1 2 “isolate-Surabaya” (de Bruyn et al., 2013). Penelitian tersebut hanya terfokus pada sejarah evolusi Ikan Julung-julung. Sementara itu, berdasarkan karakter morfologi secara umum, Ikan Julung-julung di perairan Kabupaten Pasuruan (Fitria et al., 2013), dan Kabupaten Malang (Mahendra et al., 2013) termasuk Dermogenys pussilus. Status taksonomi Ikan Julung-julung dari ketiga perairan tersebut masih belum jelas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikannya. Berdasarkan urairan di atas, pendekatan kajian genetik dan kajian morfologi dalam proses identifikasi Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang diharapkan dapat memperjelas status taksonomi Ikan Julung-julung tersebut, menentukan hubungan kekerabatan (filogenetic relationship), menambah data base ikan lokal air tawar di perairan Indonesia khususnya perairan Pasuruan dan Malang serta sebagai data pendukung untuk penelitian selanjutnya. METODE Observasi Lokasi Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan metode purposive sampling pada lokasi pengambilan sampel di aliran sungai Desa Sedarum Kabupaten Pasuruan dan aliran sungai Wendit Kabupaten Malang. Stasiun pengambilan sampel dilakukan di lokasi penelitian yang berbeda-beda, seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Pengambilan Sampel dan Deskripsi Stasiun Pengamatan di Aliran Sungai Desa Sedarum Kabupaten Pasuruan dan Aliran Sungai Wendit Kabupaten Malang Jenis Perairan Aliran sungai Desa Sedarum Kabupaten Pasuruan Aliran sungai Wendit Kabupaten Malang Lokasi Stasiun 1 Stasiun 2 Koodinat 7°43'21.05"LU113°3'4.22"BT 7°43'18.78"LU113°3'5.52"BT Stasiun 3 7°43'12.90"LU113°3'14.18"BT Stasiun 1 7°57'16.77"LU112°40'19.88"BT 7°57'17.55"LU112°40'15.01"BT 7°57'17.97"LU112°40'12.95"BT Stasiun 2 Stasiun 3 Deskripsi stasiun pengamatan Merupakan daerah kawasan dekat sumber air desa Sedarum Merupakan daerahpersawahan yang tidak teririgasi dari sumber air desa Sedarum Merupakan daerahpersawahan yang teririgasi dari sumber air desa Sedarum Merupakan daerah kawasan dekat sumber air Wendit Merupakan daerahkawasan dekat pemukiman. Merupakan daerah lahan pertanian kangkung air Pengambilan data ekologis Pengukuran kondisi lingkungan dilakukan saat pengambilan sampel Ikan Julung-julung di setiap stasiun pengamatan yang meliputi suhu, pH, kekeruhan dan Dissolved Oxygen (DO) sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing stasiun pengambilan sampel. Pengamatan karakter genetik Tahap pengamatan karakter genetik Ikan Julung-julung meliputi isolasi DNA menggunakan DNA Isolation Kit (Roche) dengan beberapa modifikasi 3 protokol. Uji kuantitatif DNA menggunakan UV spektrofometer NANO DROP 2000. Amplifikasi gen COI dengan mesin PCR menggunakan sepasang Primer Universal Forward FishF2_tl: (5’TCGACTAATCATAAAGATATCGGCAC-3’) dan Primer Reverse FishR2_tl: (5’-ACTTCAGGGTGACCGAAGATCAGAA-3’) (Zhang, 2011). Amplifikasi gen target dengan mesin PCR dilakukan dalam 35 siklus, denaturasi awal pada suhu 94ºC selama 1 menit, denaturasi pada suhu 94ºC selama 30 detik, annealing dengan suhu 54 ºC selama 30 detik, ekstensi dengan suhu 72ºC selama 1 menit dan ekstensi akhir dengan suhu 72ºC selama 5 menit. Elektroforesis untuk mengecek hasil amplifikasi PCR dengan gel agarosa 1,5%, serta proses sekuensing untuk mengetahui sekuen gen COI Ikan Julung-julung di First BASE Laboratories Sdn Bhd (604944-X), Malaysia. Pengamatan karakter morfologi Pengamatan karakter morfologi meliputi morfometrik, meristik, dan struktur andropodium terhadap 30 sampel tanpa memperhatikan kelamin karna tidak ada dimorfisme. Karakter morfometrik Ikan Julung-julung yang diamati sebanyak 32 karakter (Gambar 1) dan karakter meristik sebanyak 10 karakter (Gambar 2). Gambar 1. Morfometrik Ikan Julung-julung. A. Betina dan B. Jantan. 1, Panjang Total (TL); 2, Panjang Standar (SL); 3, Panjang Rahang Bawah Brembach (LJLB); 4, Panjang Rahang Bawah (LJL); 5, Panjang Rahang Atas (UJW); 6, Diameter Tulang Orbital (ORBL); 7, Panjang Kepala (HDL); 8, Lebar Kepala(HW); 9, Lebar Badan ke Dasar Sirip Pectoral (BDP1); 10, Jarak Moncong Ke Sirip Pectoral (SN-P1); 11, Jarak Moncong Ke Sirip Pelvic (SN-P2); 12, Jarak Moncong Ke Sirip Anal (SN-A); 13, Jarak Moncong Ke Sirip Dorsal (SN-D); 14, Jarak Moncong Ke Sirip Caudal (SN-C); 15, Jarak Sirip Pelvic ke Sirip Caudal (P2-C); 16, Lebar Badan ke Dasar Sirip Pelvic (BDP2); 17, Panjang Sirip Pectoral (PSP1); 18, Tinggi Sirip Pectoral (TSP1); 19, Panjang Dasar Sirip Pectoral (PDSP1); 20, Panjang Sirip Pelvic (PSP2); 21,Tinggi Sirip Pelvic (TSP2); 22, Panjang Dasar Sirip Pelvic (PDSP2); 23, Panjang Sirip Dorsal (PSD); 24,Tinggi Sirip Dorsal (TSD); 25, Panjang Dasar Sirip Dorsal (PDSD); 26, Panjang Sirip Anal (PSA); 27, Tinggi Sirip Anal (TSA); 28, Panjang Dasar Sirip Anal (PDSA); 29, Panjang Batang Caudal (PBC); 30, Tinggi Batang Caudal (TBC); 31, Panjang Sirip Caudal (PSC); 32, Tinggi Sirip Caudal (TSC) (Sumber: Huylebrouck et al., 2012; Fitria et al., 2013) 4 Gambar 2. Meristik Ikan Julung-julung Betina. 1, Jumlah jari-jari sirip pectoral; 2, Jumlah jarijari sirip pelvic; 3, Jumlah jari-jari sirip anal; 4, Jumlah jari-jari sirip dorsal; 5, Jumlah jari-jari sirip caudal; 6, Jumlah sisik di atas Linea Lateralis; 7, Jumlah sisik di bawah Linea Lateralis; 8, Jumlah sisik di sekeliling batang ekor; 9, Jumlah sisik sepanjang Linea Lateralis (L.L); 10, Jumlah sisik sepanjang Linea Transversalis (Ltr) (Sumber: Dokumen Pribadi) Analisis Data Data morfologi dianalisis secara deskriptif dan statistik, kemudian dilakukan analisis diskriminan untuk menentukan karakter pembeda utama yang paling berpengaruh menggunakan software SPSS versi 16. Data genetik dianalisis dengan Clustal-X untuk membuat multiple alignment antara gen COI sampel dengan data base dari kelompok ingroup genus Dermogenys dengan outgroup Hemirhamphodon sp. isolate H_7141; Nomorhamphus sp. isolate N_1097; Hemiramphus far voucher PGN203; Zenarchopterus sp. isolate Z_LIFS685-08; dan Arrhamphus sclerolepis voucher Ak1 yang diperoleh dari Gene Bank. Rekonstruksi topologi filogenetik dilakukan dengan menggunakan program MEGA 6 dengan metode Minimum Evolution, Neighbor Joining dan Maximum Likelihood dan analisis jarak genetik menggunakan metode Pairwise Distance. HASIL PENELITIAN A. Karakter Genetik Ikan Julung-julung yang Hidup di Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Penelitian ini memperoleh sekuen konsensus gen COI Ikan Julung-julung dari Pasuruan sepanjang 689 bp dan dari Malang 685 bp. Hasil analisis BLAST menunjukkan bahwa sekuen konsensus yang diperoleh adalah benar sekuen gen COI dengan tingkat homologi sampel Malang sebesar 99% dan sampel Pasuruan sebesar 100% yang dibandingkan dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-1. Hasil pensejajaran (alignment) sekuen gen COI Ikan Julung-julung Pasuruan dan Malang dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -11, -12, -15 dan -16 menunjukkan perbedaan sekuen basa nukleotida akibat adanya substitusi transisi pada basa nomor 134. Hasil alignment Ikan Julung-julung Pasuruan dan Malang dengan Dermogenys sp. isolate D-Peninsula Malaysia-1 sampai 9 menunjukkan perbedaan sekuen basa nukleotida akibat adanya substitusi transisi pada basa nomor 77, 143, 149, 272, 275, 281, 350, 371, 383, 539, 552, 557, 567, 589, 614, 626, 641, 647, 653 dan substitusi tranversi pada basa nomor 194, 278, 551, 578 dan 598. Hasil alignment Ikan Julung-julung Pasuruan dan Malang dengan Dermogenys sp. isolate D-Bogor-2, D-Jambi-1 dan D-Pontianak-5 yang menunjukkan perbedaan akibat adanya substitusi transisi pada basa nomor 149, 216, 281, 371, 473, 512, 557, 626, 641 dan 653. Hasil rekontruksi topologi pohon filogenetik dari ketiga metode (ML, NJ dan ME) menunjukkan hasil topologi yang sama dengan nilai bootstrap. 