BAB III PSIKOLOGI KOMUNIKASI Sebuah pengantar 1

advertisement
BAB III
PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Sebuah pengantar
1. Pengertian Psikologi Komunikasi
Kisah Genie yang terjadi pada tahun 1970 di California, merupakan suatu gambaran
yang penting buat kita tentang dua hal. Pertama, komunikasi amat esensial buat
pertumbuhan
kepribadian
manusia.
Ahli-ahli
sosial
telah
berkali-kali
mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan
kepribadian (Davis, 1940; Wasserman, 1924). Antropolog terkenal, Ashley Montagu
(1967: 450), dengan tegas menulis: “The most important agency through which the
child learns to be human is communication, verbal also nonverbal”. Kedua,
komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran
manusia. Tidak mengherankan, bahwa komunikasi selalu menarik perhatian peneliti
psikologi.
Dalam perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti
psikologi. Tiga di antara empat orang Bapak ilmu komunikasi yang diakui oleh
Schramm, adalah sarjanasarjana ilmu psikologi. Kurt Lewin adalah ahli psikologi
dinamika kelompok. Ia memperoleh gelar doktornya dalam asuhan Koffka, Kohier,
dan Wertheimer, tokoh-tokoh psikologi Gestalt. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu
komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud,
bapak psikoanalisis. Carl I. Hovland, adalah seorang yang dididik dalam psikologi,
dan selama hidupnya memilih karir psikologi. Ia pernah menjadi asisten Clark Hull,
tokoh psikologi aliran behaviorisme. Menarik sekali bahwa semua aliran besar
dalam psikologi diwakili oleh para peletak dasar ilmu komunikasi.
Walaupun demikian, komunikasi bukan subdisiplin dan psikologi. Sebagai Ilmu,
komunikasi menembus banyak disiplin ilmu. Sebagai gejala perilaku, komunikasi
dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan psikologi. Setiap
ilmu mencoba melihat kontribusi komunikasi dalam disiplin ilmu mereka masingmasing. Hal mi terjadi pada psikologi komunikasi. Psikologi Komunikasi mencoba
melihat dan mengamati fenomena komunikasi yang terjadi pada din manusia, dan
perspektif ilmu psikologi.
Sebagian besar bahan tentang Psikologi Komunikasi mi dikutip dan Jalaluddin Rakhmad, Psikologi Komunikasi, Edisi
Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993.
2. Ruang Lingkup Psikologi Komitnikasi
Telah banyak dibuat definisi komunikasi. Bila Kroeber dan Kluckhohn (1957)
berhasil mengumpulkan 164 definisi kebudayaan, Dance (1970) menghimpun tidak
kurang dan 98 definisi komunikasi. Definisi-definisi tersebut dilatarbelakangi
berbagai perspektif: mekanistis, sosiologistis, dan psikologistis. Hoviand, Janis dan
Kelly, semuanya psikolog, mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by
which an individual (the communicator), transmits stimuli (usually verbal) to modify
the behavior of other individuals (the audience,)” (1953: 12). Dance (1967)
mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha
“menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal”, ketika lambang-lambang
verbal
tersebut
bertindak
sebagai
stimuli.
Raymond
S.
Ross
(1974:b7)
mendefinisikan komunikasi sebagai:
“proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama
lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk
mengeluarkan dan pengalamannya sendiri arti atau respons yag sama dengan
yang dimaksud oleh sumber”
Kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian
komunikasi:
(Komunikasi 1) Penyampaian perubahan energi dan satu tempat ke tempat
yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang
suara. 2) Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme. 3)
Pesan yang disampaikan. 4) (Teori Komunikasi). Proses yang dilakukan satu
sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal
yang disampaikan. 5) (K. Lewin). Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah
persona yang lain sehingga dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang
berkaitan pada wilayah lain. 6) Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam
psikoterapi.)
Daftar pengertian di atas menunjukkan rentangan makna komunikasi sebagaimana
digunakan dalam dunia psikologi. Bila diperhatikan, dalam psikologi, komunikasi
mempunyai makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang
suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri
dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara
khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi.
Jadi psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dan alat-alat
indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses
saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara
organisme. Ketika Anda membaca, retina mata Anda, yang terdiri dan 12 juta sel
saraf lebih, bereaksi pada cahaya dan menyampaikan pesan pada cabang-cabang
saraf yang menyambungkan mata dengan saraf optik. Saraf optik menyambungkan
impuls-impuls saraf itu ke otak. Sepuluh sampai 14 juta sel saraf pada otak Anda,
disebut neuron, dirangsang oleh impuls-impuls yang datang. Terjadilah proses
persepsi yang menakjubkan. Bagian luar neuron, dendrit, adalah penenima
informasi.
Sonia mengolah informasi dan menggabungkannya. Axon adalah kabel miniatur
yang menyampaikan informasi dan alat indera ke otak, otak ke otot, atau dari
neuron yang satu kepada yang lain. Di ujung axon terdapatlah serangkaian knop
(terminal knops) yang melanjutkan informasi itu. Psikolog menyebut proses ini
komunikasi. Prosesnya memang tidak berbeda dengan sistem telekomunikasi
dengan terminal-terminal relay dan dilengkapi dengan komputer. Otak manusia
sendiri adalah komputer yang mampu menyimpan 280 quintillion (280 ditambah 18
angka nol) bit informasi. (Hunt, 1982:85).
Tetapi psikologi tidak hanya mengulas komunikasi di antara neuron. Psikolog
mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi.
Pada diri komunikan (Komunikan di sini diartikan setiap perserta komunikasi.
Penulis buku, dan Anda yang membaca buku, sama-sama menjadi komunikan.
Komunikan
dapat
menjadi
komunikator,
yang
memulai
komunikasi,
atau
komunikate, yang menerima komunikasi), psikologi memberikan karaktenistik
manusia
komunikasi
serta
faktor-faktor
internal
maupun
eksternal
yang
mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifatsifatnya dan bertanya: Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil
dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak?
Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu: bagaimana pesan dan
seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu yang
lain. Psikologi bahkan meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang,
bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia.
Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat ke dalam proses
penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang
mempengaruhinya, dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendirian
atau dalam bentuk kelompok.
Akhir-akhir ini dunia psikoterapi, teknik penyembuhan jiwa, mengenal metode baru:
komunikasi terapeutik (therapeutic communication). Dengan metode ini, seorang
tenapis mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien dihadapkan pada
situasi dan pertukanan pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang
bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada
gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan
dirinya. Pendeknya, meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan caranya
berkomunikasi (Ruesch, 1973).
Akhirnya, komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau
mempengaruhi. Yang ketiga, lazim disebut komunikasi persuasif, amat erat
kaitannya dengan psikologi. Persuasif sendiri dapat didefinisikan sebagai proses
mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain melalui pendekatan
psikologis. Walaupun persuasif merupakan bidang yang memerlukan kajian
tersendiri, kita akan membicarakan walupun tidak mendalam.
Ketika komunikasi dikenal sebagai proses mempengaruhi orang lain, disiplindisiplin yang lain menambah perhatian yang sama besarnya seperti psikologi. Para
ilmuwan dengan berbagai latar belakang ilmunya, dilukiskan George A. Miller
sebagai “participating in and contributing to one of thegreat intellectual adventures
of the twentieth century” (ikut serta dalam dan bersama-sama memberikan
sumbangan pada salah satu petualangan intelektual besar pada abad kedua puluh).
Komunikasi, begitu ujar George A. Miller selanjutnya, telah menjadi “one of the
principal preoccupation of our time” (salah satu kesibukan utama pada zaman ini).
Bila berbagai disiplin mempelajari komunikasi, apa yang membedakan pendekatan
psikologis dengan pendekatan yang lain? Dengan kata lain, adakah ciri khas
pendekatan
psikologis,
sehingga
“psikologi
komunikasi”
dapat
dipertanggungjawabkan?
3. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi
Wilbur Schramm (1980), menceritakan bahwa 500 tahun yang lalu, di sebelah
timur Laut Mati ada sebuah desa, Bab elh-Dhra. Selama berbad-abad, desa ini
menjadi persinggahan musafir padang pasir, karena airnya yang terkenal. Kira-kira
tahun 3000 s.M., beberapa keluarga pindah ke Bab elh-Dhra dan mendirikan
perkampungan pertanian yang pertama. Ribuan tahun perkampungan ini berdiri
sampai akhirnya hilang dan sejarah manusia. Yang tinggal hanyalah petilasan dan
peninggalannya. Komunikasi, seperti Bab elh-Dhra, ramai dikunjungi bermacammacam sarjana. Tetapi umumnya mereka hanya tinggal saja, seperti musafir
padang pasir, lalu melanjutkan perjalannya masing-masing. Komunikasi begitu
esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang belajar tentang manusia
mesti sekali waktu menolehnya. Komunikasi telah ditelaah dan berbagai segi:
antroplogi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik, psikologi, politik, matematik,
engeneering, neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya (Budd dan Ruben, 1972).
