BAB II LANDASAN TEORI II.1 Jasa II.1.1 Definisi Jasa Menurut Kotler (2004, p.276) pengertian jasa adalah aktivitas atau keuntungan yang dapat ditawarkan seseorang kepada orang lain, dimana secara esensial tidak berwujud (intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan dari apapun juga. Berikut adalah definisi jasa menurut ahli : - Berdasarkan Rangkuti (2002, p.26-27) jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikomsumsi pada saat bersamaan, dimana interaksi antara penyedia jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. - Berdasarkan Tjiptono (1997, p.23) jasa merupaka aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dimana penawaran suatu perusahaan bisa mencakup beberapa jenis jasa. Dari definisi jasa diatas, dapat disimpulkan bahwa jasa adalah tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa dapat berkaitan ataupun tidak berkaitan dengan produk fisik. II.1.2 Karakteristik Jasa Secara umum ada empat karakteristik pokok yang membedakan antara barang dan jasa. Menurur Kotler (2003, p.488), jasa memiliki empat ciri utama yang mempengaruhi rancangan program pemasaran yaitu : 1. Tidak berwujud (Tangibility) Jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak dapat dilihat, dirasakan, disentuh atau diraba sebelum dilakukan transaksi pembelian untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli atau calon pembeli akan mencari tahu tentang kualitas jasa tersebut sebelum melakukan transaksi pembelian. Pembeli akan mengambil kesimpulan mengenai kualitas jasa dengan mempertimbangkan tempatnya (place), manusia (people), peralatan (equipment), alat komunikasi (communication material), simbol – simbol (symbol), dan harga (price). 2. Tidak terpisahkan (Inseparability) Jasa pada umumnya diproduksi secara khusus dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan. Jika jasa diberikan untuk seseorang, maka orang tersebut merupakan bagian dari jasa yang diberikan, karena pembeli juga hadir pada saat jasa disampaikan sehingga interaksi penyedia merupakan ciri khusus dari pemasaran jasa. 3. Bervariasi (Variability) Jasa sangat bervariasi karena bergantung kepada yang menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan. Sering kali pembeli jasa menyadari akan keanekaragaman dan membicarakannya dengan orang lain utamanya kepada orang yang pernah menggunakan jasa tersebut. Sebelum mengambil keputusan untuk menggunakan jasa yang akan memenuhi kebutuhannya. 4. Mudah lenyap atau tidak terpisahkan (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan, keadaan tidak tahan lama dan jasa bukanlah masalah bila permintaan stabil, karena mudah untuk dilakukan persiapan dalam pelayanannya. Jika permintaan berfluktasi maka perusahaan jasa mengalami kesulitan yang cukup rumit terutama yang memiliki kapasitas yang terbatas. Oleh karena itu, perusahaan harus mengevaluasi kapasitas guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas yang ditetapkan terlalu tinggi atau terlalu rendah. II.1.3 Klasifikasi Jasa Klasifikasi jasa sangat membantu dalam memahami batasan – batasan dari suatu industri jasa, sehingga tidak hanya memberikan pemahaman sistem pengelolaan data yang lebih baik. Akan tetapi, pada industri jasa masih didominasi oleh orientasi kepada operasi yang menyatakan bahwa industri jasa sangat beragam dan berbeda. Untuk itu, klasifikasi dalam industri jasa sangat diperlukan pihak perusahaan dalam memberikan pemahaman tentang kebutuhan dan perilaku konsumen secara baik dan benar. Menurrut Philip Kotler (2003, p.429), komponen jasa merupakan suatu bagian yang sedikit atau utama dari seluruh penawaran, hal ini dapat dibedakan menjadi lima kategori antara lain: 1. Barang yang sepenuhnya berwujud (a pure tangible good). Barang berwujud yang hanya meliputi barang yang dapat dilihat, seperti: sabun, pasta gigi, atau gula, dan tidak terdapat jasa yang mendampingi produk tersebut. 2. Barang berwujud dengan jasa tambahan (a tangible good with accompanying service). Barang berwujud dengan jasa tambahan yang terdiri dari barang nyata, disertai oleh satu atau lebih jasa untuk memperkuat daya tarik konsumen. Misalnya penjualan mobil atau komputer yang sangat bergantung pada kualitas barang tersebut dan tersedianya pelayanan bergaransi. 3. Gabungan antara barang berwujud dan jasa (a hybrid). Terdiri dari barang dan jasa dengan properti yang sama seperti restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya. 4. Jasa utama dengan disertai oleh barang dan jasa tambahan (a major service with a companying minor good and service). Terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan atau barang pelengkap lainnya. Misalnya penumpang penerbangan membeli jasa transportasi. Dalam penerbangannya disertai juga pelayanan tambahan seperti makanan dan minuman serta majalah. 5. Jasa murni (a pure service). Jasa murni, yang menawarkan suatu jenis jasa seperti jasa penjaga bayi, biro jasa, dokter, memasukkan pelayanan psioterapi dalam pemijatan (massege). II.2 Kualitas Pelayanan II.2.1 Pengertian Kualitas Menurut Kotler (2003, p.57) kualitas adalah keseluruhan ciri – ciri dan karakteristik – karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten Menurut Wykcof (2002, p.59), kualitas pelayanan adalah tingkat keinginan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Zeithaml dan Beitner (2000, p.34) adalah sebagai berikut : “ service quality as the delivery of excellent or superior service relative to customer satisfaction “. Dari pendapat Zeithaml dan Beitner (2000, p.34) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan penyampaian secara excellent atau superior pelayanan yang ditujukan untuk memuaskan pelanggan sesuai dengan persepsi dan harapannya. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan akan tercapai bila kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan sama dengan jasa yang diharapkan, dalam arti kesenjangan atau gap yang terjadi adalah kecil atau masih dalam batas toleransi. II.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra, 2007, p.132) dimensi kualitas layanan meliputi 10 aspek, yaitu : 1. Reliabilitas 2. Responsivitas atau daya tanggap 3. Kompetensi 4. Akses 5. Kesopanan 6. Komunikasi 7. Kredibilitas 8. Keamanan 9. Kemampuan memahami pelanggan 10. Bukti fisik Kesepuluh dimensi tersebut disederhanakan menjadi lima dimensi pokok, yaitu kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance). Sedangkan, akses, komunikasi, dan kemampuam memahami pelanggan di intergrasikan menjadi empati (empathy). Lima dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra, 2007, p. 133) berdasarkan urutan tingkat kepentingan relatifnya, yaitu : 1. Bukti fisik (tangibles), meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi yang baik, menarik, dan terawat. Pengukurannya meliputi : - Pernyataan tentang penilaian yang modern dan memadai - Pernyataan mengenai fasilitas fisik yang bagus, bersih, dan memadai - Pernyataan tentang fasilitas fisik yang menunjang kegiatan bisnis - Pernyataan tentang karyawan yang rapi dan sopan 2. Empati (empathy), yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan. Pengukurannya meliputi : - Pernyataan tentang pelayanan kepada konsumen secara individual - Pernyataan tentang perhatian karyawan secara pribadi kepada konsumen - Pernyataan tentang penyediaan karyawan yang dapat bertindak sebagai penasehat pribadi - Pernyataan tentang pemahaman kebutuhan konsumen - Pernyataan tentang mengutamakan kepentingan konsumen 3. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten. Pengukurannya meliputi : - Pernyataan tentang ketepatan jasa yang diberikan - Pernyataan tentang ketepatan waktu pelayanan - Pernyataan tentang kesungguhan dalam melayani konsumen - Pernyataan tentang dapat dipercaya atau tidaknya dalam melayani konsumen. 4. Responsivitas atau daya tanggap (responsiveness), yaitu kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan dari konsumen. Pengukurannya meliputi : - Pernyataan mengenai kecepatan pelayanan - Pernyataan tentang ketepatan pelayanan - Pernyataan tentang sikap untuk membantu konsumen - Pernyataan tentang penyediaan waktu untuk melayani konsumen 5. Jaminan (assurance), yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen Pengukurannya meliputi : - Pernyataan tentang pengetahuan yang dimiliki karyawan - Pernyataan tentang perasaan nyaman konsumen jika berhubungan dengan karyawan - Pernyataan tentang sikap sopan karyawan terhadap konsumen - Pernyataan tentang kualitas pekerjaan karyawan. II.3 Kepuasan Konsumen II.3.1 Pengertian Kepuasan Konsumen Kata kepuasan (satisfaction) berasala dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facio” (melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai “upaya pemenuhan sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai”. Menurut Kotler (2002, p.42), kepuasan adalah perasaan sangat senang atau kesan seseorang berasal dari perbandingan antar kesannya terhadap kinerja (atau hasilnya) suatu produk dengan harapan – harapannya. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra, 2011, p.292) mendeskripsikan kepuasan sebagai “the good feeling that you have when you achieved something or when something that you wanted to happen does happen” dan “the act of fulfilling a need or desire”. Dari pendapat diatas, dapat diartikan bahwa kepuasan adalah perasaan menyenangkan yang dimiliki saat mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang diinginkan terjadi dan aksi terpenuhinya kebutuhan dan keinginan. Menurut Irawan (2003, p.4), kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi pelanggan dalam menggunakan barang atau jasa. Pelanggan akan merasa puas apabila memperoleh nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen merupakan sikap, penilaian, dan respon emotional yang ditunjukan oleh konsumen setelah proses pembelian/konsumsi yang berasal dari perbandingan kesannya terhadap kinerja aktual terhadap suatu produk dan harapannya, serta evaluasi terhadap pengalaman mengkonsumsi suatu produk atau jasa. II.3.2 Konsep Kepuasan Konsumen Salah satu dari unsur nilai konsumen total adalah kualitas jasa dimana kualitas jasa merupakan unsur utama yang bersifat positif dalam pembentukan nilai konsumen. Kualitas jasa bagi konsumen sendiri merupakan pembentuk dari kepuasan konsumen. Perbandingan harapan konsumen terhadap kualitas jasa dengan dimensi kualitas jasa yang pada akhirnya akan membentuk kepuasan konsumen. Hal ini sesuai dengan konsep kepuasan konsumen di bawah ini. Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Produk Harapan Pelanggan Terhadap Produk Nilai Produk Bagi Pelanggan Sumber : Fandy Tjiptono (2007, p.24) Gambar II.3 Konsep Kepuasan Konsumen Pada dasarnya tujuan organisasi bisnis adalah memproduksi barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuuhan konsumen, dengan kata lain bahwa perusahaan berusaha menciptakan konsumen yang puas. Dengan mengetahui dasar organisasi bisnis yang sebenarnya, maka kepuasan konsumen menjadi tolak ukur keberhasilan kualitas jasa yang dibuat oleh perusahaan. Sehingga modal utama bagi perusahaan untu mendapatkan tingkat kepuasan konsumen yang baik adalah dengan membuat kualitas jasa yang baik. II.3.3 Harapan Konsumen Konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan telah tercapai consensus bahwa harapan konsumen memiliki peranan yang besar sebagai tanda perbandingan dan evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olsen dan Dover dalan Fandy Tjiptono (2007, p.61), mengemukakan bahwa, “ Harapan konsumen merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut “. Meskipun demikian dalam beberapa hal belum tercapai kesepakatan, misalnya mengenai sifat standar harapan yang spesifik jumlah standar yang digunakan, maupun sumber harapan. Harapan konsumen mempunyai peran yang besar dalam menentukan kualitas produk dan kepuasan konsumen. Harapan atas kinerja produk berlaku sebagai standar perbandingan terhadap kinerja aktual produk. Cara perusahaan mempromosikan produknya melalui komunikasi iklan atau wiraniaga juga dapat mempengaruhi harapan konsumen terhadap kinerja produk. Klaim produk yang tidak realistis bisa menimbukan “over promise“ yang akan menimbulkan ketidakpuasan pelanggan. II.3.4 Tipe Kepuasan Konsumen Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2008, p.204) menyatakan bahwa terdapat 5 tipe kepuasan dan ketidakpuasan yang dijabarkan dalam demanding satisfaction, stable satisfaction, resigned satisfaction, stable dissatisfaction, demanding dissatisfaction yang diukur melalui komponen emosi, ekspektasi, dan minat berperilaku. Berikut penjelasan yang dijabarkan dalam bentuk tabel. Tabel II.3 Tipe –tipe Kepuasan dan Ketidakpuasan Konsumen Komponen No Minat berperilaku Tipe – tipe (minat untuk memilih kepuasan dan penyedia jasa yang ketidakpuasan Emosi Ekspektasi sama lagi) 1 Demanding Optimisme/ Harus bisa Ya, karena hingga saat ini satisfaction Confidence mengikuti mereka mampu perkembang memenuhi ekspektasi an saya yang terus kebutuhan meningkat saya di masa depan 2 Stable Steadiness/ Segala Ya, karena hingga saat ini satisfaction Trust sesuatu semuanya memenuhi harus sama harapan saya seperti apa adanya 3 Resigned Indifference/ Saya tidak Ya, karena penyedia jasa satisfaction Resignation bisa yang lain tidak lebih baik berharap lebih 4 Stable dissatisfaction Disappointment/ Saya Indecision Tidak, tetapi saya tidak berharap bisa menyebutkan alasan lebih tapi spesifik apa yang harus saya lakukan ? 5 Demanding Protest/ Perlu Tidak, karena meskipun dissatisfaction Opposition banyak saya telah melakukan perbaikan berbagai upaya, mereka tidak menanggapi kebutuhan saya Sumber : Stauss dan Neuhaus (Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra 2008, p.204) II.3.5 Strategi Peningkatan Kepuasan Konsumen Upaya mewujudkan kepuasan konsumen total bukanlah hal yang mudah. Fandy Tjiptono (2007, p.170) menyatakan bahwa, “ Kepuasan konsumen total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi “. Pada prinsipnya strategi kepuasan konsumen akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Fandy Tjiptono (2006, p.354-355) mengemukakan beberapa elemen program kepuasan konsumen yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan konsumen. Strategi tersebut yaitu : 1. Barang dan jasa berkualitas Perusahaan yang ingin menerapkan program kepuasan pelanggan harus memiliki produk berkualitas baik dan layanan prima. Paling tidak, standarnya harus menyamai pesaing utama dalam industri. Untuk itu berlaku prinsip “quality comes first,satisfaction program follow“. Biasanya perusahaan yang tingakat kepuasan konsumennya tinggi menyediakan tingkat layanan konsumen yang tinggi pula. 2. Relationship marketing Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan konsumen berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan konsumen secara terus menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business). 3. Strategi superior customer service ( fokus pada konsumen terbaik/best customers) Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para pesaingnya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha gigih. Meskipun demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada produknya. 4. Strategy unconditional guarantees/extraordinary guarantees Untuk meningkatkan kepuasan konsumen, perusahaan produk atau jasa dapat mengembangkan augmented service terhadap core business-nya, misalnya dengan pelayanan purnajual yang baik. 5. Program pay-for-performance Program kepuasan konsumen tidak bisa terlaksana tanpa adanya dukungan sumber daya manusia organisasi. Sebagai ujung tombak perusahaan yang berinteraksi langsung dengan para konsumen dan berkewajiban memuaskan mereka, karyawan juga harus dipuaskan kebutuhannya. Dengan kata lain, total customer satisfaction harus didukung pula dengan total quality reward yang mengaitkan sistem penilaian kinerja dan kompensasi dengan konstribusi setiap karyawan dalam penyempurnaan kualitas dan peningkatan kepuasan konsumen. 6. Program promosi loyalitas Banyak diterapkan untuk menjalin relasi antara perusahaan dan konsumen. Biasanya program ini, memberikan semacam penghargaan (reward) khusus yang dikaitkan dengan frekuensi pembelian atau pemakaian produk/jasa perusahaan kepada konsumen rutin agar tetap loyal pada produk dari perusahaan yang bersangkutan. 7. Sistem penanganan keluhan secara efektif Penanganan keluhan berkaitan erat dengan kualitas produk. Perusahaan harus memastikan bahwa barang dan jasa yang dihasilkannya benar – benar berfungsi sebagaimana mestinya sejak awal. Jaminan kualitas harus mendahului penanganan keluhan. II.3.6 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen Ada empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan menurut Fandy Tjiptono (2004, p.148-150), yaitu sebagai berikut : 1. Sistem keluhan dan saran Perusahaan memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan melalui media yang efektif. Metode ini bersifat pasif karena tidak menggambarkan secara lengkap mengenai kepuasan konsumen, dikarenakan tidak semua konsumen yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Upaya mendapatkan saran yang baik dari konsumen sulit diwujudkan oleh metode ini. 2. Survei kepuasan pelanggan Penelitian mengenai kepuasan umumnya banyak dilakukan dengan penelitian survei, baik survei melalui telepon, pos, angket, maupun wawancara secara pribadi. 3. Ghost shopping (pembelanja misterius) Salah satu cara memperoleh gambaran kepuasan konsumen adalah dengan merekrut pekerja yang berperan sebagai konsumen kemudian melaporkan temuan – temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan kualitas jasa perusahaan dan pesaing berdasarkan pengamatan mereka. 4. Lost customer analysis Perusahaan seharusnya menghubungi konsumen yang sudah berpindah ke pesaing agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi sebagai feedback dalam kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. Pemantauan ini sangat penting dimana peningkatan customer loss rate menunjukan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumen. II.3.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Garvin, Peppard, dan Rowland yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2008, p.25) menyatakan faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk antara lain meliputi : 1. Kinerja (performa), yaitu karakteristik pokokdari produk inti yang dibeli 2. Ciri – cirri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap 3. Keandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain operasi memenuhi standar – standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. 6. Servicability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan 7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu cita rasa dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. II.4 Loyalitas Konsumen II.4.1 Definisi Loyalitas Menurut Kotler (2005, p.18) customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan. Pengertian tentang seorang pelanggan yang loyal menurut Griffin (1997, p.4) adalah sebagai berikut, “ Loyalty is define as non random purchase expressed over time by some decision making unit “, dari pengertian tersebut terlihat bahwa loyalitas mengacu pada suatu perilaku yang ditunjukan dengan pembelian rutin yang didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Fandy Tjiptono (2000, p.110) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan sebagai komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Kepuasan karyawan akan mendorong tumbuhnya loyalitas karyawan pada organisasi. Selanjutnya loyalitas karyawan akan mengarah pada peningkatan produktivitas. Produktivitas karyawan mendorong penciptaan nilai pelayanan eksternal, yang kemudian menentukan kepuasan pelanggan eksternal. Kepuasaan pelanggan merupakan salah satu faktor penentu loyalitas pelanggan, faktor lainnya adalah rintangan pengalihan (switching barriers) pemasok dan keluhan (voice). Menurut Kotler dan Amstrong (1997, p.554), bahwa loyalitas berasal dari pemenuhan dan harapan konsumen, sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari pengalaman pembelian terdahulu oleh konsumen, opini dari teman dan kerabat, dan janji atau informasi dari pemasar atau pesaing. Ada alasan untuk pengembangan hubungan jangka panjang dengan konsumen, yaitu sebagai berikut : 1. Biaya perolehan pelanggan baru tinggi 2. Pelanggan yang setia cenderung berbelanja lebih banyak 3. Pelanggan yang puas merekomendasikan produk – produk jasa perusahaan 4. Pelanggan yang setia akan menekan pesaing dari pembagian pasar Griffin (2005, p.11), mengemukakan bahwa loyalitas dapat menghemat biaya perusahaan setidaknya enam bidang, antara lain : 1. Biaya pemasaran menjadi berkurang (biaya pengambilalihan pelanggan lebih tinggi dari pada biaya mempertahankan pelanggan 2. Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negosiasi kontrak dan pemprosesan order 3. Biaya perputaran pelanggan (customer turnover) menjadi berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan) 4. Keberhasilan cross selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pelanggan yang lebih besar 5. Pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif, dengan asumsi para pelanggan yang loyal juga merasa puas 6. Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim garansi, dan sebagainya) Generalisasi mengenai loyalitas tidak bisa dirumuskan. Namun terdapat beberapa karakteristik umum yang bisa diidentifikasi apakah seorang konsumen mendekati loyalitas atau tidak. Griffin (2005, p.31), menyatakan bahwa karakteristik pelanggan yang loyal antara lain : 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur 2. Membeli antar lini produk atau jasa 3. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing 4. Mereferensikan kepada orang lain II.4.2 Tahapan Loyalitas Untuk menjadi pelanggan yang loyal seseorang harus melalui beberapa tahapan, pelangan yang loyal timbul secara bertahap. Proses ini dilalui dalam jangka waktu tertentu, dengan kasih sayang, dan dengan perhatian yang diberikan pada tiap-tiap tahap pertumbuhan. Setiap tahap memiliki kebutuhan khusus. Dengan mengenali setiap tahap dan memenuhi kebutuhan khusus tersebut, perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan atau klien yang loyal Menurut Griffin (2005:35), ada delapan tahapan loyalitas, yaitu: 1. Suspect Meliputi semua orang yang akan membeli produk atau jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai Suspect karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapun mengenai perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan. 2. Prospek (prospect) Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan karena seseorang telah merekomendasikan produk atau jasa tersebut padanya. 3. Prospek Yang Diskualifikasi (disqualified of prospect) Yaitu Prospect yang telah mengetahui keberadaan produk atau jasa tertentu atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk atau jasa. 4. Pelanggan Pertama-Kali (First time buyer) Yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen dari produk atau jasa pesaing. 5. Pelanggan Berulang (repeat customer) Yaitu konsumen telah melakukan penelitian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Klien (client) Client membeli semua produk atau jasa yang ditawarkan yang mereka butuhkan dan membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelangan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka terpengaruh oleh tarikan persaingan produk lain. 7. Penganjur (advocate) Seperti layaknya client, advocate membeli seluruh produk atau jasa yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan mereka mendorong teman-teman mereka agar membeli produk atau jasa tersebut. Ia membicarakan tentang produk atau jasa tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut. 8. Pelanggan atau ” klien yang hilang ” : Seseorang yang pernah menjadi pelanggan atau klien tetapi belum membeli kembali dari Anda sedikitnya dalam satu siklus pembelian yang normal. II.4.3 Jenis Loyalitas Griffin (2002, p.22) membagi loyalitas atas empat bagian yang berbeda dengan keterkaitan yang rendah dan tinggi yang diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi. Tabel II.4 Empat Jenis Loyalitas Pembelian Berulang Keterikatan Relatif Tinggi Rendah Tinggi Loyalitas Premium Loyalitas Tersembunyi Rendah Loyalitas yang Tanpa Loyalitas Lemah Sumber : Griffin (2002, p.22) 1. Tanpa loyalitas Untuk beberapa alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Secara umum perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal. Mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan. Tantangannya adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orang – orang seperti ini dan lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan. 2. Loyalitas yang lemah Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Ini adalah jenis pembelian “karena kami selalu menggunakannya“. Dengan kata lain faktor non sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama pembeli. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan, atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Memungkinkan bagi perusahaan untuk mengubah loyalitas lemah kedalam bentuk loyalitas yang tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan dan meningkatkan diferensiasi positif di benak pelanggan mengenai produk atau jasa yang ditawarkan dibanding dengan produk lain. Loyalitas produk ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. 3. Loyalitas tersembunyi Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukan loyalitas tersembunyi. Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. 4. Loyalitas peremium Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang paling disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan. Pada tingkatan preferensi paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga. II.5 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan, Kepuasan, dan Loyalitas Konsumen Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen perlu terlebih dahulu mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan produsen kepada konsumennya. Kepuasan konsumen akan timbul setelah seseorang mengalami pengalaman dengan kualitas pengalaman yang diberikan oleh penyedia jasa. Bloemer et al, (1998) dalam penelitiannya menunjukan variabel kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen. Hasil temuan dari studi empiris terdahulu juga mendukung pandangan bahwa kualitas pelayanan merupakan determinan utama dari kepuasan pelanggan (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1994). Kebanyakan hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dimediasi oleh kepuasan pelanggan (Anderson dan Sullivan, 1993). Dalam penelitian Cronin, Brady, dan Hult (2000) pada enam industri pelayanan yang berbeda menemukan bahwa dalam empat kasus, kualitas pelayanan berpengaruh secara langsung dan positif terhadap behavioral intention. Lebih jauh, pengaruh tidak langsung dari kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan didukung secara empiris oleh enam perusahaan pelayanan yang diteliti. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan konsumen sehingga loyalitas pelanggan akan tercipta. Pada penelitian ini, peneliti fokus pada konsep Parasuraman et al (1994) dengan teori TERRA, karena konsep TERRA sudah mencakup kualitas pelayanan secara keseluruhan.