Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013) Abdul Malik FISIP Universitas Serang Raya Jalan Raya Serang-Cilegon Km.5 Taman Drangong Serang Banten Tel. (254) 8235008 Email: [email protected] Abstract Election of pair Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi in the local elections in 2013 as the Regent of Lebak not be separated from the pro-indigenous Kesepuhan Banten Kidul offerings. In the election this pair gain significant votes from the pockets of indigenous peoples. Siding with indigenous groups to partner Iti-Ade is inseparable from the processes of political communication in which intertwined lobbying and negotiating. This study aims to gain an overview of the things underlying the indigenous peoples to establish the lobby and the implications of the lobby and the post-election negotiations. The theory used in this study is the theory of political communication, lobbying and negosiation with qualitative approach and case study method. This research has resulted in findings; first, political communication undertaken by indigenous peoples is based on the problem of existence as a result of residential land tenure and livelihood by the manager Region Mist Mountain Salak National Park (TNGHS). Second, to regain their existence to establish political communication in the form of lobbying and negotiations with the political forces that advanced in the elections lebak 2013. Third, the processes of political communication in the form of lobbying and negotiations have brought victory couples Iti-Ade in the elections of 2013 and implications for the publication Regional Regulation (Perda) on indigenous peoples. Keywords: Kasepuhan Banten Kidul, Political Communication, Indigenous People PENDAHULUAN Bintang, dan pasangan independen H. Pepep Latar Belakang Faisaludin-Aang Rasidi (Panglima). Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Pasangan IDE, baik pada pemilihan Kabupaten Lebak tahun 2013 telah menjadikan pertama yang kemudian dianulir oleh Mahkamah pasangan Iti Oktavia Jayabaya dan Ade Sumardi Konstitusi (MK), maupun pada pemilihan ulang, sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Pilkada berhasil meraih kemenangan dengan suara mutlak. Lebak 2013 diikuti oleh tiga pasangan calon, yakni Namun, di balik proses terpilihnya pasangan IDE pasangan Iti Oktavia Jaya Baya - Ade Sumardi tersebut ada fakta menarik yang tidak banyak (IDE) yang didukung oleh koalisi delapan partai terungkap ke publik. Bahwa kemenangan mutlak politik, PDI pasangan Iti-Ade yang didukung oleh koalisi Perjuangan, PKS, Partai Hanura, Partai Gerindra, sejumlah partai itu tidak terlepas dari pemihakan PPP, dan PPD. Dua pasangan lainnya adalah masyarakat pasangan H. Amir Hamzah-Kasmin (HAK) yang Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum diusung oleh Partai Golkar dan Partai Bulan (KPU) Kabupaten Lebak, dari sekitar 900 ribuan yakni Partai Demokrat, PKB, 12 adat Kasepuhan Banten Kidul. 13 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 pemilik hak suara dalam Pilkada Lebak 2013, Ciptagelar-Sinarresmi-Ciptamulya sendiri sebagian sebanyak 30 persennya adalah pemilik suara yang wilayahnya masuk ke dalam wilayah administrasi berasal dari masyarakat kasepuhan. Kabupaten Lebak, namun sebagian lagi masuk ke Masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul dalam wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi. tinggal dan tersebar di wilayah Kabupaten Lebak Adanya pemihakan masyarakat adat di Provinsi Banten, Sukabumi, dan Bogor di terhadap pasangan IDE sejatinya tidak terlepas dari Provinsi Jawa Barat. Mereka adalah komunitas proses-proses komunikasi politik, terutama antara yang menamakan diri sebagai Komunitas Adat masyarakat adat yang direpresentasikan oleh tokoh Kasepuhan atau disebut juga Kaolotan Banten dan sesepuh adat yang tergabung dalam Satuan Kidul, yang memiliki kesamaan, antara lain pada Adat Banten Kidul (SABAKI) dengan pihak aspek kesejarahan di mana mereka berasal dari keluarga Mulyadi Jayabaya selaku orang tua Iti suku dan budaya yang sama, yakni Oktavia suku dan Jayabaya dan dengan partai-partai budaya Sunda, termasuk keturunan yang sama pendukungnya. Sebagaimana diketahui bahwa (incu putu). komunikasi Berdasarkan dalam rangka memperoleh konsensus. Demikian pula halnya komunitas dengan komunikasi politik yang dilakukan oleh Kasepuhan yang mendiami wilayah Gunung masyarakat adat. Dalam komunikasi itu terjalin Halimun di Kabupaten Lebak. Jumlah total lobi dan negosiasi antar-mereka. Kajian ini Kasepuhan yang mendiami 3 kabupaten (Lebak, bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang Sukabumi dan Bogor) adalah 67 komunitas. Luas hal-hal yang melatarbelakangi masyarakat adat wilayah adat Kasepuhan mencapai 20 kali luas menjalin lobi dan negosiasi dengan kekuatan wilayah Baduy. Saat ini luas wilayah Kasepuhan politik di Kabupaten Lebak dalam Pilkada 2013, yang proses lobi dan negosiasi, dan implikasi dari lobi (RMI), sudah Rimbawan dilakukan Muda Indonesia data politik terdapat terpetakan 57 melalui pemetaan partisipatif adalah 21.059,204 hektar. Dari luas dan negosiasi pasca Pilkada Lebak 2013. wilayah tersebut, sebagian beririsan dengan hutan konservasi, yaitu Taman Nasional Gunung Landasan Teori Halimun Salak (TNGHS), sebagian lain