PEMERIKSAAN FESES

advertisement
LAPORAN KOASISTENSI ILMU PENYAKIT BAKTERIAL
Periode : 14 – 23 Desember 2015
PPDH Gelombang XXV
Kelompok V
PEMERIKSAAN FESES
Oleh :
Fahmi Fadillah Syaiful
061513143088
Indana Lazulfa Novia
Isma Olivia Latifa
061513143137
061513143024
LABORATORIUM BATERIOLOGI DAN MIKOLOGI
DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Agen penyakit berupa bakteri dapat didiagnosa secara
mikrobiologis
penderita
dengan
yang
memeriksa
organ
maupun
mengalami perubahan menciri.
feses
Bakteri
dari
yang
menyebabkan perubahan yang terjadi pada organ/feses adalah
bakteri pathogen, yaitu bakteri yang baik jumlah maupun tingkat
keganasannya
tinggi.
Organ
ataupun
feses
yang
mengalami
perubahan oleh agen penyebab disebut specimen atau sampel.
Ada beberapa macam jenis sampel, salah satunya adalah
sampel
feses.
khususnya
Pada
bakteri
sampel
yang
dapat
feses
banyak
ditemukan,
mikroorganisme
diantaranya
yaitu
Salmonella sp., Eschericia coli, Coliform sp., dll.
Pada pemeriksaan bakteriologis sampel terdapat 4 (empat)
langkah dasar yang harus dikerjakan secara berurutan hingga
diagnosa bakteri penyebab infeksi dapat ditegakkan, yaitu dimulai
dari
demonstrasi,
pemeriksaan
isolasi
mikroskopis
dan
identifikasi
(pewarnaan
yang
terdiri
Gram,pewarnaan
dari
tahan
asam) dan uji biokimia (Petunjuk ko-asistensi Ilmu Penyakit
Bakterial, 2015).
1
2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengisolasi serta mengidentifikasi bakteri
yang terdapat dalam sampel feses segar sapi?
2. Bakteri apa saja yang dapat ditemukan dalam sampel feses
segar sapi?
3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara mengisolasi dan mengidentifikasi
bakteri yang terdapat dalam sampel feses segar sapi.
2. Untuk dapat mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri yang
ditemukan dalam sampel feses segar sapi.
4 Manfaat
Memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada calon
dokter hewan mengenai bagaimana cara melaksanakan diagnosa
laboratoris penyebab suatu penyakit pada hewan, khususnya yang
menyerang saluran pencernaan hewan besar melalui isolasi dan
identifikasi bakteri dari sampel feses segar, sehingga dapat
ditegakkan diagnosa pasti untuk selanjutnya dilakukan terapi yang
sesuai pada hewan sakit tersebut.
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi Sapi
Klasifikasi Sapi (Bovine) menurut Wikipedia Indonesia adalah
sebagai berikut :
Kingdom
Filum
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Tabel 2.1
Animalia
Chordata
Mammalia
Artiodactyla
Bovidae
Bos
Bos taurus
Taksonomi sapi.
Morfologi sapi:
Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar, namun ada
perbedaan antara sapi yang hidup di daerah dingin dengan sapi
yang hidup di daerah panas. Pada umum nya sapi hidup di daerah
dingin lebih gemuk dari pada sapi yang hidup di daerah panas hal
ini di sebab kan oleh karena tubuh yang kecil sangat di butuhkan
oleh sapi yang hidup di daerah tropis atau panas sebagai
konservatif dari pengaruh kecaman panas. Sapi memiliki rambut,
rambut pada sapi yang berbeda-beda, jika ia hidup di daerah panas
ia memiliki rambut yang tipis di banding kan sapi yang hidup di
daerah musim dingin. Warna sapi cenderung cerah dan bermacam-
4
macam. Sapi pada umum nya makan rumput. Pada sapi di daerah
dingin
akan
banyak
bergerak
karena
untuk
mempercepat
metabolism dan sapi di daerah panas cenderyng berdiam untuk
memperlambat metabolism (Nahak, 2013).
Anatomi sapi:
Memiliki satu perut dengan 4 kompartemen, yaitu bagian
rumen, rikulum, amasum, dan abomasums. Sapi termaksud hewan
pemamah biak, yaitu sistem pencernaan memungkinkan memakan
dengan
cara
muntah
dan
rechewing
(mengunyah).
Periode
kehamilan sapi adalah antara 7-8 bulan. Bobot sapi dewasa
tergantung jenis sapi dan cara berkembang biaknya. rata-rata sapi
berbobot 753 kg (Nahak, 2013).
Sistem gerak:
Sapi mempunyai alat gerak berupa kaki, dia memiliki 2
pasang kaki, kaiki tersebut sangat panjang dan tergantung dari
besar nya ukuran tubuh dan usia sapi tersebut. Kaki di gunakan
untuk berjalan dan berlari, saat sapi dalam ancaman dia akan
berlari jika musuh tersebut lebih kuat dari dia (Nahak, 2013)..
Sistem pencernaan:
Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu rumen (perut besar),
reticulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut
masam). Sapi memiliki lambung sangat besar dan di perkirakan ¾
5
dari rongga perut. Di lambung terjadi penyimpaan makanan
sementara dan terjadi proses pembusukan makanan. Saat mereka
makan, makanan dari kerongkongan masuk ke rumen, ke reticulum,
omasum, abomasums dan usus halung hingga mencapai anus
(Nahak, 2013).
Sistem pengeluran:
Ginjal berbentuk seperti biji kacang, ruang median ginjal yang
disebut pelvis renalis berhubungan dengan kandung kemih melalui
ureter. Dari kandung kemih mengeluarkan uretra yang akan
mngeluarkan urin melalui saluran urin. Sapi dominan sudah
memiliki saluran yang terpisah, tidak seperti hewan vertebrata lain
yang menggunakan kloaka. Sapi memiliki saluran pembuangan sisa
pencernaan
melalui
anus,
urin
melalui
uretra,
dan
saluran
reproduksi melalui vagina dan penis. Di anus terjadi pembuang zat
sisa makanan (Nahak, 2013).
Sistem Reproduksi
Pada umum nya hewan mamamlia memiliki reproduksi yang
hampir mirip, hewan mammalia melakukan fertilisasi internal,
perkembangan embrio terjadi di dalam uterus, dengan lama masa
kandungan yang bervariasi tergantung pada jenis hewannya, alat
reproduksi pada sapi jantan adalah testis yang bentuk bulat
panjang, terbungkus oleh tunika albugenia yang mengandung
6
syaraf & pembuluh darah yang berkelok-kelok dan menghasil kan
sperma, epidedimis, vasdeferens, penis. Pada sapi betina oragan
reproduksi Gonad (ovarium) – organ penghasil telur Saluran
reproduksi betina – dibagi menjadi tuba fallopii/oviduct, uterus
(kornua uteri & korpus uter0), serviks & vagina. Alat kelamin luar –
klitoris & vulva. Proses perkawinan sapi sama dengan manusia
(Nahak, 2013).
Sistem pernapasan sapi:
Organ pernapasan pada mamalia/sapi sama dengan organ
pernapasan pada manusia. Alat pernapasan mamalia terdiri atas
ongga hidung, batang tenggorok, dan paru-paru. Pada waktu
bernapas, udara masuk melewati rongga hidung. Dari rongga
hidung udara masuk ke trakea, dan selanjutnya ke paru-paru. Udara
yang kaya oksigen akan diikat darah dalam alveoulus Alveolus juga
melepaskan
gas
karbon
dioksida
sisa
pernapasan.
System
pernapasan pada sapi tidak berbeda dengan domba, Alur-alur
hidung mengandung tulang-tulang turbinal yang berkelok-kelok
yang memperluas permukaan olfaktori. Laring beratap sebuah
epiglottis yang mengandung pita-pita suara. Dua paru-paru masingmasing dalam ruang pleura yang terpisah. Fase aktif dalam
pernapasan adalah inspirasi yang diikuti oleh depresi (perataan)
7
dari diafragma dan elevasi dari tulang-tulang iga (dengan gerakan
melengkung keluar).
Sistem sirkulasi:
Jantung berbilik empat pada sapi mempunyai dua atria dan
dua ventrikel yang terpisah secara sempurna. Terdapat sirkulasi
ganda (sirkuit sistemik dan pulmoner). Pengiriman oksigen ke
seluruh
tubuh
akan
semakin
meningkat
karena
tidak
ada
pencampuran darah yang kaya akan oksigen dengan yang miskin
oksigen, jadi lebih sempurna dari reptile. Pada pemeriksaan fisik
perlu
diperhatikan
irama
dan
lajunya
dalam
semenit
serta
kualitasnya. Jikalau irama denyut tidak rata, dikatakan ada pulsus
irregularis (Soehardo K, 1987). Pada sapi diperoleh data yaitu 54-84
kali permenit. Pemeriksaan pulsus pada sapi dapat dipalpasi pada :
arteria maxillaris externa/a. facialis (raba tepi depan m. Masseter
dengan jari dan gerakan kemuka dan kebelakang) atau a. coccygea
di sebelah ventral dari pangkal ekor (Nahak, 2013).
Sistem kordinasi:
Sistem
Koordinasi
merupakan
sistem
saraf
(pengaturan
tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat,
pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan
rangsangan atau sistem yang mengatur kerja semua sistem organ
agar dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi pada sapi
8
meliputi
sistem
saraf
beserta
indera
dan
sistem
endokrin(hormon). Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf
yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai
hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan
efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel
lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang
berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau
organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan (Nahak,
2013).
System saraf pada sapi sama dengan manusia meliputi :
· badan sel
: meneruskan rangsang dari dendrit ke neurit
· dendrit
: adalah penjuluran sitoplasma yang pendek
fungsi
· neurit (akson)
fungsi
: membawa rangsangan menuju badan sel saraf
: adalah penjuluran sitoplasma yang panjang
: menghantar rangsangan dari badan sel saraf ke
neuron lainnya
· sel Schwann
:
sel-sel
membentuk jaringan yang
penyusun
selubung
membantu menyediakan
makanan bagi neurit,dan regenerasi
· neurofibril
mielin,
neurit
: benang halus di dalam neurit
9
· selubung mielin : adalah selubung bagian dalam yang langsung
melapisi
fungsi
: pelindung dan pemveri nutrisi pada akson
·nodus Ranvier
: adalah bagian/titik pada akson yang tidak
terbungkus
fungsi
: mempercepat penyampaian rangsangan
· ujung akson
: terdapat sinapsis yaitu hubungan antara
ujung akson sebuah
neuron dengan ujung dari
neuron lain
· neurolema
: lapisan lelubung mielin yang paling luar
Sistem endokrin:
Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar
endokrin
(kelenjar
pertumbuhan,
buntu).
reproduksi,
Hormon
tingkah
laku,
berfungsi
mengatur
keseimbangan
dan
metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah menuju
organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namun mempunyai
kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena
hormon mempengaruhi kerja organ dan sel. Hormon memiliki ciriciri sebagai berikut:
1.
Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar
endokrin dalam jumlah sangat kecil
10
2. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapoat di
sel
target
3. Memiliki pengaruh mengaktifkan enzim khusus
4. Memiliki pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target,tetapi
dapat juga mempengaruhi beberapa sel target belainan. Hormon
terdiri dari 2 jenis berdasarkan struktur kimiawinya yaitu hormon
yang terbuat dari peptida (hormon peptida) dan hormon yang
terbuat dari kolesterol (hormon steroid). Perbedaan saraf dan
hormon adalah saraf bekerja cepat dan pengaruhnya cepat hilang.
Sedangkan
Berdasarkan
hormon
waktu
bekerja
lambat
pembuatan,
dan
kelenjar
pengaruhnya
yang
lama.
menghasilkan
hormon terbagi atas kelenjar yang bekerja sepanjang waktu
,contohnya: kelenjar hipofisis,tiroid,pankreas,adrenal, serta kelenjar
yang bekerja pada usia tertentu, contohnya: kelenjar reproduksi dan
kelenjar
timus.
Hormon dikeluarkan dan masuk ke aliran darah dalam konsentrasi
rendah hingga menuju ke organ atau sel target. Beberapa hormon
membutuhkan substansi pembawa seperti protein agar tetap
berada di dalam darah. Hormon lainnya membutuhkan substansi
yang disebut dengan reservoir hormon supaya kadar hormon tetap
konstan dan terhindar dari reaksi penguraian kimia. Saat hormon
sampai pada sel target, hormon harus dikenali oleh protein yang
11
terdapat di sel yang disebut reseptor. Molekul khusus dalam sel
yang disebut duta kedua (second messenger) membawa informasi
dari hormon ke dalam sel. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang
Dihasilkan
Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting,
yaitu hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal),
pankreas, ovarium, dan testis (Nahak, 2013).
a. Hipofisis
Kelenjar ini terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan
bermacam-macam
hormon
yang
mengatur
kegiatan
kelenjar
lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisis disebut master gland.
Kelenjar hipofisis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior,
bagian tengah, dan bagian posterior (Nahak, 2013).
b. Tiroid (Kelenjar Gondok)
Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan
di antara keduanya dapat daerah yang menggenting. Kelenjar ini
terdapat
di
bawah
jakun
di
depan
trakea.
Kelenjar
tiroid
menghasilkan hormon tiroksin yang mempengaruhi metabolisme
sel tubuh dan pengaturan suhu tubuh. Tiroksin mengandung banyak
iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam waktu panjang
12
mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini
harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin
menurunkan
kecepatan
metabolisme
sehingga
pertumbuhan
lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak
mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang
menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan iodium
yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam
iodium di dalam makanan. Produksi tiroksin yang berlebihan
menyebabkan
penyakit
eksoftalmik
tiroid
(Morbus
Basedowi)
dengan gejala sebagai berikut; kecepatan metabolisme meningkat,
denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa demam. Gejala
lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus)
dan kelenjar tiroid membesar (Nahak, 2013).
Paratiroid / Kelenjar Anak Gondok
Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini
menghasilkan parathormon yang berfungsi mengatur kandungan
fosfor
dan
kalsium
dalam
darah.
Kekurangan
hormon
ini
menyebabkan tetani dengan gejala: kadar kapur dalam darah
menurun, kejang di tangan dan kaki, jari-jari tangan membengkok
ke arah pangkal, gelisah, sukar tidur, dan kesemutan. Tumor
paratiroid menyebabkan kadar parathormon terlalu banyak di
13
dalam darah. Hal ini mengakibatkan terambilnya fosfor dan kalsium
dalam tulang, sehingga urin banyak mengandung kapur dan fosfor.
Pada orang yang terserang penyakit ini tulang mudah sekali patah.
Penyakit ini disebut von Recklinghousen (Nahak, 2013).
Kelenjar Adrenal/Suprarenal/ Anak Ginjal
Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal.
Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas
dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula).
Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison
dengan gejala sebagai berikut: timbul kelelahan, nafsu makan
berkurang, mual, muntahmuntah, terasa sakit di dalam tubuh.
Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya, produksi
adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan
memompa darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya
saluran bronkiolus, melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka
lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri (Nahak, 2013).
Pankreas
Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal
sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon insulin. Hormon ini berfungsi mengatur
14
konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke
sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk
disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit
diabetes(pada manusia). Selain menghasilkan insulin, pankreas juga
menghasilkan hormon glukagon yang bekerja antagonis dengan
hormon insulin (Nahak, 2013).
Ovarium
Ovarium
merupakan
organ
reproduksi
betina.
Selain
menghasilkan sel telur, ovarium juga menghasilkan hormon. Ada
dua macam hormon yang dihasilkan ovarium yaitu sebagai berikut
(Nahak, 2013).
Estrogen
Hormon
ini
dihasilkan
oleh
Folikel
Graaf.
Pembentukan
estrogen dirangsang oleh FSH. Fungsi estrogen ialah menimbulkan
dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada betina.
Tanda-tanda
kelamin
sekunder
adalah
ciri-ciri
yang
dapat
membedakan betina dengan jantan tanpa melihat kelaminnya
(Nahak, 2013).
Progesteron
Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya
dirangsang oleh LH dan berfungsi menyiapkan dinding uterus agar
dapat
menerima
telur
yang
sudah
dibuahi.
15
Plasenta membentuk estrogen dan progesteron selama kehamilan
guna mencegah pembentukan FSH dan LH. Dengan demikian,
kedua hormon ini dapat mempertahankan kehamilan (Nahak, 2013).
Testis
Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus
pada jantan. Selain menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai
kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen, yaitu
testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan memelihara
kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder (Nahak, 2013).
2.2
Bakteri Pada Feses Sapi
Beberapa bakteri yang dapat ditemukan pada sampel feses
antara lain :
2.2.1.
Escherichia coli (E. coli)
Taksonomi
Schizomycetes
Eubacteriales
Enterobacteriaceae
Escherichia
Escherichia coli
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Tabel 2.2. Taksonomi E.coli
E.
coli
adalah
salah
satu
spesies
dari
Famili
Enterobacteriaceae, menyebabkan infeksi alat pencernaan yang
terjadi baik pada hewan maupun manusia, dan tersifat sebagai
berikut : berbentuk batang pendek 0,5 µm X 1-3 µm, batang
bervariasi dari coccoid bipolar hingga filament panjang, biasanya
16
terletak sendiri-sendiri atau rantai pendek, tidak membentuk spora,
biasanya dapat bergerak dengan flagella peritrich tetapi beberapa
strain tidak mempunyai flagella. Bakteri ini mudah diwarnai dengan
zat warna biasa (Buku Ajar Mikrobiologi Veteriner I, 2011).
Infeksi E. coli biasanya dikenal dengan istilah colibacillosis.
Penyakit
ini
dianggap
sebagai
penyebab
berbagai
masalah
kesehatan pada burung dara. Penyakit colibacillosis banyak terjadi
pada burung dara yang dipelihara dalam keadaan sanitasi yang
buruk (kualitas air). Angka kematian pada burung dara yang
terinfeksi penyakit ini mencapai 10% dan akan meningkat jika
diikuti dengan infeksi sekunder. Burung dara yang terinfeksi E. coli
patogen akan mengalami omfalitis, colisepticaemiae, airsacculitis,
enteritis,
dan
salphingitis.
Gejala
klinis
colibacillosis
adalah
kematian mendadak yang terjadi pada bentuk akut. Apabila
colibacillosis bentuk kronis, maka akan terlihat burung dara
tersebut
mengalami
kelesuan,
anoreksia,
dan
gangguan
pernapasan seperti ngorok yang disertai pengeluaran eksudat dari
hidung (Jackson, et al., 2011).
Patogenesis E. coli dibagi menjadi 4, yaitu E. coli Entero
Pathogenic (EPEC), E. coli Entero Invasive (EIEC), E. coli Entero
Toxigenic (ETEC), dan E. coli Enterohemoragik (EHEC). EPEC
memiliki mekanisme dengan cara melekatkan diri pada sel mukosa
17
usus kecil dan membentuk filamentous actin pedestal sehingga
menyebabkan diare cair (watery diarrheae) yang bisa sembuh
dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis. ETEC memiliki
mekanisme dengan memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang
tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol genetis plasmid
sehingga dapat merangsang sel epitel usus untuk mensekresi
banyak cairan sampai terjadi diare. EHEC memiliki mekanisme
dengan memproduksi verotoksin yang menyebabkan diare mulai
dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan
jelas dalam feses tapi tidak mengandung leukosit.
EIEC memiliki
mekanisme dengan memfermentasi laktosa secara lambat dan non
motil sehingga menimbulkan penyakit dengan menginvasi sel epitel
mukosa usus (Fakhoury, et al., 2014).
E. coli dapat diidentifikasi dengan beberapa media selektif,
yaitu Mac Conkey Agar (MCA), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA),
dan Media Endo Agar. Pertumbuhan bakteri E. coli yang baik pada
media MCA ditandai dengan bentuk koloni bulat, sedang-besar,
cembung, merah keruh dan smooth. E.coli juga tumbuh pada media
EMBA yang dapat dilihat dengan koloni tampak sedang, cembung,
smooth, berwarna hijau metalik, dan terkadang di tengah koloni
terdapat warna ungu. Pertumbuhan E.coli pada media endo agar
18
ditandai dengan koloni besar-besar, elevasi cembung, smooth, dan
berwarna merah tua metalik (Barrow dan Feltham, 2003).
Pengujian biokimia bakteri E. coli menggunakan media Triple
Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar (Urease), Simon Citrate Agar
(SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), dan gula-gula (glukosa, sukrosa,
laktosa, fruktosa, dan manitol). Uji TSIA bakteri E. coli menunjukkan
warna
streak
tegak
merah,
warna
streak
miring
merah,
menghasilkan gas, dan tidak memproduksi H 2S. Hal ini dikarenakan
E. coli dapat memfermentasikan glukosa, laktosa, dan sukrosa. Uji
urease bakteri E. coli menunjukkan hasil negatif karena E. coli tidak
memiliki enzim urease untuk menghidrolisiskan urea menjadi
amoniak. Uji SCA bakteri E. coli menunjukkan hasil negatif karena
bakteri E. coli tidak menggunakan sitrat sebagai karbon utama. Uji
SIM bakteri E. coli menunjukkan hasil positif karena bakteri ini
memiliki flagella. Uji bakteri E. coli gula-gula menunjukkan hasil
positif karena E. coli dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa,
laktosa, sukrosa, dan manitol (Barrow dan Feltham, 2003).
2.2.2 Salmonella sp.
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Taksonomi
Schizomycetes
Eubacteriales
Enterobacteriaceae
Salmonella
Salmonella sp.
Tabel 2.2. Taksonomi Salmonella sp.
19
Salmonella sp. adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang
(basil), memiliki ukuran 0,7-1,5 µm x 2-5 µm, tidak membentuk
spora, memiliki kapsul, menghasilkan gas H2S, tumbuh pada suhu
optimum 37oC dengan pH 6-8, dapat hidup pada kondisi aerobik
sampai fakultatif anaerobik, dan motil dengan menggunakan
flagella (kecuali S. pullorum dan S. gallinarum) (Sawosz, et al.,
2010).
Infeksi
salmonellosis.
Salmonella
sp.
Sebagian
biasa
besar
dikenal
kasus
dengan
infeksi
penyakit
salmonellosis
dikategorikan sebagai gastroenteritis, tetapi ada juga kasus infeksi
salmonellosis yang berlanjut pada demam typhoid yang mematikan.
Penyebab terjadinya infeksi salmonellosis pada burung dara adalah
konsumsi air atau makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran
yang mengandung bakteri Salmonella sp. (fecal oral contamination)
(Kallapura, et al., 2014).
Patogenesis salmonella adalah bakteri yang terbawa melalui
makanan
ataupun
benda
lainnya
akan
masuk
ke
saluran
pencernaan. Namun sebelumnya di lambung, bakteri ini akan
dimusnahkan oleh asam lambung, tetapi yang lolos akan masuk ke
usus halus. Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik
usus halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler
dimana mereka akan berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai
20
epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi
degenerasi brush border. Kemudian di dalam sel bakteri akan
dikelilingi oleh inverted cytoplasmic membrane mirip dengan
vakuola fagositik. Setelah melewati epitel, bakteri akan memasuki
lamina propria. Bakteri dapat juga melakukan penetrasi melalui
intercellular junction sehingga terjadi ulserasi folikel limfoid (Elhadi,
et al., 2013).
Tindakan identifikasi bakteri Salmonella sp. membutuhkan
media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA), Mac Conkey Agar
(MCA), Hektoen Enteric Agar (HEA), Bismuth Sulfit Agar (BSA), dan
Brilliant
Green
Agar
(BGA).
HEA
merupakan
media
selektif-
diferensial. Media ini tergolong selektif karena terdiri dari bile salt
yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram
positif dan beberapa gram negatif, sehingga diharapkan bakteri
yang tumbuh hanya Salmonella sp. Media ini digolongkan menjadi
media diferensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella sp.
dengan
bakteri
lainnya
dengan
cara
memberikan
3
jenis
karbohidrat pada media, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin, dengan
komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella sp. tidak dapat
memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan hanya
sedikit karena hanya berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini
menyebabkan koloni Salmonella sp. akan berwarna hijau-kebiruan
21
karena asam yang dihasilkannya bereaksi dengan indikator yang
ada pada media HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue. Bakteri
Salmonella sp. pada media MCA tidak memfermentasi laktosa atau
disebut
Non
memfermentasi
pembentukan
Laktosa
Fermenter
glukosa,
asam
dan
(NLF)
manitol,
gas
tapi
dan
(kecuali
S.
Salmonella
maltosa
typhi
sp.
disertai
yang
tidak
menghasilkan gas) (Barrow dan Feltham, 2003).
Pengujian biokimia bakteri Salmonella sp. menggunakan
media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar (Urease), Simon
Citrate Agar (SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), dan gula-gula
(glukosa, sukrosa, laktosa, fruktosa, dan manitol). Uji TSIA bakteri
Salmonella sp. menunjukkan warna streak tegak merah, warna
streak miring kuning, menghasilkan gas, dan memproduksi H2S. Hal
ini dikarenakan Salmonella sp. tidak dapat memfermentasikan
laktosa, namun memfermentasi glukosa, maltosa, dan manitol. Uji
urease bakteri Salmonella sp. menunjukkan hasil negatif karena
Salmonella sp. tidak memiliki enzim urease untuk menghidrolisiskan
urea menjadi amoniak, Uji SCA bakteri Salmonella sp.menunjukkan
hasil positif karena Salmonella sp. menggunakan sitrat sebagai
karbon utama. Uji SIM bakteri Salmonella sp. menunjukkan hasil
indol negatif dan motilitas positif karena bakteri ini memiliki
flagella. Uji gula-gula menunjukkan positif karena Salmonella sp.
