kadar hara makro dan logam berat latosol darmaga

advertisement
KADAR HARA MAKRO DAN LOGAM BERAT
LATOSOL DARMAGA YANG DIPERLAKUKAN TERAK
BAJA DAN BAHAN ORGANIK
AHYAR
A14070101
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
AHYAR. Kadar Hara Makro dan Logam Berat Latosol Darmaga yang
Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik. Dibimbing oleh SRI DJUNIWATI
dan SYAIFUL ANWAR.
Indonesia berada dalam kawasan iklim tropis dengan suhu dan curah hujan
tahunan yang tinggi, dan umumnya memiliki tanah bersifat masam dan tingkat
kesuburan rendah. Latosol adalah salah satu tanah yang memiliki tingkat
perkembangan lanjut dengan kadar bahan organik, KTK, dan KB rendah, serta
fraksi liat yang agak tinggi sampai tinggi dan hampir merata pada semua horizon.
Perbaikan kesuburan Latosol diantaranya melalui penambahan amelioran seperti
terak baja dan bahan organik. Terak baja (steel slag) merupakan produk samping
dari proses pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Penelitian menunjukkan
bahwa terak baja berpotensi dimanfaatkan dalam bidang pertanian karena
memiliki kandungan CaO berkisar antara 20% hingga diatas 50% dan juga
kandungan Mg, Si, Fe serta beberapa unsur lainnya. Penelitian yang lain
menunjukkan bahwa terak baja sebagai bahan pengapuran lebih baik daripada
dolomit. Namun Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Lingkungan
Hidup menggolongkan terak baja ke dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) sehingga potensi terak baja untuk pertanian belum banyak dikembangkan.
Keputusan yang menggolongkan semua terak baja ke dalam limbah B3 tidak
realistis mengingat proses pembuatan baja bermacam-macam cara sehingga
produk samping dari proses tersebut juga berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sifat kimia tanah yang meliputi
pH, kadar hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) serta kadar logam berat (As, Pb, Sn,
Cd dan Hg) setelah pertanaman caisim pada Latosol yang diberi perlakuan terak
baja, bahan organik dan kombinasi keduanya. Penelitian tersebut menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial 3 faktor dengan faktor utama adalah
jenis terak baja yaitu S1 (convertor Jepang) dan S2 (Eletric Furnace Indonesia).
Faktor kedua yaitu dosis terak baja dengan 4 dosis (T 0, T1, T2, T3) dan faktor
ketiga bahan organik (B0 dan B1). Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan
sehingga terdapat 64 satuan percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tanah meningkat seiring dengan
peningkatan dosis terak, dan pengaruh jenis terak menunjukkan efek yang sama
terhadap pH. Peningkatan P-tersedia tanah hanya pada jenis terak S2 sedangkan
jenis terak S1 tidak berbeda. Kadar Ca-dd dan Mg-dd meningkat pada kedua jenis
terak. Pengaruh dosis terak S1 meningkatkan Ca-dd sebesar 113%-265% dan Mgdd tanah sebesar 27%, sedangkan pada jenis terak S2 meningkatkan Ca-dd sebesar
91%-144% dan Mg-dd sebesar 75%-326%. Perlakuan bahan organik
meningkatkan pH, P-tersedia, dan Ca-dd tanah. Kombinasi antara dosis terak dan
bahan organik meningkatkan Mg-dd, namun menurunkan K-dd. Terak baja, bahan
organik dan kombinasi keduanya menurunkan Pb dan Hg terlarut, akan tetapi
pada beberapa kombinasi perlakuan, Cd terlarut, As terlarut dan Sn terlarut
berturut turut meningkat sebesar 0.01 ppm, 0.01-0.02 ppm dan 0.08-0.15 ppm dari
kadar yang tidak terdeteksi pada tanah tanpa perlakuan
Kata kunci: Latosol, amelioran, terak baja, bahan organik, kadar hara makro,
kadar logam berat
SUMMARY
AHYAR. Macro Nutrients and Heavy Metals Content in Latosol Darmaga
Treated with Steel Slag and Organic Matter. Supervised by SRI DJUNIWATI
and SYAIFUL ANWAR.
Indonesia is located in the tropical climate area with high temperature and
rainfall, and generally has acidic soils with low fertility. Latosol is one of the
highly weathered soils that has low organic matter content, low CEC, low BS, and
high to very high clay fraction in all soil horizons. The fertility of Latosol can be
improved by addition of ameliorans such as steel slag and organic matter. Steel
slag is byproduct of purification process of iron ore in steelmaking. Previous
studies showed that steel slag is potential to be used as soil amelioran since it has
20-50% or more CaO, and contains Mg, Si, Fe and some other elements. Previous
studies also showed that steel slag as liming material was better than dolomite.
Utilization of steel slag as soil amelioran in Indonesia, however, is limited by the
Indonesian regulation that categorized all steel slags as hazardous and toxic
wastes (limbah B3 = limbah bahan berbahaya dan beracun). Since there are
various steelmaking processes, not all steel slags included in hazardous and toxic
wastes as indicated by previous studies.
The objective of this research is to analyze soil chemical properties that
include pH, macro nutrients content (N, P, K, Ca and Mg), and heavy metals
content (As, Pb, Sn, Cd and Hg) after cultivation of caisim in Latosol that treated
with steel slag, organic matter, and their combination. The research was
conducted in Factorial Randomized Block Design with three factors. The first
factor was the type of steel slags that comprised of S 1 (converter steel slag from
Japan) and S2 (electric furnace steel slag from Indonesia). The second factor was
the dosages of steel slag (4 dosages namely T 0, T1, T2, T3), while the third factor
was organic matter (B0 and B1). The each treatment was consisted of 4 replication
such that there were 64 experimental units.
The results showed that the soil pH increased with the increasing of steel
slag dosages, and the type of the steel slags gave the same effect toward soil pH.
Available P was increased by S2 treatment but not by S1 treatment. Exch-Ca and
exch-Mg were increased by both slags. S1 treatments increased the exch-Ca by
113-265%, and the exch-Mg by 27%. The S2 treatments increased the exch-Ca by
91-144%, and the exch-Mg by 75-326%. Organic matter treatments increased pH,
available P, and exch-Ca of the soil. Combination of slags and organic matters
treatments increased exh-Mg, but decreased exch-K. Slag, organic matter, and
their combination treatments decreased the soluble Pb and Hg of the soil. In some
combination treatments, however, soluble Cd, soluble As, and soluble Sn were
increased consecutively to 0.01 ppm, 0.01-0.02 ppm, 0.08-0.15 ppm from
undetected concentration of the untreated soil.
Keyword: Latosol Darmaga, Ameliorant, Steel Slag, Organic Matter, Nutrient
Level, Heavy Metals
KADAR HARA MAKRO DAN LOGAM BERAT
LATOSOL DARMAGA YANG DIPERLAKUKAN TERAK
BAJA DAN BAHAN ORGANIK
AHYAR
A14070101
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Kadar Hara Makro dan Logam Berat Latosol Darmaga
yang Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik
Nama
: Ahyar
NRP
: A14070101
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc.)
NIP. 19530626 198303 2004
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.)
NIP. 19621113 198703 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.)
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampa, Polewali Mandar pada tanggal 11 Maret 1989
sebagai anak kedua dari pasangan M. Agus dan Ibu Hj. Nurbia. Penulis memulai
pendidikan dasar selama 6 tahun di SDN No. 600 Mandar Jaya, Kab. Luwu
(1997-2001). Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di
SMP Pesantren Modern Al-Ikhlash Lampoko, Polewali Mandar, dan lulus pada
tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas
di SMA Pesantren Modern Al-Ikhlash selama 3 tahun (2004-2007). Penulis
kemudian melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi di Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementrian Agama Republik
Indonesia (Kemenag RI) pada tahun 2007.
Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
CSS MoRA IPB 2008/2009. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan
kemahasiswaan seperti seminar dan lomba baik sebagai peserta maupun sebagai
panitia. Selain aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengantar Ilmu Tanah pada tahun 2011.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kadar Makro
dan Logam Berat pada Latosol Darmaga yang Diperlakukan Terak Baja dan
Bahan Organik” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. dan Dr. Ir.
Syaiful Anwar, M. Sc.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Yang Maha Pemberi, Allah SWT atas
karunia dan rahmat-Nya kepada semua mahluk-Nya, tak terkecuali kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Kadar Makro dan Logam
Berat pada Latosol Darmaga yang Diperlakukan Terak Baja dan Bahan Organik”.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
moril dan materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi atas segala bimbingan, nasihat, teladan dan dukungan
kepada penulis selama studi, penelitian dan penulisan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Syaiful Anwar selaku dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan
dan dukungannya.
3.
Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M.Sc selaku dosen penguji yang telah bersedia
menjadi penguji dan memberikan banyak masukan bagi penulis.
4.
Kedua orang tua tercinta, Kak Mahfud, dan adik-adikku (Nawir, Abrar,
Zulfikar) atas semua dukungan, kasih sayang, dan do’a yang senantiasa
mengalir kepada penulis.
5.
Nurul Hayati, atas semua dukungan, semangat dan do’anya kepada penulis.
6.
Kementrian Agama RI atas beasiswa yang diperoleh penulis selama kuliah di
IPB.
7.
Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah ITSL yang telah
memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium.
8.
Seluruh teman-teman dari Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan
seluruh teman-teman dari Soilscaper 44 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu atas bantuan, doa, dan semangatnya yang tidak akan pernah dilupakan
oleh penulis.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Bogor,11 Juli 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................v
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................. 2
II. TINJUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1. Sifat dan Ciri Umum Latosol ............................................................... 3
2.2. Terak Baja dan Kegunaannya ............................................................... 4
2.3. Logam Berat ........................................................................................ 6
2.4. Bahan Organik ..................................................................................... 7
2.5. Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam tanah ............................................ 8
2.5.1. Nitrogen ................................................................................... 8
2.5.2. Fosfor ....................................................................................... 9
2.5.3. Kalium ................................................................................... 10
2.6. Basa-basa dapat Dipertukarkan (Ca-dd dan Mg-dd) dalam Tanah dan
Karakteristiknya ................................................................................. 11
2.7. Reaksi Tanah (pH) ............................................................................. 11
III.BAHAN DAN METODE............................................................................ 13
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 13
3.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 13
3.3. Pelaksanaan Percobaan ...................................................................... 13
3.4. Rancangan Penelitian ......................................................................... 14
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 17
4.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga. ............................................. 17
4.2. Komposisi Hara pada Terak Baja ....................................................... 17
4.3. Nilai pH Tanah Setelah Pertanaman Caisim dipanen .......................... 18
4.4. Kadar Hara (N, P, K, Ca, Mg) Tanah Setelah Penanaman .................. 19
4.4.3. Kalium dapat dipertukarkan (K-dd) ........................................ 22
4.4.4. Kalsium dapat dipertukarkan (Ca-dd) ..................................... 23
ii
4.4.5. Magnesium dapat dipertukarkan (Mg-dd) ............................... 24
4.5. Kandungan Logam Berat Terlarut pada Tanah Setelah Pertanaman
Caisim ............................................................................................... 25
V.KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 28
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 28
5.2. Saran ............................................................................................... 28
VI.DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29
iii
DAFTAR TABEL
1.
Jenis dan Dosis Terak Baja serta Kesetaraannya .......................................... 14
2.
Komposisi Hara pada Terak Baja ................................................................ 18
3.
Nilai pH tanah akibat pemberian terak baja dan bahan organik .................... 18
4.
Kadar Nitrogen Tanah Akibat Interaksi antara Jenis Terak dengan Dosis
Terak dan interaksi Dosis Terak dengan Bahan Organik ............................. 19
5.
Kadar Kalium Dapat Dipertukarkan dalam Tanah Akibat Interaksi Dosis
Terak dengan Bahan Organik ...................................................................... 22
6.
Kadar Logam Berat Terlarut ( Pb, Cd, As, Sn, Hg) Tanah pada Perlakuan
Jenis Terak S2 (Convertor Slag Japan) Akibat Pemberian Terak Baja dan
Bahan Organik ............................................................................................ 26
7.
Kadar Logam Berat Terlarut ( Pb, Cd, As, Sn, Hg) Tanah pada Perlakuan
Jenis Terak S2 (Electric Furnace Slag Indonesia) Akibat Pemberian Terak
Baja dan Bahan Organik ............................................................................. 26
iv
DAFTAR GAMBAR
1. Kadar P-tersedia tanah interaksi antara jenis terak dengan dosis terak .......... 21
2. Kadar P-tersedia tanah faktor tunggal bahan organik ..................................... 21
3. Kadar Ca-dd tanah pengaruh interaksi jenis jerak dengan dosis terak ............ 23
4. Kadar Ca-dd tanah faktor tunggal bahan organik .......................................... 23
5. Kadar Mg-dd dalam tanah pengaruh interaksi jenis terak dengan dosis terak 25
6. Kadar Mg-dd dalam tanah pengaruh interaksi dosis terak dengan bahan organik
...................................................................................................................... 25
v
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga ....................................................... 33
2.
Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam
Sulaeman et al., 2005)................................................................................. 34
3.
Persyaratan Logam Berat (Total) Tanah ...................................................... 35
4.
Pengaruh Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Terhadap Kadar Hara
Tanah .......................................................................................................... 36
5.
Pengaruh Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Terhadap Basa dapat
ditukar dan pH Tanah ................................................................................. 37
6.
Analisis Ragam Kadar N-Total Tanah ........................................................ 38
7.
Analisis Ragam Kadar P-Tersedia Tanah ................................................... 38
8.
Analisis Ragam Kadar K-dd Tanah ........................................................... 39
9.
Analisis Ragam Kadar Ca-dd Tanah........................................................... 39
10. Analisis Ragam Kadar Mg-dd Tanah.......................................................... 40
11. Analisis Ragam Nilai pH Tanah ................................................................. 40
12. Gambar Denah Percobaan .......................................................................... 41
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang berada dalam kawasan iklim
tropis dengan suhu dan curah hujan tahunan yang tinggi, sehingga kebanyakan
tanah di Indonesia berada pada tingkat pelapukan lanjut. Curah hujan tahunan
yang tinggi mengakibatkan aktivitas pencucian hara dalam tanah berlangsung
sangat intensif sehingga tanah kehilangan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Selain itu, tingkat pelapukan yang lanjut mengakibatkan bahan organik tanah juga
menjadi rendah. Dengan kondisi demikian, tanah menjadi masam dan
kesuburannya menjadi rendah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, para
petani di Indonesia menggunakan bahan-bahan seperti kalsit atau dolomit untuk
menurunkan kemasaman tanah. Kalsit dan dolomit merupakan bahan kapur yang
sudah dikenal di Indonesia dan telah dipakai secara luas.
Akhir-akhir ini terak baja (basic slag/steel slag) diperbincangkan oleh para
peneliti dunia pertanian. Terak baja merupakan limbah industri pembuatan baja
yang mengandung unsur Ca, Mg Si, Fe, dan beberapa unsur lain serta mampu
memperbaiki masalah keasaman tanah dengan menaikkan pH tanah (Dev dan
Sharma 1970). Terak baja memiliki kandungan CaO sebanyak 52.85%, MgO
2.22%, P2O5 4.76% (Ali dan Shahram, 2007) dan unsur Si, Fe serta beberapa
unsur lainnya. Suwarno dan Goto (1997) juga menyatakan bahwa terak baja
sebagai bahan pengapuran lebih baik daripada dolomit. Disamping itu, terak baja
juga bermanfaat untuk meningkatkan ketersediaan unsur Si dan unsur mikro lain
yang dibutuhkan tanaman. Hal ini menjadikan terak baja dapat digunakan sebagai
bahan amelioran. Namun demikian, terak baja diduga memiliki kandungan logam
berat yang berbahaya seperti As, Cr, Pb, Ni, Cd, dan Th sehingga Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengkategorikan terak
baja sebagai Bahan Berbahaya Beracun (B3), tercantum dalam PP No. 85 Tahun
1999. Hal ini menyebabkan potensi terak baja untuk pertanian belum banyak
dikembangkan. Namun tidak semua produk samping limbah baja memiliki
komposisi yang sama mengingat proses pembuatan baja bermacam-macam cara
sehingga produk samping proses tersebut berbeda. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa sebagian terak baja mengandung logam berat yang kadarnya
2
masih di bawah ambang batas yang dapat membahayakan lingkungan, sehingga
diharapkan beberapa sumber/jenis terak baja dapat digunakan sebagai bahan
amelioran. Oleh karena itu perlu pengkajian kembali untuk pertimbangan
pengkategorian sumber/jenis terak baja sebagai limbah B3.
Bahan organik (BO) merupakan hasil dekomposisi dari sisa tanaman, hewan
atau bahan lain yang mengandung karbon. Hasil dekomposisi bahan organik
sudah terbukti mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pengaruh
pada sifat fisik tanah antara lain tanah menjadi lebih gembur dan mampu
memegang air lebih banyak, sedangkan pengaruh terhadap sifat kimia tanah
diantaranya dapat meningkatkan KTK dan ketersediaan hara tanah terutama N, P,
S dan sebagai penyumbang sifat aktif koloid tanah. Pengaruhnya terhadap sifat
biologi tanah antara lain adalah mempengaruhi aktifitas mikrob tanah. Mench et
al., (1998) menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik akan mengubah spesiasi
logam berat dalam larutan tanah dari ionik ke bentuk-bentuk terkompleks,
sehingga serapan logam berat oleh akar dan perpindahannya ke bagian atas
tanaman menurun. Dengan demikian fitotoksisitas dan akumulasi logam berat ke
rantai makanan dapat dihindari. Oleh karena itu pemberian terak baja dan bahan
organik serta kombinasi keduanya pada tanah diharapkan dapat memberi
pengaruh yang baik pada sifat kimia tanah.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat kimia tanah yang meliputi
pH, kadar hara makro (N, P, K, Ca dan Mg) serta kadar logam berat (As, Pb, Sn,
Cd dan Hg) setelah pertanaman caisim pada Latosol yang diberi perlakuan terak
baja, bahan organik dan kombinasi keduanya.
3
II.
TINJUAN PUSTAKA
2.1. Sifat dan Ciri Umum Latosol
Latosol merupakan jenis tanah yang penyebarannya cukup luas dan
menempati area sekitar 9% daratan di Indonesia (Soepardi, 1983). Tanah ini
diantaranya dapat dijumpai di Darmaga, Kabupaten Bogor. Menurut sistem
klasifikasi USDA, Latosol coklat kemerahan Dramaga Bogor termasuk dalam
order Inceptisol dan terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan
bahan induk vulkanik kuarter yang berasal dari Gunung Salak.
Dudal dan Soepraptohardjo (1957) menyebutkan bahwa tanah Latosol
terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah pengaruh
curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dimana gaya-gaya hancuran
bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada daerah dengan curah
hujan dan suhu sedang. Pelapukan dan pencucian sangat intensif dan mineral
silikat cepat hancur. Pada banyak tempat di daerah tropik, musim basah dan
kering terjadi silih berganti. Hal ini berakibat semakin meningkatnya kegiatan
kimia dalam tanah.
Latosol umumnya telah mengalami perkembangan lanjut, solum tebal, batas
horizon baur, lapisan atas sedikit mengandung bahan organik, lapisan bawah yang
berwarna merah, kadar fiksasi liat yang agak tinggi sampai tinggi dan hampir
merata pada semua horizon. Horizon B kaya akan seskuioksida (Al2O3+Fe2O3)
bertekstur halus, struktur lemah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak
teguh, porositas sedang sampai baik, permeabilitas dan drainase sedang sampai
cepat dan cadangan mineral rendah sampai sedang (Dudal dan Supraptohardjo,
1957). Proses hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif, sehingga basabasa seperti Ca, Mg, K, dan Na cepat dibebaskan oleh bahan organik. Oleh karena
itu, tanah Latosol memiliki kejenuhan basa rendah (<35%) dan KTK yang sangat
rendah (<24 me/100g) (Soepraptohardjo, 1961). Kalpage (1974) menyebutkan
bahwa kesuburan tanah Latosol umumnya sedang sampai sangat rendah,
kandungan akan mineral primer (kecuali kwarsa) dan unsur hara tanah rendah.
Tanah bereaksi masam sampai sangat masam dan fiksasi ion fosfat tinggi.
Masalah kemasaman ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi
pengapuran kurang nyata pengaruhnya karena kapasitas pertukaran basa rendah
4
sehingga penambahan bahan kapur akan meninggalkan efek residu yang sangat
terbatas atau kecil.
2.2. Terak Baja dan Kegunaannya
Terak baja atau Steel Slag merupakan produk sampingan dari hasil
pemurnian besi cair dalam pembuatan baja. Di Eropa, terak baja dalam jumlah
yang besar digunakan dalam bidang pertanian pada masa perang dunia ke-dua,
yaitu digunakan sebagai bahan kapur untuk tanah masam dan penambahan unsurunsur seperti Si dan P.
Boxus (1965 dalam Rahim, 1995) menyatakan bahwa terak baja memiliki
komposisi kimia yang kompleks. Terak baja juga mengandung unsur-unsur
sekunder yang terdiri dari Magnesium (Mg), Silikon (Si), Mangan (Mn), Tembaga
(Cu), Kobalt (Co), dan Molibdenum (Mo) sehingga terak baja dianggap sangat
baik digunakan untuk pertanian. Menurut Barber (1967), penggunaan terak baja
dalam bidang pertanian antara lain : (1) untuk menetralkan kemasaman tanah serta
menambah unsur kalsium (Ca) dan magnesium (Mg); (2) menurunkan kadar unsur
mangan dalam tanah; (3) meningkatkan jumlah P dalam tanah; serta (4) sebagai
sumber silikat.
Terak baja terdiri dari beberapa macam jenis, beberapa diantaranya adalah
converter slag dan electric furnace slag. Pengelompokan jenis ini ditentukan
berdasarkan metode yang digunakan dalam proses pembuatan baja dimana
converter slag menggunakan metode converter, sedangkan electric furnace slag
menggunakan metode electric furnace. Converter terbentuk dari industri baja
yang menggunakan proses Basic Oxigen Furnace (BOF) sedangkan electric
furnace terbentuk pada industri baja yang menggunakan proses Electric Arc
Furnace (EAF ) (Proctor et al., 2000). Pada proses converter, besi cair berasal dari
blast furnace, yaitu besi cair murni. Besi cair yang ditambahkan berkisar antara
80%-90%, sedangkan potongan baja berkisar 10%-20%. Pada tahap awal,
potongan baja dimasukkan ke dalam tungku pemanas. Selanjutnya besi cair
disiramkan di atas potongan baja kemudian dialirkan oksigen dengan kemurnian
di atas 90%. Pada proses pengaliran oksigen, terjadi reaksi oksidasi yang sangat
intensif sehingga bahan pengotor pada baja dapat dikurangi. Karbon teroksidasi
membentuk karbon monoksida menyebabkan peningkatan suhu mencapai
5
1600°C-1900°C. Pada suhu ini, potongan-potongan baja mencair dan kadar
karbon pada baja menurun. Untuk menurunkan kadar bahan yang tidak diinginkan
pada baja ditambahkan fluxing agent, yaitu CaO atau MgCa(CO3)2. Selama
pengaliran oksigen, bahan yang tidak diinginkan teroksidasi kemudian berikatan
dengan bahan kapur membentuk terak baja yang mengapung diatas besi cair
(Yildirim dan Prezzi, 2011).
Proses electric furnace tidak bergantung dengan proses blast furnace karena
bahan yang digunakan adalah potongan baja yang berasal dari baja-baja bekas.
Sumber panas diperoleh dari percikan api yang berasal dari listrik bertegangan
tinggi. Proses electric furnace dimulai dengan memasukkan potongan baja
kedalam tungku pemanas listrik kemudian elektroda grafit diturunkan hingga
masuk ke dalam tungku. Ketika dialirkan listrik, pertemuan antara elektroda dan
potongan baja akan menghasilkan panas. Potongan baja meleleh dan kemudian
dilanjutkan dengan proses pemurnian. Selama proses pemurnian, dialirkan
oksigen dengan kemurnian tinggi. Beberapa besi (Fe) dan berbagai material yang
tidak diinginkan termasuk Al, Si, Mn, P dan C teroksidasi. Komponen yang
teroksidasi ini akan berkombinasi dengan CaO mapun dengan MgO membentuk
terak (Yildirim dan Prezzi, 2011). Pada jenis terak electric furnace, terak ini
dihasilkan dari hasil pengurangan pembakaran secara elektrik dari batuan fosfat
dalam penyimpanan bahan-bahan fosfor. Terak baja ini terbentuk ketika
pembakaran silikat dan kalsium oksida yang menghasilkan kalsium silikat dalam
jumlah yang besar.
Kadar CaO dan MgO yang tinggi ini dapat dimanfaatkan langsung dalam
proses pemurnian bijih besi sebagai bahan pengganti sebagian bahan kapur yang
ditambahkan (Shen dan Forssberg, 2002). Menurut Barber (1967), reaksi slag
serupa dengan kapur dalam menetralkan kemasaman tanah. Daya netralisasi
dihitung berdasarkan ekivalen CaCO3 seperti halnya kapur. Demikian juga
kehalusan terak baja akan memberi pengaruh terhadap kecepatan kenaikan pH
tanah. Terak baja dengan kehalusan 100% lolos dari saringan 80 mesh
menyebabkan kenaikan pH yang lebih cepat dibandingkan terak baja dengan
kehalusan 20% lolos dari saringan 60 mesh.
Hasil penelitian Suwarno (1993) yang memanfaatkan terak baja sebagai
bahan pengapuran pada tanah masam menunjukkan bahwa terak baja secara nyata
6
dapat meningkatkan ketersediaan boron dan mangan, serta dapat memperbaiki
sifat tanah sama baiknya dengan kalsit dan dolomit. Disamping itu, hasil
penelitian Prambudi (1997) pada Latosol Darmaga menunjukkan bahwa secara
umum terak baja dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil
tanaman kedelai, dan pengaruh terak baja lebih baik dibandingkan dengan kalsit.
Terak baja yang ditambahkan dalam tanah meninggalkan residu yang dapat
bertahan beberapa tahun seperti bahan pengapuran yang lain yang sifatnya tidak
merugikan bagi tanaman. Suwarno (1993) membandingkan electric furnace slag
Indonesia dan converter furnace slag Jepang dengan kalsit dan dolomit dalam
rotasi tanaman kedelai-sorghum-bayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa bahan-bahan pengapuran tersebut memperbaiki pertumbuhan dan produksi
ketiga tanaman tersebut. Suwarno (1997) juga menyatakan bahwa terak baja
sebagai bahan pengapuran lebih baik daripada dolomit.
2.3. Logam Berat
Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih dari 5
gr/cm3. Unsur Hg mempunyai densitas 13.55 gr/cm3. Diantara semua unsur logam
berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya dibandingkan
dengan logam berat lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd,
Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Fardiaz, 1992 dalam Sudarmadjiet al., 2006).
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat
atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta mahluk hidup lain (Pasal 1 (17) UU No.23 1997). Bahan
Berbahaya dan Beracun dalam ilmu bahan dapat berupa bahan biologis
(hidup/mati) atau zat kimia. Zat kimia B3 dapat berupa senyawa logam
(anorganik) atau senyawa organik, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai B3
biologis, B3 logam dan B3 organik (Sudarmadji et al., 2006)
Menurut data Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1997
yang menyusun ”TOP-20” B3, dari 20 B3 tersebut antara lain adalah logam berat
seperti Arsenic (As), Lead (Pb), Mercury (Hg), dan Kadmium (Cd) (Sudarmadji et
al., 2006). Soepardi (1983) menyatakan bahwa hingga batas tertentu logam berat
sangat beracun bagi manusia atau binatang. Kadmium (Cd) dan arsen (As) sangat
7
beracun; timah (Sn), nikel (Ni), dan fluor (F) mempunyai tingkat racun yang
sedang; dan bromin (Br), tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn) mempunyai
tingkat racun terendah.
Darmono (1995) menyatakan limbah yang mengandung As, Cd, Pb dan Hg
selain berasal dari limbah penggunaan batu bara dan minyak juga berasal dari
limbah pabrik peleburan besi dan baja, pengabuan sampah, pabrik produksi semen
dan limbah dari penggunaaan logam yang bersangkutan untuk hasil produksinya
(pabrik baterai atau aki, listrik, pigmen atau cat warna atau tekstil, pestisida, gelas,
keramik dan lain-lain).
2.4. Bahan Organik
Pupuk organik merupakan nama kolektif untuk semua jenis bahan yang
dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan
No.2/Pert/Hk.060/2/2006
tentang
pupuk
organik
dan
pembenah
tanah,
dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan
yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padatan atau cairan yang
digunakan untuk mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat kimia, fisik,
dan biologi tanah (Litbang Pertanian, 2006).
Bahan organik mempengaruhi sifat-sifat tanah seperti; 1) kemampuan
tanah menahan air meningkat; 2) warna tanah menjadi coklat hingga hitam; 3)
merangsang granulasi agregat dan memantapkannya; 4) menurunkan plastisitas,
kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat (Hakim et al., 1986). Hasil penelitian
Syukur dan Harsono (2008) juga menyebutkan fungsi penting bahan organik
lainnya, yaitu memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat,
sulfat, membentuk asam-asam organik, mensuplai nutrisi, meningkatkan KTK dan
daya ikat hara serta sebagai sumber karbon, mineral dan energi bagi organisme.
Kurnia et al. (2001) menyebutkan bahwa bahan organik yang dapat
digunakan sebagai sumber pupuk organik dapat berasal dari limbah/hasil
pertanian dan limbah nonpertanian, yaitu limbah kota/limbah industri seperti
limbah industri tahu. Dari hasil pertanian antara lain dapat berupa sisa tanaman,
pupuk kandang (kotoran hewan) dan pupuk hijau.
8
Bahan organik yang berasal dari pupuk kandang merupakan bahan
pembenah tanah yang paling baik dibandingkan pembenah tanah lainnya. Sebagai
bahan pembenah tanah, bahan organik membantu dalam mencegah terjadinya
erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah, memperbaiki porositas tanah dan
menyumbang ketersediaan hara. Namun kandungan hara yang terdapat dalam
pupuk kandang lebih rendah dari pupuk anorganik sehingga biaya aplikasi
pemberian pupuk kandang ini lebih besar daripada pupuk anorganik. Namun
demikian,
kandungan
hara
yang
terdapat
dalam
kotoran
hewan
ini
ketersediaannya relatif lambat sehingga tidak mudah hilang. (Litbang Pertanian,
2006).
Nisbah C/N memberikan gambaran tentang mudah tidaknya bahan organik
tersebut dilapuk, tingkat kematangan dari bahan organik tersebut ataupun tentang
mobilisasi N pada tanah.Nisbah C/N pupuk kandang dapat mencapai nilai 90.
Nilai nisbah C/N bahan organik segar menentukan reaksi dalam tanah. Tanahtanah dengan bahan organik stabil umumnya mempunyai nisbah C/N sekitar 10.0
(Leiwakabessy, 1988). Proses penguraian bahan organik dengan nisbah C/N yang
tinggi akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap tanaman karena dapat
menyebabkan berkurangnya ketersediaan hara seperti, nitrogen tersedia dalam
tanah. Hal ini karena terjadinya persaingan antara tanaman dan mikrob, sehingga
tanaman akan mengalami penurunan suplai nitrogen (Hakim et al., 1986).
2.5. Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam tanah
2.5.1. Nitrogen
Menurut Soepardi (1983), nitrogen merupakan unsur yang paling cepat
memberikan pengaruh pada tanaman dengan mencolok. Hampir pada seluruh
tanaman, nitrogen menjadi pengatur dari penggunaan kalium, fosfor, dan
penyusun lainnya, namun dalam tanah jumlahnya sedikit, yaitu berkisar antara
0.02-0.4%. Secara alamiah, N yang terdapat dalam tanah berasal dari air hujan,
bahan organik dan fiksasi jasad renik. Air hujan diperkirakan memberikan 22.4 kg
N/ha/tahun tergantung lokasi dan dari fiksasi biologi yang diperkirakan antara
16.8-50.4 kg N/ha/tahun. Dengan laju dekomposisi bahan organik 2% pertahun,
sumber tersebut diperkirakan memberikan 22-45 kg N/ha/tahun. Dengan
menghitung jumlah yang hilang, ketiga sumber yang dikemukakan di atas tidak
9
mencukupi kebutuhan tanaman (Leiwakabessy, 1998). Sebagian besar nitrogen
dalam tanah berada dalam bentuk N organik baik yang terdapat dalam bahan
organik maupun fiksasi N oleh mikroba tanah yang tidak tersedia bagi tanaman
dan hanya sebagian kecil berupa N-anorganik yaitu NH4+ dan NO3- (Prasetyo et
al., 2004). Pelapukan N-organik merupakan proses yang menjadikan N yang tidak
tersedia bagi tanaman menjadi N tersedia bagi tanaman. Pelapukan merupakan
proses biokimia kompleks yang membebaskan karbondiokasida. Akhirnya
nitrogen kemudian dibebaskan menjadi nitrit kemudian nitrat. Kedua proses
terakhir disebut nitrifikasi, sedangkan proses berubahnya N-organik menjadi Nanorganik disebut mineralisasi. (Soepardi, 1983).
Hilangnya nitrogen dalam tanah dapat melalui proses denitrifikasi,
volatilisasi, pencucian oleh air, dan penyerapan oleh tanaman. Sekitar 40% N
hilang melalui volatilisasi amonia (Buckman & Brady 1987). Minggu pertama
setelah pemupukan, proses nitrifikasi telah berlangsung, dan ketika musim
penghujan, 30 hari setelah pemupukan hampir sebagian N akan hilang. Pada
kondisi curah hujan yang tinggi, NO3 - akan tercuci dari horizon atas tanah dan
akan cepat hilang karena denitrifikasi. Pada musim kemarau, nitrat akan
diakumulasikan pada bagian atas horizon tanah, sehingga kadar nitrat akan
meningkat (Tisdale et al., 1985). Amonium merupakan bentuk N yang stabil
terutama dalam tanah tergenang. Amonium dapat terfiksasi oleh mineral silikat,
tidak larut dalam air, dan tidak mudah ditukar (Notohadi 1998).
2.5.2. Fosfor
Mobilitas P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen
tanah maupun dengan ion-ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe, dan lain-lain
membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda-beda.
Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur P
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Sumber fosfor dalam tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk
organik, sisa tanaman dan pupuk hijau dan senyawa alamiah baik organik maupun
inorganik dari unsur tersebut yang sudah ada dalam tanah. Ketersediaan P dalam
tanah terutama P inorganik ditentukan oleh pH tanah, Fe, Al, Mn, tersedianya Ca
10
dalam tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik dan kegiatan jasad
mikro (Soepardi, 1983).
Ketersediaan fosfor yang sangat rendah adalah salah satu masalah penting
pada tanah masam. Kelarutan Al dan Fe yang tinggi akan menyebabkan
terhambatnya ketersediaan fosfat. Bahkan pada kondisi ini, mobilitas P menjadi
rendah dan cepatnya unsur P dari pupuk dijerap tanah dalam bentuk Al-P, Fe-P,
atau bentuk lain. Reaksi kimia antara ion fosfat dengan Al atau Fe tersebut
menghasilkan bentuk hidroksi fosfat yang tidak larut. Konsekuensi dari hasil
reaksi ini menyebabkan bentuk fosfat yang tidak larut, atau hanya sedikit ion
H2PO-4 yang tersedia bagi tanaman. Mekanisme dari reaksi ini yakni ion fosfat
menggantikan kedudukan ion OH dari koloid tanah atau mineral. Reaksi terjadi
sebagai berikut:
Al3+ + H2PO4-
AlPO4.2H2O + 2H+
Fe3+ + H2PO4-
FePO4.2H2O + 2H+
Untuk mencegah ion fosfat dan atau melepaskan fosfat yang telah terikat
pada keadaan ini maka dua mekanisme yang memungkinkan yakni: i)
mengendapkan Fe dan Al menjadi tidak larut, melalui penetralan pH tanah; dan ii)
mengkompleks Al atau Fe melalui pengkelatan oleh bahan organik tanah (Basuki,
2007).
2.5.3. Kalium
Kalium merupakan unsur hara mineral paling banyak dibutuhkan tanaman
setelah Nitrogen dan merupakan kation monovalen (K+) yang diserap oleh akar
tanaman yang lebih besar jumlahnya dari kation-kation lain. Jumlah K yang
diambil tanaman berkisar antara 50-200 kg K/ha atau sebanding dengan 25-100
ppm K tergantung jenis tanaman dan besar produksi (Leiwakabessy, 2004).
Berdasarkan ketersediannya bagi tanaman, K dalam tanah dapat dikelompokkan
menjadi: 1) K tak dapat dipertukarkan; 2) K dapat dipertukarkan; dan 3) K dalam
larutan tanah. Masalah utama kalium adalah ketersediaan. Kalium diikat dalam
bentuk-bentuk yang kurang tersedia. Jumlah kalium dapat dipertukarkan (tersedia
bagi tanaman) tidak melebihi 1% dari seluruh kalium tanah (Soepardi, 1983).
11
Sumber kalium dalam tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk
organik, sisa tanaman dan pupuk hijau, senyawa alamiah baik organik maupun
inorganik dari unsur tersebut yang ada dalam tanah (Soepardi, 1983). Kalium peka
terhadap pencucian, terutama pada tanah-tanah dengan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) dan kapasitas anion yang rendah. Leiwakabessy (1998) mengatakan bahwa
kalium dalam tanaman tidak ditemukan dalam hasil-hasil metabolisme dalam
senyawa-senyawa organik tertentu seperti halnya N, P, dan lain-lain, tetapi
umumnya terdapat dalam ikatan yang mudah sekali larut. Sekitar 99% dari K
dalam bagian tanaman yang kering diduga dapat terbilas oleh air hujan.
2.6. Basa-basa dapat Dipertukarkan (Ca-dd dan Mg-dd) dalam Tanah
dan Karakteristiknya
Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) tergolong unsur-unsur mineral
esensial sekunder yang dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan
unsur-unsur esensial primer (N, P, dan K). Unsur Ca dan Mg diserap tanaman
dalam bentuk Ca2+ dan Mg2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kedua
unsur tersebut mempunyai sifat dan perilaku yang sama dalam tanah. Kadar Ca
dalam larutan biasanya 10 kali lebih besar dibandingkan K+ tetapi serapannya jauh
lebih rendah. Kadar Ca dalam tanah di daerah tropika basah antara 0.1%-0.3%,
sedangkan kadar Mg dalam tanah di daerah tropika basah antara 5 ppm-50 ppm
(Leiwakabessy, 1998).
Kalsium dan magnesium merupakan bagian dari bahan kapur yang
berperan untuk mengurangi kemasaman tanah. Pada tanah-tanah di daerah basah,
Ca dan sebagian kecil Mg bersama-sama dengan H+ merupakan kation-kation
dominan pada kompleks jerapan. Senyawa Ca dan Mg mempunyai keuntungan
tidak meninggalkan residu yang dapat merugikan tanah. Kehilangan Ca dan Mg
dari tanah disebabkan oleh tiga hal, yaitu melalui erosi, pencucian dan terangkut
oleh tanaman. Hal ini yang menyebabkan mengapa tanah di daerah humid
cenderung bereaksi masam (Soepardi, 1983).
2.7. Reaksi Tanah(pH)
Kemasaman tanah berhubungan dengan ion Al3+ dan H+ dalam bentuk yang
dapat dipertukarkan. Adapun ion Al3+ yang terjerap berada dalam keadaan
keseimbangan dengan Al3+ dalam larutan tanah (Black, 1973). Dalam larutan
12
tanah Al merupakan sumber kemasaman tanah karena cenderung terhidrolisis. Ion
hidrogen yang dibebaskan, selanjutnya akan memberikan nilai pH rendah bagi
larutan tanah dan mungkin merupakan sumber utama ion hidrogen dalam sebagian
besar tanah masam (Brady, 1990).
Sejumlah senyawa menyumbang pada pengembangan reaksi tanah yang
asam atau basa. Asam-asam organik dan anorganik yang dihasilkan oleh
penguraian bahan organik tanah, merupakan konstituen tanah yang umum dapat
mempengaruhi kemasaman tanah. Respirasi akar tanaman menghasilkan CO2
yang akan membentuk H2CO3 dalam air. Air merupakan sumber lain dari
sejumlah kecil ion H+ yang ada dalam tanah yang akan dijerap oleh kompleks liat
sehingga ion-ion H+ dapat dipertukarkan. Ion-ion H+ dapat dipertukarkan tersebut
akan menjadi ion-ion H+ bebas. Derajat ionisasi dan disosiasi ke dalam larutan
tanah menentukan kemasaman tanah. Ion-ion H+ yang dapat dipertukarkan
merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah potensial atau cadangan.
Besaran dari kemasaman potensial ini dapat ditentukan dengan titrasi tanah.
Ion-ion H+ bebas mengakibatkan kemasaman aktif. Kemasaman aktif diukur dan
dinyatakan sebagai pH tanah. Tipe kemasaman inilah yang sangat menentukan
dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Tan, 1995).
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan tanaman sangat kompleks. Pengaruh
langsung ion H+ harus dipisahkan dari pengaruh tidak langsung yang berhubungan
dengan perubahan kelarutan dan ketersediaan berbagai unsur yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman (Sanchez, 1976).
13
III.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dimulai pada November 2010 sampai Mei 2011, tempat
penelitian dilakukan di rumah kaca University Farm Kebun Percobaan Cikabayan,
Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta di Balai Penelitian Tanah,
Bogor.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan tanah bagian
lapisan atas (0-20 cm) Latosol Darmaga, terak baja yang berasal dari dua sumber,
yaitu terak baja convertor dari Sumitomo Metal Industry, Jepang dan terak baja
electric furnace dari Krakatau Steel Industry, Indonesia serta bahan organik
berupa pupuk kandang kotoran sapi produksi Sarana Tani yang beredar dipasaran.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari cangkul, penumbuk
tanah, saringan 5 mm, saringan 2 mm, label, selang, ember, alat semprot dan alat
tulis. Peralatan yang digunakan dalam laboratorium untuk analisis tanah
diantaranya adalah pH meter, Spectrophotometer, Atomic Absorption, dan
Flamephotometer, serta alat-alat gelas kimia seperti tabung reaksi, pipet, labu
erlenmeyer, serta bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis.
3.3. Pelaksanaan Percobaan
3.3.1. Persiapan Bahan Tanah
Bahan tanah yang digunakan adalah Latosol Darmaga pada kedalaman 0-20
cm yang telah dibersihkan dari akar tanaman dan bahan kasar, selanjutnya
dikeringudarakan lalu dikompositkan. Untuk keperluan analisis pendahuluan,
bahan tanah dihaluskan kemudian diayak dengan saringan berukuran 2 mm.
Bahan tanah dalam polybag yang berisi 5 kg BKM sebagai media tanam
tanaman caisim diberi perlakuan terak baja dan bahan organik sesuai perlakuan.
Dosis terak baja ini ditentukan berdasarkan Al-dd tanah dan daya netralisasi (DN)
masing-masing terak. Untuk jenis terak baja convertor, perhitungan daya
netralisasi menggunakan data analisis yang pertama, yaitu terak baja convertor
dengan komposisi CaO sebesar 19.56% dan MgO sebesar 6.46%. Namun setelah
dilakukan analisis ulang jenis terak baja convertor tersebut saat penelitian sudah
14
berlangsung, didapatkan data kadar CaO (53.36%) dan MgO (2.86%) yang
berbeda dengan analisis sebelumnya sehingga dosis perlakuan tidak didasarkan
pada data analisis yang diulang, tetapi tetap berdasarkan analisis yang pertama.
Perbedaan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa komposisi terak baja cukup
heterogen bahkan pada satu sumber terak baja sekalipun. Dosis terak baja yang
diberikan pada perlakuan (per pot dan kesetaraannya) tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Dosis Terak Baja serta Kesetaraannya
Dosis Terak Baja
S1 (Convertor)
S2 (Electric Furnace)
ton/ha
g/pot
ton/ha
g/pot
T0 (Tanpa Terak)
-
-
-
-
T1 (1 Al-dd)
5
12.97
4
9.98
T2 (2 Al-dd)
10
25.94
8
19.96
T3 (3 Al-dd)
15
38.91
12
29.94
Bahan organik yang digunakan berasal dari kotoran sapi dengan dosis 40.98
g/pot atau setara dengan 10 ton/ha. Hasil analisis nisbah C/N bahan organik (kadar
air 61.00%) adalah sebesar 31.76. Bahan tanah, bahan organik dan terak baja yang
telah tercampur sesuai dengan perlakuan kemudian diinkubasi selama dua minggu
dengan kadar air yang dipertahankan sekitar 80% dari kapasitas lapang.
3.3.2. Analisis Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan setelah pertanaman caisim dipanen
pada tanah yang telah diberikan perlakuan terak baja dan bahan organik. Bahan
tanah yang berada dalam polybag diambil kemudian diaduk/dicampur untuk
mendapatkan kondisi yang homogen. Tanah kemudian dikeringudarakan lalu
disaring dengan saringan 2 mm dan diambil secukupnya untuk keperluan analisis
tanah. Analisis tanah meliputi pH tanah, N Total, P tersedia, Ca-dd, Mg-dd, dan
K-dd. Dilakukan juga pengukuran kandungan logam berat Pb, Cd, As, Sn dan Hg.
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang pengaruh terak baja dan
bahan organik pada tanah setelah pertanaman caisim. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
faktorial 3 faktor dengan faktor utama adalah jenis terak baja yaitu S1 (convertor
15
Jepang) dan S2 (electric furnace Indonesia). Faktor kedua yaitu terak baja dengan
4 dosis (T0, T1, T2, T3) dan faktor ketiga bahan organik (B0 dan B1) sehingga
terdapat 16 kombinasi, yaitu S1T0B0, S1T0B1, S1T1B0, S1T1B1, S1T2B0, S1T2B1,
S1T3B0, S2T3B1, S2T0B0, S2T0B1, S2T1B0, S2T1B1, S2T2B0, S2T2B1, S2T3B0,
S2T3B1. Masing-masing perlakuan terdiri dari 4 ulangan, sehingga terdapat 64
satuan percobaan (64 polybag). Model rancangan percobaan adalah sebagai
berikut
Yijk = μ + ρk + αi + βj + γk + (αβ)ij +(αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ)ijk + εijk
dengan i =1,2…,a; j = 1,2,…,b; k = 1,2,…,r
Yijk
= pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi
perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B.
μ
= nilai rata-rata yang sesungguhnya (rata-rata populasi)
ρk
= pengaruh aditif dari kelompok ke-k
αi
= pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor jenis terak
βj
= pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor dosis terak
γk
= pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor bahan organik
(αβ)ij
= pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak dan taraf ke-j dari dosis
terak
(αγ)ik
= pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak dan taraf ke-k dari bahan
organik
(βγ)jk
= pengaruh aditif taraf ke-j dari dosis terak dan taraf ke-k dari bahan
organik
(αβγ)ijk
= pengaruh aditif taraf ke-i dari jenis terak, taraf ke-j dari dosis terak,
dan taraf ke-k dari bahan organik
γik
= pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari
jenis terak dalam kelompok ke-k. Sering disebut galat petak utama.
γik ~ N(0,σγ2).
εijk
= pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij. Sering disebut galat anak petak. εijk
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan jenis terak, dosis terak dan bahan
organik terhadap kadar hara tanah, maka dilakukan analisis ragam dengan
16
menggunakan program SAS. Bila terdapat pengaruh nyata akan dilakukan analisis
lanjut dengan menggunakan metode Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) atau
uji wilayah Duncan pada taraf 5%.
17
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga.
Berdasarkan kriteria penilaian menurut PPT (1983) (Tabel Lampiran 2),
hasil analisis (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa sifat kimia dan fisik tanah
pada Latosol yang digunakan dalam penelitian ini tergolong tanah masam (pH
5.0), mempunyai kandungan C-organik, N-total dan Ca yang rendah dengan PBray yang sangat rendah. Kandungan Mg, K dan Na yang tergolong sedang, KTK
rendah serta KB yang tergolong sedang. Tanah ini masuk ke dalam kelas tekstur
liat, karena memiliki persentase liat yang sangat besar yaitu 74.64%, sedangkan
debu 18.17% dan pasir 7.19%. Secara umum tanah ini memiliki kandungan hara
yang relatif rendah, terutama P-tersedia dan N-total, serta kandungan C-organik
rendah.