beririsan McNair (2007: 4) menyatakan komunikasi dengan hutan produksi dan fungsi-fungsi lainnya. politik adalah semua bentuk komunikasi yang Hasil dari pemetaan partisipatif yang dilakukan dilakukan oleh politisi dan aktor politik lain untuk masyarakat mencapai tujuan-tujuan tertentu. McNair (2007: 6) menunjukkan bahwa 14.138,045 hektar, atau 67%, dari 8 kasepuhan di Kabupaten kemudian mengkategorikan aktor politik dalam Lebak yang telah dipetakan beririsan dengan tiga kategori, yakni individu yang tergabung dalam fungsi konservasi TNGHS. Kasepuhan-kasepuhan organisasi politik (terdiri dari partai politik, ini adalah Kasepuhan Cirompang, Kasepuhan organisasi Karang, Kasepuhan Sindang Agung, Kasepuhan organisasi teroris, dan lembaga pemerintahan), Pasir Eurih, Kasepuhan Cibedug, Kasepuhan media massa, dan warga masyarakat. Sesuai Citorek dan Kasepuhan Cibarani. Kasepuhan definisi tersebut, maka para tokoh atau elit dari masyarakat, kelompok penekan Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013), (Malik) 14 masyarakat adat yang tergabung dalam organisasi influence government and its institutions by seperti Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) informing the public policy agenda. It is also, of merupakan aktor politik. course, the art of political persuasion. Lobi Dalam konteks politik, keberadaan sebagaimana dikemukakan Grunig Hunt organisasi yang mewadahi kepentingan masyarakat (dalam adat seperti SABAKI, dapat dipahami sebagai ditujukan bagian organisasi-organisasi lain, berbagai kepentingan dari kelompok kepentingan (interest Oleh McNair (2007: 6) kelompok group). kepentingan seperti ini diistilahkan sebagai organisasi masyarakat. Miriam Budiardjo (2008: Partao, dan untuk 2006:23) antara lain biasa membangun koalisi dan tujuan-tujuan untuk bersama memengaruhi dalam melakukan dengan usaha wakil-wakil legislatif. 382-383) menyebut komunikasi politik yang David Oliver (dalam Heryanto & Rumaru, dilakukan oleh kelompok kepentingan sebagai 2013: bentuk dari partisipasi politik. Menurutnya, salah transaksi di mana kedua pihak mempunyai veto satu sebab kemunculan kelompok kepentingan ini atas hasil akhir. Untuk mencapainya diperlukan adalah suara satu orang seperti dalam pemilu persetujuan dua belah pihak. Tujuan dari negosiasi sangat antara lain (Heryanto dan Rumaru, 2013: 1) kecil pengaruhnya. Melalui kegiatan menggabungkan merupakan diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar yang di dalamnya terkandung kesamaan persepsi, oleh pemerintah. Adapun tujuan dari kelompok ini saling pengertian dan persetujuan, tercapainya adalah untuk memengaruhi kebijakan pemerintah kondisi penyelesaian (solutions) atau jalan keluar agar menguntungkan dan Howard Budiardjo, 2008: 383) satu negosiasi tercapainya kata sepakat (gentlement agreement) Ethridge dalam menyebut kelompok lebih diri 105) mereka. Marcus (way out) atas masalah yang dihadapi bersama, dan Handelman (dalam tercapainya kondisi saling menguntungkan, di menyebut kelompok mana masing-masing pihak merasa “menang” kepentingan sebagai organisasi yang berusaha (win-win). untuk memengaruhi kebijakan publik dalam satu bidang yang penting untuk anggota-anggotanya. Kajian Terdahulu Proses-proses komunikasi politik tidaklah terlepas dari lobi dan negosiasi. Berridge Keterlibatan masyarakat adat dalam and dinamika politik di tanah air telah lama menjadi menyebut lobi sebagai kajian dalam perspektif komunikasi politik. Di “applying pressure on those with legislative antaranya dilakukan M. Najib Husain (2012) and executive authority to obtain a decision berjudul favourable to one’s cause.” Sedangkan Lionel Mempertahankan Sebuah Adat Istiadat: Sebuah Zetter dalam bukunya Lobbying, the Art of Upaya Komunikasi Politik dan Diplomasi Berbasis Political Persuasion (2008:3) menyebut lobi Kearifan Lokal dari Masyarakat Desa Lapandewa sebagai sebuah keahlian sekaligus sebagai seni. Ia Sulawesi Tenggara. Kajian ini mengungkap peran menyatakan lobbying is the process of seeking to penting James (2003:167) Menolak parabela Pemekaran sebagai pemimpin untuk adat 15 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 masyarakat di Buton dalam membangun harmoni Penelitian ini menggunakan pendekatan di masyarakat, baik dalam bidang pemerintahan, kualitatif. sosial, ekonomi maupun kesehatan. Namun, peran- “Pendekatan peran tersebut mulai terkikis seiring dengan penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada diberlakukannya Otonomi Daerah. Kajian lain metodologi yang menyelidiki suatu fenomena dilakukan oleh Fransiskus Xav Ndiwa (2009) sosial dan masalah manusia”. Analisis data dalam tentang Lembaga adat, Opinion Leader dalam penelitian ini menggunakan studi kasus dalam Pembangunan Politik Lokal, Studi Kasus Peranan bentuk desain kasus tunggal, yakni peneliti Lembaga Adat dan Mosadaki sebagai Opinion mengumpulkan Leader dalam Pembangunan Politik Lokal di pertanyaan yang terlebih dahulu ditentukan (Yin, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. 2006). Dalam pendekatan rumpun kualitatif, Penelitian ini menjelaskan bahwa dalam proses langkah-langkah studi kasus untuk pengumpulan pembangunan, data pemerintah daerah belum tidak Cresswell (1998: kualitatif adalah data terlepas 15) terarah dari ciri menyatakan suatu proses berdasarkan umum yang mengakomodir peran dari lembaga adat dan ditampilkan dalam penelitian kualitatif. Data dalam mosadaki. Ini nampak dari belum adanya perda konteks penelitian ini yang mengatur dan merevitalisasi peranan lembaga primer dan sekunder. Sumber primer adalah suatu adat dan mosadaki tersebut. Akibatnya, nilai-nilai objek ataupun dokumen asli yang berupa material vital adat belum terakomodir dalam sistem mentah dari pelaku utamanya yang disebut sebagai pemerintahan daerah. first-hand Dua yang mengupas tentang peran dan keterlibatan adat situasi langsung yang aktual ketika suatu peristiwa dalam komunikasi politik. Komunikasi politik itu terjadi (Silalahi, 2006:266), baik berdasarkan yang dilakukan terkait dengan persoalan eksistensi. hasil wawancara maupun observasi. tentang Sumber data yang kedua adalah sumber komunikasi politik masyarakat adat Kasepuhan data sekunder dimana data yang dikumpulkan ini Banten Kidul. Hal yang membedakan penelitian ini berasal dari tangan kedua atau sumber-sumber lain dengan dua penelitian tersebut adalah pada peran yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan komunikasi politik yang jauh lebih luas, yakni (Silalahi, 2006:266). Untuk penentuan informan dalam dinamika dan kontestasi pemilihan kepala dalam penelitian ini maka teknik yang digunakan daerah. yang adalah purposive sampling, yakni berdasarkan dilakukan sebagai bentuk bargaining adat terhadap tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti. Analisis kekuatan politik dalam upaya memperjuangkan data dilakukan berdasarkan tiga alur kegiatan yang eksistensi. Sedangkan kajian komunikasi politik terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, pada dua penelitian sebelumnya lebih bersifat penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau mikro. klarifikasi. Dalam reduksi data ini terdapat proses Di mana dengan atas Data-data dikumpulkan di sumber primer ini berasal dari juga di information. sama-sama Demikian penelitian terbagi atas sumber data penelitian komunikasi politik pemilihan, penyederhanaan, pengabstraksian dan METODE transformasi data kasar yang muncul dari catatan- 16 Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013), (Malik) catatan tertulis yang ada di lapangan (Silalahi, yang berkonflik itu diperebutkan oleh masyarakat 2006:312). dan Perum Perhutani. Kemudian 41% konflik terjadi antara masyarakat dengan Taman HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Nasional/Kementerian Kehutanan. Sisanya konflik Persoalan yang Melatarbelakangi Lobi dan antarmasyarakat sendiri. Permasalahan tata batas Negosiasi yang tidak jelas serta ketiadaan pengakuan Masyarakat adat yang tergabung dalam terhadap hak-hak masyarakat kasepuhan yang Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) berada di melakukan wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten. Pada (ngahuma) menjadi pemicu konflik terbesar di 2003 RI Kawasan Halimun, yang berujung, misalnya, pada mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang kasus pengusiran dan pembakaran rumah gubuk perluasan kawasan Taman Nasional Gunung tempat warga berladang oleh oknum petugas Halimun Salak No.175/Kpts-II/2003, dari 40.000 berwenang, karena lahan yang digarap warga adat ha itu dianggap lahan milik pemerintah. yang lalu, Menteri menjadi 113.357 ha. Kehutanan Konsekuensi atas perluasan ini adalah sebagian besar area yang praktik perladangan tradisional Dalam menghadapi problem eksistensi didiami oleh komunitas adat masuk ke dalam akibat kawasan TNGHS. masyarakat kasepuhan tidak tinggal diam. Mereka Pasca oleh TNGHS, melakukan berbagai upaya penyelesaian. Sebagai kawasan TNGHS melakukan pematokan batas contoh, pada Rabu 25 April 2007, sebanyak kawasan sehingga menuai protes dari kalangan sembilan tokoh adat kesepuhan yang tergabung masyarakat adat yang berdiam di dalam maupun di dalam organisasi SABAKI meminta perlindungan sekitar kawasan. Berdasarkan data Epistema Bupati. Upaya ini membawa dampak positif seiring sebanyak 41 SK, wilayah pengelola Institute, dikeluarkannya penguasaan komunitas adat kasepuhan di 10 kecamatan di Lebak berbatasan langsung dengan TNGHS. Sembilan di antaranya masuk TNGHS. Di dalam area taman nasional tersebut terdapat 1.119 hektar pemukiman yang dihuni oleh 25.629 keluarga atau 112.664 jiwa, terdapat sebanyak 44 gedung pemerintahan, 21 sarana kesehatan, 176 sarana pendidikan, 312 sarana keagamaan, dan 1.002 unit industri kecil. Luas garapan warga 19.036 hektar terdiri dari 11.898 hektar sawah, 5.086 hektar kebun, 1.020 hektar ladang, lima hektar kolam, dan 1.028 hektar hutan hak. Di kawasan Halimun saja setidaknya telah terjadi 26 konflik. Seluas 55% dari wilayah dengan keberpihakan bupati kepada masyarakat adat. Dalam pernyataannya bupati mengatakan: "Kami menginginkan pihak TN Gunung Halimun-Salak, mengkaji dan menetapkan tapal batas yang jelas antara kawasan yang dilindungi dan kawasan ulayat. Masyarakat adat di sekitar kawasan TN Gunung Halimun itu sudah ada sebelum gunung itu ditetapkan sebagai kawasan taman nasional. Saya tentu akan memihak kepentingan rakyat, karena selama ini saya menilai tidak ada kejelasan, terkesan pengelola TN Gunung Halimun memperluas arealnya dan merebut tanah ulayat." Penolakan Bupati tidak hanya didasarkan oleh desakan dari masyarakat adat, tetapi juga 17 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 menyangkut persoalan kewibawaan Pemerintah kenyataan. Kabupaten Lebak yang sama-sama dirugikan Bersamaan dengan itu, masyarakat adat akibat ekspansi kewilayahan tersebut. Sebab, melalui dengan adanya perluasan TNGHS dari 40 ribu perwakilan masyarakat Kasepuhan Cisitu bersama hektar menjadi 113 ribu ribu hektar mengharuskan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Pemerintah perwakilan masyarakat adat Kenegerian Kuntu, Kabupaten Lebak memberikan organisasi oleh TNGHS. Akibatnya, 44 desa yang berada di permohonan peninjauan kembali (judicial review) 10 kecamatan yang berada di kawasan tersebut atas UU No. 41 Tahun 1999 dinyatakan masuk ke dalam perluasan TNGHS. Konstitusi (MK). Hasilnya, pada 16 Mei 2013, Padahal, di dalam kawasan perluasan itu terdapat melalui putusan atas perkara Nomor 35/PUU- 11 ribu ha lahan garapan masyarakat, 1.118 ha X/2012 (selanjutnya disebut Putusan MK 35), MK pemukiman, 44 unit sarana pemerintahan, 21 unit menetapkan sarana kesehatan, 176 unit sarana pendidikan dan diklasifikasikan sebagai hutan negara. Putusan MK 1,002 unit industri kecil dan 112,664 jiwa (25,629 tmenyebutkan bahwa hutan adat bukan lagi bagian KK) warga tinggal di dalamnya. dari hutan negara, melainkan bagian dari hutan hak bahwa 2012, hutan mengajukan ke Mahkamah adat tidak lagi tidak (Pasal 5 ayat (1)). Hutan adat adalah hutan yang berhenti hanya pada tuntutan penolakan, tetapi juga berada dalam wilayah masyarakat hukum adat meminta bupati melakukan langkah lebih konkret. (Pasal 1 angka 6). Hutan adat ditetapkan sepanjang Hasilnya, bupati didukung DPRD menyampaikan menurut kenyataannya masyarakat hukum adat surat keberatan atas dikeluarkannya SK Kemenhut yang kepada keberadaannya (Pasal 5 ayat (3) (Mia Siscawati, pemerintah kasepuhan Maret oleh Riau, masyarakat 19 diwakili wilayahnya seluas 42.925,15 ha untuk dikelola Upaya pada SABAKI pusat. Dalam suratnya, bersangkutan ada 2012, Bupati meminta agar Menteri Kehutanan masyarakat segera memanfaatkan kawasan hutan (TNGHS) untuk Keputusan Menteri adat secara tentang Perluasan Kawasan Taman Nasional menganulir Gunung Bersama Namun, putusan MK tidak serta merta membuat perwakilan masyarakat kasepuhan Bupati juga mereka lega. Pasalnya, pasca keputusan pun masih bertemu langsung dengan Menteri Kehutanan terjadi silang sengkarut antara adat dengan (Menhut) Zulkifli Hasan termasuk dengan komisi pengelola TNGHS. II DPR RI. (TNGHS). Menurut Bupati, Menhut Zulkifli Pasca Menhut keluarnya dengan leluasa kepentingan SK dan seharusnya Kehutanan (Menhut) Nomor 175 Tahun 2003 Halimun-Salak mereka, dapat itu diakui 2014). Surat keputusan dan sebagaimana dilansir tempo.co edisi 1 Oktober merevisi Dengan masih sendirinya No.175/Kpts-II/2003. keputusan MK, Hasan sempat merespon positif surat penolakan masyarakat kasepuhan semakin intens melakukan yang dibuat oleh Pemkab Lebak dan berjanji akan upaya segera merevisi SK tentang perluasan kawasan menyampaikan tuntutan pengakuan secara hukum TNGHS (Suara Pembaruan, Senin, 1 Oktober atas keberadaan masyarakat adat Banten Kidul 2012). Namun, janji tersebut tidak pernah menjadi dalam bentuk perda. Pada 26-28 Maret 2013, penyelesaian sengketa, terutama 18 Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013), (Malik) SABAKI bekerjasama dengan Rimbawan Muda kemungkinan, warisan nenek moyang ini akan punah tergerus perkembangan zaman”. Indonesia (RMI) menggelar pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan 18 kasepuhan dari Kabupaten Lebak, Sukabumi dan Bogor di Aula Lobi dan Negosiasi dengan Kekuatan Politik DPRD Kabupaten Lebak. Pada pertemuan itu Upaya dan perjuangan masyarakat adat SABAKI secara tegas menolak SK Kemenhut dalam memperoleh perlindungan dan kepastian No.175/Kpts-II/2003 sekaligus mendesak hukum Lebak memberikan Pemerintah Kabupaten menemukan momentumnya dalam perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) pengakuan hukum agar hak-hak masyarakat adat Kabupaten tidak diambil paksa oleh Kemenhut lewat program dimanfaatkan oleh masyarakat kasepuhan untuk perluasan TNGHS. menjalin komunikasi politik berupa lobi dan Upaya agar pemerintah memberikan pengakuan keberadaan masyarakat secara daerah hukum kasepuhan Lebak 2013. Momentum ini negosiasi dengan kekuatan politik di Lebak. atas Salah satu pihak yang dilobi adalah sebagai Mulyadi Jayabaya, Bupati sekaligus tokoh politik masyarakat adat yang berhak mengelola dan yang memanfaatkan wilayah yang telah diklaim sebagai Kabupaten Lebak. Dari serangkaian lobi dan kawasan negosiasi TNGHS, dilakukan pula dengan memiliki itu pengaruh terjalin di kesepakatan bahwa masyarakat kasepuhan Cisungsang, misalnya, dalam pidatonya kepemimpinan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya pada seren taun 2012 ketua adat Abah Usep dan berkomitmen mendukung pencalonan Iti Suyatma pelestarian Oktavia Jayabaya, putri dari Mulyadi Jayabaya, Menurutnya, sebagai Bupati berikutnya. Sedangkan Bupati budaya masyarakat pentingnya kasepuhan. Mulyadi terus wilayah memanfaatkan kegiatan adat seren taun. Di menyatakan kasepuhan besar Jayabaya mendukung pelestarian budaya di seluruh kampung adat Lebak berjanji segera kasepuhan Banten Kidul tak akan bisa terlaksana