Jaminan dan Pendalaman Pasar

advertisement
gerai
EDISI 43 n oktoBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA
3
Hedging
Mengelola Risiko
Nilai Tukar
6
Mendorong
Hedging BUMN
8
Menggagas
Strategi Reposisi
Bank Indonesia
Ada tantangan pendalaman pasar dan kepastian hukum untuk
memberikan pilihan lebih luas bagi transaksi lindung nilai.
Lindung Nilai
Jaminan dan Pendalaman Pasar
N
ilai tukar menjadi salah satu isu besar di te­
ngah perekonomian dunia yang sedang gon­
jang-ganjing dengan beragam sebab. Apalagi
ketika banyak faktor secara bersamaan punya
kontribusi menentukan arah laju penentuan
nilai tukar mata uang.
Upaya untuk melakukan lindung nilai alias hedging
terhadap kurs mata uang pun tak sesederhana membalik
telapak tangan, di tengah situasi yang terlanjur kompleks.
Upaya pendalaman pasar pun menjadi tantangan.
Belum lagi masalah pemahaman mengenai akuntansi
hedging yang sekian lama belum sama di antara semua
institusi terkait keuangan, juga merupakan faktor lain
yang menjadi tantangan penerapan transaksi lindung
nilai. Per­soalan yang menghadang adalah potensi im­
plikasi hukum berikut konsekuensinya.
Pada saat yang sama, gonjang-ganjing dunia pun
harus disikapi dengan memastikan pasar keuangan tak
kekeringan likudititas. Tak terkecuali di perbankan. Sta­
bilitas pada akhirnya harus mengemuka di depan segala
indikator ekonomi.
Komunikasi, kembali memegang pe­ran kunci. Kebija­
kan bank sentral dalam menyikapi segala dinamika pere­
konomian pun perlu memiliki saluran yang dipastikan
cukup lebar, untuk tersosialisasikan maupun mendapat­
kan masukan. u
12
Mendudukkan
Untung Rugi
di Neraca Hedging
14
Mengapresiasi
Inspirasi Bersama
Kick Andy
meja Redaksi
kolom
Di Tengah Pusaran
K
ebijakan bank sentral di Amerika hingga per­
soalan struktural di dalam negeri, pada hari ini
bersama-sama mempengaruhi nilai tukar ru­
piah. Situasi pun menjadi kompleks, karena setiap
faktor saling berbalasan memberikan pengaruh
pada masing-masing indikator dan instrumen.
Berdiam diri jelas bukan pilihan, meskipun be­
berapa hal tak bisa ditepis tetap akan terjadi apa
pun upaya yang diambil. Imbas pengurangan sti­
mulus The Fed, misalnya, adalah contoh faktor
yang tak bisa dikendalikan dari dalam negeri.
Pasar keuangan yang masih dangkal, adalah
tantangan dari waktu ke waktu yang terus butuh
solusi. Termasuk saat mengambil langkah untuk
melakukan lindung nilai alias hedging terhadap
mata uang. Pilihan instrumen masih terbatas, se­
mentara yang ada pun pemakaiannya tak merata.
Di tengah pasar keuangan yang masih bu­
tuh pendalaman berkelanjutan, implikasi hukum
mengintai ketika pemahaman mengenai hedging
sebagai semacam asuransi bagi pelaku ekonomi
lintas-mata uang belum dipahami. Persoalan ini
terutama dihadapi oleh perusahaan milik negara
atau yang memiliki penyertaan modal negara.
Karenanya, upaya mencari kesepahaman di
antara institusi terkait keuangan tentang hedging
dan akuntansi hedging tak bisa dinafikan. Butuh
dukungan dan pemahaman dari semua otoritas
untuk mewujudkan pasar keuangan yang dalam
dengan pilihan instrumen yang luas. Apa­
lagi
pada akhirnya kesepahaman ini pun memberi
kesempat­an kepada perbankan sebagai transmisi
likuiditas untuk bergerak lebih lega.
Pada saat bersamaan, kepastian tentang likui­
ditas harus dijaga pula. Tak terkecuali di perbank­
an. Pembaruan pengaturan menjadi mendesak,
untuk menjaga segala kemungkinan dari situasi
perekonomian yang memperlihatkan gelagat akan
kembali mendorong terjadinya pembalikan arus
modal. Inilah latar dari terbitnya aturan baru terkait
giro wajib minimum, yang pada akhirnya tak me­
lulu untuk kepentingan perbankan. u
D Aulia
editorial
Difi A Johansyah
Departemen Komunikasi
Ibarat Asuransi…
H
edging atau lindung nilai, se­
benarnya merupakan prak­tik
lama dan biasa digunakan
di industri keuangan. Tujuannya,
me­
mitigasi risiko pergerakan aset
keuangan seperti nilai tukar.
Bahwa isu ini sekarang baru
mun­­cul di Indonesia, lebih kare­na
belum banyak pihak yang pa­ham
dan menggunakan hed­ging dalam
praktik di tanah air. Di samping, ma­
sih terbatasnya ins­trumen hedging
yang tersedia di dalam negeri.
Karena berkaitan dengan mana­
jemen risiko di masa depan, prak­tik
hed­ging sebenarnya mirip dengan
praktik manajemen risiko lain. Se­
perti, asuransi yang lebih umum
dikenal dan digunakan ma­syarakat.
Asuransi, mensyaratkan ada
pi­
hak yang ingin melindungi diri,
kekayaan, atau harta dari risiko, se­
hingga bersedia membayar pre­
mi
ke­pada pihak lain yang ber­sedia me­
nanggung bila terjadi risiko, da­lam
hal ini adalah perusahaan asu­ransi.
Hedging pun sama. Dalam kon­
teks hedging, ada pengusaha yang
ingin melindungi bisnisnya dari ge­
jolak dan risiko nilai tukar.
Caranya, pengusaha membuat
kontrak dengan bank yang mampu
melindungi risikonya dan untuk
per­
lindungan tersebut si peng­
usaha akan membayar premi yang
diminta. Dengan analogi asuransi,
bank bertindak sebagai perusahaan
asuransi yang menanggung risiko
gejolak nilai tukar pengusaha.
Jadi, hedging di nilai tukar itu
lum­rah dilakukan selama ada dua
pihak yang sepakat. Satu pihak
me­mindahkan risiko nilai tukar­nya
ke pihak lain, dengan membayar
premi.
Karena itu, lumrah juga bila ke­
dua pihak kemudian legawa atau
ikhlas menerima apa pun yang ter­
jadi di kemudian hari, berdasarkan
kontrak yang sudah disepakati. Ja­
ngan sampai di kemudian hari ke­
dua pihak ini ribut, dengan anggap­
an ada yang di­rugikan.
Inilah pentingnya pemaham­
an soal lindung nilai sebagai ma­
na­jemen risiko. Kedua pihak, baik
pihak yang memindahkan risiko
mau­pun penerima risiko, harus pu­
nya pemahaman yang sama soal
lindung nilai ini. Nah.. u
redaksi
Penanggung Jawab
Difi A Johansyah
Pemimpin Redaksi
peter jacobs
2
Redaksi Pelaksana
Rizana Noor
DWI MUKTI WIBOWo
ERNAWATI JATININGRUM
Wahyu Indra Sukma
Surya Nanggala
Dahlia Dessianayanthi
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Alamat Redaksi
Humas Bank Indonesia
Jl MH Thamrin 2 - Jakarta
Telp : 021 ­29817317, 29817187
email : [email protected]
website : www.bi.go.id
Redaksi
menerima
kiriman naskah
dan mengedit
naskah sebelum
dipublikasikan.
Hedging
fokus
Mengelola Risiko
Nilai Tukar
Pangsa pasar spot mencapai 73 persen dari total transaksi valuta
asing, selebihnya adalah swap (21 persen) dan forward (6 persen).
D
i tengah gonjang-ganjing perekonomian global pada swasta lebih mengandalkan transaksi forward. Bagi kalangan swasta,
2013, rupiah terimbas menjadi mata uang yang nilai tu­ pilihan transaksi selain spot tak sekadar memenuhi kebutuhan valuta
karnya paling fluktuatif di kawasan. Setelah pada 2012 asing, tetapi juga menjadi sarana lindung nilai (hedging) di tengah
nilai tukar rupiah melemah 6,9 persen, dari Rp 8.779 men­ fluktuasi nilai tukar mata uang.
Hedging semestinya menjadi salah satu strategi manajemen
jadi Rp 9.384 per dolar AS, fluktuasi terus berlanjut. Pada
awal Januari 2013, nilai tukar rupiah berada pada level Rp 9.785 per risiko, bagi perusahaan yang punya tanggungan dalam bentuk dolar
AS. Utang, misalnya. Laiknya manajemen risiko, hedging juga adalah
dolar AS, terendah dalam kurun tiga tahun terakhir.
Namun, pada pertengahan bulan itu, ada jeda ketika pergerakan upaya menjaga korporasi dari risiko kerugian, terkait nilai tukar mata
rupiah tiba-tiba sesaat terhenti. Pembicaraan antara Bank Indonesia uang.
Nah, masalahnya, bagi perusahaan BUMN dan pelat merah lain­
dan Kementerian BUMN disebut sebagai salah satu penyebab, setelah
menyepakati mencegah PT Pertamina dan PT PLN mencari dolar AS nya, ada sisi lain yang juga butuh diantisipasi. Yakni audit keuangan.
langsung ke pasar. Kedua BUMN butuh uang itu untuk membayar im­ Tidak tertutup kemungkinan, nilai tukar yang di­sepakati pada waktu
kesepakatan kontrak hedging ternyata lebih ma­
por minyak. Selama ini, kebutuhan dolar kedua
hal dibandingkan nilai tukar spot pada masa men­
BUMN dipenuhi perbankan pelat merah.
datang.
Kebutuhan harian dolar AS PT Pertamina
Bagi BUMN dan per­usahaan yang memiliki
berkisar antara 150 sampai 200 juta dolar AS,
penyertaan modal negara, selisih dalam kasus
sementara PT PLN butuh sekitar 20 juta dolar
Valuta asing paling
hedging semacam ini bisa disalahtafsirkan seba­
AS per hari. Sebelum ada pertemuan BI dan Ke­
banyak dicari korpo­
gai tindakan yang merugikan keuangan negara
menterian BUMN, bank-bank pelat merah harus
dan berimplikasi hukum. Di sinilah mendesaknya
berburu ke pasar spot demi meme­nuhi kebutuh­
rasi untuk keperluan
keperluan pemaham­an tentang prinsip dan akun­
an dolar AS kedua BUMN. Ini menjadi salah satu
pembayaran impor,
tansi hedging. Demi­kian pula kebijakan yang me­
penyebab nilai tukar rupiah sangat fluktuatif,
pelunasan utang, dan mayunginya.
mengingat besarnya proporsi kebutuh­an harian
Menyadari persoalan ini, Kementerian Politik,
kedua BUMN di pasar valas domestik.
kegiatan investasi.
Hukum, dan Keamanan pada 12 September 2013
Dukungan terhadap hasil pembicaraan
mempertemukan Badan Pemeriksa Ke­
uangan
tersebut datang dari beragam kalangan. Kebi­
dan Kementerian BUMN. Pertemuan memutus­
jakan itu dinilai dapat meredam volatilitas nilai
tukar rupiah karena berkurangnya tekanan kebutuhan di pasar spot, kan Pertamina diminta melakukan transaksi forward valuta asing
untuk kebutuhan pembayaran impor minyak. Kementerian BUMN
transaksi yang dise­lesaikan maksimal dalam dua hari kerja.
Valuta asing paling banyak dicari korporasi untuk keperluan pem­ memperluas cakupan keputusan itu, dengan menerbitkan surat edar­
bayaran impor, pelunasan utang, dan kegiatan investasi. Nilai transak­ an tertanggal 25 September 2013, mendorong seluruh BUMN me­
si harian pasar valuta asing di dalam negeri (on shore) pada Juli sam­ lakukan transaksi lindung nilai dalam pemenuhan kebutuhan valuta
pai September 2013 rata-rata mencapai 2,2 sampai 2,8 miliar dolar AS. asing.
Gayung bersambut. Bank Indonesia menyambut baik langkah
Sebagian besar pembelian valuta asing dilayani di pasar spot,
dengan proporsi 73 persen. Barulah selebihnya merupakan pangsa Pemerintah. Terbitlah Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2013 pada
7 Oktober 2013. Merangkum beragam peraturan yang pernah diter­
pasar swap (21 persen) dan forward (6 persen).
Tingginya porsi transaksi spot membuka kemungkinan muncul­ bitkan, peraturan ini menegaskan dukungan dan dorongan Bank
nya lonjakan kebutuhan valuta asing, yang dipastikan membuat nilai Indonesia bagi BUMN memanfaatkan fasilitas lindung nilai di pasar
tukar rupiah menjadi fluktuatif. Rupanya masih banyak BUMN meng­ keuangan untuk pemenuhan kebutuhan valuta asing. Di tengah ge­
andalkan pasar spot dalam mencari valuta asing pada saat kalangan jolak, sinergi pun tercipta. u
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
3
fokus
Bukan Sekadar
Zero Sum Game
Penerbitan PBI 15/8/2013 bertujuan mempermudah para pelaku ekonomi, baik perbankan
maupun korporasi, untuk mendapatkan sandaran ketentuan teknis terkait pelaksanaan hedging.
B
agi para mahasiswa, pelemahan ni­
lai tukar rupiah terhadap dolar AS
mungkin berarti harga laptop bakal
segera naik. Lalu, para keluarga
muda barangkali punya arti harus
menyiapkan uang muka kredit lebih banyak
­
karena harga mobil idaman ikut terkerek
naik. Sementara bagi PT Perusahaan Lis­
trik Negara (PLN) dan perusahaan lain yang
harus mengimpor bahan baku, pelemahan
nilai tukar rupiah adalah mimpi buruk.
Tengok apa yang terjadi pada PLN keti­ka
nilai rupiah anjlok pada 2008. Patokan kurs
yang semula Rp 9.400 per dolar AS pada 2007
naik menjadi Rp 10.900 per dolar AS pada
2008. Dari beban utang 6,6 miliar dolar AS,
PLN menderita rugi kurs sampai Rp 9,3 triliun.
Sejak April 2009 PLN sebenarnya sudah
ber­
niat melakukan lindung nilai (hedging)
ter­hadap setengah dari beban utangnya. Na­
mun, sampai tahun ini PLN belum melaku­
kan hedging karena ada persoalan per­sep­si
soal tindakan tersebut dengan implikasi hu­
kum. Beda per­sepsi itu terkait dengan audit
4
Badan Pe­meriksa Keuangan. Penundaan hed­
ging, menyebabkan PLN kembali mengalami
kerugian kurs pada September 2012, senilai
Rp 9,16 triliun.
Lindung Nilai
Setelah pada 1973 sistem Bretton Woods
yang menjamin nilai tukar tetap mata uang
ko­laps, perekonomian dunia dipenuhi keti­
dakpastian. Nilai tukar mata uang satu sama
lain berfluktuasi.
Sejak saat itulah mulai muncul jasa lin­
dung nilai. Jasa ini ditawarkan lembaga ke­
uangan kepada korporasi yang memerlukan
kepastian nilai tukar mata uang. Yaitu kepada
perusahaan yang menggunakan lebih dari
satu mata uang dalam operasionalnya.
Skema paling sederhana dari lindung ni­
lai adalah transaksi forward (berjangka) anta­
ra korporasi dengan bank. Misalnya, sebuah
korporasi di Indonesia punya beban utang
dalam dolar AS yang segera jatuh tempo.
Untuk melunasi utang, korporasi itu
ber­sepakat dengan bank membeli dolar AS
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
memakai nilai tukar tertentu dalam
rupiah pada tanggal tertentu di masa
depan. Bila transaksi spot dilakukan maksi­
mal dalam dua hari, maka transaksi forward
punya batasan minimal waktu transaksi lebih
dari dua hari sampai maksimal satu tahun.
Kurs atau nilai tukar forward biasanya di­
tentukan berdasarkan kurs spot dan selisih
su­ku bunga kedua mata uang yang dipertu­
karkan. Dalam hal ini, korporasi memindah­
kan risiko penurunan nilai tukar rupiah ter­
hadap dolar AS kepada bank. Namun, bila
ternyata saat transaksi dieksekusi nilai tukar
rupiah jusru menguat, korporasi itu menang­
gung potensi kerugian selisih kurs dibanding
bila mereka membeli dolar langsung secara
tunai di pasar spot.
Transaksi lindung nilai lain yang lazim
di­lakukan adalah swap yang merupakan ga­
bungan dari transaksi spot dan forward. Ini
ada­
lah transaksi pertukaran valuta a­
sing
ter­
hadap rupiah melalui pembelian atau
pen­­jualan tunai di pasar spot, yang diikuti
pen­
jualan atau pembelian kembali secara
ber­jangka (forward). Transaksi ini dilakukan
dengan counterparty atau bank yang sama
pa­da tingkat harga yang disepakati kedua
pihak.
Misalnya, sebuah perusahaan membu­
tuhkan dana dalam dolar AS untuk keper­
luan operasional. Perusahaan itu kemudian
mengikat perjanjian dengan bank untuk
membeli dolar AS. Dolar yang dibeli perusa­
haan itu bakal dijual kembali ke bank untuk
ditukar lagi dengan rupiah menggunakan
kurs yang disepakati pada tanggal tertentu.
Transaksi swap biasanya melibatkan da­
na yang cukup besar. Misalnya untuk meme­
nuhi kebutuhan mata uang lokal sekali­gus
pembayaran utang dalam mata uang asing.
Urutan transaksinya, sebuah perusaha­
an
bisa saja meminjam dolar AS dari bank yang
menawarkan bunga rendah. Karena per­
usahaan sebenarnya lebih banyak membu­
tuhkan mata uang rupiah, maka pinjaman
dolar AS itu ditukarkan dengan mata uang
ru­piah. Nah, saat pembayaran utang di masa
yang akan datang tiba, perusahaan tetap
membayar­
nya dengan dolar AS menggu­
nakan kurs dan suku bunga yang disepakati
bersama bank.
Payung Hukum
Bank Indonesia jauh-jauh hari sudah
meng­
atur masalah transaksi lindung nilai.
Antara lain melalui PBI Nomor 7/31 tahun
2005 dan PBI Nomor 10/38 tahun 2008 ten­
tang transaksi derivatif, serta PBI 7/36 tahun
2005 mengenai transaksi swap. Dua peratur­
an pertama lebih mengatur batasan bagi
bank dalam melakukan transaksi derivatif.
Se­dangkan PBI transaksi swap terbitan 2005
bertujuan mempromosikan transaksi pasar
swap dengan jangka waktu menengah dan
panjang.
Pada saat aturan-aturan tersebut diter­
bitkan, perbankan domestik lebih banyak
menawarkan transaksi swap berjangka
pendek. Pelaku usaha pun cenderung tak
melakukan lindung nilai. Demi mendorong
fasilitas lindung nilai berjangka menengah
atau panjang, bank-bank domestik kemudi­
an diberi kesempatan meneruskan transaksi
lindung nilai nasabahnya ke Bank Indonesia.
Ada lagi PBI Nomor 10/37 tahun 2008
mengenai transaksi derivatif yang lebih me­
rupakan reaksi terhadap krisis finansial glo­
bal. Peraturan itu mencegah bank melayani
transaksi derivatif valuta asing yang bersifat
spekulatif. Ditegaskan dalam peraturan ini,
diwajibkannya underlying untuk transaksi
de­
ri­
vatif. Maklum, transaksi derivatif ditu­
ding sebagai penyebab krisis yang bermula
di Amerika itu.
PBI terbaru, Nomor 15/8/2013, merang­
kum semua peraturan yang pernah diterbit­
kan BI terkait masalah lindung nilai. Bebera­
pa penyempurnaan dilakukan, tentu saja.
Tercakup di dalam peraturan terbaru an­
tara lain penyesuaian jangka waktu untuk
transaksi swap dan forward. Rujukan waktu
maksimalnya dapat disesuaikan dengan
tenggat waktu transaksi yang menjadi un­
derlying. Peraturan ini memungkinkan pula
dijalankan transaksi roll over.
PBI terbaru juga memberi peluang di­
lakukannya netting atau penyelesaian tran­
saksi tanpa pemindahan dana pokok secara
penuh dalam kasus force majeur. Misalnya,
ketika sebuah perusahaan tertunda me­
nerima pembayaran valuta asing karena
pengirim­an melalui kapal terkendala.
