LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 46 Tahun 2011 TANGGAL : 28 September 2011 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2010-2014 I. PENDAHULUAN Memenuhi ketentuan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disusun Rencana Strategis Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014, yang selanjutnya dalam dokumen ini disebut Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014. Penyusunan Renstra Kementerian Dalam Negeri mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 sebagai bagian dari agenda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005–2025 Tahap kedua tahun 2010-2014, yaitu “Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan IPTEK, memperkuat daya saing perekonomian”, serta keberlanjutan program dan kegiatan lingkup Kementerian Dalam Negeri lima tahun kedepan. Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 merupakan dokumen perencanaan strategis untuk memberikan arah kebijakan dan strategi pembangunan pada tahun 20102014, sebagai tolok ukur dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Dalam Negeri di bidang urusan dalam negeri. Dokumen ini berfungsi untuk menuntun segenap penyelenggara unit organisasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan program/kegiatan pembangunan sesuai tugas dan fungsi yang diemban, terutama memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi yang akan dicapai dalam periode lima tahun kedepan. Dasar hukum penyusunan Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 mengacu pada UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN); UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025; serta UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara; PP Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; serta Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Sesuai rumusan RPJMN Tahun 2010-2014, telah ditetapkan 11 (sebelas) Prioritas Pembangunan Nasional, meliputi: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik; serta (11) Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi. Dari kesebelas prioritas Pembangunan Nasional dimaksud, terdapat 5 (lima) prioritas yang merupakan bagian penugasan kepada Kementerian Dalam Negeri, yakni: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Penanggulangan Kemiskinan; (3) Infrastruktur; (4) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; serta (5) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik. Sejalan dengan penetapan 5 (lima) prioritas pembangunan tersebut, terdapat pula prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan sebagai tindak lanjut Kontrak Kinerja Menteri Dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB-II) dengan Presiden Republik Indonesia. Keseluruhan prioritas -2pembangunan dimaksud, secara lebih lanjut dijabarkan dalam dokumen Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 yang memuat rencana program dan kegiatan, serta indikasi alokasi pendanaannya sampai 5 (lima) tahun kedepan, dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN, yang berisi Revisi Renstra pada Tahun 2011, Kondisi Umum serta Potensi dan Permasalahan; BAB II : VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS, yang berisi uraian Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran; BAB III : ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI, yang berisi Penugasan RPJMN serta Arah Kebijakan dan Strategi; BAB IV : PENUTUP, yang berisi Kaidah Pelaksanaan. 1.1 REVISI RENSTRA PADA TAHUN 2011 Revisi Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 pada tahun 2011 dilakukan sebagai tindaklanjut atas perubahan struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Dalam Negeri yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan tata Kerja Departemen Dalam Negeri. Revisi dimaksud dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri yang merupakan tindaklanjut dari UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Implikasi dari perubahan struktur organisasi Kementerian Dalam Negeri tersebut tidak hanya merubah nomenklatur beberapa jabatan Eselon I hingga Eselon IV, tetapi juga menyempurnakan substansi tugas dan fungsinya serta jumlah unit kerja Eselon II hingga Eselon IV, dalam kerangka mendukung kebijakan reformasi birokrasi. Selain itu penyempurnaan dalam pelaksanaan revisi ini mengakomodasikan pula kebutuhan sesuai dinamika lingkungan strategis Kementerian Dalam Negeri saat ini serta proyeksinya hingga tahun 2014. Lingkup revisi Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 difokuskan kepada penyesuaian penugasan dan target kinerja pada masing-masing pemangku kepentingan berdasarkan tugas dan fungsinya mengikuti struktur organisasi yang baru, sebagaimana yang dituangkan delam Lampiran I dan lampiran II Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan tetap menjaga komitmen terhadap target kinerja yang dimandatkan kepada Kementerian Dalam Negeri dalam periode KIB II, yaitu tetap menjaga konsistensi terhadap target kinerja dalam Kontrak Kinerja Menteri Dalam Negeri KIB II serta Prioritas Nasional dalam RPJMN Tahun 2010-2014. Adapun Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran strategis Tahun 2010-2014 dinilai masih relevan sebagai koridor arah kebijakan strategis Kementerian Dalam Negeri hingga Tahun 2014. Pelaksanaan revisi Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu Pertama aspek struktural kelembagaan dan Kedua aspek substantif kelembagaan menyangkut target dan pendanaan pembangunan. Pendekatan pertama menyempurnakan nomenklatur kegiatan mengikuti struktur organisasi yang baru. Selanjutnya pada pendekatan kedua dilakukan penyempurnaan terhadap target pembangunan dan kebutuhan pendanaan pembangunan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014, berupa penataan kembali pencapaian output dan outcome (goal -3setting), indikator pengukuran (measurement setting), serta kualitas target capaian tahun 2011 hingga tahun 2014 (target setting). 1.2 KONDISI UMUM Sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu unsur perangkat Pemerintah yang membidangi sebagian urusan pemerintahan, khususnya urusan dalam negeri. Sejalan dengan tugas dan fungsi di bidang urusan dalam negeri tersebut, serta dengan mempertimbangkan tantangan, peluang dan pilihan-pilihan strategis yang akan dihadapi dalam lima tahun kedepan, Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 disusun dengan memperhatikan pencapaian program dan kegiatan yang telah dilakukan dalam agenda pembangunan pada lima tahun terakhir (2005-2009), kondisi internal lingkup Kementerian Dalam Negeri, serta dinamika eksternal berdimensi lokal, regional, nasional, dan internasional. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu pada masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu, terdapat berbagai agenda dan kebijakan, baik Nasional maupun Kementerian Dalam Negeri yang telah dapat diselesaikan. Namun sejalan dengan hal tersebut, masih terdapat pula agenda dan kebijakan yang memerlukan penyelesaian lebih lanjut guna menjawab kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan politik dalam negeri dalam tatanan ketatanegaraan secara berkelanjutan. Dari aspek penguatan integrasi nasional, Kementerian Dalam Negeri telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan terkait aspek penguatan integrasi nasional, mencakup: penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, penanganan konflik, pembinaan kerukunan beragama, serta pembinaan ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat. Dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, sejak tahun 2005-2009 telah dilaksanakan upaya-upaya untuk mendorong penerapan nilai-nilai ideologi Pancasila melalui program kerjasama kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan lembaga nirlaba, forum dialog yang melibatkan berbagai pihak baik dari unsur Pemerintah maupun non pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat dan pemuda, serta kegiatan peningkatan kohesifitas masyarakat dan pembinaan kerukunan umat beragama. Selain itu, guna mendukung proses kegiatan penguatan wawasan kebangsaan, telah diterbitkan beberapa instrumen regulasi sebagai pedoman operasional, serta panduan pelaksanaan dalam rangka Pengembangan Pola Pemantapan Ketahanan Bangsa. Kedepan, perlu dilakukan reorientasi terhadap konsep dan strategi penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air sejalan dengan proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu, perlu dirumuskan strategi penguatan pemahaman wawasan kebangsaan dengan melibatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat melalui program-program pemahaman wawasan kebangsaan yang terintegrasi, serta mendorong peran media massa untuk menyebarluaskan/mensosialisasikan paham wawasan kebangsaan dan ideologi bangsa. Upaya penguatan rasa cinta tanah air dan komitmen kebangsaan harus didukung dengan langkah-langkah mengatasi kesenjangan sosial, pemerataan ekonomi, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan dan pengangguran, serta meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Disamping itu, dalam upaya mencegah kerawanan sosial yang dapat mengarah pada timbulnya konflik, pemerintah perlu terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan secara dini masyarakat, terutama terhadap kemungkinan -4terjadinya benturan dalam masyarakat, serta penciptaan ketenteraman, ketertiban, dan perlindungan masyarakat, terutama melalui peningkatan kompetensi Institusi Satuan Polisi Pamong Praja dan Satuan Perlindungan Masyarakat di daerah. Dari aspek politik dalam negeri, kehidupan bangsa yang lebih demokratis semakin terwujud, ditandai dengan semakin kuatnya peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan berbangsa. Proses demokratisasi di Indonesia ditunjukan dengan berkembangnya kebebasan mengemukakan pendapat, baik di tingkat nasional maupun lokal, sehingga terjadi proses penguatan masyarakat (civil cociety). Kedepan, tuntutan demokratisasi yang diprediksi akan semakin menguat akan membawa konsekuensi terhadap perubahan struktur politik sebagai implikasi dari dinamika lingkungan politik bangsa. Oleh karena itu, diperlukan upaya sinergis dari seluruh pihak, baik masyarakat, pemerintah maupun partai politik, untuk secara bersama membangun struktur politik dan menyempurnakan model demokrasi di masa mendatang. Kelembagaan demokrasi yang kokoh dan didukung oleh stabilitas nasional adalah kunci bagi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kehidupan bermasyarakat. Demokrasi merupakan landasan kehidupan sosial politik, untuk itu pembangunan politik dalam negeri diarahkan pada terwujudnya demokratisasi melalui proses konsolidasi demokrasi secara bertahap. Secara umum, perkembangan demokrasi selama lima tahun terakhir sebagaimana tercermin dari perbaikan proses penyelenggaraan Pemilu dan meningkatnya partisipasi politik rakyat. Hal tersebut dapat dilihat dari terbentuknya sejumlah partai politik nasional dan lokal pada tahun 2008 yang ikut dalam Pemilu tahun 2009, serta terlaksananya agenda politik nasional, yaitu Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Pada tingkat lokal, partisipasi politik masyarakat juga relatif cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan dari tingkat partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pilkada. Hal penting yang dicapai terkait dengan penyempurnaan landasan struktural pada Aspek Politik adalah diselesaikannya paket regulasi undang-undang bidang Politik, meliputi: UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu; UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik; UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD; UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; serta UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Melalui lima paket undang-undang bidang politik tersebut telah dibangun satu sistem politik dan pemerintahan yang demokratis, yaitu dengan instrumen parliamentary threshold (PT) yang diarahkan untuk mengembangkan sistem multipartai sederhana dalam rangka memperkuat penerapan sistem pemerintahan presidensial. Kecenderungan meningkatnya partisipasi politik sebagaimana dimaksud diatas belum sepenuhnya diimbangi dengan pembangunan di bidang infrastruktur politik terkait dengan kapasitas organisasi partai politik. Oleh karenanya perlu terus didorong pengembangan peran dan penguatan kelembagaan politik dalam melaksanakan fungsifungsi artikulasi dan pendidikan politik. Selain itu masyarakat sipil yang diharapkan menjadi kekuatan penyeimbang terhadap penyelenggaraan negara masih perlu terus didorong melalui pemberdayaan Organisasi Kemasyarakatan, penataan perangkat regulasi pendukungnya, termasuk penyusunan RUU tentang Organisasi Kemasyaratan sebagai pengganti UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. -5Dari aspek pemerintahan umum, sejalan dengan implementasi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi, peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan umum, khususnya terkait dengan penyelenggaraan dekonsentrasi dan kerjasama antar daerah, wilayah administrasi dan perbatasan, serta penataan administrasi kependudukan. Pencapaian program dan kegiatan dari aspek ini, telah menunjukkan hasil yang cukup positif. Terkait penyelenggaraan dekonsentrasi dan kerjasama antar daerah, dalam rangka pembinaan keserasian hubungan dan kerjasama antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota maupun antar Pemerintah Daerah, telah dilakukan langkah-langkah optimalisasi dan penguatan pola hubungan koordinasi antar strata pemerintahan. Upaya ini telah menghasilkan beberapa capaian, antara lain: telah terbangunnya kerjasama pengembangan dan peningkatan pendayagunaan potensi perekonomian daerah, pengembangan kerjasama regional baik bidang maupun bidang lainnya, serta pengembangan daerah perbatasan. Selanjutnya, penanganan wilayah perbatasan menjadi salah satu prioritas kebijakan dalam lima tahun terakhir, baik perbatasan antar negara maupun perbatasan antar daerah. Terkait penanganan wilayah perbatasan antar negara, telah dilakukan berbagai upaya, baik dari segi security (seperti penegasan batas antar negara dan pembangunan simbol-simbol negara, serta perundingan dengan negara tetangga), maupun dari segi prosperity (seperti pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat di daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar). Berdasarkan kondisi ini, upaya yang perlu dilakukan adalah terus melanjutkan penegasan batas antar negara melalui pendekatan bilateral kerjasama pengelolaan perbatasan dengan negara tetangga, serta pemberdayaan pulau-pulau kecil terluar maupun penamaan rupa bumi. Khusus penanganan daerah diwilayah perbatasan antar negara pengelolaannya kedepan dikoordinasikan melalui Badan Naional Pengelola Perbatasan (BNPP). Selanjutnya terkait penanganan perbatasan antar daerah, upaya yang terus dilakukan adalah memetakan penegasan segmen batas daerah. Disamping itu kebijakan dan upaya terkait lainnya dibidang pemerintahan umum adalah perlu ditingkatkannya penguatan peran Gubernur selaku wakil Pemerintah di wilayah provinsi, guna membangun sinergitas pusat-daerah serta memperkuat penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kerangka memperkokoh NKRI. Isu strategis yang tidak kalah pentingnya pada aspek pemerintahan umum adalah terkait dengan masalah kependudukan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 232,4 juta jiwa pada tahun 2009, kebijakan penataan kependudukan memegang peranan penting dalam upaya memperlancar proses pembangunan nasional. Upaya penataan administrasi kependudukan difokuskan pada penyelenggaraan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) yang didukung oleh empat subsistem berupa pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, informasi kependudukan, dan pendayagunaan data secara konsekuen, terpadu dan berkelanjutan dari tingkat nasional sampai daerah. Namun demikian, upaya penataan administrasi kependudukan pada beberapa tahun terakhir masih mengalami berbagai kendala, terkait dengan data base kependudukan, penegakan regulasi, dan dukungan SDM. Untuk itu tantangan kedepan yang perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut adalah diarahkan pada pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dalam rangka penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tunggal secara nasional pada tahun 2011, dengan dukungan teknologi informasi pengolahan data yang terintegrasi. -6Dari aspek desentralisasi dan otonomi daerah, kehidupan bangsa yang lebih demokratis semakin terwujud, ditandai dengan membaiknya pelaksanaan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan secara desentralistik. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah secara umum, serta penataan kewenangan, penataan daerah otonom, pemilihan kepala daerah, penguatan otonomi khusus dan daerah istimewa, pembinaan pengelolaan keuangan daerah, serta Penguatan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Secara umum penyelenggaraan otonomi daerah menunjukan peningkatan pelayanan masyarakat, baik di bidang administrasi, prasarana dan sarana, pemberdayaan ekonomi, maupun pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan dan penguatan ketahanan pangan. Dalam perjalanannya, pelaksanaan desentralisasi dan Otonomi Daerah mengalami pasang-surut sesuai dengan dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi. Implementasi UU Nomor 32 Tahun 2004 mengalami banyak kemajuan, namun perlu tetap disadari bahwa perjalanan ke arah pelaksanaan yang optimal masih membutuhkan serangkaian usaha perbaikan, diantaranya melalui revisi terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi 3 (tiga) undang-undang yang terdiri dari: UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Desa, dan UU tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Salah satu gejala menonjol sejak diberlakukannya kebijakan desentralisasi adalah aspirasi pembentukan daerah otonom baru yang berkembang pesat dengan jumlah saat mencapai 530 daerah otonom yang terdiri dari 33 Provinsi dan 398 Kabupaten, 93 Kota, 5 Kota administratif dan 1 Kabupaten administratif. Terkait dengan hal ini, telah dilakukan upaya penataan dan peningkatan kapasitas daerah otonom dengan melakukan evaluasi terhadap daerah-daerah otonom, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disamping itu, saat ini sedang disusun Grand Strategy Penataan Daerah (GSPD) sebagai acuan dalam rangka penataan daerah kedepan hingga tahun 2025 yang mencakup penentuan jumlah ideal daerah otonom, baik provinsi maupun kabupaten/kota, penyempurnaan terhadap persyaratan dan tatacara pembentukan daerah otonom baru, serta evaluasi secara terprogram dan pola pembinaan terhadap penyelenggaraan otonomi daerah. Kedepan, pembentukan daerah otonom diupayakan lebih obyektif, mengingat setiap terbentuknya daerah otonom akan menimbulkan implikasi terhadap beban keuangan negara berupa penyediaan dana perimbangan (DAU, DAK, dan DBH), penyediaan sarana dan prasarana perangkat pusat dan daerah. Terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), telah dilaksanakan Pilkada secara langsung sebanyak 484 Pilkada dimulai sejak Juni 2005 sampai Agustus tahun 2009, dan telah dilaksanakan pula Pilkada sebanyak 294 Pilkada mulai September 2009 hingga Juli 2011. Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tersebut secara umum dapat berjalan dengan tertib dan lancar hingga dilantiknya Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih, meskipun tidak dipungkiri juga masih menyisakan beberapa permasalahan terkait pelaksanaan Pilkada langsung. Oleh karena itu, kedepan perlu dirumuskan upaya-upaya perbaikan dalam rangka memperlancar proses penyelenggaraan Pilkada. Terkait dengan Pilkada ini, telah diantisipasi pula terhadap kemungkinan terjadinya keadaan genting yang disebabkan bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan atau gangguan lainnya diseluruh wilayah atau sebagian wilayah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mengakibatkan Pilkada tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal. -7Seiring dengan perkembangan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, telah dilakukan berbagai upaya dalam rangka penguatan otonomi khusus dan daerah istimewa, yakni dengan dikeluarkannya berbagai peraturan perundangundangan terkait dengan Otonomi Khusus Aceh, Otonomi Khusus Papua, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Secara umum, pelaksanaan otonomi khusus dan daerah istimewa telah menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan. Kondisi pemerintahan dan masyarakat Aceh dan Papua saat ini cukup kondusif dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Beberapa hal yang perlu disempurnakan diantaranya terkait penanganan gangguan keamanan dan ketertiban, fasilitasi peningkatan hubungan dan koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota, antar provinsi dan antar kabupaten/kota, serta antar lembaga terutama antara eksekutif dan legislatif, disamping upaya penciptaan efisiensi dan efektifitas pengelolaan dana otonomi khusus yang ditransfer ke daerah. Sehubungan dengan pengaturan Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini sedang disusun RUU tentang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Diharapkan dalam kurun waktu pelaksanaan Renstra ini, pengaturan dimaksud telah dapat diselesaikan. Sementara itu, telah pula ditetapkan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini Pemerintah juga sedang mempersiapkan peraturan pelaksanaan lainnya berupa RPP tentang Persyaratan dan Tata Cara Kerjasama Penyusunan Tata Ruang Terpadu dan RPP tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus di Provinsi DKI Jakarta. Dengan diimplementasikannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, akan berimplikasi pula dengan pengelolaan keuangan daerah. Terkait dengan pembinaan pengelolaan keuangan daerah, Kementerian Dalam Negeri melaksanakan tiga kegiatan utama, yakni penataan regulasi di bidang keuangan daerah, fasilitasi pengelolaan keuangan daerah, dan pengembangan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. Kegiatan-kegiatan dalam rangka fasilitasi pengelolaan keuangan daerah, telah dilaksanakan antara lain melalui evaluasi Raperda tentang APBD Provinsi, sosialisasi, asistensi, dan bimbingan teknis dalam rangka implementasi berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah, pembinaan administrasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pinjaman daerah dan pengelolaan barang milik daerah. Selain itu, telah pula dilakukan kegiatan-kegiatan terkait dengan pembinaan pengelolaan dana perimbangan yang dialokasikan ke daerah, yakni Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Otonomi Khusus. Dalam upaya meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan daerah, telah dikembangkan juga Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang layak direplikasi pada seluruh daerah di Indonesia melalui dukungan dana APBD. Terkait dengan fungsi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dalam memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus, penyusunan rancangan kebijakan otonomi daerah, dan kebijakan perimbangan keuangan. Sampai saat ini DPOD sudah menjalankan fungsinya terutama dalam proses pembentukan daerah otonom, pengelolaan aset dan P3D, penyusunan standar pelayanan minimal, disamping pertimbangan dalam perimbangan keuangan antara pemerintah dan -8pemerintah daerah terkait dengan perhitungan dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam, serta penentuan formula dan perhitungan DAU dan DAK. Dari aspek pembangunan daerah, isu yang menonjol adalah terkait kesenjangan antar daerah/wilayah/kawasan dan peningkatan perekonomian daerah, yang diindikasikan oleh adanya perbedaan laju pertumbuhan antar daerah. Berbagai perbedaan kebijakan antara Pemerintah Daerah telah menyebabkan terjadinya kesenjangan yang semakin besar antara daerah miskin dan daerah kaya. Sementara itu, dengan meluasnya regionalisasi perekonomian antar kawasan dalam implementasi pasar bersama yang diiringi dengan perkembangan teknologi informasi, telah mendorong kompetisi bagi daerah untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas dan berdaya saing. Dengan diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, peluang dan peran daerah untuk mengembangkan perekonomian daerahnya semakin terbuka, karena berbagai kewenangan telah diberikan kepada daerah untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki. Kewenangan otonomi daerah yang luas akan memberikan banyak keleluasaan bagi daerah untuk mengembangkan segala potensi daerah yang dimilikinya melalui hubungan ekonomi, investasi dan perdagangan baik dalam skala regional maupun internasional. Selama lima tahun terakhir telah dilakukan sosialisasi, bimbingan teknis dan supervisi kepada seluruh daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Namun dalam pelaksanaannya masih belum optimal, seperti masih lemahnya koordinasi perencanaan, belum terintegrasinya pendekatan perencanaan top-down dan bottom-up, serta belum optimalnya partisipasi elemen masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah. Dalam rangka fasilitasi penataan ruang dan lingkungan hidup di daerah, telah ditetapkan berbagai regulasi dan kegiatan fasilitasi daerah. Upaya-upaya kedepan lebih diarahkan pada percepatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah untuk mencegah terjadinya kekeliruan dalam pemanfaatan ruang daerah, mengendalikan pemanfaatan ruang untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup, serta mendorong Pemerintah Daerah untuk mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan hidup dalam pengelolaan pembangunan daerah sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan. Di bidang pengembangan perkotaan, telah ditetapkan berbagai regulasi dan kegiatan fasilitasi daerah. Kedepan, Kementerian Dalam Negeri terus akan mendorong Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktrur perkotaan sesuai karakteristik masalah dan kebutuhan masyarakat perkotaan, serta mengendalikan lingkungan pemukiman di wilayah perkotaan dalam rangka mencegah berkembangnya lingkungan kumuh perkotaan, termasuk dalam aspek penanganan secara efektif masalah sampah pada areal pemukiman perkotaan melalui kerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten di sekitar wilayah perkotaan. Percepatan penanganan ketimpangan/kesenjangan antar daerah dilakukan melalui kegiatan Pengembangan Kawasan Strategis di Daerah, termasuk diantaranya di wilayah perbatasan. Kedepan penajaman agenda pengembangan daerah diarahkan dalam upaya peningkatan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait dalam rangka meningkatkan pembangunan infrastruktur perekonomian pada wilayah tertinggal/terpencil, daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan darat dengan negara tetangga, daerah rawan bencana, dan kawasan khusus, agar tidak jauh tertinggal dengan daerah-daerah lainnya. Disamping itu perlunya ditingkatkan upayaupaya kerjasama antar daerah dalam pengelolaan potensi perekonomian daerah pada -9wilayah lintas daerah, agar terwujud pertumbuhan perekonomian bersama antar daerah dan mencegah terjadinya kesenjangan kemajuan ekonomi antar daerah. Dari aspek otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat, kebijakan perkuatan otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Terkait dengan penataan dan penguatan otonomi desa, telah dilaksanakan berbagai program/kegiatan, antara lain: pemantapan kerangka aturan/regulasi, pemantapan kelembagaan pemerintahan desa, pemantapan pengelolaan keuangan desa, serta pemantapan administrasi pemerintahan desa. Sementara itu, penguatan pemerintahan desa dilakukan melalu fasilitasi pengembangan kapasitas pemerintahan desa berupa penyusunan instrumen program pengembangan kapasitas pemerintahan desa, serta orientasi, bimbingan teknis, dan pelatihan manajemen pemerintahan desa. Terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat, Kementerian Dalam Negeri telah melakukan langkah-langkah dalam pengentasan kemiskinan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dilaksanakan sejak tahun 1998/1999 sebagai kelanjutan dari Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Namun, dalam rangka peningkatan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, Pemerintah sejak tahun 2007 mengembangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), sehingga Program Pengembangan Kecamatan/PPK dilebur menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Pelaksanaan program pemberdayaan ini menunjukkan hasil yang positif, jika dilihat dari realisasi pembangunan fisik, perguliran dana modal usaha, pengembangan usaha ekonomi masyarakat, dan lainlain. Kedepan, upaya pemberdayaan masyarakat diharapkan akan terus dilanjutkan dalam rangka mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari aspek pembinaan aparatur, kebutuhan penerapan reformasi birokrasi dan tata pemerintahan yang baik semakin menguat guna meningkatkan kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan, dan akuntabel di semua tingkatan pemerintah. Dalam konteks ini, kedepan, reformasi birokrasi secara khusus memberikan perhatian pada pembinaan aparatur dalam rangka tata pemerintahan yang baik menuju aparatur yang profesional dan berdaya saing. Hal ini dilakukan karena masih ada sinyalemen kurang optimalnya sumberdaya aparatur dalam melaksanakan tugas-tugasnya untuk pelayanan publik kepada masyarakat. Pembinaan aparatur dalam rangka reformasi birokrasi dan tata pemerintahan yang baik diarahkan pada penataan dan pengembangan sistem pengelolaan aparatur Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, penguatan pembinaan dan pengawasan pada lingkup Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, serta pengembangan kompetensi aparatur Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Penataan dan pengembangan kompetensi aparatur diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme aparatur dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya masing-masing.. 1.3 POTENSI DAN PERMASALAHAN Identifikasi potensi dan permasalahan dalam jangka menengah yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri adalah sebagai berikut: 1. Potensi dan Peluang - 10 Potensi utama Kementerian Dalam Negeri adalah keberadaan kelembagaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu unsur perangkat pemerintah yang membidangi sebagian urusan pemerintahan, yaitu urusan dalam negeri guna mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Selanjutnya, terdapat pula beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar keberadaan Kementerian Dalam Negeri, diantaranya Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, serta Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut, Kementerian Dalam Negeri bertugas membantu sebagian tugas Presiden dalam bidang urusan pemerintahan dalam negeri yang bertanggung jawab dalam merumuskan kebijakan pembangunan dan pemerintahan yang meliputi politik dalam negeri, kesatuan bangsa, pemerintahan umum, otonomi daerah, pembangunan daerah, administrasi kependudukan, serta pembangunan masyarakat desa. Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembinaan dalam bidang-bidang tersebut kepada seluruh pemerintah daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kejelasan kedudukan Kementerian Dalam Negeri tersebut merupakan kekuatan utama Kementerian Dalam Negeri untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam bidang urusan pemerintahan dalam negeri. Sejalan dengan potensi tersebut, Kementerian Dalam Negeri juga memiliki sejumlah peluang yang bila dimanfaatkan secara maksimal akan dapat mendukung kinerjanya. Potensi dan peluang yang dimiliki oleh Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan peran dan fungsi adalah sebagai berikut: a. Aspek penguatan integrasi nasional. Integrasi nasional sangat penting dalam upaya menjaga eksistensi bangsa. Oleh karena itu integrasi nasional perlu dijaga dan ditumbuhkembangkan secara terus menerus. Dengan perannya dalam menjaga integritas nasional dan kesatuan bangsa, Kementerian Dalam Negeri memiliki peluang untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka penguatan integrasi nasional dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Untuk itu Kementerian Dalam Negeri melakukan upaya peningkatan wawasan kebangsaan serta upaya penanganan konflik dan peningkatan kewaspadaan dini. b. Aspek politik dalam negeri. Kedewasaan bangsa dalam berpolitik saat ini terus semakin tumbuh. Hal ini ditandai dengan semakin kuatnya kelembagaan demokrasi sebagai penampung aspirasi masyarakat, semakin membaiknya kesadaran politik masyarakat, semakin tumbuhnya budaya politik yang demokratis, serta stabilitas politik yang semakin baik. Sebagai pembina politik dalam negeri, Kementerian Dalam Negeri melakukan upaya pemantapan stabilitas politik dalam negeri dengan melanjutkan pengembangan sistem politik yang demokratis dan berkedaulatan rakyat yang didukung oleh situasi dan kondisi yang kondusif. Untuk itu Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan upaya-upaya - 11 dalam rangka penguatan kelembagaan demokrasi serta pengembangan budaya politik baik kepada lembaga-lembaga politik maupun kepada masyarakat luas. c. Aspek pemerintahan umum. Sebagai institusi yang mendapat mandat dalam merumuskan kebijakan pembangunan dan pemerintahan, khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan umum, serta bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembinaannya, Kementerian Dalam Negeri perlu melakukan berbagai upaya untuk memperkuat penyelenggaraan pemerintahan umum dalam rangka mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik. Untuk itu Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan dekonsentrasi dan kerjasama antar daerah, penataan wilayah administrasi dan perbatasan, penguatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayahnya, fasilitasi ketetraman dan ketertiban umum, penanganan dan mitigasi bencana, serta melakukan penataan administrasi kependudukan. d. Aspek desentralisasi dan otonomi daerah. Kementerian Dalam Negeri memliki peranan dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan perannya tersebut, Kementerian Dalam Negeri perlu melakukan upaya-upaya untuk melakukan pemantapan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik. Sejalan dengan itu Kementerian Dalam Negeri melanjutkan upaya melakukan penataan regulasi dan urusan, peningkatan kapasitas kelembangaan pemerintah daerah, peningkatan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, penataan daerah otonom, penguatan terhadap daerah yang memiliki otonomi khusus dan daerah istimewa, serta melakukan upaya-upaya pembinaan pengelolaan keuangan daerah. e. Aspek pembangunan daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konteks ini Kementerian Dalam Negeri memiliki mandat untuk merumuskan kebijakan dibidang pembangunan daerah dan melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam bidang tersebut. Untuk itu Kementerian Dalam Negeri perlu melanjutkan upaya pembinaan pembangunan daerah dan wilayah dalam rangka mendorong pembangunan daerah yang berkesinambungan. Dalam kerangka itu Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas perencanaan pembangunan daerah, memberikan fasilitasi dana penataan ruang dan lingkungan hidup, memberikan fasilitasi dalam pengembangan perekonomian daerah, melakukan upaya-upaya percepatan dalam penanganan ketimpangan/kesenjangan antar daerah, serta memberikan fasilitasi dalam pengelolaan perkotaan. f. Aspek otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat. Desa merupakan institusi pemerintahan yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat di tingkat bawah. Oleh karena itu, otonomi desa perlu dikembangkan agar mampu menjadi wadah bagi pemenuhan kepentingan masyarakat tersebut. Pada sisi lain, sejalan dengan otonomi desa diperlukan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengenali setiap permasalahan yang dihadapinya dan menemukan jalan keluar terhadap permasalahannya. Karena itu upaya pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan sejalan dengan penguatan otonomi desa. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dapat melanjutkan upaya penguatan otonomi desa dan - 12 pemberdayaan masyarakat dalam rangka mendorong serta meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pembangunan secara partisipatif. Selanjutnya Kementerian Dalam Negeri dapat pula melakukan upaya penataan terhadap otonomi desa, penataan dan penguatan terhadap pemerintahan desa, serta melaksanakan pemberdayaan masyarakat. g. Aspek pembinaan aparatur. Penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah membutuhkan aparatur handal dan profesional sehingga memiliki kapasitas untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan secara efektif berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Sejalan dengan itu, Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan upaya pembinaan aparatur dalam rangka memantapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik serta mendukung penyelenggaraan reformasi birokrasi. Terkait dengan itu Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan pembinaan dan pengawasan baik terhadap lembaga Kementerian Dalam Negeri sendiri maupun terhadap pemerintah daerah. Selain itu Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan pembinaan administrasi dan memberikan dukungan dalam penyelenggaraan tugas kementerian, melakukan penataan terhadap sarana dan prasarana fisik, melakukan penelitian dan pengembangan pada aspek pemerintahan dan politik dalam negeri, melakukan upaya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia aparatur, serta menyelenggarakan pendidikan kedinasan dalam rangka penyediaan dan pengembangan kader sumber daya manusia aparatur yang handal dan sesuai dengan kebutuhan. 2. Permasalahan dan Tantangan Selain memiliki potensi dan peluang, Kementerian Dalam Negeri juga menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan dalam rangka melaksanakan tugasnya menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri pada periode tahun 20102014, baik pada Aspek penguatan integrasi nasional, Aspek politik dalam negeri, Aspek pemerintahan umum, Aspek desentralisasi dan otonomi daerah, Aspek pembangunan daerah, Aspek pemberdayaan masyarakat, serta Aspek pembinaan aparatur. Identifikasi permasalahan dan tantangan selama lima tahun kedepan yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri juga merupakan pertimbangan penting dalam perumusan Renstra Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014. Permasalahanpermasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam negeri selama lima tahun kedepan diidentifikasi antara lain sebagai berikut: a. Aspek penguatan integrasi nasional. Sebagai bangsa yang pluralis, kemajemukan suku, ras, agama dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang harus diterima dan dihormati. Pengelolaan kemajemukan bangsa secara baik merupakan tantangan dalam mempertahankan integrasi dan intergritas bangsa. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan pengelolaan otonomi daerah yang menggunakan konsep negara kepulauan sesuai dengan wawasan nusantara merupakan tantangan pembangunan daerah dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu pengaruh globalisasi juga merupakan tantangan bagi pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara. Beberapa permasalahan yang akan dihadapi Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugasnya dalam penguatan integrasi nasional untuk kurun waktu lima tahun kedepan adalah: - 13 1) Masih adaanya penggunaan cara-cara penyampaian pendapat yang mengabaikan/melecehkan simbol-simbol negara, bahkan ada yang cenderung anarkis dan serta masih adanya kecenderungan lebih mementingkan kepentingan kelompok dari pada kepentingan umum. 2) Masih adanya potensi konflik vertikal, konflik horizontal yang bernuansa SARA, dan konflik politik. Selain itu, masih terdapat gejala politisasi nilai-nilai agama dan kepercayaan sebagai bagian dari pertentangan kepentingan politik dan kekuasaan selama beberapa tahun terakhir. 3) Menguatnya sikap primordialisme dan terjadinya KKN dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan merebaknya isu putra daerah dalam pengisian jabatanjabatan strategis di lingkungan pemerintahan daerah. 4) Masih adanya gejala separatisme, terorisme dan berbagai bentuk tindakan melawan hukum lainnya serta gangguan terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban umum. Selain itu, dalam hubungan antar kelompok masyarakat, pemenuhan hak-hak warganegara dan kebebasan sipil oleh negara, masih ditemukan adanya insiden-insiden kekerasan yang melanggar hukum diantara sebagian kelompok masyarakat. 5) Melemahnya wawasan kebangsaan, yang ditandai oleh rendahnya pemahaman masyarakat terhadap arti nasionalisme dan wawasan kebangsaan. Selain itu, masih ada kelompok masyarakat yang ingin menggantikan Pancasila sebagai ideologi Negara dan memperdebatkan kembali UUD 1945. b. Aspek politik dalam negeri. Tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan sistem politik yang lebih demokratis adalah bagaimana mewujudkan kedaulatan agar sepenuhnya berada di tangan rakyat, meningkatkan partisipasi rakyat yang lebih tinggi dalam kehidupan politik, serta melaksanakan pemilihan umum yang lebih berkualitas. Tantangan dalam mewujudkan sistem politik yang demokratis adalah membangun budaya politik yang demokratis, kuat dan efektif. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri pada kurun waktu lima tahun kedepan dalam pembinaan politik dalam negeri: 1) Eforia reformasi yang masih kuat, yang menghambat proses pendewasaan perilaku berdemokrasi. 2) Kelembagaan demokrasi yang masih belum terlalu kokoh. 3) Penyelenggaraan pemilihan umum yang meskipun berjalan dengan lancar dan aman namun masih menyisakan berbagai persoalan, terutama mengenai daftar pemilih tetap dan penetapan hasil pemilihan umum. 4) Masih belum optimalnya kapasitas organisasi partai politik dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Hal itu ditandai oleh relatif kurang berperannya kelembagaan politik dalam melaksanakan fungsi-fungsi artikulasi kepentingan masyarakat maupun dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Berbagai permasalahan tersebut menunjukkan bahwa meskipun proses demokratisasi yang berlangsung telah semakin menampakkan wujudnya, namun kedepan masih diperlukan pemantapan demokratisasi melalui proses konsolidasi demokrasi secara bertahap. c. Aspek pemerintahan umum. Secara umum, permasalahan-permasalahan yang diperkirakan masih akan dihadapi oleh Kementerian Dalam Negeri selama lima - 14 tahun yang akan datang terkait dengan Aspek pemerintahan umum mencakup permasalahan dalam penyelenggaraan dekonsentrasi dan kerjasama antar daerah, penataan wilayah administrasi dan perbatasan, serta penataan administrasi kependudukan. Permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1) Belum maksimalnya proses penataan kepemerintahan dan hubungan antar strata pemerintahan pusat-daerah dan antar daerah sesuai dengan yang diharapkan. Implementasi kerjasama antar Daerah juga belum optimal karena masih terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan aparatur pemerintah daerah yang membidangi kerjasama antar Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga. 2) Penegasan batas wilayah antar Negara yang dapat memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan, pengelolaan wilayah negara, dan hak-hak berdaulat negara terhadap wilayahnya. Pengelolaan kawasan perbatasan belum dilakukan secara terpadu melalui pendekatan kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security) secara berimbang. Selain itu, pembangunan sarana dan prasarana di wilayah perbatasan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. 3) Belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Pengelolaan pulaupulau kecil terluar sifatnya sangat rentan terhadap perubahan alam karena daya dukung lingkungannya sangat terbatas, bahkan beberapa pulau tersebut tidak berpenghuni, dan cenderung memiliki potensi konflik dengan negara tetangga. 4) Masih adanya konflik perbatasan antar daerah. 5) Masalah administrasi kependudukan, diantaranya kemampuan memberikan pelayanan bidang administrasi kependudukan belum optimal, daerah-daerah belum sepenuhnya menerapkan SIAK, pemanfaatan database kependudukan sebagai hasil dari SIAK belum optimal, adanya regulasi yang tumpang-tindih, pengelolaan Nomor Identitas Tunggal, pemahaman dan penegakan hukum masih sangat lemah, serta banyaknya kendala dalam penerapan SIAK. 6) Belum efektifnya manajemen pencegahan dan penanggulangan bencana. Kurangnya dukungan kebijakan pemerintah Daerah terhadap pengurangan resiko bencana sebagai prioritas pembangunan daerah, belum optimalnya kelembagaan penanganan bencana di daerah, serta rendahnya kemampuan sumber daya yang tersedia di Daerah dalam mengidentifikasi potensi bencana dan langkah-langkah mitigasi bencana. d. Aspek desentralisasi dan otonomi daerah. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugasnya dalam bidang desentralisasi dan otonomi daerah untuk kurun waktu lima tahun kedepan adalah: 1) Pelaksanaan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik belum sepenuhnya mampu mencapai tujuan filosofis yang ingin dicapai, yakni menyejahterakan rakyat. Penyelenggaraan hubungan pusat dan daerah masih mengalami disharmoni karena masih adanya perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan, terbatasnya payung hukum, serta tumpang tindihnya regulasi dan kebijakan. Masalah lain, peraturan perundangundangan kementerian/sektoral belum sepenuhnya mengacu pada kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Pada sisi lain, masih terdapat ego kedaerahan yang berlebihan sehingga koordinasi antar tingkat pemerintah dan - 15 antar daerah menjadi sulit dilaksanakan. Selain itu, fasilitasi kemitraan eksekutif dan legislatif serta penataan kelembagaan daerah, termasuk di dalamnya fasilitasi asosiasi daerah, juga masih belum dapat berjalan optimal. 