LAPORAN KOASISTENSI ILMU PENYAKIT BAKTERIAL Periode : 14 – 23 Desember 2015 PPDH Gelombang XXV Kelompok V PEMERIKSAAN FESES Oleh : Fahmi Fadillah Syaiful 061513143088 Indana Lazulfa Novia Isma Olivia Latifa 061513143137 061513143024 LABORATORIUM BATERIOLOGI DAN MIKOLOGI DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Agen penyakit berupa bakteri dapat didiagnosa secara mikrobiologis penderita dengan yang memeriksa organ maupun mengalami perubahan menciri. feses Bakteri dari yang menyebabkan perubahan yang terjadi pada organ/feses adalah bakteri pathogen, yaitu bakteri yang baik jumlah maupun tingkat keganasannya tinggi. Organ ataupun feses yang mengalami perubahan oleh agen penyebab disebut specimen atau sampel. Ada beberapa macam jenis sampel, salah satunya adalah sampel feses. khususnya Pada bakteri sampel yang dapat feses banyak ditemukan, mikroorganisme diantaranya yaitu Salmonella sp., Eschericia coli, Coliform sp., dll. Pada pemeriksaan bakteriologis sampel terdapat 4 (empat) langkah dasar yang harus dikerjakan secara berurutan hingga diagnosa bakteri penyebab infeksi dapat ditegakkan, yaitu dimulai dari demonstrasi, pemeriksaan isolasi mikroskopis dan identifikasi (pewarnaan yang terdiri Gram,pewarnaan dari tahan asam) dan uji biokimia (Petunjuk ko-asistensi Ilmu Penyakit Bakterial, 2015). 1 2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara mengisolasi serta mengidentifikasi bakteri yang terdapat dalam sampel feses segar sapi? 2. Bakteri apa saja yang dapat ditemukan dalam sampel feses segar sapi? 3 Tujuan 1. Untuk mengetahui cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri yang terdapat dalam sampel feses segar sapi. 2. Untuk dapat mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri yang ditemukan dalam sampel feses segar sapi. 4 Manfaat Memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada calon dokter hewan mengenai bagaimana cara melaksanakan diagnosa laboratoris penyebab suatu penyakit pada hewan, khususnya yang menyerang saluran pencernaan hewan besar melalui isolasi dan identifikasi bakteri dari sampel feses segar, sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti untuk selanjutnya dilakukan terapi yang sesuai pada hewan sakit tersebut. 2 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Sapi Klasifikasi Sapi (Bovine) menurut Wikipedia Indonesia adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies Tabel 2.1 Animalia Chordata Mammalia Artiodactyla Bovidae Bos Bos taurus Taksonomi sapi. Morfologi sapi: Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar, namun ada perbedaan antara sapi yang hidup di daerah dingin dengan sapi yang hidup di daerah panas. Pada umum nya sapi hidup di daerah dingin lebih gemuk dari pada sapi yang hidup di daerah panas hal ini di sebab kan oleh karena tubuh yang kecil sangat di butuhkan oleh sapi yang hidup di daerah tropis atau panas sebagai konservatif dari pengaruh kecaman panas. Sapi memiliki rambut, rambut pada sapi yang berbeda-beda, jika ia hidup di daerah panas ia memiliki rambut yang tipis di banding kan sapi yang hidup di daerah musim dingin. Warna sapi cenderung cerah dan bermacam- 4 macam. Sapi pada umum nya makan rumput. Pada sapi di daerah dingin akan banyak bergerak karena untuk mempercepat metabolism dan sapi di daerah panas cenderyng berdiam untuk memperlambat metabolism (Nahak, 2013). Anatomi sapi: Memiliki satu perut dengan 4 kompartemen, yaitu bagian rumen, rikulum, amasum, dan abomasums. Sapi termaksud hewan pemamah biak, yaitu sistem pencernaan memungkinkan memakan dengan cara muntah dan rechewing (mengunyah). Periode kehamilan sapi adalah antara 7-8 bulan. Bobot sapi dewasa tergantung jenis sapi dan cara berkembang biaknya. rata-rata sapi berbobot 753 kg (Nahak, 2013). Sistem gerak: Sapi mempunyai alat gerak berupa kaki, dia memiliki 2 pasang kaki, kaiki tersebut sangat panjang dan tergantung dari besar nya ukuran tubuh dan usia sapi tersebut. Kaki di gunakan untuk berjalan dan berlari, saat sapi dalam ancaman dia akan berlari jika musuh tersebut lebih kuat dari dia (Nahak, 2013).. Sistem pencernaan: Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu rumen (perut besar), reticulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam). Sapi memiliki lambung sangat besar dan di perkirakan ¾ 5 dari rongga perut. Di lambung terjadi penyimpaan makanan sementara dan terjadi proses pembusukan makanan. Saat mereka makan, makanan dari kerongkongan masuk ke rumen, ke reticulum, omasum, abomasums dan usus halung hingga mencapai anus (Nahak, 2013). Sistem pengeluran: Ginjal berbentuk seperti biji kacang, ruang median ginjal yang disebut pelvis renalis berhubungan dengan kandung kemih melalui ureter. Dari kandung kemih mengeluarkan uretra yang akan mngeluarkan urin melalui saluran urin. Sapi dominan sudah memiliki saluran yang terpisah, tidak seperti hewan vertebrata lain yang menggunakan kloaka. Sapi memiliki saluran pembuangan sisa pencernaan melalui anus, urin melalui uretra, dan saluran reproduksi melalui vagina dan penis. Di anus terjadi pembuang zat sisa makanan (Nahak, 2013). Sistem Reproduksi Pada umum nya hewan mamamlia memiliki reproduksi yang hampir mirip, hewan mammalia melakukan fertilisasi internal, perkembangan embrio terjadi di dalam uterus, dengan lama masa kandungan yang bervariasi tergantung pada jenis hewannya, alat reproduksi pada sapi jantan adalah testis yang bentuk bulat panjang, terbungkus oleh tunika albugenia yang mengandung 6 syaraf & pembuluh darah yang berkelok-kelok dan menghasil kan sperma, epidedimis, vasdeferens, penis. Pada sapi betina oragan reproduksi Gonad (ovarium) – organ penghasil telur Saluran reproduksi betina – dibagi menjadi tuba fallopii/oviduct, uterus (kornua uteri & korpus uter0), serviks & vagina. Alat kelamin luar – klitoris & vulva. Proses perkawinan sapi sama dengan manusia (Nahak, 2013). Sistem pernapasan sapi: Organ pernapasan pada mamalia/sapi sama dengan organ pernapasan pada manusia. Alat pernapasan mamalia terdiri atas ongga hidung, batang tenggorok, dan paru-paru. Pada waktu bernapas, udara masuk melewati rongga hidung. Dari rongga hidung udara masuk ke trakea, dan selanjutnya ke paru-paru. Udara yang kaya oksigen akan diikat darah dalam alveoulus Alveolus juga melepaskan gas karbon dioksida sisa pernapasan. System pernapasan pada sapi tidak berbeda dengan domba, Alur-alur hidung mengandung tulang-tulang turbinal yang berkelok-kelok yang memperluas permukaan olfaktori. Laring beratap sebuah epiglottis yang mengandung pita-pita suara. Dua paru-paru masingmasing dalam ruang pleura yang terpisah. Fase aktif dalam pernapasan adalah inspirasi yang diikuti oleh depresi (perataan) 7 dari diafragma dan elevasi dari tulang-tulang iga (dengan gerakan melengkung keluar). Sistem sirkulasi: Jantung berbilik empat pada sapi mempunyai dua atria dan dua ventrikel yang terpisah secara sempurna. Terdapat sirkulasi ganda (sirkuit sistemik dan pulmoner). Pengiriman oksigen ke seluruh tubuh akan semakin meningkat karena tidak ada pencampuran darah yang kaya akan oksigen dengan yang miskin oksigen, jadi lebih sempurna dari reptile. Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan irama dan lajunya dalam semenit serta kualitasnya. Jikalau irama denyut tidak rata, dikatakan ada pulsus irregularis (Soehardo K, 1987). Pada sapi diperoleh data yaitu 54-84 kali permenit. Pemeriksaan pulsus pada sapi dapat dipalpasi pada : arteria maxillaris externa/a. facialis (raba tepi depan m. Masseter dengan jari dan gerakan kemuka dan kebelakang) atau a. coccygea di sebelah ventral dari pangkal ekor (Nahak, 2013). Sistem kordinasi: Sistem Koordinasi merupakan sistem saraf (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan atau sistem yang mengatur kerja semua sistem organ agar dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi pada sapi 8 meliputi sistem saraf beserta indera dan sistem endokrin(hormon). Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan (Nahak, 2013). System saraf pada sapi sama dengan manusia meliputi : · badan sel : meneruskan rangsang dari dendrit ke neurit · dendrit : adalah penjuluran sitoplasma yang pendek fungsi · neurit (akson) fungsi : membawa rangsangan menuju badan sel saraf : adalah penjuluran sitoplasma yang panjang : menghantar rangsangan dari badan sel saraf ke neuron lainnya · sel Schwann : sel-sel membentuk jaringan yang penyusun selubung membantu menyediakan makanan bagi neurit,dan regenerasi · neurofibril mielin, neurit : benang halus di dalam neurit 9 · selubung mielin : adalah selubung bagian dalam yang langsung melapisi fungsi : pelindung dan pemveri nutrisi pada akson ·nodus Ranvier : adalah bagian/titik pada akson yang tidak terbungkus fungsi : mempercepat penyampaian rangsangan · ujung akson : terdapat sinapsis yaitu hubungan antara ujung akson sebuah neuron dengan ujung dari neuron lain · neurolema : lapisan lelubung mielin yang paling luar Sistem endokrin: Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar pertumbuhan, buntu). reproduksi, Hormon tingkah laku, berfungsi mengatur keseimbangan dan metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah menuju organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namun mempunyai kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena hormon mempengaruhi kerja organ dan sel. Hormon memiliki ciriciri sebagai berikut: 1. Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah sangat kecil 10 2. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapoat di sel target 3. Memiliki pengaruh mengaktifkan enzim khusus 4. Memiliki pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target,tetapi dapat juga mempengaruhi beberapa sel target belainan. Hormon terdiri dari 2 jenis berdasarkan struktur kimiawinya yaitu hormon yang terbuat dari peptida (hormon peptida) dan hormon yang terbuat dari kolesterol (hormon steroid). Perbedaan saraf dan hormon adalah saraf bekerja cepat dan pengaruhnya cepat hilang. Sedangkan Berdasarkan hormon waktu bekerja lambat pembuatan, dan kelenjar pengaruhnya yang lama. menghasilkan hormon terbagi atas kelenjar yang bekerja sepanjang waktu ,contohnya: kelenjar hipofisis,tiroid,pankreas,adrenal, serta kelenjar yang bekerja pada usia tertentu, contohnya: kelenjar reproduksi dan kelenjar timus. Hormon dikeluarkan dan masuk ke aliran darah dalam konsentrasi rendah hingga menuju ke organ atau sel target. Beberapa hormon membutuhkan substansi pembawa seperti protein agar tetap berada di dalam darah. Hormon lainnya membutuhkan substansi yang disebut dengan reservoir hormon supaya kadar hormon tetap konstan dan terhindar dari reaksi penguraian kimia. Saat hormon sampai pada sel target, hormon harus dikenali oleh protein yang 11 terdapat di sel yang disebut reseptor. Molekul khusus dalam sel yang disebut duta kedua (second messenger) membawa informasi dari hormon ke dalam sel. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan Dalam tubuh manusia ada tujuh kelenjar endokrin yang penting, yaitu hipofisis, tiroid, paratiroid, kelenjar adrenalin (anak ginjal), pankreas, ovarium, dan testis (Nahak, 2013). a. Hipofisis Kelenjar ini terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisis disebut master gland. Kelenjar hipofisis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah, dan bagian posterior (Nahak, 2013). b. Tiroid (Kelenjar Gondok) Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara keduanya dapat daerah yang menggenting. Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di depan trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang mempengaruhi metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu tubuh. Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan dalam waktu panjang 12 mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan iodium yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam iodium di dalam makanan. Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit eksoftalmik tiroid (Morbus Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan metabolisme meningkat, denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa demam. Gejala lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus) dan kelenjar tiroid membesar (Nahak, 2013). Paratiroid / Kelenjar Anak Gondok Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan parathormon yang berfungsi mengatur kandungan fosfor dan kalsium dalam darah. Kekurangan hormon ini menyebabkan tetani dengan gejala: kadar kapur dalam darah menurun, kejang di tangan dan kaki, jari-jari tangan membengkok ke arah pangkal, gelisah, sukar tidur, dan kesemutan. Tumor paratiroid menyebabkan kadar parathormon terlalu banyak di 13 dalam darah. Hal ini mengakibatkan terambilnya fosfor dan kalsium dalam tulang, sehingga urin banyak mengandung kapur dan fosfor. Pada orang yang terserang penyakit ini tulang mudah sekali patah. Penyakit ini disebut von Recklinghousen (Nahak, 2013). Kelenjar Adrenal/Suprarenal/ Anak Ginjal Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian tengah (medula). Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala sebagai berikut: timbul kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntahmuntah, terasa sakit di dalam tubuh. Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya, produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan memompa darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus, melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri (Nahak, 2013). Pankreas Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini berfungsi mengatur 14 konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes(pada manusia). Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang bekerja antagonis dengan hormon insulin (Nahak, 2013). Ovarium Ovarium merupakan organ reproduksi betina. Selain menghasilkan sel telur, ovarium juga menghasilkan hormon. Ada dua macam hormon yang dihasilkan ovarium yaitu sebagai berikut (Nahak, 2013). Estrogen Hormon ini dihasilkan oleh Folikel Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh FSH. Fungsi estrogen ialah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada betina. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang dapat membedakan betina dengan jantan tanpa melihat kelaminnya (Nahak, 2013). Progesteron Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH dan berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang sudah dibuahi. 15 Plasenta membentuk estrogen dan progesteron selama kehamilan guna mencegah pembentukan FSH dan LH. Dengan demikian, kedua hormon ini dapat mempertahankan kehamilan (Nahak, 2013). Testis Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus pada jantan. Selain menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen, yaitu testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan memelihara kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder (Nahak, 2013). 2.2 Bakteri Pada Feses Sapi Beberapa bakteri yang dapat ditemukan pada sampel feses antara lain : 2.2.1. Escherichia coli (E. coli) Taksonomi Schizomycetes Eubacteriales Enterobacteriaceae Escherichia Escherichia coli Kelas Ordo Famili Genus Spesies Tabel 2.2. Taksonomi E.coli E. coli adalah salah satu spesies dari Famili Enterobacteriaceae, menyebabkan infeksi alat pencernaan yang terjadi baik pada hewan maupun manusia, dan tersifat sebagai berikut : berbentuk batang pendek 0,5 µm X 1-3 µm, batang bervariasi dari coccoid bipolar hingga filament panjang, biasanya 16 terletak sendiri-sendiri atau rantai pendek, tidak membentuk spora, biasanya dapat bergerak dengan flagella peritrich tetapi beberapa strain tidak mempunyai flagella. Bakteri ini mudah diwarnai dengan zat warna biasa (Buku Ajar Mikrobiologi Veteriner I, 2011). Infeksi E. coli biasanya dikenal dengan istilah colibacillosis. Penyakit ini dianggap sebagai penyebab berbagai masalah kesehatan pada burung dara. Penyakit colibacillosis banyak terjadi pada burung dara yang dipelihara dalam keadaan sanitasi yang buruk (kualitas air). Angka kematian pada burung dara yang terinfeksi penyakit ini mencapai 10% dan akan meningkat jika diikuti dengan infeksi sekunder. Burung dara yang terinfeksi E. coli patogen akan mengalami omfalitis, colisepticaemiae, airsacculitis, enteritis, dan salphingitis. Gejala klinis colibacillosis adalah kematian mendadak yang terjadi pada bentuk akut. Apabila colibacillosis bentuk kronis, maka akan terlihat burung dara tersebut mengalami kelesuan, anoreksia, dan gangguan pernapasan seperti ngorok yang disertai pengeluaran eksudat dari hidung (Jackson, et al., 2011). Patogenesis E. coli dibagi menjadi 4, yaitu E. coli Entero Pathogenic (EPEC), E. coli Entero Invasive (EIEC), E. coli Entero Toxigenic (ETEC), dan E. coli Enterohemoragik (EHEC). EPEC memiliki mekanisme dengan cara melekatkan diri pada sel mukosa 17 usus kecil dan membentuk filamentous actin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (watery diarrheae) yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis. ETEC memiliki mekanisme dengan memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang tahan maupun tidak tahan panas di bawah kontrol genetis plasmid sehingga dapat merangsang sel epitel usus untuk mensekresi banyak cairan sampai terjadi diare. EHEC memiliki mekanisme dengan memproduksi verotoksin yang menyebabkan diare mulai dari yang ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam feses tapi tidak mengandung leukosit. EIEC memiliki mekanisme dengan memfermentasi laktosa secara lambat dan non motil sehingga menimbulkan penyakit dengan menginvasi sel epitel mukosa usus (Fakhoury, et al., 2014). E. coli dapat diidentifikasi dengan beberapa media selektif, yaitu Mac Conkey Agar (MCA), Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), dan Media Endo Agar. Pertumbuhan bakteri E. coli yang baik pada media MCA ditandai dengan bentuk koloni bulat, sedang-besar, cembung, merah keruh dan smooth. E.coli juga tumbuh pada media EMBA yang dapat dilihat dengan koloni tampak sedang, cembung, smooth, berwarna hijau metalik, dan terkadang di tengah koloni terdapat warna ungu. Pertumbuhan E.coli pada media endo agar 18 ditandai dengan koloni besar-besar, elevasi cembung, smooth, dan berwarna merah tua metalik (Barrow dan Feltham, 2003). Pengujian biokimia bakteri E. coli menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar (Urease), Simon Citrate Agar (SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), dan gula-gula (glukosa, sukrosa, laktosa, fruktosa, dan manitol). Uji TSIA bakteri E. coli menunjukkan warna streak tegak merah, warna streak miring merah, menghasilkan gas, dan tidak memproduksi H 2S. Hal ini dikarenakan E. coli dapat memfermentasikan glukosa, laktosa, dan sukrosa. Uji urease bakteri E. coli menunjukkan hasil negatif karena E. coli tidak memiliki enzim urease untuk menghidrolisiskan urea menjadi amoniak. Uji SCA bakteri E. coli menunjukkan hasil negatif karena bakteri E. coli tidak menggunakan sitrat sebagai karbon utama. Uji SIM bakteri E. coli menunjukkan hasil positif karena bakteri ini memiliki flagella. Uji bakteri E. coli gula-gula menunjukkan hasil positif karena E. coli dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa, dan manitol (Barrow dan Feltham, 2003). 2.2.2 Salmonella sp. Kelas Ordo Famili Genus Spesies Taksonomi Schizomycetes Eubacteriales Enterobacteriaceae Salmonella Salmonella sp. Tabel 2.2. Taksonomi Salmonella sp. 19 Salmonella sp. adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang (basil), memiliki ukuran 0,7-1,5 µm x 2-5 µm, tidak membentuk spora, memiliki kapsul, menghasilkan gas H2S, tumbuh pada suhu optimum 37oC dengan pH 6-8, dapat hidup pada kondisi aerobik sampai fakultatif anaerobik, dan motil dengan menggunakan flagella (kecuali S. pullorum dan S. gallinarum) (Sawosz, et al., 2010). Infeksi salmonellosis. Salmonella sp. Sebagian biasa besar dikenal kasus dengan infeksi penyakit salmonellosis dikategorikan sebagai gastroenteritis, tetapi ada juga kasus infeksi salmonellosis yang berlanjut pada demam typhoid yang mematikan. Penyebab terjadinya infeksi salmonellosis pada burung dara adalah konsumsi air atau makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang mengandung bakteri Salmonella sp. (fecal oral contamination) (Kallapura, et al., 2014). Patogenesis salmonella adalah bakteri yang terbawa melalui makanan ataupun benda lainnya akan masuk ke saluran pencernaan. Namun sebelumnya di lambung, bakteri ini akan dimusnahkan oleh asam lambung, tetapi yang lolos akan masuk ke usus halus. Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai 20 epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border. Kemudian di dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh inverted cytoplasmic membrane mirip dengan vakuola fagositik. Setelah melewati epitel, bakteri akan memasuki lamina propria. Bakteri dapat juga melakukan penetrasi melalui intercellular junction sehingga terjadi ulserasi folikel limfoid (Elhadi, et al., 2013). Tindakan identifikasi bakteri Salmonella sp. membutuhkan media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA), Mac Conkey Agar (MCA), Hektoen Enteric Agar (HEA), Bismuth Sulfit Agar (BSA), dan Brilliant Green Agar (BGA). HEA merupakan media selektif- diferensial. Media ini tergolong selektif karena terdiri dari bile salt yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan beberapa gram negatif, sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh hanya Salmonella sp. Media ini digolongkan menjadi media diferensial karena dapat membedakan bakteri Salmonella sp. dengan bakteri lainnya dengan cara memberikan 3 jenis karbohidrat pada media, yaitu laktosa, glukosa, dan salisin, dengan komposisi laktosa yang paling tinggi. Salmonella sp. tidak dapat memfermentasi laktosa, sehingga asam yang dihasilkan hanya sedikit karena hanya berasal dari fermentasi glukosa saja. Hal ini menyebabkan koloni Salmonella sp. akan berwarna hijau-kebiruan 21 karena asam yang dihasilkannya bereaksi dengan indikator yang ada pada media HEA, yaitu fuksin asam dan bromtimol blue. Bakteri Salmonella sp. pada media MCA tidak memfermentasi laktosa atau disebut Non memfermentasi pembentukan Laktosa Fermenter glukosa, asam dan (NLF) manitol, gas tapi dan (kecuali S. Salmonella maltosa typhi sp. disertai yang tidak menghasilkan gas) (Barrow dan Feltham, 2003). Pengujian biokimia bakteri Salmonella sp. menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar (Urease), Simon Citrate Agar (SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), dan gula-gula (glukosa, sukrosa, laktosa, fruktosa, dan manitol). Uji TSIA bakteri Salmonella sp. menunjukkan warna streak tegak merah, warna streak miring kuning, menghasilkan gas, dan memproduksi H2S. Hal ini dikarenakan Salmonella sp. tidak dapat memfermentasikan laktosa, namun memfermentasi glukosa, maltosa, dan manitol. Uji urease bakteri Salmonella sp. menunjukkan hasil negatif karena Salmonella sp. tidak memiliki enzim urease untuk menghidrolisiskan urea menjadi amoniak, Uji SCA bakteri Salmonella sp.menunjukkan hasil positif karena Salmonella sp. menggunakan sitrat sebagai karbon utama. Uji SIM bakteri Salmonella sp. menunjukkan hasil indol negatif dan motilitas positif karena bakteri ini memiliki flagella. Uji gula-gula menunjukkan positif karena Salmonella sp. 22 dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, dan manitol (kecuali pada uji laktosa) (Barrow dan Feltham, 2003). 2.2.3 Shigella sp. Kelas Ordo Famili Genus Spesies Taksonomi Schizomycetes Eubacteriales Enterobacteriaceae Shigella Shigella sp. Tabel 2.3. Taksonomi Shigella sp. Shigella sp. merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek (cocobasil), non motil, tidak berflagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, memiliki ukuran 2-3 µm x 0,50,7 µm, tumbuh pada suhu optimum 37 oC, dan dapat hidup pada kondisi aerobik sampai fakultatif anaerobik. Bakteri ini dapat memproduksi enterotoksin dan shigatoksin (mirip seperti verotoksin). Shigella sp. dibagi 4 kelompok serologik, yaitu S. dysenteri (12 serotipe), S. flexnewri (6 serotipe), S. boydii (18 serotipe), dan S. sonnei (1 serotipe). Di daerah tropis yang tersering ditemukan ialah S. dysenteri dan S. flexneri, sedangkan S. sonnei lebih sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri (Keir, et al., 2012). Infeksi Shigella sp. biasa dikenal dengan penyakit shigellosis. Infeksi shigellosis pada burung dara biasanya ditularkan melalui 23 makanan dan air yang terkontaminasi feses yang terinfeksi Shigella sp. Tingkat sanitasi yang buruk menjadi pemicu terjadinya wabah shigellosis. Gejala dari penyakit shigellosis adalah diare, terdapat darah, nanah, lendir di dalam feses, dan tenesmus (Jackson, et al., 2011). Patogenesis shigellosis adalah bakteri Shigella sp. melekat pada dinding usus dan masuk ke dalam sel epitel pada lapisan mukosa usus. Selanjutnya, mereka berkembang biak di dalam sel, menyebar pada sel epitel di sekitarnya, dan mengakibatkan kerusakan jaringan pada saluran intestinal (Fakhoury, et al., 2014). Tindakan identifikasi bakteri Shigella sp. membutuhkan media selektif seperti Salmonella Shigella Agar (SSA), Mac Conkey Agar (MCA), dan Deoxycholate Citrate Agar (DCA). Morfologi maksroskopis Shigella sp. pada SSA menunjukkan koloni kecil, smooth, dan tidak berwarna. Morfologi makroskopis Shigella sp. pada MCA menunjukkan koloni tidak berwarna, tidak memfermentasi laktosa kecuali S. sonnei (Barrow dan Feltham, 2003). Pengujian biokimia bakteri Shigella sp.menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Urea Agar (Urease), Simon Citrate Agar (SCA), Sulfide Indol Motility (SIM), dan gula-gula (glukosa, sukrosa, laktosa, fruktosa, dan manitol). Uji TSIA bakteri Shigella sp 24 menunjukkan warna streak tegak merah, warna streak miring kuning, menghasilkan gas, dan memproduksi H 2S. Hal ini dikarenakan Shigella sp. tidak dapat memfermentasikan laktosa, namun memfermentasi glukosa, maltosa, dan manitol. Uji urease bakteri Shigella sp menunjukkan hasil negatif karena Shigella sp. tidak memiliki enzim urease untuk menghidrolisiskan urea menjadi amoniak, Uji SCA bakteri Shigella sp menunjukkan hasil negatif karena Shigella sp. tidak menggunakan sitrat sebagai karbon utama. Uji SIM bakteri Shigella sp menunjukkan hasil indol positif dan motilitas negatif karena bakteri ini tidak memiliki flagella. Uji gula-gula bakteri Shigella sp menunjukkan hasil positif karena Shigella sp. dapat memfermentasikan glukosa, fruktosa, sukrosa, dan manitol (kecuali pada uji laktosa) (Barrow dan Feltham, 2003). 2.2.4 Proteus sp. Taksonomi Gammaproteobacteria Enterobacteriales Enterobacteriaceae Proteus Proteus sp. Kelas Ordo Famili Genus Spesies Tabel 2.4. Taksonomi Proteus sp. Proteus sp. termasuk jenis bakteri Proteobacteria Gram negatif, dapat ditemukan di limbah, tanah kotor juga di feses manusia dan hewan. Mereka adalah bakteri patogen oportunistik, biasanya bertanggung jawab untuk infeksi saluran 25 kemih dan sepsis, sering nosokomial. Tiga spesies dari Proteus sp. yaitu P. vulgaris, P. mirabilis dan P. penneri merupakan bakteri pathogen pada manusia yang dapat ditularkan melalui hewan (zoonosis). P.mirabilis menyebabkan luka dan infeksi saluran kemih pada manusia. Kebanyakan strain P. mirabilis sensitif terhadap ampicillin dan sefalosporin, namun P. vulgaris tidak sensitif terhadap antibiotik tersebut. P. vulgaris merupakan bakteri alami dalam usus manusia dan di berbagai jenis hewan, di tanah dan air yang tercemar. P. mirabilis, menginfeksi saluran kemih, menginfeksi ginjal lebih sering daripada E. coli. Bakteri P. mirabilis sering ditemukan sebagai organisme hidup bebas di tanah dan air. Proteus sp. biasanya tidak mampu memfermentasi laktosa pada uji gula-gula, namun ada beberapa spesies yang dapat melakukannya. Uji khusus yang dapat membedakan Proteus sp. dan Salmonella sp. adalah melalui hasil uji urease, Proteus sp. menunjukkan hasil positif saat uji urease. Sedangkan untuk membedakan antara P.vulgaris dan P. mirabilis yaitu pada hasil uji indol, apabila terbentuk cincin merah maka dapat dipastikan bakteri tersebut adalah P.vulgaris. 