4.2. Komposisi Hara pada Terak Baja
Komposisi hara pada terak baja Jepang (convertor) dan Indonesia
(electricfurnace) disajikan pada Tabel 2. Masing-masing terak baja memiliki
kandungan basa-basa yang cukup tinggi. Kandungan CaO dan MgO pada masingmasing terak baja menunjukkan bahwa kandungan CaO pada terak baja S1
(convertor slag Jepang) lebih tinggi dibandingkan pada terak baja S 2 (electric
furnace slag Indonesia), namun kandungan MgO dan SiO2 pada jenis terak S2
lebih tinggi dibandingkan pada jenis terak S1. Daya netralisasi masing-masing
terak baja berdasarkan equivalen CaCO3 dari unsur-unsur CaO dan MgO yang
terdapat dalam terak adalah sebesar 102.44 % (jenis terak S1) dan 66.39 % (jenis
terak S2). Disamping itu masing-masing terak baja juga memiliki kandungan
unsur mikro Fe, Al, Mn, Cu dan Zn yang berbeda komposisinya pada masingmasing terak baja. Dengan kandungan yang terdapat dalam terak baja, diharapkan
pemberian pada tanah mampu menaikkan pH serta memperbaiki sifat kimia tanah
Perbedaan komposisi terak baja ini dikarenakan karena proses pembuatan
masing-masing slag juga berbeda. Terak baja S1 (convertor Jepang) terbentuk
melalui proses convertor sedangkan jenis terak baja S2 (Electric Furnace
Indonesia) melalui proses electric furnace. Meskipun mempunyai komposisi yang
berbeda, kedua jenis terak tetap memiliki potensi yang baik untuk pertanian
terutama untuk pengapuran. Hal ini dipertegas oleh Suwarno (1993) yang
18
menyatakan bahwa terak baja Jepang sama baiknya dengan terak baja Indonesia
karena memiliki potensi untuk pengapuran.
Tabel 2. Komposisi Hara pada Terak Baja
Parameter
Satuan
B-tersedia
P2O5
K2O
CaO
MgO
SiO2
Fe2O3
Al2O3
MnO2
Na2O
ppm
%
%
%
%
%
%
%
%
%
S1 (Convertor
Jepang)*
Nilai
38.7
0.84
0.01
53.36
2.86
6.57
8.12
2.05
3.30
0.19
S2 (Electric
FurnaceIndonesia)**
Nilai
38.7
0.37
0.18
21.6
11.6
14.6
42.6
7.21
1.55
0.33
Sumber : * Basuki Sumawinata (2010)
** Suwarno (1997)
4.3. Nilai pH Tanah Setelah Pertanaman Caisim dipanen
Hasil uji ragam menunjukkan nilai pH tanah dipengaruhi oleh dosis terak
baja dan bahan organik. Hasil uji lanjut masing-masing dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Nilai pHtanah akibat pemberian terak baja dan bahan organik
Dosis Terak
pH
Bahan Organik
pH
T0
5.08 d
B0
6.10 b
T1`
6.16 c
B1
6.29 a
T2
6.63 b
T3
6.99 a
Keterangan : Angka yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata antara dosis terak pada dan bahan organik.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh penambahan terak baja dan bahan
organik nyata meningkatkan pH tanah. Peningkatan pH pengaruh terak baja
berkisar dari 1.08 sampai 1.91 unit pH, sedangkan pengaruh bahan organik hanya
0.19 unit pH. Peningkatan nilai pH oleh dosis terak baja disebabkan oleh
tingginya kandungan CaO pada terak baja, yaitu 53.36% pada terak baja convertor
dan 21.6% pada electric furnace. Senyawa CaO bereaksi dengan H2O membentuk
19
Ca(OH)2 yang dapat terurai menjadi Ca2+ dan 2OH-. Peningkatan konsentrasi OH dalam larutan tanah dapat meningkatkan nilai pH tanah. Ion OH- akan berikatan
dengan H+ menjadi H2O sehingga ion H+yang menjadi penyebab kemasaman
tanah aktif akan berkurang dan pH akan meningkat. Penambahan bahan organik
pada tanah yang tergolong masam seperti Latosol juga meningkatkan pH tanah
karena diduga asam-asam organik hasil dekomposisi dapat mengikat Al
membentuk senyawa kompleks (khelat), sehingga Al tidak terhidrolisis lagi
(Suntoro, 2003). Ia juga melaporkan bahwa penambahan bahan organik pada
tanah masam, antara lain Inseptisol, Ultisol dan Andisol mampu meningkatkan pH
tanah dan mampu menurunkan Al-dd tanah.
4.4. Kadar Hara (N, P, K, Ca, Mg) Tanah Setelah Penanaman
4.4.1. Nitrogen Total.
Hasil analisis ragam kadar N tanah dipengaruhi oleh faktor tunggal dosis
terak, interaksi jenis terak dengan dosis terak dan interaksi dosis terak dengan
bahan organik. Hasil uji lanjut masing-masing disajikan pada Tabel 4.
Tabel4.Kadar Nitrogen Tanah Akibat Interaksi antara Jenis Terak dengan
Dosis Terak dan interaksi Dosis Terak dengan Bahan Organik
Terak Baja
Bahan Organik
B0
B1
Dosis
S1
S2
Dosis
Terak
Terak
........... % ...........
........... % ...........
T0
0.11 Aa
0.1Aab
T0
0.11 Aa
0.10 Aab
T1
0.09Ab
0.09 Ab
T1
0.09 Ab
0.09 Ab
T2
0.10Aab
0.10 Aab
T2
0.09 Bb
0.11 Aa
T3
0.08 Bb
0.11 Aa
T3
0.09 Ab
0.10 Aab
Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf besar) dan kolom (huruf kecil)
menunjukkan berbeda nyata (P<0.005) atau berbeda sangat nyata (P<0.01), sebaliknya huruf
yang sama kearah baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
Tabel 4 menunjukkan pada perlakuan S1, peningkatan dosis terak baja nyata
menurunkan N total tanah, namun antara pengaruh dosis T 1, T2, dan T3 tidak
berbeda. Pada jenis terak S2, peningkatan dosis terak baja tidak berpengaruh
terhadap N Total tanah namun pengaruh perlakuan T 3 lebih tinggi daripada T1.
Perbandingan pengaruh antar jenis terak menunjukkan bahwa pada dosis terak T 0,
T1, T2 kadar N total tanah antara S1 dan S2 tidak berbeda, kecuali pada dosis T3
pengaruh S2 menghasilkan N total tanah lebih tinggi daripada S 1.
20
Interaksi antara dosis terak dengan bahan organik (Tabel 4) menunjukkan
bahwa pada perlakuan B0, peningkatan dosis terak baja menurunkan kadar N total
tanah, sedangkan pada perlakuan B1, kadar N-total menurun pada T1 dan
meningkat lagi pada perlakuan T2, namun kadar N tanah baik pengaruh dosis terak
pada S1 dan S2 masih tergolong sangat rendah (berkisar dari 0.08-0.11%).
Penurunan dan rendahnya kadar N tanah disebabkan karena terak baja bukan
merupakan sumber nitrogen dan sebagian besar N diserap oleh tanaman. Adapun
peningkatan yang disebabkan oleh penambahan bahan organik adalah karena
bahan organik merupakan salah satu sumber nitrogen tanah.
4.4.2. P Tersedia
Hasil analisis ragam P-tersedia tanah dipengaruhi oleh faktor tunggal jenis
terak, dosis terak dan bahan organik. Hasil analisis ragam juga menunjukkan
adanya interaksi antara jenis terak dengan dosis terak. Rataan P-tersedia dan hasil
uji lanjut digambarkan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1 menunjukkan pada pengaruh jenis terak S1, kadar P-tersedia tanah
berkisar antara 2.90 ppm-3.21 ppm, sedangkan pada jenis terak S2 berkisar antara
2.73 ppm-4.48 ppm. Peningkatan dosis terak pengaruh jenis terak S1 tidak nyata
meningkatkan kadar P-tersedia tanah, sedangkan pengaruh jenis terak S2 nyata
meningkatkan kadar P seiring dengan peningkatan dosis terak, meskipun
kandungan pada T3 menurun, kadar P-tersedia pada pengaruh jenis terak S2 masih
lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Perbandingan pengaruh antar jenis
terak menunjukkan kadar P-tersedia tanah pengaruh dosis terak T 0, T1, dan T3
tidak berbeda, namun pada T2 pengaruh jenis terak S2 lebih besar dibanding S1.
Selanjutnya Gambar 2 menunjukkan pemberian bahan organik mampu
meningkatkan P-tersedia dalam tanah dengan peningkatan sebesar 10%.
Pengaruh dosis terak terhadap kadar P-tersedia tanah selain disebabkan oleh
sumbangan P oleh terak baja, juga diduga berhubungan dengan tingginya
kandungan SiO2 pada terak baja (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan kandungan SiO 2
pada terak baja S1 lebih rendah dibanding terak baja S2. Senyawa SiO2 pada terak
baja terhidrolisis membentuk anion SiO44- yang mampu mendorong anion P dari
ikatan unsur lain seperti Al dan Fe sehingga P dibebaskan ke dalam larutan tanah
(Kristen dan Erstad, 1996). Selain itu pH tanah akibat pemberian terak baja dan
21
bahan organik (Tabel 3) menunjukkan nilai pH tanah berkisar antara 6-7. Menurut
Leiwakabessy (2003), ketersediaan fosfor yang tertinggi diperoleh pada selang pH
6.0 - 6.5. Peningkatan pH akan menurunkan kelarutan Al dan Fe sehingga retensi
P akan berkurang. Pada dosis terak T3 pengaruh jenis terak S2, kadar P-tersedia
terlihat menurun. Hal ini diduga akibat pengikatan P oleh Ca (Ca-P) meningkat.
Hal ini disebabkan karena kadar Ca-P akan meningkat pada pH>7 (pH tinggi).
Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata
antara jenis terak baja, sedangkan huruf
kecil yang sama tidak berbeda nyata antara
dosis terak baja
Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata
antara bahan organik
Gambar 1.Kadar P-tersedia tanah
interaksi antara jenis
terak dengan dosis terak
Gambar 2. Kadar P-tersedia tanah
faktor tunggal bahan
organik
Pemberian bahan organik meningkatkan P-tersedia tanah karena sumbangan
P dari hasil mineralisasi bahan organik dari P-organik menjadi P-anorganik. Hal
ini karena bahan organik sendiri merupakan sumber P selain unsur N dan S.
Peningkatan P-tersedia ini juga diduga berhubungan dengan peningkatan pH
akibat pemberian bahan organik, selain itu bahan organik juga akan membentuk
senyawa kompleks yang stabil (khelat) dengan besi (Fe) dan aluminium (Al)
(Leiwakabessy, 2003). Asam-asam organik yang terbentuk dari dekomposisi
bahan organik memiliki daya tarik yang besar dengan Al dan Fe sehingga asamasam tersebut akan membentuk formasi kompleks yang stabil dengan logamlogam yang terikat dengan fosfat, sehingga fosfat sebagian akan dibebaskan
kedalam larutan tanah. Hal ini akan meningkatkan kadar P-tersedia dalam tanah.
22
4.4.3. Kalium dapat dipertukarkan (K-dd)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kalium dapat dipertukarkan (Kdd) dipengaruhi oleh faktor tunggal dosis terak dan bahan organik. Hasil analisis
ragam juga menunjukkan terdapat interaksi antara dosis terak dengan bahan
organik. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 5.
Tabel5. Kadar Kalium Dapat Dipertukarkan dalam Tanah Akibat Interaksi
Dosis Terak dengan Bahan Organik
Dosis
T0
T1
T2
T3
B0
B1
............................. me/100 g .............................
0.43 Aa
0.40 Aa
0.27 Ab
0.32 Ab
0.25 Bb
0.31 Ab
0.21 Bc
0.30 Ab
Keterangan: Nilai dengan huruf yang berbeda kearah baris (huruf besar) dan kolom (huruf kecil)
menunjukkan berbeda nyata (P<0.005) atau berbeda sangat nyata (P<0.01), sebaliknya huruf
yang sama kearah baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
Tabel 5 menunjukkan pada perlakuan tanpa pemberian bahan organik (B0),
pengaruh dosis terak baja nyata menurunkan K-dd tanah, namun antara pengaruh
perlakuan T1 dan T2 tidak berbeda nyata. Pada perlakuan dengan pemberian terak
baja (B1), pengaruh dosis terak baja menurunkan K-dd tanah, namun antara
pengaruh dosis T1, T2 dan T3 tidak berbeda. Perbandingan antar pengaruh
perlakuan bahan organik menunjukkan bahwa pada dosis terak T0, T1, kadar K-dd
tanah antara pengaruh B0 dan B1 tidak berbeda, namun pada dosis T2 dan T3
pengaruh B1 menghasilkan K-dd tanah lebih tinggi daripada B0 dengan
peningkatan masing-masing sebesar 23% dan 46%.
Nilai K-dd dalam tanah menurun seiring dengan jumlah dosis terak baja.
Hal ini diduga berhubungan dengan peningkatan kadar Ca-dd tanah (Gambar 3)
dan Mg-dd tanah (Gambar 5) sehingga terjadi persaingan ketersediaan K, Ca, dan
Mg dalam larutan tanah. Leiwakabessy (2003) menyatakan bahwa kandungan K
dalam tanah dipengaruhi oleh ratio K/Ca+Mg, dimana semakin besar kadar Ca
dan Mg akan mengakibatkan ratio makin kecil dan berarti kandungan K-dd dalam
tanah menjadi rendah. Hal ini karena ion-ion Ca, Mg dan K memiliki sifat
persaingan satu terhadap yang lain. Jika dalam tanah terdapat ion-ion yang lain
lebih banyak dan terdapat ion yang jumlahnya lebih sediki diantara ketiga ion
tersebut, maka ketersediaan ion yang sedikit tersebut akan menurun akibat
terjadinya persaingan unsur-unsur tersebut. Kandungan Ca dan Mg dalam tanah
23
akibat pemberian terak baja sangat tinggi dibandingkan dengan kandungan K
sehingga ketersediaan K dalam tanah akan menurun. Selanjutnya pemberian
bahan organik ke dalam tanah cenderung meningkatkan K-dd tanah karena bahan
organik (pupuk kandang) merupakan salah satu sumber K bagi tanah. Penurunan
K-dd pada B0 dengan meningkatnya dosis terak diduga berhubungan dengan
peningkatan serapan K tanaman (caisim) dengan meningkatnya dosis terak pada
hasil penelitian sebelumnya dan pengaruh pada B1 tidak berbeda.
4.4.4. Kalsium dapat dipertukarkan (Ca-dd)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kalsium dapat dipertukarkan
(Ca-dd) dipengaruhi oleh faktor tunggal jenis terak, dosis terak dan bahan organik.
Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara jenis terak dengan
dosis terak. Rataan Ca-dd dan hasil analisis lanjut digambarkan pada Gambar 3
dan 4.
Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata
antara jenis terak baja, sedangkan huruf
kecil yang sama tidak berbeda nyata antara
dosis terak baja
Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata
antara bahan organik
Gambar 3.Kadar Ca-dd tanah
pengaruh interaksi jenis
terak dengan dosis terak
Gambar 4. Kadar Ca-dd tanah
pengaruh faktor tunggal
bahan organik
Gambar 3 menunjukkan pengaruh pemberian terak baja mampu
meningkatkan Ca-dd tanah baik pada perlakuan jenis terak S1 maupun pada S2
dengan kadar Ca-dd pada S1>S2, selanjutnya Gambar 4 menunjukkan bahwa
pemberian bahan organik mampu meningkatkan kadar Ca-dd tanah.
Pada perlakuan S1, kadar Ca-dd cenderung lebih tinggi daripada S2. Hal
ini karena kandungan CaO jenis terak S1 lebih tinggi dibandingkan jenis terak S2
(Tabel 2). Kadar Ca-dd pengaruh terak baja pada S1 berkisar 4.88–17.79 me/100 g
sedangkan pada S2 berkisar antara 4.43–10.80 me/100 g. Peningkatan pengaruh S1
24
pada dosis T1, T2, dan T3 terhadap T0 masing-masing sebesar 113%, 170%, dan
265%, sedangkan pada S2 masing-masing sebesar 91%, 114%, dan 144%.
Pemberian bahan organik dapat meningkatkan Ca-dd sebesar 15%. Hal ini karena
bahan organik juga merupakan sumber Ca walapupun kadarnya kecil.
Peningkatan kandungan Ca-dd selain karena sumbangan CaO dari terak
baja, juga karena peningkatan pH akibat pengaruh terak dan bahan organik (Tabel
3). Peningkatan pH pada tanah akibat penambahan dosis terak maupun dengan
penambahan bahan organik akan menurunkan aktivitas Al dan H sebagai ion yang
mampu menekan Ca. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwarno dan Goto (1997)
yang mengatakan bahwa pemberian terak baja meningkatkan konsentrasi Ca dan
Mg dalam larutan tanah. Selain itu, bahan organik yang menyumbangkan Ca dari
hasil dekomposisi juga akan menghasilkan senyawa kompleks (khelat) dengan Al
sehingga Ca akan menempati bidang pertukaran pada permukaan koloid tanah
yang membuat Ca akan tersedia dalam tanah.
4.4.5. Magnesium dapat dipertukarkan (Mg-dd)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Magnesium dapat ditukar (Mgdd) dipengaruhi oleh faktor tunggal dosis terak dan bahan organik. Hasil analisis
ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara jenis terak dengan dosis terak
(Gambar 5) dan interaksi dosis terak dengan bahan organik (Gambar 6). Gambar 5
menunjukkan bahwa pengaruh pemberian terak baja pada perlakuan S 1
meningkatkan Mg-dd tanah hanya pada dosis T3. Pengaruh S1 kadar Mg-dd
berkisar dari 1.6-2.46 me/100 g dan peningkatan pada dosis T 3 mencapai 27.34%.
Pada perlakuan S2, pemberian terak baja meningkatkan Mg-dd tanah, dan berkisar
dari 1.7-7.65 me/100 g dan peningkatan Mg-dd pada masing-masing dosis terak
T1, T2, dan T3 terhadap T0 adalah 75%, 230%, dan 326%. Kandungan Mg-dd
menurut kriteria PPT (1983) tergolong sedang sampai tinggi. Perbedaan pengaruh
antar jenis terak menunjukkan bahwa Mg-dd dalam tanah pada jenis terak S1<S2.
Hal ini karena kandungan MgO pada jenis terak S 1<S2 (Tabel 2) yaitu masingmasing sebesar 2.86 % (S1) dan 11.6 % (S2). Pemberian bahan organik nyata
meningkatkan Mg-dd pada dosis T1 sebesar 15%.
Interaksi antara dosis terak dengan bahan organik (Gambar 6)
menunjukkan bahwa baik pada perlakuan B 0 maupun pada B1, peningkatan dosis
25
terak baja mampu meningkatkan Mg-dd tanah. Peningkatan kandungan Mg-dd
tanah pengaruh dosis terak T1, T2, dan T3 terhadap T0 pada B0 masing-masing
sebesar 28%, 171% dan 208%, sedangkan pada B1 masing-masing sebesar 27%,
58% dan 145%. Peningkatan kadar Mg-dd tanah akibat pemberian terak baja
karena kandungan MgO yang tinggi dalam terak baja (Tabel 2). Hal ini sesuai
dengan pendapat Suwarno dan Goto (1997) yang menyatakan bahwa pemberian
terak baja meningkatkan konsentrasi Ca dan Mg dalam larutan tanah. Selanjutnya,
perlakuan penambahan bahan organik meningkatkan Mg-dd tanah. Hal ini diduga
karena selain bahan organik mengandung hara Mg, juga karena bahan organik
meningkatkan pH (Tabel 3). Kadar Mg-dd berhubungan langsung dengan
peningkatan pH dimana seperti Ca-dd, Mg-dd akan menempati bidang pertukaran
pada permukaan koloid tanah sehingga Mg-dd makin meningkat seiring dengan
peningkatan pH.
Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata
antara jenis terak baja, sedangkan huruf kecil
yang sama tidak berbeda nyata antara dosis
terak baja
Keterangan: Huruf besar yang sama tidak berbeda nyata
antara bahan organik, sedangkan huruf kecil
yang sama tidak berbeda nyata antara dosis
terak baja
Gambar 5. Kadar Mg-dd dalam tanah
pengaruh interaksi jenis
terak dengan dosis terak
Gambar 6. Kadar Mg-dd dalam tanah
pengaruh interaksi dosis terak
dengan bahan organik
4.5. Kandungan Logam Berat Terlarut pada Tanah Setelah Pertanaman
Caisim
Hasil analisis logam berat terlarut tanah dengan metode pengeksrak HCl
0.05 N setelah pertanaman caisim disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Kadar Pb
terlarut akibat pengaruh perlakuan terak baja dan bahan organik menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan tanpa perlakuan (0.42 ppm) dengan kadar yang
berkisar antara 0.02 ppm - 0.26 ppm pada jenis terak S1 dan 0.01 ppm - 0.26 ppm
(Tabel 6). Hasil pengukuran pada jenis terak S1 menunjukkan tidak terdeteksinya
26
kadar Cd terlarut pada semua perlakuan, namun pada jenis terak S 2 terdeteksi
dengan kadar sebesar 0.01 ppm.
Tabel 6. Kadar Logam Berat Terlarut ( Pb, Cd, As, Sn, Hg) Tanah pada
Perlakuan Jenis Terak S2 (Convertor Slag Japan) Akibat Pemberian
Terak Baja dan Bahan Organik
Perlakuan
Pb
Cd
As
Sn
............................... (ppm) ...............................
Kontrol (Tanpa
0.42
Perakuan)
Bahan Organik
0.26
S1T1B0
0.02
S1T1B1
0.02
S1T2B0
0.02
S1T2B1
0.03
S1T3B0
0.02
S1T3B1
0.03
Keterangan : td = tidak terdeteksi
Hg
ppb
td
td
td
0.70
td
td
td
td
td
td
td
0.01
0.01
0.02
0.01
0.01
td
0.01
td
0.08
td
td
0.15
td
td
2.17
0.28
td
td
td
0.28
0.35
Tabel 7. Kadar Logam Berat Terlarut ( Pb, Cd, As, Sn, Hg) Tanah pada
Perlakuan Jenis Terak S2 (Electric Furnace Slag Indonesia) Akibat
Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik
Perlakuan
Pb
Cd
As
Sn
............................... (ppm) ...............................
Kontrol (Tanpa
0.42
Perlakuan)
Bahan Organik
0.26
S2T1B0
0.13
S2T1B1
0.11
S2T2B0
0.01
S2T2B1
0.03
S2T3B0
0.01
S2T3B1
0.02
Keterangan : td = tidak terdeteksi
Hg
ppb
td
td
td
0.70
td
0.01
td
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
td
0.01
0.01
0.01
td
0.01
td
td
td
0.15
td
td
td
2.17
td
0.42
1.40
0.42
td
0.84
Hasil pengukuran unsur As dan Sn terlarut(Tabel 6 dan 7) pada kontrol
menunjukkan tidak terdeteksinya (td) logam berat, namun terdeteksi setelah
penambahan terak baja dan bahan organik dengan kadar yang berkisar antara 0.01
ppm-0.02 ppm As terlarut pada jenis terak S1 dan 0.01 pada jenis terak S2, serta
0.08 ppm-0.15 ppm Sn terlarut pada jenis terak S1 dan 0.15 ppm pada jenis terak
S2. Hasil pengukuran kadar logam berat Hg terlarut menunjukkan pada perlakuan
kontrol kadarnya sebesar 0.70 ppb. Setelah perlakuan, kadar Hg terlarut terukur
sebesar 2.17 ppb pada perlakuan bahan organik dan menurun setelah ditambahkan
27
terak baja dengan kadar yang berkisar antara 0.28 ppb – 0.35 ppb pada jenis terak
S1 dan 0.42 ppb –1.40 ppb pada jenis terak S2.
Kandungan logam berat Pb dan Hg terlarut yang cenderung menurun
dengan meningkatnya dosis terak baja diduga berhubungan dengan peningkatan
pH akibat pemberian terak baja yang mengakibatkan kelarutan unsur logam berat
menurun. Nilai pH yang tinggi menyebabkan kelarutan logam berat makin rendah,
terutama bila berada dalam bentuk yang bervalensi tinggi atau bentuk teroksidasi
(Soepardi, 1983). Darmono (1995) mengatakan bahwa pada tanah-tanah yang
masam, pembebasan logam akan naik termasuk logam-logam yang toksik. Logam
berat pada tanah yang beracun dapat diturunkan kelarutannya dengan
menggunakan beberapa cara, antara lain dengan mempertahankan pH agar tetap
tinggi sehingga unsur menjadi kurang mobil dan kurang tersedia (Soepardi, 1983),
Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pengapuran pada tanah masam
sehingga pH akan naik dan menyebabkan imobilitas tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan pH tanah akibat pemberian terak baja sangat
berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia tanah dibandingkan dengan ancaman
keracunan akibat logam berat. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya kelarutan
logam berat yang selama ini menjadi masalah ancaman dalam pengaplikasian
terak baja dalam dunia pertanian.
28
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Peningkatan dosis terak baja pada jenis terak S 1 (convertor Jepang)
menurunkan N-total tanah, sedangkan pada jenis terak S2 (electric furnace
Indonesia) tidak berbeda. Nilai pH meningkat seiring dengan peningkatan dosis
terak, dan pengaruh jenis terak menunjukkan efek yang sama terhadap pH.
Pengaruh dosis terak pada jenis terak S1 meningkatkan Ca-dd dan Mg-dd, namun
kadar P-tersedia tidak berbeda, sedangkan pada jenis terak S2 meningkatkan kadar
P tersedia, Ca-dd dan Mg-dd.
Penambahan bahan organik meningkatkan pH, P-tersedia, dan Ca-dd tanah
dan tidak dipengaruhi oleh jenis dan dosis terak. Selanjutnya, kadar N-total, K-dd,
dan Mg-dd tanah meningkat dengan penambahan bahan organik dan dipengaruhi
oleh dosis terak. Peningkatan dosis terak baik pada tanpa (B0) bahan organik dan
dengan (B1) bahan organik pada interaksi antara dosis terak dan bahan organik
meningkatkan Mg-dd, namun menurunkan K-dd tanah.
Terak baja, bahan organik dan kombinasi keduanya menurunkan Pb dan Hg
terlarut, akan tetapi pada beberapa kombinasi perlakuan, Cd terlarut, As terlarut
dan Sn terlarut berturut turut meningkat sebesar 0.01 ppm, 0.01-0.02 ppm dan
0.08-0.15 ppm dari kadar yang tidak terdeteksi pada tanah tanpa perlakuan.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lapangan untuk mengetahui
pengaruh terak baja jika diaplikasikan secara langsung dalam skala yang lebih
luas.
29
VI.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.T. and S.H. Shahram. 2007. Converter slag as a liming agent in the
amelioration of acidic soils. International Journal of Agriculture and
Biology. 9(5):715-720.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Bogor. www.balittanah.litbang.deptan.go.id (Diakses tanggal 20
Februari 2012).
Barber, S. A. 1967. Liming materials and practice. In. R. W. Pearson and F. Adam
(Eds). Soil Acidity and Liming. Am. SOC. Agron.Inc., Madison. p. 125160.
Basuki, T. 2007. Pengaruh kompos, pupuk fosfat dan kapur terhadap perbaikan
sifat kimia tanah Podzolik Merah Kuning, serapan fosfat dan kalsium serta
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. [tesis]. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Black, C.A. 1973. Soil Plant Relationship. 2nd ed. Wiley Eastern Private Limited,
New Delhi.
Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soils. 10th ed. The Macmillan
Publishing Company, New York.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta.
Dev, G. and P. Sharma. 1970. Basic slag as liming materials. The Indian Journal
of Agric. Sci. 40(10):856-863.
Dudal, R., dan M. Soepraptohardjo. 1957. Klasifikasi Tanah di Indonesia.
Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Tanah. Bogor.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M. Saul, M.A. Diha, G.B.
Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung,
Lampung.
Kalpage, F.S.C.F. 1974. Tropical Regions, Classification, Fertility and
Management. Mac Millan Co. of India Limited. India
Kristen, M. and K.J. Erstad. 1996. Converter slag as liming material on organic
soil. Norwegian J. Agri. Sci. 10. 83-93
Kurnia, U., D. Setyorini, T. Prihatini, S. Rochayati, Sutono dan H. Suganda. 2001.
Perkembangan dan penggunaan pupuk organik di indonesia. Rapat
koordinasi penerapan penggunaan pupuk berimbang dan peningkatan
penggunaan pupuk organik. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat
Jendral Bina Sarana Pertanian, Jakarta
Leiwakabessy, F.M., dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan pemupukan. Departemen
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, dan Suwarno. 2003. Kesuburan tanah.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
30
Leiwakabessy, F.M. 1998. Kesuburan tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Insititut Pertanian Bogor. Bogor
Mench, M., J. Vangronsveld, N.W. Lepp, and R. Edwards. 1998. Physio-chemical
aspects and efficiency of trace element immobilisation by soil
ammendments. In: J. Vangronsveld, S.D. Cunningham, editor. Metal
contaminated soils: In situ inactivation and phytorestoration. SpringerVerlag. Landes Company. p. 151-182.
Prasetyo, B.H., A.J. Sri, S. Kasdi, R.D.M. Simanungkalit. 2004. Tanah Sawah
dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Prambudi, A. 1997. Pengaruh pemberian slag (terak baja), kalsit dan dolomitik
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai serta beberapa sifat
kimia pada tanah latosol darmaga. [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Proctor, D.M., K.A. Fehling, E.C. Shay, J.L. Wittenborn, J.J. Green, C. Avent,
R.D. Bigham, M. Connoly, B. Lee, T.O. Shepker, and M.A. Zak. 2000.
Phisical and chemical characteristics of blast furnace, basic oxygen furnace,
and electric arc furnace steel industry slags. Environmental Science &
Technology. 34. 1576-1582.
Rahim, S.S. 1995. Penggunaan terak baja sebagai sumber silikat bagi
pertumbuhan dan produksi padi sawah varietas IR-64 pada Entisol
Sukamandi. [skripsi]. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John
Wiley and Sons. New York.
Shen, H. and E. Forssberg. 2002. An overview of metals froms slags. Waste
Management. 23. 933-949.
Sirappa, M.P. 2002. Penentuan batas kritis dan dosis pemupukan N untuk
tanaman jagung di lahan kering pada tanah Typic Usthorthents. J. Tanah
Link. 3:25-37
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sudarmadji, J. Mukono dan I.P. Corie. 2006. Toksologi logam berat B3 dan
dampaknya terhadap kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2:129-142.
Sulaeman, Suparto, dan Eviati. 2005. Analisis kimia tanah, tanaman, air, dan
pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor
Sumawinata, B., Darmawan, Suwardi, A. Asmita, dan P. Aninda. 2010.
Kandungan kimia total dan kelarutan unsur hara berbagai jenis steel slag
dan berbagai jenis batuan serta abu dan batu dari limbah boiler. dalam
Lokakarya Nasional “Pemanfaatan Steel Slag untuk Pertanian”. IPB
International Convention Center, Bogor-Indonesia. 23 Agustus 2010.
31
Suntoro, W.A. 2003. “Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah dan upaya
pengelolaannya”. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Soepraptohardjo, M. 1961. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian
Tanah. Bogor.
Suwarno and I. Goto. 1997. Effect of Indonesia Electric Furnace Slag on the Rice
Yield and Chemical Properties of Soils. pp 803-804. In Plant Nutrition for
Sustainable Food Production and Environment. Kluwer Academic
Publisher.
Suwarno. 1993. The application effects of Indonesia steel slag as acid soil
amandement. [thesis]. Tokyo University of Agriculture.
Syukur, A dan Harsono. 2008. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan NPK
terhadap beberapa sifat kimia dan fisika tanah pasir pantai Samas, Bantul. J.
Tanah Link. 8: 138-145.
Tan, K.H. 1995. Dasar Dasar Kimia Tanah. Terjemahan Goenadi. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers,
4th Ed. Macmillan Publishing Co., New York, NY pp. 249-291.
Yildirim, I.Z. and M. Prezzi. 2011. Chemical, mineralogical, and morphological
properties of steel slag. Hindawi Publishing Coorporation Advances in Civil
Engineering. Volume 2011, Article ID 463638.
32
LAMPIRAN
33
Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga
Kriteria menurut PPT
(1983)*
Masam
Sifat Tanah
Nilai
pH H2O
5.0
pH KCl
4.3
C-organik (%)
1.68
Rendah
N-total (%)
0.17
Rendah
P Bray (ppm)
3.8
Sangat rendah
KTK (me/100g)
12.51
Rendah
Kation dapat dipertukarkan
Ca (me/100g)
3.84
Rendah
Mg (me/100g)
1.19
Sedang
K (me/100g)
0.45
Sedang
Na(me/100g)
0.61
Sedang
Al (me/100g)
2.76
H (me/100g)
0.29
KB (%)
48.68
Sedang
Tekstur Tanah
Pasir (%)
7.19
Debu (%)
18.17
Liat (%)
74.64
Keterangan: * = Kriteria sifat kimia tanah
Liat
34
Tabel Lampiran
2. Kriteria Penilaian Analisis Tanah (Pusat Penelitian
Tanah, 1983 dalam Sulaeman et al., 2005)
Sifat Tanah
Sangat
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
Tinggi
C-Organik (%)
< 1.00
1.00 - 2.00
2.01- 3.00
3.01 - 5.00
> 5.00
Nitrogen (%)
< 0.10
0.10 - 0.20
0.21 -0.50
0.51 - 0.75
> 0.75
C/N
<5
5 – 10
11 - 15
16 – 25
> 25
P2O5 HCl (mg/100g)
<15
15 – 20
21 - 40
41 – 60
> 60
P2O5 Bray-1 (ppm)
<4
5–7
8 -10
11 – 15
>15
P2O5 Olsen (ppm)
<5
5 –10
11 - 15
16 – 20
>20
K2O HCl 25% (mg/100g) < 10
10 – 20
21 - 40
41 – 60
> 60
KTK (me/100g)
<5
5 – 16
17 - 24
25 – 40
> 40
K (me/100g)
< 0.1
0.1 - 0.3
0.4 - 0.5
0.6 - 1.0
> 1.0
Na (me/100g)
< 0.1
0.1 - 0.3
0.4 - 0.7
0.8 - 1.0
> 1.0
Mg (me/100g)
< 0.4
0.4 -1.0
1.1 - 2.0
2.1 - 8.0
> 8.0
Ca (me/100g)
< 0.2
2–5
6 -10
11-20
> 20
Kejenuhan Basa (%)
< 20
20 – 40
41 - 60
61 – 80
>80
Aluminium (%)
<5
5-10
11 -20
20 – 40
>40
Susunan Kation :
pH H2O
Sangat
Masam
Masam
Agak
Masam
Netral
Agak
Alkalis
Alkalis
<4.5
4.5-5.5
5.5-6.5
6.6-7.5
7.6-8.5
>8.5
35
Lampiran 3. Persyaratan Logam Berat (Total) Tanah
Unsur
Batas Normal
Batas Kritis
.....................................(mg/kg)...................................
