PENGARUH PENEMPATAN DANA SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS) DAN PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH (PUAS) TERHADAP FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR) PERBANKAN SYARIAH Oleh: Iim Fathimah 204046102923 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UINIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M KATA PENGANTAR Segala puji bagi Alla SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap terlantun bagi kekasihnya, Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti sunnahnya hingga hari kebangkitan. Alhamdulillah ucapan syukur yang tiada henti-hentinya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Pengaruh Penempatan Dana SBIS dan PUAS terhadap FDR Perbankan Syariah”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan pihak lain, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara langsung atau tidak langsung, karena skripsi ini yang tidak akan mendekati kesempurnaan tanpa bantuannya. Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, ketua prodi muamalat (Ekonomi Islam), Bapak Ah. Azharudin Lathif, M.Ag. Sekertaris prodi muamalat; 3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA, kortek program Non Reguler, Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag, sekretaris program Non Reguler; 4. Bapak Drs. Agustianto, M.Ag dan juga bapak Drs. Heldi, M.Pd, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini; 5. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.Ag dan juga Ibu Nurhasanah, M.Ag, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini; 6. Ibu Tri Puji Lestari selaku pembimbing penulis selama mengadakan penelitian di Bank Indonesia, terima kasih untuk waktu, fikiran dan bantuannya; 7. Kepada seluruh staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan juga seluruh staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hdayatullah Jakarta, yang telah membantu menyediakan fasilitas perpustakaan; 8. kepada seluruh keluarga penulis khususnya; kedua orang tua penulis yang dengan iringan doa, tawa dan air mata-nyalah penulis bisa lebih semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini; untuk kakak-kakak penulis yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis, dan untuk seseorang yang akan menemani hari-hari penulis kelak. Terima kasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan; 9. Kepada sahabat-sahabat penulis: Mair, n’cuy, kiki, mora, huda, hasnah, qthink, mumu, ani, k’ikcha, dan tina yang selalu mengisi dan menemani harihari penulis dengan canda, tawa, dan semangat hingga penulis menyelesaikan skripsi ini, Love U guys.....; 10. Kepada seluruh teman-teman Muamalat (perbankan syariah D) khususnya ria, leli, ema, amel, ozhar, dan titin terima kasih untuk kebersamaan empat tahun yang indah, tetap semangat ya friends..... Semoga amal baik yang telah diberikan untuk penulis dapat diterima oleh Allah SWT dan dibalasnya dengan pahala yang melimpah. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkah kita. Amin. Ciputat 9 Desember 2008 Penulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi penghimpunan dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending. Dalam menjalankan dua aktifitas besar tersebut, bank syariah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku. Utamanya adalah kaidah transaksi dalam pengumpulan dan penyaluran dana menurut islam. Namun bagi bank syariah, disamping harus memenuhi ketentuan kaidah islam, juga mengikuti kaidah hukum perbankan yang berlaku dan telah diatur oleh bank sentral.1 Ada beberapa prinsip yang digunakan bank syariah dalam mobilisasi yaitu dengan menggunakan prinsip sayembara, titipan, kerjasama bagi hasil. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip sayembara ialah Ju’alah, ju’alah adalah jenis akad atas manfaat sesuatu yang diduga kuat akan diperolehnya, misalnya, memenangkan suatu kompetisi tertentu. Ju’alah artinya janji hadiah atau upah. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia kampus Fak Ekonomi UII), h.41 1 Pengertian secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqih berarti “suatu Iltizâm (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan”. Madzhab Maliki mendefinisikan Ju’alah: “Suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang”. Madzhab Syafi’i mendefinisikannya: “Seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya”. Dasar hukum jua’lah menurut Madzhab Maliki, Syaf’i dan Hanbali berpendapat, bahwa Ju’alah boleh dilakukan. dengan alasan firman Allah SWT dalam surat Yusuf ayat 72:2 ☺ ☺ )* &'( "$% (٧٢: ) ف+),Artinya Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya". 2 M.Ali Hasan, Bagaimana Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 267-268 Sedangkan akad yang sesuai dengan prinsip titipan adalah Wadi’ah, secara etimologi, kata al-wadi’ah berarti menempatkan sesuatu yang bukan pada pemiliknya untuk dipelihara.3 Sedangkan akad yang sesuai dengan prinsip kerjasama bagi hasil adalah Mudhârabah, yaitu salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam berbisnis. Akad mudhârabah dibolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang.4 Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian Nasional demi menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas perbankan ini sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia 1997. Krisis Moneter yang terjadi pada akhir Juli 1997 menimbulkan dampak hebat terhadap seluruh sektor perekonomian, jatuhnya nilai rupiah langsung meravaluasi seluruh valuta asing perbankan baik asset maupun kewajibannya. Akibatnya ketika banyak nasabah yang melakukan penarikan tiba-tiba terhadap 3 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, cet 1 2000) h. 244 4 Ibid, h. 175 simpanan valuta asing perbankan tidak memiliki cadangan likuiditas yang cukup untuk memenuhinya.5 Likuditas bank biasanya disebut alat likuid atau reserve requirtment atau simpanan uang di Bank Indonesia dalam bentuk giro dalam jumlah yang ditentukan, disebut Giro Wajib Minimum (GWM). Dengan demikian, suatu bank syariah dikatakan likuid apabila:6 1. Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2. dapat memelihara Giro di Bank Koresponden. Giro di Bank Koresponden adalah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya ditetapkan berdasarkan saldo minimum. 3. dapat memelihara sejumlah kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai. Selanjutnya bank yang berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan penyalur pengguna dana ini dalam aktifitasnya sangat besar dapat mengalami kekurangan ataupun kelebihan likuiditas. Kekurangan likuiditas ini dapat disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana, 5 Muhammad, dkk, Bank Syariah; Analisis, Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancama, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), cet ke 3, h. 69-70 6 39 Imam Rusyamsi, Asset Liability Management, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN), 1999, h. sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yeng terhimpun belum disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Untuk mengatasi hal tersebut dan untuk mengendalikan uang yang beredar, Bank Indonesia mengelurakan kebijakan moneter dengan melakukan Oprasi Pasar Terbuka (OPT) berdasarkan prinsip syariah, dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sertifikat Wadiah Bank Indonesia mulai diberlakukan pada ketentuan BI Nomor 2/9/PBI/2000, dan sampai bulan Juni 2006 posisi SWBI mencapai Rp. 1,188 triliun. SWBI juga dapat menjadi sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Sedangkan dalam upaya meningkatkan efisiensi pengelolaan dana secara syariah, Bank Indonesia membentuk Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) sebagai suatu kegiatan jangka pendek dalam rupiah berdasarkan prinsip mudhârabah. Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor. 36/DSN-MUI/x/ 2002, tentang SWBI disebutkan bahwa SWBI dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi likuiditasnya. Dengan kata lain, pada saat dimana bank syariah memeliki kesulitan dalam menyalurkan dana-dananya sehingga menyebabkan over liquidity, maka bank syariah dapat menanamkan dana tersebut dalam instrument moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) seperti SWBI dan PUAS.7 Posisi SWBI yang ada di Bank Indonesia mengalami peningkatan pada bulan Januari 2003 sampai Januari 2004 hingga mencapai Rp. 2 Triliun. Kemudian posisi terus menurun sampai bulan November 2004 dengan posisi terendah sebesar Rp. 309 Milyar, pada bulan Juli 2004 posisi SWBI berfluktuasi pada Desember 2004 sampai November 2005, kemudian berada diposisi tertinggi sebesar Rp. 2.395 Triliun pada Desember 2005. Faktor yang diperkirakan mendukung peningkatan posisi SWBI adalah perbankan syariah membutuhkan alokasi pada kelebihan likuiditas yang dialami, sementara pada saat yang sama terjadi beberapa penyebab yang membuat perbankan syariah tidak menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada sektor riil, diantaranya faktor risiko. Hal ini juga diperkirakan berarti bahwa penempatan dana pada SWBI cukup menarik perbankan syariah pada saat terjadi kelebihan likuiditas, oleh karena itu diduga penempatan dana pada SWBI mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah, begitu juga dengan PUAS dimana tingkat PUAS diduga cukup menarik pihak perbankan syariah untuk menempatkan dananya, sehingga diduga bahwa tingkat bonus PUAS mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah kepada sektor perbankan yang selama ini diakui sebagai lembaga perantara antara pemilik modal dan pengguna modal. 7 Bank Indonesia, peratuaran BI tentang SWBI, peraturan Bi No. 6/ 7/ PBI/ 2004 Tanggal 16 Februari 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 20 DPM. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4386 DPM. Pasal 1 dan pasal 13 Kini, Bank syariah memiliki alternatif tambahan dalam pengelolaan dana investasinya. Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan instrumen moneter berbasis syariah yang bernama Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS). Instrumen khusus untuk perbankan syariah ini menggantikan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang selama ini berlaku sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang telah diterbitkan. Penerbitan instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap akses likuiditas perbankan syariah. Instrumen ini bisa diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBIS dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) merupakan instrumen investasi yang diperlukan untuk memacu perkembangan perbankan syariah. Instrumen Sertifikat Wadiah bank Indonesia (SWBI) dengan tingkat return yang relatif menyebabkan perbankan syariah tidak memiliki banyak pilihan instrumen investasi yang kompetitif ketika terjadi ekses likuiditas, sehingga ekspansi penghimpunan dana menjadi tertahan. Keberadaan SBI Syariah dengan tingkat return yang setara atau mendekati tingkat bunga SBI konvesional akan menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik ketika masih diperlukannya waktu analisis sebelum penyaluran pembiayaan yang prudent dan berkualitas.8 8 http://www.bi.go.id/200 diakses pada tanggal 05 Juli 2008 Sebagaimana instrument peraturannya oleh Bank moneter Sentral, syariah penulis yang berkeinginan sudah ditetapkan menggambarkan bagaimana aplikasi instrumen ini dalam prakteknya, perkembangannya dan pengaruhnya terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah. Maka bertolak dari hal itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hal tersebut, dan penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Pengaruh Penempatan Dana Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk menghindari terlalu luasnya penelitian yang akan dilakukan, maka dalam penelitian ini hanya akan membahas pengaruh dari penempatan dana SBIS dan PUAS terhadap tingkat FDR perbankan syariah dari bulan Januari 2004 hingga maret 2006. meskipun ada faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah namun pada penelitian ini hanya dibatasi pada Dua variabel saja, yaitu SBIS dan PUAS, berupa instrumen yang disediakan oleh mempengaruhi FDR perbankan syariah. 2. Perumusan Masalah Bank Indonesia yang dianggap Bila pada Perbankan Konvensional pasca rekap (setelah masa krisis moneter) terjadi suatu fenomena berupa tingginya penempatan dana bank pada pos Sertifikat Bank Indosesia (SBI), hal ini merupakan kompensasi atas rendahnya Loan to Deposit Ratio (LDR) dimana bank harus mencari peluang untuk memperoleh margin bunga yang cukup besar tetapi dengan resiko penempatan dana yang rendah, kemudian berdasarkan hal trsebut, penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh adanya alokasi dana yang dilakukan oleh Perbankan Syariah pada SBIS dan PUAS terhadap FDR berhubungan dengan tersedianya piranti moneter yang berdasarkan prinsip syariah tersebut, maka masalah yang dapat penulis rumuskan adalah: a. Bagaimana pengaruh penempatan dana pada SBIS terhadap FDR perbankan syariah? b. Bagaimana pengaruh bonus PUAS terhadap FDR perbankan syariah? c. Faktor manakah yang lebih mempengaruhi FDR perbankan syariah? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui seberapa besar penempatan dana SBIS berpengaruh terhadap tingkat FDR perbankan syariah b. Untuk mengetahui apakah penempatan dana pada PUAS berpengaruh terhadap tingkat FDR perbankan syariah c. Untuk mengetahui faktor manakah yang lebih mempengaruhi FDR Perbankan Syariah 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfat dalam memberikan masukan antara lain: a. Bagi pemerintah, sebagai masukan bahwa SBIS dan PUAS itu tidak membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank syariah terserap, tetapi tetap produktif, maka pemerintah harus mendorong perkembangan bank syariah. b. Bagi Bank Syariah, berguna untuk para praktisi dan share holder bank syariah sebagai masukan dan informasi ilmiah bahwa dana-dana di bank syariah senantiasa produktif sekalipun SBIS lebih tinggi c. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk mengkomparasi teori-teori yang diperoleh kedalam praktek yang sesungguhnya,. d. Bagi ilmu pengetahuan, untuk menambah kepustakaan khususnya di bidang instrument moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk perbankan syaiah yaitu SBIS dan PUAS. D. Review Studi Terdahulu Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah: 1. “Analisa Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Nisbah Bagihasil Deposito Mudharabah dan Implikasinya terhadap Dana Pihak Ketiga (studi kasus Bank DKI Syariah Jakarta)”oleh: Surya Wijaya, UIN, Skripsi, 2007. penelitian ini membahas tentang pengaruh bunga SBI terhadap nisbah bagi hasil deposito mudharabah dan mengetahui bagaimana cara menentukan nisbah bagi hasil pada sisi pendanaan dan sisi pembiayaan bank dan diketahui bahwa terdapat pengaruh suku bunga SBI dalam menentukan nisbah bagi hasil. Sedangkan dalam skripsi yang di tulis oleh penulis menjaelaskan tentang pengaruh SBIS terhadap FDR perbankan syariah dan implikasinya terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) 2. “Pasar Uang Antar Bank Konvensional dan Pasar Uang Antar Bank Syariah(sebuah studi banding)” oleh: Sholihin, UIN, Skripsi, 2003. penelitian ini membahas tentang perbandingan pasar uang konvensional dan pasar uang antar bank syariah. Akan tetapi dalam skripsi ini tidak membahas tentang bagaiman perkembangan instrument moneter ini dari tahun ke tahun. Sedangkan dalam skripsi penulis membahas dan meniliti perkembangan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah dari bulan ke bulan dimulai dari tahun 2004 hingga 2006. 3. “ Penempatan SWBI dalam Industri Perbankan Syariah Indonesia, Studi Kasus Tahun 2001-2004” oleh: Tia Fitri Haryani , Pasca Sarjana UI, Tesis, 2005. Penelitian ini membahas tentang faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan SWBI dan mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi jumlah permintaan SWBI. Dan dalam skripsi yang penulis buat adalah lebih kepada factor-faktor yang mempengaruhi FDR perbankan yang mana salah satu faktornya adalah SWBI. E. Kerangka konsep dan Kerangka Teori Sarana untuk menempatkan kelebihan likuiditas tersebut sebenarnya sudah tersedia, yaitu melalui sarana Pasar Uang Antar Bank dengan berlandaskan prinsip syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. (SWBI) yang saat ini telah diganti dengan kebijakan baru yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) selain menjadi piranti untuk pengendalian uang beredar juga dijadikan sarana penitipan jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Dan Bank Indonesia menjalankan piranti PUAS agar bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan dana secara efisien, piranti yang digunakan dalam PUAS adalah Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA) yang menggunakan akad mudhârabah, oleh karena itu diduga bahwa penempatan dana pada SBIS dan PUAS berpengaruh pada FDR perbankan syariah. Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) Financing to Deposit Ratio (FDR) Pasar Uang antar Bank Syariah (PUAS) Independent Variable Dependent Variable Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesisnya adalah: Ho : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel PUAS dan SBIS terhadap FDR perbankan syariah Ha : Terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel PUAS dan SBIS terhadap tingkat FDR perbankan syariah F. Tehnik Penulisan Tehnik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi” fakultas syariah dan hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini pendahuluan ini berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Teori dan Kerangka Konsep, Hipotesis, serta Sistematika Penulisan BAB II : KERANGKA TEORITIS, membahas tentang pengertian, Landasan Hukum, Mekanisme dan penyelesaian Transaksi, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). pengertian, Landasan Hukum, Mekanisme dan penyelesaian Transaksi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Perbandingan Antara SWBI dan SBIS. Pengertian, Landasan Hukum, Mekanisme dan Penyelesaian Sengketa, perhitungan Imbalan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Dan pengertian tentang Financing to Deposit Ratio (FDR). BAB III : METODE PENELITIAN, membahas tentang Ruang Lingkup Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Tehnik Analisis Data. BAB IV : ANALISIS, pada bab ini membahas tentang Gambaran Umum Objek Penelitian, Analisis Data, Uji Stasioneritas, Pengujian Asumsi Klasik, Pengujian Hipotesis. BAB V : PENUTUP, yang terdiri dari kesimpulan dan saran. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL DAN GAMBAR vii ABSTARAK viii BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9 D. Review ٍStudy Terduhulu 10 E. Kerangka Teori dan Konsep 12 F. Hipotesis 13 G. Sistematika Penulisan 13 LANDASAN TEORI A. Sekilas tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia 15 B. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) 19 C. Perbandingan antara SWBI dan SBIS 30 D. Pengertian Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) E. Pengertian Financing to Deposit Ratio (FDR) BAB III 32 43 METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 45 B. Metode Pemgumpulan Data 46 a. Data Primer 47 b. Data Skunder 47 C. Tehnik Analisis Data 47 1. Analisis Kuantitatif a. Uji Normalitas Data 48 b. Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda 1) Multikolonearitas 49 2) Heteroskedastisitas 49 3) Auto korelasi 50 c. Uji Hipotesis BAB IV 51 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian a. Sejarah singkat Bank Indonesia 52 b. Visi, misi, Bank Indonesia 53 c. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia 54 B. Analisis Data 55 C. Uji Stasioneritas 58 D. Pengujian Asumsi Klasik 59 1. Pengujian Multikolonearitas 60 2. Pengujian Heterokedastisitas 61 3. Pengujian Auto korelasi 62 E. Pengujian Hipotesis BAB V 1. Uji F 63 2. Uji t 64 PENUTUP A. Kesimpulan 66 B. Saran 67 DAFTAR PUSTAKA 70 LAMPIRAN 72 DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 1. Tabel 4.1 Tingkat FDR Perbankan Syariah 52 2. Tabel 4.2 Posisi SBIS 53 3. Tabel 4.3 Posisi bonus PUAS 54 4. Tabel 4.4 Coeffisientsa 57 5. Tabel 4.5 Model summaryb 59 6. Tabel 4.6 Annovab 60 7. Gambar 1.1 Model kerangka berfikir 12 8. Gambar 4.1 Normal P-Plot of Regresion standadized Rasidual 56 9. Gambar 4.2 Graph scatter plot 58 ABSTRACT Penelitian ini secara khusus ingin mengetahui seberapa besar penempatan dana pada SBIS sebagai sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank syariah yang mengalami kelebihan likuiditas dan penempatan dana pada PUAS berpengaruh terhadap FDR perbankan syariah. Data penelitian ini bersumber dari Bank Indonesia dan juga dari berbagai buku, koran, tesis yang berhubungan dengan skripsi ini, data yang digunakan dimulai dari bulan Januari 2004 hingga Maret 2006. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel, hubungan tersebut diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat Y dengan dua variabel bebas X. Dari hasil analisis diketahui bahwa kedua variabel terikat yaitu variabel SBIS dan PUAS tidak secara bersama-sama dapat mempengaruhi FDR perbankan syariah. Dan hasil uji t menunjukan bahwa hanya variabel PUAS yang signifikan dalam mempengaruhi FDR perbankan syariah. Kata kunci: SWBI, SBIS, PUAS, FDR perbankan syariah, Analisis regresi linier berganda. DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 10. Tabel 4.1 Tingkat FDR Perbankan Syariah 52 11. Tabel 4.2 Posisi SBIS 53 12. Tabel 4.3 Posisi bonus PUAS 54 13. Tabel 4.4 Coeffisientsa 57 14. Tabel 4.5 Model summaryb 59 15. Tabel 4.6 Annovab 60 16. Gambar 1.1 Model kerangka berfikir 12 17. Gambar 4.1 Normal P-Plot of Regresion standadized Rasidual 56 18. Gambar 4.2 Graph scatter plot 58 ABSTRACT Penelitian ini secara khusus ingin mengetahui seberapa besar penempatan dana pada SBIS sebagai sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank syariah yang mengalami kelebihan liuiditas dan penempatan dana pada PUAS berpengaruh terhadap FDR perbankan syariah. Data penelitian ini bersumber dari Bank Indonesia dan juga dari berbagai buku, koran, tesis yang berhubungan dengan skripsi ini, data yang digunakan dimulai dari bulan Januari 2004 hingga Maret 2006. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi berganda, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel, hubungan tersebut diekspresikan dalam bentuk persamaan yang menghubungkan variabel terikat Y dengan dua variabel bebas X. Dari hasil analisis diketahui bahwa kedua variabel terikat yaitu variabel SBIS dan PUAS tidak secara bersama-sama dapat mempengaruhi FDR perbankan syariah. Dan hasil uji t menunjukan bahwa hanya variabel PUAS yang signifikan dalam mempengaruhi FDR perbankan syariah. Kata kunci: SBIS, PUAS, FDR perbankan syariah, Analisis regresi linier berganda. BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Masalah Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi penghimpunan dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending. Dalam menjalankan dua aktifitas besar tersebut, bank syariah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku. Utamanya adalah kaidah transaksi dalam pengumpulan dan penyaluran dana menurut islam. Namun bagi bank syariah, disamping harus memenuhi ketentuan kaidah islam, juga mengikuti kaidah hukum perbankan yang berlaku dan telah diatur oleh bank sentral.9 Ada beberapa prinsip yang digunakan bank syariah dalam mobilisasi yaitu dengan menggunakan prinsip sayembara, titipan, kerjasama bagi hasil. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip sayembara ialah Ju’alah, ju’alah adalah jenis akad atas manfaat sesuatu yang diduga kuat akan diperolehnya, misalnya, memenangkan suatu kompetisi tertentu. Ju’alah artinya janji hadiah atau upah. 9 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia kampus Fak Ekonomi UII), h.41 1 Pengertian secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqih berarti “suatu Iltizâm (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan”. Madzhab Maliki mendefinisikan Ju’alah: “Suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang”. Madzhab Syafi’i mendefinisikannya: “Seseorang yang menjanjikan suatu upah kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu kepadanya”. Dasar hukum jua’lah menurut Madzhab Maliki, Syaf’i dan Hanbali berpendapat, bahwa Ju’alah boleh dilakukan. dengan alasan firman Allah SWT dalam surat Yusuf ayat 72:10 ☺ ☺ )* &'( "$% (٧٢: ) ف+),Artinya Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya". 10 M.Ali Hasan, Bagaimana Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 267-268 Sedangkan akad yang sesuai dengan prinsip titipan adalah Wadi’ah, secara etimologi, kata al-wadi’ah berarti menempatkan sesuatu yang bukan pada pemiliknya untuk dipelihara.11 Sedangkan akad yang sesuai dengan prinsip kerjasama bagi hasil adalah Mudhârabah, yaitu salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam berbisnis. Akad mudhârabah dibolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang pakar dalam memutarkan uang.12 Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian Nasional demi menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas perbankan ini sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia 1997. Krisis Moneter yang terjadi pada akhir Juli 1997 menimbulkan dampak hebat terhadap seluruh sektor perekonomian, jatuhnya nilai rupiah langsung meravaluasi seluruh valuta asing perbankan baik asset maupun kewajibannya. Akibatnya ketika banyak nasabah yang melakukan penarikan tiba-tiba terhadap 11 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, cet 1 2000) h. 244 12 Ibid, h. 175 simpanan valuta asing perbankan tidak memiliki cadangan likuiditas yang cukup untuk memenuhinya.13 Likuditas bank biasanya disebut alat likuid atau reserve requirtment atau simpanan uang di Bank Indonesia dalam bentuk giro dalam jumlah yang ditentukan, disebut Giro Wajib Minimum (GWM). Dengan demikian, suatu bank syariah dikatakan likuid apabila:14 1. Dapat memelihara Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2. dapat memelihara Giro di Bank Koresponden. Giro di Bank Koresponden adalah rekening yang dipelihara di Bank Koresponden yang besarnya ditetapkan berdasarkan saldo minimum. 3. dapat memelihara sejumlah kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai. Selanjutnya bank yang berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan penyalur pengguna dana ini dalam aktifitasnya sangat besar dapat mengalami kekurangan ataupun kelebihan likuiditas. Kekurangan likuiditas ini dapat disebabkan oleh perbedaan jangka waktu antara penerimaan dan penanaman dana, 13 Muhammad, dkk, Bank Syariah; Analisis, Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancama, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), cet ke 3, h. 69-70 14 39 Imam Rusyamsi, Asset Liability Management, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN), 1999, h. sedangkan kelebihan likuiditas dapat terjadi karena dana yeng terhimpun belum disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Untuk mengatasi hal tersebut dan untuk mengendalikan uang yang beredar, Bank Indonesia mengelurakan kebijakan moneter dengan melakukan Oprasi Pasar Terbuka (OPT) berdasarkan prinsip syariah, dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sertifikat Wadiah Bank Indonesia mulai diberlakukan pada ketentuan BI Nomor 2/9/PBI/2000, dan sampai bulan Juni 2006 posisi SWBI mencapai Rp. 1,188 triliun. SWBI juga dapat menjadi sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Sedangkan dalam upaya meningkatkan efisiensi pengelolaan dana secara syariah, Bank Indonesia membentuk Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS) sebagai suatu kegiatan jangka pendek dalam rupiah berdasarkan prinsip mudhârabah. Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor. 36/DSN-MUI/x/ 2002, tentang SWBI disebutkan bahwa SWBI dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi likuiditasnya. Dengan kata lain, pada saat dimana bank syariah memeliki kesulitan dalam menyalurkan dana-dananya sehingga menyebabkan over liquidity, maka bank syariah dapat menanamkan dana tersebut dalam instrument moneter yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) seperti SWBI dan PUAS.15 Posisi SWBI yang ada di Bank Indonesia mengalami peningkatan pada bulan Januari 2003 sampai Januari 2004 hingga mencapai Rp. 2 Triliun. Kemudian posisi terus menurun sampai bulan November 2004 dengan posisi terendah sebesar Rp. 309 Milyar, pada bulan Juli 2004 posisi SWBI berfluktuasi pada Desember 2004 sampai November 2005, kemudian berada diposisi tertinggi sebesar Rp. 2.395 Triliun pada Desember 2005. Faktor yang diperkirakan mendukung peningkatan posisi SWBI adalah perbankan syariah membutuhkan alokasi pada kelebihan likuiditas yang dialami, sementara pada saat yang sama terjadi beberapa penyebab yang membuat perbankan syariah tidak menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada sektor riil, diantaranya faktor risiko. Hal ini juga diperkirakan berarti bahwa penempatan dana pada SWBI cukup menarik perbankan syariah pada saat terjadi kelebihan likuiditas, oleh karena itu diduga penempatan dana pada SWBI mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah, begitu juga dengan PUAS dimana tingkat PUAS diduga cukup menarik pihak perbankan syariah untuk menempatkan dananya, sehingga diduga bahwa tingkat bonus PUAS mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah kepada sektor perbankan yang selama ini diakui sebagai lembaga perantara antara pemilik modal dan pengguna modal. 15 Bank Indonesia, peratuaran BI tentang SWBI, peraturan Bi No. 6/ 7/ PBI/ 2004 Tanggal 16 Februari 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 20 DPM. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4386 DPM. Pasal 1 dan pasal 13 Kini, Bank syariah memiliki alternatif tambahan dalam pengelolaan dana investasinya. Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan instrumen moneter berbasis syariah yang bernama Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS). Instrumen khusus untuk perbankan syariah ini menggantikan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang selama ini berlaku sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang telah diterbitkan. Penerbitan instrumen investasi syariah yang kompetitif untuk menyerap akses likuiditas perbankan syariah. Instrumen ini bisa diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah, maupun pihak swasta. Terbitnya SBIS dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) merupakan instrumen investasi yang diperlukan untuk memacu perkembangan perbankan syariah. Instrumen Sertifikat Wadiah bank Indonesia (SWBI) dengan tingkat return yang relatif menyebabkan perbankan syariah tidak memiliki banyak pilihan instrumen investasi yang kompetitif ketika terjadi ekses likuiditas, sehingga ekspansi penghimpunan dana menjadi tertahan. Keberadaan SBI Syariah dengan tingkat return yang setara atau mendekati tingkat bunga SBI konvesional akan menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik ketika masih diperlukannya waktu analisis sebelum penyaluran pembiayaan yang prudent dan berkualitas.16 16 http://www.bi.go.id/200 diakses pada tanggal 05 Juli 2008 Sebagaimana instrument peraturannya oleh Bank moneter Sentral, syariah penulis yang berkeinginan sudah ditetapkan menggambarkan bagaimana aplikasi instrumen ini dalam prakteknya, perkembangannya dan pengaruhnya terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah. Maka bertolak dari hal itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hal tersebut, dan penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Pengaruh Penempatan Dana Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah” I. Pembatasan dan Perumusan Masalah 3. Pembatasan Masalah Untuk menghindari terlalu luasnya penelitian yang akan dilakukan, maka dalam penelitian ini hanya akan membahas pengaruh dari penempatan dana SBIS dan PUAS terhadap tingkat FDR perbankan syariah dari bulan Januari 2004 hingga maret 2006. meskipun ada faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah namun pada penelitian ini hanya dibatasi pada Dua variabel saja, yaitu SBIS dan PUAS, berupa instrumen yang disediakan oleh mempengaruhi FDR perbankan syariah. 4. Perumusan Masalah Bank Indonesia yang dianggap Bila pada Perbankan Konvensional pasca rekap (setelah masa krisis moneter) terjadi suatu fenomena berupa tingginya penempatan dana bank pada pos Sertifikat Bank Indosesia (SBI), hal ini merupakan kompensasi atas rendahnya Loan to Deposit Ratio (LDR) dimana bank harus mencari peluang untuk memperoleh margin bunga yang cukup besar tetapi dengan resiko penempatan dana yang rendah, kemudian berdasarkan hal trsebut, penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh adanya alokasi dana yang dilakukan oleh Perbankan Syariah pada SBIS dan PUAS terhadap FDR berhubungan dengan tersedianya piranti moneter yang berdasarkan prinsip syariah tersebut, maka masalah yang dapat penulis rumuskan adalah: a. Bagaimana pengaruh penempatan dana pada SBIS terhadap FDR perbankan syariah? b. Bagaimana pengaruh bonus PUAS terhadap FDR perbankan syariah? c. Faktor manakah yang lebih mempengaruhi FDR perbankan syariah? J. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui seberapa besar penempatan dana SBIS berpengaruh terhadap tingkat FDR perbankan syariah b. Untuk mengetahui apakah penempatan dana pada PUAS berpengaruh terhadap tingkat FDR perbankan syariah c. Untuk mengetahui faktor manakah yang lebih mempengaruhi FDR Perbankan Syariah 4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfat dalam memberikan masukan antara lain: a. Bagi pemerintah, sebagai masukan bahwa SBIS dan PUAS itu tidak membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank syariah terserap, tetapi tetap produktif, maka pemerintah harus mendorong perkembangan bank syariah. b. Bagi Bank Syariah, berguna untuk para praktisi dan share holder bank syariah sebagai masukan dan informasi ilmiah bahwa dana-dana di bank syariah senantiasa produktif sekalipun SBIS lebih tinggi c. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk mengkomparasi teori-teori yang diperoleh kedalam praktek yang sesungguhnya,. d. Bagi ilmu pengetahuan, untuk menambah kepustakaan khususnya di bidang instrument moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk perbankan syaiah yaitu SBIS dan PUAS. K. Review Studi Terdahulu Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah: 1. “Analisa Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Nisbah Bagihasil Deposito Mudharabah dan Implikasinya terhadap Dana Pihak Ketiga (studi kasus Bank DKI Syariah Jakarta)”oleh: Surya Wijaya, UIN, Skripsi, 2007. penelitian ini membahas tentang pengaruh bunga SBI terhadap nisbah bagi hasil deposito mudharabah dan mengetahui bagaimana cara menentukan nisbah bagi hasil pada sisi pendanaan dan sisi pembiayaan bank dan diketahui bahwa terdapat pengaruh suku bunga SBI dalam menentukan nisbah bagi hasil. Sedangkan dalam skripsi yang di tulis oleh penulis menjaelaskan tentang pengaruh SBIS terhadap FDR perbankan syariah dan implikasinya terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) 4. “Pasar Uang Antar Bank Konvensional dan Pasar Uang Antar Bank Syariah(sebuah studi banding)” oleh: Sholihin, UIN, Skripsi, 2003. penelitian ini membahas tentang perbandingan pasar uang konvensional dan pasar uang antar bank syariah. Akan tetapi dalam skripsi ini tidak membahas tentang bagaiman perkembangan instrument moneter ini dari tahun ke tahun. Sedangkan dalam skripsi penulis membahas dan meniliti perkembangan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah dari bulan ke bulan dimulai dari tahun 2004 hingga 2006. 5. “ Penempatan SWBI dalam Industri Perbankan Syariah Indonesia, Studi Kasus Tahun 2001-2004” oleh: Tia Fitri Haryani , Pasca Sarjana UI, Tesis, 2005. Penelitian ini membahas tentang faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan SWBI dan mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi jumlah permintaan SWBI. Dan dalam skripsi yang penulis buat adalah lebih kepada factor-faktor yang mempengaruhi FDR perbankan yang mana salah satu faktornya adalah SWBI. L. Kerangka konsep dan Kerangka Teori Sarana untuk menempatkan kelebihan likuiditas tersebut sebenarnya sudah tersedia, yaitu melalui sarana Pasar Uang Antar Bank dengan berlandaskan prinsip syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. (SWBI) yang saat ini telah diganti dengan kebijakan baru yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) selain menjadi piranti untuk pengendalian uang beredar juga dijadikan sarana penitipan jangka pendek khususnya bagi bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Dan Bank Indonesia menjalankan piranti PUAS agar bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dapat juga mengelola kelebihan dan kekurangan dana secara efisien, piranti yang digunakan dalam PUAS adalah Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA) yang menggunakan akad mudhârabah, oleh karena itu diduga bahwa penempatan dana pada SBIS dan PUAS berpengaruh pada FDR perbankan syariah. Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) Financing to Deposit Ratio (FDR) Pasar Uang antar Bank Syariah (PUAS) Independent Variable Dependent Variable Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesisnya adalah: Ho : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel PUAS dan SBIS terhadap FDR perbankan syariah Ha : Terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel PUAS dan SBIS terhadap tingkat FDR perbankan syariah M. Tehnik Penulisan Tehnik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi” fakultas syariah dan hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. N. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini pendahuluan ini berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Kerangka Teori dan Kerangka Konsep, Hipotesis, serta Sistematika Penulisan BAB II : KERANGKA TEORITIS, membahas tentang pengertian, Landasan Hukum, Mekanisme dan penyelesaian Transaksi, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). pengertian, Landasan Hukum, Mekanisme dan penyelesaian Transaksi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Perbandingan Antara SWBI dan SBIS. Pengertian, Landasan Hukum, Mekanisme dan Penyelesaian Sengketa, perhitungan Imbalan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). Dan pengertian tentang Financing to Deposit Ratio (FDR). BAB III : METODE PENELITIAN, membahas tentang Ruang Lingkup Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Tehnik Analisis Data. BAB IV : ANALISIS, pada bab ini membahas tentang Gambaran Umum Objek Penelitian, Analisis Data, Uji Stasioneritas, Pengujian Asumsi Klasik, Pengujian Hipotesis. BAB V : PENUTUP, yang terdiri dari kesimpulan dan saran. BAB II LANDASAN TEORI A. Sekilas tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Sertifikat Wadiah Bank Indonesia bukan merupkan cara penghimpunan dana bank syariah, tetapi merupakan prinsip yang diterapkan oleh Bank Indonesia pada saat bank syariah kelebihan dana dan dititipkan ke Bank Indonesia. Landasan syariah dan ketentuan tentang sertifikat wadiah Bank Indonesia diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 36/DSNMUI/X/2002, dimana fatwa tersebut sebagai landasan syariahnya. Dimana dalam fatwa tersebut sebagai landasan syariahnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 283: '⌧9 456 /)123 . =>⌧3 < :; .JC DEFGHI ⌦@AB'C N+( ;LM+( KI* K☺( QR O,⌧PCC R TUVWP S12@I* ☺WL YZ L SV X ]`☺Wa>b I 4 6\ @]^_ L S>C ⌦;) ScJC .(☺( ☺ d ( ٢٨٣ : ) ا+),e Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang 15 mengetahui apa yang kamu kerjakan. yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Selain itu ketentuan syariah tentag Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang tercantum dalam fatwa tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya. 2. Akad yang digunakan untuk instrumen SWBI adalah akad wadiah sebagaimana diatur dalam fatwa DSN Nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro dan fatwa DSN Nomor 02/DSN-MUI/2000 tentang tabungan. 3. Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. 4. SWBI tidak boleh diperjual belikan. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) diatur dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia tertanggal 23 Februari 2000. Karakteristik, jumlah dan jangka waktu penitipan dana (PBI 2/9/PBI/2000, pasal 2-5) adalah sebagai berikut 1. Bank Indonesia dapat menerima penitipan dana dari bank syariah atau unit usaha syariah dengan menggunakan prinsip wadiah dan sebagai bukti penitipan Bank Indonesia menerbitkan sertifikat wadiah Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana yang diperhitungkan pada saat jatuh waktu. 2. Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000, (lima ratus juta rupiah) dan penitipan diatas jumlah tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) 3. jangka waktu penitipan dana ditetapkan 1 (satu) minggu, 2 (dua) minggu dan 1 (satu) bulan yang dinyatakan dalam hari. Tatacara penyelesaian jatuh waktu transaksi penitipan dana (PBI 2/9/PBI/2000, pasal 10-11) adalah sebagai berikut: 1. pada saat jatuh waktu penitipan dana Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Bank atau UUS pada Bank Indonesia sebesar nilai titipan dana. 2. dalam hal Bank Indonesia memberikan bonus pada saat jatuh waktu penitipan maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro bank sebesar nilai bonus. Besarnya bonus akan dihitung dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) yang merupakan rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan Sertifikat Mudharabah Antarbank (SIMA) yang terjadi di PUAS pada tanggal penitipan dana. Dalam data tidak tersedia, besarnya bonus akan dihitung dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAS terakhir yang terjadi atau rata-rata tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sebelum didistribusikan pada bulan sebelum nya dari seluruh bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan UUS. Sanksi yang berkaitan dengan transaksi penitipan dana adalah sebagai berikut: 1. dalam hal saldo rekening giro bank syariah atau UUS tidak mencukupi untuk menyelesaikan tersebut maka transaksi penempatan dana dibatalakan dan atas pembatalan tersebut bank syariah atau UUS dikenakan sanksi administrative berupa surat peringatan. 2. dalam hal pembatalan transaksi penitipan dana karena saldo rekening giro bank syariah atau UUS pada Bank Indonesia tidak mencukupi untuk menyelesaikan transaksi penitipan dana lebih dari 2 (dua) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan maka atas pembatalan yang ketiga dan seterusnya dikenakan sanksi administrative berupa surat peringatan dan membayar 1%o (satu permil) dari kekurangan penitipan dana. 3. Bagi bank syariah atau UUS yang mengambil titipan dana sebelum jatuh waktu tidak diberikan bonus. Tanpa mengurangi ketentuan tersebut terhadap bank atau yang mengambil titipan dana sebelum jangka waktu penitipan berakhir dikenakan biaya administrasi.17 No Besaran Untuk jumlah titipan dana a Rp. 5.000.000 Sampai dengan Rp. 100 Miliar b Rp. 10.000.000 Diatas Rp.100 Miliar sampai dengan Rp.500 Miliar c Rp. 15.000.000 Diatas Rp. 500 Miliar B. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Instrumen moneter ini sekaligus menjawab keluhan perbankan syariah. Pasalnya, selama ini bank syariah merasa diperlakukan berbeda dengan bank konvensional, yang telah lebih dulu menikmati Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Konvensional. ”ketentuan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) diterbitkan guna meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah melalui Oprasi Pasar Terbuka”. Awalnya, usulan penerbitan SBI Syariah disinyalir dari adanya keluhan-keluhan bank syariah. Perbankan syariah menilai return penempatan dana Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) lebih 17 Wiroso, PenghimpunanDana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah,( Jakarta: PT. Grasindo, 2005), h. 27-32 rendah dibanding dengan penempatan dana bank konvensional di SBI. Untuk itu, mereka meminta keadilan kepada Bank Indonesia agar menerbitkan SBI Syariah. Dalam Peraturan Bank Indonesia disebutkan bahwa SBI Syariah diterbitkan melalui mekanisme lelang. Pihak yang berhak mengikuti lelang adalah Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan pialang yang bertindak atas nama BUS atau UUS. Hanya, BUS atau UUS baru dapat mengikuti lelang SBIS jika memenuhi persyaratan Financing To Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah dapat merepokan Sertifikat Bank Indonesia Syariah miliknya kepada Bank Indonesia dengan terlebih dahulu menandatangani perjanjian penggunaan SBIS dalam rangka Repo SBIS. Terhadap Repo SBIS, Bank Indonesia akan mengenakan biaya kepada BUS atau UUS. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia Syariah:18 1. Menggunakan akad Ju’alah 2. Satuan unit sebesar satu juta Rupiah 3. Berjangka waktu paling kurang satu bulan dan paling lama 12 bulan 4. Diterbitkan tanpa warkat 5. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, dan 6. Tidak dapat diperdagangkan di pasar skunder. 18 http://bi.go.id/NR/rdonrlyres/832BI697-87E5-4735, diakses pada tanggal 5 Agustus 2008 1. Landasan Hukum Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Setelah lama dinanti oleh perbankan syariah, akhirnya Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)19. PBI itu mulai diberlakukan sejak 31 Maret 2008. Beleid tersebut dikeluarkan setelah Bank Indonesia mengantongi izin dari Dewan Syariah Nasional-Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) untuk menerbitkan SBIS. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia ini, maka Peraturan Bank Indonesia Nomor. 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Semua istilah SWBI yang selama ini digunakan dalam ketentuan Bank Indonesia yang masih berlaku, harus dibaca sebagai SBIS. Dan ketentuan lebih lanjut dari peraturan BI ini diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia, termasuk diantaranya tentang Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/16/ DPM tanggal 31 Maret 2008 tentang tata cara penerbitan SBIS melalui lelang. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/37/DPM tanggal 8 Agustus 2005 tentang tata cara pelaksanaan dan penyelesaian SWBI dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008. Dan Surat Edaran No. 19 Syariah Bank Indonesia, Peraturan BI No. 10/ 11/ PBI/ 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia 10/17/DPM tanggal 31 Maret 2008 tentang tata cara transaksi Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia. Berdasarkan fatwa DSN-MUI, SBIS selain menggunakan akad Ju’alah juga dapat dierbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah.20 2. Peranan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Di tahun 2008, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,4%. Pertumbuhan 6,4% tersebut terutama diharapkan dari pertumbuhan investasi. Berdasarkan prospek kondisi makro ekonomi indonesia tersebut, maka dapat diprediksikan pertumbuhan industri perbankan syariah pada tahun depan masih akan menikmati high-growth dibandingkan pertumbuhan perbankan secara nasional. Kondisi perekonomian secara umum akan mempengaruhi pendapatan masyarakat dan kemampuannya dalam melakukan konsumsi dan saving (tabungan). Pada saat yang sama kapasitas perbankan untuk melakukan pembiayaan sektor riil banyak dipengaruhi oleh besarnya dana masyarakat yang mampu diserap dalam bentuk tabungan. Kini, bank syariah memiliki alternatif tambahan dalam pengelolaan dana investasinya. Bank Indonesia telah menerbitkan instrumen moneter berbasis syariah yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Instrmen khusus 20 www.bi.go.id diakses pada tanggal 5 Agustus 2008 untuk perbankan syariah ini menggantikan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang selama ini berlaku sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008. Regulasi yang dinanti-nantikan oleh para pelaku perbankan syariah yaitu berupa pemberlakuan undang-undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), penghapusan pengenaan pajak berganda (double taxtion) pada transaksi syariah dan pemberlakuan UU Perbankan Syariah. Kehadiran SBI Syariah setidaknya merupakan langkah awal dan sinyal untuk memantapkan dan meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah dari berbagai masalah krusial yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah, DPR, dan BI. Terlebih, SBI Syariah dengan tingkat return yang setara atau mendekati bunga SBI Konvensional akan menjadi pilihan instrumen investasi yang menarik disaat perbankan mengalami kelebihan likuiditas serta akan membuat perbankan syariah untuk aktif menggenjot perolehan dana pihak ketiga (DPK) yang selama ini masih lebih banyak membatasi diri. Penempatan dana perbankan syariah di instrumen Bank Indonesia selama ini terbilang kecil. SBI Syariah hanya sebagai wadah atau instrumen alternatif sementara, alternatif investasi disaat bank mengalami kelebihan likuiditas. Meski demikian, menyimak kondisi sekarang dengan share perbankan syariah masih relatif kecil dibandingkan bank konvensional, tentunya peran ideal bank dan lembaga keuangan syariah unutuk mengatasi kelebihan likuiditas belum begitu terasa. Dalam kondisi seperti ini, salah satu elemen pokok dalam sistem ekonomi islam, yaitu pemerintah (regulator), perlu mengambil alaih dan memegang peranan kunci perekonomian dengan didukung oleh kalangan lembaga keuangan syariah. 21 3. Mekanisme dan Penyelesaian Transaksi SBIS Dalam transaksi SBIS yang memakai akad Jua’alah (sayambara) terdapat mekanisme-mekanisme yang harus diikuti dan dipatuhi, dan didalamnya juga terdapat sanksi-sanksi yang dikenakan pada BUS atau UUS apabila ada yang tidak mematuhi atau membuat kesalahan didalam menjalankan mekanisme lelang SBIS tersebut, adapun mekanisme lelang tersebut adalah: a. Mekanisme Lelang SBIS 1) Bank Indonesia (BI) mengumumkan rencana lelang SBIS paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBIS, antara lain meliputi :22 a) BUS atau UUS yang dapat mengikuti lelang SBIS (FDR > 80% dan tidak sedang dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS); b) jangka waktu SBIS; 21 Faisalsaleh.wordpress.com/2008/04/08/sbi-syariah-momentum-optimalisasi-bank-syariah/ dikutip pada tanggal 10 Agustus 2008 22 www.bi.go.id/web/id/peraturan/moneter/se_101608-htm-44k, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2008 c) tingkat imbalan, yang mengacu kepada tingkat diskonto hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu sama yang diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sbb : (1) Dalam hal lelang SBI menggunakan metode fixed rate tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan tingkat diskonto hasil lelang SBI. (2) Dalam hal lelang SBI menggunakan metode variable rate tender, maka imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI. d) Tanggal transaksi, dan e) Tanggal setelmen. 2). Pada hari pelaksanaan lelang SBIS (hari Rabu pukul 10.0012.00WIB), BUS atau UUS atau Pialang mengajukan penawaran kuantitas SBIS yang akan dibeli kepada BI cq. DPM-BOpM melalui BI-SSSS. 3). BI cq DPM-BOpM mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window time SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui BI-SSSS dan sistem LHBU. 4). BI menetapkan kuantitas pemenang lelang SBIS berdasarkan jumlah penawaran kuantitas yang diterima atau berdasarkan perhitungan kuantitas secara proporsional. 5). BI cq. DPM-PTPM melakukan setelmen hasil lelang SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan lelang SBIS (same day settlement) dengan cara : a) mendebet rekening giro pemenang lelang dalam rangka setelmen dana; dan b) mengkredit rekening surat berharga pemenang lelang dalam rangka setelmen surat berharga; masing-masing sebesar nilai nominal SBIS yang dimenangkan. 6). Dalam hal BUS atau UUS tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban setelmen dana sebagaimana dimaksud pada butir 1.a sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, maka hasil lelang SBIS yang dimenangkan BUS atau UUS yang bersangkutan dinyatakan batal. 7). BI juga dapat membatalkan hasil lelang SBIS antara lain dalam hal penawaran yang masuk dinilai berada di luar kewajaran dari perkiraan potensi likuiditas. Pembatalan tersebut diumumkan oleh BI setelah window time SBIS ditutup pada hari pelaksanaan lelang, secara individual kepada peserta lelang melalui BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui BI-SSSS dan sistem LHBU. BUS atau UUS akan dikenakan sanksi jika transaksi SBIS oleh BUS atau UUS dinyatakan batal karena dua hal. Pertama, tidak memiliki saldo rekening giro yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi pembelian SBIS. Kedua, tidak memiliki saldo rekening surat berharga dan saldo rekening giro yang cukup untuk menyelesaikan transaksi pembelian SBIS. Sanksi yang akan dikenakan adalah sebagai berikut: Sanksi 1). Terhadap pembatalan hasil lelang SBIS karena saldo rekening giro yang tidak mencukupi, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nominal SBIS yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan; 2). Apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS telah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, maka selain mendapatkan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar, BUS atau UUS juga dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya dan larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturutturut. Penghitungan 3 (tiga) kali teguran tertulis tersebut memperhitungkan juga Repo SBIS oleh BUS atau UUS yang dinyatakan batal. b. Mekanisme Repo SBIS Selain terdapat mekanisme lelang SBIS juga terdapat mekanisme Repo SBIS dimana BUS atau UUS dapat merepokan SBIS miliknya kepada Bank Indonesia dengan terlebih dahulu menandatangani perjanjian penggunaan SBIS dalam rangka Repo SBIS. Terhadap Repo SBIS , Bank Indonesia akan mengenakan biaya kepada BUS atau UUS. Adapun mekanisme Repo SBIS adalah sebagai berikut:23 1). Bank Indonesia (BI) cq. DPM-BOpM mengumumkan Biaya Repo SBIS dan jangka waktu Repo SBIS (1 hari kerja) yang berlaku melalui BI-SSSS dan atau sistem LHBU paling lambat sebelum window time Repo SBIS dibuka. 2). BUS atau UUS yang sebelumnya telah menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS dalam rangka Repo dan tidak dalam masa pengenaan sanksi larangan mengajukan Repo SBIS, mengajukan Repo SBIS secara langsung melalui BI-SSSS selama window time (pukul 16.00 WIB s.d 17.00 WIB pda setiap hari kerja) dengan mencantumkan jumlah nominal Repo SBIS dan seri SBIS yang diagunkan (minimal memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat Repo SBIS jatuh waktu). 23 www.bi.go.id/web/id/peraturan/moneter/se_101708-htm-42k, dikutip pada tanggal 10 Agustus 2008 3). Terhadap Repo SBIS, dikenakan Biaya repo SBIS dengan perhitungan sbb: Biaya repo SBIS = (BI rate + 300bps) x (t÷360) x (Nilai nominal Repo SBIS) dimana t = jumlah hari kalender Repo SBIS 4). BI cq. DPM-PTPM melakukan Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dalam rangka Repo SBIS pada hari kerja yang sama dengan hari pelaksanaan transaksi (same day settlement) melalui mekanisme delivery versus payment melalui BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross). Sanksi Dalam mekanisme lelang Repo juga terdapat sanksi-sanksi yang akan diberikan apabila terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan mekanisme lelang Repo SBIS, dimana apabila saldo rekening surat berharga dan saldo rekening giro yang tidak mencukupi, adapun sanksi-sankinya adalah sebagai berikut: 1). Terhadap pembatalan setelmen first leg dan second leg Repo SBIS karena saldo rekening surat berharga dan saldo rekening giro yang tidak mencukupi, BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai setelmen yang dibatalkan atau paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pembatalan; 2). Apabila dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, BUS atau UUS telah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali, maka selain mendapatkan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar, BUS atau UUS juga dikenakan sanksi larangan mengajukan Repo SBIS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut dan pemberhentian sementara untuk mengikuti lelang SBIS sampai dengan lelang minggu berikutnya. 3). Penghitungan 3 (tiga) kali teguran tertulis tersebut memperhitungkan juga pembelian SBIS oleh BUS atau UUS yang dinyatakan batal. C. Perbandingan Antara SWBI dan SBIS Sebagaimana peraturan yan telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang mana peraturan ini telah mengganti kebijakan Peraturan Bank Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Dan dengan dikeluarkannya peraturan baru ini, peraturan Bank Indonesia No. 6/7/PBI/2004 tanggal 16 februari 2004 tentang SWBI dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang dalam prakteknya menggunakan akad Ju’alah yaitu mekanisme transaksinya dalam bentuk lelang, dan lelang tersebut akan dimenangkan oleh salah satu BUS atau UUS yang mengikuti lelang tersebut, sedangkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia memakai akad Wadiah yang berarti titipan dana bank yang menyimpan dananya di SWBI akan mendapatkan bonus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penempatan dana perbankan syariah pada instrument Bank Indonesia selama ini terbilang kecil, pada akhir November 2007, misalnya, total dana bank syariah yang mengendap di SWBI tercatat hanya sebesar 1.64 Triliun. Sedangkan nilai posisi out standing pembiayaan mengucur dari bank syariah mencapai Rp. 26.55 Triliun. Dengan total DPK dibank syariah mencapai Rp. 25.66 Triliun. Jadi rata-rata FDR perbankan syariah adlah 103.5%. Bank Indonesia untuk pertama kalinya melakukan lelang SBIS, instrument SBIS ini dilelang bersamaan dengan SBI 1 buulan dan SBI 3 bulan. Dalam lelang perdana, SBIS ini berjanga 1 bulan (28 hari) dengan tingkat imbalan 7.97 persen menyerap semua penawaran yang masuk dari investor sebesar 1.14 Triliun. Frekuensi penawaran lelang adalah 16 transaksi, tanggal setelmen dilakukan 2 April 2008 yang akan jatuh tempo pada 30 April 2008. Kehadiran SBIS setidaknya merupakan awal da sinyal dari berbagai masalah krusial yang harus segara diselesaikan oleh pemerintah, DPR dan Bank Indonesia. Terlebih, SBIS dengan tingkat return yang setara atau mendekati bunga SBI konvensional akan menjadi pilihan instrument investasi yang cukup menarik disaat bank syariah mengalami kelebihan likuiditas serta akan membuat perbankan syariah aktif menggenjot perolehan dan apihak ketiga (DPK) yang selama ini masih banyak membatsi diri. Dengan adanya instrument baru tersebut, bank syariah tidak perlu takut untuk menerima dana dari pihak ketiga dari individu atau korporat dalam jumlah besar. Saat ini banyak bank umum ataupun unit usaha syariah yang enggan menerima dana masyarkat yang bernilai besar karena kuatir tidak mampu menyalurkannya. Bila hal tersebut dipaksakan, akibatnya bagi hasil yang diterima pemilik dana justru akan mengecil dan tingkat pembiayaan bermasalah akan meningkat. Dalam skripsi ini penulis menggunakan laporan bulanan yatiu dari bulan Januari 2004 sampai Maret 2006, yang mana pada saat itu masih menggunakan kebijakan SWBI dan masih belum bisa dikeluarkannya data SBIS dikarenakan belum mencapai satu tahun, dan oleh karena itu data yang diperoleh dan diolahpun adalah menggunakan data SWBI tahun 2004-2006.24 D. Pengertian Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) Pasar uang antarbank berdararkan prinsip syariah merupakan salah satu sarana untuk memenuhi likuiditas bank-bank karena kalah kliring. Pasar uang antarbank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam-meminjam dana antar satu bank 24 http://faisalsaleh.wordpress.com/2008/04/08/sbi-syariah-momentum-optimalisasi-banksyariah/ diakses pada tanggal 9 Desember 2008 dengan bank yang lainnya. Transaksinya dilakukan secara langsung melalui telepon dan melalui lembaga kliring.25 Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor. 37/DSN-MUI/2002, pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antar peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pasal 1 butir 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 2/8/PBI/2000, memberikan definisi PUAS yang lebih teknis, yaitu kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah.26 Sedangkan pengertian mudharabah pada pasal 1 butir (5) PBI tersebut adalah ”Perjanjian antara penanaman dana dan pengelolaan dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya”.27 1. Landasan Hukum PUAS Ketentuan mengenai PUAS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) yang dikeluarkan tanggal 23 Februari 2000 jo PBI 25 Herman Darmawi, Pasar Financial dan Lembaga-lembaga Financial,( Jakarta: PT. Bumi Aksara cet 1 2006), h.98 26 27 ke 2 h. 142 Bank Indonesia, Peraturan BI No. 2/ 8/ PBI/ 2000, tentang PUAS, pasal 1 butir 4. Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2005), cet No. 7/26/PBI/2005 tanggal 8 Agustus 2005 tentang perubahan atas PBI No.2/8/PBI/2000 tentang PUAS. Mengenai PUAS ini juga telah dikeluarkan Fatwa DSN-MUI, yaitu Fatwa DSN–MUI No. 37/DSN-MUI/X/2000 tanggal 23 Oktober 2002 Masehi atau 16 Sya’ban 1423 Hijriah.28 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 37/DSN-MUI/X/2002 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), memutuskan bahwa pasar uang antar bank yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank berdasarkan bunga. Dan pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah, dimana pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek antar peserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 2. Strategi Pengembangan PUAS Strategi pengembangan pasar uang syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem pasar uang konvensional yang dilakukan secara komprehensif dengan mengacu kepada analisis, kekuatan dan kelemahan pasar uang syariah saat ini. Upaya tersebut dilakukan 28 melalui peningkatan keahlian sumber daya manusia, Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan Syariah dan Perasuransian di Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2006), h. 110 penyempuranaan ketentuan dan program sosialisasi. Fokus utama strategi pengembangan pasar uang syariah meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Penciptaan instrumen pasar uang syariah Surat-surat berharga yang beredar di pasar keuangan konvensional adalah surat-surat berharga berbasis bunga sehingga perbankan syariah tidak dapat memanfaatkan pasar uang yang ada, kalaupun ada juga saham sebagai surat tanda penyertaan modal yang berbasis bagi hasil, dan masih memerlukan penelitian, apakah objek penyertaan tersebut terbebas dari kegiatan yang tidak disetujui oleh islam. Dengan kata lain, harus ada kepastian bahwa emiten tidak menyelenggarakan perniagaan barangbarang yang dilarang oleh syariah islam atau mengandung unsur riba, maisir (perjudian dan spekulasi) dan gharar (ketidakjelasan dan menipulatif) Dan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dana, bank syariah dapat melakukan kegiatan usahanya pada pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah yang telah ada. Oleh karena itu untuk menciptakan pasar uang yang bermanfaat bagi perbankan syariah harus dikembangkan instrumen pasar uang yang berbasis syariah dimana perbankan syariah dapat menjalankan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi perdagangan jangka pendek, tetapi juga berperan dalam investasi jangka panjang. Struktur keuangan dari proyek-proyek pembangunan berbasis syariah akan memperkaya piranti keuangan syariah dan membuka pertisipasi lebih besar dari seluruh pelaku pasar tidak terkecuali non-muslim, karena pasar tersebut terbuka.29 b. Mekanisme oprasi pasar keungan syariah Seseorang akan tertarik menanamkan dananya pada instrument keuangan apabila dapat diyakini bahwa insrumen tersebut dapat dicairkan setiap saat tanpa mengurangi pendapatan efektif dari investasinya. Oleh karena itu, setiap instrumen keuangan harus memenuhi beberapa syarat antara lain30: 1) Pendapatan yang baik (good return); 2) Resiko yang rendah (low rik); 3) Mudah dicairklan (reedamable); 4) Sederhana (simple); 5) Fleksibel. c. Peranan company Peranan utama dari company adalah sebagai pembuat transaksi (transaction maker). Sebagaimana kita ketahui, semua lembaga keungan berusaha memobilisasi dana-dana dari para penabung dan mempertimbangkan jalan terbaik untuk menggunakannya. Salah satu kelemahan dari tingkah laku ini adalah adanya dana-dana yang 29 Muhammad Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani cet-11 2007) h. 188 30 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah,( Jakarta: Alva Bet 1999), h. 82 menganggur atau digunakan secara tidak layak hanya semata-mata mengambil keuntungan dari waktu dan seringkali menanamkan dana-dana tersebut pada transaksi yang meragukan. Untuk menghindari hal itu, diperlukan adanya inisiatif dari pembuat transaksi dengan mekanisme kerja sebagai berikut. Pertama. Melakukan verifikasi atas kesempatan investasi, baik secara internal (perusahaan) maupun secara eksternal (pasar). Apabila transaksi tersebut dapat diterima, pembuat transaksi (yang bekerja berdasarkan komisi) melakukan usaha lebih lanjut. Proyek itu akan dibeli oleh atau ditawarkan kepada initial investor dari bagian saham yang telah ditanam untuk memperoleh partisipasi dari pasar. Dengan peranan demikian, dimungkinkan penciptaan surat-surat berharga jangka pendek. Kedua, untuk mengatasi kesulitan dan guna memastikan adanya kemungkinan bagi investor untuk mencairkan kembali investasi mereka sewaktu-waktu dibutuhkan, tanpa mempengaruhi pendapatan efektif yang mereka harapkan.31 3. Piranti PUAS Piranti yang digunakan dalam pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah adalah sertifikat investasi Mudharabah (Sertifikat IMA), 31 Ibid h.83-84 sertifikat IMA adalah suatu instrument yang digunakan yang ditawarkan oleh bank-bank syariah yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan dilain pihak sebagai sarana penyedia dana jangka pandek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana. Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Pemindah tanganan sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama saja, sedangkan kepada bank penanam dana kedua tidak diperkenankan memindah tangankan kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu. Pembayaran akan dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan bagi hasil (yang dibayarkan awal bulan berikutnya dengan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia, atau transfer elektronik).32 Dimana Dewan Syariah Nasional memutuskan bahwa sertifikat investasi yang berdasarkan pada akad mudharabah, yang disebut dengan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA), dibenarkan menurut syariah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, QS. An-Nisa ayat 58:33 .* :;3'ICfb h@2@I1i 32 R H. ,⌧( Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007), h. 234 33 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, diterbitkan atas kerjasama DSN – MUI – BI, edisi ke 2, 2003, h.239 k ]A* 56j .* HH2 lm )1`☺L 4 o` ( ☺LI LqM(b Vp( R H. .⌧3 R H. L (٥٨: )اء2&'s ☺(P⌧r Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Hadis Nabi riwayat Ibn Majah dari Shuahaib: (" ل اار ﻥا ااﺱ اا ) اا# ا$% &ا :( اآ+)3 "ث%)( وﺱ% 0 ا$% ﺹ0ل ا1 'ﺱ:)* ا)( 'ل+ ﺹ- داود ﺹ ( (6 ) روا> ا ﻡ7% < )% )9 ( واﺥ" ط ا8 وار56 ا$ ا7)ا Artinya: Hasan bin ali al-khallal, bisyru bin tsabit al-bazzar, nasru bin qasim, dari Abdurrahman bin daud, dari shalih bin Shuhaib, dari ayahnya, berkata: Rasulullah SAW bersabda ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqadhah (mudhurabah), dan mencampur gandum halus dengan gandum kasar (jewawut) untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (HR.Ibn Majah).34 34 Al-Hafiz Ibnu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwinni, Sunan Ibnu Majah, juz 2, Bab Syirkah dan Mudharabah, No. 2289, h. 768 Hadist ini dapat dijadikan rujukan bagi bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah maupun bank konvensional untuk melakukan investasi berdasarkan prinsip mudharabah. Dalam PBI ditentukan, bahwa sertifikat IMA berjangka waktu paling lama 90 hari dan diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah bank konvensional. Dalam sertifikat IMA harus tercantum sekurangkurangnya hal-hal sebagai berikut:35 1) Kata-kata “SERTIFIKAT INVESTASI MUDHARABAH ANTARBANK”; 1). Tempat dan tanggal penerbitan; 2). Nomor seri sertifikat; 3). Nilai nominal investasi; 4). Nisbah bagi hasil; 5). Jangka waktu investasi; 6). Tingkat indikasi imbalan; 7). Tanggal pembayaran nilai nominal investasi dan imbalan; 8). Tempat pembayaran; 9). Nama bank dan penanam dana; 10). Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang. 35 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, ibid, h. 144 Selain itu juga harus ditentukan realisasi imbalan serifikat IMA pada hari kerja pertama tiap bulan dan tingkat imbalan deposito investasi mudhârabah untuk semua priode jangka waktu. 4. Mekanisme transaksi dan penyelesaian Transaksi PUAS Sertifikat IMA diterbitkan dalam rangkap tiga:36 a. Lembar asli diserahkan kepada bank penenanam dana pada sertifikat IMA b. Lembar kedua digunakan oleh bank penanam dana sebagai lampiran pada nota kredit,bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis. c. Lembar ketiga digunakan sebagai arsip bagi bank penerbit. Pada saat sertifikat IMA jatuh waktu, penyelesaian transaksi dilakukan oleh bank penerbit dengan melakukan pembayaran kepada bank pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal investasi (face value), sedangkan imbalan dibayar pada awal bulan berikutnya. Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia atau transfer dana secara elektronis. Perselisihan yang terjadi antara bank penerbit sertifikat IMA dan bank penanam dana yang melakukan transaksi pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah dapat diselesaikan malalui badan arbitrase berdasarkan prinsip syariah yang berkedudukan di Indonesia. 36 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, ibid, h. 90 5. Perhitungan Imbalan Perhitungan imbalan bagi para investor yang menanamkan dananya pada sertifikat IMA diatur dalam pasal 10 PBI dan dalam penjelasan dari PBI tersebut. Ketentuan dalam PBI tersebut antara lain sebagai berikut: a. Tingkat realisasi imbalan sertifikat IMA mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi Mudhârabah bank penerbit sesuai jangka waktu penanaman. Misalnya, suatu bank syariah menentukan sebagai berikut: 1). Untuk investasi sampai dengan 30 hari mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi mudârabah (sebelum didistribusikan) dengan jangka waktu 1 bulan. 2). Diatas 30 hari sampai dengan 90 hari mengacu pada tingkat imbalan deposito investasi mudhârabah (sebelum didistribusikan) dengan jangka waktu 3 bulan. b. Besarnya imbalan sertifikat IMA dihitung berdasarkan: 1). Jumlah nominal investasi. 2). Tingkat imbalan deposito mudhârabah bank penerbit sesuai dengan. a) Jangka waktu penanaman dana b) Nisbah bagi hasil yang disepakati37 37 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,ibid, h. 146 RUMUS: X = P x R x t/360 x k Keterangan: X= P= R= t = k= Besarnya imbalan yang diberikan kepada penanam dana Nilai nominal investasi Tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah (sebelum dibagikan) Jangka waktu investasi Nisbah bagi hasil bagi bank penanam dana C. FINANCING TO DEPOSIT RATIO Financing to Deposit Ratio adalah perabandingan antara tingkat pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Semakin besar tingkat FDR, maka semakin baik pula bank tersebut dapat menjalankan fungsi intermediasinya, karena dana pembiayaan adalah dana yang dibutuhkan dalam investasi, yang akan menggerakan sektor riil dan diharapkan mampu untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Begitu pula sebaliknya, bila FDR perbankan syariah tidak disalurkan dengan baik, maka dampaknya adalah selain investasi yang dapat menggerakan sektor riil terhambat, juga dana masyarakat yang menganggur (idle money) tersebut dapat berpengaruh pada jumlah uang yang beredar, atau dapat digunakan sebagai tujuan spekulatif yang bisa menekan nilai tukar rupiah, bahkan inflasi. Begitu pentingnya peran FDR ini dalam menggerakan sektor riil yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi, maka Bank Sentral selalu memantau perkembangannya, dan sangat hati-hati dalam menjalankan kebijakan moneternya. Kenaikan dan penurunan FDR itu sendiri dipengaruhi oleh:38 1. Tingkat biaya dana (cost of fund) 2. Margin (net interest margin) yang diinginkan 3. Beban oprasional (overhead cost) 4. Tingkat resiko kredit Pengelolaan dan pengalokasian dana yang dilakukan oleh bank syariah akan berpengaruh terhadap tingkat FDR nya. Bagaimanapun juga FDR sebagai salah satu alat ukur atas tercapainya fugsi intermediasi perbankan didalam menggerakan sektor riil. 38 Rifqy Thantawi, Pengaruh Kebijakan Bonus SWBI dan Penjaminan Pemerintah terhadap Tingkat Imbalan Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah di Indonesia, Pasca Sarjana UI, Tesis, 2005, h. 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. RUANG LINGKUP PENELITIAN Dasar pemikiran penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar penempatan dana pada instrument Sertifikat Bank Indonesia Syariah dan Pasar uang Antarbank Syariah mempengaruhi tingkata Financinfg to Deposit Ratio Perbankan Syariah, agar pengaruh dari factor-faktor yang diteliti jelas. Maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang merupakan data dalam bentuk angka. Adapun data yang digunakan meliputi: 1. Data bulanan mengenai jumlah posisi instrument SBIS yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Data yang digunakan mulai dari bulan Januari 2004 sampai bulan Maret 2006. 2. Data bulanan mengenai tingkat bonus pada PUAS yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Data yang digunakan dimulai dari bulan Januari 2004 sampai bulan Maret 2006. 3. Data tingkat FDR Perbankan syariah yang ada di Indonesia, data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dari dari bulan Januari 2004 sampai bulan Maret 2006. 45 B. METODE PENGUMPULAN DATA 1. Jenis Penelitian a. Penelitian kepustakaan Untuk mendapatkan landasan dan konsep yang kuat agar dapat memecahkan permasalahan, maka penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan membaca buku, catatan, majalah, jurnal, internet, dan bacaan lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. b. Penelitian lapangan Sesuai dengan ruang lingkup penelitian diatas dan untuk memperoleh data tentang SBIS, PUAS, dan FDR, penulis mengadakan penelitian kepusat referensi data yang tersedia di Bank Indonesia. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi, dimana untuk menemukan hubungan SBIS dan PUAS dengan FDR perbankan syariah. 3. Jenis Data dan Sumber Data a. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif khususnya data diskrit yaitu data yang bersumber dari perhitungan.39 39 Boediono, dkk. Teori dan Aplikasi: Statistika dan Probabilitas, (Jakarta, Bandung, Rosda, 2002), h. 6-7 b. Sumber Data Menurut sumbernya, data yang digunkan dalam penelitian ini ialah data ekstern. Data ekstern terbagi menjadi dua: 1). Data Primer Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh orang yang memakai data tersebut. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari hasil wawancara. 2). Data Sekunder Data sekunder yang digunakann dalam penelitian ini bersumber dari laporan posisi akhir bulan SBIS, PUAS, dan FDR pada Bank Indonesia. C. TEHNIK ANALISIS DATA Penulis menggunakan Metode analisis statistik yang akan digunakan untuk pengolahan data adalah analisis regresi linier berganda, yaitu suatu metode untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengaruh antara variabl (independent) dengan variabel terikat (dependent). Metode ini juga bisa digunakan sebagai ramalan, sehingga dapat diperkitrakan baik dan buruknya suatu variabel X terhadap naik turunnya suatu tingkat variabel Y, begitupun sebaliknya. Adapun Regresi Linier berganda dapat dirumuskan sebagai berikut: Y= a + b1 x1 + b2 X2 + i Dimana: Y : Pertumbuhan FDR X1 : Dana SBIS X2 : Dana PUAS a : Konstanta I : Error b1, b2,. . ., bm = Perameter yang mencerminkan variabel Koefisien Regresi. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian dan pembuktian terhadap hipotesis yang telah dibuat. Pembuktian ini melalui perhitungan dengan menggunakan program SPSS 15.0 1. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variable independent, variable dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak akan dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kormogorov-Smirnov test untuk masing-masing variable, dengan menggunakantaraf signifikansi 0,05. data dinyatakan berdistribusi normal jikas signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05.40 2. Uji Asumsi Klasik a. Multikolonieritas Uji multikolonieritas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolonieritas, yaitu adanya linier antara variable independent dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam miodel regresi adalah tidak adanya multikolonieritas. Pada pembahasan ini akan dilakukan uji multikolonieritas dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF) pada model regresi. Pada umumnya jika VIF lebih besar dari pada 5, maka variable tersebut mempunyai persoalan multikolonieritas dengan variable bebas lainnya. b. Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik Heteroskedastisitas, yaitu ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala hetoroskedastisitas. Untuk mendeteksi apakah terdapat 40 Dwi Priyanto, Mandiri Belajar SPSS untuk Analisis Data dan Uji Statistik,Yogyakarta: Mediakom, 2008, h. 28 hetoroskedastisitas pada model regresi, dapat dilihat dari model grafik scatterplot. dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1) Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi hetoroskedastisitas. 2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi hetoroskedastisitas c. Autokorelasi Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan Uji Durbin –Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi. 2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi. 3) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilakan kesimpulan yang pasti.41 41 Ibid h.39-42 3. Uji Hipotesisi a. Uji Signifikan Simultan (Uji Statisti F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel bebas yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen untuk mengambil keputusan hipotesis diterima atau ditolak dengan membandingkan tingkat kesalahan 0.05 b. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji hipotesis dilakukan dengan uji t untuk menguji signifikan koefisien regresi, dengan ketentuan sebagai berikut: Hipotesis: Ho = Koefisien regresi tidak signifikan Ha = Koefisien regresi signifikan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 1. Sejarah singkat Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah Undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 3/2004 tanggal 15 Januari 2004. undan-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga Negara yang independent yang bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak dan mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedududukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. 52 Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturanperaturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia bertindak untuk dan atas nama didalam maupun diluar pengadilan. 2. Visi, Misi, Nilai-nilai Strategis, dan Sasaran Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia adalah menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strastegis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan kestabilan sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang bereksinambungan. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: Kompetensi – Integritas – Transparansi – Akuntabilitas – keberamaan (KITA – Kompak) Sasaran strategis Bank Indonesia adalah untuk mewujudkan Misi, Visi dan Nilai-nilai strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu: a. Terpeliharanya Kestabilan Moneter b. Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan c. Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel d. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter e. Memelihara SSK; (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan Bank, surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong fungsi intermediasi f. Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran g. Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi h. Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan kerangka hukum i. Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia 3. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia Dalam kapasitasnya sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujujan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tungal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. 42 B. ANALISIS DATA Untuk mengetahui data FDR Perbankan Syariah SBIS dan PUAS, dapat dilihat dari data yang disajikan pada tabel 4.1 sampai 4.3 berikut: Tabel 4.1 Financing to deposit Ratio (FDR) (dalam persen) Jan - 04 Feb - 04 Mar - 04 April - 04 Mei - 04 Juni - 04 Juli - 04 Agus - 04 42 0.884873838 0.845413523 0.913586132 0.951602363 0.975652323 1.004849775 1.020291355 1.020697634 Mar - 05 April - 05 Mei - 05 Juni - 05 Juli - 05 Agus - 05 Sept - 05 Okto - 05 1.057146 1.053528 1.091468 1.06834 1.084536 1.084862 1.104456 1.113061 http://bi.go.id/NR/rdonrlyres/832BI697-87E5-4735, diakses pada tanggal 5 Agustus 2008 Sept - 04 Okto - 04 Nov - 04 Des - 04 Jan - 05 Feb - 05 1.047057 1.057734 1.039738 0.968624 0.980992 1.031945 Nov - 05 Des - 05 Jan - 06 Feb - 06 Mar - 06 1.109012 0.977514 0.99387 1.03121 1.069622 Sumber: BI 2008 Berdasarkan tabel 4.1 diatas, kegiatan pembiayaan terhadap penghimpunan dana pihak ketiga (FDR) perbankan syariah selama tahun 20042006 berfluktuasi, pada Januari hingga November 2005 FDR Perbankan Syariah berada diatas 100%, walaupun sempat mengalami penurunan, tingkat FDR perbankan syariah minimal berada pada tingkat 84%. Hal ini menunjukan pada priode ini fungsi intermediasi perbankan syariah dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan berjalan dengan sangat baik. Pada posisi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (dalam jutaan rupuah) Jan - 04 Feb - 04 Mar - 04 April - 04 Mei - 04 Juni - 04 Juli - 04 Agus - 04 205.1000 198.8000 156.7000 125.0000 106.2000 444000 309000 540000 Mar - 05 April - 05 Mei - 05 Juni - 05 Juli - 05 Agus - 05 Sept - 05 Okto - 05 489000 449000 413000 538000 439000 360000 507000 507000 Sept - 04 Okto - 04 Nov - 04 Des - 04 Jan - 05 Feb - 05 415000 369000 447000 1094000 883000 628000 Nov - 05 Des - 05 Jan - 06 Feb - 06 Mar - 06 532000 2395000 2156000 1696000 2508000 Sumber BI 2008 Berdasarkan pada tabel ini posisi SBIS yang ada di Bank Indonesia mengalami peningkatan pada bulan Januari 2004, kemudian posisi terus menurun sampai bulan November 2004 dengan posisi terendah pada posisi Juli 2004. Faktor yang diprediksikan mendukung peningkatan posisi SBIS adalah Perbankan Syariah membutuhkan alokasi pada kelebihan likuiditas yang dialami, sementara pada saat yang sama terjadi berbagai penyebab yang membuat perbankan syariah tidak menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan kepada sektor riil, diantaranya faktor risiko. Hal ini juga diperkirakan berarti bahwa penempatan dana pada SBIS cukup menarik perbankan syariah pada saat terjadi kelebihan likuiditas. Bonus Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dapat dilihat dari tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) (dalam persen) Jan - 04 Feb - 04 Mar - 04 4.85 3.15 3.34 Mar - 05 April - 05 Mei - 05 3.58 4.49 3.75 April - 04 Mei - 04 Juni - 04 Juli - 04 Agus - 04 Sept - 04 Okto - 04 Nov - 04 Des - 04 Jan - 05 Feb - 05 2.1 2.1 3.85 4.12 3.15 4.3 5.08 5.76 4.78 4.11 3.75 Juni - 05 Juli - 05 Agus - 05 Sept - 05 Okto - 05 Nov - 05 Des - 05 Jan - 06 Feb - 06 Mar - 06 4.62 5.56 3.92 4.11 4.77 5.17 5.42 4.32 4.62 4.75 Sumber BI 2008 Berdasarkan pada tabel 4.3 tingkat bonus pada PUAS terlihat cukup berfluktuasi sejak bulan Januari 2004 sampai Maret 2006 berada pada kisaran 2.1% hingga 10.32%. tingkat bonus paling rendah berada pada bulan April dan Mei 2004. sedangkan tingkat bonus yang paling tinggi berada pada bulan Juli 2005 sebesar 5.56%. C. UJI STASIONERITAS Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengetahui variabel dependen dan independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut: Gambar 4.1 Uji Stasioneritas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: FDR Expected Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Berdasarkan gambar 4.1 diatas bahwa Normal P-Plot of Regression Standardized Residual menunjukkan bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal atau mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi layak digunakan atau berdistribusi normal.43 D. PENGUJIAN ASUMSI KLASIK Suatu model persamaan regresi yang telah di uji dan dibutuhkan dapat diterima secara ekonometrik, maka diperlukan cara sebagai estimasi yaitu dengan 43 Dwi Priyanto, Mandiri Belajar SPSS untuk Analisis Data dan Uji Statistik,Yogyakarta: Mediakom, 2008, h. 28 menggunakan OLS (metode kuadrat terkecil). Dapat dikatakan bahwa setiap penelitian tidak akan dapat menghindari pengimpangan dari asumsi kenormalan klasik. Untuk dapat memenuhi syarat BLUE (Best Linier Unbias Estimate), maka dapat diperlukan beberapa asumsi klasik sebagai berikut: 1. Pengujian Multikolonieritas Multikolonieritas adalah ketentuan dimana terdapat hubungan linier diantara regresor. Untuk mendeteksi adanya multikolonieritas adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Konsekuensi jika terdapat masalah multikolonieritas ini adalah penaksir kuadrat terkecil (ordinary last square) tidak dapat dilakukan, dan pengaruh terpisah dari variabel bebas tidak dapat diduga secara persis. Jika nilai VIF kurang dari 5, maka model tersebut bebas dari masalah multikolonieritas. Semakin besar nilai VIF maka semakin besar pula varian koefisien regresi. Hal ini akan menyebabkan model menjadi tidak stabil. Dengan demikian, semakin besar nilai VIF mengindikasikan besarnya potensi adanya multikolonieritas, dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini: Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficientsa Model 1 Unstandardized Coefficients Std. B Error (Constant) PUAS SWBI .904 .061 .028 .015 -1E-009 .000 a. Dependent Variable: FDR Standardized Coefficients Beta Collinearity Statistics t Sig. Tolerance VIF 14.700 .000 .382 1.845 .077 .833 1.201 -.012 -.060 .953 .833 1.201 penjelasannya dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa nilai VIF dari kedua variabel bebas; PUAS dan SBIS, sama bernilai < 5, berarti Ho, dan sehingga dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak terdapat multikolonieritas. 2. Pengujian Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila suatu model memilki variansi yang tidak konstan, sehingga akan ada beberapa kelompok data yang memiliki error yang berbeda-beda. Apabila diplotkan akan membentuk suatu pola. Heteroskedastisitas akan terdeteksi bila plot menunjukan pola yang sistematis. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot Dependent Variable: FDR Regression Studentized Residual 2 1 0 -1 -2 -3 -3 -2 -1 0 Regression Standardized Predicted Value 1 2 Dari gambar diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa plot dari model tersebut tidak menunjukan pola yang sistematis, sehingga dapat disimpulkan model tersebut terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 3. Pengujian Autokorelasi Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini: Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1 R .377a R Square .14 Adjusted R Square .071 Std. Error of the Estimate .06571265 R Square Change .142 Change Statistics F Change df1 df2 1.992 2 24 Sig. F Change .158 DurbinWatson .505 a. Predictors: (Constant), SWBI, PUAS b. Dependent Variable: FDR Dari hasil tabel diatas didapat nilai DW yang dihasilkan dari model regresi adalah 505. sedangkan dari tabel DW dengan signifikansi 0.05 dan jumlah data sebanyak 27, seta k = 2 diperoleh nilai dL sebesar 1.31 dan dU sebesar 1.46. Dengan demikian, nilai DW= 505 , berada didaerah tidak ada korelasi .44 44 Ibid h.39-42 E. PENGUJIAN HIPOTESIS Uji F Uji F (uji model adalah uji yang dilakukan dengan menggunakan distribusi F untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama –sama terhadap tingkat FDR perbankan syariah. Tabel 4.6 ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares .017 .104 .121 df 2 24 26 Mean Square .009 .004 F 1.992 Sig. .158a a. Predictors: (Constant), SWBI, PUAS b. Dependent Variable: FDR Mengacu pada tabel diatas, jika nilai F signifikansinya lebih kecil dari pada α = 5%, maka Ho ditolak. Jika signifakannya lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima. Berdasarkan Tabel diperoleh F Hitung sebesar 1.992. Dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah variabel-1) = 2, dan df 2 (27-2-1 = 24), hasil diperoleh untuk F Tabel sebesar 3.40. jadi nilai F Hitung lebih besar dari F Tabel dan dengan signifikansi sampai dengan tingkat kepercayaan 158 yang kebih besar dari α = 5%, maka Ho diterima. Artinya kedua variabel bebas tidak secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi dari tingkat FDR. Uji t Pengujian terhadap hipotesis dialkukan dengan uji t. yaitu uji test statistik parsial. Hipotesis dibawah ini merupakan penjabaran dari hipotesis yang terdapat dalam bab 1 Ho : β 1 ≡ 0 , artinya variable PUAS tidak mempengaruhi tingkat FDR perbakan syariah Ha : β 1 ≠ 0 , artinya variable PUAS mempengaruhi tingkat FDR perbakan syariah Tabel distribusi t dicari pada a = 5% (uji 1 sisi) dengan derajat kebebasan (df) 27-2-1 = 24. dengan pengujian 1 sisi (signifikansi = 0.05%) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 1.711. oleh karena itu t hitung > t tabel (1.845 > 1.711) maka Ho ditolak, artinya secara persial ada pengaruh signifikan antara PUAS dengan FDR perbankan syariah. Koefisien untuk variabel PUAS adalah 0.749, yang artinya setiap kenaikan 10% PUAS akan mengurangi FDR perbankan syariah sebesar 0.749%, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang ditawarkan, yaitu penyerapan likuiditas pada instrumen PUAS mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat FDR perbankan syariah, maksudnya, adanya kenaikan pada dana yang terhimpun di PUAS maka akan nenurunkan tingkat FDR perbankan syariah. Pengujian hipotesis variabel SBIS Ho : β 1 ≡ 0 , artinya variable SBIS tidak mempengaruhi tingkat FDR perbakan syariah Ha : β 1 ≠ 0 , artinya variable SBIS mempengaruhi tingkat FDR perbakan syariah Tabel distribusi t dicari pada a = 5% ((uji 1 sisi) dengan derajat kebebasan (df) 27-2-1 = 24. dengan pengujian 1 sisi (signifikansi = 0.05%) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 1.711. oleh karena itu – t hitung > - t table (-060 > -1.711) maka Ho diterima, artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan anatara variabel SWBI dengan FDR perbankan syariah. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang ditawarkan, yaitu variabel SBIS mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat FDR perbankan syariah.45 45 Ibid, h. 81-87 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan Regresi Linier barganda dan dibantu dengan metode SPSS persi 15.0 telah diketahui bahwa hasil dari uji hipotesis yang diperoleh menyatakan bahwa variabel independent Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap FDR perbankan syariah, dikarenakan BI rate yang relative kecil sehingga tidak menarik perbankan syariah untuk menempatkan kelebihan dana likuiditasnya pada instrument SBIS karena dianggap tidak terlalu menguntungkan. 2. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan Regresi Linier barganda dan dibantu dengan metode SPSS persi 15.0 telah diketahui bahwa hasil dari uji hipotesis yang diperoleh menyatakan bahwa variabel independent Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap FDR perbankan syariah, kondisi ini dipegaruhi oleh preferensi bank syariah yang menilai pada penempatan dana pada pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah lebih menguntungkan dibandingkan penempatan dana pada SBIS yang pada saat itu masih berbasis 66 Wadiah, terlebih lagi dalam situasi persaingan dengan bank konvensional yang semakin ketat sebagai imbas dari kecenderungan naiknya suku bunga. 3. Dari kedua faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat FDR perbanan syariah, yaitu variabel instrumen SBIS dan PUAS, maka hanya variabel instrumen PUAS saja yang berpengaruh signifikan terhadap FDR perbankan syariah. Variabel PUAS mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah sebesar -0.0749. Hal ini berarti setiap kenaikan 10% PUAS akan mengurangi FDR perbankan syariah sebesar 0.749%, dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Sedangkan variabel SBIS tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat FDR perbankan syariah. Karena hanya variabel instrumen PUAS saja yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat FDR perbankan syariah, maka kedua faktor, yaitu SBIS dan PUAS tidak secara bersama-sama mempengaruhi tingkat FDR perbankan syariah. B. SARAN Saran-saran yang dapat diberikan setelah mengetahui hasil penelitian ini adalah: 1. Perbankan syariah dapat lebih berperan dan berpartisipasi dalam penempatan dana pada instrumen PUAS dan SBIS yang telah diakomodir dan telah diatur oleh Bank Indonesia. Hal ini diharapkan agar lebih dapat memberikan manfaat bagi perbankan syariah sendiri dalam mengelola kekurangan dan kelebihan likuiditasnya. 2. Perbankan syariah agar dapat berperan serta untuk mencapai keseimbangan dalam system perekonomian, yang dimulai dengan meningkatkan kapasitas produksi yang menggerakan sector riil, meningkatkan taraf hidup dan laju pertumbuhan ekonomi karena penyaluran dana yang dilakukan oleh perbankan syariah ke sector riil dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pertumbuhan perbankan syariah, peningkatan asset, peningkatan FDR, dan rendahnya Non Performing Loan (NPL). Untuk itu dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan Bank Sentral terhadap perkembangan perbankan syariah sangat dibutuhkan. Dukungan ini dibutuhkan karena prinsip-prinsip yang digunakan oleh perbankan syariah adalah prinsip didasarkan pada moral, keadilan, social-ekonomi dan kesesuaian distribusi pendapatan sehingga dapat membantu menciptakan kesejahtraan masyarakat. 3. penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah dapat dikatakan sangat efektif, dilihat ditingkat FDR yang sering berada diatas 100%. FDR sendiri itu berarti rasio pembiayaan yang disalurkan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terhimpun dari masyarakat. Apabila FDR mencapai 100% berarti DPK seleruhnya tersalurkan pada pembiayaan, dan apabila FDR dapat mencapai lebih dari 100% hal ini berarti ada dana lain selain dana pihak ketiga yang disalurkan pada pembiayaan. Sedangkan pada kenyataannya, DPK ini tidak seluruhnya digunakan untuk pembiayaan, ada yang dialokasikan kepada Giro Wadiah Bank Indonesia, SBIS atau hanya mengandalkan pada DPK terkumpul, sebagaimana FDR tercapai 100% atau bahkan lebih. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-karim dan terjemhannya, Departemen Agama RI, 2004 Al-Qazwinni, Al-Hafidz Ibnu Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, juz 2, Bairut: Dar al-Fikri 1995 Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Pers, 2001 Arifin, Zainul, Memahami Bank Syariah, Jakarta: AlvaBet, 1999 Bank Indonesia, Peraturan BI Nomor. 2/8/PBI/2000 ____________, Peraturan BI Nomor. 6/7/PBI/2004 ____________, Peraturan BI Nomor. 10/11/PBI/2008 Boediono, dkk, Teori dan Aplikasi: statistika dan probabilitas, Jakarta, Rosda, 2002 Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum Perbankan Syariah dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006 Darmawi, Herman, Pasar Financial dan Lembaga-lembaga Financial, PT: Bumi Aksara, cet ke 1, 2006 Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, 2000 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, edisi kedua, 2003 Hasan, Muhammad Ali, Berbagai Macam Transaksi dalm Islam, PT:. Raja Grafindo Persada, 2004 Karim, Adi Warman, Ekonomi Makro Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,2007 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2004 70 _________, Dkk, Bank syariah; Analisis, Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Rusyamsi, Imam, Asset Liability Management: Strategi Pengelolaan Aktiva Pasiva Bank, Yogyakarta: Ekonisia, 2004 Mauludi, Ali, Statistiaka 1 Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, Ciputat: PT. Prima Heza Lestari, 2006 Priyatno, Dwi, Mandiri Belajar SPSS Untuk Analisis Data dan Uji Statistik, Yogyakarta: PT. Buku Kita, 2008 Thantawi, Rifqy, Pengaruh Kebijakan Bonus SWBI dan Penjaminan Pemerintah terhadap Tingkat Imbalan Pasar Uang Antarbank berdasarkan Prinsip Syariah di Indonesia, Pasca Sarjana UI, Tesis, 2005 Wirdiyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005 Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Bagi Hasil Usaha Bank Syariah, Jakarta: PT. Grasindo, anggota Ikapi, 2005 www.bi.go.id diakses pada tanggal 5 Juli, 5 dan 10 Agustus, 2008 Lampiran 1 Data Tingkat FDR Perbankan Syariah Jan - 04 Feb - 04 Mar - 04 April - 04 Mei - 04 Juni - 04 Juli - 04 Agus - 04 Sept - 04 Okto - 04 Nov - 04 Des - 04 Jan - 05 Feb - 05 0.884873838 0.845413523 0.913586132 0.951602363 0.975652323 1.004849775 1.020291355 1.020697634 1.047057 1.057734 1.039738 0.968624 0.980992 1.031945 Mar - 05 April - 05 Mei - 05 Juni - 05 Juli - 05 Agus - 05 Sept - 05 Okto - 05 Nov - 05 Des - 05 Jan - 06 Feb - 06 Mar - 06 72 1.057146 1.053528 1.091468 1.06834 1.084536 1.084862 1.104456 1.113061 1.109012 0.977514 0.99387 1.03121 1.069622 Lampiran 2 Data Bulanan Jumlah Posisi SBIS Jan - 04 Feb - 04 Mar - 04 April - 04 Mei - 04 Juni - 04 Juli - 04 Agus - 04 Sept - 04 Okto - 04 Nov - 04 Des - 04 Jan - 05 Feb - 05 205.1000 198.8000 156.7000 125.0000 106.2000 444000 309000 540000 415000 369000 447000 1094000 883000 628000 Mar - 05 April - 05 Mei - 05 Juni - 05 Juli - 05 Agus - 05 Sept - 05 Okto - 05 Nov - 05 Des - 05 Jan - 06 Feb - 06 Mar - 06 489000 449000 413000 538000 439000 360000 507000 507000 532000 2395000 2156000 1696000 2508000 Lampiran 3 Data Bulanan Tingkat Bonus pada PUAS Jan - 04 Feb - 04 Mar - 04 April - 04 Mei - 04 Juni - 04 Juli - 04 Agus - 04 Sept - 04 Okto - 04 Nov - 04 Des - 04 Jan - 05 Feb - 05 4.85 3.15 3.34 2.1 2.1 3.85 4.12 3.15 4.3 5.08 5.76 4.78 4.11 3.75 Mar - 05 April - 05 Mei - 05 Juni - 05 Juli - 05 Agus - 05 Sept - 05 Okto - 05 Nov - 05 Des - 05 Jan - 06 Feb - 06 Mar - 06 3.58 4.49 3.75 4.62 5.56 3.92 4.11 4.77 5.17 5.42 4.32 4.62 4.75 Lampiran 4 REGRESSION Descriptive Statistics Mean 1.021544 670992.28 8889 4.2044 FDR SWBI PUAS Std. Deviation .0681728 N 27 703730.7323729 27 .92219 27 Correlations Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N FDR SWBI PUAS FDR SWBI PUAS FDR SWBI PUAS FDR 1.000 .144 .377 . .237 .026 27 SWBI .144 1.000 .409 .237 . .017 27 PUAS .377 .409 1.000 .026 .017 . 27 27 27 27 27 27 27 Model Summaryb Model 1 R .377a R Square .14 Adjusted R Square .071 Std. Error of the Estimate .06571265 a. Predictors: (Constant), SWBI, PUAS b. Dependent Variable: FDR R Square Change .142 Change Statistics F Change df1 df2 1.992 2 24 Sig. F Change .158 DurbinWatson .505 ANOVAb Model 1 Regression Residual Total Sum of Squares .017 .104 .121 df Mean Square .009 .004 2 24 26 F 1.992 Sig. .158a a. Predictors: (Constant), SWBI, PUAS b. Dependent Variable: FDR Coefficientsa Model 1 Unstandardized Coefficients Std. B Error (Constant) PUAS SWBI .904 .061 .028 .015 -1E-009 .000 Standardized Coefficients Beta Collinearity Statistics t Sig. Tolerance .000 .382 1.845 .077 .833 1.201 -.012 -.060 .953 .833 1.201 a. Dependent Variable: FDR Coefficient Correlations(a) Model 1 Correlations PUAS SWBI Covariances PUAS SWBI VIF 14.700 PUAS 1.000 SWBI -.409 -.409 .000 1.000 -1.26E-010 -1.26E-010 4.03E-016 a Dependent Variable: FDR Lampiran 5 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: FDR Expected Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 0.0 0.2 0.4 0.6 Observed Cum Prob 0.8 1.0 Lampiran 6 Scatterplot Dependent Variable: FDR Regression Studentized Residual 2 1 0 -1 -2 -3 -3 -2 -1 0 Regression Standardized Predicted Value 1 2 Lampiran 7 Histogram Dependent Variable: FDR 8 Frequency 6 4 2 Mean =1.61E-15 Std. Dev. =0.961 N =27 0 -3 -2 -1 0 1 Regression Standardized Residual 2