Penerbitan PBI 15/8/2013 ini bertujuan
mem­permudah para pelaku ekonomi, baik
perbankan maupun korporasi, untuk menda­
patkan sandaran ketentuan teknis terkait pe­
laksanaan hedging. Tujuannya, mendorong
lebih banyak transaksi hedging di pasar
keuangan domestik.
Harapan berikutnya, dominasi tran­
saksi spot dapat ditekan di tengah pasar
valuta asing yang belum dalam. Dampak
ikutannya, meredam pelemahan kurs karena
bertumpuk­nya permintaan dolar pada satu
fokus
Kurs atau nilai tukar forward biasanya
di­tentukan berdasarkan kurs spot dan
selisih su­ku bunga kedua mata uang yang
dipertu­karkan. Dalam hal ini, korporasi
memindah­kan risiko penurunan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS kepada bank.
waktu.
Hedging bisa jadi adalah zero sum game,
keuntungan satu pihak adalah kerugian pi­
hak lain. Ketika kurs hedging ternyata sesuai
perkiraan, nominal kontrak lebih bagus dari­
pada kurs spot pada saat jatuh tempo, seolah
kerugian ditanggung bank. Namun ketika
volumenya meningkat dan selalu terjadi tim­
bal balik, titik kesetimbangan pun tercipta.
Pada periode yang sama, sangat mungkin
pula ada pihak lain yang sebaliknya mem­
butuhkan mata uang lokal, pada nilai kotrak
yang setara juga. Pada situasi itu, bank men­
dapatkan kurs lebih baik dalam transaksinya.
Pemahaman yang tepat soal apa itu
transaksi hedging, semestinya juga mengha­
pus kekhawatiran soal potensi kerugian ne­
gara dari sebuah transaksi yang jamak saja di
kalangan dunia usaha. Tak ubahnya asuransi,
belum tentu premi yang dibayarkan pada
setiap kali berarti mengharapkan akan ada
klaim pada suatu hari. Prinsipnya tetap sama,
mengantisipasi risiko di masa mendatang,
ketika hari esok ada­lah hal yang tak pasti.
Hedging, bukan semata soal untung rugi
kurs dari upaya pro­teksi, yang dalam hal ini
terkait nilai tukar mata uang di tengah pusar­
an perekonomian glo­bal. u
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
5
fokus
Mendorong Hedging BUMN
K
etika harga dolar AS melambung,
pa­
ra importir pening. Harga ba­
rang impor melangit, omzet teran­
cam berkurang, harga jual pun tak
bisa dihitung akurat dengan mata
uang lokal. Ujungnya, beban bagi konsumen.
Naluri bisnis menggiring penggunaan
asumsi harga dolar yang menguntungkan pe­
dagang. Margin keuntungan ditetapkan ber­
lebihan mengatasnamakan ketidakpas­
tian
harga dolar AS, menjadi tempat berse­mayam
komponen biaya yang tidak transparan.
Pasar sebenarnya mengenal betul ins­
tru­men lindung nilai (hedging) untuk me­
mitigasi risiko pasar. Jepang, misalnya,
mem­budayakan hedging agar produsen
dapat menjual barang dengan harga wajar
berdasar prinsip fairness. Perusahaan pun
lebih fokus pada core bussiness tanpa kha­
watir tergerus kerugian kurs.
Sementara otoritas moneter Cina men­
jaga nilai yuan agar super stabil. Ditun­jang
jumlah cadangan devisa yang luar biasa be­
sar, senilai 3,5 triliun dolar AS yang mewa­kili
sepertiga cadangan devisa dunia, People
Bank of China (PBoC) menjaga penuh sta­
bilitas yuan. Fungsi lindung nilai diambil
sepenuhnya oleh bank sentral.
Adapun kelaziman pada banyak negara,
lindung nilai merupakan kegiatan bussiness
to bussiness sesama pelaku pasar. Otoritas
lebih berperan memberikan fasilitas agar
ter­bentuk pasar yang sehat.
Sayangnya, hedging masih sangat ter­
batas di Indonesia. Pembelian dolar AS
di­dominasi transaksi today dengan penye­
lesaian pada hari yang sama. Ini menggam­
barkan pengelolaan keuangan yang masih
sederhana, perencanaan arus kas terbatas,
pembelian dolar AS pun tergantung keter­
sediaan rupiah yang ada.
Hanya tersisa ruang sempit bagi bank
untuk menyediakan likuiditas dolar AS, ber­
akibat bank harus membeli berapa pun har­
ga dolar yang diminta eksportir pemasok
valas. Ujungnya, harga dolar AS mudah
tereskalasi.
Selama ini, transaksi hedging relatif ja­
rang dilakukan korporasi. Dari total pembe­
lian valas pada 2012, hanya sebagian kecil
yang dilakukan dengan hedging. Secara ke­
seluruhan industri, porsi transaksi derivatif
domestik sebesar 34 persen, tertinggal jauh
dibanding peer countries sekitar 55 persen
(BIS Triennial Survey, 2013).
Dukungan Otoritas
Akumulasi tekanan rupiah meneguhkan
pemerintah dan BI mendorong korporasi
6
Gatot Miftahul Manan
Departemen Pengelolaan Moneter
BUMN memitigasi risiko. Melalui Peraturan
Menteri PER-9/MBU/2013, Menteri BUMN
mewajibkan BUMN memantau risiko dan
memitigasinya, termasuk melalui hed­ging.
Diutamakan hedging dilakukan dengan
coun­terparty BUMN di sektor keuangan. Bila
BUMN di sektor keuangan itu tidak mampu
memenuhi, transaksi bisa dilakukan dengan
pihak lain yang mampu.
Di sisi perbankan, BI juga mendukung
BUMN memitigasi risiko melalui hedging
de­ngan peraturan 15/8/PBI/2013. BI menya­
takan bank dapat menyediakan kebutuhan
lindung nilai nasabah BUMN, misalnya un­
tuk pembayaran impor dan utang luar ne­
geri sebagai underlying transaksi. Lindung
nilai tersebut perlu didukung dokumentasi
formal dan diharapkan efektif sebagai ins­
trumen lindung nilai.
Selain mendukung stabilitas nilai tukar
dan mengembangkan pasar keuangan do­
mestik, langkah lintas otoritas mendorong
BUMN melakukan hedging juga memberi
manfaat mikro dan makro. Di sisi mikro, miti­
gasi risiko ini mengarahkan korporasi BUMN
fokus pada core bussiness tanpa terganggu
risiko pasar dan meningkatkan kualitas tata
kelola BUMN.
Di ranah makro, penggunaan lindung
ni­lai mengurangi dominasi pembelian dolar
AS secara today. Melalui forward, misalnya,
bank domestik mempunyai kelonggaran
wak­tu memenuhi kebutuhan dolar nasabah
korporasi, semisal dalam waktu satu bulan.
Transaksi forward juga memecah konsentra­
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
si pembelian today menjadi transaksi yang
lebih kecil dengan waktu yang tersebar.
Tekanan terhadap rupiah lebih terkendali,
sekaligus menekan biaya korporasi BUMN
yang umumnya dalam bentuk dolar AS.
Untuk mendorong keberhasilan imple­
mentasi hedging oleh BUMN, setidaknya
ada lima langkah dapat dilakukan. Pertama,
penegasan pada auditor dan auditee bahwa
untung atau rugi transaksi hedging diper­
lakukan sebagai pendapatan atau biaya.
Hedging dipandang sebagai transaksi deri­
vatif dengan underlying transaksi. Misalnya,
pembelian dolar forward untuk pembayaran
utang luar negeri. Kerugian transaksi for­
ward dipandang sebagai biaya, sebaliknya
keuntungannya dipersepsikan penerimaan.
Kedua, perlunya hukum ditegakkan ber­
dasar kesepakatan kontrak. Praktik yang
acap muncul adalah perusahaan membatal­
kan kontrak secara sepihak bila transaksi
hedging dinilai merugikan. Sebagai contoh,
importir membeli dolar AS secara forward 1
bulan dengan harga Rp 11.600 per dolar AS.
Ternyata satu bulan ke depan saat transaksi
jatuh waktu, harga dolar AS justru turun ke
Rp 11.000 per dolar AS.
Dalam situasi itu, nasabah kerap memi­
lih ngemplang membatalkan kesepakatan
kon­trak pembelian forward. Celakanya,
peng­adilan sering memenangkan gugatan
perusahaan nakal dengan dalih perlindung­
an konsumen. Kepercayaan pada lembaga
peradilan sangat dibutuhkan untuk meng­a­
wal prinsip fairness sesuai kontrak perikat­an
yang disepakati.
Ketiga, perlunya perbaikan tata kelola
arus kas. Keempat, perbankan perlu mening­
katkan limit transaksi kepada nasabah kor­
porasi. Selama ini, limit cenderung terbatas
karena bank khawatir nasabah tidak menye­
lesaikan transaksi sesuai kontrak. Kelima,
perlu dukungan bank sentral khususnya
saat bank domestik tidak mampu menye­
diakan kebutuhan hedging nasabah.
Terkait dukungan bank sentral, BI telah
menyiapkan lelang FX Swap secara reguler.
Instrumen ini memberikan kesempatan pa­
da bank untuk meneruskan sebagian tran­
saksi hedging nasabah ke bank sentral. Bila
pasar telah berkembang, transaksi hedging
cukup dipenuhi sesama pelaku pasar dan
bank sentral hanya memantau transaksi
tersebut bukan spekulasi.
Harapannya, kinerja BUMN pun sema­kin
mengkilap lewat cara yang sehat, terma­suk
menggunakan fasilitas lindung nilai. Se­
tidaknya sakit kepala saat pembayaran im­
por jatuh tempo bisa sedikit berkurang. u
Hedging
Kalaupun sudah
ada kereta terlewat,
jangan ketinggalan
kereta berikutnya.
P
ada Juli 2013, The Fed mengumumkan
akan segera mengurangi kucuran quanti­
tative easing. Pasar keuangan langsung
bereaksi. Para pedagang valuta asing di
Si­
ngapura melihat peningkatan besar
tran­saksi hedging, terutama dari para importir. Pada
saat yang sama, hampir semua mata uang di Asia
serentak melemah terhadap dolar AS.
Peningkatan permintaan lindung nilai ternya­
ta tak hanya datang dari kawasan Asia yang juga
meng­khawatirkan pelemahan ekonomi Cina. Se­
jak awal tahun hingga Oktober 2013, perbankan
Ameri­­
ka pun melaporkan peningkatan hedging
sebesar 35 persen. Permintaan hedging di Amerika
rata-rata untuk mata uang emerging market.
Sebuah firma penjual valuta asing di Singapura
menyebutkan perusahaan Asia lebih banyak me­
milih hedging jangka panjang terhadap dolar AS.
Di Amerika, yang terjadi adalah kebalikannya, me­
milih tenggat tiga hingga enam bulan saja. Banyak
pelaku hedging di Amerika dinilai tak tak yakin de­
ngan arah pergerakan nilai tukar sekarang. Dalam
bahasa lain, prospek ekonomi ke depan tak teraba.
Di Asia, yang mata uangnya tak banyak diper­
dagangkan, pilihan hedging paling populer masih
non-deliverable forward (NDF) dan cross currency
swap. Masalahnya, pihak yang mau melepas dolar
AS secara forward semakin sulit didapat saat ba­
nyak orang memburu mata uang itu. Kecuali, ada
premi menggiurkan, dan jelas mahal.
Muncullah kemudian synthetic forward alias for­
ward jadi-jadian, untuk mengakali fenomena itu.
Lang­kah pertama, beli dolar AS sekarang untuk
disimpan jangka panjang, meski suku bunga yang
didapat sangat rendah. Bersamaan, pinjam mata
uang asing yang diprediksi melemah.
Adapun cross currency swap dilakukan ketika
ada dua pihak saling menukar dua mata uang ber­
beda, dengan suku bunga yang disepakati ber­
sama. Praktik ini biasanya berjangka panjang. Saat
jatuh tempo, kedua mata uang dipertukarkan kem­
bali berdasarkan kurs dalam kontrak swap.
Mekanisme cross currency swap ini pernah di­
jalani PT Indorama Synthetics Tbk, perusahaan teks­
til untuk tujuan ekspor dengan bahan baku impor.
Transaksi Indorama ini merupakan contoh buah
manis hedging.
Pada Maret 2001, Indorama meraup dana Rp 1
triliun dari penerbitan obligasi berjangka lima ta­hun
dengan kupon setara SBI tiga bulan. Dana itu kemu­
dian menjadi ‘modal’ kontrak swap yang di­sepakati
bersama International Finance Corporation.
IFC menukar dana Rp 1 triliun itu dengan 115
juta dolar AS, menggunakan bunga LIBOR sebagai
acuan. Kurs yang disepakati saat kontrak dibuat
adalah Rp 8.695 per dolar AS.
Setiap kuartal selama lima tahun, Indorama
membayar cicilan beserta bunga dalam dolar AS
ke IFC. Sebaliknya, IFC membayar cicilan dan bunga
dalam rupiah kepada Indorama. Transaksi ini telah
membantu Indorama terbebas dari imbas fluktuasi
kurs dalam lima tahun. Saat jatuh tempo, kurs yang
berlaku adalah Rp 9.000 per dolar AS.
Memang tak semua hedging berakhir manis.
Misalnya seperti yagn dialami salah satu perusa­
haan operator telekomunikasi Indonesia. Peru­
sahaan itu melakukan transaksi interest rate swap
ber­samaan dengan cross currency swap, senilai
Rp 2,5 triliun. Selama jangka waktu yang disepa­
kati, perusahaan tersebut membayar bunga kupon
mengambang, sembari menerima pembayaran
bunga kupon tetap.
Pada Desember 2004, utang hedging perusa­
haan itu tercatat 400 juta dolar AS. Masalahnya,
pada kurun 2005 sampai 2006, dolar AS melemah
ter­hadap rupiah. Tak pelak pada 2007, pilihan hed­
ging tersebut mencatatkan kerugian kurs hingga
mencapai Rp 653 miliar pada 2007.
Mengutip kata Ross Niland, kepala penjualan
valu­ta asing JP Morgan, “Tak melakukan hedging
sejak awal sebelum pergerakan pasar, sama saja de­
ngan ketinggalan kereta.” Saat terbaik melakukan
hed­ging adalah ketika huru-hara nilai tukar belum
muncul, saat pasar masih kalem-kalemnya.
Sayangnya, banyak perusahaan baru melaku­
kan hedging saat pasar uang mulai bergejolak, se­
hingga biaya lindung nilai jadi lebih mahal. Namun
barangkali, kalaupun sudah ada kereta yang terlan­
jur lewat maka setidaknya jangan sampai tertinggal
kereta berikutnya. Tabik. u
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fokus
Jangan Ketinggalan Kereta
7
liputan
Menggagas
Strategi Reposisi
Bank Indonesia
Erik Muliawan
Departemen Komunikasi
Reposisi diperlukan Bank Indonesia
untuk dapat berperan mewujudkan
keseimbangan perekonomian, men­
cakup masalah nilai tukar, pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas perekonomian.
P
agi 9 Oktober 2013, jadi pijakan ba­
ru bagi Mirza Adityaswara. Mulai
ha­ri itu, Mirza menempati jabatan
se­
bagai Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia. Pagi 9 Oktober
2103, lelaki kelahiran 6 April 1965 ini meng­
ucapkan sumpah jabatan di depan Ketua
Mah­kamah Agung.
Sebelum mengantongi Keputusan Presi­
den Nomor 113/P tahun 2013 tertanggal 30
September 2013, payung hukum pengang­
katannya, sederet strategi terkait kebankse­
tralan dia paparkan di parlemen. Dalam uji
kelayakan dan kepatutan, Mirza membawa­
kan makalah “Reposisi Peran Bank Indonesia:
Nilai Rupiah, Pertumbuhan, dan Stabilitas”.
Di depan para anggota Komisi XI DPR
yang mengujinya, Mirza menegaskan bahwa
stabilitas nilai tukar rupiah punya posisi vital
untuk membangun kepercayaan pelaku bis­
nis dan pasar keuangan. “Tanpa kestabilan
(nilai tukar rupiah), banyak kesempatan bis­
nis menjadi tak feasible,” kata dia.
Bila bisnis tak lagi feasible, lanjut Mirza,
output ekonomi yang dihasilkannya pun tak
bakal optimal bahkan rendah. Karenanya,
kata dia, peran Bank Sentral sebagai otoritas
moneter, menjadi punya peran sentral dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi.
Mirza pun berkeyakinan perlu ada repo­
sisi Bank Indonesia, terkait perannya dalam
perekonomian. Terutama, berkaitan dengan
keseimbangan kinerja perekonomian yang
rumit, mencakup nilai tukar rupiah, pertum­
buhan ekonomi, dan stabilitas.
Pemegang Sarjana Ekonomi dari Univer­
sitas Indonesia dan Master of Applied Finan­
ce Macquarie University, Sydney, Australia ini
8
berpendapat pula bahwa stabilitas rupiah
harus menjadi prioritas. Termasuk saat ke­
bijakan bank sentral diarahkan untuk lebih
mendukung pertumbuhan dan stabilitas
per­ekonomian.
Strategi
Berdasarkan paparan pemikiran terse­
but, Mirza pun menyampaikan sederet stra­
tegi untuk mewujudkannya. Penerapan
strategi itu pun, ujar dia, harus berlandaskan
analisis data, pen­dekatan sistematis, komit­
men, kerja sa­ma, dan pemikiran yang kreatif.
Ada empat strategi utama yang ditawar­
kan Mirza dalam kesempatan itu. Yaitu, kebi­
jakan moneter yang ramah pertumbuhan,
me­nempatkan Bank Indonesia sebagai garda
terdepan stabilitas keuangan, mendorong
kebijakan yang menuju terwujudnya sistem
keuangan modern, serta optimalisasi koordi­
nasi dan kerja sama.
Kebijakan moneter yang ramah pertum­
buhan alias growth friendly, menurut Mirza
akan dapat diwujudkan dengan tiga cara.
Per­tama, memposisikan ulang peran Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di daerah sebagai
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
instrumen koordinasi operasi pasar. Kedua,
memastikan kredibilitas. Ketiga, meningkat­
kan peran perbankan dalam kebijakan mo­
neter.
Sedangkan untuk menjadi garda terde­
pan bagi stabilitas sistem keuangan, kata
Mir­
za, Bank Indonesia harus melakukan
monitoring terhadap kondisi perekonomian.
Dari pemantauan itu, Bank Indonesia pun
ha­rus segera melakukan tindakan jika terjadi
gejolak.
Adapun sebagai upaya mendorong ter­
wujudnya sistem keuangan yang modern,
ujar Mirza, pengembangan pasar keuangan
me­rupakan peran strategis lain yang dimiliki
Bank Indonesia. Sektor keuangan, kata dia,
punya peran penting sebagai tulang pung­
gung perekonomian.
Industri keuangan yang dewasa dan se­
hat memungkinkan terlaksananya aktivitas
in­termediasi yang efisien. Indikatornya, ku­
curan kredit yang melimpah tetapi berbiaya
murah.
Bagaimanapun, aktivitas konsumsi dan
in­
vestasi domestik yang tinggi akan ber­
ujung pada pertumbuhan ekonomi dan pe­
Swap
K
ontrak swap merupakan transaksi di an­ta­ra
dua pihak yang sepakat saling menukar­
kan arus kas di masa mendatang berdasar­
kan kesepakatan tertentu saat kontrak dibuat.
Dua bentuk kontrak swap yang jamak dilakukan
adalah interest rate swap (IRS) dan currency swap.
IRS adalah penukaran pembayaran suku
bu­­nga pada periode tertentu, menggunakan
pem­bayaran suku bunga tetap untuk pemba­
yaran suku bunga mengambang. Misalkan se­
orang pengusaha punya utang ke sebuah bank,
dengan suku bunga mengambang LIBOR+1
per­sen per tahun. Kemudian, pengusaha dan
bank itu mengikat kesepakatan IRS dengan bu­
nga tetap 10 persen.