26 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Pemeriksaan 3.1.1. Sampel yang Diperiksa Sampel yang digunakan adalah feses segar yang diambil langsung dari sapi. Sapi yang digunakan berasal dari kandang milik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. 3.1.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah plate, tabung reaksi, rak tabung, autoclave, erlenmeyer, bunsen, pipet, objek glass, cover glass, ose, needle, cotton but, kapas dan mikroskop. Sedangkan bahan yang digunakan adalah Pewarna gram (cristal violet, lugol, aceton alcohol dan safranin), media isolasi Eosin Methilen Blue Agar (EMBA), Mac. Conkey Agar (MCA), Salmonella Shigella Agar (SSA), Tethrationate broth, media identifikasi (Urea agar, Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Simon Citrat Agar (SCA) Sulfide Indole Motility (SIM), Gula-gula (Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Manitol, dan Sukrosa),minyak emersi, pepton water, phenol red, chloroform, reagent covacs, alcohol, aquadest. 27 3.2 Metode Pemeriksaan 3.2.1 Prosedur Pemeriksaan 28 Sterilisasi alat Sampel feses Isolasi (pemupukan sampel pada media isolasi SSA dan EMBA) Inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam Ambil koloni terpisah lalu dimurnikan pada media sejenis Inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram Hasilnya Gram negatif Dilanjutkan uji Biokimia menggunakan media TSIA, Urease, SCA, SIM dan gula-gula Inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam Identifikasi bakteri 3.2.2 Pembuatan Media 29 1. Mencuci dan mensterilkan alat-alat pada Autoclave dengan suhu 121° C selama ±1 jam. 2. Menyiapkan media yang dibutuhkan (menimbang bahan agar, mencampur dengan aquadest steril, memanaskan media, mendinginkan) lalu menuangkan dalam petridisc ±20 ml lalu memasukkan dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37°C. 3.2.3 Persiapan Sampel Menyiapkan sampel yang akan diperiksa berupa feses dari sapi 3.2.4 Isolasi Primer Isolasi primer dilakukan pada media Tetrathionate Broth Base, SSA dan MCA untuk mendapatkan koloni yang terpisah sehingga dapat dilihat secara makroskopis bentuk koloni yang didapatkan. a. Isolasi Bakteri Salmonella sp. dengan media Enrichment Tetrathionate Broth - Media Tetrathionate Broth dimasukkan dalam tabung reaksi steril sebanyak 5 ml, sebanyak 2 tabung disiapkan. - Sampel yang digunakan adalah feses sebanyak 1 gram untuk masing-masing tabung media. 30 - Feses yang kemudian telah ditimbang dimasukkan ke masing-masing dalam 2 tabung 1 gram media Tetrathionate Broth - Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. - Setelah 24 jam dilakukan pengamatan terhadap bakteri yang tumbuh pada media Tetrathionate Broth lalu dilanjutkan penanaman pada media SSA. b. Isolasi primer menggunakan media selektif Mc Conkey Agar (MCA) 1. Menanam sampel pada media MCA dengan metode streak. 2. Menginkubasi media yang telah ditanam dalam incubator dengan suhu 37°C selama 24 jam. 3. Mengamati perubahan yang terjadi pada hasil penanaman (koloni dan media). 4. Mengidentifikasi bakteri yang tumbuh pada media. 3.2.5 Identifikasi Bakteri a. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah didapatkan koloni yang terpisah, pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram untuk melihat morfologi dan membedakan bakteri-bakteri yang tahan alcohol (Gram positif) dan tidak tahan terhadap alkohol (Gram negatif). Metode pewarnaan Gram yaitu sebagai berikut : 31 1. Membuat sediaan ulas lalu fiksasi di atas bunsen 2. Ditetesi Kristal violet, didiamkan selama 1-2 menit 3. Sisa zat warna dibuang dengan air yang mengalir 4. Ditetesi lugol, didiamkan selama 1 menit 5. Sisa lugol dibuang dengan air yang mengalir 6. Ditetesi alcohol aceton untuk melunturkan zat warna selama 5-10 detik, lalu dicuci dibawah air mengalir 7. Objek glass ditetesi Safranin dan dibiarkan selama 30 detik, lalu dicuci dibawah air yang mengalir 8. Objek glass dibiarkan kering dengan cara diangin-anginkan 9. Setelah sediaan kering ditetesi minyak emersi kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 1000x. b. Uji Biokimia Tujuan dari uji biokimia ini adalah mengidentifikasi sifat-sifat bakteri yang diperiksa dengan berbagai macam media. Media yang digunakan antara lain: 1. Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Media ini digunakan untuk membedakan sifat bakteri secara biokimiawi. Umumnya media ini digunakan untuk membedakan bakteri yang tergolong ke dalam Enterobactericeae yaitu kemampuan bakteri dalam memfermentasi karbohidrat membentuk 32 asam, gas dan H2S. Berikut metode pemeriksaan dengan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA): 1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan needle. 2. Ditusukkan sampai dasar media TSIA 3. Cabut tusukan secara perlahan lalu dilakukan streak pada pemukaan miring media TSIA. 4. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 5. Dilakukan pengamatan. Interpretasi Hasil: 1. Orange-Merah : warna sebelum inokulasi. 2. Kuning (Asam) : glukosa dan atau sukrosa dan atau laktosa. 3. Merah (Alkalis) : glukosa, sukrosa dan laktosa tidak difermentasi. 4. Warna hitam pada bagian tegak : produksi H2S. 5. Gelembung gas pada bagian tegak : menghasilkan gas hasil fermentasi. 2. Urea Agar Media ini digunakan untuk mengetahui adanya aktifitas urease pada mikroorganisme. Berikut metode pemeriksaan dengan media Urea Agar : 1. Ambil koloni tunggal dengan menggunakan needle. 2. Lakukan streak pada permukaan miring media. 3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 33 4. Dilakukan pengamatan. Interpretasi Hasil: 1. Apabila urea dihydrolisa, amoniak akan dibebaskan dan menyebabkan medium berubah menjadi alkalis 2. Positif bila berwarna merah 3. Negatif bila berwarna kuning atau tidak ada perubahan warna. 3. Simon Citrat Agar (SCA) Media ini digunakan untuk mengetahui suatu organisme yang mempunyai kemampuan dalam menggunakan citrate sebagai sumber carbon mengidentifikasi utama. bakteri Simon Citrat golongan Agar digunakan enterobacteriaceae untuk dan beberapa bakteri Gram negatif. Berikut metode pemeriksaan menggunakan Simon Citrat Agar (SCA): 1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan ose ujung lurus. 2. Dilakukan streak pada permukaan miring media. 3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 4. Dilakukan pengamatan. Interpretasi Hasil: 1. Adanya pertumbuhan : warna biru 2. Tidak adanya pertumbuhan : warna hijau (tidak berubah) 4. Sulfide Indol Motility (SIM) 34 Media ini digunakan untuk mengetahui motilitas organisme, adanya pembebasan H2S (sulfide) dan terbentuknya indol. Berikut metode pemeriksaaan menggunakan Sulfide Indol Motility (SIM): 1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan needle. 2. Dilakukan tusukan sampai 2/3 dari dari permukaan media. 3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 4. Dilakukan pengamatan. 5. Setelah diamati motilitasnya, dilakukan uji indol. 6. Indol diuji dengan penambahan 1 ml chloroform dan 1 ml reagen Kovacs. Interpretasi Hasil: Bagian dasar media berwarna hitam sebagai hasil reaksi H 2S dengan Fe menjadi FeS. Motilitas terlihat adanya warna keruh dan adanya penyebaran dan pertumbuhan yang menjalar dari bawah keatas di sekitar tusukan (pohon cemara terbalik). Pemeriksaan indol dengan hasil positif ditandai dengan terlihatnya cincin merah. 5. Uji Gula - Gula Media ini digunakan untuk mengetahui kemampuan fermentasi bakteri terhadap gula - gula. Pembuatan media ini dengan cara melarutkan gula-gula (Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Manitol, dan 35 Sukrosa) 2 ditambahkan gram pada penanda Peptone Phenol water red 1 100 ml. ml, Berikut kemudian metode pemeriksaan menggunakan media gula-gula: 1. Diambil koloni tunggal dengan menggunakan ose ujung bulat. 2. Dilakukan adukkan pada larutan gula-gula. 3. Dilakukan inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 4. Dilakukan pengamatan. Interpretasi Hasil: 1. Positif bila media berwarna kuning, artinya gula difermentasi dengan menghasilkan asam. 36 2. Negatif bila media berwarna merah (tidak ada perubahan warna) artinya gula tidak terfermentasi. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil pertumbuhan koloni dan pewarnaan gram Samp Media el Feses Koloni Pewarnaan gram Merah muda keruh Gram (-), basil - Hitam Keruh Gram (-), basil - MCA Sapi Tetrathio nat SSA (I) Tetrathio nat 37 SSA Hit am Kekuningan Gram (-), basil Hasil koloni pada media MCA didapatkan pertumbuhan koloni berwarna merah muda dan elevasi cembung. Media MCA ini dapat menghambat bakteri Gram positif (+) karena mengandung empedu dan dapat membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa, MCA juga mengandung indicator neutral red yang dapat memberikan warna merah pada media MCA tersebut. Penggunaan laktosa selama proses fermentasi, mengakibatkan pH di sekitar koloni mengalami penurunan dan menyebabkan perubahan warna pada pH indicator (Acumedia, 2011). Penurunan pH disebabkan oleh bakteri-bakteri yang menghasilkan asam, hal ini terjadi selama proses pemanfaatan laktosa yang terdapat dalam medium, dimana pH agar menjadi dibawah 6.8 dan menghasilkan koloni yang tampak berwarna merah atau merah muda. Uji pewarnaan Gram terhadap koloni merah muda pada media MCA menunjukkan bahwa bakteri yang didapatkan merupakan bakteri gram negatif karena 38 hasil pewarnaan berwarna merah. Hal ini disebabkan oleh bakteri ini tidak mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram dan bentuk selnya adalah batang (basil). Media tethrationate yang telah dicampur feses sapi tampak keruh. Hal selanjutnya ini menunjukkan dilakukan adanya penanaman pertumbuhan pada media bakteri, SSA. Hasil penanaman pada media SSA didapatkan koloni berwarna merah muda, dikarenakan bakteri dapat memfermentasi laktosa. Uji pewarnaan Gram didapatkan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek. Berdasarkan hasil penanaman bakteri media EMBA, SSA, dan MCA diperlukan uji lanjutan seperti uji biokimia untuk identifikasi sifat bakteri. Uji biokimia yang dilakukan antara lain menggunakan Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Sulfide Indol Motility (SIM), Simmons Citrate Agar (SCA), Urease dan uji gula-gula (Manitol, glukosa, laktosa, sukrosa dan maltosa). Berdasarkan hasil uji biokimia maka dapat dikemukakan hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Uji Biokimia Uji Biokimia SIM TSIA Sampel Urea SCA Mirin Tegak Gas H2S S I M g 39 - terlihat MCA (Kuning keruh) Asam gelembung gas Asam + - - TSIA - + + + Urea SCA - - - - - SIM Mirin Tegak Gas H2S S I M g MCA (Koloni MerahPink) - terbentuk cincin Asam Asam + - - Alkali Asam - - - indol + SSA I (Koloni Hitam) + 40 SSA II (Koloni HitamKuning) (asa Alkali Ket: - + - m) TSIA : Triple Sugar Iron Agar SIM : Sulfide Indol Moltility SCA : Simmons Citrate Agar + - + + Pada uji TSIA untuk koloni MCA koloni kuning keruh , pada bagian miring dan bagian tegak menunjukkan hasil positif asam (media berwarna kuning). Hal tersebut menunjukkan glukosa dan sukrosa dan/ laktosa yang difermentasi. Selain itu juga terbentuk gas yang ditandai terbentuk gelembung gas pada media namun negatif H2S yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna menjadi hitam, karena tidak mampu mendesulfurasi asam amino dan methion yang akan menghasilkan H 2S. Pada uji TSIA untuk MCA koloni merah-pink, hasilnya sama dengan uji TSIA MCA koloni kuning keruh, bagian tegak/iring menjadi asam/asam, terbentuk gas namun tidak terbentuk H2S. Hasil uji urease pada koloni MCA kuning keruh menunjukkan hasil positif sebab terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda, artinya bakteri mampu menghidrolisis urea dan 41 membentuk ammonia serta pada medium urea terdapat koloni di daerah sekitar streak. Hal ini dikarenakan oleh, bakteri yang ditanam membutuhkan Sedangkan pada uji urea untuk proses urease media MCA metabolismenya. koloni merah-pink menunjukkan hasil negatif sebab tidak terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda, artinya bakteri tidak dapat menghidrolisis urea dan membentuk ammonia, pada medium urea terdapat koloni di daerah sekitar streak. Hasil pengujian dari koloni MCA kuning keruh pada media SCA diperoleh hasil positif yaitu terjadi perubahan warna dari hijau menjadi biru, hal ini menandakan bahwa bakteri membutuhkan sitrat dalam proses metabolismenya dan dikarenakan bakteri mempunyai enzim sitrat permiase yang merupakan enzim pembawa sitrat. Hasil pengujian dari koloni MCA merah-pink pada media SCA diperoleh hasil negatif, yaitu tidak terjadi perubahan warna dan tidak terdapat gelembung di daerah goresan, hal ini menandakan bahwa bakteri tidak membutuhkan sitrat dalam proses metabolismenya dan dikarenakan bakteri tidak mempunyai enzim sitrat permiase. Hasil pengujian dari koloni MCA kuning keruh pada media SIM (Sulfide Indol Motility) menunjukkan reaksi sulfide tidak terbentuk endapan hitam pada media, karena bakteri ini tidak mampu 42 mendesulfurasi cysteine yang terkandung dalam media SIM. Reaksi indol menunjukan hasil negatif, ditandai dengan tidak terbentuknya cincin merah pada permukaan media setelah ditetesi chloroform dan reagen Covac’s. Bakteri ini juga menunjukan sifat motility yang ditandai dengan pergerakan bakteri disekitar penusukan pada media. Hal ini dimungkinkan bakteri ini mempunyai flagel untuk pergerakannya. Pada pengujian dari koloni MCA merah-pink pada media SIM, menunjukkan reaksi sulfide tidak terbentuk endapan hitam pada media. Reaksi indol menunjukan hasil positif, ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media setelah ditetesi chloroform dan reagen Covac’s. Warna merah dihasilkan dari resindol yang merupakan hasil reaksi dari asam amino tryptopan menjadi indol dengan penambahan Covac's. Bakteri yang mampu menghasilkan indol menandakan bakteri tersebut menggunakan asam amino tryptopan sebagai sumber carbon. Bakteri ini juga menunjukan sifat motility yang ditandai dengan pergerakan bakteri disekitar penusukan pada media. Hal ini dimungkinkan bakteri ini mempunyai flagel untuk pergerakannya Tabel 3. Hasil Uji Gula-Gula 43 Sampel MCA I Glukosa Asam (-) Uji Gula-Gula Laktosa Sukrosa Maltosa Asam Asam Asam Asam (-) (+) Asam SSA I Asam (+) Asam (-) SSA II (+) Asam Asam (+) (+) MCA II Manitol Asam (+) Asam (-) (+) Asam (+) Asam Asam (-) (+) Asam (+) Asam Asam (-) (+) Asam (+) Asam (+) (+) Gambar 2. Hasil uji gula-gula media SSA; laktosa(+), maltosa(+), glukosa(+), manitol(+), dan sukrosa(+) Hasil dari uji gula-gula didapatkan hasil positif pada medium glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan manitol, yaitu adanya perubahan warna merah menjadi kuning yang menandakan bahwa bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan manitol. 44 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1 Pemeriksaan mikrobiologi sampel feses sapi meliputi isolasi dan identifikasi bakteri dilakukan dengan isolasi bakteri primer, isolasi sekunder menggunakan media umum dan media selektif serta pewarnaan gram serta dilanjutkan dengan identifikasi menggunakan uji biokimia dengan pengujian bakteri pada media TSIA (Triple Sugar Iron Agar), Urea Agar, SIM (Sulfide Indol Motility), Citrat Agar, dan Gula Gula. 2 Setelah dilakukan isolasi, pemurnian, diperbanyak, uji makroskopis,uji biokimia, gula-gula dan uji mikroskopis dengan perbesaran 1000x dapat diidentifikasi 4 (empat) spesies bakteri yang berbeda, yaitu Eschericia coli, Coliform, Salmonella sp. dan Proteus sp, spesifik ke P. vulgaris karena pada uji indol terbentuk cincin merah. 5.2 Saran Diperlukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat patogenitas E. coli yang ditemukan. 45 DAFTAR PUSTAKA Acumedia. 2011. MacConkey Agar. www.neogen.com. United State. Barrow, G.I and Feltham, R.K.A. 2003. Cowan and Steel’s, Manual for The Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press. Cambridge. Campbel N.A., B. Reece Jane, and G. Mitchell Lawrence. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Jakarta: Erlangga Elhadi, N., Aljindan, R., and Aljeldah, M. 2013. Prevalence of Nonyphoidal Salmonella Serogroups and Their Antimicrobial Resistance Patterns in A University Teaching Hospital in Eastern Province of Saudi Arabia. Infection and Drug Resistance, Dove Press Journal. Dammam. Rosilawati E,.2011.Buku Ajar Mikrobiologi Veteriner I. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya Rosilawati E., R. Ratnasari, H.E. Narumi, Suryanie., W. Tyasningsih, and S. Chusniati. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi Veteriner I. Cetakan I. AUP. 177-183. 46 Suryanie., Handijatno D., Ratnasari R., Rosilawati E., H.E. Narumi, S. Chusniati, W. Tyasningsih, dan Puspitasari Y. 2015. Petunjuk Ko-Asistensi Ilmu Penyakit Bakterial. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 47