5 Hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik dengan metode ML menunjukkan bahwa Ikan Julung-julung sampel terdiri dari dua clade dalam satu cluster yaitu clade pertama merupakan kelompok monofiletik Ikan Julung-julung Pasuruan dan Dermogenys sp. isolate Surabaya-1, -2, -3,- 4, -5, dan -6 dengan nilai bootstrap 90 dan clade kedua merupakan kelompok monofiletik Ikan Julungjulung Kabupaten Malang dan Dermogenys sp. isolate Surabaya-7, -11, -12, -15 dan -16 dengan nilai bootstrap 65 (Gambar 3). Dermogenys sp. isolate D-Sur5 Dermogenys sp. isolate D-Sur2 Dermogenys sp. isolate D-Sur4 Dermogenys sp. isolate D-Sur3 100 Dermogenys sp. isolate D-Sur1 Dermogenys sp. Pasuruan Dermogenys sp. isolate D-Sur6 Dermogenys sp. Malang Dermogenys sp. isolate D-Sur16 90 Dermogenys sp. isolate D-Sur15 65 Dermogenys sp. isolate D-Sur12 86 Dermogenys sp. isolate D-Sur11 Dermogenys sp. isolate D-Sur7 Dermogenys sp. isolate D-Bog2 Dermogenys sp. isolate D-Jam1 100 Dermogenys sp. isolate D-Pon5 100 Dermogenys sp. isolate D-Pen1 Dermogenys sp. isolate D-Pen2 Dermogenys sp. isolate D-Pen9 Dermogenys sp. isolate D-Pen8 29 Dermogenys sp. isolate D-Pen6 Dermogenys sp. isolate D-Pen3 Dermogenys sp. isolate D-Sul12 73 Nomorhamphus sp.isolate N-1097 Arrhamphus sclerolepis v.Ak1 72 Hemiramphus far v.PGN203 Zenarchopterus sp.isolate Z.LIFS685 Hemirhamphodon sp.isolate H.7141 35 0.02 Gambar 3. Rekonstruksi Topologi Pohon Filogenetik dengan Metode Maximum Likelihood (ML) dengan Nilai Bootstrap 1.000 Kali Ulangan. Angka pada Cabang Menunjukkan Nilai Bootstrap. *)Sumber: Weber & Beaufort, 1922. Hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik dengan metode NJ menunjukkan bahwa kelompok monofiletik Ikan Julung-julung Pasuruan dan Dermogenys sp. isolate Surabaya-1, -2, -3,- 4, -5, -6 dan kelompok monofiletik Ikan Julung-julung Kabupaten Malang dan Dermogenys sp. isolate Surabaya-7, -11, -12, -15 dan -16 dengan metode NJ dan ML berbeda nilai bootstrap 63 (Gambar 4). 6 Dermogenys sp. isolate D-Sur2 Dermogenys sp. isolate D-Sur6 Dermogenys sp. isolate D-Sur5 63 Dermogenys sp. isolate D-Sur4 Dermogenys sp. isolate D-Sur3 Dermogenys sp. isolate D-Sur1 100 Dermogenys sp. Pasuruan Dermogenys sp. Malang Dermogenys sp. isolate D-Sur16 86 Dermogenys sp. isolate D-Sur15 63 Dermogenys sp. isolate D-Sur12 Dermogenys sp. isolate D-Sur11 53 Dermogenys sp. isolate D-Sur7 Dermogenys sp. isolate D-Bog2 Dermogenys sp. isolate D-Jam1 100 100 Dermogenys sp. isolate D-Pon5 Dermogenys sp. isolate D-Pen1 Dermogenys sp. isolate D-Pen2 Dermogenys sp. isolate D-Pen9 100 Dermogenys sp. isolate D-Pen8 28 Dermogenys sp. isolate D-Pen6 Dermogenys sp. isolate D-Pen3 Dermogenys sp. isolate D-Sul12 78 Nomorhamphus sp.isolate N-1097 Arrhamphus sclerolepis v.Ak1 20 68 Hemiramphus far v.PGN203 Zenarchopterus sp.isolate Z.LIFS685 Hemirhamphodon sp.isolate H.7141 0.02 Gambar 4. Rekonstruksi Topologi Pohon Filogenetik dengan Metode Neighbor Joining (NJ) dengan Nilai Bootstrap 1.000 Kali Ulangan. Angka pada Cabang Menunjukkan Nilai Bootstrap. *)Sumber: Weber & Beaufort, 1922. Hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik dengan metode ME diperoleh hasil yang sama dengan metode NJ. Kelompok monofiletik Ikan Julungjulung Pasuruan dan Dermogenys sp. isolate Surabaya-1, -2, -3,- 4, -5, -6 dan kelompok monofiletik Ikan Julung-julung Kabupaten Malang dan Dermogenys sp. isolate Surabaya-7, -11, -12, -15 dan -16 dengan nilai bootstrap 63. Hasil rekonstruksi topologi pohon filogenetik dengan metode ML dapat dilihat pada Gambar 5. 7 Dermogenys sp. isolate D-Sur2 Dermogenys sp. isolate D-Sur6 Dermogenys sp. isolate D-Sur5 63 Dermogenys sp. isolate D-Sur4 Dermogenys sp. isolate D-Sur3 Dermogenys sp. isolate D-Sur1 100 Dermogenys sp. Pasuruan Dermogenys sp. Malang Dermogenys sp. isolate D-Sur16 86 Dermogenys sp. isolate D-Sur15 63 Dermogenys sp. isolate D-Sur12 Dermogenys sp. isolate D-Sur11 55 Dermogenys sp. isolate D-Sur7 Dermogenys sp. isolate D-Bog2 Dermogenys sp. isolate D-Jam1 100 100 Dermogenys sp. isolate D-Pon5 Dermogenys sp. isolate D-Pen1 Dermogenys sp. isolate D-Pen2 Dermogenys sp. isolate D-Pen9 100 Dermogenys sp. isolate D-Pen8 28 Dermogenys sp. isolate D-Pen6 Dermogenys sp. isolate D-Pen3 Dermogenys sp. isolate D-Sul12 76 Nomorhamphus sp.isolate N-1097 Arrhamphus sclerolepis v.Ak1 18 69 Hemiramphus far v.PGN203 Zenarchopterus sp.isolate Z.LIFS685 Hemirhamphodon sp.isolate H.7141 0.02 Gambar 5. Rekonstruksi Topologi Pohon Filogenetik dengan Metode Minimum Evolution (ME) dengan Nilai Bootstrap 1.000 Kali Ulangan. Angka pada Cabang Menunjukkan Nilai Bootstrap.*)Sumber: Weber & Beaufort, 1922. Berdasarkan hasil rekontruksi topologi pohon filogenetik dari ketiga metode menunjukkan bahwa Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang merupakan kelompok monofiletik dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -11, -12, -15, -16 dan masih berada dalam satu genus dengan kelompok Dermogenys sp. lainnya yaitu Dermogenys sp. isolate Bogor-2, Dermogenys sp. isolate D-Jambi-1, Dermogenys sp. isolate D-Pontianak-5 dan Dermogenys sp. isolate D-Peninsula Malaysia-1 sampai 9 yang membentuk satu cluster besar genus Dermogenys. Hasil analisis jarak genetik antara Ikan Julung-julung Pasuruan dengan Dermogenys sp. isolate DSurabaya-1, -2, -3, -4, -5 dan -6 menunjukkan bahwa intraspesies (0 % ± 0,000) dengan indeks similaritas 100%. Jarak genetik Ikan Julung-julung Malang dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-7, -11, -12, -15, dan -16 menunjukkan bahwa intraspesies (0 % ± 0,000) dengan indeks similaritas 100%. Jarak genetik Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dengan Malang menunjukkan bahwa intraspesies (0,2% ± 0,002) dengan indeks similaritas 99.83 %. 8 B. Karakter Morfologi Ikan Julung-julung yang Hidup di Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Karakter Morfologi Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) Karakter morfologi Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan (Gambar 6) dan Malang (Gambar 7) memiliki bentuk tubuh fusiform dengan warna tubuh putih keabu-abuan (Gambar 6.A&B; 7.A&B), tipe mulut berbentuk paruh (beak) (Gambar 6.1a&1b). Rahang bawah berukuran lebih panjang dari rahang atas (half beak). Pada rahang atas terdapat fossa nasal (lubang hidung) dan terdapat bagian yang menonjol dari lekukan lubang hidung yang disebut nasal barbel. Permulaan sirip dorsal terletak lebih kebelakang dan berukuran lebih pendek dari sirip anal. Letak sirip pelvik agak jauh ke belakang dari sirip pektoral (jenis abdominal). Tipe sirip ekor heterocercal dengan bentuk rouded (membulat) (Gambar 6.4a&4b; 7.6a&6b). Bentuk sisik sikloid (Gambar 6.2a&2b; 7.4a&4b). Sirip anal termodifikasi membentuk andropodium pada ikan jantan dewasa sedangkan pada ikan betina tidak mengalami modifikasi (Gambar 6.5a&5b; 7.3a&3b). Pada bagian anterior sirip anal (ikan betina) dan di dasar sirip pektoral (ikan jantan dan betina) terdapat melanophore berbentuk oval (Gambar 7.1a, 1b, 3b) dan pigmen hitam di dasar sirip pelvik (jantan dan betina) (Gambar 7.5a&5b). Karakter morfologi yang berbeda antara Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang yaitu pigmen karotenoid sirip anal dan dorsal. Pigmen karotenoid pada sirip anal dan dorsal Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Malang memiliki warna yang lebih mencolok dibandingkan Ikan Julung-julung dari perairan Pasuruan (Gambar 6.5a; 7.3a). Gambar 6. Morfologi Umum Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) Pasuruan. A. Jantan dan B. Betina (Sumber: Fitria et al., 2013) Gambar 7. Morfologi Umum Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) Malang. A. Jantan dan B. Betina (Sumber: Dokumen Pribadi) 9 Karakter Morfometrik, Meristik, dan Karakter khusus Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) Analisis morfometrik dari 32 karakter memberikan hasil kisaran panjang standart Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan adalah 24.84-26.85 mm (jantan) dan 26.19-36.23 mm (betina), sedangkan dari perairan Kabupaten Malang adalah 25.79-30.81 mm (jantan) dan 33.94-40.98 mm (betina). Ukuran tersebut, menunjukkan bahwa Ikan Julung-julung sampel sudah mempunyai karakter morfologi yang mapan dengan Dermogenys pusilla (betina UMMZ 155726 (SL= 30.1 mm) dan jantan neotype UMMZ 237500 (SL=22.6 mm)). Hasil analisis diskriminan menggunakan Wilks Lamda menunjukkan bahwa Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang memberikan hasil 7 karakter pembeda untuk jantan (Tabel 2) dan 11 karakter untuk betina (Tabel 3) dari 32 karakter. Tabel 2. Hasil Uji Karakter Morfometrik Pembeda Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) dari Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Karakter Dermogenys sp. Pasuruan Jantan Dermogenys sp. Malang SNP2** 14.65-16.81 15.97-18.07 SNA** 19.74-21.52 19.67-21.58 PDSP2** 0.91-1.16 0.03-0.06 LJL** 6.76-8.23 7.28-8.49 TL** 35.63-38.16 37.26-40.44 ORBL** 1.40-1.66 1.40-1.67 HW** 4.45-5.28 3.84-4.47 Keterangan: SN-P2= Jarak moncong ke sirip pelvik; SNA= Jarak moncong ke sirip anal; PDSP2= Panjang dasar sirip pelvik; LJL= Panjang rahang bawah; TL= Panjang total; ORBL= Diameter tualang orbital; dan HW = Lebar kepala. Tabel 3. Hasil Uji Karakter Morfometrik Pembeda Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) dari Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Karakter Dermogenys sp. Pasuruan Betina Dermogenys sp. Malang TL** 36.59-50.20 47.01-56.61 SL** 26.19-36.23 33.94-40.98 TBC** 0.90-1.67 1.36-1.83 P2C** 9.67-13.35 13.49-16.64 SNP2** 16.45-23.27 20.05-24.75 PDSP2** 0.92-1.10 0.09-1.19 TSP1** 4,87-6.46 5.43-7.56 TSD** 4.48-6.23 4.00-4.86 PDSD** 2.96-4.53 3.19-5.11 PSA** 4.90-6.79 5.62-6.95 PDSP1** 0.81-1.34 1.18-1.58 Keterangan: TL = panjang total; SL= panjang standar; TBC = tinggi batang caudal; P2C= jarak sirip pelvik ke sirip caudal; SN-P2= jarak moncong ke sirip pelvik; PDSP2= panjang dasar sirip pelvik; TSP1= tinggi sirip pektoral; TSD= tinggi sirip dorsal; PDSD= panjang dasar sirip dorsal; PSA = panjang sirip anal dan PDSP1= panjang dasar sirip pektoral 10 Karakter meristik Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang memiliki kesamaan dengan spesies pembanding dari Dermogenys pusilla, akan tetapi terdapat perbedaan pada jumlah jari-jari keras dan lemah sirippektoral dan ventral. Bentuk Linea Lateralis (L.L) lurus, tidak terputus-putus dan hanya berjumlah satu. Jumlah sisik sepanjang Linea Lateralis (L.L) adalah 36-43 (Pasuruan) dan 41-45 (Malang), jumlah sisik Linea Transversalis (Ltr) Ikan Julung-julung Pasuruan dan Malang adalah Ltr4.½.5. Jumlah sisik di atas linea lateralis 4, jumlah sisik di bawah linea lateralis 5, dan jumlah sisik di sekeliling batang ekor 5. Hasil pengamatan karakter khusus Ikan Julung-julung dari perairan Pasuruan dan Malang menunjukkan kesamaan dengan Dermogenys pusilla. Kesamaan tersebut meliputi jumlah jari-jari sirip anal Ikan Julung-julung dari kedua lokasi sebanyak 14 yang terdiri dari jari-jari lemah dan bercabang (A.14). Sirip anal mengalami modifikasi pada jari-jari kesatu sampai lima membentuk andropodium. Pada jari-jari kedua lebih nampak modifikasinya. Pada bagian anterior jari-jari kedua sirip anal ikan jantan tidak mengalami penebalan. Pada bagian tengah terdapat bagian yang menggembung disebut geniculus dan bagian terminal terdapat beberapa segmen disebut spiculus tipis yang terbagi menjadi 3 segmen serta cabang kecil yang disebut spines (Gambar 8). Gambar 8. Struktur Andropodium Ikan Julung-julung dengan Spesies Pembanding. A. Andropodium Ikan Julung-julung-Pasuruan; B. Struktur Andropodium Ikan Julung-julung-Malang; C. Sketsa Struktur Andropodium Ikan Julungjulung-Pasuruan; D. Sketsa Struktur Andropodium Ikan Julung-julungMalang; E. Sketsa Struktur Andropodium Dermogenys pusilla UMMZ 155727 (25.0 mm) dan F. Sketsa Struktur Andropodium Dermogenys collettei ZRC 37736 (31.0 mm): Geniculus (Panah Ungu), Spines (Panah Hijau) dan Spiculus yang Terdiri dari 3-4 Segmen (Panah Merah) dan 4-6 Segmen (Panah Biru). (Sumber Gambar C dan D: Meisner, 2001) 11 Berdasarkan karakter morfologi secara umum dan struktur andropodium yang telah ditemukan pada Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang, kemudian disusun kunci identifikasi spesies. Kunci identifikasi spesies Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang adalah sebagai berikut. 