DETEKSI Trypanosoma evansi PADA KERBAU PERAH

advertisement
DETEKSI Trypanosoma evansi PADA KERBAU PERAH
(Bubalus bubalis) DI KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
OLEH
MURTAFIAH DARIS
O 111 11 270
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
i
DETEKSI Trypanosoma evansi PADA KERBAU PERAH (Bubalus bubalis)
DI KABUPATEN ENREKANG
MURTAFIAH DARIS
O11111270
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
1.
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Murtafiah Daris
NIM
: O111 11 270
Menyatakan dengan sebenanya bahwa :
1.
Karya skripsi saya adalah asli.
2.
Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil
dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
3.
Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan
seperlunya.
Makassar, November 2015
Murtafiah Daris
iv
RIWAYAT PENULIS
Penulis bernama lengkap Murtafiah Daris, dilahirkan
pada tanggal 3 Juli 1992 di Kabupaten Enrekang, Sulawesi
Selatan dari pasangan suami istri Daris dan Hafsa S.Pdi dan
merupakan anak pertama dari 6 bersaudara.
Penulis mengenyam pendidikan di TK Aisyah Buntu
Barana pada tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan
di SD Negeri 130 Rantelimbong dan lulus tahun 2005.
Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs Guppi
Buntu Barana dan lulus tahun 2008, dan melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Anggeraja dan lulus pada tahun
2011. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam berbagai organisasi internal kampus
diantaranya anggota bidang eksternal Badan Pengawas Himpunan (BPH)
Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tahun 20122013 dan anggota Mahasiswa Pencinta Musholla (MPM) tahun 2011. Selain itu
penulis juga aktif pada organisasi eksternal kampus, yakni organisasi daerah
Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu (HPMM) Komisariat Universitas
Hasanuddin sebagai kepala bidang pada bidang kerohanian. Serta penulis aktif
dalam berbagai kegiatan kepanitian didalam kampus dan diluar kampus.
v
ABSTRAK
MURTAFIAH DARIS. O11111270. Deteksi Trypanosoma evansi Pada Kerbau
Perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang. Dibimbing oleh
PROF.DR.DRH.LUCIA MUSLIMIN, M.SC dan DRH. SUHARTILA
Trypanosomiasis atau Surra adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh
agen Trypanosoma evansi dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah
(haematophagus flies (Andesjam, 2013). Parasit penyebab penyakit ini yakni
Trypanosoma evansi umumnya hidup dalam aliran darah khususnya dalam cairan
atau plasma darah sebagai parasit ekstra seluler. Parasit ini juga dapat ditemukan
dalam organ tubuh yang lain seperti jantung, hati, otak, atau susunan saraf pusat,
limpa, ginjal dan paru-paru. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi parasit
darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah di Kabupaten Enrekang.
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 2 Juni sampai 25 Juni 2015. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan kejadian parasit
darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 28 ekor kerbau perah yang tersebar di Kecamatan
Curio, Kabupaten Enrekang.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random
Sampling dengan mengambil sampel yang terdapat Kecamatan Curio, Kabupaten
Enrekang. Metode pengambilan sampel darah yang digunakan pada penelitian ini
dengan menggunakan metode preparat ulas darah tipis. Hasil ulas darah tipis yang
diperiksa secara mikroskopis menunjukkan bahwa sel darah merah yang terdapat
pada kerbau perah terlihat normal, artinya tidak terjadi infeksi parasit darah
Trypanosoma evansi. Pemeriksaan ulas darah juga tidak menunjukkan adanya
infeksi parasit darah lainnya pada ternak kerbau perah. Namun berdasarkan
gejala-gejala fisik yang muncul, kemungkinan terdapat infeksi cacing atau infeksi
mikroorganisme lainnya.
Kata Kunci : Deteksi, Trypanosoma evansi, kerbau perah, Curio, Enrekang.
vi
ABSTRACT
MURTAFIAH DARIS. O11111270. Detection Trypanosoma evansi on breast
(bubalus bubalis) in the district of Enrekang. Suvervised by
PROF. DR. DRH. LUCIA MUSLIMIN, M.SC and DRH. SUHARTILA
Trypanosomiasis or Surra is a disease, caused by a Trypanosoma evansi and
be transmitted through the flies are blood-sucking (haematophagus flies
(Andesjam, 2013). Parasite the cause of the disease is the Trypanosoma evansi are
generally living in the flow of blood, especially liquids or blood plasma as a
parasite extracellular. It also can be found in organs such as heart, liver, brain or
central nervous system, limp, kidney and lung. This study aims to detect parasites
blood it on a dairy in the district of Enrekang. Research will begin on 2-25 June
2015. This research expected to provide information about the existence of the
incident, the blood it on a dairy. The samples used in this study as many as 28 of
the breast that exist in the district Curio of Enrekang.
The method of sampling is used is Simple Random Sampling by taking
samples contained in the district Curio of Enrekang. Method the blood is used is
with the preparation of a blood thinner. The results of a blood thinner is examined
in microscopic shown that red blood cells in normal circumstances, it’s not a
parasitic infection the blood it. Examination of the blood is also doesn’t show any
infection, other blood on cattle buffalo the breast. But the symptoms of physical
appereance is likely there is infection a worm o other microorganism.
Keywords : Detection, Trypanosoma evansi, Buffalo the breast, Curio, Enrekang
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Deteksi Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di
Kabupaten Enrekang”. Shalawat dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang
terang benderang.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai
gelar sarjana kedokteran hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan
Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan
penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan peran
serta berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada dosen pembimbing utama Prof.Dr.drh. Lucia Muslimin, M.Sc
dan dosen pembimbing anggota drh. Suhartila atas dedikasi ilmu, waktu, motivasi,
dan kesabarannya dalam membimbing mulai dari usulan penelitian, pelaksanaan
penelitian, dan penyusunan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, serta kepada
dosen penguji drh. Hadi Purnama Wirawan dan drh. Sri Utami atas motivasi,
saran, dan kritiknya kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada:
1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin,
2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin,
3. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang drh,Yunwar beserta staf
yang telah memberikan fasilitas dan bantuan selama penelitian,
4. Seluruh dosen serta staf pengelola pendidikan Program Studi Kedokteran
Hewan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses
pendidikan,
5. drh. Fitri Amaliah, St. Aminah Salam, Andri Rahmandani, dan seluruh staf
Balai Besar Veteriner Maros yang senantiasa memberikan bantuan dan
dukungan selama proses penelitian,
6. Masyarakat Desa Sumbang khususnya para peternak yang telah membantu
pengumpulan data penelitian serta informasi-informasi penting yang
dibutuhkan peneliti dan dengan rasa kekeluargaan menerima dan
membantu penulis selama penelitian berlangsung.
7. Paramedik dan rekan-rekan satu tim di lokasi penelitian, Ir. Abbas, Reski
Olivia Duri, Yaumil Ni’mah, Kuntum Khoirani, Wahyuni, Dzulfikri dan
viii
kakanda Abdul Malik yang senantiasa meluangkan waktu, memberikan
bantuan, dan atas kerja samanya selama penelitian
8. Rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2011 yang telah
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama mengikuti
pendidikan di kedokteran hewan Universitas Hasanuddin dan membantu
penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini,
9. Kepada semua warga HPMM Komisariat Universitas Hasanuddin atas
dukungan, motivasi dan bantuannya untuk menyelesaikan skripsi ini,
10. Sahabat yang selalu memberikan semangat dan bantuannya, Rezki
Ramadhani S.Hut, Arief Salam, Imran, Hendrawanto, Curma Anugrah
S.Hut, Yusmin, Yarham Samad S.H, Setiawaty Reski Darita S. TP, Nur
Onayanti S. Si, Andika Hafidz serta sahabat yang selalu setia
mendengarkan, memberikan masukan dan kritikan si iting (Rifal Hidayat)
terima kasih.
11. Untuk kandaku Abu Bakar Ibrasa S.E terima kasih atas kesabaran dan
keikhlasannya mendampingi saya dalam menyelesaikan tanggung jawab
ini, memberikan motivasi, bantuan dan kritikannya kepada saya dalam
melaksanakan penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
12. Terkhusus kedua orang tua penulis, Ayahanda Daris dan Ibunda tercinta
Hafsa Asbar S.Pdi atas cinta kasih dan untaian kasih sayang serta doa yang
tidak pernah putus, dan juga kepada orang tua kedua saya Nursam dan
Suriani Asbar S.Ag yang selama ini banyak memberikan motivasi dan
bantuannya serta adik-adik ku Muh. Ammar Daris, Muh.Yahya Daris,
Khaeriani Daris, Raudhatul Jannah Daris dan Muh. Abrar Daris yang
amat saya sayangi terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya
selama ini,
Sekali lagi terima kasih kepada semua pihak yang juga tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu atas segala bantuan dan kerja samanya. Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam
penyusunan karya berikutnya dapat lebih baik.
Makassar, November 2015
Murtafiah Daris
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………… i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iv
RIWAYAT PENULIS .................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
1.PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .....................................................................................
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................
I.3 Tujuan Penelitian .................................................................................
I.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................
I.5 Hipotesis ..............................................................................................
I.6 Keaslian Penelitian...............................................................................
1
2
2
2
2
2
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Kerbau .................................................................................. 3
2.2 Karakteristik Daerah ........................................................................ 4
2.2.1 Geografi .......................................................................................... 5
2.2.2 Luas Wilayah .................................................................................. 5
2.2.3 Topografi ........................................................................................ 5
2.3 Trypanosma evansi........................................................................... . 5
2.3.1 Etiologi ........................................................................................... 5
2.3.2 Morpologi ....................................................................................... 6
2.3.3 Siklus Hidup ................................................................................... 7
2.3.4 Patogenesis ..................................................................................... 8
2.3.5 Epidemiologi................................................................................... 8
2.3.6 Cara Penularan ................................................................................ 9
2.3.7 Gejala Klinis .................................................................................. 10
2.3.8 Diagnosis ....................................................................................... 11
2.3.9 Pencegahan dan Kontrol ................................................................ . 11
3.MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ...........................................................
3.2 Materi Penelitian ...............................................................................
3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling .........................................................
3.2.2 Bahan ..............................................................................................
3.2.3 Alat .................................................................................................
13
13
13
14
14
x
3.3 Metode Penelitian ..............................................................................
3.3.1 Desain Penelitian ............................................................................
3.3.2 Pengambilan Sampel Darah ............................................................
3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium .............................................................
3.3.4 Analisis Data ...................................................................................
3.4 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................
14
14
14
14
15
16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………… 17
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan.........................................................................................
5.2 Saran ....................................................................................................
25
25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
26
LAMPIRAN ....................................................................................................
30
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 1 Morfologi Trypanosoma evansi ......................................................
Gambar 2 Siklus Hidup Trypanosoma evansi Pada Kerbau Perah ..................
Gambar 4.1 Sampel yang telah dibuat preparat ulas darah tipis .......................
Gambar 4.2 Bentuk Trypanosoma evansi dalam darah ....................................
Gambar 4.3 Morfologi Lalat Tabanus Penghisap Darah ..................................
Gambar 4.4 Deteksi Parasit Darah (Trypanosoma evansi) ...............................
Gambar 4.5 Diagaram Penilaian Pengalaman Beternak ...................................
Gambar 4.6 Diagaram Penilaian Pola Pemeliharaan ........................................
Gambar 4.7 Diagram Variabel Penilaian Cara Merawat Kerbau Perah ...........
Gambar 4.8 Diagram Variabel Penilaian Kondisi Kerbau Perah .....................
Gambar 4.9 Diagram Variabel Penilaian Letak Kandang Kerbau Perah ........
Gambar 4.10 Diagram Variabel Penilaian Kondisi Kandang Kerbau Perah ....
6
7
16
18
12
19
19
20
20
21
21
22
xii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Data Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Enrekang
Tahun 2014……………………………………………………… 4
Tabel 4.1 Deskripsi faktor-faktor penyebab manajemen
pemeliharaan dan penilaian pengetahuan peternak
yang berpengaruh terhadap deteksi Trypanosoma evansi
pada kerbau perah (Bubalus bubalis)
di kabupaten Enrekang…........……..............................................17
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Halaman
: Kuesioner informasi dasar serta faktor risiko
Biosekuriti pada peternakan kerbau perah
terhadap kejadian penyakit parasit darah
Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio,
Kabupaten Enrekang……………………………..…….
: Hasil Uji Mikroskopis ulas darah tipis terhadap
Penyakit Trypanosoma evansi pada kerbau perah…….
: Dokumentasi Kegiatan………………………………….
27
28
30
xiv
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu usaha bidang peternakan yang belum memperoleh penanganan
secara intensif dan masih perlu didorong serta dikembangkan adalah usaha
peternakan kerbau perah. Usaha peternakan kerbau perah di Enrekang merupakan
usaha sambilan untuk menambah pendapatan bagi peternak yang memeliharanya.
Beternak kerbau perah merupakan sumber ekonomi yang sangat berarti bagi
petani peternak pedesaan Indonesia, sebagaimana di negara-negara berkembang
lainnya (Ibrahim, 2008)
Kabupaten Enrekang merupakan daerah yang memiliki potensi peternakan
besar, dilihat dari wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan berbagai
jenis ternak. Luas areal peternakan untuk padang pengembalaan 600 ha dan luas
areal kebun HMT (Hijauan Makanan Ternak) 514 ha dari 1,786,01 ha luas
wilayah Kabupaten Enrekang. Salah satu ternak yang banyak dipelihara
masyarakat di Kabuapten Enrekang terutama Kecamatan Curio adalah ternak
kerbau perah yang di manfaatkan sebagai sumber protein hewani dan tenaga kerja.
Ternak kerbau perah perlu untuk dikembangkan demi mencapai kesejahteraan
masyarakat petani peternak (Ancong, 2011).
Penyakit pada kerbau jika tidak dikendalikan dengan baik akan menjadi
kendala dalam pengembangan komoditas ini. Trypanosomiasis (Surra) yang
disebabkan oleh parasit darah Trypanosoma evansi merupakan penyakit yang
cukup penting pada ternak kerbau, umumnya bersifat kronis bahkan tanpa gejala
klinis (asimtomatis). Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan lebih tinggi
dari pada sapi sehingga diduga sebagai sumber penularan (reservoir) yang
potensial bagi ternak lainnya (Martindah dan Husein, 2000).
Kerugian utama akibat infeksi trypanosomiasis pada kerbau berupa:
penurunan bobot badan, daya reproduksi rendah, keterlambatan pertumbuhan
pada anak, penurunan daya kerja, kematian dan keadaan yang disebut
imunosupresi (decreased immune responsiveness). Pengendalian Surra
sepenuhnya masih tergantung pada pengobatan yang diberikan secara individual
kepada hewan yang diduga terinfeksi dengan obat tripanocidal. Suramin
merupakan obat tripanocidal yang efektif karena tidak ada resistensi sehingga
dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengendalian Surra, akan tetapi obat ini
sulit diperoleh dan harganya mahal. Selayaknya pengobatan terhadap
Tripanosomiasis (Surra) dilakukan secara strategis yaitu pada awal terjadi infeksi
agar penyakit tidak menyebar dan perlu dicarikan obat alternatif yang murah,
efektif, mudah aplikasinya serta mudah didapat (Martindah dan Husein, 2000).
Kerbau diduga lebih peka terhadap Trypanosoma evansi daripada sapi.
Infeksi pada kerbau bersifat laten (sub klinik). Seperti halnya pada sapi, kerbau
juga bertindak sebagai reservoir. Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan
lebih tinggi daripada sapi sehingga kerbau diduga merupakan sumber penularan
yang potensial bagi ternak sapi maupun kuda (Partoutomo et al, 1996).
Dari hasil laporan yang dihasilkan bahwa masih minim dilaporkan kasus
terkait kejadian parasit pada ternak kerbau terutama di Kabupaten Enrekang,
mengenai kejadian penyakit Trypanosomiasis dimana bersifat sangat patogen dan
zoonosis (dapat menular ke manusia) pada hospes yang memiliki ketahanan tubuh
1
yang rendah, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Hal ini
disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan dampak mengenai kejadian pada
penyakit Trypanosomiasis sehingga masyarakat cenderung acuh terhadap kasus
tersebut. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
mengenai “Deteksi Trypanosoma evansi (surra) Pada Kerbau Perah (Bubalus
bubalis) Di Kabupaten Enrekang” sehingga dapat diambil suatu langkah
kebijaksanaan terutama untuk penanggulangannya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah apakah terdapat kejadian infeksi parasit darah Trypanosoma evansi (surra)
pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang.
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mendeteksi parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau
perah di Kabupaten Enrekang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. 4.1 Manfaat Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan
kejadian parasit darah Trypanosoma evansi (surra) pada kerbau perah. Informasi
ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil
keputusan (Pemerintah Daerah, Balai Besar Veteriner Maros, Karantina Pertanian,
peternak dan instansi terkait lainnya) dalam upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit parasit khususnya kejadian parasit darah Trypanosomiasis di Kabupaten
Enrekang.
1. 4.2 Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsi ilmiah bagi dunia
pendidikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat umum serta menjadi acuan
bagi penelitian selanjutnya.
1. 4.3 Manfaat Praktis
Diharapkan bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
peneliti dalam mengaplikasikan ilmu dan wawasan ilmiahnya.
1.5
Hipotesis
Ditemukan infeksi parasit darah Trypanosoma evansi pada kerbau perah
(Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang.
1.6 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Deteksi Trypanosoma evansi (surra) Pada Kerbau Perah
(Bubalus bubalis) Di Kabupaten Enrekang belum pernah dilaporkan. Penelitian
terhadap parasit darah khususnya penyakit Trypanosomiasis di Indonesia telah
banyak dilakukan, namun fokus, tujuan, dan lokasinya berbeda, seperti halnya
(Martindah dan Husein ) Trypanosomiasis Pada Ternak Kerbau.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Kerbau
Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah
belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air. Sisa – sisa fosil kerbau
yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus) menunjukkan bahwa
kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lumpur domestikasi tampaknya
berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia Bovidae dan sejarah mencatat
telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir. Ternak ini berfungsi triguna :
perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya yang menonjol adalah dapat
memanfaatkan tanaman yang terkasar dan merubahnya menjadi produk ternak
(Reksohadiprodjo, 1984).
Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang
lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana
ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau
masih cukup baik (Bamualim, et al., 2006).
Berbeda dengan populasi sapi potong dan sapi perah yang dominan di pulau
Jawa, populasi kerbau cenderung tersebar merata secara regional/pulau di seluruh
Indonesia. Populasi kerbau terbesar terdapat di Sumatera dengan jumlah 512,8
ribu ekor atau 39,30 persen dari total populasi kerbau Indonesia. Populasi kerbau
pulau Jawa mencapai 363 ribu ekor atau 27,82 persen, kemudian pulau Bali dan
Nusa Tenggara 257,6 ribu ekor atau 19,74 persen; pulau Sulawesi 110,4 ribu ekor
atau 8,46 persen; pulau Kalimantan 41,5 ribu ekor atau 3,18 persen, serta pulau
Maluku dan Papua 19,7 ribu ekor atau 1,51 persen dari populasi kerbau Indonesia
(Kementrian Pertanian, 2011).
