II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa berarti suatu kegiatan menyampaikan pesan melalui media dan media yang digunakan harus dapat dijangkau khalayak yang kedudukannya tersebar luas, jumlahnya banyak atau bersifat massal, serta dalam waktu bersamaan (Gunardi, dkk, 2004). Sebagaimana dikutip Rakhmat (2003), komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang, sementara menurut Gerbner dalam Rakhmat (2003), komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat. Komunikasi massa melibatkan sejumlah besar orang yang heterogen dan tidak dikenal oleh sumber pesan. Komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang melibatkan media dalam menyampaikan informasi yang berasal dari sumber informasi kepada penerima informasi, dimana penerima informasi ini tidak mencakup berada dalam satu tempat dan pada waktu yang bersamaan (Jubido, 2007). Menurut De Vito (1997), pengertian komunikasi massa adalah sejumlah variabel yang terdapat dalam komunikasi massa yaitu: sumber, khalayak, pesan, proses, konteks, dan sarana-sarana dalam komunikasi massa yang paling banyak digunakan seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, buku, koran, hasil rekaman audio-kaset dan internet. Wright dalam Gunardi, dkk (2004) menyatakan bahwa komunikasi massa merupakan jenis khusus dari komunikasi sosial yang melibatkan berbagai kondisi pengoperasian terutama sifat khalayak, sifat bentuk komunikasi dan sifat komunikatornya. Komunikasi massa dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi, membujuk orang lain, menciptakan persepsi atas masalah-masalah serta mempertimbangkan solusinya. Komunikasi massa merupakan bentuk adaptasi akan lingkungan. 2.1.2 Siaran Televisi Televisi merupakan bagian dari perkembangan media massa. Melalui televisi, masyarakat dapat mengetahui kejadian yang terjadi di luar sana, baik kejadian yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri. Hampir tidak ada berita yang tidak dapat diketahui oleh masyarakat karena televisi. Masyarakat Indonesia khususnya dapat menikmati suguhan acara-acara yang ditayangkan baik televsi pemerintah maupun swasta. Untuk acara televisi swasta saat ini, cukup disenangi di hampir semua lapisan masyarakat. Televisi dapat diartikan sebagai pemancar televisi yang berfungsi untuk mengubah dan memancarkan sinyal-sinyal gambar secara bersama-sama dengan sinyal suara sehingga sinyal tersebut dapat diterima oleh pesawat televisi penerima pada jarak jauh (Setyobudi dalam Shanti, 2008). Menurut Kuswandi dalam Syarief (2008), televisi dapat menguasai ruang dan jarak, mencapai sasaran yang sangat luas, memiliki nilai aktualitas terhadap suatu berita dan informasi yang sangat tepat, cepat, dan audiovisual yang dapat meningkatkan pemahaman seseorang akan informasi yang ditayangkan. Komunikasi massa bersifat periodik dan penyelenggara komunikasi ini bukan perorangan melainkan sekelompok organisasi yang kompleks dengan pembiayaan yang sangat besar. Televisi sebagai bagian media massa menunjukkan bahwa setiap pesan yang disampaikan memiliki tujuan untuk mendapatkan khalayak penonton serta mengharapkan adanya umpan balik baik secara langsung maupun tidak langsung (Shanti, 2008) Pada awalnya televisi ditemukan oleh mahasiswa Jerman (dalam bentuk electrische teleskop) yang bernama Paul Nipkov yang dijuluki “bapak” televisi untuk mengirim gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain. Kelebihan televisi antara lain menyampaikan pesan seolah-olah langsung antara komunikator dengan komunikan. Media televisi bersifat hanya meneruskan sehingga pesanpesan yang disampaikan tersebut hanya dapat didengar dan dilihat sekilas. Isi pesan media televisi berasal dari sumber resmi tentang suatu isu yang terjadi di masyarakat. Selain itu, pesan yang disampaikan pula harus singkat dan jelas, intonasi dan artikulasi harus tepat dan baik. Kelemahan televisi yang bersifat hanya meneruskan ini membuat isi pesan televisi tersebut tidak dapat ditangkap jelas oleh khalayak. Media televisi terikat oleh waktu dan tidak dapat melakukan kritik sosial dan pengawasan secara langsung dan vulgar (Kuswandi dalam Kurniasih 2006). Televisi merupakan bagian yang sangat penting sebagai sarana untuk berinteraksi satu sama lainnya dalam berbagai hal yang menyangkut perbedaan dan persamaan persepsi tentang adanya suatu isu yang berkembang dan terjadi di berbagai belahan bumi ini. Akan tetapi dengan kehadiran televisi ini, perlu diwaspadai pula akan monopoli negara maju terhadap arus informasi. Dimana dengan kemampuan media televisi untuk menarik perhatian massa berarti bahwa