1. a. Rahang bawah menonjol jauh ke muka....................................... Dermogenys b. Pada bagian anterior sirip anal ikan betina terdapat melanophores berbentuk bintik (spot) terang dan terdapat bagian menggembung pada jari-jari sirip anal kedua (ikan jantan) yang disebut geniculus............................................2 2. a. Tiga atau empat jari-jari sirip anal pada ikan jantan mengalami pemanjangan...................................................................................................3 b. Dasar sirip pelvic sedikit lebih dekat ke ekor daripada kekepala dan jumlah jari-jari sirip anal sebanyak 14 (A.14).................................................Dermogenys pussila c. Terdapat melanophores berbentuk oval pada bagian anterior sirip anal ikan betina. d. Tidak mengalami penebalan, serta terdapat spiculus dengan 3-4 segmen. 3. Mengalami penebalan di sepanjang anterior jari kedua sirip anal ikan jantan, spiculus dengan 3-4 segmen.................Dermogenys collettei (Sumatra, Borneo, Peninsular Malaysia). Kondisi Lingkungan di Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Kondisi lingkungan dari kedua lokasi diamati melalui empat parameter yaitu suhu, pH, Dissolved Oxygen (DO), dan kekeruhan pada setiap stasiun dengan 3 titik pengulangan (Tabel 4). Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan kondisi lingkungan dari kedua lokasi penelitian. Tabel 4. Hasil Kualitas Air di Perairan Aliran Sungai Desa Sedarum Kabupaten Pasuruan dan Aliran Sungai Wendit Kabupaten Malang ºC NTU - Stasiun 1 1 2 3 24.6 24.2 24.6 11 12 11 7.08 7.1 7.09 Stasiun 2 1 2 3 26.8 26.8 26.6 14 15 15 7.09 7.09 7.08 Stasiun 3 1 2 3 27.5 27 27.6 17 18 18 7.33 7.3 7.33 DO mg/l 5.4 5.4 5.3 5.7 5.6 5.5 4.9 5.0 4.9 Suhu air Kekeruhan pH ºC NTU - 24.6 16 6.7 24.8 17 6.74 24.9 16 6.72 24.5 17 6.8 24.6 18 6.75 24.5 17 6.73 24.6 18 6.69 24.7 19 6.7 24.6 19 6.69 DO mg/l 4.6 4.8 4.8 4.5 4.6 4.6 4.6 4.4 4.5 Lokasi Parameter Satuan Aliran Sungai Desa Sedarum Kabupaten Pasuruan Aliran Sungai Wendit Kabupaten Malang Suhu air Kekeruhan pH PEMBAHASAN Spesies Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) yang Hidup di Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Berdasarkan Kajian Genetik DNA Barcode COI Sekuen COI Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang memiliki beberapa perbedaan basa dengan spesies pembanding akibat 12 adanya variasi transisi dan transversi pada beberapa basa. Nilai jarak genetik antara Ikan Julung-julung dari perairan Pasuruan dan Malang menunjukkan bahwa Ikan Julung-julung Pasuruan dan Malang adalah spesies yang sama (intraspesies). Sampel Ikan Julung-julung Pasuruan dan Malang juga intraspesies dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -11, -12, -15, dan -16 dan Dermogenys sp. isolate D-Bogor-2, dan spesies yang berbeda (interspesies) dengan Dermogenys sp. isolate D-Peninsula Malaysia-1 sampai 9; Dermogenys sp. isolate D-Jambi-1 dan Dermogenys sp. isolate D-Pontianak-5. Topologi filogenetik menunjukkan Ikan Julung-julung dari Kabupaten Pasuruan dan Malang intraspesies yang membentuk satu kelompok monofiletik dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -11, -12, -15, dan -16 dan masih berkerabat dekat dengan spesies pembanding Dermogenys sp. isolate D-Bogor-2, Dermogenys sp. isolate D-Jambi-1 dan Dermogenys sp. isolate D-Pontianak-5 serta Dermogenys sp. isolate D-Peninsula Malaysia-1 sampai 9 dalam satu