mengeluarkan pengakuan hukum atas keberadaan tanpa bantuan pemerintah. masyarakat adat. Hasilnya, pada tanggal 22 Desakan serupa disampaikan Abah Usep Agustus 2013 Bupati menerbitkan Surat Keputusan pada seren taun 2013. Ia meminta Pemerintah (SK) pengakuan atas keberadaan masyarakat adat Kabupaten Lebak membuat Peraturan Daerah Kasepuhan Banten Kidul. Melalui Surat Keputusan (Perda) tentang perlindungan dan hukum adat. No. “Atas nama masyarakat adat, saya meminta kepada Pemkab Lebak segera menerbitkan Perda tentang perlindungan dan hukum adat. Ini agar keberadaan kami selain benar-benar diakui sesuai yang diamanatkan oleh konstitusi kita juga untuk menjaga kelestarian budaya dan tradisi adat. Jika tidak ada Perda tersebut sebagai bentuk perlindungan dan perhatian dari pemeritah, tidak menutup 430/Kep. 298/Disdikbud/2013, Bupati mengakui keberadaan masyarakat adat di wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul di wilayah Kabupaten Lebak. Namun SK tersebut dianggap kurang memberikan kepastian hukum karena di dalamnya tidak dijelaskan secara detil kewajiban dan hak warga adat di sekitar TNGHS. Sehingga masyarakat kembali melakukan konsolidasi untuk 19 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 menuntut terbitnya Peraturan Daerah (Perda) selama dua periode berturut-turut, yakni periode tentang masyarakat 2003-2008 dan periode 2008-2013. Kedekatan dan adat yang dinilai lebih memiliki kepastian dan kekuatan hukum. dukungan yang diberikan oleh pihak kasepuhan Tuntutan lahirnya Perda adat terus bergulir kepada Mulyadi Jayabaya tidak terlepas dari hingga mendekati masa Pilkada Lebak 2013. komitmen antar-mereka. Yakni tentang komitmen Masyarakat kasepuhan semakin intens menjalin Mulyadi komunikasi kandidat Karenanya, pada era Jayabayalah komunitas adat Bupati/Wakil Bupati Lebak. Namun karena sejak Kasepuhan Banten Kidul memperoleh semacam awal telah memiliki komitmen mendukung Iti legitimasi seiring dengan dikeluarkannya Surat Oktavia Jayabaya sebagai Bupati Lebak dan Keputusan (SK) Bupati Lebak tentang Komunitas hubungan kedekatan yang telah terjalin sejak lama Adat Kasepuhan Banten Kidul. Di zaman Jayabaya dengan keluarga Mulyadi Jayabaya, masyarakat pula adat melalui tokoh dan sesepuhnya yang aktif di terutama terkait dengan keberadaannya di kawasan partai politik melakukan lobi dan negosiasi dengan TNGHS. Pemkab Lebak tak henti memprotes kekuatan politik tersebut. keputusan Menteri Kehutanan RI tentang perluasan politik Tentang dibenarkan dengan hubungan oleh Ucuy para kedekatan Mashuri, tersebut ketua tim Pemenangan Iti Oktavia Jayabaya. Jayabaya komunitas adat memperjuangkan merasa adat. diperjuangkan kawasan TNGHS yang dinilai tanpa melakukan koordinasi sehingga tidak saja merugikan dan mengancam keberadaan komunitas adat tetapi “Jadi sebenarnya kalau saya melihat Pak Mulyadi ngarahin Ibu Hajah Iti untuk ketemu tokoh-tokoh adat, karena mungkin salah satu tokoh adat taunya ke JB(Jayabaya)nya, JB dalam konteks anak Jaro Datuk bukan dalam konteks bupatinya. Kemudian mereka bersedia untuk mendukung Hajah Iti karena secara adat dekat dengan Abah Datuk. Artinya ada keterkaitan sejarah yang sangat kuat” (wawancara pada 28 April 2015) secara umum juga dianggap merugikan daerah. Komitmen untuk terus memperjuangkan kepentingan adat kemudian dilanjutkan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. Menurut Ucuy: “Perda adat sedang kita dorong, itu salah satu bentuk komitmen politik pasangan calon bupati dan wakil bupati yang sekarang terpilih. Perda adat ini bentuk komitmen kepemimpinan daerah saat ini” (wawancara pada 27 April 2015) Bahkan jauh sebelum Pilkada masyarakat kasepuhan telah memberikan dukungan dan terlibat aktif dalam pemenangan Iti pada Pemilu 2009 lalu, sebagai anggota DPR RI dari Partai Demokrat. Hasilnya, di wilayah selatan Lebak terutama di kawasan adat Iti meraih lebih dari 60 persen suara hingga melanggengkan jalannya ke Senayan. Menurut Ucuy, masyarakat kasepuhan juga punya kontribusi besar bagi kemenangan Mulyadi Jayabaya saat terpilih menjadi Bupati Lebak Dukungan masyarakat adat terhadap pencalonan Iti Oktavia Jayabaya juga disertai oleh lobi dan negosiasi melalui pengajuan Ade Sumardi sebagai calon wakil bupati yang berasal dari warga kasepuhan. Ade Sumardi adalah tokoh kasepuhan Citorek yang juga ketua DPC PDI Perjuangan sekaligus ketua DPRD Lebak. Dengan diajukannya Ade Sumardi sebagai calon wakil bupati, masyarakat adat selain memiliki wakil di Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013), (Malik) 20 pemerintahan, mereka berharap tuntutan lahirnya sangat wajar, karena di satu sisi pasangan IDE Perda adat akan mendekati kenyataan. Pengajuan membutuhkan dukungan masyarakat kasepuhan tokoh adat ini akhirnya disepakati, sehingga pada untuk memperoleh sebanyak-banyaknya suara, di Pilkada 2013 tersebut Iti Oktavia Jayabaya sisi lain para sesepuh adat juga membutuhkan berpasangan Ade Sumardi. perhatian dan pengakuan atas keberadaan adat. Diterimanya Ade Sumardi sebagai pasangan Iti Oktavia cukup beralasan. Karena di banding sosok lain, Ade Sumardi yang berasal dari PDI Perjuangan dinilai memiliki kantung-kantung suara di wilayah adat. Sedangkan suara adat di wilayah Kabupaten Lebak cukup signifikan untuk memenangkan Pilkada. Alasan ini Secara