Artikel Asli

advertisement
Artikel Asli
SERVISITIS KLAMIDIA PADA IBU HAMIL
DI RSKIA KOTA BANDUNG TAHUN 2015
Nur Dalilah, Rachmatdinata, Rasmia Rowawi
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
FK Universitas Padjadjaran/RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
ABSTRAK
Chlamydia trachomatis (C. trachomatis) merupakan salah satu bakteri patogen penyebab servisitis
yang sebagian besar tanpa gejala klinis. Apabila tidak diterapi, terutama pada ibu hamil dapat
menimbulkan komplikasi. Saat ini di Indonesia, khususnya Bandung, belum ada penelitian tentang
prevalensi servisitis klamidia pada ibu hamil.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik servisitis klamidia pada ibu
hamil di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung tahun 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif pada 100 orang ibu hamil dengan desain potong
lintang. Bahan apus endoserviks diambil untuk pemeriksaan hitung jumlah sel polimorfonuklear (PMN)
dan polymerase chain reaction (PCR) C. trachomatis. Diagnosis servisitis klamidia ditegakkan bila
jumlah PMN >30/lpb didukung hasil PCR C.trachomatis yang positif.
Hasil PCR C.trachomatis positif ditemukan pada 6 ibu hamil yang semuanya mengeluh keputihan
dan pada pemeriksaan inspekulo ditemukan duh tubuh serviks. Namun, hanya 3 orang yang memenuhi
kriteria servisitis sehingga prevalensinya 3%. Selain itu, ditemukan 38 orang peserta yang didiagnosis
sebagai servisitis non-gonore non-klamidia.
Kesimpulan, ditemukan prevalensi servisitis klamidia pada ibu hamil di RSKIA Kota Bandung
tahun 2015 sebesar 3%dan 38%menderita servisitis non-gonore non-klamidia.
Kata kunci: Prevalensi, servisitis klamidia, kehamilan.
ABSTRACT
Korespondensi :
Jl. Pasteur no. 38, Bandung
Telepon: +6222 2032426
Email: [email protected]
133
Chlamydia trachomatis (C. trachomatis) is one of the bacterial pathogen that causes cervicitis and
most of them are asymptomatic. This infection can yield complication mainly in pregnancy if left
untreated. Currently, in Indonesia, especially in Bandung, no research about the prevalence of
chlamydial cervicitis in pregnancy is reported.
The aim of this study is to determine the prevalence and it’s characteristics of chlamydial cervicitis
in pregnant women who came to Mother and Children Hospital (RSKIA) Bandung in January 2015.
This was a cross sectional descriptive study. The participant was 100 pregnant women. The
material were endocervical smear and swab which underwent polymorphonuclear (PMN) cell count and
Polymerase Chain Reaction (PCR) C. trachomatis examination. The diagnosis of cervicitis was
established if PMN >30/hpf, and the diagnosis of chlamydial cervicitis was supported by the positivity of
PCR C. trachomatis.
Positive PCR C. trachomatis results were found in 6 participant, but only 3 participant were
diagnosed cervicitis, so that the prevalence of chlamydial cervicitis was 3%. In addition, there were 38
participant were diagnosed as nongonorrhoeae nonchlamydial cervicitis.
Conclusion, this study establish the prevalence of chlamydial cervicitis in pregnancy at RSKIA
Bandung in 2015 was 3%, and 38%nongonorrhoeae nonchlamydial cervicitis.
KeyWords: Prevalency, Chlamydial cervicitis, pregnancy.
Nur Dalilah, dkk
Servisitis klamidia pada ibu hamil di rumah sakit khusus ibu dan anak
Servisitis klamidia pada ibu hamil di RSKIA Kota Bandung
PENDAHULUAN
Chlamydia trachomatis (C. trachomatis) merupakan
bakteri patogen penyebab infeksi menular seksual (IMS)
yang sering ditemukan1,2 dengan salah satu manifestasi
klinis infeksi berupa servisitis.3 Ibu hamil merupakan
kelompok dengan risiko morbiditas yang lebih besar
dibandingkan dengan perempuan pada umumnya,
sehubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi,
antara lain abortus spontan,4 perdarahan pada trimester
pertama,5 preeklamsia,6 ketuban pecah dini, kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal
dengan risiko meningkatnya mortalitas bayi, serta infeksi
masa nifas.4 Transmisi C. trachomatis dapat terjadi secara
vertikal7 terutama pada kelahiran pervaginam pada 5070% bayi baru lahir.8 Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi
klamidia sebesar 40-50% berisiko terkena konjungtivitis,
sedangkan risiko infeksi saluran napas berupa pneumonia
sekitar 10%.7 Oleh karena itu, identifikasi ibu hamil yang
berisiko terinfeksi klamidia sangat penting untuk
dilakukan9 dengan penapisan di klinik kebidanan dan
kandungan terutama pada saat kunjungan rutin untuk
kontrol kehamilan.10
Berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO), 70-75% perempuan yang terinfeksi C.
trachomatis tidak bergejala.1 Bila bergejala, manifestasi
klinis umumnya tidak spesifik atau minimal berupa
keputihan atau duh tubuh serviks mukopurulen, hipertrofi
ektopik, kongesti, dan mudah berdarah,3 perdarahan antar
menstruasi, nyeri perut bawah, atau dispareunia.2 Apabila
tidak diterapi, kemungkinan besar bakteri ini mampu
bertahan selama beberapa bulan atau tahun.3
Center for Disease Control and Prevention (CDC)
menganjurkan agar semua ibu hamil ditapis secara rutin
terhadap IMS termasuk C. trachomatis saat kunjungan
antenatal pertama.11 Pada kehamilan, prevalensi infeksi C.
trachomatis bervariasi antara 2-30%.4 Faktor risiko yang
meningkatkan infeksi klamidia pada ibu hamil, yaitu usia
kurang dari 25 tahun,12 status lajang, status sosial
ekonomi rendah, tempat tinggal di kota, terlambat datang
untuk antenatal care (ANC), menderita IMS lain,12,13
terdapat duh tubuh mukopurulen atau infeksi saluran
kemih, dan riwayat sering berganti pasangan seksual atau
pasangan seksual lebih dari satu.12 Penelitian lain
menunjukkan bahwa prevalensi infeksi klamidia di klinik
antenatal ternyata tidak jauh berbeda dengan prevalensi
infeksi klamidia di klinik aborsi, yaitu sekitar 12%,
dengan estimasi prevalensi terbesar pada kelompok usia
di bawah 25 tahun.14
RSKIA Kota Bandung adalah satu-satunya rumah
sakit khusus ibu dan anak milik pemerintah kota Bandung
dengan jumlah kunjungan ANC sebanyak 60 – 70 orang
ibu hamil per hari.15,16 Belum ada laporan tentang jumlah
IMS termasuk C. trachomatis yang terdeteksi melalui
penapisan saat ANC. Saat ini di Indonesia, khususnya
Bandung, belum ada data mengenai prevalensi servisitis
klamidia pada ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui prevalensi servisitis klamidia pada ibu hamil
dengan lokasi yang dipilih, yaitu di RSKIA Kota
Bandung.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional
dengan metode potong lintang. Peserta penelitian adalah
semua ibu hamil yang berobat untuk ANC ke Poliklinik
Kebidanan dan Kandungan RSKIA kota Bandung pada
trimester pertama, kedua, atau ketiga, kecuali ibu hamil
dengan risiko tinggi abortus atau kontraksi prematur dari
anamnesis riwayat kehamilan. Pemilihan peserta
dilakukan secara consecutive sampling. Berdasarkan
perhitungan rumus besar sampel, jumlah sampel minimal
adalah 81 orang. Namun, pada penelitian ini diambil
sebanyak 100 orang sesuai dengan jumlah maksimum
sampel yang dapat diperiksa menggunakan 1 kit
polymerase chain reaction (PCR) C. trachomatis dan
waktu masih memungkinkan. Pengambilan sampel apus
endoserviks
dilakukan dua
kali
menggunakan
endocervical collection swab untuk pemeriksaan PCR dan
pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram.
Kriteria diagnosis servisitis pada penelitian ini ditetapkan
bila ditemukan sel PMN >30/lpb dari apus endoserviks
dengan rerata perhitungan 5 lapangan pandang besar.
Diagnosis servisitis non-gonore oleh C. trachomatis,
ditegakkan apabila pada pemeriksaan duh tubuh
endoserviks sesuai servisitis, tetapi tidak ditemukan
diplokokus intraseluler maupun ekstraseluler,3 dan hasil
PCR C. trachomatis terbukti positif. Pemeriksaan PCR C.
trachomatis pada penelitian ini menggunakan high pure
PCR template preparation kit dari ROCHE dan kit PCR
AccuPower® CT&NG dari Bioneer.
HASILPENELITIAN
Pada hasil penelitian, PCR C. trachomatis
ditemukan positif pada 6 orang (6%). Hasil pemeriksaan
PCR C. trachomatis berdasarkan karakteristik sosial
demografi peserta penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Peserta terbanyak ditemukan pada kelompok usia 25-35
tahun, tidak bekerja, dan tingkat pendidikan tamat
SLTA(7,4%). Pada saat pemeriksaan, usia kehamilan
terbanyak pada trimester ketiga.
134
MDVI
Tabel 1
Vol. 43 No. 4 Tahun 2016; 133- 138
Hasil Pemeriksaan PCR C. trachomatis Berdasarkan
Sosiodemografik Karakteristik Sosial Ibu Hamil di RSKIA Kota
Bandung Tahun 2015
Variabel
n
PCR C. trachomatis
(+)
(-)
Usia
<25 tahun
25-35 tahun
>35 tahun
29
54
17
3 (10,3%)
3 (5,6%)
0 (0,0%)
26 (89,7%)
51 (94,4%)
17 (100%)
Pendidikan
Tidak sekolah
SD
SLTP
SLTA
Perguruan tinggi
0
12
23
54
11
0 (0,0%)
0 (0,0%)
2 (8,7%)
4 (7,4%)
0
0 (0,0%)
12 (100%)
21 (91,3%)
50 (92,6%)
11 (100%)
Pekerjaan
Wiraswasta
Karyawan swasta
PNS
Tidak bekerja
PNS+wiraswasta
5
14
1
79
1
0 (0,0%)
2 (14,3%)
0
4 (5,1%)
0
0 (0,0%)
12 (85,7%)
1 (100%)
75 (94,9%)
1 (100%)
Usia kehamilan
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3
7
12
81
0 (0,0%)
1 (8,3%)
5 (6,2%)
7 (100%)
11 (91,7%)
76 (93,8%)
Jumlah ANC
1 kali
>1 kali
3
97
0 (0,0%)
6 (6,2%)
3 (100%)
91 (93,8%)
Riwayat kehamilan sebelumnya
Abortus
22
0
Kelahiran prematur
6
0
BBLR
5
0
Hamil ektopik
1
0
Bayi lahir meninggal
4
0
ANC:Antenatal care;BBLR: Berat Badan Lahir Rendah
Perilaku Seksual dan Kepositivan PCR C. trachomatis pada Ibu
Hamil di RSKIA Kota Bandung
Variabel
n
PCR C. trachomatis
(+)
(-)
Usia coitarche
<20 tahun
30
2 (6,7%)
28 (93,3%)
≥20 tahun
70
4 (5,7%)
66 (94,7%)
Jumlah total pasangan seksual
sampai saat ini
1 orang
88
4 (4,5%)
84 (95,5%)
>1 orang
12
2 16,7%)
10 (83,3%)
Cara berhubungan seksual
KK
57
2 (3,5%)
55 (96,5%)
KK+KM
41
4 (9,8%)
37 (90,2%)
KK+KA
1
0 (0,0%)
1 (100%)
KK+KM+KA
1
0 (0,0%)
1 (100%)
Jenis kontrasepsi sebelum hamil
Pil
16
0 (0,0%)
16 (100%)
Suntik
26
2 (7,7%)
24 (92,3%)
Pil+Suntik
18
1 (5,6%)
17 (94,4%)
Riwayat penggunaan narkoba
suntik
Ya
99
0 (0,0%)
99 (100%)
Tidak
1
0 (0,0%)
1 (100%)
KK: kelamin-kelamin; KM: kelamin-mulut; KA: kelamin-anus
Pada tabel 3, seluruh peserta PCR positif (8,1% atau
6/74) mengeluh keputihan tanpa keluhan disuria maupun
perdarahan pascakoitus. Hal ini dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan inspekulo, pada seluruh peserta PCR positif
didapatkan duh tubuh serviks. Hanya 1 dari 45 orang
(2,2%) peserta penelitian dengan hasil pemeriksaan PCR
positif yang menunjukkan serviks eritema, tanpa ektopi
maupun serviks yang mudah berdarah.
Tabel 3
22 (100%)
6 (100%)
5 (100%)
1 (100%)
4 (100%)
Dari tabel 2 didapatkan, usia coitarche tersering (70
orang) pada lebih dari atau sama dengan 20 tahun dan 4
orang di antaranya ditemukan PCR C. trachomatis positif.
