HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SEKSUALITAS DAN KUALITAS KOMUNIKASI ORANGTUA DAN ANAK DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA SISWA-SISWI MAN GONDANGREJO KARANGNYAR Evidanika Nifa Mertia, Thulus Hidayat, Istar Yuliadi Program studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Di Indonesia, terutama di kota-kota besar perilaku seks bebas pada remaja semakin meningkat. Akibat dari perilaku tersebut adalah kehamilan di luar nikah, pemerkosaan, merebaknya pelacuran di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual, pelecehan seksual dan penyimpangan-penyimpangan seksual. Ada banyak yang melatarbelakangi perilaku seks bebas pada remaja, seperti kurangnya pengetahuan seksualitas anak dan kurang berkualitasnya komunikasi orangtua dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala perilaku seks bebas, skala pengetahuan seksualitas, dan skala kualitas komunikasi orangtua dan anak. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi ganda. Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi ganda menunjukkan koefisien regresi variabel pengetahuan seksualitas sebesar -0,595 pada taraf signifikan p<0,05. Artinya bahwa pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Koefisien regresi variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar -0,615 pada taraf signifikan p<0,05. Artinya kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Selain itu berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan yang signifikan secara statistik antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar, ditunjukkan dengan nilai R=0,592 dan F=17,279 pada p<0,05. Sumbangan efektif pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas dapat dilihat dari keofisien determinan (R2) sebesar 0,351 atau 35,1% yang berarti masih terdapat 64,9% faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks bebas selain pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak. Kata kunci : pengetahuan seksualitas, komunikasi orangtua anak, seks bebas 109 Abstract In Indonesia, especially in big cities, free sex behavior in adolescent progressively increase. The effects of the behavior are pregnancy out of wedlock, violation, prostitution, abortion, sexual contaminate disease, insulting sexuality and sexual deviation. There are many kinds of behavioral background of free sex in adolescent, such as the lack of sexuality knowledge and the less of communication quality between parent and child. The purpose of this research is to know the relation between sexuality knowledge and communications quality of parent and child with free sex behavior in adolescent students of MAN Gondangrejo Karanganyar. The method of this research is using the quantitative approach. The subject of this research is taken by the cluster random sampling technique. The data collecting is using the scale of free sex behavior, the scale of sexuality knowledge, and the scale of communication quality between parent and child. The data analysis is using multiple regression analysis technique. The calculation result uses the multiple regression analysis, shows that the regression coefficient of sexuality knowledge variable is -0,595 at p<0,05 significant level. It means that sexuality knowledge has the negative relation with free sex behavior. The regression coefficient of communication quality between parent and child variable is -0,615 at p<0,05 significant level. It means that the communication quality between parent and child has the negative relation with free sex behavior. Besides that, according to the result of data analysis, it shows that there is a significant correlation statistically between sexuality knowledge and communication quality of parent and child with free sex behavior in adolescent students of MAN Gondangrejo Karanganyar, it is shown by the value of R=0,592 and F=17,279 at p<0,05. An effective contribution of sexuality knowledge and communication quality of parent and child with free sex behavior can be known from the determinant coefficient (R2) 0,351 or 35,1%, it means that there are 64,9% other factors influencing free sex behavior besides sexuality knowledge and communications quality of parent and child. Keywords : sexuality knowledge, communication quality of parent and child, free sex 110 A. PENDAHULUAN Masa remaja ialah suatu waktu kritis untuk pengembangan akhlak, nilai-nilai, dan kebiasaan yang hanya akan dirasakan satu kali seumur hidupnya untuk dituntut menjadi kader yang dihadapkan pada tantangan global. Namun, yang terjadi pada remaja saat ini ialah maraknya kasus-kasus perilaku seks bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah, pemerkosaan, merebaknya pelacuran di kalangan remaja, aborsi, penyakit menular seksual, pelecehan seksual dan penyimpangan-penyimpangan seksual (Sukri, dalam Mukti et al: 2005). Menurut Rahardjo (2008) bentuk-bentuk perilaku seksual bebas yang biasa dilakukan ialah (1) kissing atau perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai deep kissing, (2) necking atau perilaku mencium daerah sekitar leher pasangan, (3) petting atau segala bentuk kontak fisik seksual berat tapi tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba payudara dan alat kelamin pasangan) atau hard petting (menggosokkan alat kelamin sendiri ke alat kelamin pasangan, baik dengan berbusana atau tanpa busana), dan (4) intercourse atau penetrasi alat kelamin pria ke alat kelamin wanita. Dorongan seksual yang meningkat dan rasa ingin tahu yang besar tentang seksualitas seringkali membawa remaja yang sedang berada dalam posisi rentan kepada kasuskasus keterlanjuran. Masalah-masalah keterlanjuran akibat seksualitas pada remaja dapat berupa kehamilan pranikah, perilaku seksual remaja yang semakin bebas, dan penularan penyakit seksual. Fenomena tersebut diperkuat oleh pemberitaan media massa mengenai maraknya perilaku seksual bebas di kalangan remaja. Keadaan-keadaan tersebut menuntut remaja untuk mampu beradaptasi dengan permasalahan yang muncul, seiring dengan perubahan dalam dirinya. Remaja membutuhkan bimbingan orangtua untuk menghadapi permasalahan yang muncul (Prihartini, et al: 2002). Hasil riset yang dilakukan oleh Zelnik & Kim (dalam Helmi & Paramastri, 1998) menunjukkan bahwa jika orangtua bersedia mendiskusikan seks dengan anaknya, maka anak akan cenderung menunda perilaku seksual bebas. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar angka perilaku seks bebas semakin meningkat (Handayani, et al : 2008). Dalam sebuah situs dipaparkan bahwa perilaku seks bebas di Solo tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data BKKBN (2008) nampaknya jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo tahun ini meningkat cukup mengkhawatirkan. Kasubdin Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo memaparkan bahwa hingga tahun 2007 lalu jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo 111 sebanyak 102 orang. Jumlah itu naik dari data per November 2007 yang hanya 99 orang. Selanjutnya data jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Solo per desember 2010 sebanyak 511 orang. Data lain didapatkan dalam Radar Jogja pada tanggal 19 Desember 2007 bahwa di Kulonprogo 44,25% pasangan muda yang menikah di KUA, perempuannya dalam kondisi hamil. Fenomena lain ialah peristiwa pemerkosaan disertai pembunuhan siswa Madrasah Aliyah Negeri Gondangrejo, seperti yang dimuat dalam harian Solo Pos pada tanggal 20 Januari 2009. MAN Gondangrejo Karanganyar kurikulum agamanya relatif lebih banyak dibanding dengan sekolah menengah umum. Hal ini berarti di sekolah tersebut telah ada langkah preventif untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas. Akan tetapi, yang terjadi di sana ialah fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh siswa di sekolah tersebut serta beredarnya VCD porno yang dibuat oleh siswa sekolah menengah. Ulasan berita terkini lain ialah menegenai perayaan malam tahun baru atau Valentine’s Day. Malam tahun baru dan Valentine’s Day marak dirayakan dalam bentuk pesta dan hura-hura, bentuk kasih sayang anak muda memadu cinta dan bebas bergaul antara laki-laki dan permpuan, tidak terkecuali mendorong seks bebas (Zubaidi, 2008). Salah satu berita dalam program acara Buser pada tanggal 22 Oktober 2009 ialah fenomena maraknya penjualan Artificial Virginity Hymen atau selaput dara buatan yang ditawarkan dengan harga terjangkau di internet untuk wanita unvirgin. Hampir sebagian besar remaja Amerika Serikat melakukan seks bebas di kala remaja berusia 14-19 tahun, dan tidak sedikit, mereka hamil lalu melakukan aborsi. Seorang mahasiswi Amerika, Natalie Dylan yang berusia 22 tahun, melelangkan keperawanannya dengan alasan membiayai kuliah S2-nya. Keperawanan tersebut dihargai 2,2 milyar (www.liputan6.news.tv). Fenomena lain tentang banyaknya pasangan remaja yang berhubungan dengan calo jasa pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan penggunaan obat-obat pencegah kehamilan terus meningkat. Data terakhir yang dikutip oleh Boyke (2008) ialah 10-12% remaja di Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Berdasarkan catatan BKKBN (2008) sejauh ini pengetahuan remaja Indonesia dalam hal kesehatan reproduksi masih relatif rendah. Helmi & Paramastri (1998) mengemukakan bahwa pengetahuan seksual sehat merupakan pengetahuan mengenai perilaku-perilaku atau aktivitas seksual yang lebih menekankan upaya-upaya prevensi penyakit hubungan seksual. Pengetahuan seksualitas menurut Wildan (dalam Amrillah, et a l: 2006) merupakan pengetahuan yang menyangkut 112 cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya. Pengetahuan seksual bukanlah tentang orang yang mau melakukan hubungan seksual, tetapi bagaimana mereka bisa bertanggung jawab dengan hubungan seksual itu sendiri dan bagaimana mereka bisa mengapresiasi dirinya sendiri (Amiruddin, et al: 2005). Informasi seksual yang benar bisa menjadi bekal untuk meredam rasa keingintahuan (curiousity) remaja yang menggebu tentang seks (Madani, 2003). Sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak pada masa dini sangat berpengaruh bagi persepsi dan perilaku seksual remaja (Pangkahila, 2007). Melalui komunikasi yang baik, orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Dengan komunikasi orangtua dan anak yang baik, orangtua juga dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak remajanya dan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (Wulandari, et al: 2006). Komunikasi antara orangtua dan anak dapat berupa bimbingan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan anak, pemberian motivasi, pendidikan agama dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi antara anak dengan orangtua adalah untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan, membuat keputusan secara cermat, untuk mengendalikan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang kurang baik serta membantunya dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang. Adanya komunikasi yang baik dengan orangtua diharapkan anak mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk tentang seks untuk dirinya sendiri. Ketika orangtua mendengarkan anak secara aktif, kemampuan anak untuk mengungkapkan perasaan dan isi hatinya dirangsang dan semakin meningkat. Dengan demikian pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi antara orangtua dan anak mempunyai pengaruh yang penting dalam pembentukan sikap dan perilaku seks bebas remaja (Amrillaah, et al: 2006). Sehingga perilaku seks bebas dapat dicegah sedini mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswasiswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Selain itu, untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung. 113 Hasil penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis yaitu berupa informasi, masukan, pengetahuan mengenai cara membangun komunikasi dengan anak remaja, bagaimana cara memberikan pengetahuan seksualitas yang tepat pada anak usia remaja. B. DASAR TEORI 1. Perilaku Seks Bebas Menurut Akbar (dalam Amrillah, et al: 2006) perilaku seks bebas atau premarital intercourse adalah segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan. Menurut Adikusuma, et al (2008) perilaku seks bebas adalah hubungan seksual antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Bungin (2001) memberikan batasan perilaku seksual bebas remaja yakni aktivitas seksual di kalangan remaja Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), yaitu aktivitas seksual yang dilakukan sebelum pernikahan. Perilaku seksual dimaksud adalah perilaku seks yang dilakukan bersamaan dengan orang lain, seperti: pegangan tangan dengan lawan jenis, berciuman, berpelukan, petting dan senggama. Adapun bentuk-bentuk perilaku seks bebas yang biasa dilakukan adalah kissing, atau perilaku berciuman, mulai dari ciuman ringan sampai deep kissing, necking atau perilaku mencium daerah sekitar leher pasangan, petting atau segala bentuk kontak fisik seksual berat tapi tidak termasuk intercourse, baik itu light petting (meraba payudara dan alat kelamin lainnya) atau hard petting (menggosok-gosokkan alat kelamin sendiri ke alat kelamin pasangan, baik dengan berbusana ataupun tanpa busana), hingga intercourse atau penetrasi alat kelamin pria ke alat kelamin wanita (Rahardjo, 2008). Aspek-aspek perilaku seksual bebas menurut Sarwono & Samsidar (2004) ini yaitu dalam tahapan-tahapan mulai dari rasa tertarik, berjalan berduaan, bergandengan tangan, berpelukan, saling meraba bagian tubuh, berciuman, bercumbu/ bermesraan dan bersenggama (berhubungan badan). Adapun menurut Purnawan (2004) aspek perilaku seksual bebas secara rinci dapat berupa: a. Berfantasi seksual. Merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Fantasi seksual ini biasanya didapatkan individu dari media atau objek yang dapat meningkatkan dorongan seksual. b. Pegangan tangan. 114 Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain. c. Cium kering. Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir. d. Cium basah. Berupa sentuhan bibir ke bibir, sampai dengan leher. e. Meraba. Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, dada (breast), paha, alat kelamin dan lain-lain. f. Berpelukan. Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif). g. Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki). Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. h. Oral Sex. Merupakan aktivitas seksual dengan cara memasukan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. i. Petting. Merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin). j. Intercourse (senggama). Merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita. Dari uraian di atas, aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi aspek dari Sarwono & Samsidar (2004) dan Purnawan (2004) yaitu berkencan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, masturbasi (wanita) dan onani (pria), seks oral (oral sex), petting, dan intercourse (senggama). 2. Pengetahuan Seksualitas Pengetahuan seksualitas menurut Wildan (dalam Amrillah et al, 2006) merupakan pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya. 115 Menurut Helmi & Paramastri (1998) pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan mengenai perilaku-perilaku atau aktivitas seksual yang lebih menekankan pada upaya-upaya prevensi penyakit hubungan seksual. Pengetahuan seksual bukanlah tentang orang yang mau melakukan hubungan seksual, tetapi bagaimana mereka bisa bertanggung jawab dengan hubungan seksual itu sendiri dan bagaimana mereka bisa mengapresiasi dirinya sendiri (Amiruddin, et al: 2005). Berdasarkan paparan Nugraha (dalam Amrillah, et al: 2006) pengetahuan seksualitas diartikan sebagai proses pembudayaan seksualitas diri sendiri dalam kehidupan bersama orang lain ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Pengetahuan seksualitas dapat menjadikan individu memiliki sikap dan tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab (Saringedyanti, 1991). Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek pengetahuan seksualitas dari Amrillah, et al (2006) dan Subiyanto (2005). Aspek-aspek tersebut meliputi proses reproduksi, perkembangan seksual, ekspresi seksual, perilaku seksual, seks dan kesehatan, perkawinan keluarga dan hubungan antar manusia, dan seks dan gender. Untuk mencegah kebiasan, maka aspek perilaku seks ditiadakan. 3. Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak Definisi kualitas komunikasi orangtua dan anak menurut Ramos & Bouris (2008) adalah lebih dari percakapan dan berfokus pada pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti. Menurut Hopson & Hopson (dalam Amrillah et al, 2006), komunikasi antara orangtua dan anak dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak memiliki hubungan yang baik dalam arti bisa saling memahami, saling mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain, sedangkan komunikasi yang kurang berkualitas mengindikasikan kurangnya perhatian, pengertian, kepercayaan, dan kasih sayang di antara keduanya. Komunikasi orangtua dan anak dikatakan efektif atau berkualitas bila kedua belah pihak saling dekat, saling menyukai dan komunikasi di antara keduanya merupakan hal yang menyenangkan dan adanya keterbukaan sehingga tumbuh sikap percaya. Komunikasi yang efektif dilandasi adanya kepercayaan, keterbukaan, dan dukungan yang positif pada anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua (Rakhmat, 1991). Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi aspek yang dikemukakan oleh Ramos & Bouris (2008) dan Handayani, et al (2008) yaitu isi komunikasi 116 (the content of communication), konteks komunikasi (the context of communication), waktu komunikasi (the timing of communication), dan frekuensi komunikasi (the frequency of communication). 4. Remaja MAN Gondangrejo Karanganyar Madrasah Aliyah (disingkat MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Menengah Atas, yang pengelolaannya dilakukan oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah aliyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12. Kurikulum madrasah aliyah sama dengan kurikulum sekolah menengah atas, hanya saja pada Madrasah Aliyah terdapat porsi lebih banyak muatan pendidikan agama Islam, yaitu Fiqih, akidah, akhlak, Al Quran, Hadits, Bahasa Arab dan Sejarah Islam (Sejarah Kebudayaan Islam). Pelajar madrasah aliyah umumnya berusia 15-18 tahun. SMA/MA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah, sebagaimana siswa sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun (www.wikipedia.com). Organisasi kesehatan sedunia yaitu WHO (World Health Organization) membuat definisi remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan; dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur menunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; dari segi sosial ekonomi. Ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas (BKKBN, 2008). Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja dimulai dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun. (Hurlock, 1980). Selain batasan usia yang menentukan kriteria seorang remaja Sarwono (2004) juga memberikan satu syarat bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai remaja bila usianya 11 sampai dengan 24 tahun dan belum menikah. Dalam hubungannya dengan undang-undang perkawinan ditegaskan bahwa sebelum usia remaja diatas 21 tahun maka masih diperlukan izin orangtua untuk menikah, karena waktu antara 16 atau 19 tahun inilah yang dapat disejajarkan dengan definisi remaja dalam ilmu sosial lainnya. Remaja ialah individu yang sedang mengalami masa peralihan; usianya 14 sampai 24 tahun dan belum menikah; dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur menunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanakan menjadi dewasa; 117 dari segi sosial ekonomi, ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas. Adapun ciri-ciri responden yang dipakai sebagai kriteria dalam penelitian ini adalah: a. Remaja berusia 14-24 tahun. b. Remaja tersebut belum menikah. c. Pernah berpacaran. Menurut Adikusuma, et al (2009) remaja yang berpacaran berpotensi melakukan hubungan seks. d. Kedua orangtua masih hidup atau tidak bercerai. C. METODE PENELITIAN 1. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak sebagai variabel bebas dan perilaku seks bebas sebagai variabel tergantung. Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut : a. Perilaku Seks Bebas Perilaku seks bebas adalah segala bentuk perilaku atau aktivitas seksual mulai dari berkencan, berpelukan, berciuman (dari ciuman ringan sampai deep kissing), bercumbu, meraba, petting (baik itu light petting sampai hard petting), dan bersenggama yang dilakukan tanpa adanya ikatan perkawinan yang diungkap dengan skala perilaku seks bebas. Peneliti memodifikasi skala penelitian berdasarkan aspek-aspek yang diungkapkan oleh Sarwono & Samsidar (2004) dan Purnawan (2004), yaitu: berkencan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, masturbasi (wanita) dan onani (pria), seks oral (oral sex), petting, dan intercourse (senggama). Seberapa tinggi tingkat perilaku seks bebas ditunjukkan oleh skor yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3(N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3(N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa perilaku seks yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka perilaku seks bebas rendah. b. Pengetahuan Seksualitas 118 Pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku seksual yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat, sehingga dapat membahagiakan diri dan kehidupan seksualnya, yang lebih menekankan pada upaya-upaya prevensi penyakit hubungan seksual dan ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat yang diungkap dengan skala pengetahuan seksualitas. Peneliti memodifikasi skala pengetahuan seksualitas berdasarkan aspek-aspek dari Amrillah, et al (2006) dan Subiyanto (2005) yaitu: proses reproduksi, perkembangan seks, ekspresi seks, perilaku seks, seks dan kesehatan, perkawinan, keluarga dan hubungan antar manusia, seks dan gender. Untuk mencegah kebiasan, maka aspek perilaku seks ditiadakan. Seberapa tinggi pengetahuan seksualitas ditunjukkan oleh skor yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3 (N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3 (N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan seksualitas yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka tingkat pengetahuan seksualitas yang dimiliki juga rendah. c. Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak Kualitas komunikasi orangtua dan anak ialah lebih dari percakapan dan berfokus pada pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti, di mana proses penyampaian atau pertukaran informasi antara orangtua dan anak dilandasi kepercayaan, dukungan positif, keterbukaan, dan hubungan yang baik (bisa saling memahami, saling mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain), sehingga tumbuh sikap percaya anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua. Variabel ini diungkap dengan skala kualitas komunikasi orangtua dan anak yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Ramos & Bouris (2008) dan Handayani, et al (2008). Aspek-aspek tersebut ialah meliputi isi komunikasi (the content of communication), konteks komunikasi (the context of communication), waktu komunikasi (the timing of communication), dan frekuensi komunikasi (the frequency of communication). Seberapa tinggi kualitas komunikasi orangtua dan anak ditunjukkan oleh skor yang diperoleh responden melalui model alat ukur skala Likert. Range skor untuk pernyataan yang bersifat favorable adalah 5(SS), 4(S), 3 (N), 2(TS), 1(STS). Adapun skor untuk pernyataan unfavorable adalah 1(SS), 2(S), 3 (N), 4(TS), 5(STS). Apabila skor yang diperoleh responden tinggi mengindikasikan bahwa kualitas komunikasi orangtua dan anak 119 yang dimiliki tinggi, demikian juga sebaliknya bila skor yang diperoleh rendah maka kualitas komunikasi orangtua dan anak yang dimiliki juga rendah. 2. Responden Penelitian Adapun responden di dalam penelitian ini yaitu 40% dari populasi penelitian. Sampel tersebut adalah 4 kelas siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar ialah sebanyak 67 orang. 3. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala yaitu skala perilaku seks bebas, skala pengetahuan seksualitas, dan skala kualitas komunikasi orangtua dan anak. Ketiga skala penelitian menggunakaan model likert yang telah dimodifikasi menjadi lima kategori jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan dalam skala penelitian ini mengandung aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pemberian skor untuk aitem favorable bergerak dari lima sampai satu untuk SS, S, N, TS dan STS, sedangkan skor untuk aitem unfavorable bergerak dari satu sampai lima untuk SS, S, N, TS dan STS. Uji validitas dilakukan dengan meggunakan korelasi product moment, sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yang diolah dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Skala Perilaku Seks Bebas terdiri dari 38 aitem valid dengan koefisien reliabilitas 0,901. Skala Pengetahuan Seksualitas terdiri dari 32 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,894. Skala Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak terdiri dari 31 item valid dengan koefisien reliabilitas 0,858. 4. Teknik Analisis Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis analisis multiple regression. Selanjutnya guna mempermudah perhitungan maka akan diolah dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 16.0 for windows. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas Tabel Hasil Uji Normalitas Variabel K-S-Z Asymp. Sign 120 Kesimpulan Pengetahuan Seksualitas Kualitas Komunikasi Orangtua dan anak Perilaku Seks bebas 0,563 0,875 (2-tailed) 0,909 (p>0,05) 0,428 (p>0,05 Normal Normal 0,865 0,442 (p>0,05) Normal Sumber: Data diolah Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov terhadap masing-masing variabel, menunjukan bahwa nilai probabilitas (Asymp. sign) masing-masing variabel di atas 0,05. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa data untuk masing-masing variabel berdistribusi normal. b. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas terindikasi apabila terdapat hubungan linier diantara variabel independen yang digunakan dalam model. Metode untuk menguji adanya multikolinieritas dilihat dari nilai tolerance value atau Variance Inflation Factor (VIF). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai VIF variabel independen/ variabel bebas dibawah nilai 10 dan tolerance value diatas 0,10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas dalam model regresi sehingga model tersebut reliable sebagai dasar analisis. Tabel Hasil Uji Multikolinieritas Variabel Tolerance VIF Kesimpulan Pengetahuan Seksualitas Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak 0,919 (tolerance>0,01) 0,919 (tolerance>0,01) 1,088 (VIF<10) 1,088 (VIF<10) Bebas Multikolinieritas Bebas Multikolinieritas Sumber: Data diolah c. Uji Linieritas Hasil uji linieritas terhadap masing-masing variabel, menunjukan bahwa nilai probabilitas (sign) masing-masing variabel di atas 0,05. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat mempunyai hubungan yang linear. Tabel Hasil Uji Linieritas Variabel F-hitung Sign Kesimpulan Pengetahuan Seksualitas 1,677 0,071 Linear 121 Kualitas Komunikasi Orangtua dan Anak Sumber: Data diolah 1,358 0,195 Linear d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006). Uji autokorelasi dalam penelitian ini adalah dengan Uji Durbin-Watson (D-W test) dapat dilihat pada tabel 19. Tabel Hasil Uji Durbin-Watson Model Summaryb Model R 1 .592a Adjusted R Std. Error of Durbin- Square the Estimate Watson R Square .351 .330 19.868 2.251 Sumber: Data diolah Nilai D-W sebesar 2, 251. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan signifikansi 5%. Jumlah sampel 67 (n) dan jumlah variabel bebas 2 (k=2). Oleh karena nilai D-W 2,251 lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4-du (4-1,662), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi. e. Uji Heterokesidaksitas Peneliti melihat dari grafik scatterplot tampak titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi tersebut layak dipakai untuk memprediksi perilaku seks bebas berdasarkan masukan variabel pengetahuan seksualitas dan variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak. Berdasarkan uji asumsi klasik (normalitas, linearitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas) diperoleh bahwa dalam model yang digunakan sudah tidak terjadi penyimpangan asumsi klasik. Model regresi pada penelitian dapat digunakan sebagai dasar analisis. 2. Hasil Uji Hipotesis 122 Analisis data pada pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pengetahuan seksualitas (X1), kualitas komunikasi orangtua dan anak (X2) dengan perilaku seks bebas (Y). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut. Tabel Rangkuman Hasil Uji Regresi Linier Berganda Variabel Koef. Regresi t-hitung P value -3,289 -3,733 0,002 0,000 Std. Error Konstanta 236,121 Pengetahuan seksualitas -0,595 Kualitas komunikasi -0,615 R 0,592 R-Squared 0,351 Adj. R-Squared 0,330 F-Hitung 17,279 Probabilitas F 0,000 Keterangan : Data primer yang diolah 0,181 0,165 a. Analisis Regresi Linier Berganda Hasil pengolahan data untuk regresi linier berganda dengan menggunakan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 dapat dilihat pada tabel 16 di atas. Berdasarkan tabel tersebut dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = 236,121 - 0,595X1 - 0,615X2 + e Berdasarkan persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Nilai konstanta bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa apabila variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak konstan, maka perilaku seks bebas sebesar 236,121 satuan. (2). Koefisien regresi variabel pengetahuan seksualitas (X1) bernilai negatif sebesar 0,595. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Artinya jika pengetahuan seksualitas semakin baik, maka mengakibatkan perilaku seks bebas semakin menurun, dengan asumsi variable kualitas komunikasi orangtua dan anak konstan. (3). Koefisien regresi variabel kualitas komunikasi (X2) bernilai negatif sebesar 0,615. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai 123 hubungan negatif dengan perilaku seks bebas. Artinya jika kualitas komunikasi orangtua dan anak semakin baik, maka perilaku seks bebas semakin menurun, dengan asumsi variabel pengetahuan seksualitas konstan. b. Uji Hipotesis secara parsial (Uji t) Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen/ variabel bebas secara individu. Pengujian regresi digunakan pengujian dua arah (two tailed test) dengan menggunakan α=5% yang berarti bahwa tingkat keyakinan adalah sebesar 95%. Adapun t-tabel diperoleh 1,9977 (1). Pengujian terhadap variabel pengetahuan seksualitas Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t-hitung yaitu sebesar -3,289. Oleh karena hasil uji t statistik (t-hitung) lebih besar dari nilai t-tabel (3,289 > 1,9977) atau Pobabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05) maka Ho ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Hal itu berarti bahwa variabel pengetahuan seksualitas (X1) mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas (Y). Hipotesis pertama yang menyatakan “Terdapat hubungan antara pengetahuan seksualitas dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar” terbukti. (2). Pengujian terhadap variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai t-hitung sebesar -3,733. Oleh karena hasil uji t statistik (t-hitung) lebih besar dari nilai t-tabel (3,733 > 1,9977) atau probabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Artinya bahwa variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak (X2) mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas (Y). Hal ini berarti hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar” terbukti. c. Uji F Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama. Dengan menggunakan derajat keyakinan 5% dan n = 67 maka df = (2 ; 64 diperoleh nilai F-tabel sebesar 3,15. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut : Ho diterima, F- hitung ≤ F- tabel( α ;k-1; n-k) Ho ditolak, F- hitung > F- tabel( α ;k-1; n-k) 124 Berdasarkan hasil analisis uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 17,279 (17,279 > 3,15) dengan probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05), hal ini berarti variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak bersama mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa “Terdapat hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar”, terbukti. d. Uji R2 Tingkat ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi yang besarnya antara nol dan 1 (satu). Jika koefisien determinasi mendekati satu maka variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tergantung dengan sempurna atau terdapat suatu kecocokan yang sempurna (variabel bebas yang dipakai dapat menerangkan dengan baik variabel tidak bebasnya). Namun jika koefisien determinasi adalah 0 (0) bararti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel tergantung. Hasil perhitungan untuk nilai R2 dengan bantuan menggunakan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0, dalam analisis regresi berganda diperoleh angka koefisien determinasi atau R2 sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% variasi perubahan perilaku seks bebas dijelaskan oleh variasi perubahan faktor-faktor pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi. Adapun sumbangan relatif masing-masing variabel yaitu variabel pengetahuan seksualitas memberikan kontribusi sebesar 15,81% dan variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar 19,26%. Sementara sisanya sebesar 64,9% diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi. E. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di MAN Gondangrejo Karanganyar. Kurikulum agama MAN Gondangrejo Karanganyar relatif lebih banyak dibanding dengan sekolah menengah umum. Hal ini berarti di sekolah tersebut telah ada langkah preventif untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas. Akan tetapi yang terjadi di sana ialah fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh siswa di sekolah tersebut pada tahun 2009. Selain itu di daerah Gondangrejo beredar VCD porno yang dibuat oleh siswa sekolah menengah. Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar (F=17,279 125 R=0,592 dengan p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Hal ini berarti variabel pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dapat dijadikan variabel bebas atau prediktor untuk memprediksi atau mengukur perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Pengetahuan seksualitas adalah pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku seksual yang sehat, bertanggung jawab, serta tahu apa yang dilakukannya dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya, dan masyarakat, sehingga dapat membahagiakan diri dan kehidupan seksualnya, yang lebih menekankan pada upaya-upaya prevensi penyakit hubungan seksual dan ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Hasil analisis dalam penelitan ini menunjukkan bahwa pengetahuan seksualitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Pengaruh negatif menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan seksualitas, maka dapat menurunkan perilaku seks bebas di kalangan siswa. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Laksmiwati (2008) yang memaparkan bahwa terjadi atau tidak terjadi perilaku seks bebas sangat tergantung pada wawasan individu tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangat dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula. Kualitas komunikasi orangtua dan anak ialah lebih dari percakapan dan berfokus pada pesan yang disampaikan, apa yang didengar, dan pesan yang dimengerti, di mana proses penyampaian atau pertukaran informasi antara orangtua dan anak dilandasi kepercayaan, dukungan positif, keterbukaan, dan hubungan yang baik (bisa saling memahami, saling mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain), sehingga tumbuh sikap percaya anak agar anak dapat menerima dengan baik apa yang disampaikan oleh orangtua. Hasil analisis dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa Kualitas komunikasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku seks bebas, hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Pengaruh negatif menunjukkan bahwa semakin baik kualitas komunikasi akan semakin menurunkan perilaku seks bebas. Artinya jika kualitas komunikasi antara orang tua dan anak semakin baik maka perilaku seks bebas akan semakin berkurang. 126 Hasil penelitian ini mendukung pendapat Fisher (dalam Kadarwati, et al: 2008) yang mengemukakan bahwa melalui komunikasi, orangtua mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku seks remaja. Apabila orangtua bersedia berdiskusi mengenai seks dengan baik, remaja cenderung menunda sexual intercourse yang pertama, dan mengembangkan sikap seksual yang serupa dengan orangtuanya. Sayangnya menurut Hurlock (1980) hanya sedikit remaja yang berharap mengetahui seluk beluk tentang seks orangtuanya. Kualitas komunikasi antara orangtua dan anak dapat menghindarkan remaja dari perilaku seksual pranikah, hal ini dikarenakan antara orangtua dan anak terjalin hubungan atau komunikasi yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya diskusi, sharing, dan pemecahan masalah secara bersama (Laily & Matulessy, 2004). Menurut Tjahyono (dalam Amrillah, et al : 2006) mencegah seksual bebas pada remaja adalah dengan meyakinkan agar individu merasa dicintai dan diinginkan oleh kedua orangtuanya, remaja yang kurang kasih sayang dari orangtua lebih mungkin mencari keintiman seksual dengan teman dekatnya sebagai kompensasi. Remaja merasa tidak mendapatkan pengetahuan seksualitas yang cukup dari orangtuanya. Selain itu budaya Indonesia membicarakan seks masih menjadi sesuatu yang tabu sehingga seringkali para orangtua sungkan untuk membicarakan mengenai seksualitas kepada anak-anak secara terbuka. Hal itu dibuktikan dalam penelitian ini bahwa hanya terdapat 28,4% dari responden menyatakan bebas bertanya tentang seksualitas kepada orangtuanya. Sikap dan perlakuan orangtua terhadap anak pada masa dini sangat berpengaruh bagi persepsi dan perilaku seksual remaja (Pangkahila, 2007). Melalui komunikasi yang baik, orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Dengan komunikasi orangtua dan anak yang baik, orangtua juga dapat segera menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak remajanya dan dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut (Wulandari, et al: 2006). Sebagian besar remaja kita tidak mengetahui dampak dari perilaku seksual yang mereka lakukan. Seringkali remaja sangat tidak matang untuk melakukan hubungan seksual terlebih lagi jika harus menanggung risiko dari hubungan seksual tersebut. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa remaja, informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang 127 dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri. Tentu saja hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat. Faktor pengetahuan atau pendidikan orangtua sangat mempengaruhi hal ini. Orangtua dibesarkan dalam era yang menabukan dan menghindari pembicaraan mengenai seksualitas, sedangkan era remaja saat ini menganggap masalah seksualitas sebagai suatu pengetahuan yang sebaiknya diketahui. Persepsi remaja terhadap keterbukaan dan ketersediaan orangtua dalam membicarakan masalah seksualitas bisa mempengaruhi keterbukaan remaja dalam mengungkapkan keadaan diri yang sesungguhnya kepada orangtuanya, serta mempengaruhi remaja dalam mengkomunikasikan rasa ingin tahunya. Hal inilah yang membuat remaja lebih memilih membicarakan masalah seksualitas dengan teman sebayanya, mencari tahu lewat media massa, dan sebagainya. Pengetahuan seksualitas mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku seksual remaja. Pengetahuan seksualitas yang tepat diharapkan mampu mengendalikan perilaku seksual remaja. Informasi tentang seks yang keliru dapat disaring sehingga tidak berdampak negatif pada remaja. Komunikasi antara orangtua dan anak dapat berupa bimbingan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan anak, pemberian motivasi, pendidikan agama dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi antara anak dengan orangtua adalah untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan membuat keputusan secara cermat, untuk mengendalikan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang kurang baik serta membantunya dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya agar remaja tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang. Adanya komunikasi yang baik dengan orangtua diharapkan anak mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk tentang seks untuk dirinya sendiri. Ketika orangtua mendengarkan anak secara aktif, kemampuan anak untuk mengungkapkan perasaan dan isi hatinya dirangsang dan semakin meningkat. Melalui komunikasi yang baik, orangtua dapat mengajak dan menemukan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada remaja. Adapun mean skala pengetahuan seksualitas dalam penelitian ini adalah sebesar 114,75, berarti rata-rata responden penelitian memiliki pengetahuan seksualitas sedang. Mean skala kualitas komunikasi orangtua dan anak adalah sebesar 110,28 termasuk dalam kategori kualitas komunikasi orangtua dan anak sedang. Sedangkan mean skala perilaku seks bebas adalah sebesar 100,04 yang berarti rata-rata responden memiliki perilaku seks bebas sedang. 128 Berdasarkan hasil analisis deskriptif, menunjukkan bahwa 79.8% remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar mengaku pernah berpacaran. Sejumlah 83,6% dari responden menyatakan orangtua berpesan bahwa keperawanan/ keperjakaan itu penting. Terdapat 76,1% dari responden menyatakan bahwa orangtua memberikan pengarahan padanya mengenai pentingnya nilai moral dan agama. Sejumlah 52,2% siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar menyatakan bahwa berpegangan tangan dengan lawan jenis itu adalah hal yang wajar. Berpegangan tangan tidak menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual yang lain. Banyak remaja yang dengan percaya diri berpacaran di muka umum, bergandengan tangan dengan lawan jenis, berboncengan erat dan menempel dengan lawan jenis, berciuman di taman, dan lain-lain. Dalam kondisi ramai, remaja dengan bebas mengekspresikan perilaku seksual mereka. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan Amrillah, et al (2006) kontribusi pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas adalah sebesar 53,1%. Adapun hasil perhitungan untuk nilai R2 dalam penelitian ini adalah sebesar 0,351. Hal ini berarti 35,1% variasi perubahan perilaku seks bebas dijelaskan oleh variasi perubahan faktor-faktor pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi. Sumbangan relatif masing-masing variabel yaitu variabel pengetahuan seksualitas memberikan kontribusi sebesar 15,81% dan variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak sebesar 19,26%. Sementara sisanya sebesar 64,9% diterangkan oleh faktor lain yang tidak ikut terobservasi. Faktor-faktor lain perilaku seks bebas adalah fantasi erotis atau fantasi seks (Kelley, 2001). Menurut Rahardjo (2008) semakin sering fantasi erotis dilakukan individu akan semakin besar pula kemungkinan keterlibatan individu dalam aktivitas seksual. Hawari (1997) menambahkan bahwa pada hakikatnya mereka yang melakukan seks bebas adalah mereka yang tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan atau impuls agresivitas seksual. Menurut Carlos dalam Sarwono (1994), salah satu faktor penyebab perilaku seks bebas dan kehamilan tanpa hubungan resmi pada remaja adalah kurangnya pendidikan seks yang baik dan banyaknya informasi tentang seks yang tidak tepat. Hasil penelitian Wahyudinata (2007) menyebutkan faktor lain dari perilaku seks bebas yang muncul adalah karena pergeseran sikap seks di masyarakat. Pergeseran sikap seks tersebut yaitu masyarakat yang semuala taat pada norma-norma perkawinan dalam konsep seks normatif 129 yang dibingkai dalam frame agama, kemudian tanpa disadari mulai meninggalkan konsep tersebut ke arah norma-norma seks yang lebih modern, yaitu seks bukan lagi untuk kalangan pasutri. Cara pandang seks dan seksualitas menyangkut dengan konstruksi sebuah kultur tertentu (Soekanto CR, 2008). Hasil penelitian Rahardjo (2008) bahwa perilaku seks bebas juaga dipengaruhi oleh sikap remaja terhadap tipe cinta eros dan ludus dan fantasi seksual. Kaplan, et al (1997) menambahkan bahwa perkembangan seksualitas dan perkembangan untuk mencintai memiliki efek yang timbal balik. Adapun menurut Hartono (2004) perilaku seks bebas dipengaruhi oleh umur menarche, meningkatnya usia perkawinan, dan pengaruh lingkungan sosial. Pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi antara orangtua dan anak mempunyai pengaruh yang penting dalam pembentukan sikap dan perilaku seks bebas remaja (Amrillaah, et al : 2006). Pengetahuan seksualitas yang semakin luas dan komunikasi orangtua dan anak yang berkualitas akan memungkinkan berkurangnya perilaku seks bebas. Adapun sebaliknya, pengetahuan pengetahuan seksualitas yang minim yang komunikasi orangtua dan anak yang kurang berkualitas akan memungkinkan timbulnya perilaku seks bebas. Oleh karena itu, untuk langkah preventif timbulnya perilaku seks bebas di MAN Gondangrejo Karanganyar antara lain adalah perlunya optimalisasi fasilitas perpustakaan yang menyediakan berbagai media dan buku tentang kesehatan reproduksi, hubungan seksual yang sehat, dan lain sebagainya. Bimbingan dan konseling dan guru agama juga berperan penting. Guru bimbingan dan konseling lebih optimal melayani siswa-siswi ketika mereka mempunyai masalah ataupun memberikan informasi mengenai pergaulan yang sehat. Adapun peran guru agama antara lain menanamkan nilai-nilai moral dan agama dengan lebih gencar. Pada akhirnya perilaku seks bebas dapat dicegah sedini mungkin. F. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Hubungan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat dari nilai F sebesar 17,279.>3,15 dengan probabilitas sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini berarti terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar. 130 b. Hubungan antara pengetahuan seksualitas dengan perilaku seks bebas pada remaja siswasiswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat dari nilai t sebesar -3,289 > 1,9977 atau pobabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,002<0,05). Hal itu berarti bahwa variabel pengetahuan seksualitas mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Tanda negatif menunjukkan jika pengetahuan seksualitas semakin baik, maka mengakibatkan perilaku seks bebas semakin menurun, begitu pula jika pengetahuan seksualitas semakin rendah, maka mengakibatkan perilaku seks bebas semakin meningkat. c. Hubungan antara kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar dapat dilihat nilai t sebesar -3,733 (3,733 > 1,9977) dengan probabilitas t lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05). Artinya bahwa variabel kualitas komunikasi orangtua dan anak mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku seks bebas. Tanda negatif menunjukkan jika kualitas komunikasi orangtua dan anak semakin baik, maka perilaku seks bebas semakin menurun. Begitu pula, jika kualitas komunikasi orangtua dan anak semakin rendah, maka perilaku seks bebas semakin meningkat. 141 d. Besarnya sumbangan efektif kedua variabel secara bersama-sama sebesar 35,1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pengetahuan seksualitas dan kualitas komunikasi orangtua dan anak dengan perilaku seks bebas sebesar 35,1% dan selebihnya yaitu 64,9% ditentukan oleh faktor yang lain. Adapun sumbangan relatif pengetahuan seksualitas terhadap perilaku seks bebas adalah sebesar 15,81% dan sumbangan kualitas komunikasi orangtua dan anak terhadap perilaku seks bebas sebesar 19,26%. e. Perilaku seks bebas pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar tergolong sedang dengan nilai mean sebesar 100,4, pengetahuan seksualitas siswa tergolong sedang dengan nilai mean sebesar 114,75, serta kualitas komunikasi orangtua dan anak siswa tergolong sedang dengan nilai mean sebesar 110,28. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diberikan saran-saran sebagai berikut : a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan memperluas responden tidak hanya pada remaja siswa-siswi MAN Gondangrejo Karanganyar saja, tetapi dapat memperluas sampel pada instansi yang lain sehingga daya generalisasi hasil penelitian dapat diperbesar. b. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengembangkan variabel-variabel yang diteliti, sebab tidak menutup kemungkinan bahwa dengan penelitian yang mencakup lebih banyak variabel akan dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih baik. 131 c. Bagi pihak pendidik dan instansi sekolah sebaiknya mengoptimalkan peran guru agama serta guru bimbingan dan konseling untuk memberikan pengarahan kepada anak didiknya sebagai pencegahan terjadinya perilaku seks bebas. d. Bagi remaja sebaiknya melatih diri untuk menyalurkan dorongan-dorongan seksual ke dalam bentuk aktivitas lain yang lebih positif dan bermanfaat. Daftar Pustaka Abdurrouf, M., Ghazi, A., Zuhriya, I. 2004. Masa Transisi Remaja. Jakarta: Triasco Publisher. ACCU (Asia/ Pacific Cultural Centre for UNESCO). 2006. A Preliminary Study of Sex Education For The Purpose of Preventing Abortion And HIV Infection Among Young People. Vietnam: Hosei University. Adikusuma, W.R., Mariyah, E., Pangkahila, A., Sirtha, I.N. 2008. Sikap Remaja terhadap Seks Bebas di Kota Negara: Perspektif Kajian Budaya. Jurnal elektronik http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses tanggal 10 Maret 2009 Pukul 14.23 WIB). Amiruddin, M. 2005. Menanggap Seks sebagai Tabu adalah Kejahatan Kemanusiaan. Jurnal Perempuan No.41, Mei 2005: 115-120. Amrillah, A.A., Prasetyaningrum, J., Hertinjung, W.S. 2006. Hubungan antara Pengetahuan Seksualitas dan Kualitas Komunikasi Orang Tua-Anak dengan Perilaku Seksual Pranikah. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol.8, No.1, Mei 2006: 24-34. Arief T.Q, M. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CSGF (The Community of Self Help Group Forum). Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asmoro, K.G. 2009. Kamasutra dan Kecerdasan Seks Modern. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Azwar, S. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _____, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _____. S. 2008. Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI et al. 2008. Membangun Keluarga Sehat dan Sakinah Panduan KIE Bagi Penyuluh Agama. Jakarta: BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI, NU, MUI, dan DMI. 132 144 Berger, D., Bernard, S., Carvalho, G., Munoz, F., & Clement, P., 2007. Sex Education: Analysis of Teachers and Future Teachers’ Conception from 12 Countries of Europe, Africa, and Middle East. Research of Universite de Lyon Portugal. Bungin, B. 2001. Erotika Media Massa. Surakata: Muhammadiyah University Press. Capaldi, D.M., Stoolmiller, M., Clark, S., Owen, L.D. 2002. Heterosexual Risk Behaviors in AtRisk Young Men From Early Adolescences to Young Adulthood: Prevalence, Prediction, and Association with STD Contraction. The American Psychology Association Journal of Developmental Psychology: Vol.38, No.3, 394-406. Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi. (terjemahan: Kartono, Kartini). Jakarta: P.T. Rajagrafindo Persada. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hadi, S. 2004. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. ______. 2001. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi. Hakim, A. R. 2001. www.waspadaonline.com. (Diakses tanggal 10 Mei 2008 Pukul 15.32 WIB). Handayani, M.M, Suminar, D.R., Hendriani, W., Alfian, I.N., Hartini, N., 2008. Psikologi Keluarga. Surabaya: Unit Penelitian dan Publikasi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Hartono, S. 2004. Perilaku Seks Mahasiswa di Surabaya. Anima Indonesian Psychological Journal.Vol.19, No.3, 297-302. Hawari, D. 1997. AlQur'an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Helmi, A.F. & Paramastri, Ira. 1998. Efektivitas Pendidikan Seksual Dini dalam Meningkatkan Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi. Tahun XXV No.2, 25-34. Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Terjemahan: Istiwadayangti & Soedjarwo). Jakarta: Erlangga. Ingledew, D.K & Ferguson, E. 2007. Personality and Riskier Sexual Behavior: Motivational Mediator. Journal of Psychology and Health: 22 (3), 291-315. Kadarwati, A., Lestari, S., Asyanti, S. 2008. Sikap Remaja terhadap Perilaku Seks Bebas: Lebih Dipengaruhi Orang Tua atau Teman Sebaya. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol. 10. No.1, Mei 2008: 19-28. Kalichman, S. C., & Weindhardt, L. 2001. Negative Effect and Sexual Risk Behavior: Comment on Crepaz and Marks (2001). Journal of Health Psychology, Vol.20, No.4, 300-301. 133 Kaplan, H.I, Sadock, B.J., & Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku: Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid II. (Terjemahan: Kusuma, W.). Jakarta: Binarupa Aksara. Kartono, K. 1985. Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: C.V. Rajawali Kirby, D. 2007. New Research Identifies Effective Teen Sex Education Programs and Other Intervention. Electronic Journal: www.StayTeen.org The National Campaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy (Diakses Tanggal 5 Agustus 2008 Pukul 13.15 WIB) Kurniawan,Y, Kusumawardhani, N., Apsari,Y., Yusof, A.M. 2002. Peranan Pola Asuh Orang Tua dalam Membentuk Perilaku Transeksual (Studi Kasus di Malaysia). Anima Indonesian Psychological Journal. Vol.18.No.1, 3-13. Laily, N. & Matulessy, A. 2004. Pola Komunikasi Masalah Seksual Antara Orang Tua dan Anak. Anima Indonesian Psychological Journal. Vol.19, No.2, 194-205. Laksmiwati, I.A.A. 2008. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja. Jurnal Elektronik http://ejournal.unud.ac.id. (Diakses tanggal 14 Maret 2009 Pukul 10.45 WIB). Lestari, S. & Hertinjung, W.S. 2007. Sikap Ibu terhadap Pertanyaan Anak tentang Seksualitas. Jurnal Psikologika No.24, Tahun XII, Juli 2007. Madani, H.A., 2003. Seksualitas dalam Kerangka Berfikir Anak Kita. Jurnal Tazkiya Vol.3, Nomor 2, Oktober, hal.67-72. Manuaba, I.B.G. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Mukti, A., Utamadi, G., Hambali., Sudrajat, L.A., Wijanarko, M., Sarwono, S., Soemardi., Adisusilo, S.H., Sukri, S.S.,Subandriyo,I. 2005. Kesehatan Reproduksi Remaja: Tela Iritis Realitas. Kudus: Penerbit Program Studi Psikologi Universitas Sunan Muria Mutadin, Z. 2002. Pendidikan Seksual pada Remaja. www.e-psikologi.com. (Diakses Tanggal 10 Mei 2008 Pukul 12.05 WIB). Notosoedirdjo, M. & Latipun. 2005. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah. Nugroho, B.A. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset. Pangkahila, W. 2005. Seks yang Indah. Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara. ___________. 2007. Membangun Karakter Seksual www.lk3web.info. (Diakses tanggal 8 Mei 2008). 134 dan Gender Anak Sejak Dini. Prasetya, B.E.A. 2007. Seks Pra Nikah di Mata Remaja Akhir. Jurnal Psikologi. Vol.19. No.1, Maret 2007. Patterson, C. J. 2008 Sexual Orientation Across the Life Span: Introduction to The Special Section. The American Psychology Association Journal of Developmental Psychology: Vol.44, No.1, 1-4. Prihartini, T., Nuryoto, S., Aviatin, T. 2002. Hubungan antara Komunikasi Efektif tentang Seksualitas dalam Keluarga dengan Sikap Remaja Awal terhadap Pergaulan Bebas antar Lawan Jenis. Jurnal Psikologi Tahun XXIX No.2:124-139. Priyatno, D. 2009. SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta: Gava Media. Purnawan, I. 2004. Seksualitas. www.unsoed.ac.id. (Diakses tanggal 19 Maret 2009 Pukul 15.44 WIB). Quadara, A., Carmody, M. & Willis, K. (2006). Review: Developing ethical sexual lives: Young people, sex and sexual assault prevention. Sydney: University of Western Sydney. Rahardjo, W. 2008. Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Pria: Kaitannya dengan Sikap terhadap Tipe Cinta Eros dan Ludus, dan Fantasi Erotis. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol. 10. No.1, Mei 2008:1-2. Rakhmat, J. 1991. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ramos, G. V. & Bouris, A., 2008. Parents Adolescent Communication About Sex in Latino Families: A Guide of Practitioners. Washington: The National Compaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy. Resminawati & Triratnawati, A. 2006. Proses Internalisasi Nilai-nilai Budaya dalam Kaitannya dengan Hubungan Seksual Pranikah pada Remaja Bugis-Bone di Makasar. Akademika: Jurnal Kebudayaan, Vol 4., No.2, Oktober. Santrock, J.W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid II. (Terjemahan: Damanik, J. & Chusairi, A.). Jakarta: Erlangga. Sarwono, S.W. & Samsidar, A. 2004. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Seks. Yakarta: Rajawali Press. Sarwono, S.W. 1994. Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja. Jakarta: C.V.Rajawali. Sarwono, S.W. 1981. Seksualitas dan Fertilitas Remaja. Jakarta: C.V.Rajawali Silva, M. 2002. The effectiveness of School-based Sex Education Programs in The Promotion of Abstinent Behavior: a Meta-analysis. Health Education Research Theory & Practice: Vol.17 no.4 2002, Pages 471-481. Soekatno CR, O. 2008. Psikologi Seks: Menyingkap Problem Psikososial dan Psikoseksual Selebritis. Jogjakarta: Ar-ruzz Media. 135 Strange, V., Forrest, S., Oakley, A., & The Ripple Study Team. 2002. Peer-led sex Education – Characteristics of Peer Educators and Their Perceptions of The Impact on Them of Participation in a Peer Education Programme. Health Education Research: Vol.17, No.3, 327-337. Stasburger, V. C. 2005. Adolescents, Sex, and The Media: Ooo, Baby, Baby –a Q-A. www.adolescent.theclinics.com. Journal of Adolescent Medicine Clinic, Med: 16, 269288. (Diakses tanggal 5 Agustus 2008 Pukul 10.25 WIB). Subiyanto, P. 2005. Smart Sex Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pranikah. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama. Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Suryoputro, A., Ford, N.J., Shaluhiyah, Z., 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya tehadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Makara, Kesehatan: Vol. 10 No.1 Juni, hal 29-40. Thomas, C.L. & Dimitrov, D.M., Effect of Teen Pregnancy Prevention Program on Teens’ Attitudes Toward Sexuality: A Latent Trait Modeling Approach. 2007. The American Psychology Association Journal of Developmental Psychology, Vol.43 No.1, 173-185. Wahyudinata, M., 2007. Televisi dan Pergeseran Konsep Seks Normatif: Pengaruh Tayangan Pornomedia Televisi dan Agama terhadap Sikap Seks Mahasiswa S1 Kota Surabaya. Jurnal Ilmiah Scriptura: Vol. 1, No.1, Januari. Wulandari, K., Yuwono, S., Pratisti, W.D. 2006. Perilaku Seksual Ditinjau dari Kualitas Komunikasi Orang Tua-Anak. Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi:. Vol.8 No.2 www.liputan6.news.tv. (Diakses tanggal 4 Februari 2010 Pukul 20.30 WIB). www.wikipedia.com. (Diakses tanggal 20 April 2009 Pukul 15.43 WIB). Zanden, J.W.F. 1985. Human Development Third Edition. New York: Alfred A. Knopf. Zubaidi, A. 2008. Khutbah Jumat Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN bekerja sama dengan DEPAG RI, PBNU, MUI, dan DMI. 136