perbedaan hasil belajar ips sejarah antara siswa

advertisement
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SEJARAH
ANTARA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN
METODE KARYAWISATA DAN METODE KONVENSIONAL
DI KELAS VII MTs SUNAN KALIJOGO MALANG
JURNAL
OLEH:
NOVIANA HASNAWATI
NIM 107831407212
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SEJARAH
JULI 2012
PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS SEJARAH ANTARA SISWA YANG
DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE KARYAWISATA
DAN METODE KONVENSIONAL DI KELAS VII
MTS SUNAN KALIJOGO MALANG
Noviana Hasnawati1
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk membantu sekolah dalam
menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal yang dilakukan
peneliti pada guru dan siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang,
metode yang sering digunakan guru dalam pembelajaran IPS Sejarah
adalah metode ceramah (konvensional). Pembelajaran konvensional
menyebabkan kebanyakan siswa pasif dan tidak bersemangat, kurang
bisa memahami pelajaran, sehingga hasil belajar kurang maksimal.
Problematika lain yang dihadapi sekolah terutama dalam proses
belajar mengajar adalah kurangnya sumber belajar, selama ini siswa
hanya mengandalkan LKS dan catatan dari guru mata pelajaran. Oleh
karena itu diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat
membangkitkan gairah siswa untuk belajar sehingga siswa menjadi
lebih aktif dan hasil belajar siswa dapat meningkat, serta metode
tersebut dapat memanfaatkan sumber belajar yang berada di sekitar
lingkungan sekolah. Metode yang dimaksud adalah metode
karyawisata. Penelitian ini bertujuan: (1) Menguji hipotesis hasil
belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar menggunakan metode
karyawisata dan metode konvensional di Kelas VII MTs Sunan
Kalijogo Malang; (2) Menganalisis perbedaan hasil belajar IPS
Sejarah antara siswa yang diajar menggunakan metode karyawisata
dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan bentuk
desain Nonequivalent Control Group Design, dengan populasi siswa
kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang semester genap tahun
pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hasil
belajar IPS Sejarah antara kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda
secara signifikan, dibuktikan dengan analisis hipotesis yang
menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh
hasil yaitu thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig < 0.05 (0.014 < 0.05).
Jadi nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, dengan
nilai rata-rata kelas eksperimen 71,04 dan kelas kontrol 66,88. Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan
metode karyawisata berpengaruh positif terhadap peningkatan hasil
belajar siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang.
Kata kunci: metode karyawisata, metode konvensional, hasil belajar
1
Mahasiswa Jurusan Sejarah angkatan 2007 , Prodi. S1 Pendidikan Sejarah, FIS Universitas Negeri
Malang
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat membantu siswa
untuk belajar dan meningkatkan kompetensinya. Dalam proses belajar, komponen
sumber belajar bisa dimanfatkan secara tunggal atau kombinasi untuk penyerapan
hasil belajar terbaik. Sumber belajar juga bisa yang direncanakan atau bisa juga
yang dimanfaatkan. Apabila guru IPS masih menggunakan tradisi lama dalam
memanfaatkan sumber belajar yang hanya berupa buku teks pelajaran, maka hasil
terbaik mungkin tidak tercapai. Banyak hal yang tidak dapat direpresentasikan
melalui buku teks pelajaran, lebih baik menggunakan alam sekitar atau hasil
budaya masyarakat yang ada.
Pembelajaran sejarah di SMP/MTs, dimana sebagian besar materinya
bersifat deskriptif yang kronologis jika hanya disampaikan melalui ceramah akan
sulit diterima oleh siswa dan membosankan. Guru lebih aktif sedangkan siswa
hanya pasif mencatat dan mendengarkan sehingga aktivitas dan kreativitas siswa
kurang tampak. Cara ini dirasa sangat membosankan dan tidak menarik perhatian
siswa, namun pelajaran akan lebih mengena dan berkesan pada siswa apabila
siswa langsung berhadapan pada permasalahan-permasalahan ataupun sumbersumber belajar yang ada di lingkungan sekitarnya Pengalaman yang diperoleh
oleh siswa dari hasil pemberitahuan orang lain seperti hasil dari penuturan guru
hanya akan teringat sesaat dan setelah itu dilupakan. Oleh karena itu, dalam
konteks kurikulum yang berlaku saat ini di SMP/MTs, dalam pembelajaran IPS
Sejarah perlu adanya pendekatan pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa
dalam proses belajar melalui berbagai aktivitas yang dapat mendukung terhadap
pencapaian kompetensi.
Salah satu bentuk belajar mengajar yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut adalah dengan belajar mengajar di luar kelas yaitu melalui kegiatan
karyawisata atau kunjungan situs. Sumaatmadja (1984:112) mengatakan bahwa
kegiatan karyawisata bukan berarti melakukan kegiatan yang memakan waktu
lama dengan biaya besar, akan tetapi kegiata karyawisata ini merupakan
kunjungan ke suatu objek tertentu di luar lingkungan sekolah yang ada dalam
bimbingan guru, yang bertujuan untuk mencapai tujuan isntruksional tertentu.
Manfaat dari kegiatan kunjungan situs ini adalah untuk mengaplikasikan
pelajaran yang didapat oleh siswa di dalam kelas ke alam bebas terbuka dan
mendorong siswa agar lebih mencintai alam semesta serta menemukan konsepkonsep pokok dari suatu materi pembelajaran IPS dan memahami hubungan
antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dimana lingkungan tersebut
merupakan sumber-sumber untuk belajar secara langsung.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPS Sejarah, situs yang berada di
sekitar lingkungan sekolah seperti Candi Badut ini bisa dimanfaatkan sebagai
sumber belajar IPS Sejarah yang diharapkan dapat menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan dan bermakna.
Hamalik (1986:177) berpendapat bahwa
karyawisata merupakan kegiatan pendidikan yang realistis dan berguna untuk
memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, menurut Sumaatmadja (1984:113114) melalui karyawisata siswa akan memiliki dorongan minat dan perhatian
terhadap apa yang dipelajarinya, dorongan untuk melihat kenyataan dan dorongan
untuk menemukan sendiri hal-hal yang mereka peroleh di dalam kelas dengan
kenyataan di masyarakat maupun di lingkungan sekitarnya, sehingga melalui
kegiatan karyawisata ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPS Sejarah.
Berdasarkan SKKD Kurikulum KTSP mata pelajaran IPS Sejarah untuk
kelas VII semester 2, Candi Badut dapat dikaitkan dengan kompetensi dasar 5.1
yaitu mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan
Hindu-Budha, serta peninggalan-peninggalannya. Pemilihan situs Candi Badut
sebagai tujuan kegiatan karyawisata karena Candi Badut ini mempunyai karakter
yang unik dan merupakan candi tertua di Jawa Timur. Sebagian ahli purbakala
berpendapat bahwa Candi Badut dibangun atas perintah Raja Gajayana dari
Kerajaan Kanjuruhan. Berdasarkan dugaan para ahli, candi ini dibangun sebagai
pemujaan terhadap Sang Agastya. PaEni (2009:41) mengatakan bahwa arsitektur
Candi Badut memang menunjukkan gaya bangunan candi tua, sebagaimana
layaknya bangunan candi-candi Hindu di Jawa Tengah lainnnya. Dilihat dari
bentuknya, Candi Badut mirip dengan candi-candi di Jawa Tengah periode abad
ke-8 hingga ke-10 terutama di kawasan dataran tinggi Dieng seperti Candi Dieng
dan Candi Gedongsongo.
Berdasarkan latar belakang di atas maka maka rumusan masalah yang
diangkat yaitu: (1) Bagaimana hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar
dengan menggunakan metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII
MTs Sunan Kalijogo Malang?, (2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS
Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dan
metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo?. Selanjutnya tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) Untuk menguji hipotesis hasil belajar IPS Sejarah antara
siswa yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata dan metode
konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang, (2) Untuk menganalisis
perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan menggunakan
metode karyawisata dan metode konvensional di kelas VII MTs Sunan Kalijogo
Malang. Disamping itu penelitian ini juga diharapkan: (1) Menambah pemahaman
terhadap pendekatan teori dan strategi pembelajaran melalui pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran sejarah terutama berkaitan dengan metode
kunjungan wisata, (2) Memberikan sumbangan yang berarti dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di MTs Sunan Kalijogo, dan (3)
Dapat menjadi
referensi tambahan mengenai pembelajaran sejarah yang
diterapkan di sekolah dan bahan pertimbangan untuk menentukan pembelajaran
sejarah yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan serta bahan informasi untuk
pengembangan pembelajaran sejarah yang lebih efektif dan bermakna.
METODE
Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif dan jenis penelitian
eksperimen semu (Quasi Experimental Design) dengan desain Nonequivalent
Control Group Design. Seperti yang dikatakan Sugiyono (2009:116) bahwa
“desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design, hanya pada
desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara
random”. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel jenuh.
Alasan dari digunakannnya sampel jenuh adalah sedikitnya jumlah populasi.
