BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) sering disebut sebagai suatu program tanggung jawab sosial perusahaan atau keikutsertaan perusahaan dalam kegiatan sosial yang dapat menarik perhatian, sehingga para konsumen akan loyal terhadap perusahaan tersebut (Oberseder et al., 2011). Menurut Susanto (2009), CSR merupakan wujud dari perhatian secara seimbang yang dilakukan perusahaan terhadap kepentingan stakeholder maupun shareholder dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh pelaku bisnis melalui perilaku sosial yang bertanggung jawab. Dilain pihak Solihin (2009) berpendapat bahwa social responsibility adalah tanggung jawab suatu perusahaan atas dampak dari berbagai keputusan dan aktifitas perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan melalui suatu perilaku yang terbuka atau etis, seperti: 1) Konsistensi dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; 2) Memperhatikan ekspektasi para pemangku kepentingan; 3) Tunduk kepada hukum yang berlaku dan konsistensi dengan norma perilaku internasional; 4) Diintergrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka CSR dapat didefinisikan sebagai itikat baik korporasi yang berorientasi laba untuk seluruh lingkungan bisnisnya, baik internal maupun eksternal, guna mempertahankan keberadaan usahanya. Saat ini, pelaksanaan program CSR digunakan oleh perusahaan untuk membangun hubungan yang baik dengan publik (Ali et al., 2010). Pelaksanaan program CSR yang dilakukan dengan baik akan berpengaruh positif terhadap reputasi perusahaan (Ariningsih, 2009). Susanto (2009) menyatakan bahwa terdapat enam manfaat yang dapat diperoleh melalui penerapan CSR, sebagai berikut: 1) Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perilaku tidak pantas yang diterima perusahaan; 2) Sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang dapat diakibatkan oleh suatu krisis; 3) Keterlibatan dan kebanggaan karyawan; 4) Memperat dan memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya; 5) Meningkatkan penjualan. Menurut Russo dan Tencati serta Chalal dan Sharma dalam Semuel dan Wijaya (2008) menyatakan bahwa ada tiga dimensi CSR yaitu: 1) Dimensi Ekonomi Dimensi ini meliputi segala dampak ekonomi dari kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan. Dimensi ini tidak hanya melaporkan neraca perusahaan. Dimensi ini tidak hanya melaporkan neraca perusahaan tetapi juga meliputi dampak ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap operasional perusahaan di komunitas lokal dan pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perusahaan. Kunci sukses dari dimensi ekonomi adalah kinerja keuangan perusahaan, yang indikatornya adalah produk yang berkualitas, pelayanan yang baik, dan penghindaran akan kegiatan yang dapat merusak kepercayaan pelanggan. 2) Dimensi Sosial Dimensi ini meliputi segala tanggung jawab perusahaan terhadap dampak sosial baik secara langsung maupun secara tidak langsung dan intinya adalah menghargai orang lain. Indikator dimensi sosial meliputi labour practices (pekerja dalam perusahaan) dan social activities (kegiatan sosial). 3) Dimensi Lingkungan Dimensi ini membahas tentang tindakan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Indikator dari dimensi ini adalah waste management (peduli terhadap lingkungan) dan producing environment friendly product (produk yang ramah lingkungan). 2.1.2 Inovasi Produk Pengertian inovasi produk menurut Myers dan Marquis dalam Kotler (2007:36) menyatakan bahwa inovasi produk adalah gabungan dari berbagai macam proses yang saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Jadi, inovasi bukanlah konsep dari suatu ide baru, penemuan baru atau juga bukan merupakan suatu perkembangan dari pasar yang baru saja, tetapi inovasi merupakan gambaran dari semua proses-proses tersebut. Menurut Charles dalam Sutanto (2013) menyatakan bahwa inovasi merupakan bagian dari kerangka kerja yang menghubungkan aspek budaya perusahaan dengan kemampuan berinovasi serta meningkatkan kinerja perusahaan melalui keputusan membeli konsumen. Dari pemikiran diatas diharapkan inovasi produk yang dilakukan perusahaan, diharapkan dapat meningkatkan brand loyalty oleh konsumen. Inovasi dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep atau produk baru yang berasal dari ide baru atau berasal dari penelitian ilimiah. Inovasi juga dapat disebut juga sebagai penemuan komersial yang akan diubah menjadi produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen. Ide tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengatasi kebutuhan konsumen dan juga dapat memuaskan konsumen serta didukung dengan biaya yang ekonomis (Ali Reza dkk. 2010). 