Ternak kerbau perlu untuk dikembangkan demi mencapai kesejahteraan
masyarakat petani peternak. Jenis kerbau yang dijadikan sebagai kerbau perah di
Kabupaten Enrekang adalah kerbau lumpur. Secara taksonomi kerbau lumpur
dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut Kerr (1972) dalam Izza (2011) :
Kerajaan
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Subfamili
Genus
Spesies
: Animalia
: Chordata
: Mammalia
: Artiodactyla
: Bovidae
: Bovinae
: Bubalus
: Bubalus bubalis
3
Adapun data jumlah populasi kerbau perah Kabupaten Enrekang dilihat dari
tiap kecamatan sebagai berikut :
Tabel 2.1. Data Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Enrekang Tahun 2014
Kecamatan
Maiwa
Jantan
327
Betina
772
Jumlah
1.099
Bungin
Enrekang
Cemdana
Baraka
Buntu Batu
Anggeraja
Malua
Alla’
Curio
Masalle
Baroko
0
6
9
227
13
4
61
11
263
10
54
1
6
20
463
40
14
243
42
500
16
57
1
12
29
690
53
18
304
53
763
26
111
2.2 Karakteristik Daerah
2.2.1
Geografi
Secara geografis, Kabupaten Enrekang terletak pada 3o 14’ 36’’ sampai 3o
50’ 00’’ Lintang Selatan dan 119o 40’ 53’’ sampai 120o 06’ 33’’ Bujur Timur.
Luas daratan Wilayah Kabupaten Enrekang adalah 1.786,01 km². Batas-batas
geografis wilayah Kabupaten Enrekang secara lengkap adalah sebagai berikut:
(Anonim, 2011).
di sebelah utara dengan Kabupaten Tana Toraja
di sebelah timur dengan Kabupaten Sidrap
di sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang
di sebelah selatan dengan Kabupaten Luwu
2.2.2
Luas Wilayah
Secara keseluruhan Kabupaten Enrekang memiliki Wilayah seluas 1.786,01
km . Jika dibandingkan luas wilayah Sulawesi Selatan, maka luas wilayah
Kabupaten Enrekang sebesar 2,83 %. Kabupaten Enrekang terbagi menjadi 12
kecamatan dan secara keseluruhan terbagi lagi dalam satuan wilayah yang kecil
yaitu terdiri atas 129 wilayah desa/kelurahan (Anonim, 2011).
2.2.3
Topografi
Topografi Wilayah Kabupaten Enrekang pada umumnya mempunyai
wilayah Topografi yang bervariasi berupa perbukitan, pegunungan, lembah dan
4
sungai dengan ketinggian 47 - 3.293 m dari permukaan laut serta tidak
mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan Topografi Wilayah wilayah
didominasi oleh bukit-bukit/gunung-gunung yaitu sekitar 84,96% dari luas
wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%. Musim yang
terjadi di Kabupaten Enrekang ini hampir sama dengan musim yang ada di
daerah lain yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim
kemarau dimana musim hujan terjadi pada bulan November - Juli sedangkan
musim kemarau terjadi pada bulan Agustus – Oktober (Anonim, 2011).
2.3 Trypanosoma evansi (surra)
Trypanosomiasis atau Surra adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh
agen Trypanosoma evansi dan ditularkan melalui gigitan lalat penghisap darah
(haematophagus flies). Agen Trypanosoma evansi telah tersebar luas di kawasan
Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Selatan. Pada wilayah yang berbeda tersebut,
parasit ini dapat menyerang berbagai spesies hewan. Di Amerika Selatan, kasus
penyakit Surra paling sering ditemukan pada kuda. Hewan yang terinfeksi di Cina
umumnya kuda, kerbau, dan rusa. Di Timur Tengah dan Afrika parasit ini
menyerang unta, dan di Asia Tenggara penyakit Surra dapat ditemukan pada
kuda, sapi, dan kerbau (Andesjam, 2013)
Parasit penyebab penyakit ini yakni Trypanosoma evansi umumnya hidup
dalam aliran darah khususnya dalam cairan atau plasma darah sebagai parasit
ekstra seluler. Parasit ini juga dapat ditemukan dalam organ tubuh yang lain
seperti jantung, hati, otak, atau susunan saraf pusat, limpa, ginjal dan paru-paru.
Lebih lanjut Sudardjat, menyatakan bahwa untuk keperluan hidup parasit ini,
sumber energi diambil dari glukosa darah. Menurunnya kadar glukosa darah
menyebabkan terjadinya peningkatan asam susu yang mengakibatkan turunnya
daya tahan tubuh, disamping timbulnya toksin/tripanotoksin (Sudardjat, 1998).
2.3.1
Etiologi
Klasifikasi dari trypanosomiasis : (Anonim, 2012)
Sub Kingdom : Protozoa
Filum
: Sarcomastigophora
Sub Filum
: Mastigophora
Kelas
: Zoomastigophorasida
Ordo
: Kinetoplastorida
Famili
:Trypanosomadidae
Genus
: Trypanosomatidae
Sub Genus
: Trypanozoon
Spesies : Trypanosoma evansi
Habitat : Pembuluh darah, pembuluh limfe, cairan otak
Induk semang : kuda, unta, anjing, hewan ternak
Di alam terdapat berbagai jenis trypanosoma pada hewan (animal
trypanosomes) yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu non patogen dan
5
patogen. Trypanosoma lewisi merupakan trypanosoma non patogen yang
ditemukan pada tikus dan ditularkan melalui pinjal (rat flea). Jenis trypanosoma
yang patogen diantaranya Trypanosoma brucei yang menyebabkan penyakit
Nagana pada ternak di Afrika, Trypanosoma equiperdum diketahui menyebabkan
penyakit Dourine pada kuda yang ditularkan melalui perkawinan (venereal
disease). Trypanosoma equinum yang ditularkan secara mekanis oleh lalat
Tabanus dapat menyebabkan penyakit Mal de Caderas pada kuda di Amerika
Selatan. Di Afrika, Trypanosoma vivax dan Trypanosoma congolense yang
ditularkan oleh lalat tsetse dapat menginfeksi ternak dan manusia (human
trypanosomiasis). Adapun Trypanosoma evansi yang ditularkan secara mekanik
oleh lalat tabanus dapat menyebabkan penyakit Surra pada kuda, sapi dan
kerbau.(Pathak et al,. 1997)
2.3.2 Morfologi
Trypanosoma evansi memiliki morfologi yang mirip dengan trypanosoma
lainnya seperti Trypanosoma equiperdum, Trypanosoma brucei, Trypanosoma
gambiense dan Trypanosoma rhodesiense. Permukaan tubuh Trypanosoma evansi
diselubungi oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubahubah bentuk (variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein
yang dapat berubah bentuk, maka Trypanosoma evansi dapat memperdaya sistem
kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik
(antigenic variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang
berbeda-beda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh
Trypanosoma evansi (Kauffman, 2001).
Penyakit Surra disebabkan oleh protozoa yang merupakan parasit darah,
yaitu Trypanosoma evansi. Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah
pada fase infeksi akut. Trypanosoma evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm
dan dapat membelah (binary fission) untuk memperbanyak diri. Bentuknya yang
khas seperti daun atau kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang panjang
sebagai alat gerak. Di bagian tengah tubuh terdapat inti yang mengandung
kariosoma (trofonukleus) yang besar dan terletak hampir sentral. Salah satu ujung
tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan
terdapat bentukan yang disebut kinetoplast (Davison et al, 2000)
Gambar 1. Morfologi Trypanosoma evansi
6
Trypanosoma evansi hidup dan bergerak dalam plasma darah atau cairan
jaringan induk semang. Mereka memanjang, ramping dan meruncing dikedua
ujungnya. Para pellicle lapisan luar dari sitoplasma cukup fleksibel untuk
memungkinkan tingkat gerakan tubuh. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.
Permukaan tubuh Trypanosoma evansi diselubungi oleh lapisan protein tunggal
yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk (variable surface
glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat berubah bentuk, maka
Trypanosoma evansi dapat memperdaya sistem kekebalan tubuh inang (host).
Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh
akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan
protein permukaan yang ditampilkan oleh Trypanosoma evansi (Omanwar et al.
1999).
2.3.2
Siklus Hidup
Penyakit ini ditularkan secara mekanik oleh lalat penghisap darah dari genus
Tabanus dan Stomoxys (Soulsby, 1982). Lalat memindahkan Trypanosoma evansi
pada saat menghisap makanan/darah pada tubuh hewan, karena terganggu lalat
tersebut kemudian pindah ke hewan lain dengan cepat untuk melanjutkan kegiatan
makannya. Parasit darah ini dapat hidup dalam mulut lalat selama 30 menit
sampai enam jam (Sukanto, 1994).
Didalam tubuh vektor, dimulai sejak lalat menghisap darah penderita,
bersama darah juga akan terhisap gamon (mikro dan makro)-gamet, didalam
tubuh lalat mikrogamet akan secara aktif mencari makrogamet untuk kawin, hasil
perkawinan terbentuklah zygot berbentuk bulat kemudian berkembang lebih lanjut
bentuknya berubah memanjang dan dapat bergerak disebut ookinet, ookinet
bergerak menuju dinding usus tengah untuk membentuk ookista, ookista
mengalami proses sprogony (pembentukan sporozoit) dengan menbelahan berlipat
ganda (skizogoni) menghasilkan sporozoit, sporozoit akan bermigrasi menuju
kelenjar air liur sehingga lalat menjadi infektif. (Dwinurmijayanto, 2011)
Didalam tubuh hewan peka, dimulai juga saat lalat infektif menghisap
darah, sporozoit yang berada didalam kelenjar ludah akan ikut tersebar kedalam
peredaran darah, kemudian akan memasuki sel endotel (ginjal, hati dan paru-paru)
serta didalam ruangan berisi darah atau didalam jaringan (jantung, limpa,
pankreas, thymus, otot-otot, usus, tarakhea, ovarium, kelenjar adrenal, dan otak.