Menurut Sugiyono (2009:85) teknik pengambilan sampel jenuh dilakukan karena
jumlah populasi yang relatif kecil. Sehingga sampel dari penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang yang berjumlah 48 siswa
dengan kelas yang terbagi menjadi dua (VII A dan VII B). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah RPP, tes berupa soal pilihan ganda dengan
jumlah 20 butir. Selain tes aspek kognitif, instrumen yang digunakan adalah
lembar penilaian afektif. Lembar penilaian afektif terdiri dari empat butir
penilaian yang diukur yaitu (1) perhatian dalam kelas (2) tanggung jawab (3)
keterlibatan selama pembelajaran (4) keaktifan dan proses. Sedangkan dalam
pelaksanaan pembelajaran IPS Sejarah yang menggunakan metode karyawisata ke
Candi Badut, digunakan catatan lapangan untuk melengkapi data yang berkaitan
dengan hasil belajar dari keterampilan berinteraksi siswa (human relations) yang
mengikuti pembelajaran dengan metode karyawisata di Candi Badut.
Validitas yang digunakan untuk menguji alat ukur dalam penelitian ini
adalah validitas isi, maka soal tes disusun berdasarkan materi pelajaran yang telah
diajarkan dengan menggunakan kisi-kisi soal. Selain itu validitas konstrak juga
ditempuh dengan cara mengkonsultasikan instrumen soal dengan para ahli di
bidangnya seperti guru IPS Sejarah SMP Negeri 1 Malang.
Uji validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
teknik Korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan skor
tiap-tiap item dengan skor total dalam skala. Sedangkan Uji reliabilitas dalam
penelitian menggunkan Teknik Alpha Cronbach. Uji prasyarat analisis digunakan
untuk mengetahui keabsahan data, apakah data yang diperoleh benar-benar
berdistribusi normal, variannya homogen dan memiliki kemampuan awal yang
sama. Uji prasyarat analisis terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas, dan uji
kemampuan awal siswa. Selain itu, uji gain score juga diterapkan dalam peneitian
ini untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada hasil belajar siswa antara
sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan pada masing-masing kelas sampel.
Selanjutnya uji hipotesis dilakukan sebagaimana dijelaskan Arikunto (2002:275)
bahwa analisis data untuk penelitian eksperimen menggunakan uji-t. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan rumus uji-t dengan taraf signifikasi α = 0,05
HASIL
Data nilai pre-test merupakan pengetahuan awal (kognitif) siswa sebelum
diberikan perlakuan. Kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum diberi
perlakuan, terlebih dahulu diberi pre-test dengan tujuan untuk mengetahui
pengetahuan awal mereka terhadap materi dan untuk mengukur apakah
pengetahuan mereka setara.
Tabel 1. Data Nilai Pre-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
No.
Data Nilai Pre-test
Kelas Kontrol
1
Modus (Nilai Tertinggi)
60
2
Nilai Terendah
40
3
Mean (Rata-Rata)
51.46
4
Jumlah siswa yang memenuhi KKM
0%
Kelas Eksperimen
60
40
50.62
0%
Dari kedua kelas tersebut tidak ada satupun siswa mendapatkan nilai yang
memenuhi SKM. Pada kelas kontrol nilai terendah adalah 40 dan nilai
tertingginya adalah 60. Nilai rata-rata pada kelas kontrol sebesar 51,46. Tidak
jauh berbeda, pada kelas eksperimen nilai terendah adalah 40 dan nilai
tertingginya adalah 60. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen sebesar 50,62.
Data nilai post-test merupakan kemampuan akhir (kognitif) siswa sesudah
diberikan perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah siswa kelas eksperimen
diajar dengan menggunakan metode karyawisata, sedangkan siswa kelas kontrol
diajar dengan metode konvensional, kemudian kedua kelas tersebut diberi posttest untuk mengetahui seberapa besar kemampuan mereka menyerap dan
memahami materi yang menggunakan model atau metode pembelajaran yang
berbeda.
Tabel 2. Data Nilai Post-test Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
No.
Data Nilai Post-test
Kelas Kontrol
1
Modus (Nilai Tertinggi)
85
2
Nilai Terendah
50
3
Mean (Rata-Rata)
66.88
4
Jumlah siswa yang memenuhi KKM
11 (45,8%)
Kelas Eksperimen
95
55
71.04
16 (66,7%)
Nilai siswa di kelas kontrol yang memenuhi SKM sebanyak 11 siswa atau
sebesar 45,8%, dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendahnya 50. Nilai rata-rata
pada kelas kontrol sebesar 66,88. Sedangkan pada kelas eksperimen, siswa yang
nilainya memenuhi SKM sebanyak 16 siswa atau sebesar 66,7%, dengan nilai
tertinggi 95 dan nilai terendahnya 55. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen
sebesar 71,04.
Berdasarkan data nilai afektif kelas eksperimen (kelas yang diajar dengan
metode karyawisata) menunjukkan hasil yang lebih baik daripada kelas kontrol
(siswa yang diajar dengan metode konvensional), dimana nilai afektif kelas
eksperimen mengalami peningkatan dari 67% (Cukup) menjadi 84% (Baik) atau
meningkat sebesar 17%, sedangkan kelas kontrol meningkat dari 52% (Kurang)
menjadi 70% (Cukup) atau meningkat 18%.
Penilaian
dari
aspek
psikomotorik
(keterampilan
berinteraksi
siswa/human relations) dapat terlihat dari siswa yang diajar dengan menggunakan
metode karyawisata ke Candi Badut yaitu pada kelas eksperimen. Hal ini
dibuktikan dengan catatan lapangan yang mengindikasikan adanya keterampilan
berinteraksi yang dilakukan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran di situs
Candi Badut.
Sebagai uji prasyarat analisis digunakan uji normalitas untuk mengetahui
data yang telah diperoleh terdistribusi dengan normal atau tidak. Dalam uji
normalitas ini digunakan program SPSS 16.0 for windows dengan fasilitas test of
normality kolmogorov-smirnov. Data dapat dikatakan terdistribusi normal apabila
nilai sig (signifikasi)>0,05.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal Siswa (Pre-Test)
Data
Kelompok
Statistik
Signifikasi
Kontrol
.168
.079
Kemampuan awal
Eksperimen
.206
.101
(pre-test)
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa (Post-Test)
Data
Kelompok
Statistik
Signifikasi
Hasil Belajar
Kontrol
.124
.200
Eksperimen
.147
.198
(post-test)
Kesimpulan
Normal
Normal
Kesimpulan
Normal
Normal
Hasil uji normalitas kepada kedua sampel menunjukkan bahwa sampel
terdistribusi normal. Sedangkan uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui
apakah data yang telah diperoleh berasal dari sampel yang memiliki varian yang
sama atau homogen. Dalam penelitian ini perhitungan uji homogenitas
menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows dengan fasilitas test of
normality kolmogorov-smirnov. Data dikatakan memiliki varian yang sama
(homogen) jika nilai sig (signifikasi)>0,05
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal Siswa (Pre-Test)
Variabel
n
α
Sig
Kemampuan awal (pre-test)
46
0,05
.685
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Siswa (Post-Test)
Variabel
n
α
Sig
Hasil belajar (post-test)
46
0,05
.868
Kesimpulan
Homogen
Kesimpulan
Homogen
Dapat diketahui bahwa nilai sig (signifikasi)>0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa data tersebut berasal dari dua sampel yang bervarian sama
atau homogen.
Uji gain score dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah
ada perubahan pada hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan. Perhitungan
uji gain score dilakukan dengan cara membandingkan hasil pre-test dan post-test
disetiap kelompok sampel. Hasil belajar siswa dianggap mengalami perubahan
apabila sig (signifikasi) < 0,05 atau thitung > ttabel.
Tabel 7. Hasil Uji Gain Score untuk Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol
Variabel
thitung
ttabel
Sig
Gain Score Kelas Kontrol
6.652
2.021
.000
Keterangan
Sig < 0.05
thitung > ttabel
Tabel 8. Hasil Uji Gain Score untuk Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen
Variabel
thitung
ttabel
Sig
Keterangan
Sig < 0.05
Gain Score Kelas Eksperimen
8.149
2.021
.000
thitung > ttabel
Dari hasil uji t gain score di atas dapat diketahui bahwa ada perbedaan
antara nilai pre-test dan post-test di kedua kelompok sampel. Untuk mengetahui
sejauh mana/seberapa signifikan perbedaan hasil belajar diantara keduanya maka
dilanjutkan dengan uji t hipotesis. Berdasarkan analisis dengan menggunakan
program SPSS 16.0 for Windows dengan fasilitas Independent Sample T-Test
diperoleh nilai t sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Hasil Belajar Siswa
Variabel
thitung
Perubahan hasil belajar siswa
2,568
ttabel
Sig
2,021
.014
Keterangan
H0 ditolak
H1 diterima
Dapat diketahui bahwa thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig (signifikasi)<0.05
(0.014 < 0.05), maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1)
diterima. Artinya ada perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar
menggunakan metode karyawisata dengan siswa yang diajar menggunakan
metode konvensional.
PEMBAHASAN
Hasil belajar merupakan indikator keberhasilan suatu proses pembelajaran,
banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diantaranya faktor intern dan
faktor ekstern. Salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar yaitu dengan
memanfaatkan atau menggunakan metode belajar dalam proses pembelajaran.