2.1.3 Brand Loyalty Menurut Ibrahim (2011), Brand loyalty merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek tertentu sangat diperlukan agar suatu perusahaan dapat bertahan hidup dalam persaingan yang semakin kompleks. Menurut Rizan dkk. (2012), loyalitas terhadap merek adalah perilaku niat untuk membeli suatu produk dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. Loyalitas adalah aktivitas melakukan pembelian secara berulang terhadap produk sejenis dimasa depan meskipun pengaruh situasional dan usaha pemasaran berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perpindahan merek (Oliver, 1999). Assael (1998:130), menyatakan bahwa loyalitas merupakan sikap positif terhadap suatu merek sehingga konsumen melakukan pembelian berulang terhadap merek tersebut dari waktu ke waktu. Menurut Riana (2008), brand loyalty menunjukan adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:227), brand loyalty adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Brand loyalty adalah sebuah komitmen yang kuat dalam berlangganan atau membeli suatu merek secara konsisten dimasa yang akan datang. Rangkuti (2004), menjelaskan bahwa ada lima hal yang dapat dilakukan untuk mengukur brand loyalty, yaitu: 1) Behavior Measures Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual behavior dengan memperhitungkan pola pembelian aktual. 2) Measuring Switch Cost Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifikasikan loyalitas pelanggan dalam suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti merek sangat mahal, maka pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah. 3) Measuring Satisfaction Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek merupakan suatu indikator yang paling penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada faktor lainnya yang mempengaruhinya. 4) Measuring Liking Brand Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, dan perasaan hormat atau bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam perasaan pelanggan. Hal ini dapat membuat merek lainnya menjadi sulit untuk menarik pelanggan yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan untuk membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut. 5) Measuring Commitment Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain baik hanya sekedar menceritakannya maupun merekomendasikannya. 2.2 Hipotesis 2.2.1 Pengaruh program corporate social responsibility terhadap brand loyalty Starbucks Coffee Menurur Ariningsih (2009), pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR) oleh suatu perusahaan tertentu dapat memberikan kesan positif terhadap produk, sehingga kesan tersebut akan menimbulkan ikatan emosional dan berkembang menjadi brand loyalty. Menurut Naqvi dkk. (2013), bahwa kegiatan CSR atau tanggung jawab sosial dari sebuah perusahaan dapat meningkatkan loyalitas terhadap citra merek barang dan citra umum perusahaan. Raman dkk. (2012), menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan investasi dalam hal CSR akan mencapai hasil yang positif dalam hal kinerja keuangan dalam perusahaan mereka, selain itu dalam penelitiannya menunjukan bahwa semakin tinggi praktek CSR yang dilakukan perusahaan terhadap masyarakat akan meningkatkan loyalitas konsumen melalui brand yang mereka usung. Menurut Maryati dan Jannah (2011), bahwa program CSR berpengaruh positif secara signifikan terhadap Brand Loyalty susu SGM pada PT. Sari Husada di Yogyakarta. Menurut Lai dkk. (2010), bahwa CSR dan corporate reputation memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap indrustial brand equity dan brand performance dimana brand loyalty merupakan bagian dari brand equity. H1: Program corporate social responsibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty. 2.2.2 Pengaruh inovasi produk terhadap brand loyalty Starbucks Coffee Inovasi dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep atau produk baru yang berasal dari ide baru atau berasal dari penelitian ilimiah. Inovasi juga dapat disebut juga sebagai penemuan komersial yang akan diubah menjadi produk atau jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen. Contoh dalam bidang jasa yaitu telekomunikasi terdapat hubungan positif antara inovasi produk terhadap loyalitas merek (Hem dalam Ali Reza, 2010). Isyanto dkk. (2012) dalam penelitian diferensiasi produk pecel lele LeLa di Karawang menyatakan bahwa, terdapat pengaruh yang postif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan akan mengakibatkan pembelian ulang oleh konsumen terhadap merek barang yang mereka konsumsi, sehingga dapat dikatakan sebagai konsumen memiliki loyalitas terhadap merek tersebut. Mariana (2009) dalam penelitiannya tentang diferensiasi keripik tempe Sanan di Kota Malang berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen. H2: Inovasi produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalty