Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 14 Fakultas SEJARAH GEREJA, ALIRAN, TOKOH DAN PENGARUHNYA Psikologi Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro,M.M. PENGANTAR : Abad pertama sejarah gereja berlangsung dari tahun 30 hingga 150 M. Pada awal masa ini akhirnya gereja purba memahami bahwa ketaatan pada hukum Taurat tidak boleh lagi dianggap sebagai syarat mutlak keselamatan. Dampaknya juga menyebabkan gereja Kristen dapat meluas di lingkungan orang-orang bukan Yahudi. Sekitar tahun 48 M (kira-kira 18 tahun sesudah hari Pentakosta) Paulus berhasil meyakinkan para rasul untuk tidak memaksa orang-orang Kristen bukan Yahudi untuk menaati Taurat Musa; namun masih ada saja orang Yahudi yang menganggap Taurat Musa mutlak sebagai syarat keselamatan. Mereka ini disebut sebagai kaum Yudais. Perluasan gereja bertolak dari daerah PalestinaSiria ke daerah-daerah sebelah Barat, Timur dan Selatan. Di pertengahan ke-2 abad ke-2 agama Kristen sudah tersebar di daerah yang terbentang dari Eropa Barat sampai ke Asia Tengah. Pada masa pertama, Antiokhia menjadi salah satu pusat pekabaran Injil yang utama. Di sinilah pertama kali berdiri jemaat Kristen yang bukan orang-orang Yahudi. Sekitar tahun 180 M agama Kristen sudah tersebar ke daerah yang membentang dari Gallia (Perancis) di Barat sampai Arabia Selatan dan Persia di Timur. Agama Kristen juga sudah memasuki berbagai lingkungan dan bahasa. Berbagai lingkungan juga mempengaruhi perkembangan agama tersebut hingga timbul berbagai cara yang berbeda untuk mengungkapkan keselamatan yang dberikan oleh Allah melalui Yesus Kristus. Di antaranya yaitu (cara yang ditemukan pada abad ke-2 M): didakhe, surat-surat Ignatius, Yustinus Martir, dan Bardaisan. . Didakhe. Kata ini berarti ‘pengajaran’. Kitab ini adalah salah satu tulisan yang terkenal setelah zaman para rasul, yang diperkirakan ditulis di Siria pada tahun 100 M. Kitab ini berisi tentang jalan kehidupan dan jalan maut, kebiasaan-kebiasaan dalam hal berpuasa dan berdoa, mengenai tata ibadah khususnya perayaan sakramen-sakramen, dan mengenai tata gereja. Surat-surat Ignatius. Sekitar tahun 110 M uskup Ignatius dari Antiokhia ditangkap oleh pemerintah Romawi. Dalam surat-surat ini tidak ada suasana moralisme seperti yang terdapat dalam kitab didakhe melainkan pujian-pujian kepada Kristus yang menyelamatkan manusia. Ia menekankan bahwa keselamatan itu adalah kehidupan dan yang dipentingkan dalam karya Kristus ialah kebangkitan. Yustinus Martir. Ia adalah seorang filsuf aliran Platonisme namun telah beralih ke filsafat Kristen. Ia mengungkapkan imannya melalui filsafat Yunani (Plato), namun ia juga mengaku bahwa Allah yang tak dapat dikenal itu memperkenalkan diri dan mengutus Anak-Nya ke dunia dan menyelamatkannya. Untuk mengungkapkan Kristus ia juga menggunakan filsafat Stoa. Ia adalah teolog pertama yang berusaha menguraikan iman Kristen secara ilmiah. Bardaisan. Ia adalah seorang bangsawan dari Edessa yang dididik dalam lingkungan agama sinkretistis yang tersebar di Asia Barat, yang unsur utamanya adalah astrologi (ilmu nujum) dari Babilonia kuno. Ia menekankan bahwa pilihan untuk berbuat baik atau jahat, berkaitan dengan takdir dalam ilmu astrologi, merupakan pilihan kita sendiri. Dalam tata gereja juga terdapat bentuk yang berbeda-beda. Dari mereka dipilih penilik-penilik (episkopoi) yg dibantu para diaken (diakonia). Penilik mengurus soal administrasi dan memimpin kebaktian; diaken mengurus bantuan bagi orang miskin dan melayani Perjamuan Kudus. Ketiganya diangkat melalui pemilihan untuk tugas yg tetap, namun di beberapa jemaat ada yang nampak pimpinan rangkap, yaitu di samping pelayan ada juga nabi-nabi dan pengajarpengajar yang disegani karena karunia Roh yang dianugerahkan kepada mereka. Diharapkan supaya semua anggota gereja memberi sumbangan menurut karunia masing-masing. Golongan ini disebut yang berkharisma’ (Roh). Mulai abad ke-2 polanya mulai seragam. Dalam gereja mulai ditetapkan hierarki (urutan pangkat): penilik, penatua, diaken. Satu penilik ditetapkan untuk satu jemaat. Anggapan para pelayan pada saat itu yang memandang hubungan mereka jauh lebih tinggi dibanding jemaat menyebabkan perubahan baru. Istilah Yunani ‘episkopos’ tidak lagi diterjemahkan sebagai penilik melainkan uskup. Penatua atau ‘presbuteroi’ diterjemahkan sebagai imam. Uskuplah yang berkuasa dalam jemaat. Segala keputusan gereja ditetapkan dalam siding para uskup atau sinode. Sistem di mana uskup berkuasadalam gereja ini disebut sebagai sistem ‘episkopalisme’. Sistem pemerintahan ini masih