Sporozoit mengalami proses merogony (pembentukan merozoit) dengan cara
pembelahan berlipat ganda (skizogoni) sehingga dibebaskan banyak merozoit.
Merogoni berlangsung beberapa kali, kemudian mengalami proses gametogony
(pembentukan gamet) akhirnya terbentuklah (mikro dan makro)-ganet. Gamet ini
akan ikut terhisap saat lalat menghisap darah maka terulanglah siklus seperti
diatas. (Dwinurmijayanto, 2011)
7
Gambar 2. Siklus Hidup Trypanosoma Evansi pada Ternak Kerbau
2.3.3
Patogenesis
Vektor utama adalah lalat dan nyamuk (Stomoxys calcitrans, Lyperosia,
Glossina dan Tabanus). Trypanosoma evansi diketahui hanya berbentuk tunggal
(monomorfik) berbeda dengan spesies lain yang berbentuk ganda (pleomorfik).
Dalam keadaan tertentu, protozoa ini tidak dapat tertangkap saat dilakukan
pemeriksaan karena dapat bersembunyi di dalam kelenjar limfe (Subronto, 2006).
Penyakit Tripanosomiasis ditularkan secara mekanik melalui gigitan vektor
setelah ia menghisap darah penderita, baik hewan ternak maupun anjing. Setelah
memasuki peredaran darah, trypanosoma segera memperbanyak diri secara biner.
Dalam waktu pendek penderita mengalami parasitemia dan suhu tubuh biasanya
mengalami kenaikan. Sel darah penderita yang tersensitisasi oleh parasit segera
dikenali oleh makrofag dan dimakan oleh sel darah putih tersebut. Bila sel darah
merah yang dimakan makrofag cukup banyak, penderita segera mengalami
anemia normositik dan normokromik. Sebagai akibat anemia, penderita tampak
lesu, malas bergerak, bulu kusam, nafsu makan menurun dan mungkin juga terjadi
oedem di bawah kulit maupun serosa (Subronto, 2006).
2.3.4
Epidemiologi
Ada 4 macam pertanyaan dasar untuk menyelidiki penyakit dalam populasi
yang mencakup eksistensi, penyebab, pengendalian dan ekologi penyakit dalam
populasi. Salah satu pertanyaan dalam menyelidiki penyakit penyebab
Trypanosoma evansi adalah perananan faktor-faktor lingkungan, hospes, agen
pembawa sabagai penyebab penyakit yang ada dalam Postula Evans ( Martin. et
al., 1987).
Mengetahui tentang aspek Centry Epidemiologi dari ekologi parasite
Trypanosoma evansi tersebut sangat berguna untuk menentukan strategi
8
pemberantasan dan pencegahannya. Diketahuinya faktor penyebab Trypanosoma
evansi sangat berguna untuk menentukan penyebab penyakit selanjutnya dengan
metode yang efektif untuk pengendalian penyakit tersebut sehingga dapat
menekan dampak ekonomi dan social yang ditimbulkan ( Rushton et al, 2006).
Trypanosoma evansi dapat menginfeksi berbagai hewan inang (wide host
spectrum) yang secara ekonomis bernilai penting. Kuda sangat rentan terhadap
penyakit Surra dan dapat menyebabkan mortalitas tinggi. Hewan lain yang rentan
terinfeksi adalah sapi, kerbau, kambing, domba dan rusa, namun hewan-hewan
tersebut lebih toleran terhadap infeksi sehingga dapat menjadi hewan pembawa
parasit (reservoir). Agen Trypanosoma evansi juga dapat menyerang babi, anjing,
kucing dan beberapa jenis hewan liar. Adapun tikus dan mencit merupakan hewan
percobaan yang sangat rentan terinfeksi Trypanosoma evansi sehingga digunakan
dalam teknik inokulasi untuk mendeteksi infeksi subklinis penyakit Surra
(Nasution, 2007).
Manusia, walaupun jarang terjadi, dapat pula terinfeksi Trypanosoma
evansi. Namun infeksi pada manusia bukanlah infeksi yang terjadi secara alami
karena pada dasarnya Trypanosoma evansi adalah parasit darah pada hewan
(animal trypanosome). Kasus infeksi Trypanosoma evansi pada manusia yang
pernah dilaporkan terjadi India masih memerlukan kajian lebih lanjut. (Nasution,
2007).
Di beberapa negara, insidensi penyakit Surra mengalami peningkatan yang
signifikan terutama pada musim hujan. Hal ini terjadi karena populasi lalat
penghisap darah meningkat pada musim hujan. Selain faktor musim, beban kerja
yang berlebih pada ternak, kurangnya nutrisi dan stress lingkungan juga berkaitan
dengan penyakit Surra. (Oka, 2010)
Di Indonesia, wabah Surra terjadi secara sporadik. Walaupun terkadang
wabah terjadi lokal, namun mortalitas (kematian) ternak yang terinfeksi cukup
tinggi. Gambaran lain tentang penyakit Surra di Indonesia adalah masih
berlangsungnya perpindahan hewan dari daerah yang tertular Surra ke daerah
yang bebas atau sebaliknya. (Oka, 2010)
Penyebaran penyakit Surra yang luas di hampir seluruh wilayah Indonesia
dan kejadian penyakit yang sporadik memperkuat dugaan adanya enzootic
stability antara agen Trypanosoma evansi dan inang. Hal ini artinya penyakit
Surra dapat muncul kapan saja tergantung dengan faktor lingkungan, kondisi
imunitas hewan dan populasi lalat (vektor). (Nasution, 2007).
2.3.5
Cara Penularan
Penularan penyakit Surra antarhewan terjadi melalui darah yang
mengandung parasit Trypanosoma evansi. Penularan yang paling utama terjadi
secara mekanis oleh lalat penghisap darah (hematophagous flies). Di Indonesia,
vektor penular yang berperan adalah lalat Tabanus, Haematopota, dan Chrysops.
Jenis lalat lain seperti Stomoxys, Musca, Haematobia juga dapat menjadi vektor
pada saat populasi lalat tersebut meningkat di suatu wilayah. Walaupun penularan
terjadi melalui gigitan lalat, tetapi agen Trypanosoma evansi tidak melakukan
perkembangan siklus hidup di dalam tubuh lalat. (OIE, 2009).
Hewan karnivora dapat terinfeksi trypanosoma apabila memakan daging
yang mengandung trypanosoma. Penularan melalui air susu dan selama masa
9
kebuntingan pernah pula dilaporkan (OIE, 2009). Namun karena parasit ini tidak
mampu bertahan lama di luar tubuh inang, maka resiko penularan melalui produk
asal hewan (daging dan susu) dapat diabaikan.
Penularan melalui peralatan kandang seperti dehorner (alat pemotong
tanduk) serta alat-alat medis misalnya jarum suntik dan alat bedah dapat terjadi
apabila peralatan tersebut terkontaminasi darah yang mengandung parasit
trypanosoma. (OIE, 2009).
2.3.6
Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada hewan bervariasi tergantung pada
keganasan/virulensi agen Trypanosoma evansi, jenis hewan (host) yang terinfeksi
dan faktor lain yang dapat menimbulkan stress. Lama waktu antara awal infeksi
dan munculnya gejala klinis (masa inkubasi) bervariasi, rata – rata 5 sampai 60
hari pada infeksi akut. Akan tetapi penyakit Surra umumnya berlangsung kronis
(chronic infection) dengan angka kematian yang rendah sehingga pernah
dilaporkan masa inkubasi yang lebih lama yaitu 3 bulan. Setelah masa inkubasi,
dalam waktu kurang dari 14 hari akan ditemukan parasit yang beredar dalam
sirkulasi darah (parasitemia). (Anonim 2014).
Manisfestasi klinis penyakit Surra dapat berupa gejala demam berulang
(intermiten) akibat parasitaemia. Parasitemia sangat tinggi variasinya selama masa
infeksi: tinggi pada awal infeksi, rendah selama infeksi berjalan kronis dan hampir
tidak ada pada hewan pembawa agen (carrier). (Anonim 2014).
Anemia merupakan gejala yang paling banyak ditemukan pada infeksi oleh
trypanosoma. Membran sel darah merah akan kehilangan salah satu komponen
penyusun yaitu asam sialik (sialic acid). Hal tersebut akan mengaktifkan makrofag
pada organ limpa, hati, paru-paru, limfonodus dan sum-sum tulang untuk
memfagosit sel darah merah sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel darah
merah. (Anonim 2014).
Gejala lain diantaranya penurunan berat badan, pembengkakan limfonodus
prescapularis kiri dan kanan, kelemahan otot tubuh, oedema pada anggota tubuh
bagian bawah seperti kaki dan abdomen, urtikaria pada kulit, perdarahan titik
(petechial haemorrhages) pada membran serous kelopak mata, hidung dan anus,
keguguran (abortus), dan gangguan syaraf. Penurunan imunitas tubuh
(imunosupresi) juga ditemui sehingga hewan inang menjadi rentan terhadap
infeksi sekunder. (Anonim 2014).
Trypanosomiasis pada kerbau umumnya memang bersifat kronis bahkan
tanpa gejala klinis (asimtomatis). Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama
dan lebih tinggi daripada sapi, sehingga diduga sebagai sumber penularan
(reservoir) yang potensial bagi ternak lainnya (Levine, 1995).
Setelah melewati masa inkubasi timbul gejala umum : temperatur naik, lesu,
letih dan nafsu makan terganggu. biasanya hewan dapat mengatasi penyakit
walaupun dalam darahnya ada Trypanosoma bertahun-tahun. Apabila sakit :
demam selang seling, oedema bawah dagu dan anggota gerak, anemia, makin
kurus dan bulu rontok. Mucosa menguning awalnya cermin hidung mengering
lalu keluar lendir dan air mata dan sering makan tanah. Ketika masuk cairan
cerebrospinal: sempoyongan, berputar-putar,gerak paksa dan kaku (Levine, 1994)
10
2.3.7
Diagnosis
Tes diagnosa merupakan hal yang sangat penting untuk mendeteksi suatu
penyakit. Pada level populasi (herd level) memberikan indikasi dalam
menentukan frekuensi kejadian penyakit; dan pada level individu, selain dipakai
sebagai langkah awal sebelum memberikan pengobatan pada ternak, juga untuk
mengkaji efikasi suatu terapi. Dalam mendeteksi penyakit Surra
(Trypanosomiasis) biasa digunakan tes diagnostik secara parasitologi seperti ulas
darah, Microhematokrit Centrifugation Technique (MHCT) dan inokulasi pada
hewan percobaan pada mencit - Mice Innoculation (MI). Selain itu diagnosa juga
dapat dilakukan secara serologi yakni dengan metoda Card Agglutination Test
(CATT), Antibodi-ELISA dan Antigen-ELISA. Teknik immunohistokimia
dengan Avidin-Biotin- Peroksidase Complex (ABC) telah dicoba untuk
mendeteksi Trypanosoma evansi yang ada di dalam jaringan; pada tikus, parasit
dapat dideteksi di hampir semua organ, sedang pemeriksaan yang sama pada
kerbau ternyata tidak mendapatkan hasil (Damayanti, 1993).
Pada kondisi laboratorium, tes diagnostic secara ELISA dan CATT dapat
mendeteksi antibodi atau antigen Trypanosoma segera setelah infeksi (Luckin,
1999). HMCT cukup sensitif untuk deteksi infeksi dini, Ab-ELISA mendeteksi
adanya antibodi mulai minggu ke-2 pasca infeksi, sedang Ag-ELISA memberi
harapan paling sensitif mendeteksi sel mati dari parasit. Sementara CATT, adalah
uji aglutinasi langsung, untuk mendeteksi adanya antibody Trypanosoma evansi
dalam serum atau plasma hewan penderita (Solihat et al., 1996). Uji ini sudah
standar dan bagus digunakan untuk mendiagnosa kerbau, sapi dan kuda. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa uji aglutinasi terhadap Trypanosoma evansi
memiliki angka sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, sehingga CATT
bagus untuk digunakan di lapangan. Dengan demikian, Ab-ELISA baik dipakai
untuk skrening awal sejumlah sampel sehingga ternak yang beresiko dapat
diidentifikasi dan CATT untuk mengkonfirmasi hasil evaluasi agar lebih akurat.
Daviosn et al. (1996) telah mengevaluasi Ag-ELISA terhadap Trypanosoma
evansi, hasil menunjukkan bahwa Ag-ELISA mempunyai sensitivitas yang tinggi
dibanding dengan MHCT atau MI. Meskipun demikian, MI ternyata lebih sensitif
dibanding dengan MHCT tetapi uji ini tidak praktis digunakan di lapangan.
2.3.8
Pencegahan dan Kontrol
Sampai saat ini belum ada gerakan pengendalian penyakit Surra baik
dengan mengontrol lalat atau pun dengan chemotherapy. Pengendalian Surra
sepenuhnya masih tergantung pada pengobatan dan hanya diberikan kepada
hewan yang menderita infeksi aktif. Para pemelihara kerbau menggunakan
insektisida untuk mengusir lalat (vektor). Biasanya pengobatan hanya diberikan
secara individual kepada hewan yang diduga terinfeksi dengan obat trypanocidal,
berdasarkan dari gejala klinis sakit, akan tetapi untuk hewan karier masih sulit,
karena tidak menunjukkan gejala. Rendahnya sensitivitas tes secara parasitology
dan gejala klinis yang tidak spesifik menyebabkan pengobatan tidak dapat
diaplikasikan secara efektif (Luckins, 1999). Oleh karena itu diperlukan teknik
diagnosa yang benar-benar akurat agar obat tidak terbuang.
11
Obat trypanocidal yang sudah digunakan untuk mengobati penyakit Surra di
berbagai negara adalah: suramin, diminazene, isomedium, quinapyramine dan
cymelarsan. Diminazen telah berhasil baik untuk pengobatan Surra pada sapi dan
kerbau di India, Vietnam, Thailand dan Indonesia. Isomedium dipakai di Malaysia
dan Vietnam. Beberapa penelitian melaporkan adanya resistensi obat terhadap
beberapa strain Tripanosoma di Vietnam (Stevenson et al., 1985). Namun terbukti
hampir semua isolate yang ada di BBalitvet resisten terhadap isometamidium dan
sebagian isolat resisten terhadap Diminazen azeturat (Sukanto et al., 1987).
Sampai saat ini ternyata hanya Suramin yang efektif untuk pengendalian Surra,
karena tidak menimbulkan resistensi dan mempunyai efek residual selama tiga
bulan sehingga dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengendalian, namun
demikian obat ini sulit diperoleh dan jika ada harganya sangat mahal (Muharsini
et al., 2006). Oleh karenanya pengobatan terhadap Trypanosomiasis (Surra)
selayaknya dilakukan secara strategis yaitu pada awal terjadi infeksi agar penyakit
tidak menyebar dan perlu dicarikan obat alternative yang murah, efektif, mudah
aplikasinya serta mudah didapat. Alternatif sebagai pengganti Suramin sedang
diteliti di BBalitvet.
Pencegahan dapat dilakukan dengan : (Astiti, 2010)
1. Pembasmian serangga penghisap darah dengan tindakan
penyemprotan kandang dan ternak dengan Asuntol atau insektisida lain
yang aman bagi ternak.
2. Pembersihan tempat yang basah dan rimbun. Pengeringan tanah dan
penertiban pembuangan kotoran dan sampah sisa makanan ternak.
3. Pemotongan hewan yang sakit di malam hari untuk menghindari lalat.
Ternak yang sakit dapat dipotong dan dikonsumsi dibawah pengawasan
dokter hewan. Pengangkutan ternak sakit ke Rumah Potong Hewan (RPH) hanya
dapat dilakukan pada malam hari untuk menghindari penyebaran oleh lalat.
Seluruh sisa pemotongan harus dibakar dan dikubur dalam-dalam setelah
pemotongan, lokasi disuci (Astiti, 2010).
12
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Pengambilan sampel
dilaksanakan di Kabupaten Enrekang. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di
Laboratorium Balai Besar Veteriner Maros.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1
Sampel dan Teknik Sampling
Populasi penelitian adalah semua kerbau perah yang terdapat di Kecamatan
Curio Kabupaten Enrekang sebanyak 500 ekor (Data Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Enrekang, 2014).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 28 ekor kerbau perah
yang tersebar di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Berdasarkan formulasi
deteksi keberadaan penyakit (Martin et al., 1987):
n = [1 – (1- a)1/D] [N – (D – 1)/2]
Keterangan :
n
: Besaran sampel yang digunakan.
a
: Tingkat kepercayaan
D
: Jumlah hewan sakit dalam populasi.
N
: Jumlah populasi.
n = [1 – (1- a)1/D] [N – (D – 1)/2]
n = [1 – (1- 0,95)1/50] [500 – (50 – 1)/2]
n = [1 – 0,942] [500 – 24,5]
n = 0,058 x 475,5
n = 27,579
= 28
Menurut Arikunto (2006: 134) jika jumlah populasi kurang dari 100 maka
untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun jika lebih besar dari 100 maka
dapat diambil
10 %-15 % atau 20 %-25 % atau lebih. Dengan asumsi tingkat prevalensi
Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang sebesar 10%,
tingkat kepercayaan 90%, dan besaran populasi 500 ekor (Data Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Enrekang, 2015), sehingga diperoleh besaran sampel
sebesar 28 ekor.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random
Sampling dengan mengambil sampel yang terdapat Kecamatan Curio, Kabupaten
Enrekang. Menurut Singarimbun (1989: 155) simple random sampling (sampel
acak sederhana) ialah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap
unit penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
sebagai sampel.
13
3.2.2
Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah,
kapas, air, alkohol, methanol absolute, larutan Giemsa + larutan Buffer (1 + 4) pH
6,5 dan minyak emersi
3.2.3 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroskop dengan
pembesaran 100x, pipet Pasteur, obyek glass, cover glass, tissue, jarum steril dan
kamera digital serta kandang jepit.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu
jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian mengenai kejadian
Trypanosoma evansi pada kerbau perah. Keberadaan parasit darah Trypanosoma
evansi dapat dideteksi dengan metode ulas darah tipis.
