 Untuk itu Nabeel Jabbour mengusulkan sebuah model gereja yang disebut sebagai „Gereja Tidak Kasat Mata‟3 Beberapa alasan mengapa penulis memilih, meneliti, mengkaji lebih dalam tentang figur Nabeel Jabbour adalah karena ia seorang teolog Kristen asal Syria. Dia dibesarkan dan menyelesaikan studi doktor dalam bidang Islam di Lebanon. Pada saat ini Nabeel Jabbour menjadi guru besar di Universitas Colorado Springs Amerika Serikat dan sering menyampaikan kuliah di seminari-seminari dan gereja-gereja di berbagai negara.4 Nabeel Jabbour dalam bukunya yang berjudul “Memandang Sabit Melalui Mata Salib” (“The Crescent Thought the Eyes of the Cross”) ialah sebagai berikut: Pertama, Nabeel Jabbour yang lahir dalam keluarga Kristen dan menjalani hampir separuh hidupnya di lingkungan Islam (Syria, Lebanon dan Mesir), bersekolah, bermain dan berolahraga bersama dengan banyak sahabat Muslim semasa kecilnya sampai menyelesaikan program doktornya. Nabeel Jabbour dapat memahami Islam dari dalam kehidupan realitas Islam, melalui pengalaman hidup, kebersamaan dalam kehidupan sosial, dan ia juga telah belajar banyak tentang Islam. Hal inilah yang membentuk jati dirinya untuk dapat melihat Islam dengan kaca mata umat Islam.5 Selama ini gereja dalam memberitakan Kristus dan Injil kepada saudara-saudari Muslim bermaksud dan bertujuan agar mereka mau untuk beralih agama. Penginjilan yang demikian menimbulkan benturan dan penolakan-penolakan dari kaum Muslim. 3 Catatan : Buku yang berjudul Memandang Sabit dengan Mata Salib (The Crescent Thought the Eyes of the Cross) karya Nabeel Jabbour dalam terjemahan Hidden Church yang diterjemahkan menjadi Gereja tidak kasat mata sangat tidak tepat. Saya tidak setuju dengan terjemahan tersebut, sebaiknya dipakai istilah Hidden Church adalah Gereja yang tersembunyi. 4 Ibid., 25-26. 5 Ibid., 29. 2 Kedua, Nabeel Jabbour memiliki model hermeneutik yang khas terhadap Kitab Suci Kristen. Pengenalannya akan pertanyaan-pertanyaan esensial dan kebutuhan-kebutuhan hakiki dari saudara-saudari Muslim yang berhubungan dengan agama sebagai pemberi makna kehidupan, membuat ia mendekati dan menjelaskan teks-teks Alkitab secara baru dengan hasil yang benar-benar menjungkir-balikkan dogma serta doktrin Kristen yang selama ini dijadikan standar bagi kehidupan umat Kristen.6 Membaca buku Nabeel Jabbour yang berjudul “Memandang Sabit Melalui Mata Salib” (“The Crescent Thought the Eyes of the Cross”) maka jelas kelihatan bahwa pendekatan (yang dilakukan dan dipakai) oleh Nabeel Jabbour adalah pendekatan model hermeneutik empiris-induktif (perspektif pendengar dan bukan dari perspektif pemberita).7 Hermeneutik empiris induktif menurut Bert Altena mengandaikan pekerjaan refleksi terhadap iman sebagai sebuah ziarah ke dalam tiga dunia: dunia realita yang penuh dengan pertanyaan dan masalah-masalah, selanjutnya masuk ke dalam dunia kitab suci atau teks untuk belajar dari pengalaman orang-orang percaya pada masa lalu dalam menggumuli masalah hidupnya dalam iman kepada Tuhan, dan akhirnya kembali lagi ke dunia realita dengan membawa pencerahan untuk menyikapi masalah atau pertanyaan secara baru.8 Ketiga, Nabeel Jabbour menggambarkan relasi dunia Barat dan dunia Timur sebagai peperangan. Konflik Kristen versus Islam dalam peristiwa 11 September 2001, yakni penyerangan terhadap menara kembar di Amerika Serikat oleh sekelompok orang yang berlatar belakang Muslim telah merobek dunia dalam dua kelompok. Orang yang 6 Ebenhaizer Nuban Timo, Apa dan Bagaimana Berteologi, Orasi Ilmiah di HUT ke-5 Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Kupang. 2011, 17. 7 Bert Altena : “Gereja dari Salib dan Bulan Sabit” dalam Ebenhaizer Nuban Timo, Gereja Lintas Agama (Salatiga: Satya Wacana University Press, 2013), 178-179. 8 Ibid., .179-180. 3 beradab dengan nota bene orang Kristen dan mereka yang Muslim adalah sekelompok orang-orang asing, kelompok yang melahirkan para teroris, jadi sasaran permusuhan dan kebencian dunia. Robeknya dunia dalam dua belahan ini makin memperburuk hubungan dua umat beragama, Islam dan Kristen yang memang sudah sarat dengan beban masa lalu yang masih belum selesai diperdamaikan. 9 Pandangan Nabeel Jabbour tentang gereja tidak kasat mata semacam ini juga pernah dicetuskan oleh seorang tokoh yang bernama John Calvin yang berbicara tentang gereja yang tidak kelihatan. Penulis membandingkan Nabeel Jabbour dengan Calvin tentang gereja tidak kasat mata dengan gereja yang tidak kelihatan. Calvin mengemukakan bahwa Ekklesia adalah sebuah persekutuan, organisasi (communion) tubuh Kristus yang diatur oleh lembaga, organisasi (institute) dan menonjolkan pentingnya jabatan. Gereja adalah tubuh Kristus sebagai sebuah persekutuan yang membentuk diri dalam sebuah lembaga yang dipimpin oleh Yesus Kristus sebagai kepala.10 Calvin mengatakan bahwa ada dua type gereja yaitu: Gereja yang tidak kelihatan dan Gereja yang kelihatan. Gereja yang tidak kelihatan ialah gereja dimana orang-orang percaya yang diterima oleh Allah sebagai anak-anak-Nya dan yang dikuduskan oleh Roh Kudus menjadi anggota yang benar-benar dari tubuh Kristus, dan status keanggotaannya sudah ada sejak dunia diciptakan. Gereja yang kelihatan adalah semua orang yang tersebar diseluruh dunia dan yang mengaku, bahwa mereka hanya berbakti kepada satu Allah saja, dan keanggotaannya hanya nampak di mata Allah saja.11 9 Nabeel Jabbour, Memandang Sabit., 27. Yohanes Calvin :”Calvin dan Peraturan Jemaat” dalam J.L. Ch. Abineno, Pembangunan Jemaat, Tata Gereja dan Jabatan Gerejawi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 26-27. 