Materi yang berisikan peninggalan-peninggalan kerajaan yang bercorak HinduBudha, contohnya tentang Candi Badut sebenarnya dapat diajarkan menggunakan
metode pengajaran konvensional melalui ceramah.
Ciri-ciri dalam pembelajaran konvensional seperti yang dijelaskan oleh
Nurhadi (2002:7-8) sebagai berikut: (1) siswa ditempatkan sebagai objek belajar
yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif, (2) siswa lebih banyak
belajar secara individual dengan meneima, mencatat dan menghafal materi
pelajaran, (3) pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak, (4) kemampuan diperoleh
melalui latihan-latihan, (5) tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor
dari luar dirinya, misalkan individu tidak melakukan sesuatu disebabkan takut
hukuman, atau sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru, (6) guru
adalah
penentu
jalannya
proses
pembelajaran,
(7)
pembelajaran
tidak
memperhatikan pengalaman siswa, dan (8) pembelajaran hanya terjadi di dalam
kelas.
Metode ceramah adalah metode pengajaran yang konvensional, guru
hanya bercerita saja sesuai dengan yang ada di dalam buku. Bisa juga
menggunakan alat bantu seperti papan tulis, kapur tulis dan lain-lain. Metode
ceramah adalah penuturan atau penjelasan guru secara lisan. Dimana dalam
pelaksanaannya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas
uraian yang disampaikan kepada murid-muridnya.
Pengaruh pembelajaran menggunakan metode ceramah terhadap hasil
belajar siswa sulit untuk dibayangkan, jika tidak ada pengalaman yang dimiliki
sebelumnya dan pelajaran mudah terlupakan. Sehingga kemungkinan kecil pula
materi pelajaran yang diingat, yang akibatnya siswa sulit mentransfer hasil
belajarnya ke situasi yang baru dan hasil belajarnya juga rendah. Hal ini
dikarenakan metode konvensional memiliki beberapa kelemahan seperti yang
dijelaskan oleh Alipande (dalam Yulianti, 2007:29) yaitu (1) siswa sering kali
kurang aktif dalam proses belajar mengajar, (2) kurang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berbuat dan berpikir dalam memecahkan masalah dan siswa
dipaksa untuk mengikuti jalan pikiran guru, (3) siswa kecenderungan menghafal
dan bila terlalu lama bisa membosankan bagi siswa tersebut, (4) guru kurang
memberikan bimbingan individu kepada siswa sehingga guru tidak bisa
mengetahui segi-segi mana yang belum bisa dipahami, (5) interaksi antara siswa
dengan guru cenderung satu arah, dan (6) dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan
dalam mengembangkan belajarnya. Selain itu, menurut Roestiyah (2008:138)
menyatakan bahwa teknik berceramah ini memiliki kelemahan yaitu guru tidak
mampu untuk mengontrol sejauh mana siswa telah memahami uraiannya.
Metode karyawisata merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan
mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk
mempelajari atau menyelidiki suatu tempat dan untuk memberikan pengalaman
nyata pada siswa yang ada hubungannya dengan pelajaran. Penerapan metode
karyawisata ini selaras dengan prinsip-prinsip dalam pengajaran IPS Sejarah
sebagaimana dijelaskan Depdikbud (dalam Khotimah, 2006) diantaranya yaitu (1)
dalam mengajarkan bahan-bahan pada IPS/sejarah hendaknya dimulai dari
lingkungan yang terdekat (sekitar), yang sederhana sampai kepada bahan yang
lebih luas dan kompleks, (2) dalam belajar sejarah pengalaman langsung melalui
pengamatan, observasi maupun mencoba suatu akan membantu siswa lebih
memahami pengertian akan ide-ide dasar dalam pelajaran IPS Sejarah sehingga
kegiatan siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajarinya akan lebih mendalam,
(3) agar pembelajaran sejarah tetap menarik, dapat digunakan bermacam-macam
metode dan perlu adanya variasi pengajaran, (4) dalam pembelajaran sejarah ada
bagian yang perlu dilafalkan dan latihan serta pengalaman langsung juga perlu
dilaksanakan melalui suatu kegiatan pemecahan masalah sehingga pengertian
pemahaman siswa terhadap suatu konsep dapat diterapkan.
Hamalik (1986:176) menyatakan bahwa kegiatan karyawisata pada
umumnya didorong oleh motivasi: mencari keterangan tentang hal tertentu,
melatih sikap anak, membangkitkan minat, mengembangkan apresiasi, menikmati
pengalaman-pengalaman
baru.