Berdasarkan anamnesis terhadap 6 peserta dengan hasil
PCR positif, 4 peserta memiliki pasangan seksual 1 orang
dan 2 peserta pasangannya lebih dari 1 orang. Seluruh
peserta penelitian berstatus menikah, ANC di RSKIA,
orientasi seksual heteroseksual, pasangan seks saat ini
hanya dengan suami, dan tidak memiliki riwayat IMS
sebelumnya. Seluruh peserta dengan PCR C. trachomatis
positif tidak memiliki riwayat menggunakan narkoba
suntik.
135
Tabel 2
Karakteristik Klinis Serviks, Duh Tubuh Serviks, dan Hasil PCR
C. trachomatis Ibu Hamil di RSKIAKota Bandung Tahun 2015
Variabel
n
PCR C. trachomatis
(+)
(-)
Serviks
Eritema
Ektopi
Mudah berdarah
Normal
45
19
15
46
1 (2,2%)
0 (0,0%)
0 (0,0%)
5 (10,8%)
44 (97,8%)
19 (100%)
15 (100%)
41 (89,1%)
Duh tubuh serviks
Tidak ditemukan
Ditemukan
7
93
0 (0,0%)
6 (6,5%)
7 (100%)
87 (93,5%)
10
81
2
0 (0,0%)
6 (7,4%)
0 (0,0%)
10 (100%)
75 (92,6%)
2 (100%)
48
38
7
4 (8,3%)
1 (2,6%)
1 (14,3%)
44 (91,7%)
37 (97,4%)
6 (85,7%)
37
31
24
1
4 (10,8%)
0 (0,0%)
1 (4,2%)
1 (100%)
33 (89,2%)
31 (100%)
23 (95,8%)
0 (0,0%)
Konsistensi
Serosa
Mukoid
Mukopurulen
Jumlah
Sedikit
Sedang
Banyak
Warna
Bening
Putih
Putih kekuningan
Kehijauan
Servisitis klamidia pada ibu hamil di rumah sakit khusus ibu dan anak
Servisitis klamidia pada ibu hamil di RSKIA Kota Bandung
Nur Dalilah, dkk
Pada tabel 4, hasil pemeriksan mikroskopis, terdapat
41 orang (41%) yang ditemukan duh tubuh serviks
dengan jumlah PMN >30/lpb, namun hanya 3 orang yang
terbukti positif PCR C. trachomatis. Selebihnya, 38 orang
peserta dengan jumlah PMN >30/lpb didapatkan hasil
PCR C. trachomatis negatif dan tidak ditemukan
diplokokus
Gram-negatif
intraseluler
maupun
ekstraseluler, sehingga didiagnosis sebagai servisitis nongonore non-klamidia. Pada peserta penelitian yang tidak
mengeluh keputihan ataupun tanpa temuan duh tubuh
serviks, semuanya menunjukkan hasil PCR C.
trachomatis negatif.
Tabel 4
Hasil PCR C. trachomatis berdasarkan Jumlah PMN pada
Ibu Hamil di RSKIA Kota Bandung Tahun 2015
Variabel
n
PCR C. trachomatis
(+)
(-)
Keluhan Keputihan (+)
PMN 1-10/lpb
PMN 11-20/lpb
PMN 21-30/lpb
PMN >30/lpb
10
9
25
30
1
0
2
3
9
9
23
27
Duh Tubuh Serviks (+)
PMN 1-10/lpb
PMN 11-20/lpb
PMN 21-30/lpb
PMN >30/lpb
13
13
26
41
1
0
2
3
12
13
24
38
Pekerjaan suami peserta dengan hasil PCR positif
terdiri atas, 1 orang wiraswasta dan 5 orang sebagai
karyawan swasta. Semua suami peserta dengan hasil PCR
positif dikatakan tidak memiliki riwayat IMS sebelumnya
baik berupa duh tubuh, ulkus, vesikel, maupun kutil.