11 Ibid., 42-47. 10 4 Gereja yang kelihatan menurut Calvin mencakup kepada hal-hal yang bersifat pelayanan yaitu: pelayanan dalam pemberitaan Firman, pelayanan dalam sakramen dan pelayanan dalam penerapan disiplin gereja. Sedangkan gereja yang tidak kelihatan menerapkan pada sebuah kesaksian dalam pengakuan iman rasuli (Apostolicum), kepercayaan, pemberitaan Firman.12 Tentang pokok permasalahan yang akan dikaji adalah tentang pemikiran Nabeel Jabbour tentang pemahaman tentang gereja tidak kasat mata yang menekankan bagaimana gereja dalam arti orang percaya dan mengikut Kristus tidak harus berada terikat dalam satu organisasi sebagai anggota gereja dan sebagai seorang yang Kristiani, tetapi dapat memberikan arti bagi orang lain dimanapun ia berada, mengikut Kristus tidak harus bersaksi tentang pengakuan iman, dan tidak harus masuk menjadi dan terdaftar dalam suatu keanggotaan sebuah gereja. Berangkat dari pemahaman gereja tidak kasat mata yang sudah dijelaskan, maka penulis akan melakukan kajian terhadap pandangan Nabeel Jabbour tentang gereja tidak kasat mata dengan memakai analisis perspektif dari gereja yang tidak kelihatan melalui pemikiran dan pandangan Calvin yang menekankan tentang gereja yang tidak kelihatan dalam keanggotaan harus mengakui dalam iman percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan apakah gereja kasat mata merupakan ekklesiologi? Penulis ingin memberikan perbandingan yang relevan tentang gereja tidak kasat mata menurut Nabeel Jabbour dengan gereja yang tidak kelihatan versi Calvin. Apakah ada kesamaan dan di manakah letak perbedaan dari kedua tokoh ini. 12 Yohanes Calvin: “Pengakuan Iman” dalam Christian de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 74-75. 5 II. Tujuan Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan pemahaman John Calvin tentang gereja yang tidak kelihatan 2. Membandingkan pandangan Nabeel Jabbour tentang gereja tidak kasat mata 3. Membandingkan persamaan dan perbedaan gereja kasat mata menurut Nabeel Jabbour dan gereja tidak kelihatan menurut John Calvin III. Metode Penelitian Dalam rangka mewujudkan apa yang menjadi tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif dikenal dua strategi analisis data yang sering digunakan bersama-sama atau secara terpisah yaitu model strategi analisis deskriptif kualitatif dan model strategi verifikatif kualitatif. 13 Strategi analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah telaah pada suatu gejala objektif sesuai dengan data kepustakaan yang menjadi objek penelitian. Selanjutnya hasil telaah tersebut diwujudkan menjadi sebuah bentuk tulisan yang bertalian untuk melukiskan sebuah rincian dari objek yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk membantu analisis data adalah perpaduan antara teknik induktif dan deduktif secara argumentatif. Teknik induktif adalah uraian analisis yang didahului dengan fakta-fakta yang bersifat khusus sebelum menarik kesimpulan. Teknik deduktif merupakan kebalikan dari teknik induktif, yaitu uraian analisis yang 13 H.M. Burhan, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 290. 6 didahului dengan fakta yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan. Sedangkan teknik argumentatif adalah memberikan komentar-komentar pada saat penarikan sebuah kesimpulan. Argumentasi adalah sebuah usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau menentukan kemungkinan untuk menyatakan sikap atau pendapat mengenai sesuatu hal. 14 Bertolak dari pandangan tersebut di atas, analisis data dalam penelitian ini akan dimulai dengan proses mencari dan menata data mengenai pengertian ekklesiologi, pemahaman Nabeel Jabbour mengenai gereja yang tidak kasat mata dan pandangan John Calvin mengenai gereja yang tidak kelihatan. Data-data yang telah terkumpul dan tertata akan ditelaah guna ditemukan kecenderungan makna apa yang terkandung dibalik semua data. Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode studi literatur. Literatur yang dimaksud disini adalah karya ilmiah berupa materi tertulis. IV. 14 Rancang Bangun Tesis I. Pendahuluan II. Pandangan John Calvin tentang Gereja yang Tidak Kelihatan III. Pandangan Nabeel Jabbour tentang Gereja yang Tidak Kasat Mata IV. Analisis V. Kesimpulan Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 2003), 3. 7