22
dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, dan manitol
(kecuali pada uji laktosa) (Barrow dan Feltham, 2003).
2.2.3 Shigella sp.
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Taksonomi
Schizomycetes
Eubacteriales
Enterobacteriaceae
Shigella
Shigella sp.
Tabel 2.3. Taksonomi Shigella sp.
Shigella sp. merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk
batang pendek (cocobasil), non motil, tidak berflagela, tidak
berkapsul, tidak membentuk spora, memiliki ukuran 2-3 µm x 0,50,7 µm, tumbuh pada suhu optimum 37 oC, dan dapat hidup pada
kondisi aerobik sampai fakultatif anaerobik. Bakteri ini dapat
memproduksi
enterotoksin
dan
shigatoksin
(mirip
seperti
verotoksin). Shigella sp. dibagi 4 kelompok serologik, yaitu S.
dysenteri (12 serotipe), S. flexnewri (6 serotipe), S. boydii (18
serotipe), dan S. sonnei (1 serotipe). Di daerah tropis yang tersering
ditemukan ialah S. dysenteri dan S. flexneri, sedangkan S. sonnei
lebih sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri (Keir,
et al., 2012).
Infeksi Shigella sp. biasa dikenal dengan penyakit shigellosis.
Infeksi shigellosis pada burung dara biasanya ditularkan melalui
23
makanan dan air yang terkontaminasi feses yang terinfeksi Shigella
sp. Tingkat sanitasi yang buruk menjadi pemicu terjadinya wabah
shigellosis. Gejala dari penyakit shigellosis adalah diare, terdapat
darah, nanah, lendir di dalam feses, dan tenesmus (Jackson, et al.,
2011).
Patogenesis shigellosis adalah bakteri Shigella sp. melekat
pada dinding usus dan masuk ke dalam sel epitel pada lapisan
mukosa usus. Selanjutnya, mereka berkembang biak di dalam sel,
menyebar pada sel epitel di sekitarnya, dan mengakibatkan
kerusakan jaringan pada saluran intestinal (Fakhoury, et al., 2014).
Tindakan identifikasi bakteri Shigella sp. membutuhkan media
selektif seperti Salmonella Shigella Agar (SSA), Mac Conkey Agar
(MCA),
dan
Deoxycholate
Citrate
Agar
(DCA).
Morfologi
maksroskopis Shigella sp. pada SSA menunjukkan koloni kecil,
smooth, dan tidak berwarna. Morfologi makroskopis Shigella sp.
pada
MCA
menunjukkan
koloni
tidak
berwarna,
tidak
memfermentasi laktosa kecuali S. sonnei (Barrow dan Feltham,
2003).
Pengujian biokimia bakteri Shigella sp.menggunakan media
Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar (Urease), Simon Citrate
Agar (SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), dan gula-gula (glukosa,
sukrosa, laktosa, fruktosa, dan manitol). Uji TSIA bakteri Shigella sp
24
menunjukkan warna streak tegak merah, warna streak miring
kuning,
menghasilkan
gas,
dan
memproduksi
H 2S.
Hal
ini
dikarenakan Shigella sp. tidak dapat memfermentasikan laktosa,
namun memfermentasi glukosa, maltosa, dan manitol. Uji urease
bakteri Shigella sp menunjukkan hasil negatif karena Shigella sp.
tidak memiliki enzim urease untuk menghidrolisiskan urea menjadi
amoniak, Uji SCA bakteri Shigella sp menunjukkan hasil
negatif
karena Shigella sp. tidak menggunakan sitrat sebagai karbon
utama. Uji SIM bakteri Shigella sp menunjukkan hasil indol positif
dan motilitas negatif karena bakteri ini tidak memiliki flagella. Uji
gula-gula bakteri Shigella sp menunjukkan hasil positif karena
Shigella sp. dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa,
dan manitol (kecuali pada uji laktosa) (Barrow dan Feltham, 2003).
2.2.4 Proteus sp.
Taksonomi
Gammaproteobacteria
Enterobacteriales
Enterobacteriaceae
Proteus
Proteus sp.
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Tabel 2.4. Taksonomi Proteus sp.
Proteus sp. termasuk jenis bakteri Proteobacteria Gram
negatif, dapat ditemukan di limbah, tanah kotor juga di feses
manusia
dan
hewan.
Mereka
adalah
bakteri
patogen
oportunistik, biasanya bertanggung jawab untuk infeksi saluran
25
kemih dan sepsis, sering nosokomial. Tiga spesies dari Proteus
sp. yaitu P. vulgaris, P. mirabilis dan P. penneri merupakan
bakteri pathogen pada manusia yang dapat ditularkan melalui
hewan (zoonosis). P.mirabilis menyebabkan luka dan infeksi
saluran kemih pada manusia. Kebanyakan strain P. mirabilis
sensitif terhadap ampicillin dan sefalosporin, namun P. vulgaris
tidak sensitif terhadap antibiotik tersebut.
P. vulgaris merupakan bakteri alami dalam usus manusia dan
di berbagai jenis hewan, di tanah dan air yang tercemar. P.
mirabilis, menginfeksi saluran kemih, menginfeksi ginjal lebih
sering daripada E. coli. Bakteri P. mirabilis sering ditemukan
sebagai organisme hidup bebas di tanah dan air.
Proteus sp. biasanya tidak mampu memfermentasi laktosa
pada uji gula-gula, namun ada beberapa spesies yang dapat
melakukannya. Uji khusus yang dapat membedakan Proteus sp.
dan Salmonella sp. adalah melalui hasil uji urease, Proteus sp.
menunjukkan hasil positif saat uji urease. Sedangkan untuk
membedakan antara P.vulgaris dan P. mirabilis yaitu pada hasil
uji indol, apabila terbentuk cincin merah maka dapat dipastikan
bakteri tersebut adalah P.vulgaris.
26
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi Pemeriksaan
3.1.1. Sampel yang Diperiksa
Sampel yang digunakan adalah feses segar yang diambil
langsung dari sapi. Sapi yang digunakan berasal dari kandang milik
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
3.1.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah plate, tabung reaksi, rak tabung,
autoclave, erlenmeyer, bunsen, pipet, objek glass, cover glass, ose,
needle, cotton but, kapas dan mikroskop. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah Pewarna gram (cristal violet, lugol, aceton alcohol
dan safranin), media isolasi Eosin Methilen Blue Agar (EMBA), Mac.
Conkey Agar (MCA), Salmonella Shigella Agar (SSA), Tethrationate
broth, media identifikasi (Urea agar, Triple Sugar Iron Agar (TSIA),
Simon Citrat Agar (SCA) Sulfide Indole Motility (SIM), Gula-gula
(Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Manitol, dan Sukrosa),minyak emersi,
pepton water, phenol red, chloroform, reagent covacs, alcohol,
aquadest.
27
3.2
Metode Pemeriksaan
3.2.1 Prosedur Pemeriksaan
28
Sterilisasi alat
Sampel feses
Isolasi (pemupukan sampel
pada media isolasi SSA
dan EMBA)
Inkubasi pada suhu 37°C
selama 18-24 jam
Ambil koloni terpisah lalu
dimurnikan pada media
sejenis
Inkubasi pada suhu 37°C
selama 18-24 jam
Pemeriksaan mikroskopis
dengan pewarnaan Gram
Hasilnya Gram negatif
Dilanjutkan uji Biokimia
menggunakan media TSIA, Urease,
SCA, SIM dan gula-gula
Inkubasi pada suhu 37°C
selama 18-24 jam
Identifikasi bakteri
3.2.2
Pembuatan Media
29
1. Mencuci dan mensterilkan alat-alat pada Autoclave dengan
suhu 121° C selama ±1 jam.
2. Menyiapkan media yang dibutuhkan (menimbang bahan
agar, mencampur dengan aquadest steril, memanaskan
media, mendinginkan) lalu menuangkan dalam petridisc ±20
ml lalu memasukkan dalam inkubator selama 24 jam dengan
suhu 37°C.
3.2.3 Persiapan Sampel
Menyiapkan sampel yang akan diperiksa berupa feses dari
sapi
3.2.4 Isolasi Primer
Isolasi primer dilakukan pada media Tetrathionate Broth Base,
SSA dan MCA untuk mendapatkan koloni yang terpisah sehingga
dapat dilihat secara makroskopis bentuk koloni yang didapatkan.
a.
Isolasi Bakteri Salmonella sp. dengan media Enrichment
Tetrathionate Broth
- Media Tetrathionate Broth dimasukkan dalam tabung reaksi
steril sebanyak 5 ml, sebanyak 2 tabung disiapkan.
- Sampel yang digunakan adalah feses sebanyak 1 gram
untuk masing-masing tabung media.
30
-
Feses
yang
kemudian
telah
ditimbang
dimasukkan
ke
masing-masing
dalam
2
tabung
1
gram
media
Tetrathionate Broth
- Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
- Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap bakteri
yang tumbuh pada media Tetrathionate Broth lalu dilanjutkan
penanaman pada media SSA.
b.
Isolasi primer menggunakan media selektif Mc Conkey
Agar (MCA)
1. Menanam sampel pada media MCA dengan metode streak.
2. Menginkubasi media yang telah ditanam dalam incubator
dengan suhu 37°C selama 24 jam.
3. Mengamati perubahan yang terjadi pada hasil penanaman
(koloni dan media).
4. Mengidentifikasi bakteri yang tumbuh pada media.
3.2.5 Identifikasi Bakteri
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah didapatkan koloni
yang terpisah, pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram
untuk melihat morfologi dan membedakan bakteri-bakteri yang
tahan alcohol (Gram positif) dan tidak tahan terhadap alkohol
(Gram negatif). Metode pewarnaan Gram yaitu sebagai berikut :
31
1. Membuat sediaan ulas lalu fiksasi di atas bunsen
2. Ditetesi Kristal violet, didiamkan selama 1-2 menit
3. Sisa zat warna dibuang dengan air yang mengalir
4. Ditetesi lugol, didiamkan selama 1 menit
5. Sisa lugol dibuang dengan air yang mengalir
6. Ditetesi alcohol aceton untuk melunturkan zat warna
selama 5-10 detik, lalu dicuci dibawah air mengalir
7. Objek glass ditetesi Safranin dan dibiarkan selama 30
detik, lalu dicuci dibawah air yang mengalir
8. Objek glass dibiarkan kering dengan cara diangin-anginkan
9. Setelah sediaan kering ditetesi minyak emersi kemudian
diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x.
b. Uji Biokimia
Tujuan dari uji biokimia ini adalah mengidentifikasi sifat-sifat
bakteri yang diperiksa dengan berbagai macam media. Media yang
digunakan antara lain:
1. Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media ini digunakan untuk membedakan sifat bakteri secara
biokimiawi. Umumnya media ini digunakan untuk membedakan
bakteri
yang
tergolong
ke
dalam
Enterobactericeae
yaitu
kemampuan bakteri dalam memfermentasi karbohidrat membentuk
32
asam, gas dan H2S. Berikut metode pemeriksaan dengan media
Triple Sugar Iron Agar (TSIA):
1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan needle.
2. Ditusukkan sampai dasar media TSIA
3. Cabut tusukan secara perlahan lalu dilakukan streak pada
pemukaan miring media TSIA.
4. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
5. Dilakukan pengamatan.
Interpretasi Hasil:
1. Orange-Merah : warna sebelum inokulasi.
2. Kuning (Asam) : glukosa dan atau sukrosa dan atau laktosa.
3. Merah (Alkalis) : glukosa, sukrosa dan laktosa tidak difermentasi.
4. Warna hitam pada bagian tegak : produksi H2S.
5. Gelembung gas pada bagian tegak : menghasilkan gas hasil
fermentasi.
2.
Urea Agar
Media ini digunakan untuk mengetahui adanya aktifitas urease
pada mikroorganisme. Berikut metode pemeriksaan dengan media
Urea Agar :
1. Ambil koloni tunggal dengan menggunakan needle.
2. Lakukan streak pada permukaan miring media.
3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
33
4. Dilakukan pengamatan.
Interpretasi Hasil:
1. Apabila
urea
dihydrolisa,
amoniak
akan
dibebaskan
dan
menyebabkan medium berubah menjadi alkalis
2. Positif bila berwarna merah
3. Negatif bila berwarna kuning atau tidak ada perubahan warna.
3. Simon Citrat Agar (SCA)
Media ini digunakan untuk mengetahui suatu organisme yang
mempunyai kemampuan dalam menggunakan citrate sebagai
sumber
carbon
mengidentifikasi
utama.
bakteri
Simon
Citrat
golongan
Agar
digunakan
enterobacteriaceae
untuk
dan
beberapa bakteri Gram negatif. Berikut metode pemeriksaan
menggunakan Simon Citrat Agar (SCA):
1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan ose ujung lurus.
2. Dilakukan streak pada permukaan miring media.
3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
4. Dilakukan pengamatan.
Interpretasi Hasil:
1. Adanya pertumbuhan : warna biru
2. Tidak adanya pertumbuhan : warna hijau (tidak berubah)
4.
Sulfide Indol Motility (SIM)
34
Media ini digunakan untuk mengetahui motilitas organisme,
adanya pembebasan H2S (sulfide) dan terbentuknya indol. Berikut
metode pemeriksaaan menggunakan Sulfide Indol Motility (SIM):
1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan needle.
2. Dilakukan tusukan sampai 2/3 dari dari permukaan media.
3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
4. Dilakukan pengamatan.
5. Setelah diamati motilitasnya, dilakukan uji indol.
6. Indol diuji dengan penambahan 1 ml chloroform dan 1 ml reagen
Kovacs.
Interpretasi Hasil:
Bagian dasar media berwarna hitam sebagai hasil reaksi H 2S
dengan Fe menjadi FeS.
Motilitas terlihat adanya warna keruh dan adanya penyebaran
dan pertumbuhan yang menjalar dari bawah keatas di sekitar
tusukan (pohon cemara terbalik).
Pemeriksaan
indol
dengan
hasil
positif
ditandai
dengan
terlihatnya cincin merah.
5.
Uji Gula - Gula
Media ini digunakan untuk mengetahui kemampuan fermentasi
bakteri terhadap gula - gula. Pembuatan media ini dengan cara
melarutkan gula-gula (Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Manitol, dan
35
Sukrosa)
2
ditambahkan
gram
pada
penanda
Peptone
Phenol
water
red
1
100
ml.
ml,
Berikut
kemudian
metode
pemeriksaan menggunakan media gula-gula:
1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan ose ujung bulat.
2. Dilakukan adukkan pada larutan gula-gula.
3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.
4. Dilakukan pengamatan.
Interpretasi Hasil:
1. Positif bila media berwarna kuning, artinya gula difermentasi
dengan menghasilkan asam.
36
2. Negatif bila media berwarna merah (tidak ada perubahan warna)
artinya gula tidak terfermentasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil pertumbuhan koloni dan pewarnaan gram
Samp
Media
el
Feses
Koloni
Pewarnaan gram
Merah muda
keruh
Gram (-), basil
-
Hitam
Keruh
Gram (-), basil
-
MCA
Sapi
Tetrathio
nat
SSA (I)
Tetrathio
nat
37
SSA
Hit
am Kekuningan
Gram (-), basil
Hasil koloni pada media MCA didapatkan pertumbuhan koloni
berwarna merah muda dan elevasi cembung. Media MCA ini dapat
menghambat bakteri Gram positif (+) karena mengandung empedu
dan dapat membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa, MCA
juga mengandung indicator neutral red yang dapat memberikan
warna merah pada media MCA tersebut. Penggunaan laktosa
selama proses fermentasi, mengakibatkan pH di sekitar koloni
mengalami penurunan dan menyebabkan perubahan warna pada
pH indicator (Acumedia, 2011). Penurunan pH disebabkan oleh
bakteri-bakteri yang menghasilkan asam, hal ini terjadi selama
proses pemanfaatan laktosa yang terdapat dalam medium, dimana
pH agar menjadi dibawah 6.8 dan menghasilkan koloni yang
tampak berwarna merah atau merah muda. Uji pewarnaan Gram
terhadap koloni merah muda pada media MCA menunjukkan bahwa
bakteri yang didapatkan merupakan bakteri gram negatif karena
38
hasil pewarnaan berwarna merah. Hal ini disebabkan oleh bakteri
ini tidak mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses
pewarnaan Gram dan bentuk selnya adalah batang (basil).
Media tethrationate yang telah dicampur feses sapi tampak
keruh.
Hal
selanjutnya
ini
menunjukkan
dilakukan
adanya
penanaman
pertumbuhan
pada
media
bakteri,
SSA.
Hasil
penanaman pada media SSA didapatkan koloni berwarna merah
muda, dikarenakan bakteri dapat memfermentasi laktosa. Uji
pewarnaan Gram didapatkan bakteri Gram negatif berbentuk
batang pendek.
Berdasarkan hasil penanaman bakteri media EMBA, SSA, dan
MCA diperlukan uji lanjutan seperti uji biokimia untuk identifikasi
sifat bakteri. Uji biokimia yang dilakukan antara lain menggunakan
Triple Sugar Iron Agar (TSIA),
Sulfide Indol Motility (SIM), Simmons
Citrate Agar (SCA), Urease dan uji gula-gula (Manitol, glukosa,
laktosa, sukrosa dan maltosa). Berdasarkan hasil uji biokimia maka
dapat dikemukakan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Uji Biokimia
Uji Biokimia
SIM
TSIA
Sampel
Urea
SCA
Mirin
Tegak
Gas
H2S
S
I
M
g
39
- terlihat
MCA
(Kuning
keruh)
Asam
gelembung gas
Asam
+
-
-
TSIA
-
+
+
+
Urea
SCA
-
-
-
-
-
SIM
Mirin
Tegak
Gas
H2S
S
I
M
g
MCA
(Koloni
MerahPink)
- terbentuk cincin
Asam
Asam
+
-
-
Alkali
Asam
-
-
-
indol
+
SSA I
(Koloni
Hitam)
+
40
SSA II
(Koloni
HitamKuning)
(asa
Alkali
Ket:
-
+
-
m)
TSIA
: Triple Sugar Iron Agar
SIM
: Sulfide Indol Moltility
SCA
: Simmons Citrate Agar
+
-
+
+
Pada uji TSIA untuk koloni MCA koloni kuning keruh , pada
bagian miring dan bagian tegak menunjukkan hasil positif asam
(media berwarna kuning). Hal tersebut menunjukkan glukosa dan
sukrosa dan/ laktosa yang difermentasi. Selain itu juga terbentuk
gas yang ditandai terbentuk gelembung gas pada media namun
negatif H2S yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna
menjadi hitam, karena tidak mampu mendesulfurasi asam amino
dan methion yang akan menghasilkan H 2S. Pada uji TSIA untuk MCA
koloni merah-pink, hasilnya sama dengan uji TSIA MCA koloni
kuning keruh, bagian tegak/iring menjadi asam/asam, terbentuk gas
namun tidak terbentuk H2S.
Hasil uji urease pada koloni MCA kuning keruh menunjukkan
hasil positif sebab terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
merah muda, artinya bakteri mampu menghidrolisis urea dan
41
membentuk ammonia serta pada medium urea terdapat koloni di
daerah sekitar streak. Hal ini dikarenakan oleh, bakteri yang
ditanam
membutuhkan
Sedangkan
pada
uji
urea
untuk
proses
urease
media
MCA
metabolismenya.
koloni
merah-pink
menunjukkan hasil negatif sebab tidak terjadi perubahan warna dari
kuning
menjadi
merah
muda,
artinya
bakteri
tidak
dapat
menghidrolisis urea dan membentuk ammonia, pada medium urea
terdapat koloni di daerah sekitar streak.
Hasil pengujian dari koloni MCA kuning keruh pada media SCA
diperoleh hasil positif yaitu terjadi perubahan warna dari hijau
menjadi biru, hal ini menandakan bahwa bakteri membutuhkan
sitrat dalam proses metabolismenya dan dikarenakan bakteri
mempunyai
enzim
sitrat
permiase
yang
merupakan
enzim
pembawa sitrat. Hasil pengujian dari koloni MCA merah-pink pada
media SCA diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan
warna dan tidak terdapat gelembung di daerah goresan, hal ini
menandakan bahwa bakteri tidak membutuhkan sitrat dalam proses
metabolismenya dan dikarenakan bakteri tidak mempunyai enzim
sitrat permiase.
Hasil pengujian dari koloni MCA kuning keruh pada media SIM
(Sulfide Indol Motility) menunjukkan reaksi sulfide tidak terbentuk
endapan hitam pada media, karena bakteri ini tidak mampu
42
mendesulfurasi cysteine yang terkandung dalam media SIM. Reaksi
indol menunjukan hasil negatif, ditandai dengan tidak terbentuknya
cincin merah pada permukaan media setelah ditetesi chloroform
dan reagen Covac’s. Bakteri ini juga menunjukan sifat motility yang
ditandai dengan pergerakan bakteri disekitar penusukan pada
media. Hal ini dimungkinkan bakteri ini mempunyai flagel untuk
pergerakannya.
Pada pengujian dari koloni MCA merah-pink pada media SIM,
menunjukkan reaksi sulfide tidak terbentuk endapan hitam pada
media. Reaksi indol menunjukan hasil positif, ditandai dengan
terbentuknya cincin merah pada permukaan media setelah ditetesi
chloroform dan reagen Covac’s. Warna merah dihasilkan dari
resindol yang merupakan hasil reaksi dari asam amino tryptopan
menjadi indol dengan penambahan Covac's. Bakteri yang mampu
menghasilkan indol menandakan bakteri tersebut menggunakan
asam amino tryptopan sebagai sumber carbon. Bakteri ini juga
menunjukan sifat motility yang ditandai dengan pergerakan bakteri
disekitar penusukan pada media. Hal ini dimungkinkan bakteri ini
mempunyai flagel untuk pergerakannya
Tabel 3. Hasil Uji Gula-Gula
43
Sampel
MCA I
Glukosa
Asam (-)
Uji Gula-Gula
Laktosa
Sukrosa
Maltosa
Asam
Asam
Asam
Asam (-)
(+)
Asam
SSA I
Asam
(+)
Asam (-)
SSA II
(+)
Asam
Asam
(+)
(+)
MCA II
Manitol
Asam
(+)
Asam (-)
(+)
Asam
(+)
Asam
Asam (-)
(+)
Asam
(+)
Asam
Asam (-)
(+)
Asam
(+)
Asam
(+)
(+)
Gambar 2. Hasil uji gula-gula media SSA; laktosa(+), maltosa(+),
glukosa(+), manitol(+), dan sukrosa(+)
Hasil dari uji gula-gula didapatkan hasil positif pada medium
glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan manitol, yaitu adanya
perubahan warna merah menjadi kuning yang menandakan bahwa
bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa, laktosa,
sukrosa, maltosa dan manitol.
44
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1 Pemeriksaan mikrobiologi sampel feses sapi meliputi isolasi dan
identifikasi bakteri dilakukan dengan isolasi bakteri primer,
isolasi sekunder menggunakan media umum dan media selektif
serta pewarnaan gram serta dilanjutkan dengan identifikasi
menggunakan uji biokimia dengan pengujian bakteri pada media
TSIA (Triple Sugar Iron Agar), Urea Agar, SIM (Sulfide Indol
Motility), Citrat Agar, dan Gula Gula.
2 Setelah
dilakukan
isolasi,
pemurnian,
diperbanyak,
uji
makroskopis,uji biokimia, gula-gula dan uji mikroskopis dengan
perbesaran 1000x dapat diidentifikasi 4 (empat) spesies bakteri
yang berbeda, yaitu Eschericia coli, Coliform, Salmonella sp. dan
Proteus sp, spesifik ke P. vulgaris karena pada uji indol terbentuk
cincin merah.
5.2
Saran
Diperlukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat
patogenitas E. coli yang ditemukan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Acumedia. 2011. MacConkey Agar. www.neogen.com. United State.
Barrow, G.I and Feltham, R.K.A. 2003. Cowan and Steel’s, Manual
for The Identification of Medical Bacteria. Cambridge University
Press. Cambridge.
Campbel N.A., B. Reece Jane, and G. Mitchell Lawrence. 2003.
Biologi Edisi Kelima Jilid II. Jakarta: Erlangga
Elhadi, N., Aljindan, R., and Aljeldah, M. 2013. Prevalence of
Nonyphoidal Salmonella Serogroups and Their Antimicrobial
Resistance Patterns in A University Teaching Hospital in Eastern
Province of Saudi Arabia. Infection and Drug Resistance, Dove
Press Journal. Dammam.
Rosilawati E,.2011.Buku Ajar Mikrobiologi Veteriner I. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya
Rosilawati E., R. Ratnasari, H.E. Narumi, Suryanie., W. Tyasningsih,
and S. Chusniati. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Veteriner I.
Cetakan I. AUP. 177-183.
46
Suryanie., Handijatno D., Ratnasari R., Rosilawati E., H.E. Narumi, S.
Chusniati, W. Tyasningsih, dan Puspitasari Y. 2015. Petunjuk
Ko-Asistensi Ilmu Penyakit Bakterial. Fakultas Kedokteran
Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
47
Download