media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis (Shanti, 2008). Menurut Hofmann dalam Kurniasih, 2006, terdapat lima teori fungsi televisi. Pertama fungsi pengawasan situasi masyarakat dan dunia yang disebut juga fungsi informasi, dimana televisi berfungsi mengamati kejadian dalam masyarakat dan melaporkannya sesuai dengan kenyataan yang ditemukan. Informasi-informasi yang diberitakan umumnya berkaitan dengan kebutuhan manusia, seperti informasi cuaca, finansial, atau produk barang, Kedua, menghubungkan hasil yang satu dengan yang lain: televisi tidak hanya berkesinambungan, tetapi dapat pula menghubungkan hasil pengawasan yang satu dengan hasil pengawasan lainnya secara lebih mudah daripada sebuah dokumen tertulis, Ketiga, menyalurkan kebudayaan: televisi tidak hanya mencari, tetapi ikut juga mengembangkan kebudayaan. Fungsi ini disebut juga fungsi pendidikan, Keempat, fungsi hiburan: saat ini hiburan semakin dianggap sebagai kebutuhan manusia, dimana tanpa hiburan manusia tidak dapat hidup wajar, Kelima, pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat: jika terjadi wabah penyakit di suatu daerah, televisi tentu akan menayangkan berita tentang daerah tersebut, sehingga masyarakat dapat mengetahui berita tentang adanya bahaya suatu penyakit. Berdasarkan fungsinya, maka televisi disebut sebagai pengawas. Televisi harus proaktif memberikan motivasi dan menganjurkan pada masyarakat agar orang-orang mau dibantu dan membantu. Jika dikaitkan dengan media massa, khalayak atau receiver pesan selalu berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Khalayak bukanlah suatu ide yang abstrak. Secara umum, khalayak dapat didefinisikan bahwa khalayak dikaitkan dengan skala dan spesifitas (specifity). Khalayak merupakan komponen penting dalam komunikasi massa, karena jika tidak ada khalayak maka komunikasi massa pun tidak ada pula. Dengan kata lain, khalayak diartikan sebagai orang-orang yang berada dalam komunikasi massa. Suatu tayangan televisi dapat memiliki mutu yang baik yang dinilai dari beberapa kriteria atau kebijakan. Setiap stasiun televisi memiliki kebijakan tersendiri untuk menciptakan suatu program yang bermutu. Materi atau isi program yang bermutu merupakan keunggulan suatu program, yang dapat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti (1) materi yang aktual, faktual dan sesuai dengan kebutuhan khalayak, dan (2) kemasan acara yang menarik dan memikat khalayak. Selain itu, presenter atau penyiar yang membawakan program (jika ada), harus berpenampilan menarik dan berwawasan luas sehingga dapat menyuguhkan informasi pada khalayak. Sebagaimana dikutip Jubido (2007), Masduki menyatakan bahwa presenter atau penyiar harus memiliki sikap, bahasa dan memiliki wawasan professional. Selain itu, faktor biologis juga menentukan presenter yang baik menurut khalayak. Kesesuaian jam tayang program serta jumlah jam tayang suatu program yang baik dapat meningkatkan mutu tayangan program tersebut. Stasiun televisi harus dapat ‘membaca’ khalayak, kapan waktu khalayak (dengan umur, jenis kelamin tertentu) menonton suatu acara. Acara televisi atau program televisi merupakan acara-acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi. Secara garis besar, Program TV dibagi menjadi program berita dan program non-berita. Jenis program televisi dapat dibedakan berdasarkan format teknis atau berdasarkan isi. Format teknis merupakan formatformat umum yang menjadi acuan terhadap bentuk program televisi seperti talk show, dokumenter, film, kuis, musik, instruksional, dan lain-lain. Berdasarkan isi, program televisi berbentuk berita dapat diklasifikasikan antara lain berupa program hiburan, drama, olahraga, dan agama. Sedangkan untuk program televisi berbentuk berita secara garis besar dikategorikan ke dalam hard news atau berita- berita mengenai peristiwa penting yang baru saja terjadi dan soft news yang mengangkat berita bersifat ringan.2 Feature sebenarnya merupakan bagian dari soft news. 2.1.3 Program Jelajah di Trans TV Terdapat sejumlah program siaran di Trans TV, diantaranya adalah siaran acara berita, hiburan seperti komedi, infotainment sampai sinetron. Program acara tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga departemen, yaitu: Departemen Magazine, Departemen Buletin, dan Departemen Operasional. Untuk Departemen Magazine biasanya memuat acara-acara mingguan sementara Departemen Buletin menyajikan acara-acara harian. Salah satu program yang di bawah tangung jawab Departemen Magazine adalah Jelajah. Program ini pertama kali ditayangkan pada tanggal 1 Desember 2001, sebelum launching Trans TV tanggal 15 Desember 2001. Semenjak itu Jelajah tayang seminggu sekali setiap hari Sabtu dengan durasi 30 menit. Setelah itu jam tayang dan durasi Jelajah beberapa kali mengalami perubahan. (Riyadi, 2008) Program ini merupakan alternatif lain bentuk berita atau news feature yang unik dan menarik. Jelajah dikemas dalam bentuk story-line yang komunikatif dan menghibur namun tetap seimbang dan tajam. Jelajah sangat luas lingkupnya antara lain membahas tema hobi, gaya hidup, profesi, travel, budaya, kepercayaan, lingkungan, masalah perkotaan, sosial-ekonomi, penemuan, petualangan, misteri, dan kesehatan. 3 2.1.4 Khalayak Siaran Televisi Khalayak massa adalah suatu fenomena dalam media khususnya pada abad ke-19. Orang-orang beramai-ramai membaca atau menonton produk yang sama. Televisi memiliki banyak khalayak untuk program acara yang berbeda-beda. Orang-orang yang sama tidak akan konsisten menonton pro4gram yang sama. 2 3 http://www.id.wikipedia.com. Diakses tanggal 22 Maret 2009 ibid Dilain pihak, terdapat pula tipe-tipe khalayak yang serupa untuk program acara tertentu. Khalayak-khalayak tersebut bersifat spesifik dan saling melengkapi: (1) khalayak yang didefiniskan menurut majalah, rekaman, film tertentu yang akan mereka konsumsi, (2) terdapat khalayak spesifik untuk suatu tipe produk tertentu seperti majalah komputer, musik jazz modern dan lain sebagainya, (3) khalayakkhalayak yang dispesifikasikan menurut profil/ karakteristik mereka, berdasarkan faktor-faktor seperti usia, kelas, jenis kelamin, tingkat pendapatan, gaya hidup dan seterusnya (Burton, 2008). Selain karakteristik khalayak, terdapat pula istilah media exposure, yaitu usaha untuk mencari data-data khalayak tentang penggunaan media, baik jenis media, frekuensi maupun durasi. Disamping itu terdapat juga istilah audience rating yang digunakan untuk mengetahui persepsi khalayak terhadap media, jenis informasi, format acara, dan komunikator yang menjadi favorit khalayak. Menurut Caldwell dalam Shanti (2008), khalayak dibedakan ke dalam empat stage, antara lain seperti: the elite stage, the mass stage, the specialized stage, dan the interactive stage. The elite audience stage merupakan khalayak yang berada pada skala relative kecil dan merefleksikan segmentasi dalam komunitas. The mass audience stage merupakan khalayak yang berada hampir di seluruh populasi khalayak dengan berbagai segmentasi, sementara the specialized audience stage adalah khalayak yang tersegmentasi dari suatu khalayak yang memiliki minat yang sama. Adapun The interactive audience stage merupakan individu yang selektif terhadap jenis acara apa yang ditontonnya. Secara garis besar ada dua tipe khalayak massa, yaitu general public audience dan specialized audience. General public audience merupakan khalayak yang sangat luas, heterogen dan anonim. Sedangkan specialized audience dibentuk dari beberapa macam kepentingan bersama anggota-anggotanya sehingga lebih homogennya. Pada prinsipnya, ada tiga sub kelompok dasar khalayak, yaitu the illiterate, the pragmatis, dan the intellectual. The illiterate merupakan kelompok khalayak yang lebih tertarik pada media audio visual dengan orientasi pada pesan superficial dan full action program, mereka kurang berorientasi pada ide. The pragmatis mencakup khalayak yang senang melibatkan diri pada masyarakat, memiliki mobilitas cukup tinggi, berpendidikan menengah atas, berpendapatan cukup dan bergaya hidup modern. Sementara The intellectual merupakan segmen terkecil dari khalayak massa (Sari, 1993) Dengan demikian terdapat khalayak yang sangat spesifik untuk programprogram tertentu bagi kaum wanita dan sebaliknya. Mungkin pula terdapat khalayak yang dideskripsikan untuk materi media yang dianggap menarik perhatian kaum wanita secara umum atau pria secara umum pula. Blumer dalam Sari (1993), menegaskan empat komponen sosiologis yang dapat dipertimbangkan sebagai profil/ identitas khalayak massa, yaitu: berasal dari berbagai strata sosial (usia, tingkat pendidikan, jabatan, pendapatan, dan gaya idup), kelompok anonim yang terdiri dari individu-individu yang tidak saling mengenal, karena secara fisik terpisah maka hanya ada sedikit kemungkinan untuk berinteraksi, serta tidak terorganisasi sehingga mungkin untuk digerakkan demi kepentingan tertentu. 2.1.5 Perilaku Menonton Televisi Kehadiran televisi di tengah-tengah khalayak pada zaman ini telah berubah dan bergeser peranannya dari media komunal menjadi media individual. Dimana pada awalnya orang-orang selalu beramai-ramai menonton televisi yang dikarenakan pada zaman dulu kepemilikan televisi masih jarang ditemui. Sementara pada zaman ini hampir disetiap rumah memiliki televisi. Perbedaan tersebut membentuk perilaku khalayak pada pola menontonnya, yang dulunya lebih bersosialisasi kini menjadi lebih individual. Keinginan khalayak untuk menonton televisi didasari oleh beberapa hal, salah satunya adalah motivasi. Motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat/ melakukan kegiatan. Motivasi adalah sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku untuk menuntut/ mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan. Pengaruh motivasi individu untuk menonton disebabkan adanya faktor dari dalam diri individu (intrinsik) tersebut, seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita, serta tingkat pengetahuan dan pengalaman terhadap suatu acara televisi (Juariah, dalam Meilani, 2007). Purwati (2003) menyatakan bahwa motivasi seseorang dalam menonton televisi tergantung pada kekuatan motifnya, seperti kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak hati dalam diri individu atau dengan kata lain sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak dengan cara-cara tertentu. Berdasarkan pengertian motivasi menurut Juariah dalam Meilani, (2007), dapat diartikan bahwa motivasi seseorang akan tayangan televisi akan mempengaruhi perilaku menonton khalayak. Perilaku khalayak dapat diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan, tidak hanya dari fisik manusia seperti badan atau ucapan. Perilaku khalayak merupakan perilaku yang kelihatan berupa tindakan nyata. Menurut William J. Mc.Guire dalam Purwati (2003), ada dua motif khalayak yang menjadi dasar penggunaan media khususnya televisi, yaitu motif kognitif dan motif afektif. Motif kognitif menekankan proses penerimaan informasi dan pengetahuan seseorang dan penciptaan ide-ide tertentu dari informasi yang diterimanya, sementara motif afektif lebih pada perasaan seseorang akan informasi yang diterimanya yang dapat mempengaruhi kondisi emosional seseorang. Penelitian Neilsen Media Research dalam Morrisan (2003) melaporkan bahwa perbandingan khalayak pria dan wanita adalah wanita lebih banyak menonton dibandingkan pria. Wanita banyak menghabiskan waktunya di rumah, sehingga alokasi waktu untuk menonton televisi lebih tinggi diabnding laki-laki. Sehingga wanita lebih mudah terpengaruh acara televisi dibanding pria. Dari sisi umur, penonton berusia dibawah 25 tahun adalah pemirsa potensial televisi (26 %). Jumlah terbesar kedua adalah pemirsa berusia 25 – 29 tahun (15 %). Motif-motif khalayak dalam menonton tayangan televisi dapat dibedakan menjadi empat kategori, yaitu: information, entertainment, social utility, dan personal identity. Kuswarno (1993) menyebutkan bahwa khalayak berjenis kelamin laki-laki memiliki motivasi rendah untuk memenuhi kebutuhan kognitif dengan menonton televisi, sebaliknya khalayak perempuan memiliki motivasi sangat tinggi dalam memenuhi kebutuhan kognitif dengan menonton televisi. Untuk kategori usia, disebutkan bahwa semakin rendah usia khalayak maka semakin rendah pula motivasi menonton televisi mereka, dan semakin tinggi usia khalayak berarti semakin mereka membutuhkan informasi dari televisi. Pernyataan diatas yang mengemukakan bahwa semakin rendah usia seseorang memiliki motivasi menonton yang rendah tidak selamanya benar. Khalayak yang memiliki usia sekolah dasar biasanya memiliki motivasi menonton yang sangat tinggi. Jumlah jam menonton mereka lebih tinggi dibandingkan jumlah kegiatan mereka yang lain seperti belajar. Sementara khalayak remaja juga memiliki tingkat menonton yang cukup bervariatif. Motivasi menonton mereka dikarenakan ingin menonton salah satu acara favorit mereka dan tidak ingin ketinggalan cerita acara televisi tersebut. Selain itu motivasi mereka disebabkan karena pengaruh teman sepermainan mereka. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka kebutuhan akan informasi dari televisi juga semakin besar (Bajari, 1995). Menurut Sudarsono (1997), kategori pekerjaan juga menentukan tingkat motivasi seseorang akan televisi. Berbedanya jenis pekerjaan seseorang menyebabkan perbedaan daya beli, pola pemanfaatan waktu luang dan rekreasi sehingga akan mempengaruhi pola pemilihan acara dan akan mengakibatkan efek yang berbeda pula. Sementara pendapat Budyatana (1994), ada perbedaan pola menonton antara wanita yang bekerja dan tidak bekerja yang diakibatkan adanya perbedaan pola pemanfaatan waktu luang. Tingkat sosio-ekonomi seseorang akan mempengarui pembentukan pola menonton mereka. Khalayak yang tinggal di desa berbeda pola menontonnya dengan khalayak yang tinggal di kota karena berbedanya aktivitas, pekerjaan ataupun ekonomi mereka. Bagi khalayak desa yang tingkat ekonominya rendah memiliki pola menonton sangat rendah karena mereka disibukkan dengan bekerja di sawah. Sementara bagi khalayak kota yang tingkat ekonominya cukup tinggi memiliki pola menonton yang beragam, tetapi tidak sampai batas pola menonton rendah. Selain itu pula, pola menonton khalayak dipengaruhi dari lamanya menonton (durasi), seringnya menonton (frekuensi) dan jumlah acara yang ditonton setiap harinya. Beragamnya acara yang ditayangkan oleh televisi merupakan faktor yang mempengaruhi pola menonton seseorang. Semakin beragam suatu acara membuat khalayak dapat memilih jenis acara yang diinginkan. Khalayak tidak menyukai siaran televisi yang menayangkan berita yang sama dan ‘itu-itu saja’ dalam satu hari. Khalayak juga kurang menyukai program acara dengan tema yang sama. Saat ini banyak stasiun televisi yang menayangkan acara dengan tema yang hampir sama dengan stasiun televisi lain. Kondisi seperti ini akan menimbulkan kesan persepsi khalayak bahwa televisi tidak kreatif dalam menayangkan suatu acara. Televisi tidak dapat memuaskan pemirsanya dengan tayangan mereka. 2.1.6 Persepsi Khalayak tentang Siaran Televisi Dalam kehidupan sehari-hari, kesadaran kita selalu dipengaruhi oleh indera. Melalui indera, kita dapat menerima informasi, kemudian mengolahnya dan kita merespon informasi tersebut. Proses pengolahan ini merupakan proses komunikasi antarpersonal yang sering kita alami. Komunikasi antarpersonal yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh orang-orang yang tinggal di sekitar kita. Semakin beragam budaya seseorang maka komunikasi yang terjadi pun akan semakin beragam. Komunikasi yang dimaksud disini adalah persepsi seseorang akan sesuatu yang terjadi. Perbedaan persepsi ini dapat menimbulkan konflik yang dikarenakan ketidaktahuan tentang keterbatasan kemampuan perseptual. Jika seseorang menyadari bahwa penginderaanya dapat salah, tentu tidak terlalu sulit untuk mengakui bahwa persepsinya keliru (Tubbs dan Moss, 1996). Menurut Tubbs dan Moss (1996), persepsi adalah suatu proses aktif, dimana seseorang akan memperhatikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan semua pengalamannya secara selektif. Setiap orang memilih stimulus (ransangan), bergantung pada minat, motivasi, keinginan dan harapannya. Persepsi adalah suatu proses dimana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. Persepsi mempengaruhi stimulus atau pesan yang kita serap dan apa makna yang kita berikan pada mereka ketika mereka mencapai kesadaran (DeVito, 1996). Sementara menurut Sarwono (1999) menjelaskan pula bahwa persepsi dalam pengertian psikologis adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tersebut adalah indera dan untuk memahaminya menggunakan kesadaran atau kognitif seseorang. Dalam mempersepsi benda maupun seseorang dapat ditinjau dari tiga unsur: pengamat, objek persepsi, dan konteks yang berkaitan dengan objek yang diamati (Tubbs dan Moss, 1996). Menurut DeVito (1996) pula, ada enam proses yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu, yaitu: (1) teori kepribadian implisit, (2) primasi-resensi, (3) aksentuasi perseptual, (4) ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya, (5) konsistensi, (6) stereotipe. Proses-proses ini sangat mempengaruhi apa yang kita lihat dan apa yang tidak kita lihat, apa yang kita simpulkan dan apa yang tidak kita simpulkan tentang orang lain. Proses ini membantu menjelaskan mengapa kita membuat perkiraan tertentu dan tidak membuat perkiraan yang lain tentang orang. Keenam proses ini merupakan pula penghambat kita dalam menentukan persepsi maupun berinteraksi dengan orang lain. Ada dua faktor yang menentukan persepsi, yaitu: (1) faktor fungsional: berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang disebut faktor personal. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respons stimuli. (2) faktor struktural: berasal dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Dalam proses persepsi ini, proses atribusi pun perlu diperhatikan. Dari proses atribusi ini akan “lahir’ konsep-konsep tentang memahami bagaimana perilaku itu. Atribusi adalah proses dimana kita mencoba memahami perilaku orang lain selain perilaku kita sendiri. Kita juga dapat memahami alasan atau motivasi seseorang, apakah ada fakor-faktor tertentu yang mempengaruhi seperti faktor internal seseorang ataupun faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang. Proses persepsi dibutuhkan untuk mengetahui sampai sejauh mana minat, persepsi, opini khalayak terhadap tayangan televisi. Persepsi akan tayangan televisi disebabkan oleh variabel yang dibentuk