2) Pelayanan publik di lingkungan pemerintah daerah yang diberikan oleh SKPD masih belum maksimal. Penerapan SPM sampai saat ini belum optimal, tingginya kompleksitas dalam merancang dan menyusun indikator di dalam SPM, keterbatasan kemampuan anggaran daerah dalam upaya pencapaian SPM, dan belum dilakukannya konsultasi publik dalam menentukan norma dan standar yang disepakati bersama dalam memberikan pelayanan publik sesuai SPM. 3) Belum maksimalnya penataan daerah. Grand Strategy Penataan Daerah (GSPD) sebagai acuan dalam rangka penataan daerah operasional sepenuhnya. Pada sisi lain, kapasitas daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah masih rendah, serta masih banyak daerah yang perlu dibina dan ditingkatkan kapasitas Daerahnya. 4) Masih banyaknya permasalahan dalam pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, seperti kurang akuratnya data pemilih tetap (DPT), persyaratan calon yang tidak lengkap atau tidak memenuhi persyaratan (ijazah palsu/tidak punya ijazah), permasalahan internal Parpol dalam hal pengusulan pasangan calon, adanya dugaan KPUD tidak independen, adanya dugaan money politics, pelanggaran kampanye, maupun penghitungan suara yang dianggap tidak akurat. Dalam hal lain, terdapat pula masalah sengketa Pilkada yang harus diselesaikan hingga ke Mahkamah Konstitusi. 5) Masih lemahnya kemampuan keuangan daerah dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pada sebagian besar daerah, kemampuan untuk menggali Pendapatan Asli Daerah masih sangat rendah, akibatnya sebagian besar dana perimbangan yang diperolehnya terserap untuk belanja aparatur atau rutin. Sementara itu sumber penerimaan lain masih terbatas karena perekonomian daerah belum tumbuh optimal. Akibatnya terjadi eksploitasi pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan sehingga mengabaikan kelestarian lingkungan, bahkan tidak jarang terjadi konflik antar daerah akibat memperebutkan sumber daya alam yang terdapat di wilayah perbatasan antar daerah. Selain itu, masih terdapat kecenderungan pemerintah daerah mengeluarkan Peraturan Daerah mengenai pungutan dalam rangka meningkatkan PAD yang berkonsekuensi pada terjadinya disinsentif terhadap perekonomian daerah karena bertambahnya beban masyarakat dan memburuknya iklim investasi di daerah. Pada sisi lain, masih banyak daerah yang mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD sehingga mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. e. Aspek pembangunan daerah. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugasnya dalam Aspek pembangunan daerah untuk kurun waktu lima tahun kedepan adalah: 1) Masih rendahnya kapasitas perencanaan pembangunan Daerah. 2) Penataan ruang dan lingkungan hidup yang masih belum maksimal. Masih banyak Rencana Tata Ruang yang telah disusun dan ditetapkan namun tidak dapat diimplementasikan sesuai dengan kondisi, situasi dan karakteristik - 16 daerah. Masih terjadi tumpang tindih penanganan pemanfaatan sumber daya alam, masih terjadi umpang tindih dan konflik pemanfaatan ruang antara beberapa sektor seperti pertambangan dan kehutanan, antara non pertanian dengan pertanian dan lainnya. Koordinasi antara tingkat pemerintahan serta instansi terkait di daerah mengenai tata ruang belum maksimal. Kelembagaan pengelola penataan ruang belum didukung dengan ketersediaan sumberdaya manusia yang handal serta belum ditunjang dengan penggunaan teknologi dan ketersediaan data dan informasi yang akurat dan faktual. Peran masyarakat dalam penataan ruang (proses perencanaaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang) juga masih lemah, demikian pula pengendalian pemanfaatan ruang terhadap pelaksanaan Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan. Pada sisi lain terdapat pula masalah penurunan kualitas lingkungan karena dengan diberlakukannya otonomi daerah, daerah dituntut untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan di daerahnya. Dihadapkan kepada keterbatasan PAD, sumberdaya alam di daerah sering dieksploitasi melebihi daya dukungnya. 3) Pengembangan perekonomian daerah yang belum optimal. Angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, demikian pula kesenjangan antar lapisan masyarakat. Pembangunan wilayah perdesaan juga belum maksimal, akibatnya tingkat kesejahteraan penduduk pedesaan relatif lebih rendah dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Pengembangan perekonomian daerah juga belum mengarah pada penciptaan daya saing daerah. 4) Masih adanya ketimpangan/kesenjangan yang tajam antar daerah, seperti ketimpangan pendapatan antar wilayah geografis, ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat, maupun ketimpangan pada aspek-aspek nonpendapatan seperti pelayanan dalam bidang pendidikan, kesehatan maupun akses terhadap infrastruktur. Ketimpangan antar daerah juga terkait dengan kurang maksimalnya upaya pengembangan wilayah-wilayah yang belum berkembang, seperti wilayah yang terletak di daerah perbatasan, daerah tertinggal, pulau-pulau terluar, dan kawasan khusus. 5) Pengelolaan perkotaaan yang masih belum terpadu. Masalah ini ditandai dengan masih rendahnya kualitas pelayanan publik, terbatasnya tingkat penyediaan perumahan yang layak, rendahnya akses terhadap lahan perkotaan, tingginya tingkat kemiskinan di perkotaan, menurunnya daya dukung kota besar dan metropolitan akibat pembangunan yang tidak terkendali, belum maksimalnya peran kota kecil dan menengah dalam mendorong pertumbuhan wilayah, serta rentannya kota-kota di Indonesia terhadap dampak perubahan iklim dan bencana alam. f. Aspek otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan tugasnya dalam Aspek otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat untuk kurun waktu lima tahun kedepan adalah: 1) Belum mantapnya penyelenggaraan Otonomi Desa. Implementasi pembagian kewenangan antara desa dengan kabupaten belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Peraturan daerah yang mengatur hal itu belum ada karena belum adanya aturan hukum yang memadai sebagai dasar pembagian kewenangan - 17 tersebut. Kemampuan perangkat desa maupun anggota BPD relatif terbatas baik dalam hal tingkat pendidikan formal, kemampuan khusus terkait dengan tuntutan juga fungsinya, maupun pemahaman terhadap kewenangan desa itu sendiri. Tingkat penghasilan perangkat desa dan anggota BPD belum memadai, sehingga mengakibatkan dedikasi kerja tidak optimal. 2) Lemahnya kapasitas pemerintahan desa dalam menerapkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik. 3) Ketidakberdayaan masyarakat yang disebabkan berbagai faktor, seperti ketidakmampuan secara ekonomi maupun kurangnya akses untuk memperoleh berbagai pelayanan dalam peningkatan kemampuan dan ketrampilan mengembangkan usaha ekonomi produktif dalam meningkatkan pendapatannya. Penyediaan sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan baik formal maupun informal kepada masyarakat miskin juga masih kurang. Selain itu, penyediaan berbagai informasi dan teknologi tepat guna yang dibutuhkan masyarakat serta pelayanan kesehatan masyarakat yang berkualitas juga masih sangat terbatas. g. Aspek pembinaan aparatur. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kementerian Dalam Negeri pada kurun waktu lima tahun kedepan pada aspek pembinaan aparatur adalah: 1) Belum maksimalnya penataan dan pengembangan sistem manajemen kepegawaian. 2) Masih lemahnya kompetensi aparatur yang belum sepenuhnya profesional dan memiliki kompetensi, khususnya dalam penyelenggaraan tugas-tugas teknis pemerintahan. 3) Organisasi dan tata kerja yang belum sepenuhnya dapat memenuhi prinsipprinsip organisasi yang “right size” sesuai dengan cakupan tugas dan fungsi. Proses ketatalaksanaan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri masih belum sepenuhnya mampu mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Dalam Negeri secara efektif dan efisien. II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS 2.1 V I S I Berdasarkan peran dan mandat Kementerian Dalam Negeri yang dijabarkan pada tugas pokok dan fungsinya dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang urusan dalam negeri, dirumuskan Visi Kementerian Dalam Negeri sebagai cerminan peran dan kondisi yang ingin diwujudkan di masa depan. Hal tersebut sekaligus merefleksikan kesinambungan upaya pengembangan dan pemantapan penyelengaraan sistim pemerintahan dan politik dalam negeri sejalan dengan semangat reformasi yang peletakan dasar-dasarnya telah diinisiasi pada masa-masa sebelumnya. Rumusan Visi yang diangkat dalam Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 merupakan arah kebijakan dalam penyusunan program dan kegiatan strategik sesuai kondisi obyektif lingkungan strategis lingkup Kementerian Dalam Negeri dalam lima tahun ke depan, yaitu: - 18 “Terwujudnya sistem politik yang demokratis, pemerintahan yang desentralistik, pembangunan daerah yang berkelanjutan, serta keberdayaan masyarakat yang partisipatif, dengan didukung sumber daya aparatur yang profesional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Visi tersebut mencerminkan suatu keinginan atau cita-cita untuk menjadi terdepan dalam melanjutkan perjalanan organisasi sebagai motor prenggerak perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan politik dalam negeri ke arah yang lebih baik, serta cerminan komitmen organisasi sebagai elemen penggerak dan motivator untuk menjadi semakin baik, yang harus disinergikan dengan elemen penggerak lainnya dalam suatu kesisteman yang utuh. Kata kunci dari Visi Kementerian Dalam Negeri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sistem Politik Demokratis, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya suatu tatanan kehidupan politik dengan meletakkan kedaulatan berada ditangan rakyat yang diwujudkan melalui pengembangan format politik dalam negeri dan pengembangan sistem pemerintahan termasuk sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah kearah yang lebih demokratis. 2. Pemerintahan Desentralistik, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan responsif dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemeratan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pembangunan Daerah, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya pembangunan daerah yang berkesinambungan melalui peningkatan kemandirian daerah dalam pengelolaan pembangunan yang berbasis wilayah, ekonomi, dan berdaya saing, secara profesional dan berkelanjutan. 4. Keberdayaan Masyarakat, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya keberdayaan masyarakat yang partisipatif yang maju dan mandiri dalam berbagai aspek kehidupan. 5. Sumber Daya Aparatur yang Profesional merupakan salah satu prasyarat utama yang harus terpenuhi dalam mencapai tujuan sistem politik yang demokratis, pemerintahan yang desentralistik, pembangunan daerah yang berkelanjutan, serta keberdayaan masyarakat yang partisipatif. 6. Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan komitmen, sikap, dan arah yang tegas terhadap penegakkan kesatuan dan persatuan nasional dalam seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan, politik dalam negeri, pembangunan daerah, dan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut sekaligus mewadahi upaya mewujudkan cita-cita bangsa yaitu Masyarakat Indonesia yang aman, adil, damai, dan sejahtera, yang juga merupakan refleksi visi, misi, dan prioritas kebijakan pembangunan nasional. 2.2 M I S I Misi Kementerian Dalam Negeri yang ditetapkan merupakan peran strategik yang diinginkan dalam mencapai Visi dimaksud. Rumusan Misi yang diangkat di dalam Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 didasarkan pada isu-isu strategis lingkup - 19 Kementerian Dalam Negeri untuk lima tahun ke depan, yang merupakan penjabaran dari visi Kementerian Dalam Negeri. Misi Kementerian Dalam Negeri yang ditetapkan merupakan peran strategik yang diinginkan dalam mencapai visi diatas, yaitu menetapkan kebijaksanaan nasional dan memfasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan dalam upaya: 1. Memperkuat Keutuhan NKRI, serta memantapkan sistem politik dalam negeri yang demokratis; 2. Memantapkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan umum; 3. Memantapkan desentralistik; efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan yang 4. Mengembangkan keserasian hubungan pusat-daerah, antar daerah dan antar kawasan, serta kemandirian daerah dalam pengelolaan pembangunan secara berkelanjutan; 5. Memperkuat otonomi desa dan meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya; serta 6. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. 2.3 TUJUAN Sebagai penjabaran atau penerapan dari pernyataan misi tersebut di atas, Kementerian Dalam Negeri menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam periode waktu 2010-2014, sebagai berikut: T1: Memperkokoh kesatuan dan persatuan nasional serta stabilitas politik dalam negeri yang dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 melalui pengembangan sistem politik yang demokratis dan berkedaulatan rakyat; T2: Meningkatkan sinergitas pemerintahan umum; hubungan pusat-daerah dalam penyelenggaraan T3: Terciptanya tertib administrasi kependudukan; T4: Meningkatnya pengelolaan penyelenggaran pemerintahan daerah yang desentralistik; T5: Meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah, serta meningkatnya investasi dan kemampuan fiskal daerah; T6: Terciptanya pertumbuhan pembangunan di daerah, serta keseimbangan opembangunan antar daerah yang didukung oleh efektivitas kinerja pemerintah daerah; T7: Mewujudkan otonomi desa dan meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya; T8: Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan kapasitas SDM aparatur lingkup Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah; serta T9: Meningkatnya kualitas dan terimplikasikannya secara optimal perencanaan, agenda strategis, program legislasi, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan BMN, sarana dan prasarana kerja sesuai kebutuhan lingkup Kementerian Dalam - 20 Negeri; serta terselenggaranya reformasi birokrasi lingkup Kementerian Dalam Negeri. 2.4 SASARAN Lebih lanjut Kementerian Dalam Negeri menetapkan sasaran yang ingin dicapai dalam periode waktu 2010-2014 yang merupakan derivasi dari masing-masing tujuan diatas, masing-masing: 1. Untuk mencapai tujuan pada T1, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T1S1: Meningkatnya kualitas penyelenggaraan proses demokrasi (Pemilu/Pilpres); T1S2: Meningkatnya Komitmen Pemangku kepentingan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; T1S3: Meningkatnya komunikasi dan dialog yang konstruktif antar anggota masyarakat dalam penyelesaian berbagai persoalan kemasyarakatan; dan T1S4: Meningkatnya kesadaran Warga Negara dalam partisipasi Politik. 2. Untuk mencapai tujuan pada T2, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T2S1: Meningkatnya dukungan reformasi di bidang pelayanan umum; T2S2: Meningkatnya pelaksanaan kerjasama antar daerah dan pembinaan wilayah dalam rangka harmonisasi hubungan antar susunan pemerintahan; T2S3: Meningkatnya pengembangan wilayah perbatasan antar negara; T2S4: Meningkatnya penataan wilayah administrasi, penegasan batas antar daerah, dan toponimi; T2S5: Meningkatnya kualitas kelembagaan dan aparat Satpol PP dan Satlinmas; T2S6: Meningkatnya pengembangan kawasan khusus di daerah; dan T2S7: Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan sarana-prasarana pemerintahan pasca bencana/pengurangan resiko bencana; 3. Untuk mencapai tujuan pada T3, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T3S1: Tertib database kependudukan berbasis NIK Nasional dan pelayanan dokumen kependudukan; T3S2: Terwujudnya pemberian NIK pada setiap penduduk; T3S3: Terciptanya koneksitas NIK dengan identitas kependudukan; T3S4: Tersedianya regulasi daerah tentang administrasi kependudukan; T3S5: Terwujudnya Perencanaan dan keserasian kebijakan kependudukan; dan T3S6: Meningkatnya peran serta masyarakat dalam administrasi kependudukan. 4. Untuk mencapai tujuan pada T4, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T4S1: Meningkatnya implementasi Urusan Pemerintahan Daerah dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah; T4S2: Terevaluasinya kinerja penyelenggaraan pemerintahan Daerah; T4S3: Terevaluasinya perkembangan Daerah Otonom Baru dan tersusunnya Strategi Dasar Penataan daerah (SDPD/grand strategy); - 21 T4S4: Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan tindak lanjut penyelesaian peraturan pelaksanaannya; T4S5: Tersusunnya UU tentang Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan terselenggaranya Pilkada yang efisien; dan T4S6: Terwujudnya harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan otonomi daerah, baik di Pusat maupun antara Pusat dan Daerah dalam rangka reformasi regulasi secara bertahap. 5. Untuk mencapai tujuan pada T5, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T5S1: Terwujudnya tertib administrasi Pengelolaan Keuangan Daerah yang akuntabel dan transparan, serta efisiensi pemanfaatan APBD; T5S2: Tersusunnya kajian sebagai bahan masukan Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; dan T5S3: Tersedianya peraturan yang mendukung investasi di Daerah. 6. Untuk mencapai tujuan pada T6, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T6S1: Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah; T6S2: Tersedianya peta pertumbuhan dari masing-masing daerah, kawasan dan wilayah; T6S3: Tersusunnya kebijakan pembangunan daerah yang mempertimbangkan kesenjangan masing masing daerah, kawasan dan wilayah sebagai dasar dalam memformulasikan dana perimbangan (DAK, DAU dan DBH); T6S4: Meningkatnya kualitas penataan ruang, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; T6S5: Terlaksananya implementasi Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota dan pembatalan Perda bermasalah, serta pengurangan biaya untuk bisnis; T6S6: Peningkatan Private Public Partnership; T6S7: Konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas Kementerian/Lembaga (K/L), serta pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi rakyat banyak; T6S8: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum; dan T6S9: Dukungan Reformasi bidang pelayanan umum 7. Untuk mencapai tujuan pada T7, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T7S1: Meningkatnya kualitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa; T7S2: Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pembangunan desa; T7S3: Meningkatnya kegiatan Ekonomi Produktif Masyarakat Desa; T7S4: Dukungan pengentasan daerah tertinggal dan pasca bencana melalui pemantapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP); - 22 T7S5: Meningkatnya Pengembangan Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat; dan T7S6: Meningkatnya Pengelolaan Sumberdaya alam dan Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna. 8. Untuk mencapai tujuan pada T8, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T8S1: Meningkatnya kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta meningkatnya transparansi dan akuntabilitas keuangan; T8S2: Meningkatnya jumlah alumni dan kesesuaian peserta dengan persyaratan Diklat; T8S3: Terlaksananya reformasi diklat aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah; dan T8S4: Tersedianya kader aparatur Pemerintahan Dalam Negeri yang profesional dan berkualitas. 9. Untuk mencapai tujuan pada T9, ditetapkan sasaran sebagai berikut: T9S1: Tersedianya dokumen perencanaan tahunan dan jangka menengah, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan agenda strategis Kementerian Dalam Negeri; T9S2: Terselenggaranya reformasi birokrasi lingkup Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah; T9S3: Terlaksananya harmonisasi Perda dan program legislasi lingkup Kementerian Dalam Negeri; T9S4: Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan BMN Kementerian Dalam Negeri; T9S5: Tersedianya sarana dan prasarana kerja Kementerian Dalam Negeri secara berkualitas dan sesuai kebutuhan; dan T9S6: Meningkatnya pemanfaatan hasil penelitian sebagai bahan rekomendasi perumusan kebijakan. Indikator dan target kinerja dari tujuan dan sasaran sebagaimana diuraikan diatas disajikan dalam Tabel 1. Matriks Tujuan, Sasaran, dan Indikator Kinerja Jangka Menengah dan Tahunan. - 23 - - 24 - - 25 - - 26 - - 27 - - 28 - - 29 - - 30 - - 31 - - 32 - - 33 - - 34 - - 35 - - 36 - - 37 - - 38 - - 39 - - 40 - - 41 - - 42 - - 43 - - 44 III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 merupakan rencana pembangunan jangka menengah kedua dari 4 (empat) tahap RPJM yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 20052025. RPJMN Ke-2 tahun 2010-2014 adalah kelanjutan RPJMN pertama Tahun 20042009, dengan arah/isu utama sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang RPJPN 2005-2025, yaitu: “Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan IPTEK, memperkuat daya saing perekonomian”. Dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah nasional tahun 2010-2014 dimaksud, Pemerintah telah merumuskan Visi yaitu: “Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan”. Untuk mencapai Visi tersebut, terdapat 3 (tiga) Misi yang diemban, yaitu: 1. Melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera; 2. Memperkuat pilar-pilar demokrasi; dan 3. memperkuat dimensi keadilan di semua bidang. Adapun agenda pokok yang akan dilakukan dalam melaksanakan ketiga Misi di atas adalah: Agenda I Agenda II Agenda III Agenda IV Agenda V : : : : : Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat; Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan; Penegakan Pilar Demokrasi; Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi; dan Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan. Sedangkan rumusan RPJMN Tahun 2010-2014 berisi 11 Prioritas Pembangunan Nasional meliputi: 1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; 2. Pendidikan; 3. Kesehatan; 4. Penanggulangan Kemiskinan; 5. Ketahanan Pangan; 6. Infrastruktur; 7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha; 8. Energi; 9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; 10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik; dan 11. Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi. Mengacu pada Visi, Misi, Agenda Pokok dan Prioritas Pembangunan Nasional, Renstra Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014, secara konsisten diarahkan pada upaya-upaya mendukung lingkup tugas Kementerian Dalam Negeri dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang urusan dalam negeri. Dari kesebelas Prioritas Pembangunan Nasional, terdapat 5 (lima) prioritas yang merupakan bagian penugasan kepada Kementerian Dalam Negeri, yakni: Reformasi Birokrasi dan - 45 Tata Kelola; Penanggulangan Kemiskinan; Infrastruktur; Iklim Investasi dan Iklim Usaha; serta Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik. Sejalan dengan penugasan dimaksud, ditetapkan arah capaian dalam bentuk tema prioritas dan substansi inti penugasan pada masing-masing Prioritas Nasional (PN), yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: PN-1: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Tema Prioritas: Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Substansi inti: PN-1.1: Otonomi Daerah: a. Penghentian/pembatasan pemekaran wilayah; b. Peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah; c. Penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. PN-1.2: Regulasi: Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangan di tingkat pusat maupun daerah hingga tercapai keselarasan arah dalam implementasi pembangunan, diantaranya penyelesaian kajian 12.000 peraturan daerah selambat-lambatnya 2011. PN-1.3: Sinergi antara Pusat dan Daerah: Penetapan dan penerapan sistem indikator kinerja utama pelayanan publik yang selaras antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. PN-1.4: Data Kependudukan: Penetapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pengembangan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan aplikasi pertama pada kartu tanda penduduk selambat-lambatnya pada 2011. PN-2: Prioritas Nasional Penanggulangan Kemiskinan Tema Prioritas: Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8-10% pada 2014 dan perbaikan distribusi pendapatan dengan pelindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah. Substansi Inti: PN-2.1: PNPM Mandiri: Penambahan anggaran PNPM Mandiri dari Rp 10,3 triliun pada 2009 menjadi Rp 12,1 triliun pada 2010 (untuk seluruh Kementerian/Lembaga). PN-3: Infrastruktur Tema Prioritas: Pembangunan infrastruktur nasional yang memiliki daya dukung dan daya gerak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang - 46 berkeadilan dan mengutamakan kepentingan masyarakat umum diseluruh bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mendorong partisipasi masyarakat. Substansi inti: PN-3.1: Tanah dan Tata Ruang: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata ruang secara terpadu. PN-4: Iklim Investasi dan Iklim Usaha Tema Prioritas: Peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Substansi Inti: PN 4.1: Kepastian Hukum: Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah sehingga terjadi harmonisasi peraturan perundang-undangan dan tidak menimbulkan ketidakjelasan dan inkonsistensi dalam implementasinya. PN 4.2: Penyederhanaan Prosedur: Penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota, serta pembatalan Perda bermasalah dan pengurangan biaya untuk memulai usaha. PN-5: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik Tema Prioritas: Pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pasca-konflik. Substansi Inti: PN 5.1: Kebijakan: Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya yang dapat mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik selambat-lambatnya dimulai pada 2011. 3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN DALAM NEGERI Dalam rangka mendukung pencapaian Sasaran Prioritas Pembangunan Nasional serta Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Kementerian Dalam Negeri Tahun 20102014, upaya dan langkah strategik utama adalah “Menjaga dan memperkuat stabilitas penyelenggaraan sistem politik dalam negeri dan sistem pemerintahan dalam negeri”. Stabilitas politik dalam negeri dan pemerintahan dalam negeri adalah parameter pokok kebijakan Kementerian Dalam Negeri yang dilaksanakan secara berkesinambungan sejak periode RPJMN pertama tahun 2004-2009 dalam kerangka RPJPN Tahun 2005-2025. Sejalan dengan itu, dalam kerangka pencapaian target pembangunan 2010-2014, terdapat prioritas-prioritas khusus yang secara langsung mendukung Program 5 (lima) - 47 Tahun (P5T), baik yang secara eksplisit telah termuat dalam RPJMN 2010-2014 maupun yang secara langsung menjadi bagian penugasan kepada Menteri Dalam Negeri. Untuk mewujudkan hal tersebut, digunakan pendekatan berupa prinsip-prinsip: 1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, yaitu dengan memperkuat penyelenggaraan pemerintahan daerah guna meningkatkan pelayanan dan hasil-hasil pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat; 2. Pembangunan berkelanjutan, yaitu keseluruhan proses pembangunan yang dilakukan saling berkaitan antara kegiatan sebelumya dengan rencana selanjutnya atau antara kegiatan yang satu dengan kegiatan lainnya dalam suatu rangkaian tahapan yang saling terintegrasi; 3. Tata kepemerintahan yang baik, yaitu menerapkan tata pengelolaan yang baik (good governance) guna membentuk birokrasi yang lebih profesional dan berkinerja tinggi yang didukung dengan langkah-langkah reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Strategi pencapaian program tersebut dilaksanakan dalam koridor kebijakan strategik yang merupakan kebijakan prioritas Kementerian Dalam Negeri tahun 20102014, yang meliputi: 1. Menjaga persatuan dan kesatuan serta melanjutkan pengembangan sistem politik yang demokratis dan berkedaulatan rakyat, yang didukung oleh situasi dan kondisi yang kondusif. 2. Mendorong pelaksanaan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik. 3. Mendorong pembangunan daerah yang berkesinambungan, serta meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan pembangunan secara partisipatif. 4. Mendorong penyelenggaraan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan penerapan reformasi birokrasi. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prioritas Nasional Tahun 2010-2014, ditetapkan 13 (tiga belas) Program Strategik Kementerian Dalam Negeri, yaitu: Program 1: Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Politik (P1) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan memperkokoh kesatuan dan persatuan nasional serta stabilitas politik dalam negeri yang dilandasi oleh semangat dan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 melalui pengembangan sistem politik yang demokratis dan berkedaulatan rakyat. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya komitmen dan dukungan pemangku kepentingan terhadap berjalannya proses demokratisasi dan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, yang diukur dari: 1. Jumlah paket revisi undang-undang bidang politik, khususnya revisi terbatas terhadap UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu; 2. Indeks Kinerja Lembaga Demokrasi; 3. Indeks Kesehatan Masyarakat Sipil; 4. Indeks Kebebasan Sipil; 5. Indeks Hak-Hak Politik; - 48 6. Persentase kebijakan/peraturan perundangan yang dilaksanakan oleh Pemda dan para pemangku kepentingan; 7. Persentase forum dialog publik yang efektif; serta 8. Persentase peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan terkait dengan 4 pilar negara (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI). Pelaksana program adalah Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, melalui 6 (enam) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik; 2. Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan; 3. Fasilitasi Kewaspadaan Nasional; 4. Fasilitasi Ketahanan Seni, Budaya, Agama, dan Kemasyarakatan; 5. Fasilitasi Politik Dalam Negeri; serta 6. Pembinaan dan Pengembangan Ketahanan Ekonomi. Program 2: Penguatan Penyelenggaraan Pemerintahan Umum (P2) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan meningkatkan sinergitas hubungan pusat-daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan umum. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya konsolidasi kebijakan dan standardisasi teknis dibidang pemerintahan umum, yang diukur dari: 1. Jumlah Kab/kota yang menerapkan Permendagri tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan; 2. Persentase peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan kerjasama daerah dalam bidang ekonomi, prasarana dan pelayanan publik; 3. Jumlah kegiatan fasilitasi kerjasama antar daerah yang diusulkan; 4. Jumlah provinsi yang dibina dalam rangka peningkatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayan provinsi; 5. Jumlah kab/kota di wilayah perbatasan antar negara dan pulau-pulau terluar yang mendapat sarpras perbatasan antar negara; 6. Jumlah provinsi yang melaksanakan kerjasama antar negara (Sosekmalindo, JBC RIRDTL, JBC RI-PNG); 7. Jumlah segmen penataan dan penegasan batas wilayah administrasi perbatasan antar daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Perundangan; 8. Jumlah daerah yang difasilitasi dalam penyelesaian sengketa batas daerah antar provinsi, kabupaten/kota; 9. Persentase pemetaan rupabumi (toponimi); 10. Jumlah daerah yang ditingkatkan kapasitas kelembagaan Satpol PP sesuai peraturan perundangan; 11. Persentase daerah yang mempunyai aparatur Satpol PP dan Satlinmas yang memenuhi standar; 12. Jumlah daerah yang difasilitasi dalam peningkatan kapasitas dan kapabilitas terkait dengan pengembangan kawasan khusus; serta 13. Persentase fasilitasi peningkatan kapasitas aparat dalam upaya penanggulangan bencana dan bahaya kebakaran sesuai SOP dan NSPK. Pelaksana program adalah Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum melalui 6 (enam) kegiatan yaitu: - 49 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Pemerintahan Umum; 2. Penyelenggaraan Hubungan Pusat dan Daerah,6 serta Kerjasama Daerah; 3. Pengembangan dan Penataan Wilayah Administrasi dan Perbatasan; 4. Pembinaan Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat; 5. Pembinaan dan Pengembangan Kawasan dan Pertanahan; serta 6. Fasilitasi Pencegahan dan Penanggulangan Bencana. Jenderal Program 3: Penataan Administrasi Kependudukan (P3) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan terciptanya tertib administrasi kependudukan. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya tertib database kependudukan berbasis NIK Nasional dan pelayanan dokumen kependudukan, terwujudnya pemberian NIK pada setiap penduduk, koneksitas NIK dengan identitas kependudukan dan tersedianya regulasi daerah tentang administrasi kependudukan, serta terwujudnya Perencanaan dan keserasian kebijakan kependudukan, yang diukur dari: 1. Jumlah kabupaten/kota yang database kependudukan tersambung (on-line) dengan provinsi dan nasional; 2. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan Konsolidasi data kependudukan secara nasional, berjenjang untuk mewujudkan NIK tunggal; 3. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan Pemutakhiran database kependudukan Kabupaten/Kota; 4. Jumlah kabupaten/kota yang telah terpenuhi jaringan komunikasi, serta sarana dan prasarana SIAK di daerah maupun data center kependudukan secara on-line; 5. Jumlah kabupaten/kota yang memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk; 6. Jumlah K/L yang dapat mengakses database kependudukan berbasis NIK Nasional dan atau digunakan sebagai dasar penerbitan dokumen, informasi untuk pelayanan publik; 7. Jumlah kabupaten/kota yang menerapkan SIAK dalam pelayanan administrasi kependudukan secara tersistem dan utuh; 8. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan perekaman biodata, foto dan sidik jari penduduk secara terintegrasi di daerah; 9. Jumlah SDM yang disediakan kabupaten/kota dalam pengelolaan SIAK dan Petugas registrasi; 10. Jumlah kabupaten/kota tahap pertama yang menerapkan KTP berbasis NIK Nasional; 11. Jumlah penduduk menerima e-KTP berbasis NIK dengan perekaman sidik jari; 12. Jumlah daerah yang telah menetapkan perda sebagai amanat UU No. 23 Tahun 2006 dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan; 13. Persentase Pemda (kabupaten/kota) yang memiliki dokumen perencanaan kependudukan; serta 14. Sosialisasi administrasi kependudukan secara terus menerus kepada masyarakat. Pelaksana program adalah Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil melalui 7 (tujuh) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Kependudukan dan Pencatatan Sipil; Teknis Lainnya Direktorat Jenderal - 50 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pembinaan Administrasi Pendaftaran Penduduk; Pembinaan Administrasi Pencatatan Sipil; Pengelolaan Informasi Kependudukan; Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) Terpadu; Penataan pengembangan Kebijakan Kependudukan; serta Penyerasian Kebijakan dan Perencanaan Kependudukan. Program 4: Pengelolaan Desentralisasi Dan Otonomi Daerah (P4) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan meningkatnya pengelolaan penyelenggaran pemerintahan daerah yang desentralistik. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya implementasi bidang urusan pemerintahan dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Daerah, kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, terevaluasinya perkembangan Daerah Otonom Baru, penataan daerah otonom dalam kerangka Strategi Dasar Penataan Daerah, serta terwujudnya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah melalui Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan tindak lanjut penyelesaian peraturan derivatifnya dan penyusunan UU tentang PEMILU KDH dan WKDH, penyelenggaraan Pilkada yang efisien,dan harmonisasi peraturan per-UUan terkait dengan otonomi daerah dalam rangka reformasi regulasi secara bertahap, yang diukur dari: 1. Jumlah bidang urusan yang telah disusun Norma Standar Pedoman Kriteria (NSPK) oleh Kementerian/Lembaga; 2. Jumlah Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah diterapkan oleh Daerah; 3. Jumlah provinsi, kabupaten/kota, Daerah Otonomi Baru (DOB)/berotonomi Khusus/Istimewa yang dievaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah; 4. Persentase daerah otonom baru (<3 tahun) yang dievaluasi; 5. Persentase penyusunan SDPD/Grand Strategy; 6. Jumlah dokumen revisi UU Nomor 32 Tahun 2004; 7. Persentase Penyusunan Peraturan Perundangan Pemerintahan Daerah; 8. Peraturan perundang-undangan tentang Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah: Revisi terbatas UU Nomor 32 Tahun 2004, Kajian mengenai Gubernur, Kajian Terkait Posisi dan Pemilihan Wakil KDH, serta UU tentang Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; 9. Persentase Inventarisasi peraturan perundangan-undangan sektor yang belum sejalan dengan peraturan per-UU-an Otonomi daerah di pusat dan di daerah; serta 10. Persentase peraturan perundangan-undangan yang diharmonisasikan terkait dalam upaya sinkronisasi regulasi Otonomi Daerah. Pelaksana program adalah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah melalui 6 (enam) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis lainnya Direktorat Jenderal Otonomi Daerah; 2. Penataan Urusan Pemerintahan Daerah Lingkup I; 3. Penataan Urusan Pemerintahan Daerah Lingkup II; 4. Penataan Daerah Otonom, Otonomi Khusus, dan DPOD; 5. Fasilitasi KDH, DPRD dan Hubungan Antar Lembaga; serta - 51 6. Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah. Program 5: Peningkatan Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah (P5) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah serta meningkatnya investasi dan kemampuan fiskal daerah. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya akuntabilitas, transparansi dan tertib administrasi pengelolaan keuangan daerah, serta meningkatnya investasi dan kemampuan fiskal daerah, yang diukur dari: 1. Persentase daerah provinsi, ber-LKPD sesuai dengan indikator kedisiplinan penggunaan anggaran dalam APBD sebagai upaya pencapaian status WTP; 2. Persentase daerah provinsi yang proporsi belanja langsungnya lebih besar dari belanja tidak langsung; 3. Persentase penetapan Perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (provinsi) yang disahkan secara tepat waktu; 4. Persentase APBD (provinsi) yang disahkan secara tepat waktu; 5. Persentase belanja modal terhadap total belanja daerah Provinsi se – Indonesia; 6. Persentase daerah yang telah melaksanakan DAK sesuai pelaksanaan/Petunjuk Teknis yang berasal dari Kementerian/Lembaga; petunjuk 7. Persentase daerah yang telah optimal (100%)menyerap DAK; 8. Jumlah rekomendasi kebijakan untuk dukungan materi sebagai masukan terhadap Revisi UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Revisi UU No. 33/ 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; serta 9. Jumlah Permendagri tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah. Pelaksana program adalah Direktorat Keuangan Daerah melalui 5 (lima) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Keuangan Daerah; 2. Pembinaan Anggaran Daerah; 3. Pembinaan Pengelolaan Pendapatan Daerah dan Investasi Daerah; 4. Pembinaan dan Fasilitasi Dana Perimbangan; serta 5. Pembinaan Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Program 6: Bina Pembangunan Daerah (P6) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan terciptanya pertumbuhan pembangunan di daerah, serta keseimbangan pembangunan antar daerah yang didukung oleh efektivitas kinerja pemerintah daerah. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah, tersedianya peta pertumbuhan dan masing masing daerah, kawasan dan wilayah yang mempertimbangkan kesenjangan masing masing daerah, kawasan dan wilayah sebagai dasar dalam memformulasikan dana perimbangan (DAK, DAU dan DBH) serta meningkatnya kualitas penataan ruang, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang diukur dari: - 52 1. Tingkat kesesuaian antara Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN); Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN); Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan RPJMD; RKPD dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), serta APBD dengan RKPD Provinsi; 2. Tingkat ketersediaan data dan informasi pembangunan daerah; 3. Jumlah kebijakan yang mengarah pada pengoptimalan dan pemprioritasan pertumbuhan pembangunan di daerah, dan wilayah timpang serta daerah, dan wilayah pusat pertumbuhan yang memberikan kontribusi tinggi bagi pertumbuhan di daerah, dan wilayah lainnya; 4. Persentase daerah yang mengimplementasikan pedoman/kebijakan terkait dengan pemanfaatan dan pengendalian tata ruang; 5. Jumlah pemerintah daerah yang menegakkan Perda RTRW provinsi secara konsekuen. 6. Jumlah daerah yang membentuk PTSP; 7. Jumlah PTSP kab/kota dengan kategori kinerja baik dan siap menerapkan SIPIPISE; 8. Jumlah PTSP daerah yang dapat menerapkan SPIPISE; 9. Persentase rekomendasi pembatalan Perda yang teridentifikasi bermasalah terkait pengurusan Tanda Daftar Perusahaan TDP dan Surat Ijin Usaha Perdagangan SIUP; 10. Persentase daerah yang mampu menerapkan pengurangan biaya untuk bisnis; 11. Persentase kebijakan tentang percepatan pembentukan PTSP diseluruh Provinsi, kabupaten/Kota di Indonesia; 12. Jumlah PTSP dengan kinerja baik; 13. Jumlah per-UU-an yang mendukung kemitraan Pemda dan Swasta; 14. Jumlah Peraturan daerah untuk mendukung kemitraan Pemda dan Swasta; 15. Persentase tersusunnya pedoman mekanisme BKPRN dengan BKPRD; 16. Jumlah BKPRD provinsi terevitalisasi; 17. Jumlah daerah yang terfasilitasi dalam penyusunan/revisi dan penetapan perda tentang RTRW Prov; 18. Persentase tersusunnya Permendagri penyelenggaraan tata ruang provinsi; 19. Persentase tersusunnya Permendagri tentang Tata Cara Peran Masyarakat dalam proses perencanan tata ruang di daerah; 20. Persentase tersusunnya Permendagri tata cara dan pengendalian pemanfaatan ruang; 21. Jumlah provinsi yang memiliki Forum BKPRD yang efektif; 22. Jumlah daerah yang terfasilitasi dalam penyusunan Perda tata ruang menjadi acuan dalam PTSP; 23. Persentase tersusunnya pendataan dan pengkategorisasian daerah-daerah yang mampu dan tidak mampu dalam penerapan tata ruang melalui PTSP; 24. Jumlah kebijakan fasilitasi pemberian perijinan melalui PTSP yang berpedoman RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota; serta 25. Jumlah pedoman NSPK dalam mendukung peningkatan pelayanan umum di daerah. - 53 Pelaksana program adalah Direktorat Bina Pembangunan Daerah melalui 6 (enam) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah; 2. Fasilitasi Perencanaan Pembangunan Daerah; 3. Fasilitasi Pengembangan Wilayah Terpadu; 4. Fasilitasi Penataan Ruang Daerah dan Lingkungan Hidup di Daerah; 5. Fasilitasi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah; serta 6. Fasilitasi Penataan Perkotaan. Program 7: Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (P7) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan mewujudkan otonomi desa dan meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya keberdayaan masyarakat dan kapasitas pemerintahan desa /kelurahan dalam memfasilitasi proses pengelolaan pembangunan yang partisipatif dan demokratis, yang diukur dari: 1. Jumlah fasilitasi pengelolaan keuangan dan aset desa serta kelurahan melalui Bintek, inventarisasi dan pendataan keuangan dan asset desa, pengembangan desa wisata sebagai sumber PAD; 2. Jumlah Dokumen RUU tentang Desa yang diselesaikan; 3. Jumlah Provinsi yang difasilitasi dalam penataan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan di desa; 4. Jumlah desa yang memiliki profil desa sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan pembangunan desa; 5. Persentase lembaga keuangan mikro pedesaan/Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) yang berfungsi; 6. Jumlah Penyediaan sarana dan Prasarana Pemasaran hasil produksi masyarakat desa; 7. Cakupan penerapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP); 8. Cakupan wilayah kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana, khususnya di Kabupaten Nias dan Nias Selatan; 9. Jumlah Provinsi dan kabupaten yang melaksanakan PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP); 10. Jumlah fasilitasi dalam pembinaan budaya nusantara melalui pelestarian Adat dan Budaya Nusantara; 11. Jumlah fasilitasi dalam pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK) melalui Penguatan Kelembagaan Posyandu dan pelaksanaan Bangdesmadu; 12. Jumlah Desa Mandiri Energi (DME) memanfaatkan Tanaman Jarak Pagar (jatropha curcas lin); serta 13. Jumlah Posyantekdes yang berfungsi. Pelaksana program adalah Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa melalui 8 (delapan) kegiatan yaitu: - 54 1. Dukungan Manajamen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; 2. Peningkatan Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Kelurahan; 3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pelatihan Masyarakat; 4. Fasilitasi Pemberdayaan Adat dan Sosial Budaya Masyarakat; 5. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat; 6. Fasilitasi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna; 7. Peningkatan Kemandirian Masyarakat Perdesaan (PNPM-MP); serta 8. Peningkatan Keberdayaan Masyarakat dan Desa lingkup Regional. Program 8: Pendidikan Kepamongprajaan (P8) Program ini merupakan program teknis dengan tujuan meningkatkan kapasitas SDM aparatur lingkup Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah melalui pendidikan kepamongprajaan. Indikator Kinerja Program adalah tersedianya kader aparatur Pemerintahan Dalam Negeri yang profesional dan berkualitas pada derajat program vokasi, akademik dan profesi, yang diukur dari: 1. Peningkatan jumlah lulusan pendidikan kader dengan predikat “Dengan Pujian”; dan 2. Peningkatan rata-rata nilai pendidikan (pengajaran, pelatihan dan pengasuhan); Pelaksana program adalah Institut Pemerintahan Dalam Negeri melalui 4 (empat) kegiatan yaitu: 1. Penyelenggaraan Akademik, Administrasi, Perencanaan dan Kerjasama Pendidikan Kepamongprajaan; 2. Pengelolaan Administrasi Umum dan Keuangan Pendidikan Kepamongprajaan; 3. Penyelenggaraan Administrasi Keprajaan dan Kemahasiswaan; serta 4. Pelaksanaan Pendidikan Kepamongprajaan dan Administrasi Kampus IPDN Daerah. Program 9: Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Dalam Negeri (P9) Program ini merupakan program generik dengan tujuan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan lingkup Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi aparatur, transparansi dan akuntabilitas keuangan di lingkungan Kemendagri; serta kinerja pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang diukur dari: 1. Persentase tingkat ketaatan aparatur terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerja lingkup Kementerian Dalam Negeri; 2. Persentase tingkat ketaatan aparatur terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi; 3. Persentase tingkat penyelesaian kasus-kasus dan pengaduan khusus atas Petunjuk Menteri di unit kerja lingkup Kementerian Dalam Negeri dan Provinsi, serta Kabupaten/Kota tertentu; 4. Jumlah review Laporan Keuangan Komponen Kementerian Dalam Negeri yang sesuai dengan SAP; serta - 55 5. Peningkatan peringkat kualitas LAKIP Kementerian Dalam Negeri. Pelaksana program adalah Inspektorat Jenderal melalui 6 (enam) kegiatan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Inspektorat Jenderal; Penyelenggaraan Pemeriksaan Akuntabilitas dan Pengawasan Fungsional Wilayah I; Penyelenggaraan Pemeriksaan Akuntabilitas dan Pengawasan Fungsional Wilayah II; Penyelenggaraan Pemeriksaan Akuntabilitas dan Pengawasan Fungsional Wilayah III; Penyelenggaraan Pemeriksaan Akuntabilitas dan Pengawasan Fungsional Wilayah IV; serta 6. Penyelenggaraan Pemeriksaan, Pengusutan, Pengujian Kasus dan Pengaduan Khusus. Program 10: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Kementerian Dalam Negeri (P10) Tugas Teknis Lainnya Program ini merupakan program generik dengan tujuan meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan pelayanan teknis lainnya Kementerian Dalam Negeri. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya kualitas dan terimplikasikannya secara optimal perencanaan, agenda strategis, program legislasi, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan BMN, sarana dan prasarana kerja sesuai kebutuhan lingkup Kementerian Dalam Negeri; serta terselenggaranya reformasi birokrasi lingkup Kementerian Dalam Negeri, yang diukur dari: 1. 2. 3. Jumlah dokumen perencanaan dan anggaran; Jumlah laporan hasil monitoring dan evaluasi; Jumlah laporan pengendalian penerapan tahunan rencana jangka menengah Kementerian Dalam Negeri sesuai kaidah kaidah pelaksanaannya; 4. Persentase konsistensi capaian kinerja jangka menengah Kementerian Dalam Negeri dengan penugasan RPJMN 2010-2014; 5. Jumlah dokumen penataan kelembagaan Kemendagri dalam rangka penerapan Reformasi Birokrasi 6. Jumlah dokumen roadmap reformasi birokrasi Kementerian Dalam Negeri; 7. Persentase implementasi Reformasi Birokrasi; 8. Jumlah naskah akademis sebagai masukan kepada Meneg PAN terkait rencana revisi UU No. 43 Tahun 1999; 9. Jumlah dokumen pelaksanaan roadmap Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri; 10. Persentase penyelesaian instrumen evaluasi manajemen kepegawaian PNS Daerah; 11. Persentase penyelesaian instrumen evaluasi netralitas PNS; 12. Persentase terpenuhinya pengisian jabatan struktural dan fungsional bagi PNSP di lingkungan Kementerian Dalam Negeri; 13. Persentase penyelesaian pedoman pelaksanaan pengadaaan CPNS Kementerian Dalam Negeri; 14. Persentase penyelesaian perubahan PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS; 15. Jumlah RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan Manajemen PNSD; 16. Persentase PNSP Kementerian Dalam Negeri yang sesuai dengan rencana kebutuhan organisasi; - 56 17. 18. 19. 20. 21. 22. Jumlah Perda yang dikaji; Persentase penyelesaian Ranpermendagri sesuai dengan Prolegdagri; Persentase Satuan Kerja yang menyelenggarakan SIMAK BMN; Hibah dan PNBP melalui mekanisme APBN; Persentase Satuan Kerja yang melaksanakan SAI sesuai ketentuan; serta Laporan Keuangan Kementerian Dalam Negeri memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pelaksana program adalah Sekretariat Jenderal melalui 10 (sepuluh) kegiatan yaitu: 1. Perencanaan Program dan Anggaran; 2. Pembinaan dan Pengelolaan Administrasi Kepegawaian; 3. Penataan Kelembagaan, Ketatalaksanaan, Analisis Jabatan, dan Pelaporan Kinerja; 4. Penataan Produk Hukum dan Pelayanan Bantuan Hukum; 5. Pengelolaan Ketatausahaan, Rumah Tangga, dan Keprotokolan; 6. Pengelolaan Data, Informasi, Komunikasi dan Telekomunikasi; 7. Pengelolaan Penerangan; 8. Pengkajian Kebijakan Strategik; 9. Penataan Administrasi Kerjasama Luar Negeri; serta 10. Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Aset. Program 11: Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian Dalam Negeri (P11) Program ini merupakan program generik dengan tujuan meningkatkan kinerja aparatur melalui dukungan sarana dan prasarana kerja. Indikator Kinerja Program adalah terpenuhinya sarana dan prasarana sesuai kebutuhan, dan terlaksananya pengelolaan sarana dan prasarana Kementerian Dalam Negeri, yang diukur dari: 1. Persentase penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan Tupoksi Sekretariat Jenderal dan Kementerian Dalam Negeri untuk kategori fasilitas tertentu; serta 2. Persentase pembangunan sarana dan prasarana kampus IPDN Daerah Pelaksana program adalah Sekretariat Jenderal melalui kegiatan yaitu Peningkatan dan Pengelolaan Sarana dan Prasarana Aparatur. Program 12: Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri (P12) Program ini merupakan program generik dengan tujuan meningkatkan kualitas penyusunan dan implementasi kebijakan Kementerian Dalam Negeri. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya kualitas kebijakan lingkup Kemendagri yang didukung oleh hasil penelitian dan pengembangan serta pemanfaatan hasil penelitian sebagai bahan rekomendasi perumusan kebijakan, yang diukur dari persentase hasil penelitian dan pengembangan yang ditindaklanjuti. Pelaksana program adalah Badan Penelitian dan Pengembangan melalui 5 (lima) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Penelitian dan Pengembangan; 2. Penelitian dan Pengembangan Bidang Kesatuan Bangsa, Politik, dan Otonomi Daerah; - 57 3. Penelitian dan Pengembangan Bidang PUM dan Kependudukan; 4. Penelitian dan Pengembangan Bidang Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat; serta 5. Penelitian dan Pengembangan Bidang Pembangunan dan Keuangan Daerah. Program 13: Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Kementerian Dalam Negeri (P13) Program ini merupakan program generik dengan tujuan meningkatkan meningkatkan kapasitas SDM aparatur lingkup Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah melalui dukungan pendidikan dan pelatihan. Indikator Kinerja Program adalah meningkatnya jumlah alumni, kesesuaian peserta dengan persyaratan diklat dan terlaksananya reformasi diklat aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, yang diukur dari: 1. Jumlah alumni diklat; 2. Persentase meningkatnya jumlah peserta sesuai dengan persyaratan diklat; 3. Jumlah Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Diklat Substantif Pemda yang disusun; 4. Jumlah naskah desain sistem diklat yang berbasis kompetensi; 5. Jumlah modul kediklatan yang terstandar; 6. Persentase sarana dan prasarana sesuai dengan standar kebutuhan; 7. Jumlah tenaga penyusun standar dan assesor kompetensi; 8. Jumlah peta jabatan standar kompetensi dan peta kompetensi aparatur lembaga diklat; 9. Jumlah lembaga Diklat yang dipetakan kapasitasnya; serta 10. Jumlah lembaga Diklat yang efektif. Pelaksana program adalah Badan Pendidikan dan Pelatihan melalui 6 (enam) kegiatan yaitu: 1. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Badan Pendidikan dan Pelatihan; 2. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pemerintahan Daerah 3. Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Pembangunan Kependudukan dan Keuangan Daerah; 4. Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan Teknis 5. Pembinaan Jabatan Fungsional dan Standarisasi Diklat; serta 6. Pendidikan dan Pelatihan Regional. Keterkaitan antara tujuan, sasaran dan program terhadap prioritas nasional tahun 2010 - 2014 lingkup Kementerian Dalam Negeri sebagaimana disajikan dalam Tabel 2: Matrik Keterkaitan Tujuan, Sasaran dan Program terhadap Prioritas Nasional Tahun 2010 - 2014 Lingkup Kementerian Dalam Negeri. - 58 - TUJUAN SASARAN PROGRAM (P) Tabel 2 PRIORITAS NASIONAL (PN) - 59 P1 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T1S1 T1S2 T1S3 T1S4 T2S1 T2S2 T2S3 T2S4 T2S5 T2S6 T2S7 T3S1 T3S2 T3S3 T3S4 T3S5 T3S6 T4S1 T4S2 T4S3 T4S4 T4S5 T4S6 T5S1 T5S2 T5S3 T6S1 T6S2 T6S3 T6S4 T6S5 T6S6 T6S7 T6S8 T6S9 T7S1 T7S2 T7S3 T7S4 T7S5 T7S6 T8S1 T8S2 T8S3 T8S4 T9S1 T9S2 T9S3 T9S4 T9S5 T9S6 PN-1 P2 P3 P4 P5 P6 P9 P10 P11 P12 P13 PN1 PN2 PN3 PN4 PN5 PN-3 PN-4 PN-5 P8 PN-2 PN P7 MATRIK KETERKAITAN ANTARA TUJUAN, SASARAN DAN PROGRAM TERHADAP PRIORITAS NASIONAL TAHUN 2010 – 2014 LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI Sesuai Kontrak Kinerja Menteri Dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB-II) dengan Presiden Republik Indonesia, serta pertimbangan strategik lainnya 5 (lima) tahun - 60 kedepan, rencana kerja program dan kegiatan Kementerian Dalam Negeri akan difokuskan pada 19 Kontrak Kinerja (KK) yang lebih lanjut dijabarkan dalam 63 Indikator Kontrak Kinerja, sebagai berikut: a. Pemantapan Otonomi daerah untuk menunjang keberhasilan Pembangunan Daerah KK-1: Penataan Daerah Otonom: KK-1.1: Evaluasi daerah pemekaran; KK-1.2: Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya yang menyangkut pengaturan pemekaran; KK-1.3: Penyusunan Grand Strategy Penataan Daerah. KK-2: Pemilu Kepala Daerah: KK-2.1: Upaya efisiensi pelaksanaan Pilkada; KK-2.2: Pengkajian kembali Pilkada Gubernur untuk dipilih melalui DPRD; KK-2.3: Pengkajian posisi dan pemilihan Wakil Kepala Daerah; KK-2.4: Revisi UU Nomor 32/2004 dengan memisahkan isu Pilkada menjadi undang-undang tersendiri. KK-3: Dana Perimbangan Pusat dan Daerah: KK-3.1: Evaluasi pemanfaatan APBD Kabupaten/Kota oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah; KK-3.2: Revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. KK-4: SDM Aparatur Pemerintah Daerah: KK-4.1: Revisi terhadap UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian; KK-4.2: Evaluasi manajemen kepegawaian Kabupaten/Kota oleh Gubernur dan oleh Pemerintah untuk tingkat Provinsi; KK-4.3: Evaluasi netralitas birokrasi dan ruang promosi/mutasi aparatur Pemda. KK-5: Peningkatan Private Public Partnership: KK-5.1: Penyediaan pelayanan terpadu 1 pintu; KK-5.2: Penerbitan UU tentang Kemitraan Antara Pemda dan Swasta. b. Dukungan Pencapaian Prioritas Nasional KK-6: Pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan aplikasinya untuk penerbitan KTP: KK-6.1: Konsolidasi data kependudukan secara nasional, berjenjang untuk mewujudkan NIK tunggal; KK-6.2: Pemutakhiran database kependudukan Kabupaten/Kota; KK-6.3: Penyempurnaan aplikasi dan pemenuhan kebutuhan jaringan komunikasi, serta sarana dan prasarana SIAK di daerah maupun data center kependudukan secara online; KK-6.4: Pemantapan pengembangan SIAK dan Penerapan KTP berbasis NIK secara Nasional; - 61 KK-6.5: Mendorong Pemda Kabupaten/Kota menerapkan SIAK dalam pelayanan Administrasi Kependudukan secara tersistem dan utuh; KK-6.6: Pelaksanaan perekaman biodata, foto dan sidik jari penduduk secara terintegrasi di daerah; KK-6.7: Penyediaan SDM pengelola SIAK dan Petugas registrasi; KK-6.8: Penerapan awal (Uji Petik) KTP berbasis NIK Nasional secara terbatas di 6 Kabupaten/Kota pada Tahun 2009; KK-6.9: Sosialisasi administrasi kependudukan secara terus menerus kepada masyarakat. KK-7: Konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga serta pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat banyak: KK-7.1: Mendorong adanya mekanisme hubungan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dan Badan Koordinasi Penataan Ruang (BKPRD) dalam penyelenggaraan penataan ruang; KK-7.2: Menjadikan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; KK-7.3: Mendorong pemerintah (sektor tertentu) dan pemerintah daerah terkait pemahaman pertambahan nilai manfaat ruang sebagai hasil dari penataan ruang; KK-7.4: Penyusunan Rancangan Permendagri tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah; KK-7.5: Penyusunan Rancangan Permendagri tentang Tata Cara Peran Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah. KK-8: Penyempurnaan pengelolaan PNS yang meliputi sistem rekrutmen, pendidikan, penempatan, promosi, dan mutasi PNS: KK-8.1: Penyusunan pedoman pelaksanaan pengadaan CPNS secara nasional (koordinasi dengan Menneg PAN & Reformasi Birokrasi, dan BKN); KK-8.2: Penyusunan RPP tentang perubahan PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS; KK-8.3: Penyusunan RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan Manajemen PNSD; KK-8.4: Penyusunan desain sistem Diklat yang berbasis kompetensi; KK-8.5: Pemetaan lembaga Diklat; KK-8.6: Pelatihan penyusunan kompentensi; KK-8.7: Pemetaan kompetensi aparatur pada SKPD Provinsi; KK-8.8: Penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan kriteria (NSPK) Diklat Substantif Pemda; KK-8.9: Pengkajian efektifitas kelembagaan Diklat Kementerian Dalam Negeri dan Pemda. standar kompetensi, diklat assesor KK-9: Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di tingkat Pusat-Daerah: - 62 KK-9.1: Harmonisasi 12.000 Perda selama 2 tahun, yakni: menertibkan penyampaian Perda oleh Pemda kepada Mendagri dan mengkoordinasikannya dengan kementerian terkait; dan mempercepat penyampaian hasil harmonisasi Perda berupa perbaikan atau pembatalannya oleh Mendagri; KK-9.2: Penyelesaian 95 Program Legislasi (Proleg) lingkup Kementerian Dalam Negeri. KK-10: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum: KK-10.1: Koordinasi lintas sektor terkait dengan pemanfaatan lahan untuk kepentingan umum; KK-10.2: Mendorong Pemerintah Daerah yang belum membentuk Perda RTRW untuk segera membentuk Perda Rencana Tata Ruang Wilayah; KK-10.3: Identifikasi dan inventarisasi, serta analisa penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; KK-10.4: Penyusunan konsep kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum melalui sistem pelayanan satu atap sesuai pengelolaan tata ruang; KK-10.5: Monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang. KK-11: Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah: KK-11.1: Inventarisasi peraturan perundangan sektor yang belum sejalan dengan Peraturan perundangan otonomi Daerah di Pusat dan Daerah; KK-11.2: Koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan Daerah terkait upaya sinkronisasi regulasi Otonomi Daerah. KK-12: Penerapan SPIPISE pada PTSP di beberapa kota dan pembatalan Perda bermasalah serta pengurangan biaya untuk bisnis: KK-12.1: Lanjutan dari kegiatan P100H terkait Penerapan SPIPISE disertai langkah-langkah khusus terkait dengan: penyusunan modul pelatihan peningkatan kapasitas aparat penyelenggara PTSP di daerah; dan penyusunan Indikator Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kinerja PTSP. KK-13: Pengentasan daerah tertinggal: KK-13.1: Meningkatkan kemandirian masyarakat dan daerah tertinggal melalui pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana lokal di pedesaan dan peningkatan kapasitas Pemda, masyarakat dan dunia usaha; KK-13.2: Dukungan pengentasan daerah tertinggal dan pasca bencana melalui pemantapan program PNPM Mandiri Perdesaan. c. Penataan Paket Undang-Undang Politik KK-14: Revisi Paket Lima Undang-Undang Politik (UU Penyelenggaraan Pemilu; UU Pemilu Kepala Daerah; UU Partai Politik; UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD; dan UU Pemilu Presiden): - 63 Menyusun draft Lima Paket Undang-Undang Politik dan mengkomunikasikannya dengan lembaga terkait, melalui inisiatif untuk penyelenggaraan Rapat Kerja dengan Komisi II DPR untuk menyamakan persepsi mengenai: percepatan revisi UU Penyelenggara Pemilu (UU Nomor 22/2007) paling lambat pertengahan tahun 2010 untuk mengakomodir “rencana” penggantian KPU menjadi tahun 2011, sehingga periodisasi KPU menjadi lebih panjang untuk persiapan Pemilu daripada masa untuk evaluasi Pemilu; penataan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah (mempercepat penyusunan RUU Pemilu Kepala Daerah paling lambat pertengahan 2010, dan menunda Pilkada serentak sampai 2011); dan Penghentian sementara pemekaran daerah sampai selesainya evaluasi pelaksanaan pemekaran daerah yang telah dilakukan dan menunggu selesainya revisi UU Pemerintah Daerah. Apabila langkah di atas sudah terlaksana, maka langkah selanjutnya adalah: a. Penggantian atau pemotongan periodisasi/masa jabatan KPU akan terlaksana melalui revisi UU Penyelenggara Pemilu; b. Penetaan Pemilu Kepala Daerah/penundaan Pilkada serentak dapat dilakukan melalui penerbitan Perppu; dan c. Penghentian sementara pemekaran daerah, apabila Pemerintah dan DPR secara prinsip sudah sepakat, maka pelaksanaannya cukup dengan Surat Mendagri kepada para Gubernur, Bupati/Walikota dan DPRD dengan alasan menunggu hasil evaluasi dan revisi UU Pemerintah Daerah. KK-15: Masa Jabatan KPU dan Revisi UU Penyelenggaraan Pemilu: Melakukan revisi terbatas atas UU Nomor 22 Tahun 2007. d. Reformasi Bidang Pelayanan Umum KK-16: Dukungan Reformasi bidang pelayanan umum: KK-16.1: Koordinasi dalam pengkajian dan penyusunan perbaikan regulasi/kebijakan lingkup Kementerian Dalam Negeri terkait dengan peningkatan pelayanan umum; KK-16.2: Penyusunan kerangka pengaturan untuk mendukung peningkatan pelayanan umum di daerah. e. Perbaikan Peraturan yang Mendukung Investasi di Daerah KK-17: Perbaikan Peraturan yang Mendukung Investasi di Daerah: KK-17.1: Menyusun masukan revisi PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 38 Tahun 2008 dan menyempurnakan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 sebagai turunannya. f. Strategi pencapaian Sasaran-Sasaran Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 KK-18: Strategi pencapaian Sasaran-Sasaran Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014: - 64 KK-18.1: Menetapkan dan melaksanakan Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014; KK-18.2: Monitoring dan evaluasi pelaksanaan agenda strategis jangka menengah Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran Renstra 2010-2014; KK-18.3: Mengendalikan penerapan tahunan rencana jangka menengah Kementerian Dalam Negeri sesuai kaidah-kaidah pelaksanaannya; KK-18.4: Menjaga konsistensi capaian kinerja jangka menengah Kementerian Dalam Negeri dengan penugasan RPJMN 2010-2014. g. Perbaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) KK-19: Perbaikan Laporan Keuangan Kementerian Dalam Negeri: KK-19.1: Review Laporan Keuangan Kementerian Dalam Negeri; KK-19.2: Penataan aset Kementerian Dalam Negeri, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah; KK-19.3: Penertiban hibah dan PNBP Kementerian Dalam Negeri melalui mekanisme APBN; KK-19.4: Pengendalian perundangan; akuntabilitas belanja negara sesuai peraturan KK-19.5: Peningkatan kapasitas pengelola keuangan dan aset Kementerian Dalam Negeri sesuai standar akuntansi dan manajemen aset. Keterkaitan antara sasaran dan program terhadap kontrak kinerja Menteri Dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB-II) dengan Presiden Republik Indonesia disajikan dalam Tabel 3. Sedangkan keterkaitan kontrak kinerja Menteri, rencana aksi, sasaran, indikator sasaran, program dan komponen sebagaimana disajikan dalam Tabel 4. Tabel 3 MATRIK KETERKAITAN ANTARA SASARAN DAN PROGRAM TERHADAP KONTRAK KINERJA MENTERI DALAM NEGERI KABINET INDONESIA BERSATU II DENGAN PRESIDEN RI SASARAN PROGRAM KONTRAK KINERJA (KK) Pemantapan Otonomi daerah untuk menunjang keberhasilan Pembangunan Daerah T4S3, T4S4 P4 KK-1: Penataan Daerah Otonom. T4S5 P4 KK-2: Pemilu Kepala Daerah. T5S1, T5S2 P5 KK-3: Dana Perimbangan Pusat dan Daerah. T9S2 P10 KK-4: SDM Aparatur Pemerintah Daerah. T6S6 P6 KK-5: Peningkatan Private Public Partnership. Dukungan Pencapaian Prioritas Nasional T3S1, T3S3, T3S6 P3 T6S7 P6 T9S2, T8S3 P10, P13 KK-6: Pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada setiap penduduk dengan mengguna-kan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan aplikasinya untuk penerbitan KTP. KK-7: Konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga serta pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat banyak. KK-8: Penyempurnaan pengelolaan PNS yang meliputi sistem rekrutmen, pendidikan, penempatan, promosi, dan mutasi PNS. - 65 SASARAN PROGRAM T9S3 P10 T6S8 P6 T4S6 P4 T6S5 P6 T7S3, T7S4 P7 KONTRAK KINERJA (KK) KK-9: Percepatan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundangundangan di tingkat Pusat-Daerah. KK-10: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum. KK-11: Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah. KK-12: Penerapan SPIPISE pada PTSP di beberapa kota dan pembatalan Perda bermasalah serta pengurangan biaya untuk bisnis. KK-13: Pengentasan daerah tertinggal. Penataan Paket Undang-undang Politik T1S1 P1 KK-14: Revisi Paket Lima Undang-Undang Politik (UU Penyelenggaraan Pemilu; UU Pemilu Kepala Daerah; UU Partai Politik; UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD; dan UU Pemilu Presiden). T1S1 P1 KK-15: Masa Jabatan KPU dan Revisi UU Penyelenggaraan Pemilu. Reformasi Bidang Pelayanan Umum T2S1, T6S9 P2, P6 KK-16: Dukungan Reformasi bidang pelayanan umum. Perbaikan Peraturan yang Mendukung Investasi di Daerah T5S3 T9S1 P5 P10 KK-17: Perbaikan Peraturan yang Mendukung Investasi di Daerah. Strategi pencapaian Sasaran-Sasaran Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 KK-18: Strategi pencapaian Sasaran-Sasaran Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014. Perbaikan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) T8S1, T9S4 P9, P10 KK-19: Perbaikan Laporan Keuangan Kementerian Dalam Negeri. Tabel 4 MATRIK KETERKAITAN KONTRAK KINERJA MENTERI, INDIKATOR KONTRAK KINERJA, SASARAN, INDIKATOR SASARAN, PROGRAM DAN KOMPONEN KONTRAK KINERJA (1) KK-1 KK-2 KK-3 KK-4 KK-5 KK-6 INDIKATOR KONTRAK KINERJA (3) KK 1.1 SASARAN INDIKATOR SASARAN PROGRAM KOMPONEN (4) T4S3 (5) T4S3-i1 (6) P4 (7) Ditjen OTDA KK 1.2 T4S4 T4S4-i1 P4 Ditjen OTDA KK-1.3 T4S3 T4S3-i2 P4 Ditjen OTDA KK-2.1 T4S5 T4S5-i1 P4 Ditjen OTDA KK-2.2 T4S5 T4S5-i1 P4 Ditjen OTDA KK-2.3 T4S5 T4S5-i1 P4 Ditjen OTDA KK-2.4 T4S5 T4S5-i1 P4 Ditjen OTDA KK-3.1 T5S1 T5S1-i2 P5 Ditjen KEUDA KK-3.2 T5S2 T5S2-i1 P5 Ditjen KEUDA KK-4.1 T9S2 T9S2-i5 P10 Sekretariat Jenderal KK-4.2 T9S2 T9S2-i8 P10 Sekretariat Jenderal KK-4.3 T9S2 T9S2-i9 P10 Sekretariat Jenderal KK-5.1 T6S6 T6S6-i1 P6 Ditjen BANGDA KK-5.2 T6S6 T6S6-i3 P6 Ditjen BANGDA KK-6.1 T3S1 T3S1-i2 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-6.2 T3S1 T3S1-i3 P3 Ditjen DUKCAPIL - 66 KONTRAK KINERJA (1) INDIKATOR KONTRAK KINERJA (3) KK-6.3 SASARAN INDIKATOR SASARAN PROGRAM KOMPONEN (4) T3S1 (5) T3S1-i4 (6) P3 (7) Ditjen DUKCAPIL KK-6.4 T3S3 T3S3-i6 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-6.5 T3S3 T3S3-i2 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-6.6 T3S3 T3S3-i3 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-6.7 T3S3 T3S3-i4 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-6.8 T3S3 T3S3-i5 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-6.9 T3S6 T3S6-i1 P3 Ditjen DUKCAPIL KK-7.1 T6S7 T6S7-i1 P6 Ditjen BANGDA KK-7.2 T6S7 T6S7-i2 P6 Ditjen BANGDA KK-7.3 T6S7 T6S7-i3 P6 Ditjen BANGDA KK-7.4 T6S7 T6S7-i4 P6 Ditjen BANGDA KK-7.5 T6S7 T6S7-i5 P6 Ditjen BANGDA KK-8.1 T9S2 T9S2-i11 P10 Sekretariat Jenderal KK-8.2 T9S2 T9S2-i12 P10 Sekretariat Jenderal KK-8.3 T9S2 T9S2-i13 P10 Sekretariat Jenderal KK-8.4 T8S3 T8S3-i4 P13 Badan DIKLAT KK-8.5 T8S3 T8S3-i9 P13 Badan DIKLAT KK-8.6 T8S3 T8S3-i7 P13 Badan DIKLAT KK-8.7 T8S3 T8S3-i8 P13 Badan DIKLAT KK-8.8 T8S3 T8S3-i3 P13 Badan DIKLAT KK-8.9 T8S3 T8S3-i10 P13 Badan DIKLAT KK-9.1 T9S3 T9S3-i1 P10 Sekretariat Jenderal KK-9.2 T9S3 T9S3-i2 P10 Sekretariat Jenderal KK-10.1 T6S8 T6S8-i1 P6 Ditjen BANGDA KK-10.2 T6S8 T6S8-i2 P6 Ditjen BANGDA KK-10.3 T6S8 T6S8-i3 P6 Ditjen BANGDA KK-10.4 T6S8 T6S8-i4 P6 Ditjen BANGDA KK-10.5 T6S8 T6S8i5 P6 Ditjen BANGDA KK-11.1 T4S6 T4S6-i1 P4 Ditjen OTDA KK-11.2 T4S6 T4S6-i2 P4 Ditjen OTDA KK-12 T6S5 T6S5-i1, i2, i3, i4, i5 P6 Ditjen BANGDA KK-13.1 T7S3 T7S3-i1, i2 P7 Ditjen PMD KK-13.2 T7S4 T7S4-i1, i2 P7 Ditjen PMD KK-14 KK-14 T1S1 T1S1-i1 P1 Ditjen KESBANGPOL KK-15 KK-15 T1S1 T1S1-i1 P1 Ditjen KESBANGPOL KK-16.1 T2S1 T2S1-i1 P2 Ditjen PUM KK-16.2 T6S9 T6S9-i1 P6 Ditjen BANGDA KK-17 T5S3 T5S3-i1 P5 Ditjen KEUDA KK-18.1 T9S1 T9S1-i1 P10 Sekretariat Jenderal KK-18.2 T9S1 T9S1-i2 P10 Sekretariat Jenderal KK-18.3 T9S1 T9S1-i3 P10 Sekretariat Jenderal KK-18.4 T9S1 T9S1-i4 P10 Sekretariat Jenderal KK-19.1 T8S1 T8S1-i14 P9 Inspektorat Jenderal KK-19.2 T9S4 T9S4-i1 P10 Sekretariat Jenderal KK-19.3 T9S4 T9S4-i2 P10 Sekretariat Jenderal KK-7 KK-8 KK-9 KK-10 KK-11 KK-12 KK-13 KK-16 KK-17 KK-18 KK-19 - 67 INDIKATOR KONTRAK KINERJA (3) KK-19.4 KONTRAK KINERJA (1) KK-19.5 SASARAN INDIKATOR SASARAN PROGRAM KOMPONEN (4) T9S4 (5) T9S4-i3 (6) P10 (7) Sekretariat Jenderal T9S4 T9S4-i4, i5 P10 Sekretariat Jenderal Keterangan : Kolom 1 Kolom 2 : : Kolom3 : Kolom 4 : Kolom 5 : Kolom 6 : KK = Kontrak Kinerja (keterangan kode lihat pada Bab III Butir 3.2); Indikator Kontrak Kinerja adalah Rencana Aksi sebagai turunan dari masingmasing Kontrak Kinerja; Sasaran yang harus dicapai dari masing-masing Rencana Aksi (T=Tujuan dan S=Sasaran, keterangan kode lihat pada Bab II Butir 2.4) Indikator Sasaran adalah alat ukur untuk menunjukan cara pencapaian sasaran (i=Indikator, keterangan kode lihat pada Tabel 1 kolom 5) Program adalah 13 Program Strategik Kementerian Dalam Negeri (keterangan kode lihat pada Bab III Butir 3.2) Komponen adalah Eselon I pelaksana Kontrak Kinerja Secara keseluruhan, 13 program strategis Kementerian Dalam Negeri, termasuk 19 Kontrak Kinerja Menteri Dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB-II) dengan Presiden Republik Indonesia, dijabarkan dalam Target dan Kebutuhan Pendanaan Pembangunan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2010-2014 pada Lampiran II. IV. PENUTUP Renstra Kemendagri 2010-2014 ini dilaksanakan dengan memperhatikan kaidahkaidah pelaksanaan sebagai berikut: 1. Sasaran Strategis Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 diarahkan dan dikendalikan oleh Menteri Dalam Negeri, serta dilaksanakan oleh seluruh Jajaran Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya masingmasing. 2. Seluruh komponen diwajibkan untuk menjabarkan Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 kedalam Rencana Strategis Unit Organisasinya masing-masing. 3. Rencana Strategis pada lingkup Unit Organisasi masing-masing ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri yang ditandatangani oleh Pejabat Eselon I bersangkutan. 4. Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian Dalam Negeri yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Kerja (Renja) dan Rencana Kerja dan Anggaran Kemendagri (RKAKemendagri) sebagai dokumen perencanaan program dan anggaran tahunan. 5. Sumber dana untuk menjalankan Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 6. Pelaksanaan program dan kegiatan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. 7. Pengawasan, Pengendalian, dan Evaluasi di tingkat pelaksanaan dilakukan secara berjenjang mulai dari unit kerja terendah hingga tingkat kemeneterian dan melekat pada masing-masing unsur satuan unit kerja. - 68 8. Fungsi Pengawasan di tingkat Kementerian dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, sedangkan Pengendalian dan Evaluasi dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal. 9. Pengendalian dan Evaluasi Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 dilakukan dengan tertib dan obyektif serta disampaikan dalam bentuk laporan tertulis secara periodik kepada Menteri Dalam Negeri yang terintegrasi dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Dalam Negeri. Pada akhir periode (tahun 2014) dilaksanakan evaluasi akhir pelaksanaan Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014, yang merupakan evaluasi kinerja jangka menengah Kementerian Dalam Negeri, sekaligus sebagai pertimbangan dalam penyiapan Rencana Strategis periode selanjutnya. 10. Renstra Kementerian Dalam Negeri 2010-2014 disusun berdasarkan sejumlah asumsi sesuai perkembangan kondisi terkini serta perspektif dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Untuk mengantisipasi perubahan yang sangat cepat dan membutuhkan penanganan mendesak, perlu diperhitungkan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam aspek operasional termasuk hal-hal yang bersifat force majeur. 11. Untuk melaksanakan kebijakan strategis Renstra Kementerian Dalam Negeri 20102014, organisasi penyelenggara sebagaimana dijelaskan pada Tabel 5 berikut: Tabel 5 ORGANISASI PENYELENGGARA RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2010-2014 No 1. Pejabat Pelaksana Menteri Dalam Negeri Kedudukan Penanggungjawab Umum 2.1. Sekretaris Jenderal 2.2. Inspektur Jenderal 2. 2.3. Para Direktur Jenderal Penanggungjawab Program 2.4. Para Kepala Badan 2.5. Rektor IPDN 3. Para Sekretaris Komponen, Direktur, Kepala Biro, Kepala Pusat, Inspektur, dan Pimpinan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Penanggungjawab Kegiatan MENTERI DALAM NEGERI, ttd GAMAWAN FAUZI Salinan sesuai dengan aslinya Plt. KEPALA BIRO HUKUM ZUDAN ARIF FAKRULLOH Pembina Tk.I (IV/b) NIP. 19690824 199903 1 001