PEMBAHASAN
Jumlah PMN pada sediaan apus endoserviks
berhubungan dengan kejadian servisitis klamidia.3
Bohmer dkk.17 melaporkan, bahwa pemeriksaan sediaan
apus endoserviks merupakan prediktor yang akurat untuk
mengetahui infeksi serviks baik oleh klamidia atau
gonore. Diagnosis servisitis ditegakkan apabila hasil
pemeriksaan mikroskopis duh endoserviks ditemukan
jumlah sel PMN >30/lpb. Stamm dkk.3 menyebutkan
bahwa PMN >30/lpb adalah cut off dengan korelasi
terbaik untuk menetapkan servisitis klamidia atau gonore3
karena memiliki sensitivitas 16,2% dan spesifisitas
91,6%.18
Biakan merupakan pemeriksaan baku emas untuk
mendeteksi C. trachomatis, namun sulit dilakukan dan
memiliki beberapa keterbatasan.2,19 Saat ini lebih banyak
dikembangkan uji pemeriksaan PCR untuk uji
diagnostik.19 Data menunjukkan bahwa sensitivitas PCR
dibandingkan dengan kultur untuk mendeteksi infeksi C.
trachomatis dari endoserviks sebesar 100%:65,2%,
sedangkan spesifisitasnya 99,4% : 100%.20
Pada penelitian ini, 41% peserta dinyatakan
menderita servisitis karena ditemukan jumlah PMN
>30/lpb. Berdasarkan pemeriksaan PCR C. trachomatis
positif ditemukan 6 orang peserta, namun hanya 3 yang
menunjukkan PMN >30/lpb, sehingga prevalensi
servisitis klamidia pada ibu hamil di RSKIA kota
Bandung tahun 2015 adalah 3%. Ketiga peserta, yang
menunjukkan PCR positif tetapi PMN <30/lpb diduga
mungkin akibat infeksi klamidia sebelumnya atau infeksi
yang sudah diobati. Pada penelitian ini ditemukan pula 38
orang (38%) yang didiagnosis servisitis non-gonore nonklamidia, namun dugaan penyebab belum diketahui dan
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Karowicz dkk.21 yang menganalisis infeksi serta
jenis bakteri pada serviks ibu hamil trimester 2 dan 3
menemukan bahwa inflamasi serviks pada ibu hamil
belum tentu akibat IMS. Pada ibu hamil, jumlah PMN
yang meningkat dapat pula akibat koinfeksi servisitis
klamidia dengan vaginitis,18 kandidiasis22 atau bakterial
vaginosis.18,22 Servisitis dapat pula disebabkan oleh
beberapa patogen IMS lain, misalnya Neisseria
gonorrhoeae, virus herpes simpleks, Trichomonas
vaginalis, atau Mycoplasma genitalium,23 maupun
patogen non-IMS antara lain Enterococcus spp.,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus
viridans, Streptococcus grup B, Klebsiella pneumoniae,
Enterobacter spp, serta Bacteroides fragilis.24
Kemungkinan keberadaan patogen IMS atau non-IMS ini
menjadi penyebab PMN >30/lpb pada 38 peserta
penelitian dengan PCR C. trachomatis yang negatif.
Berdasarkan WHO, prevalensi klamidia pada
kehamilan di Pasifik Barat berkisar antara 5,7% di
Thailand dan 17% di India.1 Laporan Roberts dkk.25
menunjukkan bahwa prevalensi servisitis klamidia pada
ibu hamil berdasarkan pemeriksan PCR sampel apus
endoserviks adalah 4,3%.
Angka prevalensi servisitis klamidia sebesar 3%
pada penelitian ini termasuk rendah. Hal ini diduga
karena peserta pada penelitian ini, yaitu ibu hamil di
RSKIA kota Bandung, tergolong populasi risiko rendah
terkena IMS.
Tinggi rendahnya prevalensi infeksi klamidia
bergantung pada populasi yang diteliti. Ibu hamil diduga
termasuk kategori risiko rendah dalam penularan IMS.
Namun, risiko ini meningkat jika positif terinfeksi HIV26
atau jika penelitian prevalensi dilakukan di klinik khusus
pengobatan IMS.14 Alary dkk.8 mengemukakan strategi
penapisan infeksi klamidia pada ibu hamil di area dengan
prevalensi rendah dan mengajukan tiga kriteria penapisan
awal subjek yang berisiko terinfeksi, yaitu usia kurang
dari 25 tahun, nulipara, dan riwayat pasangan seksual
baru alam satu tahun terakhir. Menurut Navarro, dkk.27
usia kurang atau sama dengan 24 tahun merupakan faktor
136
MDVI
risiko paling penting pada infeksi klamidia, karena
kelompok usia ini umumnya lebih seksual aktif, frekuensi
hubungan seksual masih tinggi, dan terdapat ektopi di
serviks yaitu area epitel kolumnar yang lebih luas dan
menjadi tempat berkembangnya klamidia, sehingga lebih
rentan terinfeksi. Alasan lain adalah pada kelompok usia
ini tingkat hubungan premarital yang tinggi dan pasangan
seksual yang banyak, namun kurang pengetahuan tentang
risiko akibat perilaku seksual.27
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil karakteristik
peserta didapatkan bahwa peserta dengan hasil PCR C.
trachomatis positif semuanya berusia kurang dari 35
tahun, yang terdiri atas usia kurang dari 25 tahun dan usia
antara 25-35 tahun masing-masing sebanyak 3 orang.
Kedua kelompok usia ini termasuk kelompok usia seksual
aktif.
Semua peserta yang terbukti PCR positif (6%)
memiliki pasangan seksual hanya suami. Total pasangan
seksual 4,5% (4/88) peserta dengan hasil PCR positif
hanya 1 orang, sedangkan 16,7% (2/12) pasangan seksual
lebih dari 1 orang disebabkan karena dua kali menikah.
Pasangan seksual multipel dapat meningkatkan
penyebaran patogen penyebab IMS, karena semakin muda
usia semakin besar jumlah pasangan seksual yang
mungkin menderita IMS. Munk, dkk.28 melaporkan
bahwa pada wanita dengan jumlah pasangan 5-9 orang
berisiko hampir 5 kali lebih sering terinfeksi klamidia
dibandingkan perempuan dengan jumlah pasangan 4
orang atau kurang.
Semua peserta dengan hasil PCR positif (8,1% atau
6/74) pada penelitian ini mengeluh keputihan dengan
durasi dan karakteristik duh yang bervariasi dan
konsistensi terbanyak adalah mukoid, tetapi keluhan
disuria maupun perdarahan pascakoitus tidak ditemukan.
Berbeda dengan hasil penelitian ini, Sellors dkk.18
melakukan analisis terhadap gejala yang berhubungan
dengan servisitis klamidia dan mendapatkan, bahwa
keputihan dengan karakteristik duh tubuh mukopurulen
merupakan salah satu gejala yang umum ditemukan.
Warna kuning pada duh tubuh mukopurulen tersebut
adalah akibat “enzim hijau” mieloperoksidase yang
terkandung di dalam neutrofil.23 Toyer dkk.29 melaporkan
bahwa infeksi klamidia asimtomatik lebih banyak
ditemukan (9,8%) dibandingkan dengan yang memiliki
gejala (7,7%) baik berupa keputihan, disuria, maupun
keluhan lainnya.
Beberapa temuan yang cukup penting pada
penelitian ini adalah, secara umum tingkat pendidikan ibu
hamil di RSKIA kota Bandung adalah tamat SLTA.
Menurut survei Badan Pusat Statistik,30 tingkat
pendidikan masyarakat di propinsi Jawa Barat ternyata
cenderung lebih rendah, yaitu sebagian besar tamat SD
(97,08%) dan hanya sebagian kecil dengan tingkat
137
Vol. 43 No. 4 Tahun 2016; 133- 138
pendidikan SMA atau sederajat. Pada penelitian ini,
sebagian besar tingkat pendidikannya adalah SLTA dan
selebihnya lebih rendah. Lu dkk.,31 menemukan bahwa
tingkat pendidikan SLTA atau lebih rendah berisiko 2,8
kali lebih besar terkena IMS dibandingkan dengan peserta
dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi atau lebih
tinggi.
Sebagian besar peserta berada pada usia kehamilan
trimester 3 (81%). Khurana dkk.32 melaporkan bahwa
proporsi infeksi klamidia pada ibu hamil tertinggi pada
trimester ketiga (17,4%) dibandingkan dengan trimester
kedua (17,3%) dan trimester pertama (11,4%). Pada
trimester ketiga, terutama minggu terakhir, terjadi
pematangan serviks dan secara perlahan terjadi
pembukaan ostium uteri secara bertahap.12
Ditemukan sebanyak 6,7% (2/30) peserta melakukan
hubungan seks pertama kali pada usia kurang dari 20
tahun, sedangkan 5,7% (4/70) pada usia 20 tahun ke atas.
Usia coitarche muda berhubungan dengan ektopi dan
banyak pasangan seksual, sehingga meningkatkan
kerentanan seseorang terkena IMS.27,33
Keterbatasan penelitian ini adalah kemungkinan
terjadi social desirability bias, karena data karakteristik
perilaku seksual suami diperoleh melalui anamnesis
terhadap peserta saja tanpa melibatkan suami. Selain itu,
penelitian ini dilakukan pada kelompok risiko rendah di
RSKIA dan status infeksi HIV tidak diperiksa, sehingga
prevalensi yang ditemukan kemungkinan lebih kecil dari
kondisi yang sebenarnya dibandingkan jika dilakukan
pada kelompok berisiko tinggi, yaitu ibu hamil terutama
yang berobat di klinik IMS atau yang positif terinfeksi
HIV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Prevalensi servisitis klamidia pada ibu hamil di
RSKIA kota Bandung tahun 2015 adalah 3%. Semua
peserta dengan PCR C. trachomatis positif mengeluh
keputihan. Berdasarkan pemeriksaan inspekulo ditemukan
duh tubuh serviks dengan karakteristik duh yang
bervariasi, tetapi semuanya dengan konsistensi mukoid.
Karakteristik peserta dengan hasil PCR positif, berusia
kurang dari 35 tahun, status menikah, pasangan seksual
hanya dengan suami, dengan usia kehamilan terbanyak
pada trimester.3 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui etiologi servisitis non-gonore non-klamidia
pada 38% peserta penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
WHO. Global prevalence and incidence of selected curable sexually
transmitted infections. WHO. Geneva: Department of Communicable
Diseases Surveillance and Response; 2001.
Malhotra M, Sood S, Mukherjee A, Muralidhar S, Bala M. Genital
Chlamydia trachomatis. Indian JMed Res . 2013;138:303-16
Nur Dalilah, dkk
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Servisitis klamidia pada ibu hamil di rumah sakit khusus ibu dan anak
Servisitis klamidia pada ibu hamil di RSKIA Kota Bandung
Stamm WE. Chlamydia trachomatis infections. Dalam: Holmes KK,
Sparling PF, StammWE, Piot P,Wasserheit JN, Corey L, dkk.,
penyunting. Sexually transmitted diseases. Edisi ke-4. New York:
McGraw-Hill; 2008. h. 575-94.
Hitti J, Watts DH. Bacterial sexually transmitted infections in
pregnancy. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually transmitted
diseases. Edisi ke-4. New York:McGraw-Hill; 2008. h. 1529-61.
French JI, Mc Gregor JA, Draper D, Parker R, McFee J. Gestational
bleeding, bacterial vaginosis, and common reproductive tract
infections: Risk for preterm birth and benefit of treatment. Obstet
Gynaecol. 1999;93:715-24.
Haggerty CL, Klebanoff MA, Panum I, Uldum SA, Bass DC, Olsen J,
dkk. Prenatal Chlamydia trachomatis infection increases the risk of
preeclampsia. Int JWomen’s Cardiovasc Health. 2013;3: 151-4.
Hammerschlag MR, Anderka M, Sernine DZ, McComb D, McCormack
WM. Prospective study of maternal and infantile infection with
Chlamydia trachomatis. Pediatrics. 1979;64:142-8.
Alary M, Joly JR, Moutquin JM, Labrecque M. Strategy for screening
pregnant women for chlamydial infection in a low-prevalence area.
Obstet Gynecol. 1993;82:399-404.
Christmas JT, Wendel GD, Bawdon RE, Farris R, Cartwright G, Little
BB. Concomitant infection with Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia
trachomatis in pregnancy.1989;74:295-8.
Geisler WM, James AB. Chlamydial and gonococcal in women seeking
pregnancy testing at family planning clinics. Am J Obstet Gynecol
2008;198:502e1-4.
Centers For Disease Control and Prevention. Sexually transmitted
diseases treatment guidelines. Morbidity and mortality weekly report
(MMWR). Department of Health and Human Services; 2010.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong
CY. Williams Obstetrics. Edisi ke-23. New York:McGraw Hill;
2010.h.116-598,1240-1.
Sweet RL, Minkoff H. Maternal infections, human immunodefi ciency
virus infection, and sexually transmitted diseases in pregnancy. Dalam:
Reece A, Hobbins JC, penyunting. Clinical Obstetrics: The fetus and
mother. Edisi ke-3.Massachusetts: Blackwell Publishing; 2007. h. 90815.
Adams EJ, Charlett A, Edmunds WJ, Hughes G. Chlamydia
trachomatis in the United Kingdom: a systematic review and analysis
of prevalence studies. Sex Transm Infect. 2004;80:354-62.
Pemerintah kota Bandung. Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak kota
Bandung [diunduh 6 September 2014]. Website resmi pemerintah kota
Bandung..Tersediadi.:.http://www.bandung.go.id/index.php?fa=dilemte
k. detail&id=36
Laporan tahunan RS khusus Ibu dan Anak kota Bandung. Profi l
RSKIA kota Bandung. 2014.
Bohmer JT, Schemmer G, Harrison FNH, Kreft W, Elliot M. Cervical
wet mount as negative predictor for gonococci- and Chlamydia
trachomatisinduced cervicitis in a gravid population. Am J Obstet
Gynecol. 1999;181:283-7.
Sellors J, Howard M, Pickard L, Jang D, Mahony J, Chernesky M.
Chlamydial cervicitis: testing the practice guidelines for presumptive
diagnosis. CanMedAssoc J. 1998;158:41-6.
19. Papp JR, Schachter J, Gaydos CA, van Der Pol B. Recommendations
for the laboratory-based detection of Chlamydia trachomatis and
Neisseria gonorrhoeae¬ – 2014.MMWR Recomm Rep. 2014;63:1-19.
20. Crotchfelt KA, Welsh LE, de BonVille D, Rosenstraus M, Quinn TC.
Detection of Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis in
genitourinary specimens from men and women by coamplifi cation
PCR Assay. J ClinMicrobiol. 1997;35: 1536-40.
21. Karowicz-Biliniska A, Kus E, Kazimiera W, Mascidlo A, Brzozowski
M, Niedzwiecka B, et al. Chlamydia trachomatis infection and bacterial
analysis in pregnant women in II and III trimester of pregnancy.
Ginekol Pol. 2007;78:787-91.
22. Chokepaibulkit K, Patamasucon P, List M, Moore B, Rodriguez H.
Genital Chlamydia trachomatis infection in pregnant adolescents in
east Tennessee: a 7-year case-control study. J PediatrAdolesc Gynecol.
1997;10:95-100.
23. Holmes KK, Stamm WE, Sobel JD. Lower genital tract infection
syndromes in women. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE,
Piot P,Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually transmitted
diseases. Edisi ke-4. NewYork:McGraw-Hill; 2008. h. 999-1010.
24. Lurie S, Asaala H, Harari OS, Golan A, Sadan O. Uterine cervical nonGonococcal and non-Chlamydial bacterial fl ora and its antibiotic
sensitivity in women with pelvic infl ammatory disease: Did it vary
over 20 years. The IsraelMedAssoc J. 2010;12:747-50.
25. Roberts SW, Sheffi eld JS, McIntire DD, Alexander JM. Urine
screening for Chlamydia trachomatis during pregnancy. Obstet
Gynecol. 2011;117:883-5.
26. Chaisilwattana P, Chuachoowong R, Siriwasin W, Bhadrakom C,
Mangclaviraj Y, Young NL, et al. Chlamydial and gonococcal cervicitis
in HIV-seropositive and HIV seronegative pregnant women in
Bangkok: prevalence, risk factors, and relation to perinatal HIV
transmission. Sex Transm Dis. 1997;24:495-502.
27. Navarro C, Jolly A, Nair R, Chen Y. Risk factors for genital chlamydial
infection. Can J Infect Dis. 2002;13:195-207.
28. Munk C, Moore S, Kjaer SK. PCR-detected Chlamydia trachomatis
infections from the uterine cervix of young women from the general
population: Prevalence and risk determinants. Sex Transm Dis.
1999;26:325-8.
29. Toyer AL, Trignol-Viguier N, Mereghetti L, Joly B, Blin E, Body G, et
al. Interest of simultaneous Chlamydia trachomatis and Neisseria
gonorrhoeae screening at the time preabortion consultation.
Contraception. 2012;86:572-6.
30. Badan Pusat Statistik. Angka partisipasi murni tingkat pendidikan
menurut propinsi tahun 2003-2013. Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia..Tersedia.di:.http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/15
29
31. Lu F, Jia Y, Bin S, Li C, Limei S, Kristensen S, dkk. Predictors for
casual sex and/or infection among sexually transmitted disease clinic
attendees in China. Int J STDAIDS. 2009;20:241-8.
32. Khurana CM, Deddish PA, del Mundo F.Prevalence of Chlamydia
trachomatis in the pregnant cervix. Obstet Gynecol. 1985;66:241-3.
33. Kucinskiene V, Sutaite I, Valiukeviciene S, Milasauskiene Z, Domeika
M. Prevalence and risk factors of genital Chlamydia trachomatis
infection. Medicina. 2006;42:885-94.
138
Download