3.3.2 Pengambilan Sampel Darah
Metode pengambilan sampel darah yang digunakan pada penelitian ini
dengan menggunakan metode preparat ulas darah tipis. Adapun cara pembuatan
preparat ulas darah tipis yaitu :
Pengambilan sampel darah dilakukan dengan melalui vena auricularis di
telinga kerbau dengan terlebih dahulu telinga dibersihkan dengan menggunakan
alkohol sampai kering. Kemudian vena auricularis dibendung dan ditusuk dengan
menggunakan jarum suntik yang sudah disterilkan. Setelah darah keluar dari
pembuluh darah maka dibuatlah preparat ulas yang tipis pada gelas obyek dengan
cara meneteskan setetes darah pada ujung dari obyek glass yang sudah diberi
label, kemudian tempatkan salah satu ujung cover glass dan membuat sudut 30°C
kemudian sentuh setetes darah tersebut sehingga darah mengalir mengikuti bagian
bawah dari cover glass, kemudian dorong agak cepat cover glass kearah depan di
sepanjang permukaan obyek glass. Lalu keringkan apusan darah tersebut. Preparat
darah yang kering kemudian difiksasi dengan metanol selama 3-5 menit. Setelah
itu diberi label berisi keterangan nama kerbau, tanggal, waktu pengambilan dan
catatan lain yang dianggap perlu. Setelah kering simpanlah pada kotak preparat
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini merupakan kelanjutan dari pengambilan
sampel darah dengan melakukan metode preparat ulas darah tipis. Adapun
caranya sbb :
1. Preparat ulas darah tipis diatur sesuai dengan nomor sampel di atas meja
pengujian.
14
2. Fiksasi dengan methanol absolute selama kira-kira 3 – 5 menit dan
keringkan.
3. Warnai dengan larutan Giemsa selama 45 menit.
4. Bilas dengan air kran dan keringkan dengan mendirikan pada salah satu
ujungnya.
5. Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan
menggunakan Immersion Oil.
Pengamatan dilakukan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di preparat
tersebut.
3.3.4 Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.
15
3.4 Kerangka Konsep Penelitian
OBSERVASI
4
LAPANGAN
KERBAU PERAH
5PENGAMBILAN
SAMPEL
6METODE ULAS
DARAH
7
PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
M
PEWARNAAN GIEMSA
PEMERIKSAAN
DIBAWAH MIKSROSKOP
ANALISIS
4. HASIL DANTrypanosoma
PEMBAHASAN
evansi
KESIMPULAN
POSITIF / NEGATIF
16
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi parasit
Trypanosoma evansi pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kecamatan Curio
Kabupaten Enrekang. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 2 Juni sampai 25 Juni
2015. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan observasi
lapangan melihat kondisi yang ada dilapangan. Hasil yang ditemukan dilapangan,
beberapa ternak kerbau perah yang akan dijadikan sampel memiliki gejala-gejala
klinis. Diantara gejala-gejala klinis tersebut adalah ternak kerbau mengalami
lethargi, ada beberapa ternak kelihatan kurus dan bulu rontok. Serta terdapat juga
ternak dengan mucosa menguning dan sering makan tanah. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat terhadap adanya dugaan infeksi Trypanosoma evansi pada
kerbau perah, dilakukan pengambilan sampel darah untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan dilaboratorium.
Jumlah seluruh populasi kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten
Enrekang adalah sebanyak 500 ekor dan sampel yang diambil adalah sebanyak 28
ekor kerbau perah. Seluruh sampel ternak yang diambil kemudian dibuat preparat
ulas darah tipis di lokasi pengambilan sampel dan kemudian diidentifikasi melalui
pemeriksaan mikroskopis di Laboratorium Parasitologi, Balai Besar Veteriner
(BBVET) Maros.
Gambar 4.1 Sampel yang telah dibuat preparat ulas darah tipis
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa seluruh sampel negatif yang artinya
di dalam preparat ulas darah tipis tidak ditemukan adanya parasit darah
Trypanosoma evansi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kejadian parasit darah
Trypanosoma evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang adalah 0% dan
dilaporkan belum pernah terjadi kasus sebelumnya pada kerbau perah namun pada
ternak lainnya seperti ternak sapi sudah pernah ada kasus yang terjadi. Dari
17
gejala-gejala klinis tadi yang ada dapat disimpulkan mengenai diagnosa
bandingnya, seperti adanya infeksi cacing atau infeksi mikroorganisme lainnya.
Berdasarkan sampel yang telah diperiksa, menunjukkan bahwa seluruh
sampel darah kerbau perah (Bubalus bubalis) sebanyak 28 sampel yang
dikumpulkan dengan metode Simple Random Sampling juga tidak menunjukkan
adanya infeksi parasit darah lainnya.
Secara umum morfologi parasit darah Trypanosoma evansi yang
menunjukkan hasil positif yaitu mirip dengan Trypanosoma lainnya seperti
Trypanosoma equiperdum, Trypanosoma brucei, Trypanosoma gambiense dan
Trypanosoma rhodesiense. Permukaan tubuh Trypanosoma evansi diselubungi
oleh lapisan protein tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk
(variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein yang dapat
berubah bentuk, maka Trypanosoma evansi dapat memperdaya sistem kekebalan
tubuh inang (host). Konsekuensinya akan terjadi variasi antigenik (antigenic
variation) dimana tubuh akan selalu berusaha membentuk antibodi yang berbedabeda sesuai dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh Trypanosoma
evansi.
Parasit ini dapat ditemukan di dalam sirkulasi darah pada fase infeksi akut.
Trypanosoma evansi memiliki ukuran panjang 15 to 34 μm dan dapat membelah
(binary fission) untuk memperbanyak diri. Bentuknya yang khas seperti daun atau
kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang panjang sebagai alat gerak. Di
bagian tengah tubuh terdapat inti. Salah satu ujung tubuh berbentuk lancip,
sedangkan ujung tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut
kinetoplast.
Gambar 4.2. Bentuk Trypanosoma evansi dalam darah
Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan, adapun faktor-faktor yang
diduga sebagai pemicu tidak timbulnya penyakit parasit darah Trypanosoma
evansi tersebut dikarenakan keadaan fisik ternak kerbau perah yang cukup baik,
manajemen pemeliharaan ternak yang bagus, kondisi lingkungan ternak yang
kurang bagus bagi perkembangan dan ketahanan hidup vektor dan parasit darah
Trypanosoma evansi.
18
Setelah melakukan pengamatan dilapangan ternyata tidak ditemukan vektor
pembawa parasit ini. Vektor pembawa parasit darah Trypanosoma evansi adalah
lalat penghisap darah. Di Indonesia, vektor penular yang berperan adalah lalat
Tabanus, Haematopota, dan Chrysops. Jenis lalat lain seperti Stomoxys, Musca,
Haematobia juga dapat menjadi vektor pada saat populasi lalat tersebut meningkat
di suatu wilayah. Di dunia telah dilaporkan terdapat sekitar 4,300 spesies lalat.
Sedangkan di Indonesia pernah dilaporkan terdapat 28 spesies dari genus
Tabanus, 3 spesies dari genus Chrysops, dan 5 dari genus Haematopota yang
bertindak sebagai vektor penyakit surra. Ketiga genus tersebut, hanya lalat betina
yang makan darah secara berulang dalam hidupnya. Seperti lalat lainnya, siklus
hidup dari telur menjadi dewasa melalui proses metamorphosis sempurna, dengan
melalui tahap perkembangan larva dan pupa sebelum menjadi dewasa.
Lalat-lalat tersebut bersifat sebagai vektor mekanik yang hanya berfungsi
memindahkan agen penyakit (Trypanosma evansi) dari satu hewan ke hewan yang
lain tanpa adanya perubahan sifat dan bentuk agen dalam tubuh lalat. Penularan
dilakukan secara inokulasi memasukan agen penyakit ke dalam tubuh hewan
melalui proses penggigitan pada waktu menghisap darah.
Gambar 4.3 Morfologi Lalat Tabanus Penghisap Darah
Tabel 4.1. Faktor-faktor penyebab manajemen pemeliharaan dan penilaian
pengetahuan peternak yang berpengaruh terhadap deteksi Trypanosoma evansi
pada kerbau perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang.
No
1
2
3
Deskripsi
Deteksi Parasit Darah
1. Positif
2. Negatif
Pengalaman Beternak Kerbau Perah
1. < 3 tahun
2. > 3 tahun
Sistem Pemeliharaan
1. Digembalakan
Hasil Deskripsi
0% (0/28)
100% (100/28)
28,5% (8/28)
71,4% (20/28)
60,7% (17/28)
19
4
5
6
7
2. Dikandangkan
Perawatan Ternak
1. Sering Dimandikan
2. Jarang Dimandikan
Kondisi Ternak
1. Sehat
2. Sakit
Letak Kandang
1. Berjauhan
2. Berdekatan
Kondisi Kandang
1. Sering Dibersihkan
2. Jarang Dibersihkan
39,2% (11/28)
32,1% (9/28)
67,8% (19/28)
82,1% (23/28)
17,8% (5/28)
85,7% (24/28)
14,28% (4/28)
71,4% (20/28)
28,5% (8/28)
Pada Tabel 4.2 dapat dibaca bahwa berdasarkan hasil deteksi kejadian
parasit darah Trypanosoma evansi di Kabupaten Enrekang tidak ditemukan ternak
kerbau perah yang terdeteksi positif terinfeksi parasit darah Trypanosoma evansi.
Gambar 4.4 Deteksi Parasit Darah (Trypanosoma evansi)
Dilapangan juga dilakukan wawancara langsung dengan peternak tentang
beberapa poin yang dianggap penting dalam penelitian ini, diantaranya mengenai
pengalaman beternak kerbau perah. Pengalaman beternak kerbau perah (Gambar
4.5) yang terbagi atas peternak dengan pengalaman beternak kerbau perah lebih
dari 3 tahun (71,4%) dan peternak dengan pengalaman beternak kerbau perah
kurang dari 3 tahun (28,5%). Pengalaman beternak lebih dari 3 tahun selaras
dengan penerapan prinsip manajemen pemeliharaan yang baik, sehingga hal
tersebut dapat menjadi faktor yang diduga memicu tidak timbulnya kejadian
infeksi parasit darah khususnya Trypanosoma evansi pada Kerbau Perah di
Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
20
Pengalaman Beternak
71.4%
80.0%
60.0%
40.0%
28.5%
Pengalaman
Beternak
20.0%
0.0%
<3
Tahun
>3
Tahun
Gambar 4.5 Diagram Penilaian Pengalaman Beternak
Menurut Hardjosubroto (1994), sistem pemeliharaan ternak kerbau yang
dijumpai di daerah- daerah banyak yang masih menganut cara tradisional karena
campur tangan manusia dan teknologi yang digunakan boleh dikatakan minim.
Pola pemeliharaan (Gambar 4.6) ternak kerbau di Kecamatan Curio Kabupaten
enrekang terbagi atas pola pemeliharaan digembalakan (60,7%) dan pola
pemeliharaan yang dikandangkan (39,2%). Selain itu, kerbau perah mempunyai
daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang buruk seperti daerah yang
bersuhu tinggi, mutu pakan yang rendah, dan lain-lain (Guntoro, 2002).
Gambar 4.6 Diagram Penilaian Pola Pemeliharaan
Faktor penyebab lain yaitu cara merawat kerbau perah yang dibagi atas 2
kategori, yakni kerbau perah yang sering dimandikan (32,1%; Gambar 4.7) dan
kerbau perah yang jarang dimandikan (67,8% ;Gambar 4.7). Cara merawat kerbau
perah didominasi oleh kerbau perah yang jarang dimandikan. Walaupun sebagian
besar ternak kerbau perah jarang dimandikan, namun tidak berpengaruh banyak
terhadap kondisi fisik tubuh ternak terhadap pengaruh timbulnya penyakit,
khususnya penyakit parasit darah Trypanosoma evansi.
21
Cara Merawat Kerbau Perah
80.0%
67.8%
60.0%
32.1%
40.0%
Cara Merawat
Kerbau Perah
20.0%
0.0%
sering dimandikan
jarang dimandikan
Gambar 4.7 Diagram variabel Penilaian Cara Merawat Kerbau Perah
Secara keseluruhan dari total sampel menunjukkan kondisi kerbau perah
(gambar 4.8) yang terlihat sehat (82,1%) dan (17,8%) terlihat sakit. Penggolongan
ini didasarkan pada kondisi fisik ternak kerbau perah, dimana sebagian besar
kondisi fisik dari ternak terlihat sehat karena bobot badan ternak kerbau yang
masih normal dilihat dari proporsi tubuh ternak, jarang ditemukan luka pada
bagian tubuh ternak kerbau perah, nafsu makan yang masih normal serta
manifestasi ektoparasit. Namun sebagian kecilnya juga dalam kondisi yang tidak
bagus. Seperti ada ternak kerbau yang kelihatan kurus dan terdapat mukosa pada
bagian hidung.
Gambar 4.8 Diagram variabel Penilaian Kondisi Kerbau Perah
Letak kandang didominasi oleh kandang berjauhan dengan kandang lainnya
(85,7%;) dan hanya sedikit kandang yang dekat dengan kandang lainnya (14,28%)
(gambar 4.9). Letak kandang yang berjauhan dengan kandang lainnya merupakan
faktor yang tidak memicu peningkatan manifestasi ektoparasit.
22
Letak Kandang
85.70%
100.00%
50.00%
0.00%
14.28%
Letak Kandang
Kandang dekat dengan kandang lainnya
Kandang berjauhan dengan kandang lainnya
Gambar 4.9 Diagram variabel Penilaian Letak Kandang Kerbau Perah
Secara umum, kondisi kandang pemeliharaan ternak kerbau perah di
Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang dibagi atas 2 kategori, yakni kondisi
kandang yang sering dibersihkan (71,4% : Gambar 4.10) dan kondisi kandang
yang jarang dibersihkan (28,5% ; Gambar 4.10). Pengaruh kondisi kandang yang
didominasi oleh kondisi kandang yang sering dibersihkan (71,4%) diharapkan
dapat menurunkan tingkat kejadian parasit khususnya Trypanosoma evansi pada
kerbau perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
Gambar 4.10 Diagram variabel Penilaian Kondisi Kandang Kerbau Perah
Selain dari faktor faktor tersebut, faktor iklim dan curah hujan juga
mempengaruhi tidak timbulnya infeksi karena pada saat pengambilan sampel
dilakukan pada awal bulan Juni, dimana kondisi iklim di Kabupaten Enrekang
masih relatif cerah dengan intensitas hujan yang rendah, sehingga populasi lalat
penghisap darah masih dalam jumlah yang sedikit. Selain itu juga karena sanitasi
kandang yang baik, indikator penilainnya diketahui dari seringnya peternak dalam
melakukan pembersihan dan desinfeksi pada kandang dan peralatan kandang serta
23
alas kandang, sisa pakan, ataupun kotoran disekitar kandang sehingga kejadian
infeksi penyakit parasit darah Trypanosoma evansi tidak ditemukan.
Faktor kekebalan tubuh juga merupakan faktor internal yang biasanya
melibatkan faktor fisik dan biokimia, misalnya nutrisi akan mempengaruhi
kekebalan induk semang terhadap infeksi parasit. Nutrisi yang kurang atau
malnutrisi akan meningkatkan resiko beberapa penyakit pada ternak kerbau perah,
selain itu juga dapat mengurangi kekebalan terhadap infeksi yang lebih parah.
Faktor lainnya, yaitu beban kerja yang tidak berlebihan pada kerbau perah di
Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Seperti kita ketahui hewan ternak yang
beban kerjanya berlebihan akan lebih rentan terkena penyakit Trypanosoma
evansi.
24
V.
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ditemukan adanya kejadian infeksi parasit darah
Trypanosoma evansi pada Kerbau Perah di Kecamatan Curio, Kabupaten
Enrekang. Hal ini terkait dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidak
timbulnya kejadian penyakit, yaitu kondisi lingkungan yang kurang optimum bagi
perkembangan dan ketahanan hidup vektor dan parasite serta kondisi kerbau perah
yang berhubungan dengan kekebalan tubuh.
V.2 Saran
Infeksi parasit darah Trypanosoma evansi yang tidak ditemukan pada
Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang bukan berarti peternak bebas dari ancaman
penyakit. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk perlu dilakukan penelitian
yang lebih luas terhadap kejadian parasit darah Trypanosoma evansi pada kerbau
perah ditingkat kecamatan atau daerah lain yang ada di Enrekang dengan
menggunakan sampel yang lebih banyak.
Penerapan biosekuriti dan manajemen pemeliharaan, serta perbaikan alur
komunikasi terutama pengguna jasa dan pemerintah serta petugas kesehatan
hewan bagi peternak khususnya di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang juga
masih perlu ditingkatkan lagi agar peternak terhindar dan terlindungi dari
penularan penyakit akibat parasit atau penyakit hewan lainnya yang dapat
mengancam peternakan kerbau perah. Serta pengambilan sampel darah disarankan
dilaksanakan pada malam hari.
25
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Trypanosomiasis (Surra). (internet). (diunduh tanggal 11 oktober
2015). Tersedia : http://civas.net/2014/02/25/trypanosomiasis-surra/4/.
Abdel-Rady A. 2008. Epidemiological studies (parasitological, serological and
molecular techniques) of Trypanosoma evansi infection in camels (Camelus
dromedarius) in Egypt. Vet World. 1:325-328
Ancong A.B. 2011. Deskripsi Penurunan Populasi Ternak Kerbau Di Desa
Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Andesjam. 2013. http://andesjam.blogspot.com/2013/10/trypanosomiasis-padasapi.html diakses tanggal 6 maret 2015
Anonim. 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular Jilid II.
Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan
Departemen Pertanian. Jakarta.
Anonim. 2011. Profil Singkat Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Enrekang.
Anonim. 2011. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Enrekang.
Astiti L.G.S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Pada Ternak Sapi. Kementerian Pertanian Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan
Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Hal 10.
Damayanti, R. 1993. Identification of Trypanosoma evansi in Infected Rat Tissue
by Immunohistohcemical Methods. Peny. Hewan 25(46): 111-113
Davison HC, Thrusfield MV, Husein A, Muharsini, S, Partoutomo S, Rae P,
Luckins AG. 2000. The occurrence of Trypanosoma evansi in buffaloes in
Indonesia, estimated using various diagnostic tests. Epidemiol Infect.
124:163-172.
Davison, H.C., M.V. Thrusfield, S. Muharsini, A. Husein, S. Partoutomo, R.
Masake, and A.G. Luckins. 1996. Evaluation of Trypanosoma evansi
Antigen-ELISA I: Experimental Studies. Proceeding of A Seminar on
Diagnostic Techniques for Trypanosoma evansi in Indonesia 10 January
1996. Balitvet, Bogor. 23-28.
Dwinurmijayanto,2011.http://www.docstoc.com/docs/101453419/PARASITOLOG
I# diakses tanggal 27 Maret 2015
26
Guntoro, S, 2002. Membudidayakan Sapi Potong . Kanisius, Yogyakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Ibrahim Lukman. 2008. Produksi Susu,Reproduksi Dan Manajemen kerbau Perah
Di Sumatera Barat. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Padang
Izza, 2011. http://www.Susu Kerbau. Html. Izzati_Izzul_Hawa. (diakses tanggal
25 Maret 2015).
Kaufmann J. 2001. Parasitic infections of domestic animals-a diagnostic manual.
Berlin (GR): Birkhauser.
Kementrian Pertanian-Badan Pusat Statistika. 2011. Rilis Hasil Awal PSPK.
Levine., N.D. 1994. Protozoologi Veteriner. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Levine., N.D. 1995. Protozoologi Veteriner. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Luckins, A.G. `1999. Tripanosoma evansi in Indonesia: Past, Present, and
Future.
Malik.R.J. 2009. Banten Mendukung Swasembada Daging Melalui
Pengembangan
Ternak
Kerbau.
http://banten.litbang.deptan.go.id
/ind/index.php
?option=com_content&view=article&id=302&Itemid=1.
Diakses 24 Maret 2015
Martin SW, Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology. USA: Iowa
State University Press.
Martindah E dan Husein A. 2000. Trypanosomiasis Pada Ternak Kerbau. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav.E-59,
Bogor, Balai Besar Penelitian Veteriner Jl. RE. Martadinata 30, Bogor.
Muharsini, S., L. Natalia, Suhardono dan Darminto. 2006. Inovasi Teknologi
dalam Pengendalian Penyakit Ternak Kerbau. Makalah disampaikan pada
Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau di Indonesia. Diselenggarakan
oleh Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan,
Dirjen Peternakan, di Sumbawa 4-5 Agustus 2006.
Nasution AYA. 2007. Parasit Darah pada Ternak Sapi dan Kambing di Lima
Kecamatan, Kota Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oka, Ibm.2010. Ilmu Penyakit Parasitic Protozoa. Udayan press. Bali
27
Omanwar S, RAO JR, BasagoudanavaR SH, Singh RK, Butchaiah G. 1999.
Direct and sensitive detection of Trypanosoma evansi by polymerase chain
reaction. Acta Vet Hung. 47:351-359.Prosiding Seminar Nasional
Peternakan dan Veteriner. 18-19 Oktober 1999, Puslitbang Peternakan,
Bogor. 54-65.
Pathak KM, Singh Y, van Meirvenne N, Kapoor M. Evaluation of various
diagnositic techniques for Trypanosoma evansi infections in naturally
infected camels. Vet Parasitol 1997;69:49–54.
Ravindran R, Raol JR, Mishra AK, Pathak KML, Babu N, Satheesh CC, Rahul S.
2008. Trypanosoma evansi in camels, donkeys and dogs in India:
comparison of PCR and light microscopy for detection-short
communication. Vet Arch. 78:89-94
Reksohadiprodjo. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. Fakultas Peternakan
UGM. Yogyakarta.
Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survey. Edisi Revisi. LP3ES. Jakarta
Solihat, L., P.F. Rae, S. Muharsini, and H.C. Davison. 1996. The Card
Agglutination Test (CATT) for Trypanosoma evansi. Proceeding of A
Seminar on Diagnostic Techniques for Trypanosoma evansi in Indonesia.
10 January 1996. Balitvet, Bogor. 50-53.
Soulsby. 1982. Helminth, Arthropods, and Protozoa of Domesticated Animals.
Seventh Edition. Lea & Febiger, Philadelphia.
Sudardjad,S. 1988. Ekologi parasite hewan. Fakultas Pasca Sarjana lnstitut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sukanto, I.P., R.C. Payne dan R. Graydon. 1988. Trypanosomiasis di Madura:
Survei Parasitologik dan Serologik. Penyakit Hewan 19(13): 14-16.
Sukanto, I.P. 1994. Petunjuk Diagnosa Parasit Darah Trypanosoma, Babesia dan
Anaplasma dan Ringkasan Hasil Seminar Penelitian Paeasit Darah Pada
Ruminansia Besar di Indonesia. Proyek Kerjasama Balitvet–ODA (1986–
1992). Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 3–31.
Susilorini, T.E., et al. 2008. Budidaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Stevenson, P., S. Partoutomo, A.J. Wilson, I. Prasetyawati, and A. Day. 1985.
Trypanosomiasis in Indonesia with Particular Reference to Chemotherapy.
Proc. 18th Meet. Int. Sci. Council for Trypanosomiasis Research and
Control, 4-9 March, Harare, Zimbabwe
28
Wirawan Purnama, Hadi. 2011. Laporan Kegiatan Survey Internal dan Eksternal
Parasit (Kabupaten Barru, Poso, Bone dan Sigi).Kementerian Pertanian,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan : Balai Besar
Veteriner Maros.
World Animal Health Organization (OIE). 2009. Terrestrial Animal Health Code
[Online] http://www.oie.int/eng/normes/mcode/en_sommaire.htm. Diakses
tanggal 27 Maret 2015
29
L
A
M
P
I
R
A
N
30
Lampiran 1 : Kuesioner informasi dasar serta faktor risiko biosekuriti pada
peternakan kerbau perah terhadap kejadian penyakit parasit darah Trypanosoma
evansi di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.
KUESIONER INFORMASI DASAR SERTA FAKTOR RISIKO
BIOSEKURITI PADA PETERNAKAN KERBAU PERAH
TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT PARASIT DARAH DI
KECAMATAN CURIO KABUPATEN ENREKANG

INFORMASI DASAR
1. Nomor kuesioner
: ………………… Tanggal : ………
2. Nama enumerator
:……………………….......................
3. Nama peternak/pengelola
:………………..…………..………...
a. Jenis kelamin
: ( Pria )
( Wanita )
b. Umur
: ………………..Tahun
c. Pendidikan terakhir setingkat: (SD/SR) / (SMP) / ( SMA ) / (PT )
d. Pengalaman beternak kerbau perah: ………...tahun
4. Alamat
: ……………………………………
a. Dusun
: ……………………………………
5.Populasi kerbau perah
: …………ekor
6. Pola peternakan
: Kemitraan/ mandiri

NO
BIOSEKURITI PEMELIHARAAN
PERTANYAAN
SKOR
YA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TIDAK
APAKAH KANDANG KERBAU PERAH BERDEKATAN
DENGAN KANDANG KERBAU PERAH LAINNYA
PADA KANDANG, APAKAH ALAS KANDANG (LITTER)
DALAM KEADAAN BASAH/LEMBAB/BERJMAUR
APAKAH ALAS KANDANG, SISA PAKAN, ATAUPUN
KOTORAN DI SEKITAR KANDANG/AREA PETERNAKAN
SERING DIBERSIHKAN?
APAKAH TIAP BULAN KERBAU PERAH DIBERIKAN
PENYUNTIKAN VITAMIN DAN ANTIBIOTIK
APAKAH DILAKUKAN TINDAKAN KONTROL HAMA :
TIKUS, SERANGGA, KUMBANG, LALAT, TUNGAU DAN
UNGGAS DI DALAM DAN SEKITAR KANDANG
(PENYEMPROTAN INSEKTISIDA, RACUN TIKUS) ?
APAKAH SETIAP KERBAU YANG SAKIT ATAU MATI
DIPERIKSA SECARA TERATUR OLEH TENAGA
KESEHATAN HEWAN (DOKTER HEWAN ATAU
PARAMEDIK) ?
APAKAH KERBAU PERAH YANG SAKIT DIPISAHKAN
DARI KERBAU PERAH YANG SEHAT
APAKAH TERNAK DIPELIHARA DENGAN CARA
DIGEMBALAKAN
APAKAH ANDA SERING MEMANDIKAN TERNAK ANDA
31
Lampiran 2. Hasil Uji Mikroskopis ulas darah tipis terhadap
Trypanosoma evansi pada kerbau perah
penyakit
N
O
1
IdHw
LOKASI
PEMILIK
JENIS SAMPEL
PENYAKIT
01
SUMBANG
AGUS
SURRA
2
02
SUMBANG
SANGKALA
SURRA
NEGATIF
3
03
SUMBANG
MATTARA
SURRA
NEGATIF
4
04
SUMBANG
HODDING
SURRA
NEGATIF
5
05
SUMBANG
KHOLIS
SURRA
NEGATIF
6
06
SUMBANG
ADI
SURRA
NEGATIF
7
07
SUMBANG
AMIRUDDIN
SURRA
NEGATIF
8
08
SUMBANG
MATTONA
SURRA
NEGATIF
9
09
SUMBANG
JONO
SURRA
NEGATIF
10
10
SUMBANG
RAHIM
SURRA
NEGATIF
11
11
SUMBANG
AHMAD.D
SURRA
NEGATIF
12
12
SUMBANG
HALIM
SURRA
NEGATIF
13
13
SUMBANG
HERMAN
SURRA
NEGATIF
14
14
SUMBANG
ABD.LATIF
SURRA
NEGATIF
15
15
SUMBANG
ALWI
SURRA
NEGATIF
16
16
SUMBANG
MASDAR
SURRA
NEGATIF
17
17
SUMBANG
SUJONO
SURRA
NEGATIF
18
18
SUMBANG
ROSMAN L
SURRA
NEGATIF
19
19
SUMBANG
JUSLI
SURRA
NEGATIF
20
20
SUMBANG
HALIM
SURRA
NEGATIF
21
21
SUMBANG
MUHAJIR
SURRA
NEGATIF
22
22
SUMBANG
JUNAI
SURRA
NEGATIF
23
23
SUMBANG
ANWAR
ULAS DARAH
KERBAU-6th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-7th
ULAS DARAH
KERBAU-7th
ULAS DARAH
KERBAU-16bln
ULAS DARAH
KERBAU-1th
ULAS DARAH
KERBAU-4th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-5th
ULAS DARAH
KERBAU-1th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-8bln
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-1th
ULAS DARAH
KERBAU-1,5th
ULAS DARAH
KERBAU-1th
ULAS DARAH
KERABU-7bln
ULAS DARAH
KERBAU-9bln
ULAS DARAH
KERBAU-1th
ULAS DARAH
KERBAU-6bln
ULAS DARAH
KERBAU-1 th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
HASIL
PEMERIKSAAN
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
32
24
24
SUMBANG
HASRIADI
25
25
SUMBANG
ANCONG
26
26
SUMBANG
SIGERI
27
27
SUMBANG
RAMLI
28
28
SUMBANG
SAINAL
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-3th
ULAS DARAH
KERBAU-2th
ULAS DARAH
KERBAU-7bln
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
SURRA
NEGATIF
33
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan
34
35
Download