Pb
2 - 300
100 - 400
Cd
0.01 - 2.0
3.0 - 8.0
As
0.1- 40
20 - 50
Sn
1 - 200
50
Hg
0.01 - 0.5
0.3 - 5
Sumber : Balai Penelitian Tanah (2008)
Tabel Lampiran 4. Pengaruh Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Terhadap Kadar Hara Tanah
Kadar N Total ( % )
Ulangan
Perlakuan
Rataan
I
2
3
4
S1T0B0
0.11
0.14
0.11
0.14
S1T0B1
0.07
0.12
0.07
S1T1BO
0.07
0.07
S1T1B1
0.1
S1T2B1
Kadar P-Tersedia (ppm)
Ulangan
I
2
3
4
0.13
2.40
2.00
2.40
2.00
0.12
0.10
2.70
2.90
2.70
0.07
0.11
0.08
3.20
2.60
0.08
0.1
0.08
0.09
6.10
0.08
0.07
0.1
0.11
0.09
S1T2B0
0.11
0.1
0.11
0.11
S1T3B0
0.08
0.07
0.07
S1T3B1
0.1
0.08
S2T0BO
0.11
S2T0B1
Rataan
Kadar K-dd (me/100gram)
Ulangan
Rataan
I
2
3
4
2.20
0.46
0.41
0.46
0.41
0.44
2.90
2.80
0.34
0.40
0.34
0.40
0.37
2.80
2.60
2.80
0.29
0.25
0.25
0.30
0.27
3.40
2.60
2.40
3.63
0.34
0.30
0.35
0.32
0.33
2.70
2.40
2.60
4.10
2.95
0.23
0.28
0.28
0.26
0.26
0.11
2.70
2.90
3.20
2.70
2.88
0.32
0.36
0.30
0.27
0.31
0.08
0.08
2.60
2.20
2.90
2.40
2.53
0.18
0.20
0.18
0.21
0.19
0.08
0.08
0.09
3.20
3.60
3.20
3.10
3.28
0.24
0.24
0.33
0.33
0.29
0.08
0.11
0.08
0.10
2.40
2.70
2.40
2.70
2.55
0.44
0.41
0.44
0.41
0.42
0.1
0.11
0.1
0.11
0.11
3.10
2.90
3.10
2.90
3.00
0.48
0.37
0.48
0.37
0.42
S2T1BO
0.11
0.08
0.1
0.07
0.09
3.90
4.90
4.30
3.90
4.25
0.25
0.30
0.27
0.22
0.26
S2T1B1
0.1
0.07
0.07
0.08
0.08
3.20
4.10
3.70
3.20
3.55
0.27
0.28
0.39
0.31
0.31
S2T2BO
0.1
0.08
0.08
0.08
0.09
4.80
3.90
4.60
3.60
4.23
0.27
0.28
0.23
0.19
0.24
S2T2B1
0.08
0.12
0.12
0.14
0.12
4.30
3.90
6.10
4.60
4.73
0.19
0.34
0.36
0.33
0.31
S2T3BO
0.12
0.11
0.1
0.11
0.11
2.70
3.10
2.70
4.10
3.15
0.20
0.22
0.23
0.24
0.22
S2T3B1
0.1
0.11
0.12
0.11
0.11
3.40
3.20
3.40
3.60
3.40
0.31
0.33
0.34
0.31
0.32
36
Tabel Lampiran 5. Pengaruh Pemberian Terak Baja dan Bahan Organik Terhadap Basa dapat ditukar dan pH Tanah
Kadar Ca-dd (me/100gram)
Perlakuan
Ulangan
Kadar Mg-dd (me/100gram)
Rataan
I
2
3
4
S1T0B0
4.1
3.4
4.1
3.4
S1T0B1
4.9
7.8
4.9
S1T1BO
9.4
9.1
S1T1B1
11.5
S1T2B1
Ulangan
Nilai pH Tanah
Rataan
I
2
3
4
3.8
1.56
1.83
1.56
1.83
7.8
6.4
2.17
1.17
2.17
9.2
7.7
8.9
1.33
1.50
12.7
10.1
13.5
12.0
2.00
14.4
12
11.2
13.4
12.8
S1T2B0
12.5
13.6
14.7
13.5
S1T3B0
15.4
17.6
16.4
S1T3B1
20.2
21.6
S2T0BO
2.0
S2T0B1
Ulangan
Rataan
I
2
3
4
1.69
4.5
5.1
4.5
5.1
4.8
1.17
1.67
5.2
5.3
5.2
5.3
5.3
1.33
1.33
1.38
6.2
6.1
6.6
6.0
6.2
2.00
1.50
1.83
1.83
6.1
6.5
6.4
6.2
6.3
2.50
1.33
1.83
1.17
1.71
6.5
6.6
6.7
6.6
6.6
13.6
1.67
2.67
1.33
1.33
1.75
6.8
6.6
6.8
6.6
6.7
14.8
16.1
2.17
1.67
2.33
1.50
1.92
6.7
6.7
6.9
6.8
6.8
20.1
16.2
19.5
3.00
3.00
3.50
2.50
3.00
7.1
7.0
7.0
7.1
7.1
3.7
2.0
3.7
2.9
0.83
2.00
0.83
2.00
1.42
5.4
4.4
5.4
4.4
4.9
6.4
4.9
6.4
4.9
5.7
3.67
1.67
3.67
1.67
2.67
5.5
5.2
5.5
5.2
5.4
S2T1BO
15.6
9.9
5.9
6.1
9.4
1.33
2.61
3.50
3.00
2.61
5.7
6.2
6.0
6.0
6.0
S2T1B1
6.4
6.4
11
6.5
7.6
3.33
3.00
4.83
3.50
3.67
6.0
6.0
6.2
6.3
6.1
S2T2BO
11
8.3
11.6
7.8
9.7
8.17
6.33
6.72
5.67
6.72
6.7
6.7
6.4
6.6
6.6
S2T2B1
6.7
9.1
16.9
4.6
9.3
4.33
5.50
5.11
5.50
5.11
6.6
6.7
6.5
6.6
6.6
S2T3BO
8.5
12.5
8.9
11.7
10.4
6.17
9.17
7.00
8.33
7.67
6.9
6.9
6.9
7.0
6.9
S2T3B1
11.6
10.6
10
12.6
11.2
8.67
6.83
6.67
8.33
7.63
7.0
6.9
6.8
7.0
6.9
37
38
Tabel Lampiran 6. Analisis Ragam Kadar N-Total Tanah
Sumber
DF
JK
FK
F-hit
Pr > F
Ulangan
3
0.00090469
0.00030156
1.24
0.3074
Jenis Terak
1
0.00026406
0.00026406
1.08
0.3035
Dosis terak
3
0.00342969
0.00114323
4.69
0.0062*
Bahan Organik
1
0.00035156
0.00035156
1.44
0.2361
Jenis Terak* Dosis Terak
3
0.00424219
0.00141406
5.80
0.0019*
Jenis Terak*Organik
1
0.00003906
0.00003906
0.16
0.6908
Dosis Terak*Organik
3
0.00240469
0.00080156
3.29
0.0291*
Jenis *Dosis*Organik
3
0.00151719
0.00050573
2.07
0.1170
Error
45
0.01097031
0.00024378
Corrected Total
63
0.02412344
* Pemberian terak baja dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap N-Total tanah dengan taraf nyata
5%
Tabel Lampiran 7. Analisis Ragam Kadar P-Tersedia Tanah
Sumber
DF
JK
FK
F-hit
Pr > F
Ulangan
3
0.33125000
0.11041667
0.28
0.8402
Jenis Terak
1
7.84000000
7.84000000
19.82
<.0001*
Dosis terak
3
11.07375000
3.69125000
9.33
<.0001*
Bahan Organik
1
1.69000000
1.69000000
4.27
0.0445*
Jenis Terak* Dosis Terak
3
4.50125000
1.50041667
3.79
0.0165*
Jenis Terak*Organik
1
0.81000000
0.81000000
2.05
0.1594
Dosis Terak*Organik
3
0.60875000
0.20291667
0.51
0.6755
Jenis *Dosis*Organik
3
2.21875000
0.73958333
1.87
0.1484
Error
45
17.80375000
0.39563889
Corrected Total
63
46.87750000
* Pemberian terak baja dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap P-Tersedia tanah dengan taraf
nyata 5%
39
Tabel Lampiran 8. Analisis Ragam Kadar K-dd Tanah
Sumber
DF
JK
FK
F-hit
Pr > F
Ulangan
3
0.01657969
0.00552656
3.90
0.0148
Jenis Terak
1
0.00000156
0.00000156
0.00
0.9737
Dosis terak
3
0.23785469
0.07928490
55.88
<.0001*
Bahan Organik
1
0.03018906
0.03018906
21.28
<.0001*
Jenis Terak* Dosis Terak 3
0.00616719
0.00205573
1.45
0.2412
Jenis Terak*Organik
1
0.00018906
0.00018906
0.13
0.7168
Dosis Terak*Organik
3
0.03530469
0.01176823
8.29
0.0002*
Jenis *Dosis*Organik
3
0.00012969
0.00004323
0.03
0.9927
Error
45
0.06384531
0.00141878
Corrected Total
63
0.39026094
* Pemberian terak baja dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap K-dd tanah dengan taraf nyata 5%
Tabel Lampiran 9. Analisis Ragam Kadar Ca-dd Tanah
Sumber
DF JK
FK
F-hit
Pr > F
Ulangan
3
17.0518750
5.6839583
1.13
0.3472
Jenis Terak
1
169.6506250
169.6506250
33.72
<.0001*
Dosis terak
3
786.0281250
262.0093750
52.07
<.0001*
Bahan Organik
1
32.7756250
32.7756250
6.51
0.0142*
Jenis Terak* Dosis Terak
3
94.9381250
31.6460417
6.29
0.0012*
Jenis Terak*Organik
1
15.4056250
15.4056250
3.06
0.0870
Dosis Terak*Organik
3
16.5756250
5.5252083
1.10
0.3598
Jenis *Dosis*Organik
3
17.9506250
5.9835417
1.19
0.3246
Error
45
226.433125
5.031847
Corrected Total
63
1376.809375
* Pemberian terak baja dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap Ca-dd tanah dengan taraf nyata
5%
40
Tabel Lampiran 10. Analisis Ragam Kadar Mg-dd Tanah
Sumber
DF
JK
FK
F-hit
Pr > F
Ulangan
3
1.6124250
0.5374750
0.88
0.4601
Jenis Terak
1
115.9929000
115.9929000
189.28 <.0001*
Dosis terak
3
100.3748750
33.4582917
54.60
<.0001*
Bahan Organik
1
1.2265563
1.2265563
2.00
0.1640
Jenis Terak* Dosis Terak
3
71.2916500
23.7638833
38.78
<.0001*
Jenis Terak*Organik
1
0.9072562
0.9072562
1.48
0.2300
Dosis Terak*Organik
3
6.1280688
2.0426896
3.33
0.0276*
Jenis *Dosis*Organik
3
3.5298187
1.1766062
1.92
0.1399
Error
45
27.5760250
0.6128006
Corrected Total
63
328.6395750
* Pemberian terak baja dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap Mg-dd tanah dengan taraf nyata
5%
Tabel Lampiran 11. Analisis Ragam Nilai pH Tanah
Sumber
DF
JK
FK
F-hit
Pr > F
Ulangan
3
0.08875000
0.02958333
0.63
0.5982
Jenis Terak
1
0.04000000
0.04000000
0.85
0.3602
Dosis terak
3
31.43375000
10.47791667
223.86
<.0001*
Bahan Organik
1
0.56250000
0.56250000
12.02
0.0012*
Jenis Terak* Dosis Terak
3
0.16125000
0.05375000
1.15
0.3399
Jenis Terak*Organik
1
0.04000000
0.04000000
0.85
0.3602
Dosis Terak*Organik
3
0.38375000
0.12791667
2.73
0.0547
Jenis *Dosis*Organik
3
0.06125000
0.02041667
0.44
0.7282
Error
45
2.10625000
0.04680556
Corrected Total
63
34.87750000
* Pemberian terak baja dan bahan organik berpengaruh nyata terhadap nilaipH tanah dengan taraf nyata
5%
Lampiran 12. Gambar Denah Percobaan
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
S2T3B0
S1T0B0
S2T3B1
S1T0B0
S2T1B1
S1T1B1
S2T0B1
S1T2B0
S2T0B0
S1T0B1
S2T2B1
S1T0B1
S1T2B0
S2T0B1
S2T0B0
S2T3B0
S2T2B1
S2T0B1
S1T3B0
S2T0B0
S2T3B1
S2T2B0
S2T3B1
S1T0B1
S1T1B1
S2T1B1
S1T3B1
S2T1B1
S1T0B1
S1T2B1
S1T1B0
S1T3B1
S2T1B0
S1T3B1
S1T1B0
S2T0B1
S2T2B1
S1T3B1
S2T2B0
S2T1B1
S1T2B1
S2T2B0
S2T3B0
S1T1B1
S1T1B0
S2T1B0
S2T1B0
S1T0B0
S2T3B1
S1T1B0
S2T2B0
S1T2B0
S2T3B0
S2T0B0
S1T3B0
S1T1B1
S1T2B0
S1T3B0
S1T2B1
S2T1B0
S1T0B0
S1T3B0
S2T2B1
S1T2B1
41
Download