PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SEJARAH ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE KARYAWISATA DAN METODE KONVENSIONAL DI KELAS VII MTs SUNAN KALIJOGO MALANG JURNAL OLEH: NOVIANA HASNAWATI NIM 107831407212 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN SEJARAH PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SEJARAH JULI 2012 PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SEJARAH ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE KARYAWISATA DAN METODE KONVENSIONAL DI KELAS VII MTS SUNAN KALIJOGO MALANG Noviana Hasnawati1 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk membantu sekolah dalam menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal yang dilakukan peneliti pada guru dan siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang, metode yang sering digunakan guru dalam pembelajaran IPS Sejarah adalah metode ceramah (konvensional). Pembelajaran konvensional menyebabkan kebanyakan siswa pasif dan tidak bersemangat, kurang bisa memahami pelajaran, sehingga hasil belajar kurang maksimal. Problematika lain yang dihadapi sekolah terutama dalam proses belajar mengajar adalah kurangnya sumber belajar, selama ini siswa hanya mengandalkan LKS dan catatan dari guru mata pelajaran. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah siswa untuk belajar sehingga siswa menjadi lebih aktif dan hasil belajar siswa dapat meningkat, serta metode tersebut dapat memanfaatkan sumber belajar yang berada di sekitar lingkungan sekolah. Metode yang dimaksud adalah metode karyawisata. Penelitian ini bertujuan: (1) Menguji hipotesis hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di Kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang; (2) Menganalisis perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan bentuk desain Nonequivalent Control Group Design, dengan populasi siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil belajar IPS Sejarah antara kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda secara signifikan, dibuktikan dengan analisis hipotesis yang menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh hasil yaitu thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig < 0.05 (0.014 < 0.05). Jadi nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, dengan nilai rata-rata kelas eksperimen 71,04 dan kelas kontrol 66,88. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode karyawisata berpengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang. Kata kunci: metode karyawisata, metode konvensional, hasil belajar 1 Mahasiswa Jurusan Sejarah angkatan 2007 , Prodi. S1 Pendidikan Sejarah, FIS Universitas Negeri Malang Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat membantu siswa untuk belajar dan meningkatkan kompetensinya. Dalam proses belajar, komponen sumber belajar bisa dimanfatkan secara tunggal atau kombinasi untuk penyerapan hasil belajar terbaik. Sumber belajar juga bisa yang direncanakan atau bisa juga yang dimanfaatkan. Apabila guru IPS masih menggunakan tradisi lama dalam memanfaatkan sumber belajar yang hanya berupa buku teks pelajaran, maka hasil terbaik mungkin tidak tercapai. Banyak hal yang tidak dapat direpresentasikan melalui buku teks pelajaran, lebih baik menggunakan alam sekitar atau hasil budaya masyarakat yang ada. Pembelajaran sejarah di SMP/MTs, dimana sebagian besar materinya bersifat deskriptif yang kronologis jika hanya disampaikan melalui ceramah akan sulit diterima oleh siswa dan membosankan. Guru lebih aktif sedangkan siswa hanya pasif mencatat dan mendengarkan sehingga aktivitas dan kreativitas siswa kurang tampak. Cara ini dirasa sangat membosankan dan tidak menarik perhatian siswa, namun pelajaran akan lebih mengena dan berkesan pada siswa apabila siswa langsung berhadapan pada permasalahan-permasalahan ataupun sumbersumber belajar yang ada di lingkungan sekitarnya Pengalaman yang diperoleh oleh siswa dari hasil pemberitahuan orang lain seperti hasil dari penuturan guru hanya akan teringat sesaat dan setelah itu dilupakan. Oleh karena itu, dalam konteks kurikulum yang berlaku saat ini di SMP/MTs, dalam pembelajaran IPS Sejarah perlu adanya pendekatan pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa dalam proses belajar melalui berbagai aktivitas yang dapat mendukung terhadap pencapaian kompetensi. Salah satu bentuk belajar mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan belajar mengajar di luar kelas yaitu melalui kegiatan karyawisata atau kunjungan situs. Sumaatmadja (1984:112) mengatakan bahwa kegiatan karyawisata bukan berarti melakukan kegiatan yang memakan waktu lama dengan biaya besar, akan tetapi kegiata karyawisata ini merupakan kunjungan ke suatu objek tertentu di luar lingkungan sekolah yang ada dalam bimbingan guru, yang bertujuan untuk mencapai tujuan isntruksional tertentu. Manfaat dari kegiatan kunjungan situs ini adalah untuk mengaplikasikan pelajaran yang didapat oleh siswa di dalam kelas ke alam bebas terbuka dan mendorong siswa agar lebih mencintai alam semesta serta menemukan konsepkonsep pokok dari suatu materi pembelajaran IPS dan memahami hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dimana lingkungan tersebut merupakan sumber-sumber untuk belajar secara langsung. Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPS Sejarah, situs yang berada di sekitar lingkungan sekolah seperti Candi Badut ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber belajar IPS Sejarah yang diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan bermakna. Hamalik (1986:177) berpendapat bahwa karyawisata merupakan kegiatan pendidikan yang realistis dan berguna untuk memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, menurut Sumaatmadja (1984:113114) melalui karyawisata siswa akan memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang dipelajarinya, dorongan untuk melihat kenyataan dan dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang mereka peroleh di dalam kelas dengan kenyataan di masyarakat maupun di lingkungan sekitarnya, sehingga melalui kegiatan karyawisata ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPS Sejarah. Berdasarkan SKKD Kurikulum KTSP mata pelajaran IPS Sejarah untuk kelas VII semester 2, Candi Badut dapat dikaitkan dengan kompetensi dasar 5.1 yaitu mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan Hindu-Budha, serta peninggalan-peninggalannya. Pemilihan situs Candi Badut sebagai tujuan kegiatan karyawisata karena Candi Badut ini mempunyai karakter yang unik dan merupakan candi tertua di Jawa Timur. Sebagian ahli purbakala berpendapat bahwa Candi Badut dibangun atas perintah Raja Gajayana dari Kerajaan Kanjuruhan. Berdasarkan dugaan para ahli, candi ini dibangun sebagai pemujaan terhadap Sang Agastya. PaEni (2009:41) mengatakan bahwa arsitektur Candi Badut memang menunjukkan gaya bangunan candi tua, sebagaimana layaknya bangunan candi-candi Hindu di Jawa Tengah lainnnya. Dilihat dari bentuknya, Candi Badut mirip dengan candi-candi di Jawa Tengah periode abad ke-8 hingga ke-10 terutama di kawasan dataran tinggi Dieng seperti Candi Dieng dan Candi Gedongsongo. Berdasarkan latar belakang di atas maka maka rumusan masalah yang diangkat yaitu: (1) Bagaimana hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang?, (2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo?. Selanjutnya tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk menguji hipotesis hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang, (2) Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang. Disamping itu penelitian ini juga diharapkan: (1) Menambah pemahaman terhadap pendekatan teori dan strategi pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran sejarah terutama berkaitan dengan metode kunjungan wisata, (2) Memberikan sumbangan yang berarti dalam rangka untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di MTs Sunan Kalijogo, dan (3) Dapat menjadi referensi tambahan mengenai pembelajaran sejarah yang diterapkan di sekolah dan bahan pertimbangan untuk menentukan pembelajaran sejarah yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan serta bahan informasi untuk pengembangan pembelajaran sejarah yang lebih efektif dan bermakna. METODE Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental Design) dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Seperti yang dikatakan Sugiyono (2009:116) bahwa “desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random”. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh. Alasan dari digunakannnya sampel jenuh adalah sedikitnya jumlah populasi. Menurut Sugiyono (2009:85) teknik pengambilan sampel jenuh dilakukan karena jumlah populasi yang relatif kecil. Sehingga sampel dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang yang berjumlah 48 siswa dengan kelas yang terbagi menjadi dua (VII A dan VII B). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah RPP, tes berupa soal pilihan ganda dengan jumlah 20 butir. Selain tes aspek kognitif, instrumen yang digunakan adalah lembar penilaian afektif. Lembar penilaian afektif terdiri dari empat butir penilaian yang diukur yaitu (1) perhatian dalam kelas (2) tanggung jawab (3) keterlibatan selama pembelajaran (4) keaktifan dan proses. Sedangkan dalam pelaksanaan pembelajaran IPS Sejarah yang menggunakan metode karyawisata ke Candi Badut, digunakan catatan lapangan untuk melengkapi data yang berkaitan dengan hasil belajar dari keterampilan berinteraksi siswa (human relations) yang mengikuti pembelajaran dengan metode karyawisata di Candi Badut. Validitas yang digunakan untuk menguji alat ukur dalam penelitian ini adalah validitas isi, maka soal tes disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah diajarkan dengan menggunakan kisi-kisi soal. Selain itu validitas konstrak juga ditempuh dengan cara mengkonsultasikan instrumen soal dengan para ahli di bidangnya seperti guru IPS Sejarah SMP Negeri 1 Malang. Uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap-tiap item dengan skor total dalam skala. Sedangkan Uji reliabilitas dalam penelitian menggunkan Teknik Alpha Cronbach. Uji prasyarat analisis digunakan untuk mengetahui keabsahan data, apakah data yang diperoleh benar-benar berdistribusi normal, variannya homogen dan memiliki kemampuan awal yang sama. Uji prasyarat analisis terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas, dan uji kemampuan awal siswa. Selain itu, uji gain score juga diterapkan dalam peneitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan pada masing-masing kelas sampel. Selanjutnya uji hipotesis dilakukan sebagaimana dijelaskan Arikunto (2002:275) bahwa analisis data untuk penelitian eksperimen menggunakan uji-t. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rumus uji-t dengan taraf signifikasi α = 0,05 HASIL Data nilai pre-test merupakan pengetahuan awal (kognitif) siswa sebelum diberikan perlakuan. Kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu diberi pre-test dengan tujuan untuk mengetahui pengetahuan awal mereka terhadap materi dan untuk mengukur apakah pengetahuan mereka setara. Tabel 1. Data Nilai Pre-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen No. Data Nilai Pre-test Kelas Kontrol 1 Modus (Nilai Tertinggi) 60 2 Nilai Terendah 40 3 Mean (Rata-Rata) 51.46 4 Jumlah siswa yang memenuhi KKM 0% Kelas Eksperimen 60 40 50.62 0% Dari kedua kelas tersebut tidak ada satupun siswa mendapatkan nilai yang memenuhi SKM. Pada kelas kontrol nilai terendah adalah 40 dan nilai tertingginya adalah 60. Nilai rata-rata pada kelas kontrol sebesar 51,46. Tidak jauh berbeda, pada kelas eksperimen nilai terendah adalah 40 dan nilai tertingginya adalah 60. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen sebesar 50,62. Data nilai post-test merupakan kemampuan akhir (kognitif) siswa sesudah diberikan perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah siswa kelas eksperimen diajar dengan menggunakan metode karyawisata, sedangkan siswa kelas kontrol diajar dengan metode konvensional, kemudian kedua kelas tersebut diberi posttest untuk mengetahui seberapa besar kemampuan mereka menyerap dan memahami materi yang menggunakan model atau metode pembelajaran yang berbeda. Tabel 2. Data Nilai Post-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen No. Data Nilai Post-test Kelas Kontrol 1 Modus (Nilai Tertinggi) 85 2 Nilai Terendah 50 3 Mean (Rata-Rata) 66.88 4 Jumlah siswa yang memenuhi KKM 11 (45,8%) Kelas Eksperimen 95 55 71.04 16 (66,7%) Nilai siswa di kelas kontrol yang memenuhi SKM sebanyak 11 siswa atau sebesar 45,8%, dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendahnya 50. Nilai rata-rata pada kelas kontrol sebesar 66,88. Sedangkan pada kelas eksperimen, siswa yang nilainya memenuhi SKM sebanyak 16 siswa atau sebesar 66,7%, dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendahnya 55. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen sebesar 71,04. Berdasarkan data nilai afektif kelas eksperimen (kelas yang diajar dengan metode karyawisata) menunjukkan hasil yang lebih baik daripada kelas kontrol (siswa yang diajar dengan metode konvensional), dimana nilai afektif kelas eksperimen mengalami peningkatan dari 67% (Cukup) menjadi 84% (Baik) atau meningkat sebesar 17%, sedangkan kelas kontrol meningkat dari 52% (Kurang) menjadi 70% (Cukup) atau meningkat 18%. Penilaian dari aspek psikomotorik (keterampilan berinteraksi siswa/human relations) dapat terlihat dari siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata ke Candi Badut yaitu pada kelas eksperimen. Hal ini dibuktikan dengan catatan lapangan yang mengindikasikan adanya keterampilan berinteraksi yang dilakukan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran di situs Candi Badut. Sebagai uji prasyarat analisis digunakan uji normalitas untuk mengetahui data yang telah diperoleh terdistribusi dengan normal atau tidak. Dalam uji normalitas ini digunakan program SPSS 16.0 for windows dengan fasilitas test of normality kolmogorov-smirnov. Data dapat dikatakan terdistribusi normal apabila nilai sig (signifikasi)>0,05. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa (Pre-Test) Data Kelompok Statistik Signifikasi Kontrol .168 .079 Kemampuan awal Eksperimen .206 .101 (pre-test) Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa (Post-Test) Data Kelompok Statistik Signifikasi Hasil Belajar Kontrol .124 .200 Eksperimen .147 .198 (post-test) Kesimpulan Normal Normal Kesimpulan Normal Normal Hasil uji normalitas kepada kedua sampel menunjukkan bahwa sampel terdistribusi normal. Sedangkan uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang telah diperoleh berasal dari sampel yang memiliki varian yang sama atau homogen. Dalam penelitian ini perhitungan uji homogenitas menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows dengan fasilitas test of normality kolmogorov-smirnov. Data dikatakan memiliki varian yang sama (homogen) jika nilai sig (signifikasi)>0,05 Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa (Pre-Test) Variabel n α Sig Kemampuan awal (pre-test) 46 0,05 .685 Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Siswa (Post-Test) Variabel n α Sig Hasil belajar (post-test) 46 0,05 .868 Kesimpulan Homogen Kesimpulan Homogen Dapat diketahui bahwa nilai sig (signifikasi)>0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari dua sampel yang bervarian sama atau homogen. Uji gain score dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah ada perubahan pada hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan. Perhitungan uji gain score dilakukan dengan cara membandingkan hasil pre-test dan post-test disetiap kelompok sampel. Hasil belajar siswa dianggap mengalami perubahan apabila sig (signifikasi) < 0,05 atau thitung > ttabel. Tabel 7. Hasil Uji Gain Score untuk Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol Variabel thitung ttabel Sig Gain Score Kelas Kontrol 6.652 2.021 .000 Keterangan Sig < 0.05 thitung > ttabel Tabel 8. Hasil Uji Gain Score untuk Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen Variabel thitung ttabel Sig Keterangan Sig < 0.05 Gain Score Kelas Eksperimen 8.149 2.021 .000 thitung > ttabel Dari hasil uji t gain score di atas dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara nilai pre-test dan post-test di kedua kelompok sampel. Untuk mengetahui sejauh mana/seberapa signifikan perbedaan hasil belajar diantara keduanya maka dilanjutkan dengan uji t hipotesis. Berdasarkan analisis dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows dengan fasilitas Independent Sample T-Test diperoleh nilai t sebagai berikut: Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Hasil Belajar Siswa Variabel thitung Perubahan hasil belajar siswa 2,568 ttabel Sig 2,021 .014 Keterangan H0 ditolak H1 diterima Dapat diketahui bahwa thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig (signifikasi)<0.05 (0.014 < 0.05), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima. Artinya ada perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar menggunakan metode karyawisata dengan siswa yang diajar menggunakan metode konvensional. PEMBAHASAN Hasil belajar merupakan indikator keberhasilan suatu proses pembelajaran, banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diantaranya faktor intern dan faktor ekstern. Salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar yaitu dengan memanfaatkan atau menggunakan metode belajar dalam proses pembelajaran. Materi yang berisikan peninggalan-peninggalan kerajaan yang bercorak HinduBudha, contohnya tentang Candi Badut sebenarnya dapat diajarkan menggunakan metode pengajaran konvensional melalui ceramah. Ciri-ciri dalam pembelajaran konvensional seperti yang dijelaskan oleh Nurhadi (2002:7-8) sebagai berikut: (1) siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, (2) siswa lebih banyak belajar secara individual dengan meneima, mencatat dan menghafal materi pelajaran, (3) pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak, (4) kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan, (5) tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalkan individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman, atau sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru, (6) guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran, (7) pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa, dan (8) pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas. Metode ceramah adalah metode pengajaran yang konvensional, guru hanya bercerita saja sesuai dengan yang ada di dalam buku. Bisa juga menggunakan alat bantu seperti papan tulis, kapur tulis dan lain-lain. Metode ceramah adalah penuturan atau penjelasan guru secara lisan. Dimana dalam pelaksanaannya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada murid-muridnya. Pengaruh pembelajaran menggunakan metode ceramah terhadap hasil belajar siswa sulit untuk dibayangkan, jika tidak ada pengalaman yang dimiliki sebelumnya dan pelajaran mudah terlupakan. Sehingga kemungkinan kecil pula materi pelajaran yang diingat, yang akibatnya siswa sulit mentransfer hasil belajarnya ke situasi yang baru dan hasil belajarnya juga rendah. Hal ini dikarenakan metode konvensional memiliki beberapa kelemahan seperti yang dijelaskan oleh Alipande (dalam Yulianti, 2007:29) yaitu (1) siswa sering kali kurang aktif dalam proses belajar mengajar, (2) kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat dan berpikir dalam memecahkan masalah dan siswa dipaksa untuk mengikuti jalan pikiran guru, (3) siswa kecenderungan menghafal dan bila terlalu lama bisa membosankan bagi siswa tersebut, (4) guru kurang memberikan bimbingan individu kepada siswa sehingga guru tidak bisa mengetahui segi-segi mana yang belum bisa dipahami, (5) interaksi antara siswa dengan guru cenderung satu arah, dan (6) dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam mengembangkan belajarnya. Selain itu, menurut Roestiyah (2008:138) menyatakan bahwa teknik berceramah ini memiliki kelemahan yaitu guru tidak mampu untuk mengontrol sejauh mana siswa telah memahami uraiannya. Metode karyawisata merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki suatu tempat dan untuk memberikan pengalaman nyata pada siswa yang ada hubungannya dengan pelajaran. Penerapan metode karyawisata ini selaras dengan prinsip-prinsip dalam pengajaran IPS Sejarah sebagaimana dijelaskan Depdikbud (dalam Khotimah, 2006) diantaranya yaitu (1) dalam mengajarkan bahan-bahan pada IPS/sejarah hendaknya dimulai dari lingkungan yang terdekat (sekitar), yang sederhana sampai kepada bahan yang lebih luas dan kompleks, (2) dalam belajar sejarah pengalaman langsung melalui pengamatan, observasi maupun mencoba suatu akan membantu siswa lebih memahami pengertian akan ide-ide dasar dalam pelajaran IPS Sejarah sehingga kegiatan siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajarinya akan lebih mendalam, (3) agar pembelajaran sejarah tetap menarik, dapat digunakan bermacam-macam metode dan perlu adanya variasi pengajaran, (4) dalam pembelajaran sejarah ada bagian yang perlu dilafalkan dan latihan serta pengalaman langsung juga perlu dilaksanakan melalui suatu kegiatan pemecahan masalah sehingga pengertian pemahaman siswa terhadap suatu konsep dapat diterapkan. Hamalik (1986:176) menyatakan bahwa kegiatan karyawisata pada umumnya didorong oleh motivasi: mencari keterangan tentang hal tertentu, melatih sikap anak, membangkitkan minat, mengembangkan apresiasi, menikmati pengalaman-pengalaman baru. Selanjutnya Sumaatmadja (1984:113-114) menjelaskan bahwa hal yang harus menjadi perhatian guru IPS dari pihak murid atau siswa yaitu bahwa mereka memiliki dorongan-dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang dipelajarinya (sense of interest), dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality), dan dorongan untuk menemukan sendiri halhal yang menarik perhatiannya (sense of discovery). Ketiga hakekat naluriah yang ada pada diri anak didik harus mendapat perhatian guru untuk selanjutnya dibina dan dikembangkan pada pengajaran IPS. Langkah-langkah kegiatan karyawisata menggunakan Candi Badut sebagai sumber belajar sejarah meliputi: (1) Persiapan karyawisata, (2) Pelaksanaan karyawisata (observasi, memperhatikan objek, mendengarkan, menggali dan mencatat informasi yang ditemukan, melakukan presentasi/tanya jawab), tahap ini merupakan kegiatan sesunguhnya dari karyawisata, (3) Tindak lanjut karyawisata (pembuatan laporan karyawisata, mendiskusikan di kelas). Pada dasarnya Candi Badut dapat digunakan sebagai sumber belajar IPS Sejarah, dimana sumber belajar ini merupakan sumber belajar yang dimanfaatkan karena sudah tersedia di sekitar lingkungan sekolah. Dale dalam Rohani (2004:162) berpendapat bahwa yang disebut sumber belajar itu pengalaman. Dan berdasarkan kerucut pengalaman Dale, karyawisata merupakan suatu hal yang konkret, maksudnya karyawisata merupakan pengajaran langsung melalui pengalaman langsung. Penerapan metode karyawisata disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa, maka dalam kegiatan karyawisata ke Candi Badut ini aspek yang mereka telusuri ialah mengenai latar belakang sejarah candi, ciri-ciri/arsitektur candi dan sebagainya sesuai dengan petunjuk lembar kegiatan siswa yang berisi panduan hal-hal apa saja yang akan mereka observasi, temukan, dan eksplorasi selama kegiatan di situs tersebut. Peningkatan hasil belajar siswa di kelas kontrol dan eksperimen samasama meningkat secara signifikan. Namun yang membedakan adalah seberapa jauh peningkatan hasil belajar antara kelas kontrol dan eksperimen. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut agar dapat diketahui manakah di antara kedua kelompok tersebut yang mengalami peningkatan hasil belajar lebih signifikan. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan uji-t yang juga digunakan sebagai uji hipotesis hasil belajar. Uji hipotesis hasil belajar siswa diperoleh dengan cara membandingkan selisih pre-test dan post-test di kelas kontrol dan eksperimen. Selisih pre-test dan post-test di kelas kontrol kemudian dibandingkan dengan selisih pre-test dan posttest kelompok eksperimen menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil uji t menyatakan bahwa thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig < 0.05 (0.014 < 0.05), sehingga H0 (hipotesis nol) ditolak dan H1 (hipotesis alternatif) diterima. H1 menyatakan bahwa perubahan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode karyawisata berbeda secara signifikan dengan perubahan hasil belajar siswa yang yang diajar menggunakan metode konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dengan yang diajar menggunakan metode konvensional. Perbedaan hasil belajar yang signifikan tersebut bukan merupakan suatu hal yang kebetulan tetapi karena pengaruh dari penerapan metode karyawisata dengan segala kebaikannya yang telah dijelaskan peneliti pada pembahasan di atas. Selain aspek kognitif, penilaian selama proses pembelajaran juga dapat dijelaskan dengan afektif siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen mempunyai hasil yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai afektif siswa kelas eksperimen yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata lebih baik dari siswa yang diajar dengan metode konvensional. Indikator hasil belajar siswa yang diajar dengan metode karyawisata selain dari aspek kognitif dan afektif yaitu aspek psikomotorik (keterampilan berinteraksi siswa/human relations). Indikator ini tidak tampak jika pembelajaran dilakukan dengan metode konvensional. Keunggulan metode karyawisata ini juga didukung oleh kerucut pengalaman yang dibuat Edgar Dale dimana karyawisata menempati urutan kelima dari dua belas penggolongan metode mengajar yang dapat mudah dipahami oleh siswa. Selain itu, metode karyawisata memiliki keunggulan dibanding metode konvensional sebagaimana diungkapkan oleh Surakhmad (1986:116) bahwa metode karyawisata mempunyai beberapa kebaikan, antara lain ialah: (1) anak didik dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beraneka ragam dari dekat, (2) anak didik dapat menghayati pengalaman-pengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan, (3) anak didik dapat menjawab masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba dan membuktikan secara langsung, (4) anak didik dapat memperoleh informasi dengan jalan mengadakan wawancara atau mendengarkan ceramah yang diberikan “on the spot”, dan (5) anak didik dapat mempelajari sesuatu secara integral dan komprehensif. Menurut Roestiyah (2008:87) menyimpulkan bahwa teknik karyawisata memiliki keunggulan sebagai berikut: (1) siswa dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas pada objek karyawisata itu, serta mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka. Hal mana tidak mungkin diperoleh di sekolah; sehingga kesempatan tersebut dapat mengembangkan bakat khusus atau keterampilan mereka, (2) siswa dapat melihat berbagai kegiatan para petugas secara individu maupun secara kelompok dan dihayati secara langsung yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman mereka, (3) dalam kesempatan ini siswa dapat bertanya jawab, menemukan sumber informasi yang pertama untuk memecahkan segala persoalan yang dihadapi, sehingga mungkin mereka menemukan bukti kebenaran teorinya, atau mencobakan teorinya ke dalam praktek, dan (4) dengan objek yang ditinjau itu siswa dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah dan terpadu. Sedangkan Djamarah (2010:94) menjelaskan bahwa metode karyawisata mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) karyawisata memiliki prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran, (2) membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan di masyarakat, (3) pengajaran serupa ini dapat lebih merangsang kreativitas siswa, dan (4) informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas dan aktual. Hal ini didasarkan pada hasil belajar siswa dan nilai afektif siswa yang lebih baik daripada siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional. Berdasarkan hal tersebut bahwa pelaksanaan karyawisata sebagai metode mengajar dapat meningkatkan hasil belajar, karena metode karyawisata merupakan pembelajaran yang mudah dimengerti oleh siswa. Oleh sebab itu maka guru jangan hanya melakukan pembelajaran di dalam kelas saja untuk mengurangi verbalisme dan kejenuhan pada siswa. Dengan karyawisata materi yang ada dalam pembelajaran dapat dibuktikan dengan kenyataanya di lapangan sehingga menguragi verbalisme yang sering membuat siswa menjadi sulit menerima pelajaran. Hal ini membuat materi pelajaran tersebut terpatri dalam benak siswa, karena pengalaman langsung pada umumnya lebih baik dari pada pengalaman tidak langsung. Selain itu, kegiatan karyawisata ke Candi Badut ini merupakan implemetasi dari sebuah pengembangan pengajaran sejarah dengan memanfaatkan studi sejarah lokal. Sebagaimana dijelaskan oleh Widja (1989:113) bahwa kelebihan khusus yang dimiliki oleh pengajaran sejarah lokal, dibandingkan dengan pengajaran yang konvensional yaitu kemampuannya untuk membawa murid pada situasi riil di lingkungannya. Topik dan materi bahasan dalam skrispsi ini yaitu Candi Badut ini sangat relevan untuk dijadikan acuan atau materi pendamping pada saat kita menjelaskan tentang identifikasi peninggalanpeninggalan bersejarah bercirikan Hindu-Budha di Indonesia, terutama di tingkat pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA. Dengan menyelipkan atau memasukkan materi tentang Candi Badut pada pokok bahasan (SK/KD) tersebut, maka peserta didik terutama yang bersekolah/bertempat tinggal di sekitar lingkungan Candi Badut, tidak akan terasing dengan masa lalu masyarakatnya. Mereka akan lebih mengetahui dan menghayati dengan baik perkembangan masyarakatnya dari masa lampau sampai kini yang terjadi di lingkungannya sendiri. Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai pendapat di atas, cukuplah membuktikan bahwa pembelajaran dengan metode karyawisata berpengaruh positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa khususnya pada siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pembelajaran IPS Sejarah kompetensi peninggalan-peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha (Candi Badut) dengan metode karyawisata menghasilkan hasil belajar (aspek kognitif) lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional. Hasil rata-rata post-test dengan metode karyawisata sebesar 71,04 sedangkan dengan metode konvensional sebesar 66,88. Berdasarkan aspek afektif siswa, kelas eksperimen (kelas yang diajar dengan metode karyawisata) menunjukkan hasil yang lebih baik daripada kelas kontrol (siswa yang diajar dengan metode konvensional). Selain itu, penilaian dari aspek psikomotorik (keterampilan berinteraksi siswa/human relations) dapat terlihat dari siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata ke Candi Badut yaitu pada kelas eksperimen. Hal ini dibuktikan dengan catatan lapangan yang mengindikasikan adanya keterampilan berinteraksi yang dilakukan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran di situs Candi Badut. Ada perbedaan antara hasil belajar IPS Sejarah pada kompetensi peninggalan-peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha (Candi Badut) antara siswa yang diajar dengan metode karyawisata dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode konvensional pada siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo. Hal ini didasarkan dari hasil uji t hipotesis yang menyatakan thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig<0.05 (0.014 < 0.05), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima. Hal ini dikarenakan pengaruh penerapan metode karyawisata karena metode karyawisata merupakan pembelajaran yang mudah dimengerti oleh siswa, materi yang ada dalam pembelajaran dapat dibuktikan dengan kenyataanya di lapangan sehingga menguragi verbalisme yang sering membuat siswa menjadi sulit menerima pelajaran sehingga materi dapat diingat dalam benak siswa, karena pengalaman langsung pada umumnya lebih baik dari pada pengalaman tidak langsung. Pembelajaran IPS Sejarah dengan menerapkan metode karyawisata ke Candi Badut memberikan kontribusi yang positif bagi pendidikan sejarah. Kegiatan karyawisata ke Candi Badut merupakan implemetasi dari sebuah pengembangan pengajaran sejarah dengan memanfaatkan studi sejarah lokal. Saran 1. Bagi Sekolah Pihak sekolah melalui kepala sekolah sebagai pimpinan hendaknya lebih mendorong guru-guru untuk mengembangkan sumber belajar yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa, sehingga mampu mendorong siswa untuk lebih giat dan aktif dalam belajar. Kegiatan wisata yang dilakukan banyak sekolah setiap tahun seharusnya tidak hanya kegiatan jalan-jalan saja tetapi akan lebih berarti apabila kegiatan wisata diselinggi dengan pembelajaran yang menambah pengetahuan siswa. 2. Bagi Guru Bagi guru IPS yang ingin menerapkan metode karyawisata ini harus menguasai hakekat metode karyawisata tersebut, kelemahan yang ada pada metode ini, langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya, dan pokok nahasan yang paling cocok dapat dikembangkan melalui metode karyawisata yang bersangkutan. 3. Bagi Peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema ini tentunya lebih mengembangkan metode penelitian untuk hasil akhir penelitian yang lebih akurat. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Djamarah, S.B. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, O. 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni Khotimah, S. 2006. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pelajaran PKPS/IPS Sejarah Dengan Menggunakan Media Gambar Pada Pokok Bahasan Peninggalan Bangunan Bersejarah Pada Siswa Kelas IV SD Gisikdrono 04 Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun Ajaran 2005/2006. Semarang: Universitas Negeri Semarang (Online), (http://www.digilib.uns.ac.id), diakses 7 Februari 2011 Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang PaEni, M. (Ed). 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Religi dan Falsafah. Jakarta: PT Raja Granfindo Persada Roestiyah, N. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta Sumaatmadja, N. 1984. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alumni Surakhmad, W. 1986. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar: Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Tarsito: Bandung Widja, I.G. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Yulianti, D.F. 2007. Perbedaan Prestasi Belajar Siswa dengan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw (Studi pada Siswa Kelas III APK SMK Arjuna I Malang). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang