BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO setiap hari sekitar 800 wanita di dunia meninggal akibat komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Menurut WHO 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Angka prevalensi kematian ibu cenderung lebih tinggi pada perempuan yang tinggal di daerah pedesaan. Tingginya angka kematian ibu pada dasarnya dapat ditekan dengan penatalaksanaan maternal yang baik selama kehamilan dan persalinan (WHO, 2014). Berdasarkan Survey Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2012 angka kematian ibu di Indonesia mencapai angka 359/100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian maternal disebabkan oleh : (1) Rendahnya pengetahuan mengenai sebab - sebab dan penanggulangan komplikasi komplikasi penting selama hamil, persalinan dan nifas, (2) Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, (3) Pelayanan kebidanan yang baik belum mencakup semua wilayah, sehingga banyak ditemui kasus seperti : sepsis peurperalis (infeksi), perdarahan, gestosis (preeklampsia, eklampsia, kelainan ginjal hipertensi menahun, dan sebagainya) serta perlukaan kelahiran (Prawiroharjo, 2009). Setiap ibu hamil mengalami risiko kematian sehingga salah satu upaya untuk menekan tingginya angka kematian ibu adalah dengan peningkatan pelayanan kesehatan selama hamil (Riskesdas, 2013). Ibu hamil dianjurkan mengunjungi dokter atau bidan sedini mungkin semenjak dirinya merasa hamil untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Adapun tujuan asuhan antenatal diantaranya adalah memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan fisik, sosial, mental ibu dan, bayi, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama 1 2 kehamilan, mempersiapkan persalinan cukup bulan, serta melahirkan selamat dengan trauma seminimal mungkin (Prawiroharjo, 2006). Kebijakan program kunjungan antenatal dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan (K-4). Satu kali pada trimester pertama (K-1), satu kali pada trimester ke dua dan dua kali pada trimester ke tiga (Prawiroharjo, 2006). Efektifitas antenatal care tidak hanya dilihat dari keberhasilan cakupan dari K-1 sampai K-4 saja, akan tetapi ditinjau dari keteraturan melakukan kunjungan. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat, oleh karena itu ibu hamil memerlukan pemantauan secara ketat (Prawiroharjo, 2006). Cakupan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada trimester pertama (K-1 ideal) nasional mencapai 81,6 %, sedangkan cakupan K-4 (proporsi kelahiran yang mendapatkan pelayanan kesehatan 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2) nasional mencapai 70,4%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa ibu hamil di Indonesia yang mendapatkan K-1 ideal dan tidak melanjutkan sampai K-4 sebesar 12 % (Riskesdas 2013). Menurut profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah, cakupan K-4 tahun 2012 sebesar 92,99 % menurun bila dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 93,71% dan masih dibawah target Standart Pelayanan Minimum (SPM) tahun 2015 yaitu 95% (Profil Dinkes Jateng tahun 2012). Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun 2013 angka cakupan K-4 mencapai 92,54%, cakupan K-4 terendah pada tiga bulan pertama di tempati oleh Puskesmas Juwangi. Sebagai estimasi capaian satu tahun diprediksikan sebesar 60,88%. Faktor - faktor yang mempengaruhi frekuensi dan kepatuhan ANC antara lain: (1) Pengetahuan ibu hamil tentang bahaya kehamilan, (2) Pengetahuan tentang antenatal care, (3) Sikap ibu hamil, (4) Aksesibilitas, (5) Dukungan keluarga (Pratitis dan Kamidah, 2010, Erlina dkk, 2013, Reskiani dkk, 2014, Musfiroh, Dewi, 2013). Selama kehamilan, antenatal care menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh ibu hamil. Peran serta keluarga, terutama suami dalam 3 mendampingi isteri menjalani antenatal care merupakan aplikasi dari aspek emosional keintiman keluarga (Wibisono, 2011). Adanya kepekaan akan kebutuhan pasangan terhadap pentingnya antenatal care selama kehamilan akan menambah dukungan terhadap sejauh mana sikap ibu hamil dalam menjalani program antenatal care. Sehingga semakin intim hubungan keluarga diharapkan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam menjalani program antenatal care akan meningkat. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara keintiman keluarga dengan kepatuhan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Juwangi Kabupaten Boyolali Jawa Tengah ? C. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui adanya hubungan antara keintiman keluarga dengan kepatuhan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Juwangi Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Juwangi Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. b. Mengetahui tingkat kepatuhan antenatal di wilayah kerja Puskesmas Juwangi Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. c. Mengetahui hubungan antara keintiman keluarga dan kepatuhan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Juwangi Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. 4 D. Manfaat 1. Manfaat teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu di bidang kesehatan masyarakat serta pengetahuan tentang hubungan keintiman keluarga terhadap kepatuhan antenatal care. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Menambah wawasan ilmu di lingkungan pendidikan Fakultas Kedokteran UMS, khususnya bidang kesehatan masyarakat. b. Bagi Pemerintah Sebagai masukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali bahwa dalam rangka menekan tingginya angka kematian ibu dapat dilakukan dengan ANC teratur.