oleh individu akan kemasan tayangan tersebut. Kemasan acara-acara televisi tersebut berupa isi cerita, aktor/ aktris yang berlakon , dan jam tayang. Isi cerita merupakan faktor yang dapat menimbulkan persepsi bagi khalayak. Cerita yang sarat dengan sisi humanis, nyata seperti kehidupan manusia layaknya membuat dorongan dan motivasi khalayak untuk berpersepsi akan tayangan tersebut. Tayangan-tayangan realita akan membuat khalayak merasa terusik pikiran dan perasaannya sehingga akan meninggalkan kesan akan ceria tayangannya. Contoh tayangan yang realita yang cukup sering ditayangkan di televisi, yaitu tayangan tindak kriminal/ tindak kekerasan. Tayangan tersebut menayangkan suatu kejadian yang benar-benar terjadi di kehidupan masyarakat. Khalayak yang menonton tayangan tersebut tidak saja dari kalangan orang dewasa/ itu tetapi kalangan anak-anak pun hampir tidak terlewatkan. Tayangan kekerasan itu akan menimbulkan suatu kesan dan membuat suatu persepsi tersendiri bagi khalayak khususnya anak-anak. Bagi anak-anak yang cukup mengerti dan diberi pengarahan oleh orang tua mereka, maka mereka cenderung untuk tidak terpengaruh atau meniru. Lain halnya dengan khalayak anak-anak yang tidak memperoleh pembinaan dari orang tuanya maka cenderung untuk meniru. Artinya bahwa peranan keluarga dan latar belakang keluarga menentukan pembentukan persepsi seseorang. Karakteristik khalayak juga mempengaruhi penciptaan persepsi seseorang akan sebuah tayangan televisi. Menurut McQuail dalam Sarwono, 1999) yang menyatakan bahwa persepsi terhadap tayangan televisi dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Semua persepsi yang ditimbulkan oleh khalayak setelah menonton suatu tayangan akan menghasilkan suatu penilaian dan kepuasan tersendiri bagi khalayak. Khalayak yang menggunakan televisi ditawarkan suatu kepuasan yang diharapkan dan diramalkan oleh khalayak berdasarkan pengalaman mereka sebelum menonton televisi. Palmgreen dan Rayburn dalam McQuail dan Windahl (1995) menjelaskan teori tentang suatu model kepuasan khalayak dalam menggunakan media televisi. Perilaku khalayak dalam menggunakan media televisi yang terus menerus cenderung akan meningkat setiap waktu. Bila kepuasan yang diperoleh khalayak lebih besar daripada kepuasan yang diharapkan dari penggunannya maka dapat dikatakan bahwa persepsi khlayak akan puas karena kebutuhannya terpenuhi dan pada akhirnya berlanjut pada perhatian dan penghargaan yang besar pada acara yang ditayangkan. Masih menurut Palmgreen dan Rayburn dalam McQuail dan Windahl (1995), kepuasan yang diharapkan melalui televisi berdasarkan pada keyakinan terhadap isi tayangan televisi yang dapat memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi diri mereka. Isi tayangan televisi dapat dikategorikan menjadi: news and public affairs yang berisi berita umum, berita buletin atau berita khusus yang membahas kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat; features and documentary yang berhubungan dengan aspek ilmu pengetahuan, sosial budaya, atau laporan jurnal; education, yang tidak selamanya didefinisikan dengan pendidikan secara formal melainkan mendidik secara umum, arts and music, children program, drama, film, general entertainment, sport, religion, commercial (Williams, 1990). 2.2 Kerangka Pemikiran Media massa khususnya televisi saat ini berperan sebagai pendukung bagi terciptanya pembangunan di masyarakat khususnya mahasiswa. Bagi mahasiswa media televisi merupakan sarana mereka untuk dapat mengakses informasi yang sedang terjadi di belahan dunia mana pun. Informasi yang dibutuhkan tersebut akan dipergunakan oleh mahasiswa tergantung pada tipe masyarakatnya. Mahasiswa atau yang sering disebut khalayak bagi dunia pertelevisian, dapat disegmentasi berdasarkan karakteristik khalayak tersebut, seperti usia, jenis kelamin, sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, pekerjaan, teman sepermainan, dan uang saku. Beragamnya karakteristik khalayak Jelajah akan mempengaruhi pembentukan perilaku mereka menonton. Perilaku mahasiswa dalam menonton televisi, khususnya dalam hal ini program Jelajah dapat dilihat dari berapa lamanya mereka duduk dan menonton tayangan televisi tersebut, seberapa seringnya mereka menonton, apakah rutin setiap program tersebut ditayangkan atau sesekali tergantung isi acaranya. Yang perlu diperhatikan pula adalah motivasi mahasiswa ketika menonton. Teman, keluarga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi motivasi seseorang untuk menonton. Selain itu, faktor lainnya seperti isi cerita yang menarik, reporter/ presenter yang menarik akan membuat khalayak termotivasi untuk menonton televisi, dalam hal ini program Jelajah. Hal lain yang dapat diukur untuk mengetaui perilaku mahasiswa menonton adalah bagaimana cara mereka menonton, apakah sendiri, bersamasama dengan teman atau keluarga. Selain itu lokasi menonton dan tingkat keseriusan menonton harus diperhatikan untuk mengetahui pola perilaku menonton mahasiswa. Karakteristik mahasiswa ini juga mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang akan suatu tayangan televisi. Mahasiswa dapat berpersepsi tentang kemasan (isi cerita), presenter/ reporter, tema/ objek tayangan, kesesuaian penayangan, objek liputan, musik pengiring dan narasi. Selanjutnya, perilaku menonton mahasiswa ini akan mempengaruhi pembentukan persepsi khalayak juga. Gambar 1. Kerangka Pemikiran Karakteristik khalayak • Usia • Jenis kelamin • Semester • Pekerjaan orangtua • Pendapatan orang tua • Uang saku • Teman Perilaku Menonton Khalayak • Lama menonton (durasi) • Tingkat keseringan menonton (frekuensi) • Sumber Dorongan Menonton • Motivasi menonton • Cara menonton • Lokasi menonton • Tingkat keseriusan menonton • • • • • • • Persepsi Khalayak Kemasan (isi cerita) Presenter/ reporter Tema/ objek tayangan Penayangan Objek Musik Narasi 2.3 Hipotesis Berdasarkan hasil kerangka pemikiran di atas, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara karakteristik khalayak dengan perilaku khalayak ketika menonton program Jelajah 2. Ada hubungan antara karakteristik khalayak dengan persepsi khalayak dalam menonton program Jelajah 3. Ada hubungan antara perilaku menonton dengan persepsi khalayak terhadap program Jelajah. 2.4 Definisi Operasional Dalam mengukur variabel-variabel yang akan digunakan untuk penelitian ini, maka perumusan dari masing-masing variabel akan dijabarkan dan dibatasi secara operasional. 1. Karakteristik khalayak adalah unsur atau komponen yang menjadi faktor pembentukan perilaku menonton dan persepsi responden setelah menonton Jelajah. Karakteristik responden ini ditunjukkan melalui beberapa variabel, meliputi: a. Usia adalah lama hidup mahasiswa dan mahasiswi pada saat diwawancarai (dalam satuan tahun). b. Jenis kelamin adalah faktor biologis yang membedakan responden kedalam kategori: • laki-laki • perempuan c. Semester adalah tingkatan pada jenjang pendidikan formal yang diperoleh responden untuk mengenyam dan memperoleh ilmu di bangku kuliah, dalam hal ini, semester yang diukur adalah semester genap, yang dibagi menjadi tiga kategori: • Semester 4 • Semester 6 • Semester 8 d. Pekerjaan orangtua adalah kegiatan yang dilakukan oleh orangtua (ayah dan ibu) sebagai penghasil utama (nafkah) dalam keluarga, yang dibedakan kedalam: bekerja swasta, pegawai negeri, wiraswasta dan tidak bekerja. e. Pendapatan orangtua adalah penghasilan (dalam rupiah) yang dihasilkan oleh orangtua dari bekerja. Kategori pendapatan orangtua tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: • Golongan rendah, dengan pendapatan orangtua < Rp 2.000.000,00 • Golongan sedang, dengan pendapatan orangtua Rp 2000.000,00 Rp 4.000.000,00 • Golongan tinggi, dengan pendapatan orangtua >Rp 4.000.000,00 f. Uang saku adalah jumlah uang (dalam hitungan rupiah) yang diterima responden dari orangtua per bulannya, yang dibedakan dalam: • Rendah, dimana jumlah uang saku per bulan <Rp 500.000,00 • Sedang, dimana jumlah uang saku per bulan Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 • Tinggi, dimana jumlah uang saku per bulan >Rp 1.000.000,00 g. Teman adalah orang yang sering berinteraksi dengan responden dan menghabiskan waktu dengan responden serta mempengaruhi responden dalam menonton televisi. Variabel teman dapat diukur dalam beberapa kategori, yaitu: • Teman kelas kuliah • Teman satu rumah selama di IPB • Teman di lingkungan rumah (tetangga) 2. Perilaku menonton khalayak adalah tindakan-tindakan spesifik khalayak dalam menonton acara Jelajah, yang meliputi: a. Sumber Dorongan: adanya orang lain yang mengajak responden untuk menonton, yang dibedakan atas kategori: teman, keluarga, dan orang lain. b. Motivasi: adanya dorongan responden untuk menonton program Jelajah dengan alasan tertentu. Motivasi menonton ini dibedakan atas seperti kebutuhan akan informasi, hiburan, atau pengisi waktu luang. c. Durasi menonton: jumlah waktu atau lama waktu (dalam hitungan menit) yang digunakan responden untuk menonton Jelajah setipa kalinya. Durasi Jelajah setiap tayangnya adalah 30 menit, yang terdiri dari tiga segmen yang berdurasi 20 menit dan iklan berdurasi 10 menit. Durasi menonton responden ini dapat diukur dalam satuan menit yang kemudian dikategorikan dalam dua kategori: • Durasi sedang : < 15 menit • Durasi lama : 15 - 30 menit d. Frekuensi menonton: tingkat keseringan responden (dalam hitungan kali) menonton Jelajah selama satu minggu. Dalam hal ini, Jelajah memiliki tiga jenis program Jelajah: Jelajah-Jelajah, Jelajah, dan Jelajah Dunia. • Rendah: 1 kali seminggu • Sedang: 2 kali seminggu e. Cara menonton: kebiasaan khalayak dalam menonton, dengan siapa responden menonton Jelajah, apakah menonton sendirian atau ditemani dengan orang lain. Cara menonton responden ini dapat dikategorikan menjadi: • Sendirian • Bersama teman • Bersama keluarga • Bersama-sama orang lain selain teman dan keluarga f. Lokasi menonton: tempat responden menonton Jelajah. Lokasi menonton responden dikategorikan menjadi: • Tempat tinggal selama di IPB • Rumah • Lainnya (kantin/ warung) g. Tingkat keseriusan menonton: tingkat perhatian responden dalam menonton Jelajah, apakah hanya khusus menonton program Jelajah (tanpa melakukan kegiatan lain) atau menonton Jelajah sembari melakukan kegiatan lain. Indikator serius menonton adalah responden dapat menceritakan kembali isi cerita Jelajah secara lengkap. Keseriusan responden dalam menonton Jelajah ini dapat dikategorikan: • Hanya menonton Jelajah tanpa melakukan kegiatan lain (menonton sepenuhnya, dari awal sampai akhir tanpa mengganti-ganti channel) • Hanya menonton Jelajah tanpa melakukan kegiatan lain, tetapi mengganti-ganti channel • Menonton Jelajah sembari melakukan kegiatan lain, seperti belajar, makan : 3. Persepsi khalayak terhadap program Jelajah adalah pandangan dan pendapat responden terhadap tayangan program Jelajah. Persepsi ini akan membahas sejauh mana peran program Jelajah memberikan manfaat bagi responden sebagai media hiburan, informasi dan pengetahuan. Persepsi responden ini dapat diukur berdasarkan empat indikator: a. Kemasan (isi cerita) adalah substansi yang terkandung dalam tayangan program Jelajah. Indikator baik atau buruknya suatu materi cerita dinilai dari: • Faktual cerita tersebut • Menarik dan tidak membuat bosan penontonnya. • Konsisten materi mulai dari awal tayangan sampai selesai. • Kesesuaian materi dengan kebutuhan khalayak • Cakupan materi seberapa luas dan dalam mengangkat dan membahas suatu cerita b. Presenter atau reporter adalah orang yang membawakan program Jelajah. Berkualitas atau tidaknya seorang presenter atau reporter dapat diukur dengan beberapa kategori, yaitu: • Jenis kelamin • Jumlah presenter/ repor.ter • Penguasaan materi: dapat menyampaikan informasi, tahu tentang objek liputannya • Gaya bahasa: formal atau tidak formal • Gaya bicara: mampu berimprovisasi dengan baik • Penampilan fisik • Partisipasi dengan objek liputan • Dapat menghibur khalayak c. Tema tayangan adalah jenis atau tema acara yang ditayangakan oleh program Jelajah. Setiap satu episode program Jelajah, biasanya menayangkan satu tema yang berbeda-beda. Tema-tema tersebut dikategorikan atas budaya, sejarah, nature, petualangan, suku terasing, animal, urban, lifestyle, dan leisure. Indikator suatu tema yang baik dapat diukur dari menarik atau tidaknya tema Jelajah tersebut dan monoton atau tidaknya acara tersebut. d. Penayangan adalah waktu tayang program Jelajah dapat dilihat dari kesesuaian penempatan waktu tayang Jelajah dengan program-program lain dari stasiun televisi lain yang dapat mengakibatkan responden memindahkan saluran televisinya. Pengukuran variabel penayangan ini dapat dilihat berdasarkan: • Kesesuaian jam tayang dengan waktu khalayak menonton • Kecukupan jumlah durasi Jelaja • Lama slot iklan Jelajah e. Objek Jelajah adalah apa atau siapa yang menjadi pusat liputan Jelajah, seperti alam, hewan, tumbuhan, maupun manusia. Variabel ini dapat diukur berdasarkan: • Menarik tidaknya objek • Kesesuaian objek • Kelayakan objek f. Musik merupakan musik pengiring/ latar atau backsound dalam program Jelajah. Baik atau tidaknya kualitas musik backsound dapat diukur berdasarkan: • Menarik tidaknya musik pengiringnya • Kesesuaian musik dengan tema cerita dan setiap segmen cerita • Ear catching atau akrab tidaknya musik tersebut di telinga responden g. Narasi adalah serangkaian kalimat yang diceritakan secara lisan oleh seorang narator untuk mengantarkan isi liputan. Pada umumnya yang menjadi narator Jelajah adalah reporter atau presenter. Seorang narator dapat menjadi pengaruh akan kualitas tayangan tersebut. Indikator seorang narasi yang baik adalah: • Isi narasi menarik • Isi narasi sesuai dengan isi liputan • Suara yang menarik • Gaya bicara yang gaul • Pengucapannya jelas • Kecepatan suara sesuai • Tekanan/ pitch suara yang stabil • Dialek narator sesuai