diamini oleh Ketua Tim Pemenangan Iti Ade (IDE) Ucuy Mashuri. PKB, Penyelesaian Konsolidasi Konflik Tenurial di Kawasan politik tersebut disampaikan Ketua Satuan Adat PDI H. Amir Hamzah-Kasmin (HAK) yang diusung oleh Partai Golkar dan Partai Bulan Bintang, dan pasangan independen H. Pepep Faisaludin-Aang Banten Kidul (Sabaki) saat itu, Uwa Ugis Suganda, didampingi Junaedi Ibnu Jatra, Ketua Sabaki Lebak Kaler, dan Ketua Sabaki Lebak Kidul Agus Suhendra. Menurut mereka, dukungan dilandasi karena selama ini baik Iti Oktavia Jayabaya maupun Ade Sumardi memiliki peran sangat kuat dalam memperjuangkan hak-hak adat. Pencalonan pasangan IDE sebagai bupati dan wakil bupati Lebak dalam Pilkada 2013 yang didukung oleh masyarakat Kasepuhan Banten Rasidi (Panglima). Adanya dukungan politik dari masyarakat terhadap pencalonan Iti Oktavia Jayabaya sebagai hasil dari proses lobi dan dinilai dan Lebak, Rabu, 27 Maret 2013. Pernyataan hak PPP, dan PPD. Dua pasangan lain adalah pasangan negosiasi Semiloka Halimun-Salak, di ruangan paripurna DPRD Perjuangan, PKS, Partai Hanura, Partai Gerindra, kasepuhan kegiatan "Membaca Bentuk-bentuk Pilihan Hukum, Upaya Ade) ini resmi diusung oleh koalisi delapan partai Demokrat, masyarakat Masyarakat Adat Banten Kidul dengan tema. pasangan yang dikenal dengan akronim IDE (Iti – Partai dukungan kasepuhan atas pencalonan pasangan IDE dalam dengan Dari serangkaian lobi dan negosiasi itulah yakni resmi Pemilukada Lebak 2013 disampaikan bersamaan “Dalam politik kita melihat sosok tokoh adat mampu menggerakkan massa di luar mesin partai, di luar mesin politik, dan lain sebagainya. Kemampuan itu terlihat pada betapa guyubnya masyarakat oleh hukum adat. Ketika ketua adat mengarahkan ya sekitar pahitnya di angka 70 persen masyarakat mengikuti” (wawancara pada 27 April 2015) politik, “Salah satu bentuk finalnya atas bentuk dari simbiosis mutualis dari pemerintah kepada masyarakat adat adalah lahirnya perda itu dan sekarang sedang digodok, karena dulu juga pernah disampaikan bahwa pemerintah akan melindungi hak-hak adat.” (wawancara pada 27 April 2015) karena hubungan simbiosis mutualis. Menurut Ucuy, hubungan seperti itu Kidul membawa hasil sebagaimana diharapkan. Pasangan ini memperoleh suara terbanyak. Dari rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Kabupaten Lebak pada, pasangan ini memperoleh 407.156 suara, unggul jauh dari 21 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 pasangan H. Amir Hamzah-Kasmin (HAK) yang Kegiatan ini diselenggarakan sebagai langkah awal memperoleh pasangan persiapan penyusunan naskah akademik tentang independen, Pepep Faisaludin-Aang Rasidi yang Perda Kasepuhan. Kemudian pada tanggal 18 Juli hanya memperoleh 19.163 suara. Meskipun sempat 2015 DPRD Lebak bekerjasama dengan Epistema dianulir oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi Institute dan RMI-Bogor menggelar diskusi dan (MK), namun dalam pemilihan ulang pun pasangan workshop ini tetap keluar sebagai pemenang dengan raihan mengkonsolidasikan gagasan menuju pembentukan suara terbanyak. Pada pemilihan ulang, pasangan Perda tentang Masyarakat Kasepuhan. 226.440, dan dari IDE memperoleh 398.892 suara, mengalahkan Hasil yang dari ditujukan diskusi dan untuk workshop pasangan HAK yang memperoleh 170.340 suara, ditindaklanjuti dengan Konsultasi Publik yang dan berlangsung di Kasepuhan Pasir Eurih, Kecamatan pasangan Pepep-Aang (Panglima) yang mengantongi 19.617 suara. Sobang, pada 1 Agustus 2015, dan di Kasepuhan Cisungsang, Kecamatan Cibeber, pada 3 Agustus 2015. Kegiatan serupa dilaksanakan di Gedung Implikasi dari Lobi dan Negosiasi Terpilihnya pasangan IDE telah membawa DPRD Lebak pada 13 Agustus 2015. Konsultasi implikasi positif bagi kepentingan masyarakat adat. Publik Raperda Pengakuan dan Perlindungan Pengakuan dan kepastian hukum atas keberadaan terhadap Masyarakat Adat Kasepuhan ini diadakan masyarakat adat dalam bentuk Peraturan Daerah untuk mendapatkan masukan dari masyarakat (Perda) yang selama ini diperjuangkan, telah Kasepuhan agar Perda yang dikeluarkan sesuai dan disahkan oleh DPRD Lebak dalam Rapat Paripurna memenuhi hak masyarakat Kasepuhan. Setelah DPRD pada 19 November 2015. rangkaian kegiatan konsultasi publik dilaksanakan, Dalam proses sebelum pada 7 September 2015 naskah Raperda secara menjadi perda, DPRD bahkan melibatkan secara resmi diserahkan oleh Ketua SABAKI, Sukanta, aktif unsur masyarakat kasepuhan. Berdasarkan kepada DPRD untuk dibahas di Badan Legislasi keterangan Ketua DPRD Lebak Junaedi Ibnu Jarta, (Banleg) DPRD Lebak sebagai dasar bagi Badan pasca dimasukkan dalam Prolegda 2015, pihaknya Musyarawarah (Bamus) untuk membuat Panitia telah Khusus (Pansus). Akhirnya, pada hari Kamis 19 meminta penyusunannya Epistema Institute, sebuah organisasi non-pemerintah untuk menyusun naskah November akademik tentang rancangan perda kasepuhan. diparipurnakan dan diundangkan menjadi Perda Terkait dengan pelibatan masyarakat kasepuhan Pengakuan, dalam proses penyusunan naskah akademik ini, Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kasepuhan. pada tanggal 22 Desember 2014, Epistema Dalam perda antara lain disebutkan mengenai Institute, JKPP proses lanjutan untuk menetapkan hutan adat Peningkatan Kasepuhan mengikuti peraturan yang ada. Perda Kapasitas Pra Penyusunan Naskah Akademik dan ini juga mengakui wilayah adat sebagai ruang Perda Pengakuan Masyarakat Kasepuhan yang kehidupan masyarakat Kasepuhan, yang menurut dilaksanakan di Ruang Sidang DPRD Kabupaten. RMI dalam rilisnya, HuMa, menyelenggarakan RMI workshop dan 2015, Raperda Perlindungan dan Kasepuhan Pemberdayaan untuk pertama kalinya di Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013), (Malik) Indonesia sebuah perda pengakuan MHA memiliki lampiran tentang wilayah adat. Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya menyatakan bahwa disahkannya Perda MHA ini untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lebak yang lebih inklusif, khususnya bagi MHA. “Perda Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan MHA Kasepuhan merupakan bentuk nyata tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak untuk mengakui dan melindungi masyarakat kasepuhan. Kita akan sama-sama melakukan pelestarian dan pemberdayaan sesuai dengan ciri khas dan karakteristik kasepuhan itu sendiri. Perda ini akan ditindaklanjuti oleh Perbup (Peraturan Bupati, pen.)” Diakomodirnya kepentingan masyarakat kasepuhan oleh pemerintah daerah mendapat respon positif dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan LSM yang selama ini aktif mendampingi masyarakat kasepuhan dalam memperjuangkan eksistensi mereka. Abdon Nababan, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan: “Kami merasa Banten Kidul ini satusatunya basis masyarakat adat yang masih kompak di Jawa. Sekarang tersisa hanya sebagian kecil. Pertahanan adat di Jawa ya di sini. Perda ini harus dikelola dengan baik agar tidak menambah konflik.” Sedangkan Yance Arizona dari Epistema Institute mengungkapkan: mengeluarkan Perda No. 32/2001 tentang Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Dan di tahun 2013 Kabupaten Lebak mengakui keberadaan masyarakat adat Kasepuhan dalam bentuk SK Bupati Lebak No. 430/Kep.298/Disdikbud/2013 tentang Pengakuan Masyarakat Adat di Wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul di Kabupaten Lebak.” Nia Ramdhaniaty, Direktur Eksekutif Rimbawan Muda Indonesia menyatakan Perda bagian dari pemenuhan hak konstitusi Negara untuk mengembalikan hutan adat kembali ke masyarakat sesuai keputusan MK 35/2015. “Pengakuan masyarakat hukum adat oleh Negara, yang juga mengakui wilayah adatnya termasuk hutan adatnya, erat hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat hukum adat itu sendiri. Akibat tidak adanya pengakuan keberadaan mereka selama ini, masyarakat Kasepuhan yang telah mendiami wilayah Gunung Halimun selama ratusan tidak dapat memanfaatkan hasil hutan karena fungsi wilayah mereka menurut Negara masuk ke dalam fungsi konservasi sejak tahun 1992 saat taman nasional mulai ditetapkan di wilayah tersebut” Lahirnya Perda Kasepuhan sebagai hasil dari proses komunikasi politik juga direspon positif oleh kalangan masyarakat kasepuhan. Tidak kurang dari Kepala Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Dulhani, menyatakan suka citanya. “Upaya pembentukan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan terhadap Masyarakat Adat Kasepuhan ini patut diapresiasi. Ini bukan kali pertama. Di tahun 2001 Kabupaten Lebak menjadi pelopor pemberian pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dengan 22 “Lahirnya Perda Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan masyarakat Kasepuhan yang telah ditetapkan oleh DPRD Kab. Lebak pada 19 November lalu menjadi kado terindah bagi masyarakat Kasepuhan Cibarani dan sekitarnya. Hal ini 23 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 sebagai penyemangat untuk semakin berdaulatnya masyarakat Kasepuhan dalam memperjuangkan dan mengelola sumberdaya hutan adatnya.” SIMPULAN Berdasarkan temuan hasil penelitian dan pembahasan, kajian ini memberikan simpulan sebagai berikut. Pertama, komunikasi politik yang Perda No. 8 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat tersebut terdiri dari 12 bab dan 29 pasal. Bab I berisi tentang Ketentuan Umum, di dalamnya antara pengakuan dan lain dinyatakan perlindungan tentang masyarakat kasepuhan sebagai perwujudan konstitusi dari negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi warga negara (pasal 1). Bab II tentang Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup. Bab III tentang Keberadaan dan Kedudukan Hukum Masyarakat Kasepuhan. Bab IV tentang Wilayah Adat, yang juga mengakomodir konsepsi kasepuhan tentang zonasi (wewengkon) hutan yang terdiri dari leuweung kolot, leuweung titipan, leuweung samparan atau cawisan, lahan garapan, dan paniisan, berikut tatacara dan mekanisme pendaftarannya kepada pemerintah daerah untuk kepentingan pengakuan secara hukum. Bab V tentang Hak Masyarakat Kasepuhan. Bab VI dilakukan oleh masyarakat masyarakat adat dengan kekuatan politik dalam Pilkada Lebak 2013 dilatarbelakangi penguasaan problem lahan eksistensi tempat akibat tinggal matapencaharian oleh pihak pengelola Kawasan taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kedua, untuk memperoleh kembali eksistensinya akibat ekspansi kewilayahan oleh pengelola TNGHS mereka menjalin komunikasi politik dalam bentuk lobi dan negosiasi dengan kekuatan politik di Kabupaten Lebak dalam Pilkada 2013 melalui pemberian dukungan kepada Pasangan Iti Oktavia-Ade Sumardi sebagai calon bupati dan wakil bupati, dengan harapan ketika terpilih dapat memperjuangkan kepentingan adat komunikasi politik berupa lobi dan negosiasi telah membawa kemenangan pasangan Iti-Ade dalam Pilkada 2013 dan berimplikasi pada terbitnya Peraturan Daerah (Perda) tentang masyarakat adat. Adat. Bab VIII tentang Pemberdayaan Masyarakat DAFTAR PUSTAKA Kasepuhan. Buku: IX tentang Penyelesaian Sengketa. Bab X tentang Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Bab XI tentang Ketentuan Umum. Bab Baedhawy, Ruby A. dan N. Wachyudin. (2013). Nilai-nilai Kearifan Lokal XII tentang Ketentuan Peralihan. Perda ini juga dalam Pelestarian membuka peluang bagi masyarakat kasepuhan Hidup Masyarakat untuk memiliki sistem pemerintahan sendiri berupa Kasepuhan pemerintahan desa adat, yang diatur melalui perda, sering dengan terbitnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (Bab III Pasal 8). berupa terbitnya Perda tentang adat. Ketiga, proses-proses tentang Lembaga Adat. Bab VII tentang Hukum Bab dan Lingkungan Baduy Cisungsang. dan Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten. Berridge, G.R., dan James, Alan. (2003) A Dictionary of Diplomacy (Second Edition). London: Palgrave Komunikasi Politik Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul (Studi Kasus Pilkada Lebak 2013), (Malik) Macmillan's. Artikel dalam Jurnal Wacana Edisi Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. No. 33 Tahun XIV/2014 M. Najib Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan Kuantitatif dan (2012). Menolak Pemekaran untuk Mempertahankan Kualitatif, Mixed Husain Sebuah (edisi Adat Upaya Istiadat: Komunikasi Sebuah Politik dan terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Diplomasi Berbasis Kearifan Lokal Pelajar. dari Masyarakat Desa Lapandewa Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Prosiding Menggagas Choosing Among Five Traditions. Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal, California: Sage Publication, Inc. Jurusan Heryanto, Gun Gun, Shulhan Rumaru. Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Sudirman. (2013). Komunikasi Politik Sebuah Pengantar. Bogor. Ghalia Indonesia. McNair, Brian. (2007). An Introduction to Tesis: Fransiskus Xav Ndiwa (2009). Lembaga Political Communication. London: adat, Routledge. Pembangunan Politik Lokal, Studi Opinion Leader dalam Partao, Zaenal, Abidin. (2006). Teknik Kasus Peranan Lembaga Adat dan Lobi dan Diplomasi untuk Insan Mosadaki sebagai Opinion Leader Public Relations. Jakarta: Indeks. dalam Pembangunan Politik Lokal Silalahi, U. (2006) Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press. di Kabupaten Tenggara Sudikan, Setya Yuwana. (2001). Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Nagekeo, Nusa Tesis Ilmu Timur. Komunikasi Universitas Gajah Mada. Citra Wacana. Yin. Robert K. (2006) Studi Kasus, Desain Portal Online: dan Metode. Jakarta: RajaGrafindo Bantenpos.com Perkasa. Komnas Zetter, Lionel. (2008). Lobbying, The Art of Political Persuasion, Great Britain: Harriman House. (2015, HAM 17 Oktober). Anggap TNGHS Ancam Langgar Diunduh Konflik HAM. dari: http://bantenpos.co/arsip/2014/10/ko mnas-ham-anggap-konflik-tnghs- Prosiding: ancam-langgar-ham/ Mia Siscawati (2014). Masyarakat Adat Cibarani.desa.id (2016, 20 Januari). Perda dan Perebutan Penguasaan Hutan. Kasepuhan Kado Terindah Seren 24 25 Scientium, Volume 3, No. 5, Desember 2016:12-26 Taun Kasepuhan Cibarani. Diunduh arakat-adat-kasepuhan-meminta- dari: pengakuan-peraturan-daerah/ http://cibarani.desa.id/2015/12/08/pe Mongabay.co.id (2015, 20 Oktober). Perda rda-kasepuhan-kado-terindah-seren- Masyarakat taun-kasepuhan-cibarani/ Ditargetkan Tahun Ini. Diunduh Epistima.or.id DPRD (2015, 20 November). Lebak Dorong Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Diunduh Kasepuhan. dari: http://epistema.or.id/kabar/liputankegiatan/dprd-lebak-dorong-perda- Adat Kasepuhan dari: http://www.mongabay.co.id/2015/08 /04/perda-masyarakat-adatkasepuhan-ditargetkan-selesaitahun-ini/ Rmibogor.org (2015, 21 November). pengakuan-masyarakat-hukum-adat- Perda Pengakuan Perlindungan dan kasepuhan/ Pemberdayaan Epistima.or.id (2015, 11 November). Masyarakat Kasepuhan Telah Lahir. Diunduh Diskusi dan Workshop Penyusunan dari: Naskah Akademik dan Rancangan http://rmibogor.id/2015/11/19/perda- Peraturan Daerah Kabupaten Lebak pengakuan-perlindungan-dan- tentang pemberdayaan-masyarakat- Masyarakat Kasepuhan. Diunduh dari: http://epistema.or.id/event/diskusi- kasepuhan-telah-lahir/ Rmibogor.org (2015, 7 Januari). Catatan dan-workshop-penyusunan-naskah- Akhir Tahun RMI. Diunduh dari: akademik-dan-rancangan-peraturan- rmi-bogor.org/2013/12/catatan- daerah-kabupaten-lebak-tentang- akhir-tahun-rmi/. masyarakat-kasepuhan/ Epistima.or.id (2015, Keberadaan 11 November). Masyarakat Adat Majalah dan Surat Kabar: Kabar Banten edisi 28 Maret 2013. Kasepuhan Harus Diakui dengan Policy Brief Epistema Instititute Volume 2/2014. Peraturan Daerah. Diunduh dari: Suara Pembaruan, Senin, 1 Oktober 2012 http://epistema.or.id/kabar/epistemadi-media/keberadaan-masyarakatadat-kasepuhan-harus-diakuidengan-peraturan-daerah-2/ Geoenergi.co.id (2015, 11 November 2015). Masyarakat Adat Kasepuhan Meminta Daerah. Pengakuan Diunduh Peraturan dari: http://geoenergi.co.id/2015/08/masy