Selanjutnya
Sumaatmadja
(1984:113-114)
menjelaskan bahwa hal yang harus menjadi perhatian guru IPS dari pihak murid
atau siswa yaitu bahwa mereka memiliki dorongan-dorongan minat dan perhatian
terhadap apa yang sedang dipelajarinya (sense of interest), dorongan untuk
melihat kenyataan (sense of reality), dan dorongan untuk menemukan sendiri halhal yang menarik perhatiannya (sense of discovery). Ketiga hakekat naluriah yang
ada pada diri anak didik harus mendapat perhatian guru untuk selanjutnya dibina
dan dikembangkan pada pengajaran IPS.
Langkah-langkah kegiatan karyawisata menggunakan Candi Badut
sebagai sumber belajar sejarah meliputi: (1) Persiapan karyawisata, (2)
Pelaksanaan karyawisata (observasi, memperhatikan objek, mendengarkan,
menggali dan mencatat informasi yang ditemukan, melakukan presentasi/tanya
jawab), tahap ini merupakan kegiatan sesunguhnya dari karyawisata, (3) Tindak
lanjut karyawisata (pembuatan laporan karyawisata, mendiskusikan di kelas).
Pada dasarnya Candi Badut dapat digunakan sebagai sumber belajar IPS
Sejarah, dimana sumber belajar ini merupakan sumber belajar yang dimanfaatkan
karena sudah tersedia di sekitar lingkungan sekolah. Dale dalam Rohani
(2004:162) berpendapat bahwa yang disebut sumber belajar itu pengalaman. Dan
berdasarkan kerucut pengalaman Dale, karyawisata merupakan suatu hal yang
konkret, maksudnya karyawisata merupakan pengajaran langsung melalui
pengalaman langsung.
Penerapan metode karyawisata disesuaikan dengan tingkat kemampuan
siswa, maka dalam kegiatan karyawisata ke Candi Badut ini aspek yang mereka
telusuri ialah mengenai latar belakang sejarah candi, ciri-ciri/arsitektur candi dan
sebagainya sesuai dengan petunjuk lembar kegiatan siswa yang berisi panduan
hal-hal apa saja yang akan mereka observasi, temukan, dan eksplorasi selama
kegiatan di situs tersebut.
Peningkatan hasil belajar siswa di kelas kontrol dan eksperimen samasama meningkat secara signifikan. Namun yang membedakan adalah seberapa
jauh peningkatan hasil belajar antara kelas kontrol dan eksperimen. Oleh karena
itu diperlukan analisis lebih lanjut agar dapat diketahui manakah di antara kedua
kelompok tersebut yang mengalami peningkatan hasil belajar lebih signifikan. Hal
tersebut dapat diketahui dengan menggunakan uji-t yang juga digunakan sebagai
uji hipotesis hasil belajar.
Uji hipotesis hasil belajar siswa diperoleh dengan cara membandingkan
selisih pre-test dan post-test di kelas kontrol dan eksperimen. Selisih pre-test dan
post-test di kelas kontrol kemudian dibandingkan dengan selisih pre-test dan posttest kelompok eksperimen menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil uji t menyatakan
bahwa thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig < 0.05 (0.014 < 0.05), sehingga H0
(hipotesis nol) ditolak dan H1 (hipotesis alternatif) diterima. H1 menyatakan
bahwa perubahan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode
karyawisata berbeda secara signifikan dengan perubahan hasil belajar siswa yang
yang diajar menggunakan metode konvensional. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan hasil belajar IPS Sejarah antara siswa yang diajar dengan
menggunakan metode karyawisata dengan yang diajar menggunakan metode
konvensional.
Perbedaan hasil belajar yang signifikan tersebut bukan merupakan suatu
hal yang kebetulan tetapi karena pengaruh dari penerapan metode karyawisata
dengan segala kebaikannya yang telah dijelaskan peneliti pada pembahasan di
atas. Selain aspek kognitif, penilaian selama proses pembelajaran juga dapat
dijelaskan dengan afektif siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen mempunyai
hasil yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai afektif siswa kelas eksperimen
yang diajar dengan menggunakan metode karyawisata lebih baik dari siswa yang
diajar dengan metode konvensional. Indikator hasil belajar siswa yang diajar
dengan metode karyawisata selain dari aspek kognitif dan afektif yaitu aspek
psikomotorik (keterampilan berinteraksi siswa/human relations). Indikator ini
tidak tampak jika pembelajaran dilakukan dengan metode konvensional.
