BAB III Bahan dan Lingkup Kerja

advertisement
3
Kinetika Pelepasan Obat
dQ
dengan
Kinetika
pelepasan
obat
dapat
menggambarkan laju pelepasan obat dan
model pelepasannya. Laju didefinisikan
sebagai perubahan konsentrasi per satuan
waktu. Laju pelepasan obat diamati dengan
menggunakan parameter waktu paruh (t1/2),
orde reaksi, dan tetapan laju. Umumnya
kinetika pelepasan obat terkendali mengikuti
orde ke nol atau ke satu (Shoaib et al. 2006;
Sarvanan et al. 2003). Reaksi orde ke nol
dapat dituliskan sebagai:
[A]t = [A]o – kt atau Q = kt .........................(1)
dengan [A]t ialah konsentrasi obat yang tersisa
di dalam sediaan obat setelah waktu t, [A]o
ialah konsentrasi obat mula-mula, Q ialah
persen pelepasan, dan k ialah tetapan laju.
Waktu paruh reaksi orde ke-0 dinyatakan
dengan
ln 2
................................................(2)
t
=
12
k
sementara reaksi orde ke-1 dinyatakan dengan
persamaan-persamaan sebagai berikut:
ln [A]t = ln [A]o – kt ...................................(3)
ln 2
...............................................(4)
t
=
12
k
(Dogra 1990; Atkins 1996).
Pelepasan obat dari sediaan dapat
berlangsung dengan mekanisme erosi atau
difusi. Pada mekanisme erosi, sediaan terkikis
sehingga obat terlepas ketika bersentuhan
dengan medium. Proses ini umumnya terjadi
pada sediaan obat yang berbentuk tablet.
Mekanisme pelepasan obat secara erosi
mengikuti hukum Fick pertama:
dW
DS [Cs − C ]
....................................(5)
=
dt
h
dW
dengan
adalah laju disolusi massa, S luas
dt
permukaan penghalang, D koefisien difusi, Cs
konsentrasi obat dalam keadaan jenuh, C
konsentrasi obat dalam medium, h adalah
ketebalan membran, dan t adalah waktu.
Pelepasan obat secara difusi pada
prinsipnya ialah terjadinya perpindahan obat
melalui bahan penghalang atau matriks.
Proses difusi ini umumnya terjadi pada
sediaan obat yang menggunakan penyalut dan
dinyatakan dengan persamaan Higuchi, yang
juga dikembangkan dari hukum Fick:
1 2
 ADCs
=

dt  2t 
dQ
atau Q = ( 2 DACs ) t
12 12
(6)
adalah laju pelepasan obat, A
dt
jumlah obat per satuan volume matriks, D
koefisien difusi obat melalui matriks, Cs
kelarutan dalam matriks, t waktu, dan Q
jumlah obat per satuan luas yang dilepaskan
dari matriks. jika nilai (2DACs)1/2 = k, maka
persamaan (6) menjadi persamaan (7).
Q = kt ..................................................... (7)
Selain dengan model Higuchi, proses
pelepasan secara difusi dapat digambarkan
juga melalui pendekatan model kinetika yang
dikemukakan oleh Korsmeyer-Peppas dan
Hixson-Crowell. Persamaan untuk model
Korsmeyer-Peppas digambarkan melalui
persamaan (8):
n
Q = kt ...................................................... (8)
Q adalah fraksi dari obat yang terlepas pada
waktu t, k tetapan laju, dan n eksponen
pelepasan. Sementara model Hixson-Crowell
digambarkan melalui persamaan:
13
13
Qo
− Qt
= kt ................................... (9)
Qt adalah jumlah obat yang terlepas pada
waktu t, Q0 adalah jumlah obat awal dalam
sediaan obat, dan k adalah tetapan laju.
Persamaan 1-9 telah digunakan untuk
menentukan kinetika pelepasan ketoprofen
dari matriks gel kitosan tersalut rangkap gom
guar-alginat (Setyani 2009). Setyani (2009)
menyatakan bahwa pelepasan ketoprofen
tersalut rangkap mengikuti model KorsmeyerPeppas baik dalam medium asam maupun
medium basa dengan R2 tertinggi berturutturut 0.6603 dan 0.9198.
12
BAHAN DAN LINGKUP KERJA
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain kitosan niaga dengan
spesifikasi nilai kadar air, kadar abu, DD, dan
bobot molekul berturut-turut sebesar 10.67%,
0.27%, 73.76%, dan (3.7 × 105) g/mol,
glutaraldehida, alginat, larutan bufer klorida
(KCl-HCl) (1:2) pH 1.2, larutan bufer fosfat
(NaH2PO4·H2O-Na2HPO4·12H2O) (1:3) pH
7.4, Tween 80, dan ketoprofen yang diperoleh
dari PT Kalbe Farma.
Alat-alat yang digunakan di antaranya
spektrofotometer inframerah transformasi
Fourier (FTIR) Bruker jenis Tensor 37, alat
disolusi dayung Hansen, spektrofotometer
UV-1700 PharmaSpec, dan mikroskop
elektron susuran (SEM) Jeol-JSM-6360LA.
4
Lingkup Kerja
Penelitian utama meliputi pembuatan
mikrokapsul, diawali dengan pembuatan gel
kitosan-alginat
dengan
penaut
silang
glutaraldehida
dengan
penambahan
ketoprofen dan tanpa ketoprofen. Mikrokapsul
yang terbentuk selanjutnya dilakukan uji
efisiensi, uji disolusi secara in vitro dalam
medium asam dan basa, pendekatan model
kinetik dan pencirian morfologi mikrokapsul
dengan analisis SEM (Lampiran 1).
Pembentukan mirokapsul (modifikasi
Herdini 2008)
Sebanyak 228.6 ml larutan kitosan 1.75%
(b/v) dalam larutan asam asetat 1% (v/v)
ditambahkan dengan 38.1 ml larutan alginat
0.625% sambil diaduk. Setelah itu, sebanyak
7.62
ml
glutaraldehida
4.5%
(v/v)
ditambahkan ke dalam larutan tersebut sambil
diaduk hingga homogen.
Sebanyak 250 ml larutan ketoprofen 0.8%
(b/v) dalam etanol 96% dicampurkan ke
dalam larutan kitosan-alginat tersebut
sehingga nisbah bobot kitosan-ketoprofen 2:1.
Setelah itu, 5 ml Tween-80 dengan ragam
konsentrasi 1%, 2%, dan 3% didalam pelarut
air ditambahkan sambil diaduk pada suhu
kamar dengan ragam waktu 1, 2, dan 3 jam.
Formulasi yang diperoleh sebanyak 9 formula
terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi Mikrokapsul ketoprofen
Formula
Larutan 1: Kitosan 1.75% (b/v), alginat 0.625%
(b/v), glutaraldehida 4.5% (v/v).
Larutan 2: Ketoprofen 0.8% (b/v) dalam etanol
96%
Pencampuran larutan 1 dan 2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Waktu kontak (Jam)
1
1
1
2
2
2
3
3
3
[Tween 80] (%)
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Mikrokapsul
dibentuk
dengan
menggunakan alat pengering semprot (spray
dryer). Alat pengering semprot dengan
diemeter lubang 1.5 mm, suhu inlet 150oC,
suhu outlet 70oC, laju alirnya 60 rpm dan
tekanan semprot pada skala 2 bar. Selain itu,
dibuat mikrokapsul kosong tanpa penambahan
ketoprofen.
Efisiensi enkapsulasi (Tayde & Kon 2004)
Sebanyak 50 mg kapsul ditimbang dan
dilarutkan ke dalam 100 ml bufer fosfat pH
7.2. Campuran tersebut dikocok selama 24
jam lalu disaring (Tayade & Kale 2004).
Kemudian filtrat diencerkan sebanyak 50 kali
dan
dibaca
absorbansnya
dengan
spektrofotometer UV pada λ . Absorbans
maks
yang diperoleh digunakan untuk menentukan
konsentrasi ketoprofen dengan bantuan kurva
standar.
Uji Disolusi secara In Vitro (Farmakope
Indonesia ed. IV 1995)
Uji disolusi mikrokapsul dilakukan
dengan alat disolusi tipe 2 (metode dayung
Hansen). Sebanyak 500 mg mikrokapsul
ditimbang dan dimasukkan ke dalam chamber
disolusi. Uji disolusi dilakukan dalam medium
asam (pH 1.2) selama 3 jam dan medium basa
(pH 7.4) selama 6 jam pada suhu (37 ± 0.5)
°C dengan kecepatan pengadukan 150 rpm.
Pengambilan alikuot pada disolusi asam
maupun basa dilakukan setiap 15 menit
dengan volume setiap kali pengambilan 15 ml.
Setiap kali pengambilan alikuot, volume
medium yang diambil digantikan dengan
larutan medium yang baru dengan volume dan
suhu yang sama. Volume medium disolusi
yang digunakan sebanyak 500 ml. Konsentrasi
ketoprofen dalam larutan alikuot diukur
dengan alat spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 258.6 nm (untuk disolusi
pada pH 1.2) dan 260 nm (untuk disolusi pada
pH 7.4). Data yang diperoleh dikaji
kinetikanya. Dibuat kurva hubungan antara
persen pelepasan ketoprofen dan waktu
disolusi, kemudian orde reaksi dan
mekanisme model pelepasan ketoprofen dari
matriks penyalutan ganda ditentukan model
kinetik yang diujikan ialah orde ke-0, ke-1,
Higuchi, Hixson-Crowell, dan KorsmeyerPeppas.
Pencirian mikrokapsul
Pencirian
morfologi
mikrokapsul
dilakukan terhadap mikrokapsul kosong dan
yang terisi ketoprofen serta mikrokapsul
setelah disolusi didalam medium asam dan
basa dengan menggunakan SEM.
Download