dipakai di gereja ortodoks timur (di Rusia dan Eropa tenggara). Ada tiga unsur yang ada dalam ibadah pada masa itu: pembacaan Alkitab, khotbah dan doa. Perjamuan dirayakan setiap hari Minggu, dan hanya orangorang percaya yang telah beroleh pembasuhan pengampunan dan kelahiran kembali dan yang hidup sesuai ajaran Kristen. Sedangkan baptisan dilayankan dalam upacara tersendiri. Pada abad ke-2 M mulai ada pembatasan baptisan anak-anak dengan pertimbangan bahwa baptisan harus diperoleh melalui penyesalan. TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH GEREJA PADA ABAD PERTENGAHAN Pada tahun 150 M gereja menghadapi berbagai tantangan, diantaranya yaitu munculnya aliranaliran gnostik. Gnosis (Yunani) artinya pengetahuan. Istilah gnostik secara khusus dipakai sebagai sebutan bagi beberapa aliran kepercayaan pada abad ke-2 M, missal aliran Valentinus dan Basilides. Pokok ajarannya tentang asal dunia, tabiat manusia, dan asal kejahatan; yaitu bahwa dunia yang buruk ini bukan ciptaan Allah yg baik; keselamatan itu diperoleh dengan askese. Asas-asas gnostik yang bertentangan dengan asasasas iman Kristen: Perjanjian baru dipisahkan dari perjanjian lama dan maknanya diputarbalikkan; Allah Bapa tidak sama dgn Allah Bapa Yesus Kristus. Materi (zat jasmani) bukanlah ciptaan Allah; tidak akan ada kebangkitan daging dan tidak akan ada dunia baru sebab seluruh materi akan binasa kelak; dalam hal kelakuan manusia ditekankan bukan pada kesejahteraan sesama melainkan pada perlawanan tabiat jasmani. Untuk mengatasi tantangan ini, dibentuklah tiga asas; yaitu kanon, pengakuan iman, dan uskup. Ajaran gereja yang berdasarkan ketiga asas tersebut disebut ‘ortodoks’ atau ajaran yang tepat. Kanon berarti ukuran, patokan. Gereja harus menentukan kitab mana yang benarbenar berasal dari murid Tuhan, karena pada masa itu banyak sekali penganut gnostik membuat kitabkitab palsu yang memakai nama rasul. Gereja juga memerlukan ikhtisar pokok-pokok kepercayaan yang akan menjadi pegangan bagi jemaat. Oleh sebab itulah dibentuk pengakuan iman, yang pada akhirnya kita kenal dengan pengakuan iman rasuli. Selain itu dibutuhkan juga seseorang yang mengartikan dan menerapkan pengajaranpengajaran tersebut. Orang itu adalah uskup. Di abad ke-2 M penantian akan kedatangan Tuhan kembali sudah memudar. Sekitar tahun 160 M pengharapan eskatologis (yang menyangkut akhir zaman) kembali berkobar-kobar. Hal ini menyebabkan munculnya gerakan montanisme. Gerakan ini dipelopori oleh seorang bernama Montanus yang menyatakan bahwa dalam dirinya sudah datang Roh penolong yang dijanjikan oleh Yesus. Ia didampingi oleh dua nabi wanita. Mereka menyatakan (sering disampaikan menggunakan bahasa lidah) bahwa akhir dunia sudah tiba, maka orang-orang dilarang untuk kawin, diharuskan banyak berpuasa dan meninggalkan dunia untuk hanya tinggal di suatu tempat (pada saat itu Pepuza). Akhir dunia belum tiba namun gerakan ini tersebar ke propinsi-propinsi juga. Karena gereja percaya bahwa kanon PL dan PB merupakan pernyataan Allah yang lengkap maka gereja tidak dapat mengakui kekuasaan orang-orang yang menyatakan diri dipenuhi oleh Roh Kudus di samping kekuasaan mereka sendiri. Mereka lain dari yang lain: lain dari orang Yahudi, lain pula dari orang-orang Romawi. Mereka sangat menghindari semua hal yang justru digemari oleh orang-orang kafir sezamannya; misalnya sandiwara-sandiwara dalam teater yang seringkali isinya kurang sopan. Itulah sebabnya mereka merupakan sasaran kebencian baik dari pihak rakyat maupun dari pihak pemerintah. Akibatnya banyak fitnah yang ditujukan pada orang-orang Kristen. Para apologet itu merupakan orang-orang pertama yang menguraikan ajaran agama Kristen secara sistematis. Sekitar tahun 250 M dimulailah tahap kedua penganiayaan terhadap kaum Kristen. Penganiayaan ini dilakukan langsung oleh negara sendiri sebagai pemrakarsanya. Negara sengaja ingin memusnahkan agama Kristen. Kaisar Decius (±250) dan Kaisar Diocletianus (± 300) adalah musuh-musuh utama agama Kristen. Sikap negara pada saat itu mulai menjadi keras karena musuh-musuh menyerang batas-batas kekaisaran. Kaisar Decius ingin memperkuat ketahanan Negara melalui agama. Para penduduk diharuskan mempersembahkan korban kepada dewa-dewa. Kalau orang Kristen menolak mereka dianggap pengkhianat. Sekitar tahun 250 jumlah orang Kristen sudah agak besar, tersebar di seluruh kekaisaran dan di luar perbatasannya sampai di Persia dan di India. Yang paling banyak jumlahnya di Asia Barat terutama di Asia Kecil dan Siria. Mereka tinggal di kota-kota dan kebanyakan adalah rakyat kecil.