Keunggulan metode karyawisata ini juga didukung oleh kerucut
pengalaman yang dibuat Edgar Dale dimana karyawisata menempati urutan
kelima dari dua belas penggolongan metode mengajar yang dapat mudah
dipahami oleh siswa. Selain itu, metode karyawisata memiliki keunggulan
dibanding metode konvensional sebagaimana diungkapkan oleh Surakhmad
(1986:116) bahwa metode karyawisata mempunyai beberapa kebaikan, antara lain
ialah: (1) anak didik dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beraneka ragam
dari dekat, (2) anak didik dapat menghayati pengalaman-pengalaman baru dengan
mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan, (3) anak didik dapat menjawab
masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dengan melihat, mendengar,
mencoba dan membuktikan secara langsung, (4) anak didik dapat memperoleh
informasi dengan jalan mengadakan wawancara atau mendengarkan ceramah
yang diberikan “on the spot”, dan (5) anak didik dapat mempelajari sesuatu secara
integral dan komprehensif.
Menurut Roestiyah (2008:87) menyimpulkan bahwa teknik karyawisata
memiliki keunggulan sebagai berikut: (1) siswa dapat berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas pada objek karyawisata itu,
serta mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka. Hal mana tidak
mungkin
diperoleh
di
sekolah;
sehingga
kesempatan
tersebut
dapat
mengembangkan bakat khusus atau keterampilan mereka, (2) siswa dapat melihat
berbagai kegiatan para petugas secara individu maupun secara kelompok dan
dihayati secara langsung yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman
mereka, (3) dalam kesempatan ini siswa dapat bertanya jawab, menemukan
sumber informasi yang pertama untuk memecahkan segala persoalan yang
dihadapi, sehingga mungkin mereka menemukan bukti kebenaran teorinya, atau
mencobakan teorinya ke dalam praktek, dan (4) dengan objek yang ditinjau itu
siswa dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang
terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah dan terpadu.
Sedangkan Djamarah (2010:94) menjelaskan bahwa metode karyawisata
mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) karyawisata memiliki prinsip
pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran, (2)
membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan
kebutuhan di masyarakat, (3) pengajaran serupa ini dapat lebih merangsang
kreativitas siswa, dan (4) informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas dan aktual.
Hal ini didasarkan pada hasil belajar siswa dan nilai afektif siswa yang lebih baik
daripada siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional.
Berdasarkan hal tersebut bahwa pelaksanaan karyawisata sebagai metode
mengajar dapat meningkatkan hasil belajar, karena metode karyawisata
merupakan pembelajaran yang mudah dimengerti oleh siswa. Oleh sebab itu maka
guru jangan hanya melakukan pembelajaran di dalam kelas saja untuk mengurangi
verbalisme dan kejenuhan pada siswa. Dengan karyawisata materi yang ada dalam
pembelajaran dapat dibuktikan dengan kenyataanya di
lapangan sehingga
menguragi verbalisme yang sering membuat siswa menjadi sulit menerima
pelajaran. Hal ini membuat materi pelajaran tersebut terpatri dalam benak siswa,
karena pengalaman langsung pada umumnya lebih baik dari pada pengalaman
tidak langsung.
Selain itu, kegiatan karyawisata ke Candi Badut ini merupakan
implemetasi
dari
sebuah
pengembangan
pengajaran
sejarah
dengan
memanfaatkan studi sejarah lokal. Sebagaimana dijelaskan oleh Widja (1989:113)
bahwa kelebihan khusus yang dimiliki oleh pengajaran sejarah lokal,
dibandingkan dengan pengajaran yang konvensional yaitu kemampuannya untuk
membawa murid pada situasi riil di lingkungannya. Topik dan materi bahasan
dalam skrispsi ini yaitu Candi Badut ini sangat relevan untuk dijadikan acuan atau
materi pendamping pada saat kita menjelaskan tentang identifikasi peninggalanpeninggalan bersejarah bercirikan Hindu-Budha di Indonesia, terutama di tingkat
pendidikan
SMP/MTs
dan
SMA/SMK/MA.
Dengan
menyelipkan
atau
memasukkan materi tentang Candi Badut pada pokok bahasan (SK/KD) tersebut,
maka peserta didik terutama yang bersekolah/bertempat tinggal di sekitar
lingkungan Candi Badut, tidak akan terasing dengan masa lalu masyarakatnya.