Yang agak menetap mempelajari komunikasi adalah sosiologi, filsafat dan
psikologi. Sosiologi mempelajari interaksi sosial. Interaksi sosial harus didahului
oleh kontak dan komunikasi. Karena itu, setiap buku sosiologi harus menyinggung
komunikasi. Dalam dunia modern, komunikasi bukan saja mendasari interaksi
sosial. Teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu
masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi. De Fleur, D’Antonio,
dan De Fleur (1977:409) menulis;
“Untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks
masyarakat, kita perlu meneliti sistem komunikasi pada seluruh tingkatannya.
Salah satu tingkatannya, komunikasi massa, mengisyaratkan penggunaan alatalat mekanis dan elektronis. Ketika masyarakat modern tumbuh lebih besar dan
lebih kompleks, media tersebut makin diandalkan untuk mencapai tujuan
kelompok tertentu seperti menyebarkan berita, menyajikan hiburan massa,
menjual barang, mengarahkan kesepakatan politik, dan sebagainya. Para ahli
sosiologi sangat tertarik pada cara bagaimana berbagai corak masyarakat
mengembangkan sistem komunikasi massa tertentu untuk mencapai tujuan
mereka.”
Kutipan di atas agak panjang untuk melukiskan ciri khas pendekatan sosiologi.
Sosiologi mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial, dalam mencapai
tujuan-tujuan kelompok. ini tampak jelas dan beberapa definisi komunikasi yang
menggunakan perspektif sosiologi. Cohn Cherry (1964) mendefinisikan komunikasi
sebagai “usaha untuk membuat satuan sosial dan individu dengan menggunakan
bahasa atau tanda. Memiliki bersama serangkaian peraturan untuk berbagai
kegiatan mencapai tujuan”. Harmack dan Fest (1964) menganggap komunikasi
sebagai “proses interaksi di antara orang untuk tujuan integrasi interpersonal dan
interpersonal”. Edwin Neuman juga (1948) mendefinisikan komunikasi sebagai
“proses untuk mengubah kelompok manusia menjadi kelompok yang berfungsi”.
Aliran sosiologi yang mewarnai studi komunikasi ialah aliran interaksi simbohik
(Blumer, 1969).
Filsafat sudah lama menaruh perhatian pada komunikasi, sejak kelompok
Sophist yang menjual retorika pada orang-orang Yunani. Aristoteles sendiri menulis
De Arte Rhetorika. Tetapi filsafat tidak melihat komunikasi sebagai alat untuk
memperkokoh
mempersoalkan
tujuan
apakah
kelompok,
hakikat
seperti
manusia
pandangan
komunikan,
sosiologi.
dan
Filsafat
bagaimana
ia
menggunakan komunikasi untuk berhubungan dengan realitas lain di alam semesta
ini; apakah kemampuan berkomunikasi ditentukan oleh sifat-sifat jiwa manusia atau
oleh pengalaman; bagaimana proses komunikasi berlangsung sejak kognisi, ke
afeksi, sampai perilaku; apakah medium komunikasi merupakan faktor sentral
dalam proses penilaian manusia; dan sebagainya. Bila sosiologi melihat posisi
komunikasi dalam hubungan timbal balik antara manusia dan alam semesta. Kaum
fenomenologi, misalnya, melihat pesan sebagai objek kesadaran yang dinamis.
Pesan ditelaah dengan menghubungkannya pada kondisi-kondisi empiris yang
menjadi konteks pesan tersebut (Lanigan, 1979).
Psikologi juga meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi
terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba
menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Bila
sosiologi melihat komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia
dengan realitas lainnya, psikologi pada perilaku individu komunikan.
Fisher menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi: penerimaan
stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai
stimuli dan respon (internal mediation of stimuli), prediksi respons (prediction of
response), dan peneguhan respons (reinforcement of responses). Psikologi melihat
komunikasi dimulai dengan dikenainya masukan kepada organ-organ pengindraan
kita yang berupa data. Stimuli berbentuk orang, pesan, suara, warna - pokoknya
segala hal yang mempengaruhi kita. Ucapan, “Hai, apa kabar”, merupakan satuan
stimuli yang terdiri dari berbaai stimuli pemandangan suara, penciuman, dan
sebagainya. Stimuli ini kemudian diolah dalam jiwa kita - dalam “kotak hitam” yang
tidak pernah kita ketahui. Kita hanya mengambil kesimpulan tentang proses yang
terjadi pada “kotak hitam” dan respons yang tampak. Kita mengetahui bahwa bila ia
tersenyum, tepuk tangan, dan meloncat-loncat, pasti ia dalam keadaan gembira.
Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa
lalu dapat meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah
respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dan di sinilah timbul
perhatian pada gudang memori (memory storage) dan set (penghubung masa lalu
dan masa sekarang). Salah satu unsur sejarah respons ialah peneguhan.
Peneguhan adalah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme
yang ash). Bergera dan Lambert menyebutnya feedback (umpan balik). Fisher tetap
menyebutnya peneguhan saja (Fisher, 1978:136-142).
Walaupun tampak kental sekali warna behaviorisme pada uraian Fisher seperti yang diakuinya sendiri - ia telah menunjukkan keunikan pendekatan
psikologi, di samping secara tidak langsung menjelaskan cakupan psikologi.
Belum ada kesepakatan tentang cakupan psikologi. Ada yang beranggapan
psikologi hanya tertarik pada perilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak
dapat mengabaikan peristiwa-peristiwa mental. Sebagian psikolog hanya ingin
memerikan apa yang dilakukan orang; sebagian lagi ingin meramalkan apa yang
akan dilakukan orang; sebagian lagi menyatakan bahwa psikologi baru dikatakan
sains bila sudah mampu mengendalikan perilaku orang lain. Daripada repor memilih
pendapat yang paling benar, George A. Miller membantu kita membuat definisi
psikologi yang mencakup semuanya: Psychology is the science that attempts to
describe, predict, and control mental and behavioral events (Miller, 1974:4). Dengan
demikian, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan,
meramalkan,
dan mengendalikan
peristiwa
mental
dan
behavioral
dalàm
komunikasi. Peristiwa mental adalah apa yang disehut Fisher “internal mediation of
stimuli”, sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah
apa yang nampak ketika orang berkomunikasi.
Komunikasi adalah peristiwa sosial - peristiwa yang terjadi ketika manusia
berinteraksi dengan manusia yang lain. Mencoba menganalisa peristiwa sosial
secara psikologis membawa kita pada psikologi sosial. Memang, bila ditanyakan di
mana letak psikologi komunikasi, kita cenderung meletakkannya sebagai bagian
dan psikologi sosial. Karena itu, pendekatan psikologi sosial adalah juga
pendekatan psikologi komunikasi.
E.A. Ross dalam bukunya yang benjudul Social Psychology mendefinisikan
psikologi sosial sebagai ilmu “yang berusaha memahami dan menguraikan
keseragaman dalam perasaan, kepercayaan, atau kemauan - juga tindakan - yang
diakibatkan oleh interaksi sosial” (dikutip dan Dewey, 1967:3). Sejak itu, puluhan
definisi psikologi sosial muncul (sebagaimana yang biasa terjadi pada setiap disiplin
ilmu). Salah satu definsi mutakhir (Kaufmann, 1973:6) menyatakan:
“Psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan
bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan individu dipengaruhi oleh apa yang
dianggap sebagai pikiran, perasaan dan tindakan orang lain (yang
kehadirannya boleh jadi sebenarnya, atau disiratkan”
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah (1)
proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan aspek
merasa), (2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi),
dan (3) mekanisme penyesuaian din seperti sosialisasi, permainan peranan,
indentifikasi, proyeksi, agresi dan sebagainya.
Bagaimana psikologi komunikasi menganalisa peristiwa-peristiwa komunikasi ?
Seorang psikolog komunikasi akan menggunakan pendekatan yang berbeda.
Pertama, ia menyingkirkan semua sikap memihak dan semua usaha manilai secara
normatif (mana yang benar, mana yang salah). Ia akan mencari prinsip-prinsip
umum yang menjelaskan pendekatan di atas. Prinsip itu dinyatakan dengan rumus:
Bila X, maka Y. Bila terjadi keadaan tertentu, maka timbul perilaku tententu. Bila
kedua belah pihak yang berkomunikasi mempunyai kerangka rujukan (frame of
reference) yang berbeda, maka perbedaan pendapat akan makin meruncing. Atau
bila satu pihak menunjukkan superioritas, maka pihak yang lain akan melakukan
komunikasi yang defensif (lihat perihal komunikasi defensif). Pernyataan-pernyataan
ini menunjukkan hubungan sebab dan akibat, yakni suatu hipotesis atau teori.
Kedua, ketika merumuskan prinsip-prinsip umum, psikolog komunikasi harus
menguraikan kejadian menjadi satuan-satuan kecil untuk dianalisa. Komunikator
dapat diamati dan dianalisa karakteristiknya sebagai sumber informasi. Ia dapat
meneliti kerangka rujukan yang dipakai kedua belah pihak yang berkomunikasi. Ia
dapat pula melacak pola komunikasi interpersonal yang dilakukannya. Atau ia
memusatkan perhatian pada proses penyandian (encoding) pesan yang terjadi.
Memilih segmen-segmen tertentu memang tidak menceritakan seluruhnya. Tetapi
dengan cara ini, teori dapat diuji pada situasi yang lain. Dampak sikap superior
dapat diulangi dalam satu eksperimen. Betulkan bila saya “menggurui” orang lain, ia
pun akan “menggurui” saya pula? Tanpa segmentasi, kita tidak mungkin mengulang
seluruh situasi percakapan itu sekali lagi.
Ketiga, psikologi komunikasi berusaha memahami peristiwa komunikasi dengan
menganalisa keadaan internal (internal state,), “suasana batiniah” individu. Bila
sosiolog memusatkan perhatian pada struktur sosial yang mempengaruhi tingkah
laku; ahli bahasa pada tata bahasa, tata kalimat, dan makna kata; biolog pada
komposisi fisik dan organis manusia; maka psikolog pada perasaan, motif, atau cara
individu
mendefinisikan
situasi
yang
dihadapinya.
Psikolog
mencoba
“menyingkapkan” apa yang tersembunyi di balik layar panggung komunikasi.
Psikologi adalah detektif yang mencari “penjahat” yang bertanggung jawab atas
terjadinya peristiwa yang menarik.
4. Penggunaan Psikologi Komunikasi
Komunikasi Efektif. Seperti dinyatakan Ashley Montagu di atas, kita belajar menjadi
manusia melalui komunikasi. Anak kecil hanyalah seonggok daging sampai ia
belajar mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya melalui tangisan, tendangan,
atau senyuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya,
terbentuklah perlahan-lahan apa yang kita sebut kepribadian. Bagaimana ia
menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia menyampaikan
pesannya kepada orang lain, menentukan kepribadiannya. Manusia bukan dibentuk
oleh lingkungan, tetapi oleh caranya menerjemahkan pesan-pesan lingkungan yang
diterimanya. Wajah ramah seorang ibu akan menimbulkan kehangatan bila diartikan
si anak sebagai ungkapan kasih-sayang. Wajah yang sama akan melahirkan
kebencian bila anak memahaminya sebagai usaha ibu tin untuk menarik simpati
anak yang ayahnya telah di rebut.
Kepribadian terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu pula komunikasi menjadi
penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri
kita, mengembangkan konsep din, dan menetapkan hubungan kita dengan dunia di
sekitar kita. Hubungan kita dengan orang lain akan meenentukan kualitas hidup kita.
Bila orang lain tidak memahami gagasan Anda, bila pesan Anda menjengkelkan
mereka, bila Anda tidak berhasil mengatasi masalah pelik karena orang lain
menentang pendapat Anda dan tidak mau membantu Anda, bila semakin sering
Anda berkomunikasi semakin jauh jarak Anda dengan mereka, bila Anda selalu
gagal untuk mendorong orang lain bertindak, Anda telah gagal dalam komunikasi.
Komunikasi Anda tidak efektif.
Bagaimana tanda-tanda komunikasi yang efektif? Komunikasi yang efektif - menurut
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1974:9-13) - paling tidak menimbulkan lima hal:
pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan
tindakan.
Pengertian
Pengertian artinya penerimaan yang cermat dan isi stimuli seperti yang dimaksud
oleh komunikator. Menurut cerita, seorang pimpinan pasukan VOC bermaksud
menghormati seorang pangeran Madura. Untuk itu, dipegangnya tangan sang
permaisuri dan diciumnya. Sang pangeran marah. Ia mencabut kerisnya, menusuk
Belanda itu dan terjadilah bertahun-tahun perang VOC dengan penduduk Madura,
sehingga ribuan korban jatuh. Kita tidak tahu apakah cerita itu benar atau tidak,
tetapi betapa sering kita bertengkar hanya karena pesan kita diartikan lain oleh
orang yang kita ajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut
kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Untuk
menghindari hal mi kita perlu memahami paling tidak psikologi pesan dan psikologi
komunikator.
Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk
pengertian. Ketika kita mengucapkan “Selamat pagi, apa kabar?”, kita tidak
bermaksud
mencari
keterangan.
Komunikasi
itu
hanya
dilakukan
untuk
mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut Analisis Transaksional
sebagai “Saya Oke - Kamu Oke”. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis
(phatic communication), dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi
inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. ini
memerlukan kajian psikologis tentang komunikasi interpersonal.
Mempengaruhi Sikap
Paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Khatib
ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jemaah beribadah lebih baik.
Politisi ingin menciptakan citra yang baik pada pemilihnya, bukan untuk masuk
surga, tetapi untuk masuk DPR dan menghindari masuk kotak. Guru ingin muridnya
lebih mencintai ilmu pengetahuan. Pemasang iklan ingin merangsang selera
konsumen dan mendesaknya untuk membeli. Sering jejaka ingin meyakinkan
pacarnya bahwa ia cukup “bonafid” untuk mencintai dan dicintai. Semua ini adalah
komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang
faktor-faktor pada diri komunikator, dan pesan yang menimbulkan efek pada
komunikate. Persuasi didefinisikan sebagai “proses mempengaruhi pendapat, sikap
dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang
tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri” (Kamus Ilmu Komunikasi,
1979). Para psikolog memang sering bergabung dengan komunikolog justru pada
bidang persuasi.
Hubungan Sosial yang Baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin
berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow (1980:80-92)
menyebutnya “kebutuhan akan cinta” atau “belongingness”. William Schutz (1966)
merinci kebutuhan sosial ini ke dalam tiga hal inclusion, control, affection.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi
(inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang
(affection) Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang
lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin mencitai dan dicintai.
Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang
efektif. Dewasa ini para ilmuwan sosial, filufuf dan ahli agama sering berbicara
tentang alienasi - merasa terasing, kesepian dan kehilangan keakraban — pada
manusia modern. “Instead of effection, acceptance, love, and joy resulting from
being with others, many people feel alone, rejected, ignored, and unloved”, tulis
William D. Brooks dan Philip Emmert (1977:5).
Bila orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal, apa yang terjadi ?
Banyak - kata Vance Packard (1974). Ia akan menjadi agresif, senang berkhayal,
“dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome” (ingin melarikan diri
dari Iingkungannya). Penelitian Philip G. Zimbardo tentang hubungan antara
anonimitas dengan agresi menunjukan hasil bahwa anonimitas menjadikan orang
agresif, senang mencuri dan merusak, di samping kehilangan tanggungjawab
sosial. Lalu, apa yang menyebabkan anonimitas? Kita menduganya pada kegagalan
komunikasi interpersonal dalam menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Bila
kegagalan untuk menimbulkan pengertian disebut kegagalan komunikasi primer,
gangguan hubungan manusiawi yang timbul dari salah-pengertian adalah
kegagalan komunikasi sekunder (secundary breakdown). Supaya. manusia tetap
hidup secara sosial, untuk sosial survival, ia harus terampil dalam memahami faktorfaktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi interpersonal seperti persepsi
interpersonal, dan hubungan interpersonal.
Tindakan
Persuasi Juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi
untuk
menimbulkan
pengertian
memang
sukar,
tetapi
lebih
sukar
lagi
mempengaruhi sikap. Jauh lebih sukar lagi mendorong orang bertindak. Tetapi
efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan
komunikan. Kampanye KB berhasil bila akseptor mulai menyediakan diri untuk
dipasang AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Propaganda suatu partai politik
efektif bila sekian juga memilih mencoblos parpol itu. Pemasang iklan sukses bila
orang membeli barang yang ditawarkan. Mubaligh pun boleh bergembira bila orang
beramai-ramai bukan saja menghadiri masjid, tetapi juga mendirikan salat.
Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting.
Karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan
pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang
baik.
Download