Bila suku bunga LIBOR pada masa men­
datang adalah 10 persen, maka bunga utang
peng­usaha itu 11 persen. Namun, kontrak IRS
membuat pengusaha itu membayar bunga
utang 10 persen saja ke bank. Jika LIBOR pada
masa mendatang adalah 8 persen sehingga
bunga utangnya adalah 9 persen, pengusaha itu
tetap harus membayar bunga 10 persen karena
ada kontrak IRS.
Sedangkan currency swap adalah kesepa­
katan untuk membeli atau menjual valuta asing
kepada pihak lain untuk waktu tertentu di masa
mendatang, bersamaan dengan kesepakatan
untuk menjual atau membeli mata uang dari pi­
hak yang diajak membuat kesepakatan. Kesepa­
katan ini dibuat bersamaan di antara dua pihak
yang sama. Nilai kedua mata uang di masa men­
datang disepakati pada saat kontrak dibuat. u
monetaria
monetaria
ningkatan kesejahteraan. Tingkat penetrasi keuang­
an yang lebih tinggi juga diperlukan agar kebijakan
moneter dapat berjalan lebih efektif.
Soal koordinasi dan kerja sama, alumni Le­a­ders
in Development dari Harvard, Kennedy School of Go­
vernment dan Executive Program di Darden School of
Business, University of Virginia ini mengatakan bah­
wa krisis global mengajarkan pentingnya koordinasi
dan kerja sama diantara regulator.
Selain dengan regulator, Bank Indonesia pun
menurut Mirza perlu pula meningkatkan koordinasi
dengan pihak lain. Di antaranya, sebut dia, otoritas
moneter asing dari negara-negara ASEAN+3 dan G3,
dalam rangka koordinasi negara-negara yang ber­
batasan. Juga, lanjut dia, dengan instansi di dalam
negeri, baik di tingkat lembaga seperti Bulog, mau­
pun kementerian, pemerintah daerah, dan BUMN.
Strategi kerja sama dengan otoritas moneter ne­
gara lain, papar Mirza, juga punya korelasi dengan
upaya memperkuat cadangan devisa. Membuka
ja­lur swap, sebut dia, dapat dilakukan baik dalam
kerangka bilateral maupun multilateral terkait hal ini.
Jalur tersebut memungkinkan Indonesia meme­
nuhi kebutuhan likuiditas valuta asing di saat sulit,
misalnya ketika terjadi turbulensi ekonomi, sehingga
tekanan terhadap nilai tukar rupiah dapat dikurangi.
Tak hanya mementingkan jumlah nominal maupun
jalurnya, imbuh Mirza, kerja sama ini juga harus
mempertimbangkan kualitas seperti kemudahan
akses. u
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
9
=
ruang baca
BICARA
BI Call and
Interaction
Kehadiran BICARA menunjukkan Bank Indonesia peduli soal
transparansi, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta tanggung jawab.
Wahyu Indra Sukma
Departemen Komunikasi
S
ebagai lembaga publik, Bank Indo­
nesia punya kewajiban me­nye­dia­kan
informasi sesuai ketentuan da­
lam
Undang-un­
dang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Infor­masi
Publik. Untuk mengoptimalkan layanan infor­
masi, Se­nin (28/10/2013), Bank Indonesia me­
luncurkan layanan contact center baru.
Bank Indonesia menyematkan nama BI­
CARA, untuk layanan tersebut. Nama itu me­
rupakan kependekan dari BI Call and Inter­
action. Peresmian (soft launching) layanan ini
dilakukan oleh Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia Mirza Adityaswara.
Sebelum peluncuran BICARA, selama ini
permintaan layanan informasi dilayani mela­
lui jalur telepon dan surat elektronik (e-mail).
Ke­hadiran BICARA diharapkan mendorong
pengelolaan informasi publik yang lebih baik
dan efisien.
BICARA merupakan solusi strategis un­
tuk pengendalian dan pe­
ngelolaan arus
per­
mintaan informasi publik. Fasilitas ini
ber­
lokasi di lantai dua Menara Sjafruddin
Pra­
wiranegara, Jakarta. Dengan hadir­
nya
10
BICARA, semua layanan call center di satuan
kerja akan diintegrasikan.
Direktur Eksekutif Departemen Komuni­
kasi Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah,
mengatakan peluncuran di lingkungan inter­
nal bertujuan menumbuhkan rasa memiliki
(sense of belonging) atas BICARA. Soft launch­
ing ini juga sekaligus menandai dimulainya
sosialisasi dan edukasi layanan informasi
publik melalui layanan contact center yang
terpadu, untuk kalangan lebih luas di internal
Bank Indonesia.
Mirza dalam sambutan peresmiannya
me­­
nyatakan kehadiran BICARA menunjuk­
kan Bank Indonesia peduli soal transparansi,
efek­tivitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta
tang­gung jawab. "Menunjukkan bahwa kami
menyadari pentingnya keterbukaan informa­
si sebagai bagian dari good governance," kata
dia.
Fasilitas
BICARA menyediakan dua fasilitas layan­
an. Pertama, Visitor Center Gerai Info di lobi
Menara Sjafrudin Prawiranegara. Fasilitas ini
mena­ngani layanan informasi secara lang­
sung kepada masyarakat.
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Fasilitas di lobi menara tersebut sudah
beroperasi sejak 2008. Kehadiran BICARA
meng­integrasikannya ke dalam fungsi layan­
an informasi publik. Dalam 'struktur' BICARA,
layanan ini ditandai sebagai 'visitor center'.
Fasilitas layanan kedua adalah call cen­
ter di nomor 500-131. Layan­an inilah yang
me­
nempati lantai dua Menara Sjafruddin
Prawiranegara. Inilah layanan yang bisa dibi­
lang sebagai fasilitas teranyar dan baru ber­
operasi per Oktober 2013.
"Kami semua berharap agar call center
ini tidak hanya sekadar menjadi check list pe­
menuhan (ketentuan) undang-undang," kata
Mirza. Kehadiran call center, ujar dia, harus
dapat memberikan manfaat berupa pening­
katan layanan informasi publik sekaligus me­
nye­rap masukan yang dapat menajamkan
kebijakan Bank Indonesia.
Ke depan, pengembangan BICARA akan
dilakukan bertahap. Tahun ini, program BI­
CARA adalah mengintegrasikan layanan in­
for­
masi Departemen Komunikasi de­
ngan
dua satuan kerja lain di Bank Indonesia, yakni
DPSP dan DKSP. Integrasi ini dilakukan bersa­
maan dengan penggunaan perangkat lunak
standar pencatatan call center.
Pada 2014, integrasi akan diperluas
ke satuan kerja lain. Targetnya, dalam satu
hingga dua tahun sejak diluncurkan, semua
layanan informasi publik di Bank Indonesia
sudah menyatu dalam wadah BICARA.
Selain visitor center dan call center, BICA­
RA juga ditunjang aplikasi layanan informasi
publik lain. Seperti, website, akun Twitter, email, surat, fax, dan kunjungan masyarakat.
"Saya percaya contact center ini akan sema­kin
berkembang, sekaligus mengembangkan
efektivitas dan efisiensi layanan informasi
publik Bank Indonesia," kata Mirza. u
kuis
Nama Pemenang Kuis Gerai Info Bank
Indonesia Edisi Agustus 2013.
2. Indra Gunawan S
Alamat : Jl. Kelapa Hijau IX Blok Q2/12, Komp Billymoon, Kalimalang, Jaktim
Djalu’13
3. Rahmat Hidayat
Alamat : Regensi Melati Mas F10/26 Tangerang
J
gerai canda
1.Suryono
Alamat : Jl. Sutisna Senjaya 19
Tasikmalaya
awab pertanyaan berikut dan rebut
hadiah menarik dari Gerai Info Bank
Indonesia:
hedging oleh BUMN sempat
1 Mengapa
berpotensi punya implikasi hukum?
Apa skema hedging yang paling seder­
2 hana?
B
udi bercerita kepada seorang teman soal kesulitannya
tidur pada malam hari. Beragam obat sudah dijajal, le­
lap tetap tak menyambangi.
“Mungkin kamu tak perlu obat. Coba saja cara tradi­
sional,” kata Parjo, teman Budi. “Apa itu?” tanya Budi. “Coba
kau menghitung dan niatkan sungguh-sungguh untuk
tidur. Itu latihan untuk fokus dan melupakan urusan seharian,” papar Parjo dengan mantap.
Pulanglah Budi. Hari berganti, sepekan kemudian
mereka bertemu lagi. “Bagaimana? Sudah bisa tidur seka­
rang?” tanya Parjo. “Tips-mu itu nyaris berhasil, kawan. Tapi,
nyaris saja,” jawab Budi.
“Kenapa?” tanya Parjo. “Kamu lupa kawan, kalau aku ini
petinju,” kata Budi. “Apa hubungannya?” tanya Parjo.
Budi pun menjawab, “Setiap hitungan kelima, aku mu­
lai mengantuk. Hitungan ketujuh, mataku sudah terpejam.
Tapi setiap kali hitungan kedelapan aku pasti bangun lagi,
seperti perintah pelatihku setiap kali aku dipukul jatuh la­
wan tan­ding.” u
Pemenang akan diumumkan dalam
Gerai Info Bank Indonesia
edisi Januari 2014.
Djalu’13
Petinju Susah Tidur
Jawaban dapat dikirimkan ke e-mail:
[email protected] paling lam­
bat 10 Januari 2014. Di dalam subyek
e-mail, cantumkan “Kuis Gerai Info Edisi
Oktober 2013”, dan di dalam e-mail
sertakan pula nama lengkap, alamat,
profesi, dan nomor te­lepon yang dapat
dihubungi.
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
11
perspektif
Mendudukkan Untung Rugi
di Neraca Hedging
E
konomi dunia hari ini tidak bisa lagi
diselesaikan dalam satu wilayah
dengan satu mata uang saja. Mun­
cullah variabel bernama nilai tukar
alias kurs, di antara beberapa mata
uang yang dipertukarkan. Masalahnya, kurs
bukan lagi barang mati yang bisa dipasti­
kan nilainya setiap saat.
Kebijakan moneter Bank Sentral Ameri­
ka dan imbasnya pada perekonomian glo­
bal dapat menjadi contoh kasus dinamika
fluktuasi kurs. Ketika ekonomi Amerika
terpuruk dan harus ditopang stimulus The
Fed, dolar AS pun ‘turun harga’. Sebalik­
nya, ketika waca­na pengurangan stimulus
diumumkan, pa­ra pelaku ekonomi melihat
akan ada pe­ngetatan fiskal di Amerika, ter­
jadi penguat­an kurs dolar AS.
Pada situasi tersebut, hedging atau lin­
dung nilai bak ‘asuransi’ yang meminimal­
kan ancaman kerugian dari transaksi bisnis.
Tantangannya, lindung nilai tetap bukan
tanpa risiko, karena tetap melibatkan pra­
kiraan terkait kurs pada masa mendatang.
Ada kalanya hedging memberikan nilai
tukar yang lebih murah daripada ‘harga’
pa­da masa mendatang. Namun tidak tertu­
tup kemungkinan sebaliknya, kurs hedging
melebihi nilai tukar pada masa mendatang
dan muncul ‘kerugian’.
‘Kerugian’ dalam transaksi hedging bisa
menjadi temuan audit ketika pemahaman
soal lindung nilai belum utuh. Implikasi hu­
kum pun dapat menyertai ketidakutuhan
pe­mahaman tersebut, terutama bila meli­
batkan perusahaan milik negara atau per­
usahaan dengan penyertaan modal negara.
Padahal, ‘kerugian’ maupun ‘keuntung­
an’ dalam hedging semestinya adalah bia­
ya atau pendapatan sebagai bagian dari
manajemen risiko. Pemahaman soal hed­
ging dan akuntansi hedging merupakan
jembatan yang menghubungkan ‘kepen­
tingan’ lindung nilai untuk transaksi bisnis
dengan prinsip pencatatan akuntansi dan
12
nempatkan ‘kerugian’ sebagai biaya tran­
saksi dan ‘keuntungan’ sebagai penerimaan.
Bila seluruh prasyarat hedging ber­
basis underlying ini terpenuhi, maka
diksi ‘untung’ dan ‘rugi’ dalam hedging
dapat dinyatakan sebagai ‘peneri­
maan’ dan ‘biaya’ dalam pencatatan
akuntansi hedging.
Tak Asal Hedging
Widya Octavia Dian AP
Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan
perhitungan laba rugi.
’Untung-Rugi’ Hedging
Misal, seorang importir harus memba­
yar barang yang dibelinya seharga 100 ribu
dolar AS, dengan tenggat waktu tiga bulan.
Pilihannya, dia membayar dengan membeli
dolar AS pada saat jatuh tempo waktu pem­
bayaran, atau melakukan transaksi hedging
untuk mendapatkan dolar menggunakan
transaksi forward tiga bulan.
Tak pernah ada yang dapat memasti­
kan berapa nilai tukar dolar AS pada tiga
bu­lan mendatang. Bila memilih membeli
dolar AS pada saat jatuh tempo, maka im­
portir ini akan mengikuti kurs saat itu. Se­
mentara harga melalui transaksi forward,
ditentukan pada saat kesepakatan dibuat.
Katakanlah, kurs saat dia membeli
ba­rang adalah Rp 11.000, lalu tiga bulan
kemudian kurs yang berlaku adalah Rp
11.500. Sementara kurs forward pada saat
kontrak dibuat tiga bulan sebelum jatuh
tempo adalah Rp 11.100.
Bila importir memilih membeli dolar
AS untuk membayar barangnya tepat pada
saat jatuh tempo, maka rupiah yang harus
dia bayarkan sesuai kurs mencapai Rp 115
juta. Sementara bila memakai forward, ru­
piah yang dibutuhkan sesuai harga kontrak
adalah Rp 111 juta. Ada Rp 4 juta dapat ‘di­
hemat’ dan menjadi ‘keuntungan’ hedging
untuk kebutuhan mendapatkan sejumlah
dolar AS yang sama.
Ketepatan membuat prakiraan nilai tu­
kar pada masa mendatang, menjadi salah
satu faktor kunci hedging. Prakiraan ini pun
menjadi tolok ukur keefektifan manajemen
risiko, untuk menjadikan hedging sahih
dipakai dalam akuntansi hedging dan me­
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Di Indonesia, penerapan akuntansi hed­
ging merujuk pada ketentuan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, de­
ngan revisi terakhir dirilis pada 2006. Ada
beberapa syarat harus dipenuhi dalam pe­
nerapan akuntansi hedging. Di antara atur­an
yang ditetapkan adalah soal rentang efek­
tivitas hedging pada kisaran 80-125 persen.
Rentang efektivitas itu memberi ba­tas
terendah dan tertinggi kemungkinan se­
lisih, baik lebih maupun kurang, dari hedg­
ing. Inilah fungsi dari persyaratan keharus­
an keberadaan underlying sebagai da­
sar
transaksi hedging.
Dalam kasus utang importir di atas, saat
kurs spot di masa mendatang adalah Rp
11.500 per dolar AS, ada ‘keuntungan’ Rp 4
juta dibandingkan bila membeli spot pada
saat jatuh tempo. Sementara selisih harga
spot dengan harga barang yang menjadi
‘jaminan’ transaksi, adalah Rp 5 juta. Propor­
si yang terjadi adalah Rp 4 juta berbanding
Rp 5 juta, setara 80 persen.
Sedangkan ketika kurs di masa menda­
tang ternyata Rp 10.500 per dolar AS, maka
nominal yang harus dibayarkan adalah Rp
105.000 bila membeli di pasar spot. Ada
‘kerugian’ hedging Rp 5 juta di sana. Semen­
tara selisih antara nominal dengan hedging
atau tanpa hedging adalah Rp 6 juta, se­
hingga proporsinya adalah 120 persen.
Proporsi itu sekaligus menjadi prasyarat
netralitas atau off set dari transaksi hedging
dibandingkan transaksi tanpa hedging, baik
saat ‘untung’ maupun ‘rugi’. Dalam hedg­
ing, dimungkinkan terjadi offsetting profit/
loss instrumen lindung nilai dengan hedged
item pada periode yang sama, sehingga
berdampak netral.
Dalam konteks terjadi pelemahan nilai
tukar mata uang lokal, kerugian dari utang
berbentuk valuta asing tertutupi keun­
tungan dari transaksi forward. Bila seluruh
prasyarat hedging berbasis underlying ini
terpenuhi, maka diksi ‘untung’ dan ‘rugi’
dalam hedging dapat dinyatakan sebagai
‘penerimaan’ dan ‘biaya’ dalam pencatatan
akuntansi hedging. Kekhawatiran implikasi
hukum dari kerugian negara di perusahaan
BUMN atau dengan modal penyertaan ne­
gara yang melakukan hedging pun semes­
tinya tertepis. u
Memperdalam Pasar dengan Hedging
jual, pada akhirnya menekan nilai tukar rupiah.
Baik saat rupiah menguat maupun melemah, pelaku pasar cen­
derung tetap membeli dolar AS, sangat terbatas pelaku mengambil
posisi jual. Padahal, pasar keuangan merupakan sarana utama yang
menjembatani kebijakan moneter dan sektor riil, sekaligus sarana al­
ternatif pembiayaan bagi perekonomian selain dari perbankan.
Berkaca pada situasi itu, Bank Indonesia menginiasi akselerasi
ulu, para orang tua menabung dalam bentuk emas, ter­
pendalaman pasar sejak 2012. Tiga sasaran jangka pendek dipa­
masuk untuk mengumpulkan biaya pergi haji. Mereka
tok. Yaitu, membuat transaksi valuta asing lebih efisien dan murah,
menyimpan emas dalam bentuk perhiasan, saat logam
memberi pilihan instrumen yang beragam, serta memperbanyak
batangan belum populer. Hari ini, langkah mereka bisa
jumlah pelaku pasar untuk meningkatkan daya serap pasar meng­
disebut sebagai 'lindung nilai' alias hedging dalam ben­
hadapi penawaran dan permintaan.
tuk aset.
Lima pilar pengembangan pasar pun ditegakkan secara paralel
Menyimpan emas, memberi lindung nilai untuk biaya haji dari
dan terintegrasi. Yakni, aspek regulasi dan standardisasi, market dan
gerusan inflasi. Pada 2000, ongkos naik haji (ONH) per orang ditetap­
instrumen, infrastruktur, peningkatan dukungan kelembagaan, ser­
kan Rp 25 juta yang setara 333 gram emas dan pada 2013 menjadi
ta edukasi dan sosialisasi.
Rp 35 juta yang setara 70 gram emas. Artinya, hedging untuk biaya
Koordinasi di antara otoritas pasar
haji dengan menyimpan emas itu berhasil.
keuang­an pun diperkuat, de­ngan memper­
Biaya haji terpenuhi, bahkan ada 'keuntung­
an' didapat.
timbangkan pula aspek makroprudensial di
Ada beragam aktivitas hedging terjadi di
tengah kondisi perekonomian global yang tak
pasar keuangan. Pelakunya terutama ada­
menentu. Hedging merupakan salah satu pro­
lah mereka yang berisiko dengan nilai tukar
gram pendalaman pasar keuangan.
mata uang, misalnya importir dan pemilik
Mengacu pada lima pilar di atas, dilaku­
utang luar negeri. Aktivitas ini pun punya
kanlah pelonggaran ketentuan transaksi de­
manfaat lebih luas untuk pasar keuangan.
rivatif untuk keperluan lindung nilai, dengan
Salah satu ciri pasar keuangan yang
mengedepankan prinsip kehati-hatian. Dari
da­
lam adalah ketika pelaku pasar punya
sisi operasional, dilakukan pula penyempur­
banyak pilihan instrumen untuk melakukan
naan administrasi dokumen transaksi lindung
hedging, termasuk berupa aset. Memakai
nilai untuk mengurangi beban bank.
contoh ONH, para calon jamaah haji seka­
Pengembangan instrumen pasar valas
rang punya pilihan lebih luas untuk hedging,
dila­ku­kan dengan mendorong penggunaan
seperti sukuk ritel atau reksadana syariah.
instrumen lindung nilai jangka panjang. Mi­
Pasar keuangan yang dalam juga akan
salnya, interest rate swap (IRS) dan cross cur­
meminimalkan kejadian dan biaya krisis,
rency swap (CCS), dan interbank swap. BI juga
sekaligus meningkatkan kapasitas pengelo­
mendorong berkembangnya pasar keuangan
laan arus modal masuk. Pada era keterbuka­
syariah, termasuk instrumen hedging syariah.
an pasar finansial, arus modal dapat dengan
Dari sisi kelembagaan, BI menggandeng
mudah keluar dan masuk suatu negara.
Badan Pemeriksa Keuangan sebagai auditor
Bagi pasar keuangan yang dangkal,
negara serta Kementerian Keuangan dan Ke­
mu­dah dan cepatnya modal keluar masuk
menterian BUMN untuk mendorong hedging
Shelly Krismirinda Kosasih
berpotensi memberikan guncangan terha­
oleh BUMN. Dibangun bersama persepsi yang
Departemen Kebijakan Makroprudensial
dap mata uang domestik. Pilihan instrumen
sama mengenai hedging, termasuk berbagi
yang terbatas akan mendorong para inves­
pe­mahaman bahwa 'kerugian' dalam hedging
tor berlaku homogen, bertumpu pada jenis investasi tertentu saja.
merupakan biaya transaksi. Bersama Kementerian Keuangan diba­
Bagi pasar keuangan yang dalam, luasnya pilihan instrumen akan
has pula masalah lindung nilai SBN dengan IRS.
menjadi basis bagi investor, sehingga guncangan di satu sektor ter­
Terobosan lain yang dapat dipertimbangkan untuk mening­
tentu belum tentu berkorelasi dengan sektor lain.
kat­kan instrumen hedging adalah mewajibkan seluruh instansi
pemerintah melakukan hedging nilai tukar. Pewajiban hedging akan
memitigasi risiko nilai tukar instansi pemerintah yang dalam opera­
Realita dan Terobosan
sionalnya berurusan dengan valas.
Pasar keuangan yang tak efisien, terutama sebagai akibat dari
PLN, misalnya, bisa menerapkan hedging untuk pembayaran im­
asimetri ekonomi, menimbulkan biaya tinggi yang menjadikan
por listrik dan peralatan terkait kegiatan usahanya. Demikian pula PT
perekonomian tak kompetitif di tingkat global. Sayangnya, berdasar
KAI, dalam pengadaan kereta dan peralatan teknis.
beragam penilaian termasuk dari Bank Indonesia, pasar keuangan
Bahkan urus­an penyelenggaran haji, semestinya tak mustahil
Indonesia saat ini relatif tidak efisien, kurang likuid, dan dangkal.
menerapkan hed­ging untuk ONH yang rentan terekspos nilai tukar.
Ketika pasar keuangan masih dangkal, dengan 30 persen surat
Bila saja dilakukan hedging, adalah niscaya ONH dapat di-fixed sejak
berharga negara (SBN) dimiliki non-residen, harga SBN akan sertaawal. Tak akan ada lagi cerita calon jamaah haji harus menambah bi­
merta jatuh saat terjadi pembalikan arus modal. Kecenderungannya,
aya menjelang keberangkatan karena terjadi pelemahan nilai tukar
investor domestik akan mengikuti aksi jual investor non-domestik.
rupiah. u
Pasar SBN yang hanya bergerak di satu sisi memperberat tekanan
D
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
perspektif
Bagi pasar yang dalam, guncangan di satu sektor
tertentu belum tentu berkorelasi dengan sektor lain.
13
peristiwa & humaniora
Kolaborasi Pendidikan Kebanksentralan
”Pendidikan adalah senjata paling mematikan, karena dengan itu
Anda dapat mengubah dunia” - Nelson Mandela.
I
ni adalah kutipan Nelson Mandela yang menginspirasi Bank Indo­
nesia untuk berbagi pengetahuan tentang bank sentral kepada
publik. Tanpa terkecuali, dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Salah satu langkah konkret yang ditempuh, memasukkan kuriku­
lum bank sentral di Perguruan Tinggi.
Kamis, 24 Oktober 2013, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry
War­jiyo menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Zulkiefli­
mansyah yang mewakili Universitas Teknologi Sumbawa (UTS). Dua insti­
tusi ini sepakat bekerja sama mengembangkan ilmu tentang bank sen­
tral dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Tidak hanya nota kesepahaman. Bank Indonesia juga menyepa­
kati kerja sama pengembangan mata kuliah kebanksentralan di per­
guruan tinggi dan bantuan dana penelitian. Kerja sama disahkan
dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara Iskandar Simorangkir,
Kepala Departemen Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral, dan Wied
Yunianto, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UTS.
SPK adalah penjabaran MoU yang berisi butir-butir kesepaham­
an. Beberapa hal yang diatur meliputi tiga kegiatan utama. Yakni,
pengembangan mata kuliah kebanksentralan di UTS, pemberian ban­
tuan dana penelitian, dan membuka kesempatan bagi mahasiswa
UTS magang di BI.
Jumlah perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Bank Indo­
nesia terus bertambah. Saat ini sudah 48 perguruan tinggi. “BI akan
te­rus meningkatkan peran dalam mendorong pengembangan ke­
giatan edukasi kebanksentralan di dunia akademisi,” jelas Iskandar
dalam sambutannya.
Bank Indonesia berharap kerja sama pengembangan mata kuliah
kebanksentralan dengan UTS dapat berjalan baik. Tak hanya itu, kerja­
sama ini akan memberi warna ‘berbeda’ serta ‘lebih’ bagi pengem­
bangan mata kuliah kebanksentralan. u
Mengapresiasi Inspirasi Bersama Kick Andy
K
antor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VIII Provinsi Sumatra
Barat dan Departemen Komunikasi Bank Indonesia bekerja
sa­ma dengan Kick Andy Foundation memberikan bantuan ke­
pada dua pejuang inspiratif yang berjasa di bidang lingkungan dan
pendidikan. Kolaborasi ini dikemas dalam bingkai program Kick
Andy on Location.
Pejuang inspiratif pertama adalah petani bernama Kasmir Gindo
Sutan. Pada 2004 ia menjadi kader hutan dan pelestari lingkungan.
Sebelumnya, pada 2000, banjir bandang memporak-poran­dakan
kampung Kasmir di Padang Laweh Malalo, Tanah Datar, Su­matera
Barat. Kasmir terpanggil menjaga, merawat, dan melin­dungi hutan
yang ada di sepanjang Danau Singkarak, Sumatra Barat.
Hutan botak dan padang ilalang bekas banjir bandang, Kasmir
tanami dengan beragam pohon seperti kemiri dan mahoni. Hasil­
nya, sumber air yang dulu hilang, kini muncul kembali. Seribu hek­
tare lahan hutan pun bersemi di Bukit Patah Gigi yang dijaga dan
dirawat Kasmir setiap hari.
Pada 2009 Kasmir mendapat penghargaan Kalpataru, untuk
ka­tegori perintis yang melindungi hutan dan menjaga delapan
be­las mata air. Namun, Kasmir masih ingin menanam paling tidak
5.000 pohon lagi. “Jumlah yang gagal atau rusak setelah penanam­
an dulu, sekarang masih belum ditanam ulang karena kami perlu
ongkos untuk menanamnya,” ujar Kasmir.
Pejuang inspiratif kedua adalah Nancy Eradona, seorang guru
SMP. Tak sekadar guru, karena dia pun merintis sekolah gratis un­
tuk para siswa dari keluarga tak mampu, anak terlantar, dan putus
se­kolah. Yayasan Humaira Minangkabau, nama sekolah gratis di
Batang Kabung, Padang, itu.
Awalnya, sekolah Nancy menampung anak-anak usia PAUD, TK,
SD, SMP, hingga SMA. Keterbatasan dana dan pengajar memaksa­
nya menutup PAUD dan TK. Maklum, sekolah Nancy tak memungut
14
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
satu sen pun dari para siswa. Para guru yang mengajar di sekolah
Nancy juga adalah para relawan, berlatar mahasiswa dan komuni­
tas. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung menjadi ham­
batan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah ini.
Kepada kedua pejuang inspiratif ini, Bank Indonesia menyerah­
kan bantuan senilai total Rp 150 juta melalui Kick Andy Founda­
tion. Kasmir mendapatkan pohon-pohon dan perlengkapan yang
dibutuhkannya, senilai Rp 50 juta. Sekolah Nancy mendapatkan
beragam sarana belajar dan perbaikan fasilitas senilai Rp 100 juta.
Bantuan diserahkan langsung oleh Kepala Perwakilan Bank
In­donesia Wilayah VIII Provinsi Sumatera Barat, Mahdi Mahmudy.
Pengampu acara Kick Andy, yakni Andy F Noya, hadir pula di lokasi,
sekaligus merekam bahan siaran untuk program Kick Andy on Loca­
tion yang disiarkan Metro TV. u
K
antor Perwakilan Bank Indone­
sia Daerah Istimewa Yogyakarta
bekerja sama dengan Komunitas
Tangan Di Atas Kampus Jogja,
Sabtu (19/10/2013), menyeleng­
garakan Diskusi Entrepreneurship 2013.
Pembicara utama diskusi asalah Menteri
BUMN Dahlan Iskan.
Ratusan anak muda yang
haus ilmu kewirausahaan mema­
dati acara. Tak kurang 500 ma­
hasiswa menyesaki Ruang Bang­
sal Mataram Kantor Perwakilan
BI DI Yogyakarta. Sebagian besar
berasal dari Yog­
yakarta. Seba­
gian yang lain da­tang dari Jawa
Tengah, Jawa Timur, bahkan dari
Maluku dan Papua.
Hadir di tengah para maha­
siswa, Kepala Perwakilan Bank
Indonesia DI Yogyakarta, ­
Arief
Budi Santoso dan jajarannya.
Tema diskusi adalah “Bisnis ala
Sepatu Kets”. Pengusaha muda
Yogyakarta turut urun suara di dalamnya,
antara lain Hanafi Rais dari Lembaga Pen­
didikan Budi Mulia dan Nanang Syaifurozi
dari Rumah Warna.
Bersepatu kets, yang sudah menjadi
cirinya, Dahlan berbagi tips yang mengan­
tarkannya sukses berbisnis sebelum men­
jadi menteri. “Selalu optimistis, fokus, dan
harus mempunyai target,” sebut dia. Ke
depan, tambah Dahlan, bisnis yang ber­
kembang adalah yang mengedepankan
kreativitas.
Dahlan pun menantang para peserta
memaparkan ide kreatif yang layak menja­
di bisnis. Sontak beberapa peserta menja­
wab tantangan itu. Beragam ide terkait
pen­
didikan, kuliner, dan kerajinan, satu
per satu disebutkan di panggung acara.
Ter­nyata banyak peserta yang sudah me­
rintis usaha.
Lalu, Dahlan bertutur pula tentang
per­jalanan masa mudanya saat berjuang
membangun bisnis. Dia mengatakan in­
tuisi bisnisnya banyak tertempa justru ke­
tika menjadi wartawan, yang setiap hari
dikejar deadline. “Semakin sering kepepet,
semakin baik,” ujar dia, separuh berbagi
tips, separuh bercanda.
Pengalaman terbiasa kepe­
pet, kata Dahlan, membuat dia
selalu optimistis dalam kondisi
paling sulit sekalipun. Misal, saat
usahanya kekurangan da­
na.
Pada saat bersamaan dia harus
menjaga kepercayaan bank
maupun mitra bisnis, yang me­
nurut dia merupakan salah satu
syarat penting bila bisnis ingin
berkembang dan membesar.
Diskusi menjadi semakin
semarak saat seorang peser­
ta ne­kat meminta sepatu kets
Dah­
lan untuk kenang-kenang­
an. Tak dinyana, Dahlan spontan
melepas sepatunya, dan tetap
mengikuti acara de­ngan nyeker alias tak
bersepatu.
Selesai diskusi, satu lagi rahasia sepatu
kets Dahlan ungkap. Kali ini kepada warta­
wan yang meliput kegiatan. “(Pakai sepatu
kets) supaya bisa lari kencang. Kan peng­
usaha harus gerak cepat.” u
peristiwa & humaniora
Tips Bisnis ala Sepatu Kets Dahlan Iskan
Central Banking Course
B
ank Indonesia menjadi tuan rumah pelatihan internasional Bank
In­donesia Central Banking Course (BI-CBC) bagi pegawai bank
sentral se-Asia Pasifik pada 21-25 Oktober 2013. Mengang­
kat tema “Applied Econometrics for Central Bankers se-Asia Pasifik”,
pelatihan dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas.
Tujuan utama pelatihan adalah meningkatkan kapasitas analisa
para pejabat bank sentral di kawasan Asia Pasifik. Yaitu, melalui pe­
ningkatan keterampilan teknis yang berkaitan dengan perumusan
kebijakan bank sentral. Juga, memfasilitasi knowledge sharing di
an­tara bank sentral dalam merumuskan kebijakan ekonomi makro.
Pe­latihan pun bertujuan memperkuat kerja sama antar-bank sentral
se-Asia Pasifik, sehingga stabilitas kondisi ekonomi makro regional
dapat dicapai.
Pelatihan diikuti 32 peserta, terdiri atas 17 peserta internasional
dan dari 14 negara, dan 15 pegawai Bank Indonesia. Narasumber pe­
latihan adalah Ben Gardiner dari Cambridge Econometrics London
dan Pawel Zabcyk dari CCBS Bank of England, Prof Dr Ari Kuncoro
dari Universitas Indonesia, Prof Dr Insukindro dari Universitas Gadjah
Mada, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Hartadi A Sarwono,
Direktur LPPI, serta narasumber internal dari Bank Indonesia yakni
Harmanta dan Rizki E Wimanda.
Selama lima hari, para peserta mendapatkan bekal berupa ra­
gam teori penggunaan model makroekekonomi dalam formulasi
pengambilan kebijakan ekonomi, paradigma ekonometri dan me­
tode estimasi, ekonometrik dan time series modelling untuk kebijakan
moneter, teori VAR dan forecasting kebijakan moneter, serta aplikasi
ekonometri dalam rangka pengambilan kebijakan moneter.
Paket pelatihan teori tersebut diakhiri dengan workshop aplikasi
ekonometrika dengan contoh data dari lima negara terpilih. Dengan
pola pelatihan yang memadukan teori dan praktik, peserta diharap­
kan akan lebih mudah memahami materi pelatihan, menerapkan­
nya dalam penyusunan kebijakan bank sentral masing-masing, dan
mengembangkannya. u
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
15
Aturan Baru GWM
ekspose
Menjaga Likuiditas Perbankan
16
Dibutuhkan kondisi likuiditas perbankan yang kuat dan memadai guna mendukung stabilitas moneter dan sektor keuangan.
L
agi-lagi Amerika menjadi pemicu
gon­jang-ganjing perekonomian
du­­nia, meskipun bukan lagi fak­
tor tunggal. Mengawali krisis ke­
uangan global pada 2008 dengan
skandal subprime mortgage, Amerika pun
kembali menggoyang ekonomi dunia de­
ngan wacana pengurangan stimulus yang
du­lu dikucurkan untuk selamat dari krisis
itu.
Pengurangan stimulus (tapering)
ber­arti pengetatan likuiditas di Amerika.
Na­mun dampaknya meluas. Arus modal
akan berbalik ketika harga instrumen ke­
uangan di negara maju kembali mening­
kat karenanya. Harga dolar AS pun bakal
menguat lagi.
Bagi negara berkembang, apalagi
yang punya porsi utang besar dalam va­
luta asing dan neraca perdagangannya
di­penuhi angka impor, mahalnya dolar AS
berarti defisit terancam membesar. Sudah
begitu, nilai tukar mata uang lokal mele­
mah, inflasi karena kenaikan barang pun
tak terhindarkan. Likuiditas bakal kembali
menjadi isu.
Stabilitas, mau tak mau harus menjadi
prioritas. Perlu ada upaya agar stabilitas
sektor keuangan tetap terjaga. Termasuk
di perbankan. Jangan sampai likuiditas di
perbankan kering sementara kredit yang
mengucur pun masih lebih kencang un­
tuk kebutuhan konsumsi.
Karenanya, Bank Indonesia merevisi
ke­
bijakan terkait giro wajib minimum
(GWM) sekunder dan GWM berbasis
pro­
porsi pinjaman terhadap simpanan
masyarakat di perbankan (loan to deposit
ratio atau LDR). Kebijakan diterbitkan pa­
da 26 September 2013 dan mulai berlaku
secara bertahap pada 1 Oktober 2013.
“Kebijakan ini untuk memperkuat li­
kuiditas perbankan,” ujar Deputi Gubernur
BI Perry Warjiyo. Tujuan lainnya, menjaga
sta­
bilitas harga, mengendalikan inflasi,
dan akhirnya memperkuat stabilitas pe­
ngendalian keuangan. “Ketiga tujuan ini
bisa tercapai (dengan kebijakan) dalam
instrumen penguatan likuiditas,” sebut
Perry.
Rincian Perubahan
Ada tiga jenis GWM yang sekarang
berlaku di Indonesia. Pertama, GWM pri­
mer, yakni simpanan minimum yang wa­
jib dipenuhi bank berupa rekening giro di
Bank Indonesia.
Kedua, GWM sekunder, yakni cadang­
an minimum yang wajib dipenuhi bank
dalam rupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI),
dan Surat Berharga Negara (SBN). SDBI
adalah instrumen yang baru diperhitung­
kan untuk GWM per 1 Oktober 2013.
Ketiga, GWM-LDR simpanan minimum
perbankan dalam rupa saldo rekening
giro di Bank Indonesia, dengan perhitung­
an yang mengaitkannya ke selisih antara
LDR bank dan rentang target LDR yang
ditentukan.
Saat ini GWM primer ditentukan se­
besar 8 persen, baik untuk simpanan
ma­syarakat di bank (DPK) berupa rupiah
maupun valuta asing. Perubahan peratur­
an tak mengusik aturan soal GWM primer
yang ditetapkan pada 2010.
Adapun GWM sekunder yang pada
2010 ditetapkan sebesar 2,5 persen, seca­
ra bertahap dinaikkan menjadi 4 persen
da­
lam aturan baru. Tahapannya, per 1
Ok­tober sampai 31 Oktober 2013, GWM
EDISI 43 u oktoBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
sekunder naik menjadi 3 persen. Lalu per
1 November sampai 30 November 2013,
naik lagi menjadi 3,5 persen. Terakhir, per
2 Desember 2013, GWM sekunder dipatok
minimal 4 persen.
Penyesuaian GWM berbasis LDR dila­
kukan per 2 Desember 2013. Besaran
GWM-LDR yang pada 2010 ditetapkan di
kisaran 78-100 persen, dipersempit men­
jadi 78-92 persen.
Bila LDR kurang dari 78 persen, ma­
ka bank akan dikenakan tambahan
GWM sebesar 10 persen (0,1) dari selisih
persentase kekurangan LDR (78-x per­
sen) dikalikan dengan nominal simpanan
masyarakat di perbankan. Bila bank me­
menuhi kisaran GWM-LDR, maka bank
hanya dikenakan aturan GWM sesuai ke­
tentuan yang baru.
Lalu, ketika LDR bank melampaui 92
per­sen tetapi memiliki rasio kecukupan
modal (CAR) minimal 14 persen, tidak ada
tambahan kewajiban GWM yang dikena­
kan. Namun, bila LDR bank melampaui
92 persen dan CAR kurang dari 14 persen,
bank dikenakan tambahan GWM sebesar
20 persen (0,2) selisih kelebihan LDR (x92 persen) dikalikan nominal simpanan
masyarakat di bank itu.
Deputi Gubernur BI Halim Alam­
syah mengatakan, sejauh ini LDR masih
aman. Uji ketahanan perbankan menda­
patkan pada 2013 likuiditas perbankan
masih akan mampu memenuhi penarik­
an hingga 18,2 persen. Sementara per
Mei 2013 angka kucuran kredit tercatat
Rp 2.887 triliun dan simpanan tabungan
masyarakat Rp 3.349 triliun, dengan Rp
2.843 triliun dalam bentuk rupiah.
Direktur Eksekutif Departemen Komu­
nikasi BI Difi Ahmad Johansyah menga­
takan, ketentuan baru soal GWM ini erat
kaitannya dengan kondisi perekonomian
Indonesia yang bergejolak akibat faktor
dari dalam dan luar negeri. “Untuk meng­
antisipasi berbagai risiko dari dinamika
perekonomian saat ini, dibutuhkan kondi­
si likuiditas perbankan yang kuat dan me­
madai guna mendukung stabilitas mone­
ter dan sektor keuangan,” kata Difi. u
Download