ingroup genus Dermogenys. Perbedaan pola filogenetik yang terbentuk diduga disebabkan adanya isolasi geografis (Wiley & Lieberman, 2011). Selain itu, berdasarkan sejarah perubahan permukaan air laut akibat pergerakan lempeng bumi pada zaman pertengahan Miocene (15 Ma) di Asia tenggara (Voris, 2000), diketahui bahwa asal mula ancestor Ikan Julung-julung berasal dari Kalimantan atau Sulawesi (de Bruyn et al., 2013) yang menyebar ke Pulau-pulau lain pada akhir Miosen (10 Ma) saat terjadi penggabungan Indocina, Burma, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa menjadi satu kontinen sampai awal zaman Pliosen (5 Ma) (Tjong et al., 2010). Hal tersebut diketahui dari hasil rekonstruksi filogenetik yang menunjukkan bahwa Ikan Julung-julung dari Kabupaten Pasuruan dan Malang berada dalam satu cluster namun berbeda clade dengan Dermogenys sp. isolate D-Surabaya-1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -11, -12, -15, dan -16 dan masih berada dalam satu cluster besar genus Dermogenys dengan Dermogenys sp. isolate Bogor-2, Dermogenys sp. isolate D-Jambi-1, Dermogenys sp. isolate D-Pontianak-5 dan Dermogenys sp. isolate D-Peninsula Malaysia-1 sampai 9. Hasil kajian genetik Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang berdasarkan DNA barcode COI ini belum bisa menentukan spesies hanya sampai tingkat genus. Perlu dilakukan konfirmasi dengan karakter morfologi meliputi morfometrik, meristik, dan karakter khusus. Spesies Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) yang Hidup di Perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang Berdasarkan Kajian Morfologi Karakter morfologi Ikan Julung-julung dari perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang menunjukkan kesamaan dengan genus Dermogenys menurut Weber & Beaufort, 1913; Fowler, 1934a; Saanin, 1968 dengan ciri morfologi rahang bawah berukuran lebih panjang separuh dari rahang atas (half beak), permulaan sirip dorsal terletak di belakang permulaan sirip anal dan ukurannya lebih pendek dibandingkan sirip anal, bagian anterior sirip anal ikan betina terdapat melanophores berbentuk bintik (spot) terang serta terdapat bagian menggembung disebut geniculus pada jari-jari sirip anal kedua (ikan jantan). Berdasarkan karakter meristik dan struktur andropodum Ikan Julungjulung Malang dan Pasuruan yang diteliti adalah Dermogenys pusilla (Weber & Beaufort, 1913; Meisner, 2001) dengan ciri karakter meristik meliputi jumlah sirip 13 dorsal (D.9), sirip pektoral (P.9), sirip ventral (V.6), sirip anal (A.14) dan jumlah sisik sepanjang Linea Lateralis (L.L 45-50). Sementara itu, ciri karakter khusus penentu spesies meliputi letak sirip pelvik, adanya melanophores berbentuk oval pada bagian anterior sirip anal (ikan betina) dan di dasar sirip pektoral (ikan jantan dan betina), pigmen hitam di dasar sirip pelvik (jantan dan betina), bagian anterior jari-jari kedua sirip anal ikan jantan tidak mengalami penebalan, serta terdapat spiculus dengan 3-4 segmen dan spines. Ikan Julung-julung dari Pasuruan dan Malang memiliki 7 karakter pembeda jantan, sedangkan 11 karakter dan pola warna sirip anal dan dorsal yang berbeda. Perbedaan tersebut, diduga karena adanya perbedaan pertumbuhan pada Ikan Julung-julung baik jantan maupun betina yang berkaitan dengan ketersediaan makanan pada sekitar perairan yang dipilih sebagai feeding ground (Firdaus et al., 2013). Selain itu, perbedaan waktu pengambilan sampel Ikan Julung-julung dari kedua perairan juga berpengaruh terhadap variasi fenotip (Turan, 1998), perbedaan letak geografis (Shaklee & Tamaru, 1981) antara Kabupaten Pasuruan dan Malang, serta kemungkinan adanya isolasi reproduksi (Tzeng, 2000). Berdasarkan kajian genetik dengan sekuen barcode gen COI yang ditunjang dengan kajian morfologi, peneliti mengusulkan Ikan Julung-julung yang ditemukan di perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang termasuk dalam tingkatan taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Beloniformes Famili : Hemiramphidae Genus : Dermogenys Spesies : Dermogenys pusilla SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ikan Julungjulung yang hidup di perairan Kabupaten Pasuruan dan Malang diduga adalah Dermogenys pusilla. Keduanya intraspesies dengan Dermogenys sp. isolate DSurabaya-1, -2, -3, -4, -5, -6, -7, -11, -12, -15, dan -16. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sekuen gen mitokondria lainnya. Perlu juga pengaruh kondisi lingkungan berupa faktor abiotik, ketersedian feeding ground dan kompisisi plankton terhadap morfometrik Ikan Julung-julung, dan pengaruh perbedaan lokasi terhadap perilaku reproduksi sehingga dapat diketahui dengan pasti posisi taksonomi dan spesies dari Ikan Julung-julung yang ditemukan. DAFTAR RUJUKAN de Bruyn, M. De., Ruber, L., Nylinder, S., Stelbrink, B., Lovejoy, N.R., Lavoue, S., Tan, H. H., Nugroho, E., Wowor, D., Peter K. L. Ng., Azizah, S. M. N., Rintelen, T. V., Hall, R. & Carvalho, G.R. 2013. Paleo-Drainage Basin Connectivity Predicts Evolutionary Relationships across Three Southeast Asian Biodiversity Hotspots. Systematic Biology 0 (0): 1–13, 2013. 14 Firdaus, M., Salim, G., Maradhy, E., Abdiani, I. M. & Syahrun. 2013. Analisis Pertumbuhan dan Struktur Umur Ikan Nomei (Harpodon nehereus). Jurnal Akuatika 4 (2). Fitria, Handayani, D., Munif, S. L., Rahayu, D. A. & Listyorini, D. 2013. The Identification of Julung-Julung Fish Living in Pasuruan, East Java, Indonesia Based on Morphological Characteristics. Prosiding Seminar International Conference on Biological Science. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada: 20-21 September 2013. Fowler, H. W. 1934a. Zoological Results of The Third De-Schauensee Siamese Expedition, Part I Fishes. Academy of Natural Sciences Philadelphia 86: 67-163. Mahendra, Y.2013. Keanekaragaman Ikan Air Tawar di Sepanjang Aliran Sungai Bureng Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Media Monitoring Report. 2011. Pemberitaan Kompas tentang Citarum 8 Maret 6 Mei 2011. Communication and Media ICWRMIP. Meisner, A. D. 2001. Phylogenetic Systematics of The Viviparous Halfbeak Genera Dermogenys and Nomorhamphus (Teleostei: Hemiramphidae: Zenarchopterinae). Zoological Journal of the Linnran Society (2001) 133: 199-283. Roos, N., Chamnan, C., Loeung, D., Jakobsen, J. & Thilsted, S.H. 2007. Freshwater Fish as a Dietary Source of Vitamin A In Cambodia. Food Chemistry 103 (2007): 1104–1111. Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bogor: BINACIPTA. Samuel, 2010. Ikan Julung-julung genus Dermogenys. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Pusat Riset Perikanan Tangkap, Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Edisi Mei 2010 No. 2. Shacklee, J. B & Tamaru, C. S. 1981. Biochemical and Morphological Evolution of Hawaian Bone Fish (Albula). Systematic Zoological. 30 (2): 125-146. Turan, C. 1998. A Note on The Examination of Morphometric Differentiation Among Fish Population: the Truss System. Journal of Zoology 23: 259263. Tzeng, T. D., Chiu, C. S. & Yeh, S. Y. 2000. Morphometric Variation in Red-spot Prawn (Metapenaeopsis barbata) in Different Geographic Waters of Taiwan. Institute of Oceanography, National Taiwan University, Taipei 106, Taiwan ROC. Journal Fisheries Research 53 (2001): 211-217. Usman, S. & Soemarlan, S., 1974. Pengamatan di Laboratorium Mengenai IkanIkan Pemakan Jentik Nyamuk. Buletin Penelitian Kesehatan 2 (2): 1-3. Voris, H. K. 2000. Maps of Pleistocene Sea Levels in Southeast Asia: Shorelines, River Systems and Time Durations. Journal Biogeography 27: 1153–1167. Weber, M. & Beaufort, L.F. 1922. The Fishes of the Indo-Australian Archipelago IV Heteromi, Solenichthyes, Synentognathi, Percesoces, Labyrinthici, Microcyprini. Leiden. Wiley, E. O. & Lieberman, B. S. 2011. Phylogenetics: Theory and Practice of Phylogenetic Systematics. Singapore: WILEY-BLACKWELL.