Mereka akan lebih mengetahui dan menghayati dengan baik perkembangan
masyarakatnya dari masa lampau sampai kini yang terjadi di lingkungannya
sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai pendapat di atas, cukuplah
membuktikan bahwa pembelajaran dengan metode karyawisata berpengaruh
positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa khususnya pada siswa kelas VII
MTs Sunan Kalijogo Malang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pembelajaran IPS Sejarah kompetensi peninggalan-peninggalan sejarah
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha (Candi Badut) dengan metode
karyawisata menghasilkan hasil belajar (aspek kognitif) lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan metode konvensional. Hasil rata-rata post-test dengan
metode karyawisata sebesar 71,04 sedangkan dengan metode konvensional
sebesar 66,88. Berdasarkan aspek afektif siswa, kelas eksperimen (kelas yang
diajar dengan metode karyawisata) menunjukkan hasil yang lebih baik daripada
kelas kontrol (siswa yang diajar dengan metode konvensional). Selain itu,
penilaian dari aspek psikomotorik (keterampilan berinteraksi siswa/human
relations) dapat terlihat dari siswa yang diajar dengan menggunakan metode
karyawisata ke Candi Badut yaitu pada kelas eksperimen. Hal ini dibuktikan
dengan catatan lapangan yang mengindikasikan adanya keterampilan berinteraksi
yang dilakukan oleh siswa selama mengikuti pembelajaran di situs Candi Badut.
Ada perbedaan antara hasil belajar IPS Sejarah pada kompetensi
peninggalan-peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
(Candi Badut) antara siswa yang diajar dengan metode karyawisata dibandingkan
dengan siswa yang diajar dengan metode konvensional pada siswa kelas VII MTs
Sunan Kalijogo. Hal ini didasarkan dari hasil uji t hipotesis yang menyatakan
thitung > ttabel (2,568 > 2,021) dan sig<0.05 (0.014 < 0.05), maka hipotesis nol (H0)
ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima. Hal ini dikarenakan pengaruh
penerapan
metode
karyawisata
karena
metode
karyawisata
merupakan
pembelajaran yang mudah dimengerti oleh siswa, materi yang ada dalam
pembelajaran dapat dibuktikan dengan kenyataanya di
lapangan sehingga
menguragi verbalisme yang sering membuat siswa menjadi sulit menerima
pelajaran sehingga materi dapat diingat dalam benak siswa, karena pengalaman
langsung pada umumnya lebih baik dari pada pengalaman tidak langsung.
Pembelajaran IPS Sejarah dengan menerapkan metode karyawisata ke
Candi Badut memberikan kontribusi yang positif bagi pendidikan sejarah.
Kegiatan karyawisata ke Candi Badut merupakan implemetasi dari sebuah
pengembangan pengajaran sejarah dengan memanfaatkan studi sejarah lokal.
Saran
1.
Bagi Sekolah
Pihak sekolah melalui kepala sekolah sebagai pimpinan hendaknya lebih
mendorong guru-guru untuk mengembangkan sumber belajar yang menarik dan
mudah dipahami oleh siswa, sehingga mampu mendorong siswa untuk lebih giat
dan aktif dalam belajar.
Kegiatan wisata yang dilakukan banyak sekolah setiap tahun seharusnya
tidak hanya kegiatan jalan-jalan saja tetapi akan lebih berarti apabila kegiatan
wisata diselinggi dengan pembelajaran yang menambah pengetahuan siswa.
2.
Bagi Guru
Bagi guru IPS yang ingin menerapkan metode karyawisata ini harus
menguasai hakekat metode karyawisata tersebut, kelemahan yang ada pada
metode ini, langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya, dan
pokok nahasan yang paling cocok dapat dikembangkan melalui metode
karyawisata yang bersangkutan.
3.
Bagi Peneliti lain
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema ini tentunya lebih
mengembangkan metode penelitian untuk hasil akhir penelitian yang lebih akurat.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Djamarah, S.B. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, O. 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni
Khotimah, S. 2006. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dalam
Pelajaran PKPS/IPS Sejarah Dengan Menggunakan Media Gambar Pada
Pokok Bahasan Peninggalan Bangunan Bersejarah Pada Siswa Kelas IV
SD Gisikdrono 04 Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun
Ajaran 2005/2006. Semarang: Universitas Negeri Semarang (Online),
(http://www.digilib.uns.ac.id), diakses 7 Februari 2011
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning
(CTL)). Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang
PaEni, M. (Ed). 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Religi dan Falsafah.
Jakarta: PT Raja Granfindo Persada
Roestiyah, N. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif
dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sumaatmadja, N. 1984. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Bandung: Alumni
Surakhmad, W. 1986. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar: Dasar dan Teknik
Metodologi Pengajaran. Tarsito: Bandung
Widja, I.G. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Yulianti, D.F. 2007. Perbedaan Prestasi Belajar Siswa dengan Pembelajaran
Kooperatif Model Jigsaw (Studi pada Siswa Kelas III APK SMK Arjuna I
Malang). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang
Download