BAB III PSIKOLOGI KOMUNIKASI Sebuah pengantar 1. Pengertian Psikologi Komunikasi Kisah Genie yang terjadi pada tahun 1970 di California, merupakan suatu gambaran yang penting buat kita tentang dua hal. Pertama, komunikasi amat esensial buat pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli sosial telah berkali-kali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940; Wasserman, 1924). Antropolog terkenal, Ashley Montagu (1967: 450), dengan tegas menulis: “The most important agency through which the child learns to be human is communication, verbal also nonverbal”. Kedua, komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Tidak mengherankan, bahwa komunikasi selalu menarik perhatian peneliti psikologi. Dalam perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi. Tiga di antara empat orang Bapak ilmu komunikasi yang diakui oleh Schramm, adalah sarjanasarjana ilmu psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi dinamika kelompok. Ia memperoleh gelar doktornya dalam asuhan Koffka, Kohier, dan Wertheimer, tokoh-tokoh psikologi Gestalt. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud, bapak psikoanalisis. Carl I. Hovland, adalah seorang yang dididik dalam psikologi, dan selama hidupnya memilih karir psikologi. Ia pernah menjadi asisten Clark Hull, tokoh psikologi aliran behaviorisme. Menarik sekali bahwa semua aliran besar dalam psikologi diwakili oleh para peletak dasar ilmu komunikasi. Walaupun demikian, komunikasi bukan subdisiplin dan psikologi. Sebagai Ilmu, komunikasi menembus banyak disiplin ilmu. Sebagai gejala perilaku, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi. Setiap ilmu mencoba melihat kontribusi komunikasi dalam disiplin ilmu mereka masingmasing. Hal mi terjadi pada psikologi komunikasi. Psikologi Komunikasi mencoba melihat dan mengamati fenomena komunikasi yang terjadi pada din manusia, dan perspektif ilmu psikologi. Sebagian besar bahan tentang Psikologi Komunikasi mi dikutip dan Jalaluddin Rakhmad, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993. 2. Ruang Lingkup Psikologi Komitnikasi Telah banyak dibuat definisi komunikasi. Bila Kroeber dan Kluckhohn (1957) berhasil mengumpulkan 164 definisi kebudayaan, Dance (1970) menghimpun tidak kurang dan 98 definisi komunikasi. Definisi-definisi tersebut dilatarbelakangi berbagai perspektif: mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis. Hoviand, Janis dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an individual (the communicator), transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience,)” (1953: 12). Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal”, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Raymond S. Ross (1974:b7) mendefinisikan komunikasi sebagai: “proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dan pengalamannya sendiri arti atau respons yag sama dengan yang dimaksud oleh sumber” Kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian komunikasi: (Komunikasi 1) Penyampaian perubahan energi dan satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara. 2) Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme. 3) Pesan yang disampaikan. 4) (Teori Komunikasi). Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan. 5) (K. Lewin). Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain. 6) Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.) Daftar pengertian di atas menunjukkan rentangan makna komunikasi sebagaimana digunakan dalam dunia psikologi. Bila diperhatikan, dalam psikologi, komunikasi mempunyai makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi. Jadi psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dan alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Ketika Anda membaca, retina mata Anda, yang terdiri dan 12 juta sel saraf lebih, bereaksi pada cahaya dan menyampaikan pesan pada cabang-cabang saraf yang menyambungkan mata dengan saraf optik. Saraf optik menyambungkan impuls-impuls saraf itu ke otak. Sepuluh sampai 14 juta sel saraf pada otak Anda, disebut neuron, dirangsang oleh impuls-impuls yang datang. Terjadilah proses persepsi yang menakjubkan. Bagian luar neuron, dendrit, adalah penenima informasi. Sonia mengolah informasi dan menggabungkannya. Axon adalah kabel miniatur yang menyampaikan informasi dan alat indera ke otak, otak ke otot, atau dari neuron yang satu kepada yang lain. Di ujung axon terdapatlah serangkaian knop (terminal knops) yang melanjutkan informasi itu. Psikolog menyebut proses ini komunikasi. Prosesnya memang tidak berbeda dengan sistem telekomunikasi dengan terminal-terminal relay dan dilengkapi dengan komputer. Otak manusia sendiri adalah komputer yang mampu menyimpan 280 quintillion (280 ditambah 18 angka nol) bit informasi. (Hunt, 1982:85). Tetapi psikologi tidak hanya mengulas komunikasi di antara neuron. Psikolog mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan (Komunikan di sini diartikan setiap perserta komunikasi. Penulis buku, dan Anda yang membaca buku, sama-sama menjadi komunikan. Komunikan dapat menjadi komunikator, yang memulai komunikasi, atau komunikate, yang menerima komunikasi), psikologi memberikan karaktenistik manusia komunikasi serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifatsifatnya dan bertanya: Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak? Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu: bagaimana pesan dan seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu yang lain. Psikologi bahkan meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia. Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya, dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendirian atau dalam bentuk kelompok. Akhir-akhir ini dunia psikoterapi, teknik penyembuhan jiwa, mengenal metode baru: komunikasi terapeutik (therapeutic communication). Dengan metode ini, seorang tenapis mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien dihadapkan pada situasi dan pertukanan pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya. Pendeknya, meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan caranya berkomunikasi (Ruesch, 1973). Akhirnya, komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau mempengaruhi. Yang ketiga, lazim disebut komunikasi persuasif, amat erat kaitannya dengan psikologi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan psikologis. Walaupun persuasif merupakan bidang yang memerlukan kajian tersendiri, kita akan membicarakan walupun tidak mendalam. Ketika komunikasi dikenal sebagai proses mempengaruhi orang lain, disiplindisiplin yang lain menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi. Para ilmuwan dengan berbagai latar belakang ilmunya, dilukiskan George A. Miller sebagai “participating in and contributing to one of thegreat intellectual adventures of the twentieth century” (ikut serta dalam dan bersama-sama memberikan sumbangan pada salah satu petualangan intelektual besar pada abad kedua puluh). Komunikasi, begitu ujar George A. Miller selanjutnya, telah menjadi “one of the principal preoccupation of our time” (salah satu kesibukan utama pada zaman ini). Bila berbagai disiplin mempelajari komunikasi, apa yang membedakan pendekatan psikologis dengan pendekatan yang lain? Dengan kata lain, adakah ciri khas pendekatan psikologis, sehingga “psikologi komunikasi” dapat dipertanggungjawabkan? 3. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi Wilbur Schramm (1980), menceritakan bahwa 500 tahun yang lalu, di sebelah timur Laut Mati ada sebuah desa, Bab elh-Dhra. Selama berbad-abad, desa ini menjadi persinggahan musafir padang pasir, karena airnya yang terkenal. Kira-kira tahun 3000 s.M., beberapa keluarga pindah ke Bab elh-Dhra dan mendirikan perkampungan pertanian yang pertama. Ribuan tahun perkampungan ini berdiri sampai akhirnya hilang dan sejarah manusia. Yang tinggal hanyalah petilasan dan peninggalannya. Komunikasi, seperti Bab elh-Dhra, ramai dikunjungi bermacammacam sarjana. Tetapi umumnya mereka hanya tinggal saja, seperti musafir padang pasir, lalu melanjutkan perjalannya masing-masing. Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang belajar tentang manusia mesti sekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dan berbagai segi: antroplogi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik, engeneering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya (Budd dan Ruben, 1972). Yang agak menetap mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat dan psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi sosial. Interaksi sosial harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Karena itu, setiap buku sosiologi harus menyinggung komunikasi. Dalam dunia modern, komunikasi bukan saja mendasari interaksi sosial. Teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi. De Fleur, D’Antonio, dan De Fleur (1977:409) menulis; “Untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks masyarakat, kita perlu meneliti sistem komunikasi pada seluruh tingkatannya. Salah satu tingkatannya, komunikasi massa, mengisyaratkan penggunaan alatalat mekanis dan elektronis. Ketika masyarakat modern tumbuh lebih besar dan lebih kompleks, media tersebut makin diandalkan untuk mencapai tujuan kelompok tertentu seperti menyebarkan berita, menyajikan hiburan massa, menjual barang, mengarahkan kesepakatan politik, dan sebagainya. Para ahli sosiologi sangat tertarik pada cara bagaimana berbagai corak masyarakat mengembangkan sistem komunikasi massa tertentu untuk mencapai tujuan mereka.” Kutipan di atas agak panjang untuk melukiskan ciri khas pendekatan sosiologi. Sosiologi mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial, dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok. ini tampak jelas dan beberapa definisi komunikasi yang menggunakan perspektif sosiologi. Cohn Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi sebagai “usaha untuk membuat satuan sosial dan individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai kegiatan mencapai tujuan”. Harmack dan Fest (1964) menganggap komunikasi sebagai “proses interaksi di antara orang untuk tujuan integrasi interpersonal dan interpersonal”. Edwin Neuman juga (1948) mendefinisikan komunikasi sebagai “proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang berfungsi”. Aliran sosiologi yang mewarnai studi komunikasi ialah aliran interaksi simbohik (Blumer, 1969). Filsafat sudah lama menaruh perhatian pada komunikasi, sejak kelompok Sophist yang menjual retorika pada orang-orang Yunani. Aristoteles sendiri menulis De Arte Rhetorika. Tetapi filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk memperkokoh mempersoalkan tujuan apakah kelompok, hakikat seperti manusia pandangan komunikan, sosiologi. dan Filsafat bagaimana ia menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas lain di alam semesta ini; apakah kemampuan berkomunikasi ditentukan oleh sifat-sifat jiwa manusia atau oleh pengalaman; bagaimana proses komunikasi berlangsung sejak kognisi, ke afeksi, sampai perilaku; apakah medium komunikasi merupakan faktor sentral dalam proses penilaian manusia; dan sebagainya. Bila sosiologi melihat posisi komunikasi dalam hubungan timbal balik antara manusia dan alam semesta. Kaum fenomenologi, misalnya, melihat pesan sebagai objek kesadaran yang dinamis. Pesan ditelaah dengan menghubungkannya pada kondisi-kondisi empiris yang menjadi konteks pesan tersebut (Lanigan, 1979). Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Bila sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan. Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi: penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respon (internal mediation of stimuli), prediksi respons (prediction of response), dan peneguhan respons (reinforcement of responses). Psikologi melihat komunikasi dimulai dengan dikenainya masukan kepada organ-organ pengindraan kita yang berupa data. Stimuli berbentuk orang, pesan, suara, warna - pokoknya segala hal yang mempengaruhi kita. Ucapan, “Hai, apa kabar”, merupakan satuan stimuli yang terdiri dari berbaai stimuli pemandangan suara, penciuman, dan sebagainya. Stimuli ini kemudian diolah dalam jiwa kita - dalam “kotak hitam” yang tidak pernah kita ketahui. Kita hanya mengambil kesimpulan tentang proses yang terjadi pada “kotak hitam” dan respons yang tampak. Kita mengetahui bahwa bila ia tersenyum, tepuk tangan, dan meloncat-loncat, pasti ia dalam keadaan gembira. Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dan di sinilah timbul perhatian pada gudang memori (memory storage) dan set (penghubung masa lalu dan masa sekarang). Salah satu unsur sejarah respons ialah peneguhan. Peneguhan adalah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme yang ash). Bergera dan Lambert menyebutnya feedback (umpan balik). Fisher tetap menyebutnya peneguhan saja (Fisher, 1978:136-142). Walaupun tampak kental sekali warna behaviorisme pada uraian Fisher seperti yang diakuinya sendiri - ia telah menunjukkan keunikan pendekatan psikologi, di samping secara tidak langsung menjelaskan cakupan psikologi. Belum ada kesepakatan tentang cakupan psikologi. Ada yang beranggapan psikologi hanya tertarik pada perilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak dapat mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian psikolog hanya ingin memerikan apa yang dilakukan orang; sebagian lagi ingin meramalkan apa yang akan dilakukan orang; sebagian lagi menyatakan bahwa psikologi baru dikatakan sains bila sudah mampu mengendalikan perilaku orang lain. Daripada repor memilih pendapat yang paling benar, George A. Miller membantu kita membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya: Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events (Miller, 1974:4). Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalàm komunikasi. Peristiwa mental adalah apa yang disehut Fisher “internal mediation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi. Komunikasi adalah peristiwa sosial - peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Mencoba menganalisa peristiwa sosial secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Memang, bila ditanyakan di mana letak psikologi komunikasi, kita cenderung meletakkannya sebagai bagian dan psikologi sosial. Karena itu, pendekatan psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi. E.A. Ross dalam bukunya yang benjudul Social Psychology mendefinisikan psikologi sosial sebagai ilmu “yang berusaha memahami dan menguraikan keseragaman dalam perasaan, kepercayaan, atau kemauan - juga tindakan - yang diakibatkan oleh interaksi sosial” (dikutip dan Dewey, 1967:3). Sejak itu, puluhan definisi psikologi sosial muncul (sebagaimana yang biasa terjadi pada setiap disiplin ilmu). Salah satu definsi mutakhir (Kaufmann, 1973:6) menyatakan: “Psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang dianggap sebagai pikiran, perasaan dan tindakan orang lain (yang kehadirannya boleh jadi sebenarnya, atau disiratkan” Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan aspek merasa), (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi), dan (3) mekanisme penyesuaian din seperti sosialisasi, permainan peranan, indentifikasi, proyeksi, agresi dan sebagainya. Bagaimana psikologi komunikasi menganalisa peristiwa-peristiwa komunikasi ? Seorang psikolog komunikasi akan menggunakan pendekatan yang berbeda. Pertama, ia menyingkirkan semua sikap memihak dan semua usaha manilai secara normatif (mana yang benar, mana yang salah). Ia akan mencari prinsip-prinsip umum yang menjelaskan pendekatan di atas. Prinsip itu dinyatakan dengan rumus: Bila X, maka Y. Bila terjadi keadaan tertentu, maka timbul perilaku tententu. Bila kedua belah pihak yang berkomunikasi mempunyai kerangka rujukan (frame of reference) yang berbeda, maka perbedaan pendapat akan makin meruncing. Atau bila satu pihak menunjukkan superioritas, maka pihak yang lain akan melakukan komunikasi yang defensif (lihat perihal komunikasi defensif). Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan hubungan sebab dan akibat, yakni suatu hipotesis atau teori. Kedua, ketika merumuskan prinsip-prinsip umum, psikolog komunikasi harus menguraikan kejadian menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisa. Komunikator dapat diamati dan dianalisa karakteristiknya sebagai sumber informasi. Ia dapat meneliti kerangka rujukan yang dipakai kedua belah pihak yang berkomunikasi. Ia dapat pula melacak pola komunikasi interpersonal yang dilakukannya. Atau ia memusatkan perhatian pada proses penyandian (encoding) pesan yang terjadi. Memilih segmen-segmen tertentu memang tidak menceritakan seluruhnya. Tetapi dengan cara ini, teori dapat diuji pada situasi yang lain. Dampak sikap superior dapat diulangi dalam satu eksperimen. Betulkan bila saya “menggurui” orang lain, ia pun akan “menggurui” saya pula? Tanpa segmentasi, kita tidak mungkin mengulang seluruh situasi percakapan itu sekali lagi. Ketiga, psikologi komunikasi berusaha memahami peristiwa komunikasi dengan menganalisa keadaan internal (internal state,), “suasana batiniah” individu. Bila sosiolog memusatkan perhatian pada struktur sosial yang mempengaruhi tingkah laku; ahli bahasa pada tata bahasa, tata kalimat, dan makna kata; biolog pada komposisi fisik dan organis manusia; maka psikolog pada perasaan, motif, atau cara individu mendefinisikan situasi yang dihadapinya. Psikolog mencoba “menyingkapkan” apa yang tersembunyi di balik layar panggung komunikasi. Psikologi adalah detektif yang mencari “penjahat” yang bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa yang menarik. 4. Penggunaan Psikologi Komunikasi Komunikasi Efektif. Seperti dinyatakan Ashley Montagu di atas, kita belajar menjadi manusia melalui komunikasi. Anak kecil hanyalah seonggok daging sampai ia belajar mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya melalui tangisan, tendangan, atau senyuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya, terbentuklah perlahan-lahan apa yang kita sebut kepribadian. Bagaimana ia menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia menyampaikan pesannya kepada orang lain, menentukan kepribadiannya. Manusia bukan dibentuk oleh lingkungan, tetapi oleh caranya menerjemahkan pesan-pesan lingkungan yang diterimanya. Wajah ramah seorang ibu akan menimbulkan kehangatan bila diartikan si anak sebagai ungkapan kasih-sayang. Wajah yang sama akan melahirkan kebencian bila anak memahaminya sebagai usaha ibu tin untuk menarik simpati anak yang ayahnya telah di rebut. Kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu pula komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep din, dan menetapkan hubungan kita dengan dunia di sekitar kita. Hubungan kita dengan orang lain akan meenentukan kualitas hidup kita. Bila orang lain tidak memahami gagasan Anda, bila pesan Anda menjengkelkan mereka, bila Anda tidak berhasil mengatasi masalah pelik karena orang lain menentang pendapat Anda dan tidak mau membantu Anda, bila semakin sering Anda berkomunikasi semakin jauh jarak Anda dengan mereka, bila Anda selalu gagal untuk mendorong orang lain bertindak, Anda telah gagal dalam komunikasi. Komunikasi Anda tidak efektif. Bagaimana tanda-tanda komunikasi yang efektif? Komunikasi yang efektif - menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974:9-13) - paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. Pengertian Pengertian artinya penerimaan yang cermat dan isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Menurut cerita, seorang pimpinan pasukan VOC bermaksud menghormati seorang pangeran Madura. Untuk itu, dipegangnya tangan sang permaisuri dan diciumnya. Sang pangeran marah. Ia mencabut kerisnya, menusuk Belanda itu dan terjadilah bertahun-tahun perang VOC dengan penduduk Madura, sehingga ribuan korban jatuh. Kita tidak tahu apakah cerita itu benar atau tidak, tetapi betapa sering kita bertengkar hanya karena pesan kita diartikan lain oleh orang yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Untuk menghindari hal mi kita perlu memahami paling tidak psikologi pesan dan psikologi komunikator. Kesenangan Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita mengucapkan “Selamat pagi, apa kabar?”, kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut Analisis Transaksional sebagai “Saya Oke - Kamu Oke”. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. ini memerlukan kajian psikologis tentang komunikasi interpersonal. Mempengaruhi Sikap Paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Khatib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jemaah beribadah lebih baik. Politisi ingin menciptakan citra yang baik pada pemilihnya, bukan untuk masuk surga, tetapi untuk masuk DPR dan menghindari masuk kotak. Guru ingin muridnya lebih mencintai ilmu pengetahuan. Pemasang iklan ingin merangsang selera konsumen dan mendesaknya untuk membeli. Sering jejaka ingin meyakinkan pacarnya bahwa ia cukup “bonafid” untuk mencintai dan dicintai. Semua ini adalah komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikate. Persuasi didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri” (Kamus Ilmu Komunikasi, 1979). Para psikolog memang sering bergabung dengan komunikolog justru pada bidang persuasi. Hubungan Sosial yang Baik Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow (1980:80-92) menyebutnya “kebutuhan akan cinta” atau “belongingness”. William Schutz (1966) merinci kebutuhan sosial ini ke dalam tiga hal inclusion, control, affection. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang (affection) Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin mencitai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif. Dewasa ini para ilmuwan sosial, filufuf dan ahli agama sering berbicara tentang alienasi - merasa terasing, kesepian dan kehilangan keakraban — pada manusia modern. “Instead of effection, acceptance, love, and joy resulting from being with others, many people feel alone, rejected, ignored, and unloved”, tulis William D. Brooks dan Philip Emmert (1977:5). Bila orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal, apa yang terjadi ? Banyak - kata Vance Packard (1974). Ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, “dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome” (ingin melarikan diri dari Iingkungannya). Penelitian Philip G. Zimbardo tentang hubungan antara anonimitas dengan agresi menunjukan hasil bahwa anonimitas menjadikan orang agresif, senang mencuri dan merusak, di samping kehilangan tanggungjawab sosial. Lalu, apa yang menyebabkan anonimitas? Kita menduganya pada kegagalan komunikasi interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Bila kegagalan untuk menimbulkan pengertian disebut kegagalan komunikasi primer, gangguan hubungan manusiawi yang timbul dari salah-pengertian adalah kegagalan komunikasi sekunder (secundary breakdown). Supaya. manusia tetap hidup secara sosial, untuk sosial survival, ia harus terampil dalam memahami faktorfaktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal seperti persepsi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Tindakan Persuasi Juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan komunikan. Kampanye KB berhasil bila akseptor mulai menyediakan diri untuk dipasang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Propaganda suatu partai politik efektif bila sekian juga memilih mencoblos parpol itu. Pemasang iklan sukses bila orang membeli barang yang ditawarkan. Mubaligh pun boleh bergembira bila orang beramai-ramai bukan saja menghadiri masjid, tetapi juga mendirikan salat. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting. Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik.