ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PROSIDING Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal” Surakarta, 31 Mei 2016 Gedung Seminar Pasca Sarjana UMS Penerbit K-Media Yogyakarta, 2015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PROSIDING Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal Desain Cover : Eko Joko P Tata Letak Isi : Eko Joko P Copyright © 2016 by Penerbit K-Media All right reserved Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002. Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit K-Media. Penerbit K-Media Perum Pondok Indah Banguntapan, Blok B-15 Potorono, Banguntapan, Bantul. 55196. Yogyakarta e-mail: [email protected] Di Cetak dan diperbanyak oleh : PUSTAKA ABADI SEJAHTERA SUKOHARJO Tim Penyusun Prosiding SIMNAS PPKn FKIP UMS Prosiding Seminar Nasional PPKn FKIP UMS Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2016 ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 ii Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya Prosiding Seminar Nasional PPKn FKIP UMS Tahun 2016 dapat diterbitkan. Seminar dengan tema “Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal” telah dilaksanakan pada tanggal 31 Mei 2016 di Gedung Seminar Pasca Sarjana UMS dengan penyelenggara Prodi PPKn FKIP kerjasama Ikatan Alumni PPKn FKIP UMS. Seminar ini diselenggarakan sebagai media sosialisasi hasil penelitian di bidang kewarganegaran dan pengembangan karakter bangsa. Seminar Nasional PPKn ini dijadikan sebagai media tukar menukar informasi dan pengalaman, ajang diskusi ilmiah, peningkatan kemitraan di antara peneliti dengan praktisi, mempertajam visi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan, serta peningkatan kesadaran kolektif terhadap pentingnya pengembangan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila dan kearifan lokal. Prosiding ini memuat karya tulis dari berbagai hasil penelitian maupun gagasan mengenai pengelolaan maupun bentuk penanaman karakter khususnya bagi generasi muda yang diuraikan oleh penulis yang berasal dari kalangan dosen, guru maupun pemerhati lainnya. Semoga penerbitan prosiding ini dapat digunakan sebagai data sekunder dalam pengembangan penelitian di masa akan datang, serta dijadikan bahan acuan dalam pengelolaan maupun bentuk penanaman karakter khususnya bagi generasi muda. Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terima kasih. Surakarta, Juni 2016 Ketua Program Studi PPKn FKIP UMS Dr. Ahmad Muhibbin, M.Si iii Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv Pendidikan Karakter Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 (Telaah Buku Teks: Tematik Kelas I Karya Endang Yulia K, Dkk) Ahmad Fathoni, Anatri Desstya............................................................................................... 1 Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Pada Remaja Melalui Kegiatan Sinoman (Studi Kasus di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah) Sundari, Sri Gunarsi dan Agus Prasetyo .............................................................................. 12 Peranan Integritas Sosial Kelompok Remaja Sebagai Upaya Pembentukan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) Efi Miftah Faridli ...................................................................................................................... 26 Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda yang Berpedoman pada Nilai – Nilai Pancasila serta Kearifan Lokal Efi Rusdiyani ............................................................................................................................. 34 Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Karakter Elly Hasan Sadeli ...................................................................................................................... 46 Permainan Tradisional Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Generasi Muda Mohammad Nur Huda............................................................................................................ 58 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Dalam Bingkai Etika Pancasila Elviandri .................................................................................................................................... 68 Kearifan Lokal Jawa Sebagai Pembentuk Karakter Generasi Muda Novia Wahyu Wardhani ......................................................................................................... 83 Penguatan Nilai Pancasila Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Modal Dasar Wujudkan Generasi Emas Tahun 2045 Suyahman ............................................................................................................................................. 89 iv Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 (TELAAH BUKU TEKS: TEMATIK KELAS I KARYA ENDANG YULIA K, DKK) Ahmad Fathoni, Anatri Desstya Email: [email protected] Anatri. [email protected]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter bagi siswa SD kelas I yang terdapat di dalam buku tematik 1 tema 3 karya Endang Yulia Kurniasih, dkk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: isi buku teks menyediakan berbagai aktivitas pembelajaran dengan menenamkan pendidikan karakter pada nilai komunikatif, peduli sosial, dan peduli lingkungan pada subtema 1, 2, 3, dan 4. Nilai demokrasi terdapat pada subtema 2, 3, dan 4. Kata kunci: pendidikan karakter, buku teks, kurikulum 2013. PENDAHULUAN Suyanto (2009), mendefinisikan bahwa karakter merupakan sebuah jalan untuk berfikir dan berperilaku yang mencerminkan karakteristik dari setiap individu untuk hidup dan bekerja sama dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan karakter merupakan usaha untuk mempengaruhi karakter siswa (Lickona). Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas (2009), menyatakan terdapat 18 nilai-nilai karakter yang termuat di dalam pendidikan karakter, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, ramah/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan sejak dini dalam pendidikan non formal, yaitu keluarga. Melalui contoh keteladanan yang baik dari orang tua, anak-anak akan mulai terbiasa untuk bertingkah laku seperti mereka. Selain pada pendidikan non-formal, penanaman karakter dipengaruhi oleh lingkungan formal, yaitu pada lembaga pendidikan. Kurikulum 2013 yang berlaku saat ini, dikembangkan berdasarkan filosofis, bahwa pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik. Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan kemampuan berpikir reflektif agar bisa menyelesaikan masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik. Hal ini juga tidak lepas dari peranan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, serta peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas berupa buku teks pelajaran untuk mewujudkan tujuan tersebut. 5 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Di sekolah, buku teks diperuntukkan bagi siswa agar dapat digunakan sebagai panduan aktifitas pembelajaran untuk memudahkan dalam menguasai kompetensi tertentu, panduan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran, serta memfasilitasi siswa agar mendapat pengalaman belajar yang bermakna. Pembelajaran SD di kelas 1 merupakan pondasi bagi pembelajaran di kelas-kelas berikutnya, serta pondasi untuk meletakkan pada jenjang pendidikan menengah. Pelaksanaan Kurikulum 2013 di SD /MI kelas 1 dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu, yaitu pendekatan yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran (PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, SBdP, dan PJOK) ke dalam beberapa tema. Berdasarkan hasil penelitian oleh Sugiyanto (2013), pendidikan karakter ditekankan pada proses belajar, bukan pada hasil belajar yang berupa angka. Penekanan pada proses belajar merupakan kegiatan pembiasaan sehari-hari, yang dimaksudkan agar terjadi perubahan sikap dan kepribadian siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksudkan pada pemberlakuan kurikulum 2013, yang membekali peserta didik dengan kemampuan intelektual yang berkarakter untuk bisa mengahadapi tantangan global. Uraian di atas merupakan latar belakang perlunya melakukan kajian terhadap salah satu buku teks pelajaran tematik 1 kelas 1 SD/ MI tema 3: Kegiatanku Sehari-hari, untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pada aspek nilai karakter: komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial, dan demokrasi, yaitu pada jenjang yang merupakan pondasi yang paling dasar untuk meletakkan nilai karakter melalui pembiasaan pada kegiatan sehari-hari. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kajian kepustakaan (library research). Dengan teknik pengumpulan data melalui kegiatan menelaah dan mengkaji buku kepustakaan yang berhubungan dengan pendidikan karakter. Sumber data primer adalah adalah buku teks tematik 1 kelas 1 SD/MI. Sumber data sekunder meliputi jurnal, serta artikel berdasarkan khasanah kepustakaan yang valid. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menganalisis isi buku teks tentang implementasi pendidikan karakter, kemudian diidentifikasikan ke dalam muatan pelajaran yang sesuai dengan standar isi dalam pendidikan di SD. Buku yang ditelaah adalah buku teks pelajaran tematik 1 tema 3: Kegiatanku Sehari-hari, kelas 1 SD/ MI, karya Endang Yulia Kurniasih, dkk. 6 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Sebaran Nilai Karakter dalam Buku Teks Nilai Karakter Komunikatif Subtema 1 √ Subtema Subtema 2 Subtema 3 √ √ Subtema 4 √ Muatan pelajaran Bahasa Indonesia, SBdP Peduli lingkungan √ √ √ √ PPKn Peduli sosial √ √ √ √ PJOK, PPKn Demokrasi - √ √ √ PJOK Subtema 1 Dalam subtema 1 tidak terdapat nilai karakter demokrasi. Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan untuk menceritakan kegiatan siswa di pagi hari kemudian membandingkan dengan kegiatan tokoh yang terdapat di dalam cerita; menceritakan kegiatan melani (tokoh yang terdapat dalam cerita) secara urut; menceritakan pengalaman bermain peran di depan kelas; dan menjawab pertanyaan tentang perjalanan menuju ke sekolah. Nilai karakter peduli lingkungan terdapat pada pesan wacana yaitu kegiatan menyapu lantai dan menyirami tanaman. Nilai karakter peduli sosial terdapat pada kegiatan memberi makan kucing dan ayam. Subtema 2 Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan mandiri untuk menuliskan tata tertib yang ada di rumah masing-masing; mendiskusikan tentang perilaku teman dan gambar-gambar dengan tema “ sikap ketika masuk rumah”; memebrikan respon terhadap suatu kasus; menyimpulkan isi dari suatu syair lagu; menceritakan gambar seri. Nilai karakter peduli lingkungan terdapat aktivitas untuk memilih salah satu kegiatan siang hari di sekolah kemudian menggambarnya dengan indah dan rapi. Nilai peduli sosial terdapat pada tugas kelompok, yaitu untuk memberikan tanggapan bagaimana tindakan kita jika ada perbuatan teman yang melanggar peraturan ketika kegiatan upacara bendera. Nilai karakter demokrasi terlihat pada cerita yang dibacakan oleh guru, yaitu anakanak boleh bermain di luar kelas, pergi ke perpustakaan, ke kantin, dan membeli makanan. 7 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Subtema 3 Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan unjuk kerja, yaitu tampil untuk menceritakan kembali isi dongeng yang dibacakan oleh guru. Nilai karakter peduli lingkungan yang ditunjukkan pada kegiatan menaati aturan (merupakan muatan pembelajaran PPKn). Bahwa sebagai siswa harus mentaati aturan untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, belajar untuk bersikap tertib di rumah dengan tidak membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga kebersihan dan kerapian rumah. Kegiatan yang mencerminkan nilai peduli lingkungan adalah menyiram bunga setiap sore hari dan menggambar tanaman bunga di halaman sekolah. Nilai karakter peduli sosial terdapat pada kegiatan untuk selalu meminta ijin kepada orang tua ketika akan pergi bermain; mengucapkan salam ketika sampai di rumah teman; melakukan kegiatan secara berpasangan dan berkelompok, kegiatan untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah Nilai karakter demokrasi terdapat pada isi/ muatan cerita dongeng yang dibawakan oleh guru, yaitu kesempatan dari seorang teman untuk bermain layanglayang secara bergantian; kegiatan secara berkelompok untuk bercakap-cakap dengan teman tentang kegiatan pada sore hari; kegiatan mendiskusikan isi syair lagu; dan menanggapi tentang suatu gambar. Subtema 4 Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan untuk berpendapat tentang sifat dari tokoh burung hantu dan belelang, dan siapakah yang disukai di antara keduanya; serta mendiskusikan tentang lagu daerah yang sering dinyanyikan; waktu bulan untuk berbentuk sabit dan lingkaran; pengaruh bergadang smapia larut malam; dan menjawab pertanyaan tentang kebiasaan yang dilakukan Rasti (tokoh dalam wacana). Nilai karakter peduli lingkungan terdapat pada aktivitas untuk melihat binatang pada gambar, kemudian mendiskusikannya. Nilai karakter peduli sosial terdapat pada kolom wawasan, yang menyarankan jika belajar hendaknya dilakukan setiap hari, dan tanpa disuruh. Nilai karakter demokrasi terdapat pada muatan pembelajaran PJOK. Anak lakilaki dan perempuan dapat bermain bersama menggunakan lompat tali. Mereka tidak saling mengganggu meskipun berbeda agama dan suku. Komunikatif merupakan proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon pada penerima melalui penyampaian pesan dalam bentuk tanda/ simbol, baik dalam bentuk kata-kata (verbal) dan non kata-kata (non verbal), tanpa memastikan terlebih dahulu bahwa kedua pihak memiliki sistem simbol yang sama. Nilai karakter komunikatif terdapat dalam setiap subtema. Buku ini disajikan sarat dengan aktivitas 8 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 pembelajaran yang bisa mengajak siswa untuk mulai berkomunikasi dengan baik sejak dini. Nilai karakter peduli lingkungan adalah suatu sikap yang ditunjukkan dengan tingkat kualitas kesadaran atau kesadaran manusia terhadap lingkungan. Pada dasarnya, peduli lingkungan merupakan perilaku manusia yang memiliki dari lingkungan tersebut dan selalu berupaya mengubah sikap dan hidupnya sehingga tercapai kondisi lingkungan yang lebih baik (Idam Ragil, 2013). Sikap peduli lingkungan yang dimiliki manusia merupakan hasil dari proses belajar, yang dapat meningkatkan kepedulian manusia akan kelestarian daya dukung dari alam lingkungannya (Resosudarmo, 1993). Keraf (2002), masalah lingkungan hidup merupakan masalah moral, persoalan perilaku manusia. Banyak kasus lingkungan hidup yang terjadi bersumber pada manusia. Seperti kerusakan dan pencemaran yang terjadi di laut, air, hutan, tanah, dan yang lainnya merupakan dampak dari perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab dan tidak peduli terhadap lingkungan. Dalam buku ini, penanaman karakter peduli lingkungan terdapat dalam subtema 1, 2, 3 dan 4, yang tedapat pada muatan pembelajaran bahasa Indonesia, SBdP, PPKN, dan PJOK. Hal ini bertujuan agar siswa SD/ MI mempunyai kepedulian sejak dini terhadap alam sekitarnya, sehingga kondisi lingkungannya tetap asri dan indah. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor eksternal, yang berkaitan dengan arus globalisasi dan beberapa isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Dengan penanaman nilai komunikatif, peserta didik akan mampu menghadapi pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, sehingga menjadi suatu bangsa yang akan tanggap terhadap arus globalisasi. Peduli sosial merupakan sikap yang menunjukkan bahwa kita peduli terhadap teman, sahabat, kawan, atau relasi dari dua sistem. Peduli sosial merupakan jati diri bangsa Indonesia yang sekarang ini dinilai mengalami penurunan. Rendahnya sikap peduli sosial bangsa juga akan berimbas pada berbagai sendi kehidupan. Beberapa indikator peduli sosial antara lain: adanya rasa penganbdian, saling menolong, kekeluargaa, setia, peduli, demokrasi, kerja sama, disiplin, toleransi, dan empati. Dalam lingkungan sekolah, penanaman nilai peduli sosial menjadi sesuatu yang mendasar. Sekolah yang merupakan satu bentuk sistem sosial yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen masyarakat sekolah dengan berbagai latar, seperti kondisi ekonomi, kondisi keluarga, kebiasaan–kebiasaan, agama, keinginan, cita-cita, dan minta yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan pada kondisi-kondisi tersebut, secara otomatis akan mengalami benturan-benturan kepentingan yang mengarah pada konflik-konflik kepentingan. Yuni Maya Sari (2014) dalam hasil penelitiannya mengatakan, peran dan upaya sekolah dalam menenamkan nilai peduli sosial siswa sangat besar. Dibuktikan dengan adanya kegiatan pembelajaran di kelas dan kegiatan 9 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 pembiasaan di kelas, pembiasaan sikap untuk menghargai dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, jenis kelamin, dan status ekonomi. Hal ini sejalan pada apa yang dimaksudkan dalam isi buku teks pada setiap subtema dengan encantumkan berbagai aktivitas kepada siswa agar nilai karakter peduli sosial sudah dimiliki sejak usia SD kelas 1. Abraham Licoln, berpendapat bahwa demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Dimensi utama demokrasi adalah adanya kompetisi yang bebas dan partisipasi. Ahsin (2006), mendefinisikan bahwa demokrasi warga yang menghirup udara kebebasan dan bersifat egalitarian, sebuah masyarakat di mana individu begitu dihargai dan diakui oleh suatu masyarakat dengan tidak memandang pada perbedaan keturunan, kekayaan, atau bahkan kekuasaan tertinggi. Dalam buku teks ini, penanaman nilai karakter demokrasi terdapat dalam subtema 2,3, dan 4 yang tersebata ke dalam muatan pembelajaran Bahasa Indonesia, SBdP, PPKn dan PJOK. Buku ini menyajikan aktivitas pembelajaran yang menyiapkan siswa agar mampu membentuk kehidupan masyarakat yang demokratis dengan lebih baik. Dalam muatan pembelajaran IPA dan IPS tidak ditemukan adanya penenaman karakter. Karena di kelas I SD/MI, materi IPA dan IPS tersirat dan terintegrasi pada muatan pembelajaran dalam Bahasan Indonesia, SBdP, PPKn, dan PJOK. SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adalah: 1. Buku teks memuat berbagai aktivitas pembelajaran dengan menenamkan pendidikan karakter pada nilai komunikatif, peduli sosial, dan peduli lingkungan pada subtema 1, 2, 3, dan 4. Nilai demokrasi terdapat pada subtema 2, 3, dan 4. 2. Nilai komunikatif terdapat pada muatan pembelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya dan Prakarya (SBdP), nilai peduli lingkungan terdapat pada muatan pembelajaran PPkN, nilai peduli sosial terdapat pada muatan pembelajaran PJOK dan PPkN, serta nilai demokrasi terdapat pada muatan pembelajaran PJOK. 3. Nilai pendidikan karakter tidak terdapat pada muatan pembelajaran IPA dan IPS. 10 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 DAFTAR PUSTAKA Ahsin Sakho Muhammad. 2006. Ensiklopedia Al-quran. Jakarta: Batara offset. Endang Yulia Kurniasih, dkk. 2014. Tematik 1 tema 3: Kegiatanku Sehari-hari. Surakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Idam Ragil Widyanto. 2013. Games Method of Environment. Dalam Prosidimh Seminar Nasional Pendidikan “ Pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Menyongsong Pemberlakuan Kurikulum 2013. UNS. ISBN 978-602-7561-35-9. Hal 76-79. Keraf Soni. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas. Nani Puspita Sari. 2015. Gaya Komunikasi Calon Kepala Desa dalam Pemilihan Kepala Desa Tahun 2013 (Penelitian pada Pemilihan Kepala Desa di Desa Nglumpung Kecamatan Mlarak kabupaten Ponorogo). Prosiding Semnasdik 2015. ISSN. 24769096. FKIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Permendikbud No 67 Tahun 2013 tentang Kerangkan Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI. Resosudarmo Soedjiran, dkk. 1993. Pengantar Ekologi. Bandung: PT remaja Rosdakarya. Sugiyanto. 2013. Pengembangan Model pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran IPS Terpadu di SMP. FKIP Pendidikan geografi. UNS. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan UNS 2013. ISBN 978-602-7561-35-9. Hal 142. Yuni Maya Sari. 2014. Pembinaan Toleransi dan Peduli Sosial Dalam Upaya Memantapkan Watak Kewarganegaraan (Civic Dispositon) Siswa. JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Vol 23 No 1 Edisi Juni 2014. Hal 15-26. 11 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB PADA REMAJA MELALUI KEGIATAN SINOMAN (Studi Kasus di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah) Sundari, SH., M.Hum, Sri Gunarsi, SH., MH dan Agus Prasetyo, S.Pd., M.Pd Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK Karakter tanggungjawab adalah perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan. Karakter tanggung jawab perlu dibentuk kepada setiap individu, tidak terkecuali remaja. Remaja di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali mendapatkan pembentukan karakter tanggung jawab, melalui kegiatan sinoman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan sinoman, di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga Maret 2016. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Pengumpulan data dalam pebenelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi, serta dokumentasi. Validitas data dilakukan dengan triangulasi teknik, sumber, dan peneliti. Analisis data menggunakan model interaktif. Tahapan analisis interaktif antara lain pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menyimpulkan tiga hal. Pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan sinoman, dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama remaja diarahkan agar melakukan tugas menyinom dengan sebaik-baiknya termasuk mengeliminir kemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat. Kedua remaja dibimbing agar siap mental dalam menerima resiko ketika melaksanakan tugas menyinom. Ketiga remaja diberi penjelasan agar memberikan laporan ketika tugas menyinom telah diselesaikan dilakukan. Kata kunci: pembentukan, karakter, tanggung jawab, sinoman, remaja 12 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 LATAR BELAKANG Karakter merupakan bawaan seseorang dalam bertingkah laku sehari-hari. Terdapat 18 nilai karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai karakter tersebut adalah jujur, religius, toleransi, disiplin, kreatif, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, demokratis, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, cinta tanah air, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Jenis karakter yang diimplementasikan tentunya akan berbeda antara satu kondisi dengan yang lain. Hal tersebut tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Pembentukan karakter penting dilakukan bagi individu, tidak terkecuali remaja. Pelaksanaan karakter dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah (Daryanto dan Suryatri, 2013:47-48). Menurut Daryanto dan Suryatri (2013:3), pembentukan karakter tidak dapat dilepaskan dari life skill. Life skill sangat berkaitan dengan kemahiran, mempraktekkan/berlatih kemampuan, fasilitas, dan kebijaksanaan. Pentingnya penanaman karakter sangat penting dilakukan bagi remaja. Realitanya para remaja, sebagian besar tidak mendapat perhatian yang cukup dari kedua orang tua di dalam keluarga. Banyak contoh negatif yang dilakukan para remaja, terkait melemahkan penanaman karakter. Menurut informasi dari Tribunnews (2014), belasan pelajar sempat digiring karena bermain game online saat jam sekolah di jalan Pantai Labu Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Deliserdang. Pelajar yang keasyikan bermain game online sebagian menjadi malas akan kegiatan sekolah, sehingga menyebabkan prestasi belajar jadi menurun. Pelajar lebih tertarik untuk berfikir mengenai susahnya memecahkan persoalan yang ada di dalam game online, dari pada memikirkan pelajaran sekolah. Persoalan remaja ini erat kaitannya dengan karakter, yang kurang maksimal ditanamkan. Karakter memiliki berbagai makna. Menurut Hidayatullah (2010:14), karakter adalah “kualitas atau kekuatan mental, moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang membedakan dengan individu lain”. Menurut Samani dan Hariyanto (2011:43), karakter dapat diartikan sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang. Karakter juga terbentuk karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan serta yang membedakannya dengan orang lain, sehingga terwujud dalam sikap dan perilakunya sehari-hari. Menurut Maksudin (2013:3), karakter yaitu: Ciri khas setiap individu berkenaan dengan jati dirinya (daya qalbu), yang merupakan saripati kualitas batiniah/rohaniah, cara berfikir, cara berperilaku (sikap dan perbuatan lahiriah) hidup seseorang dan bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara. 13 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan karakter merupakan sikap ataupun tingkah laku yang dilakukan individu secara berulang-ulang, sehingga terlihat beda terhadap orang lain. Karakter memiliki macam-macam bentuk. Macam-macam karakter menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagaimana dikutip oleh Syarif (2012:xi-xiii), yaitu: 1. Religius yaitu sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut dan hidup rukun antar sesama pemeluk agama lain. 2. Jujur yaitu perilaku didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya. 3. Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat orang lain yang berbeda dengan diri sendiri. 4. Disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh kepada peraturan. 5. Kerja keras yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh. 6. Kreatif yaitu berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara baru. 7. Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas. 8. Demokratis yaitu cara berfikir, bersikap, bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban diri serta orang lain. 9. Rasa ingin tahu yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam serta meluas dari suatu ilmu. 10. Semangat kebangsaan yaitu cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta kelompok. 11. Cinta tanah air yaitu cara berfikir, bersikap dan perbuatan yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, serta bangsa. 12. Menghargai prestasi yaitu sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat atau Komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta damai yaitu sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain senang serta aman atas kehadirannya. 15. Gemar membaca yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi diri. 16. Peduli lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitar. 17. Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan untuk selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 14 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 18. Tanggung jawab yaitu sikap dan tindakan dalam melakukan sesuatu yang dapat dipertanggung jawabkan. Pembentukan karakter dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Wibowo (2013:11), pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu lingkungan dan bawaan. Menurut Sarnani yang dikutip Maksudin (2013:7), pembentukan karakter seseorang juga dipengaruhi oleh orang tua, lingkungan masyarakat, dan guru sebagai pendidik. Di sisi lain pengembangan dan pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, pola asuh dan hubungan dengan pendidik, serta komunikasi dan kearifan budaya lokal (linawati dalam Arismantoro, 2008:103-105). Salah satu karakter yang penting untuk dibentuk pada remaja adalah tanggung jawab. Menurut Hidayatullah (2010:79), “tanggung jawab merupakan kemampuan untuk mengambil keputusan yang rasional”. Menurut Hamalik (1999:44), manusia dapat disebut sebagai manusia yang bertanggung jawab apabila mampu melihat pilihan dan membuat keputusan atas dasar nilai serta norma-norma tertentu baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun yang bersumber dari lingkungan. Menurut Wibowo (2012:73), karakter tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang yang mau serta mampu melaksanakan tugas ataupun kewajibannya. Remaja yang memiliki karakter tanggung jawab, maka akan meraih hasil yang maksimal dalam aktivitas sehari-hari. Karakter tanggung jawab dapat diwujudkan dalam berbagai macam bentuk. Karakter tanggung jawab memiliki berbagai bentuk. Menurut Widagdho (2012:147), macam-macam bentuk karakter tanggung jawab antara lain: 1. Tanggung jawab kepada keluarga. Masyarakat kecil adalah keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. 2. Tanggung jawab kepada masyarakat. Manusia merupakan anggota masyarakat. Manusia dalam berpikir, bertingkah laku, berbicara, dan sebagainya terikat oleh masyarakat. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. 3. Tanggung jawab kepada bangsa/negara. Manusia juga merupakan warga negara suatu bangsa. Manusia dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. 4. Tanggung jawab kepada Tuhan. Manusia tidak ada dengan sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Manusia sebagai ciptaan Tuhan dapat mengembangkan diri sendiri dengan pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam sekitar. Karakter tanggung jawab juga memiliki fungsi positif bagi setiap individu. Menurut Gie (2004:38), fungsi karakter tanggung jawab antara lain: 1. Pendorong dalam melaksanakan pendidikan. Rasa tanggung jawab akan mendorong seseorang dalam mengikuti proses pendidikan. 15 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 2. Untuk mengatasi hambatan-hambatan. Tanpa rasa tanggung jawab yang besar, pekerjaan mudah berhenti karena rintangan-rintangan. Pada hakikatnya segala aktivitas tidak lepas dari hal-hal yang dapat merintangi, baik diri sendiri maupun dari yang lainnya. 3. Memberikan kekuatan untuk mengendalikan diri. Rasa tanggung jawab yang tinggi dapat memberikan kekuatan untuk menahan diri, menguasai hawa nafsu, mengorbankan kepentingan diri sendiri demi kepentingan umum. Pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja, salah satunya bisa dilakukan pada kegiatan sinoman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinoman adalah sekelompok pemuda yang membantu orang yang sedang mempunyai hajat sebagai pelayan tamu, terutama di pedesaan (http://kbbi.web.id/sinoman). Anak muda yang menjadi juru laden di pedesaan saat acara hajatan, sebagai salah satu bentuk kerukunan atau gotong-royong. Aktivitas sinoman mengandung suatu potret budaya yang amat luhur serta terpuji. Peran remaja sebagai sinoman dapat memberikan dampak positif, yakni melatih rasa tanggung jawab di lingkungan masyarakat. Perubahan sosial dan budaya merupakan bagian dari modernisasi yang tidak jarang berdampak pada beberapa masalah sosial bagi remaja. Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal, seharusnya tetap mempertahankan nilainilai budaya bangsa. Nilai budaya tersebut seperti gotong-royong dalam kegiatan sinoman yang dilakukan para remaja. Realitasnya sinoman yang bersumber dari nilai kerarifan lokal budaya Jawa, keberadaannya lambat laun ditinggalkan oleh berbagai pihak. Remaja di desa enggan menjadi juru laden untuk melayani para tamu ketika ada hajatan seperti pernikahan, khitanan, halal bihalal, dan lain sebagainya. Hal ini terbukti dengan banyak pihak yang menggunakan jasa catering dalam acara, sehingga peran sinoman tergantikan oleh para pramusaji. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan keterangan di atas, dianggap menarik untuk melakukan sebuah kajian terkait karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan sinoman di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Kegiatan sinoman yang masih tumbuh di Desa Karanggeneng, rupanya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu sarana untuk menanamkan karakter tanggung jawab pada remaja. Pertanyaannya bagaimanakah pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan sinoman di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah? METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, mulai November 2015 hingga Maret 2016. Subjek penelitian ini adalah remaja, ketua karang taruna, serta tokoh masyarakat di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa 16 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Tengah. Objek penelitian ini adalah penanaman karakter tanggung jawab melalui kegiatan sinoman. Sumber data dalam penelitian ini berupa informan, peristiwa, serta dokumen (arsip). Metode pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk mengetahui validitas data penelitian ini menggunakan triangulasi teknik, sumber, dan peneliti. Informasi yang didapat dari proses pengumpulan data, lantas dianalisis dengan model interaktif. Tahap yang dilakukan dalam model interaktif berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Letak geografis wilayah Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali cukup setrategis karena merupakan Desa Sentra Industri dengan unggulan Genting dan Batu Bata. Topografi wilayah Desa Karanggeneng dibagi menjadi 3 (tiga) Dusun yang dikepalai oleh Kepala Dusun (KADUS), terdiri dari 14 RW serta 61 RT dengan ketinggian wilayah dari permukaan laut 430 m dpl. Iklim di wilayah Desa Karanggeneng termasuk iklim tropis dengan rata-rata curah hujan 150 s/d 200 mm/th. Gambar 1. Peta Desa Karanggeneng Sumber: Arsip Desa Karanggeneng 2016. 17 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal Provinsi Kabupaten/Kota Kecamatan Desa/Kelurahan Alamat Kantor Desa ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Tabel 1. Profil Desa Karanggegeng Jawa Tengah Boyolali Boyolali Karanggeneng Jalan Sandanglawe nomor 38 Sariasih RT 04 RW 01 Karanggeneng Boyolali Suparji Nama Kepala Desa Keterangan Umum Desa Luas Desa 293.17 Ha/M2 Batas Wilayah Utara Mudal dan Kiringan Selatan Siswodipuran Barat Banaran Timur Kragilan Kecamatan Mojosongo Kondisi Geografis Ketinggian Tanah 360 Mdpl Curah Hujan Rendah Topografi Wilayah Lereng/Puncak Jarak dari Desa ke Jarak Waktu Tempuh Kantor Kecamatan 1.5 Km 5 menit Kantor Kabupaten/Kota 3 Km 10 menit Ibukota Provinsi 67 Km 2 jam Ibukota Negara 500 10 jam Sumber: Arsip Desa Karanggegeng 2016 Gambar 2. Aktivitas Industri Genting di Desa Karanggeneng Sumber: Arsip Desa Karanggeneng 2010 18 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Tabel 2. Kondisi Penduduk Penduduk Laki – laki 4779 Orang Penduduk Perempuan 4903 Orang Kepala Keluarga 2820 Keluarga Sumber Penghasilan Utama Penduduk Industri Rumah Tangga Desa Sumber: Arsip Desa Karanggeneng 2016 Penanaman Karakter Tanggung Tawab pada Remaja melalui Kegiatan Sinoman di Desa Karanggegeng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah Karang taruna merupakan organisasi sosial sebagai wadah pengembangan generasi muda. Karang taruna tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran serta tanggung jawab sosial generasi muda di wilayah desa Karanggeneng Boyolali. Karang taruna juga sebagai ajang bagi generasi muda untuk bisa memanfaatkan potensipotensi yang ada secara optimal. Karang taruna yang mempunyai banyak program kerja membuat anggotanya turut serta dalam pelaksanaan. Kegiatan karang taruna tidak bisa sepenuhnya berhasil, tanpa adanya kerjasama antar pengurus dan anggotanya. Karang taruna di Desa Karanggeneng Boyolali cukup banyak jumlahnya. Menurut Bapak Ajib Ahmadi, S.Pd selaku Ketua RT 04/06 dan pembina salah satu karangtaruna, mengatakan: Karangtaruna di RT04/RW06 sudah lama berdiri. Sudah hampir 20 tahun lebih. Anggotanya pelajar sampai pemuda. Terutama yang belum menikah, yang sudah menikah ya ada apabila belum punya wakil di karangtaruna. Layaknya organisasi kepemudaan lainnya, karang taruna di Desa Karanggeneng juga melakukan pertemuan setiap sebulan sekali. Hal ini digunakan untuk menghidupkan karang taruna dan lebih mendekatkan antar sesama anggota. Fungsi adanya karang taruna adalah untuk membantu warga yang sedang memiliki hajatan seperti mantu (menikah), khitanan, ataupun lelayu (meninggal dunia). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Wardoyo, selaku ketua RW 06 Desa Karanggeneng. Bapak Wardoyo mengatakan: Pertemuannya setiap sebulan sekali, disetiap malam minggu pahing. Kalau saya lihat, selalu ramai pertemuannya. Banyak anggota yang selalu menyempatkan diri untuk datang ke pertemuan. Lihat anak-anak muda berkumpul gitu ya gayeng koq Mas. Hal senada diungkapkan oleh Ditya Pandu Ahmadi, S.Pd selaku ketua karang taruna di Dusun Sukoharo RT 04/06 Karanggeneng. Ditya mengatakan: Pertemuan selalu ada. Jarang sekali kita meniadakan pertemuan itu. Kan digunakan sebagai pengikat silaturahmi. Jadi biar gak cuma kalau ada hajatan 19 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 warga saja kita ngumpulnya. Tapi tiap akhir bulan, bertempat secara bergiliran di rumah anggota kita selalu mengadakan pertemuan rutin. Kegiatan sinoman yang dilakukan oleh muda mudi di Desa Karanggeneng dinilai sebagai pembentuk karakter tanggungjawab. Hal ini dapat dicontohkan ketika muda mudi yang sedang melakukan sinoman bertanggungjawab atas hidangan bagi para tamu dalam suatu pesta. Muda-mudi selain bertanggungjawab mengantar hidangan bagi para tamu, juga bertanggungjawab mengambil kembali piring-piring kotor bekas hidangan tersebut. Hasil observasi peneliti membuktikan bahwa tanggung jawab anggota karang taruna memang cukup besar. Pada saat acara hajatan misalnya, semua tamu harus terlayani dengan baik sehingga tidak boleh ada tumpukan piring kotor. Mulai dari awal acara hingga akhir hajatan, anggota karang taruna selalu bekerja hilir mudik melaksanakan tugasnya. Hal ini dikarenakan tidak semua tamu datang tepat waktu, tidak sedikit tamu-tamu yang datang terlambat sehingga anggota sinoman harus memberikan hidangan susulan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Sukiman, selaku sekertaris RT 04/06 Desa Karanggeneng. Bapak Sukiman mengatakan: Ya harus tanggungjawab Mas. Tugasnya karang taruna di tempat orang hajatan itu ya itu. Yang laki-laki bertanggungjawab memberi hidangan dan membereskan bekas hidangan para tamu, perempuan bertugas menyajikan. Tapi kalau memang tamunya terlalu banyak, pihak tuan rumah biasanya juga ikut membantu. a. Melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinankemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat. Remaja anggota karang taruna harus melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinankemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat. Anggota karang taruna terdiri dari muda-mudi. Kegiatan karang taruna antara lain seperti rapat rutin, menjadi juru laden (sinoman), kerja bakti, menghadiri pengajian, serta piknik. Menjadi juru laden (sinoman) merupakan salah satu kegiatan di masyarakat yang menuntut tanggungjawab dari anggota karang taruna. Ketika ada warga yang mengadakan hajatan, anggota karang taruna harus siap membantu segala keperluan yang dibutuhkan oleh warga tersebut terkait dengan pelayanan tamu-tamu tuan rumah. Hal ini sesuai dengan keterangan yang dikemukakan Eko Prasetyo, selaku anggota ketua karang taruna di Dusun Tegalsari Karanggeneng. Eko Prasetyo mengatakan: Fungsi karang taruna membantu warga yang punya hajatan. Contohnya nikahan, khitanan, dan lelayu. kalau bukan yang muda-muda. Tidak mungkin yang tua-tua disuruh angkat-angkat meja kursi, nganter makanan untuktamu. Tugas semua anggota sudah dikoordinasikan dan diinformasikan oleh Ketua Karang Taruna. Seminggu sebelumnya biasanya diadakan acara kumbokarnan, yaitu acara membagi tugas-tugas yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak baik pihak 20 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 tuan rumah maupun karang taruna. Menurut Eko Prasetyo ketika acara kumbokarnan, tanggung jawab anggota karang taruna sudah mulai diberikan. Pas acara kumbokarnan, semua sudah diatur. Jadi pas hari H nya tidak ada yang kebingungan, tidak ada yang masih bertanya atau leha-leha sementara temannya yang lain kerja. Antara laki-laki dan perempuan sudah tahu tugasnya sendirisendiri. Ketua karang taruna memberi pengarahan terlebih dahulu sebelum anggota karang taruna melakukan tugasnya. Meskipun sebelumnya telah dibagi tugas, tetap saja ketua karang taruna mengingatkan anggota akan tugas masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing anggota karang taruna yang bertugas menyadari tanggungjawab yang dipegang. Hasil observasi yang dilakukan peneliti, terlihat bahwa pengarahan yang dilakukan oleh ketua karang taruna bertujuan untuk menghindari anggota yang tidak melakukan tugasnya dengan baik. Ketua karang taruna berusaha mengingatkan kepada anggota agar bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing. Diharapkan setelah mengetahui tugasnya masing-masing, anggota karang taruna akan mempunyai komitmen dalam melakukan tugas secara bertanggung jawab. Tanggung jawab karang taruna juga diimplementasikan dalam berbagai acara seperti pengajian di masjid. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi didapat informasi bahwa anggota karang taruna melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinan-kemungkinan yang bakal membuat tugasnya terhambat. Melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinankemungkinan yang bakal membuat tugasnya terhambat dapat diwujudkan dalam halhal sebagai berikut. 1) Bertanggung jawab dalam merancang tugas sinoman. Anggota karang taruna bermusyawarah untuk membuat jadwal mengenai pembagian tugas sebagai sinoman. 2) Bertanggung jawab mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan sinoman. Anggota karang taruna mempersiapkan segala kebutuhan peralatan yang akan dipakai dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai sinoman. 3) Bertanggung jawab untuk datang tepat waktu. Anggota karang taruna berusaha datang tepat waktu setiap melaksanakan tugas sebagai sinoman. 4) Bertanggung jawab melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Anggota karang taruna harus melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 5) Bertanggung jawab mengawasi para anggota sinoman. Anggota karang taruna harus saling mengawasi. Bagi anggota yang tidak melaksanakan tanggung jawab secara maksimal, maka ketua memiliki hak untuk memberikan sanksi. 6) Mengembalikan segala hal yang telah dipinjam sinoman. Anggota karang taruna memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan segala hal yang telah digunakan dalam acara tertentu. Segala hal yang dimaksud bisa berupa peralatan dan uang. 21 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 b. Siap mental dalam menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan. Anggota karang taruna harus siap mental dalam menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan. Anggota karang taruna ada pula yang tidak patuh dengan tugas yang telah diberikan kepadanya. Terkadang ditemui salah satu anggota karang taruna yang seolah-olah melakukan tugasnya, tapi sebenarnya tidak melakukan tugasnya dengan baik. Anggota karang taruna ketika menjadi sinoman, terkadang ada yang tidak melakukan tugasnya secara maksimal. Ketua karang taruna dalam hal ini harus jeli melihat anggotanya yang tidak melakukan tugas dengan baik. Langkah itu bertujuan untuk menghindari kecemburuan dari anggota yang lain. Teguran diberikan bagi anggota karang taruna yang tidak maksimal dalam melaksanakan tugas. Teguran tersebut dimaksudkan agar anggota karang taruna merasa perkewuh (malu) dengan yang lain, karena tidak melakukan tugasnya dengan baik. Anggota yang melakukan kesalahan tentunya harus berani menanggung resiko atas tindakannya. Anggota yang lain juga terkadang memberikan sindiran kepada sinoman yang tidak bertanggung jawab, karena dianggap tidak mau bekerja. Pemberlakuan hukuman bagi yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, terkadang diterapkan secara lebih tegas. Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan wawancara didapat informasi bahwa anggota karang taruna harus siap mental dalam menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan. Implementasi dari siap mental dalam menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan antara lain: 1) Siap mental ketika mendapatkan sanksi berupa teguran. Anggota karang taruna yang tidak melaksanakan tanggung jawab sebagai sinoman dengan baik, harus siap menerima sanksi. Sanksi umumnya berupa teguran,baik dari ketua karang taruna atau pun sesepuh desa. 2) Siap mental untuk meminta maaf jika tidak melaksanakan tanggung jawab. Anggota karang taruna yang tidak melaksanakan tanggung jawab dengan baik, harus meminta maaf kepada anggota lain. Hal itu dilakukan ketika rapat karang taruna. 3) Siap mental untuk mencari alternatif penyelesaian masalah. Ketua dan anggota karang taruna harus siap untuk mencari alternatif penyelesaian masalah, ketika rencana gagal terlaksana. Dengan demikian kondisi siap mental harus selalu terjaga ketika melaksanakan kegiatan karang taruna. c. Memberikan penjelasan kepada pihak tertentu tentang pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan. Anggota karang taruna harus memberikan penjelasan kepada pihak tertentu apabila tugasnya telah dilaksanakan. Ketua karang taruna biasanya sebagai wakil untuk melakukan hal ini, walau pun terkadang ditemani oleh beberapa orang anggota. Ketua karang taruna yang ditemani beberapa anggota biasanya melaporkan bahwa tugas sudah diselesaikan dan termasuk peralatan sewa yang digunakan. Anggota karang taruna bertanggung jawab atas kebersihan dan segala peralatan yang 22 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 dipakai selama acara berlangsung. Mengumpulkan kursi-kursi dan menatanya menjadi satu, agar mudah untuk dikembalikan. Anggota karang taruna juga mewujudkan rasa tanggung jawab dengan mengumpulkan peralatan. Alat-alat sewa yang kurang atau hilang, maka tanggungjawab karang taruna yang harus mencarinya hingga dapat. Terkecuali piring atau gelas yang pecah, merupakan tanggungjawab tuan rumah untuk menggantinya. Meskipun karang taruna merupakan penanggungjawab atas segala kegiatan yang berjalan di acara hajatan terutama dalam urusan hidangan makanan, tetapi tuan rumah juga tidak bisa begitu saja mengabaikan keperluan karang taruna. Tuan rumah juga memperlakukan anggota karang taruna sebagaimana tamu lainnya. Diantaranya dengan memberikan hidangan sama dengan hidangan yang disajikan kepada para tamu. Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa anggota karang taruna juga mendapatkan hak makanan yang sama. Begitu pula pada acara yang lain seperti ketika karang taruna melaksanakan pengajian akbar di masjid. Apabila tugas telah selesai dilakukan, ketua karang taruna ditemani beberapa anggota akan memberikan laporan kepada ketua RT. Laporan berisi bahwa tugas yang harus menjadi tanggung jawab anggota karang taruan sudah selesai. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi didapat keterangan bahwa memberikan penjelasan kepada pihak tertentu apabila tugasnya telah selesai dilakukan. Bentuk implementasi anggota karang taruna yang memberikan penjelasan kepada pihak tertentu apabila tugasnya telah dilaksanakan, antara lain: 1) Anggota bertanggung jawab memberikan laporan kepada ketua. Anggota karang taruna harus memberikan informasi kepada ketua, apabila tugas yang dilaksanakan selesai. Anggota juga memberikan laporan apabila ada kendala yang terjadi. 2) Ketua karang taruna bertanggung jawab memberikan laporan kepada pihak tertentu. Ketua karang taruna bertanggung jawab memberikan laporan kepada pihak tertentu, apabila terdapat kendala atau tugas telah selesai dilakukan. Pihak tertentu yang dimaksud bisa sesepuh desa atau tuan rumah. 3) Ketua dan anggota karang taruna bertanggung jawab mendiskusikan persoalan yang muncul dari hasil laporan. Ketua dan anggota karang taruna harus melakukan evaluasi dari hasil laporan, agar menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan dikemudian hari. SIMPULAN DAN SARAN Pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja di Desa Karanggeneng Boyolali, salah satunya dengan kegiatan sinoman. Pembentukan karakter tanggung pada remaja melalui kegiatan sinoman, antara lain dilakukan dengan: 1) melakukan tugas dengan sebaik-baiknya serta mengeliminir kemungkinan-kemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat, 2) siap mental dalam menerima kemungkinan 23 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan, dan 3) memberikan penjelasan kepada pihak tertentu tentang pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan. Pembentukan karakter tanggung jawab melalui kegiatan sinoman perlu dikembangkan. Sinoman sebagai salah satu nilai kearifan lokal, dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam pembentukan karakter. Saran yang dapat diajukan antara lain: 1. Karang taruna harus mampu menunjukkan peran dan fungsinya secara optimal di tengah-tengah masyarakat, sehingga dapat menjadi wadah perkembangan generasi muda. 2. Karang Taruna harus mampu menjadi wahana pembentukan karakter tanggung jawab kepada generasi muda, melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan yang salah satunya adalah sinoman. 3. Aparat desa harus memberikan dukungan terhadap sebagai aktivitas karang taruna, khususnya yang memiliki potensi untuk pembentukan karakter tanggung jawab. DAFTAR PUSTAKA Azzel, Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia; Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Baharuddin. 2010. Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press. Kemendiknas. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025. Jakarta : Kemendiknas. Kusuma, Dharma.dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kusdaryanti. 2013. “Tugas dan Tanggungjawab Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan”. Thesis. Lampung: Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung. Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif. Jakarta: Esensi. Mahambero. 2012. Bentuk-bentuk Tanggung Jawab dan Pengabdian. (http:// yesitsmemahambero.blogspot.com/2012/06/tugas-ibd-7-tentang-bentukbentuk.html), diakses 20 Mei 2016, jam 18.35 WIB. 24 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: LaksBang Pressindo. Nawawi, Hadari dan M. Martini Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rahardjo, Sapto. 2004. Panduan Investasi Reksadana. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya. Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 25 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PERANAN INTEGRITAS SOSIAL KELOMPOK REMAJA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE) Efi Miftah Faridli 1 1Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jl.Raya Dukuh Waluh, Po Box 202 Purwokerto 53182 Telp. (0281) 636751 [email protected] Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa dunia pendidikan dan pengetahuan sedang dihadapkan kedalam revolusi yang berdimensi ganda, yaitu sisi yang memberi kemajuan dalam segala aspek kehidupan dan sisi yang memberi ruang dan peluang terjadinya aspek ‟ dehumanisasi moral‟. Tujuan penelitian ini adalah untuk membahas : Bagaimanakah integritasi sosial remaja dalam kelompoknya, faktor-faktor apa saja yang bisa memperkuat integritasi sosial remaja dalam kelompoknya dan integritasi sosial kelompok remaja yang bagaimana yang dapat membentuk Civic Culture. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat komunitas remaja di Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang memiliki integritas sosial dalam membentuk budaya kewarganegaraan berupa komunitas mahasiswa daerah, integritas sosial remaja sangat berperan dalam pembentukan budaya kewarganegaraan. Kata Kunci : Integritas Sosial, Budaya Kewarganegaraan, kelompok remaja. PENDAHULUAN Era globalisasi yang sedang terjadi mengakibatkan perubahan yang sangat cepat. Perubahan yang cepat sekarang ini terutama disebabkan oleh pengaruh kemajuan teknologi. Teknologi dapat dianggap sebagai katalis perubahan, yang membuat perubahan menjadi revolusioner, sangat cepat dan intensif. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan Seni (IPTEKS), berbagai persoalanpun muncul dengan segala kompleksitasnya. Dalam dunia pendidikan dan pengetahuan, revolusi itu sedang terjadi dan berdimensi ganda. Yaitu disatu sisi memberi kemajuan dalam segala aspek kehidupan. Di lain sisi memberi ruang dan peluang terjadinya aspek ‟ dehumanisasi moral‟. 26 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Karena IPTEKS dengan sarana utamanya media cetak eletronik merupakan alat pendobrak ’tradition culture and life style’.Aspek pembaharuan pembelajaran, berupa pemanfaatan teknologi dan informasi sudah berkembang demikian canggih untuk menunjang perubahan strategi dan teknik pembelajaran. Sehingga terlahir reformasi pembelajaran ( scholl reform ) dan reformasi pendidikan ( education reform ). Semuanya dapat dilakukan dengan landasan political will dari suatu negara untuk membangun kemajuan di bidang pendidikan, yang kesemuanya berorientasi kepada sistem pendidikan masa depan (future of educational system) serta bertumpu pada upaya membangkitkan gairah belajar secara menyenangkan ( joyfull learning ).Anak atau remaja adalah warga negara hipotetik, yaitu warga negara yang „belum jadi‟ karena masih harus dididik menjadi warga negara dewasa yang sadar akan hak dan kewajibannya. Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya dipersiapkan untuk menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya.Guna pencapaian semua itu diperlukan upaya yang terintegrasi dan sinergi antar berbagai elemen yang menujang pendidikan, agar pembelajaran yang holistik bisa melahirkan seorang warganegara yang mumpuni dengan multi dimensi baik kepribadian, sosial, spasial ataupun temporal dengan konsep pengembangan potensi individu. Individu yang ’think globally, action locally’. Sehingga berpeluang melahirkan warganegara yang responsif terhadap pengembangan bangsa dan negaranya dalam globalisasi dunia. Masa remaja selalu dikatakan sebagai masa yang sulit. Dalam kelompok inilah keberadaan tatanan norma dengan perangkat nilai – moral luhur goyah, tergeser dan tergusur. Rem normatif yang menjadi direktiva diri dan kehidupan ‟blong‟ dan terciptalah proses erosi dan dehumanisasi, di mana martabat diri dan kodrat dirinya ‟ dijual dan dikorbankan‟ untuk kenikmatan, kesenangan dan kemudahan serta nilai tambah duniawi semata. Adopsi tren global yang melahirkan pemanfaatan teknologi dan informasi dengan serba cepat dan mudah, melahirkan pemujaan bahwa untuk penyelesaian masalah dapat secara instant telah menjadi gaya hidup sebagian besar remaja Indonesia saat ini. Muncullah generasi dan kehidupan masyarakat yang serba rasional, sekuler, materialistik, individualis – utilities dan kontras dengan sejumlah nilai-moral-norma luhur yang berlaku /ada/ baku. ( Winataputra dalam Budimansyah & Syam , 2006 :13 ). METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif kualitatif . Adapun istilah kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang/peneliti yang tertarik secara alamiah ( David Williams yang dikutip oleh Moleong : 2007 : 5). 27 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Metode deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang menekankan kepada usaha untuk memperoleh informasi mengenai status atau gejala pada saat penelitian, memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena dan lebih jauh menerangkan hubungan seta menarik makna dalam penelitian deskriftif kualitatif, fenomenologilah yang dijadikan landasan teoritis utama. Sedangkan yang lainnya diajdikan sebagai tambahan untuk melatarbelakangi teoritis penelitian kualitatif. Dalam pelaksanaannya, metode-metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai interpretasi tentang arti data itu, akan tetapi meliputi analisa terhadap interpretasi tentang arti data itu, karena itulah maka dapat terjadi sebuah penyelidikan deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil dan pembahasan penelitian ini. Untuk mendeskripsikan hasil penelitian terlebih dahulu akan digambarkan berdasarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. : Bagaimanakah integritas sosial remaja dalam kelompoknya ? Remaja di Universitas Muhammadiyah Purwokerto memiliki Integritas sosial yang baik, berdasarkan hasil wawancara, integarasi yang dijalin oleh mereka berdasarkan kepada kesamaan nasib, kesamaan kondisi dan kesamaan cita-cita, mereka memahami tugas masing-masing, adapun tugas-tugas remaja berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mencapai kemerdekaan emosionil dari orang tua dan orang dewasa lainnya, yang berarti bahwa bebas dari ketergantungan dari orang tua dan orang dewasa, serta mengembangkan kasih sayang pada orang tua dan orang dewasa. b. Menerima jaminan dan kemerdekaan ekonomi, yaitu agar para pemuda Merasa cakap untuk membuat suatu kehidupan mereka di masa yang akan datang, biasanya remaja pria namun seiring perkembangan zaman remaja putri juga sudah banyak bersikap mandiri demi kehidupannya. c. Memilih dan mempersiapkan untuk suatu pekerjaan, hal ini Merupakan masa persiapan para remaja kira-kira di usia 18 tahun, dimana pada usia ini mereka sudah memiliki ketangkasan dan kekuatan untuk memperoleh pekerjaan. Persiapan dan perencanaan dalam mendapatkan pekerjaan bagi remaja adalah sesuatu yang sangatpenting. d. Mempersiapkan untuk kehidupan perkawinan dan keluarga, Bertujuan untuk mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan keluarganya dan bagi anak perempuan adalah untuk memilikipengetahuan-pengetahuan yang cukuptentang membangun, mengurus dan membina rumah tangga. 28 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 e. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang Perlu sebagai warga Negara. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan mengembangkan konsep-konsep hukum, politik, pemerintahan, geografi, bakat manusia dan lembaga-lembaga sosial. Dalam masyarakat modern keterampilan berbahasa sangatlah penting, para remaja mempunyai perbedaan individu dalam perkembangan mental menunjukkan prinsip-prinsip dalam : Memperoleh bahasa dan pengertian-pengertian Memperoleh konsep-konsep Minat dan motivasi 2. Faktor-faktor apasaja yang bisa memperkuat integritas sosial remaja dalam kelompoknya? Berdasarkan hasil penelitian yang bisa memperkuat integritas sosial remaja di dalam kelompoknya adalah : a. Motivasional.Adanya pengarahan untuk melakukan sesuatu ; memberi pengarahan, dorongan, kepercayaan dan keyakinan kepada mereka. b. Dereksional. Adanya kesadaran atas kemampuan dan memberikan arah gerak. c. Konsultasional. Menampung dan membantu memecahkan masalah yang timbul dalam suatu proses pendidikan konsultasi. d. Instruksional. Memberikan tugas dan kewajiban untuk berkembangnya tanggungjawab. e. Stimulasional. Memberikan rangsangan untuk berkembangnya kreativitas. f. Simulasional. Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri. Sesuai dengan perkembangan jiwa atas dasar kepentingan, maka semua bentuk kegiatan harus dapat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anggota untuk melaksanakan dari, oleh dan untuk anggota dengan bimbingan pemimpin”. Tegasnya bahwa Anggota diberi kesempatan merencanakan, melaksanakan dan menilai kegiatan yang diinginkan dengan pengarahan, bimbingan dan pengawasan pemimpin yang bertanggung jawab atas berlangsungnya proses yang timbal balik. Seorang pemimpin memiliki tugas memotivasi anggotanya.Dalam setiap keterlibatannya dipersyaratkan : a. b. c. d. Adanya saling percaya. Adanya saling mengerti. Adanya kesediaan saling bekerjasama. Adanya kesediaan saling menghormati. Manusia adalah makhluk sosial (Hommo HominiSocious :Aristoteles), ada juga tokoh yang mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lain (Hommo Homini Lupus : Thomas Hobbes). Dalam suatu organisasi bahwa untuk terbentuknya kelompok yang baik menurut Teori Membership and Pressure Group ada 4 hal Membangun Integritas Sosial yaitu : 29 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 a. Solidaritas, dikatakan oleh beliau bahwa setiap orang yang berada dalam suatu kumpulan, organisasi, atau komunitas harus memiliki sifat dan sikap solidaritas yang diawali dari saling mengenal. b. Komitmen Moral, setiap orang yang berada dalam organisasi tersebut memiliki tujuan yang sama tanpa pamrih, komitmen untuk memajukan organisasi tanpa memikirkan imbalan. Seperti sebuah istilah “INTEGRITAS MENGAKIBATKAN ORANG PERCAYA”. c. Konsensus, Setiap orang harusmemilikikesepakatan bersama untuk memajukan organisasi, yakin bahwa apa yang dilakukan pasti bermanfaat di masa yang akan datang (SIAPA MENANAM KEBAIKAN MAKA AKAN MENUAI KEBAIKAN PULA) begitu juga sebaliknya. d. Konflik, dalam arti ketidak sesuaian antara kenyataan (Dassein) dan harapan (Dassollen) diperlukan dalam sebuah organisasi agar saling mengenal, bukan justru karena ia akan mengakibatkan perpecahan. 3. Integritas sosial kelompok remaja yang bagaimana yang dapat membentukCivic Culture ? a. Orientasi politik mengikuti rumusan Parsons dan Shills, yaitu : 1) Orientasi kognitif : pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya, serta input dan outputnya. 2) Orientasi Afektif : perasaan terhadap sistem politik; peranannya, para aktor dan penampilannya. 3) Orientasi Evaluatif : keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. (1990 : 16-17). b. Masyarakat majemuk dengan sifatdasar sebagai berikut : 1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok dan sering memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain 2) Memiliki struktur sosial yang terbagike dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer 3) Kurang mengembangkan consensus diantara para anggotanya terhadap nilainilai yang bersifat dasar 4) Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik dintara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain 5) Secararelatifintegrasi sosialtumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi serta; 6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain. 30 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat digambarkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Integritas sosial remaja dalam kelompoknya di Universitas Muhammadiyah Purwokerto berupa komunitas-komunitas mahasiswa berdasarkan daerah asal, mereka mengintegrasikan diri dan memiliki visi sebagai berikut : a. Mencapai kemerdekaan emosionil dari orang tua dan orang dewasa lainnya, b. Menerima jaminan dan kemerdekaan ekonomi c. Memilihdan mempersiapkan untuk suatu pekerjaan d. Mempersiapkan untuk kehidupan perkawinan dan keluarga, e. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang Perlu sebagai warga Negara 2. Faktor-faktor yang bisa memperkuat integritas sosial remaja dalam kelompoknya a. Motivasional.Adanya pengarahan untuk melakukan sesuatu ; memberi pengarahan, dorongan, kepercayaan dan keyakinan kepada mereka. b. Dereksional.Adanya kesadaran atas kemampuan dan memberikan arah gerak. c. Konsultasional.Menampung dan membantu memecahkan masalah yang timbul dalam suatu proses pendidikan konsultasi. d. Instruksional.Memberikan tugas dan kewajiban untuk berkembangnya tanggung jawab. e. Stimulasional.Memberikan rangsangan untuk berkembangnya kreativitas. f. Simulasional. Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri. 3. Integritas sosial kelompokremaja yang dapat membentukCivic Cultureini merupakan pengakuan atas potensi manusia yang memiliki rasa, karsa, dan karya secara sadar dan saling menghormati diantara pribadi masyarakat dan antar masyarakat. Dalam konteks ini budaya masyarakat yang diharapkan ada dalam pribadi individu adalah mahasiswa yang tidak hanya berdiri dan berbicara saja, maupun mahasiswa yang hanya diam terpaku, melainkan mahasiswa yang secara sadar siap terlibat dengan keberadaannya di masyarakat. Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Dekan FKIP, Ketua LPPM UMP, rekan peneliti saudara Drs. H. Banani Ma‟mur, M.Si.., dan dua orang mahasiswa saudara Ibnu Dwi Rachmanto dan Teguh Ujianto, rekan-rekan Dosen PPKn, dan mahasiswa UMP yang telah menjadi subjek penelitian telah banyak membantu, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar. 31 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Daftar Pustaka Abdul Hadis. ( 2008 ) Psikologi dalam Pendidikan, Bandung : Alfabeta Andi Mappiare. ( 1986 ) Psikologi Remaja, Surabaya : Usaha Nasional Campbell, Tom. ( 1994 ) Refleksi Sosial, Yogyakarta : Tujuh Teori Sosial Cogan, J.J. danDerricott,R.(1998) Citizenship for the 21st Century; An International Perspective on Education,London: Kogan Page Craib, Ian. ( 1994 ) Teori-teori Sosial Modern, Jakarta : Raja Grafindo Darling – Hammond.( 2006 ) Powerfull Teacher Education, London-England :JosseyBass Depdiknas. ( 2003 ) UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Gerungan, W.A.( 1991 ) Psikologi Sosial, Bandung : PT Eresco Kerr, D. (1999) Citizenship Education: An International Comparison, London: Qualification and Curriculum Authority Ki Hajar Dewantoro. ( 1962 ) Pendidikan Sepanjang Hayat Newcomb, Turner, Converse. Bandung ( 1985 ) Psikologi Sosial, Bandung :C.V. Diponegoro, Simmel, George. ( 1986 ) Beberapa Teori Sosiologis, editor Soerjono Soekanto, & Winarno Yudho, Jakarta : CV. Rajawali Siti Hartinah. ( 2009 ) Konsep Dasar Bimbingan Kelompok, Bandung : Refika Aditama Shelley E.Taylor, Letitia Anne Peplav, David O. Sears. ( 2009 ) Psikologi Sosial, Jakarta : Perpustakaan Nasional Somantri, Numan, M. ( 2001 ) Menggagas pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung : Remaja Rosdakarya- SPS UPI Soedijarto. ( 1993 ) Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, Jakarta : Balai Pustaka _______ ( 1993 ) Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Grasindo, Svalastoga, Kaare. ( 1989 ) Diferensiasi Sosial, Jakarta : Bina Aksara Tatang Syaripudin, 2006, Landasan Pendidikan,Bandung Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan, FIP UPI, 32 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Winataputra, Udin S &Budimansyah, Dasim.(2007). Civic Education. Bandung :SekolahPascaSarjana Program Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Demokrasi, (Desertasi), Bandung: Program Pascasarjana UPI Wahana Pendidikan Yusuf hadi Miarso. ( 2005 ) Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta :PustekomDiknas Hefner, R.W. (2007). Politik Multikulturalisme: Menggugat Realitas Kebangsaan.Terjemahan oleh Bernardus Hidayat dari judul asli “The Politics of Multiculturalism, Pluralism and Citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia”. Yogyakarta: Kanisius. Kusumohamidjojo, B. (2000). Kebhinnekaan Masyarakat Indonesia: Suatu Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasindo. Suparlan, P. (2005). Sukubangsa dan Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. Furnivall. J.S (1967).Netherlands India: A Studi of plural Economy. Cambridge at The University Press. Nasikun.(2004). SosialSosial Indonesia. Jakarta: GrafindoPersada. HamengkuBuwono X, Sultan. (2007). MerajutKembaliKeIndonesiaan Kita.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Misrawi, Zuhairi. (2007). Al-Qur‟an KitabToleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah. Natsir.Nasrullah.(2008). WidyaPadjajaran. Struktur Sosial 33 dan Struktural Fungsional. Bandung: Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PEMBENTUKAN KARAKTER DAN MORALITAS BAGI GENERASI MUDA YANG BERPEDOMAN PADA NILAI – NILAI PANCASILA SERTA KEARIFAN LOKAL Efi Rusdiyani Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP UMS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak Karakter dan Moralitas merukan sikap atau sifat yang harus di miliki generasi muda dengan karakter dan moralitas yang baik maka akan menciptakan bangsa dan Negara yang berkualitas baik dan Negara yang memiliki kemajuan dalam berbagai aspek.Kesuksesan yang di raih oleh bangsa dan Negara tidak dapat di pisahkan dari partisipasi masyarakat terutama generasi muda.Sehingga generasi muda harus membekali diri dengan karakter dan moralitas dan dapat menanamkan nilai nilai pancasila dalam kehidupan sehari hari , agar dapat menjaga kebudayaan yang dimiliki dalam globlalisasi berkembangan zaman. Pancasila harus menjadi pandangan hidup generasi muda. Pandangan hidup mengandung konsep dasar kehidupan yang dicitacitakan oleh bangsa, termurat pikiran-pikiran terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik, yang akan membawa hidup dan kehidupan bangsa pada tujuan bersama. Latar Belakang Generasi muda merupakan generasi penerus yang eksistensinya sangat menentukan langkah kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia ke depan.Eksistensi generasi muda menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia kemudian menjadi tonggak yang sangat menentukan dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Selanjutnya dinamika peranan generasi muda yang dipelopori oleh generasi muda yang berpendidikan tinggi berkembang di berbagai bidang kehidupan. Seiring dengan dinamika perkembangan politik, sosial, dan budaya di Indonesia peranan generasi muda mengalami pasang surut. Di zaman globalisasi sekarang peranan generasi muda terutama dalam mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan masyarakat menjadi semakin surut. Secara khusus persoalan generasi muda dengan eksistensi jiwa mudanya semakin meninggalkan nilai-nilai Pancasila. Pancasila tidak lagi menjadi landasan utama dalam bertindak dan berperilaku dari berbagai segi kehidupan generasi muda. Seharusnya Pancasila menjadi landasan utama yang dijadikan pedoman dan petunjuk arah bagi semua elemen bangsa Indonesia baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat, dan bernegara. 34 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Fenomena kecenderungan perilaku dan kepribadian generasi muda sekarang ini semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila dan kehilangan jati diri sebagai suatu individu yang berakar dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kondisi faktual saat ini yang menggerus kepribadian generasi muda seperti: hilangnya identitas budaya bangsa, tawuran pelajar dan mahasiswa, narkoba, seks bebas, fenomena genk motor, kekerasan yang dilakukan generasi muda, dan degradasi moralitas pelajar menuntut pihak-pihak yang berkompeten untuk mengantisipasi dan penanggulangi berbagai persoalan tersebut. Lemahnya ketahanan budaya pada generasi muda juga ditunjukkan oleh terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai. Disorientasi tata nilai, ditambah dengan tumbuh suburnya semangat kebebasan, telah menyuburkan tumbuhnya pandangan yang serba boleh (permisif) yang telah mengakibatkan menguatnya budaya hedonis generasi muda. Untuk itu generasi muda perlu mereposisi perilaku dan perannya dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Saatnya generasi muda mereposisi perilakunya dengan meninggalkan budaya hedonis dan budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu pemuda harus memberikan peranan yang lebih aktif dalam membumikan Pancasila terutama dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Peran inilah yang harus aktif dimainkan secara aktif oleh generasi muda bersama-sama dengan komponen masyarakat lainnya untuk lebih menanamkan nilai-nilai Pancasila di tengah berbagai persoalan masyarakat yang mulai terlepas dari jati diri dan identitas sebagai bangsa Indonesia. Globalisasi dengan segala dimensinya menyebabkan berbagai ketahanan budaya, identitas nasional, dan jati diri sebagai suatu bangsa menghadapi ancaman dan tantangan, bahkan proses degradasi ketahanan budaya, identitas nasional, dan jati diri sebagai suatu bangsa sudah sangat tampak dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Globalisasi telah mengakibatkan goncangan dan krisis budaya, yang kemudian berujung pada lemahnya ketahanan budaya. Rumusan Malah a. Apa pengertian karakter dan moralitas ? b. Apa yang dimaksud dengan generasi muda ? c. Bagaimana cara pembentukan karakter dan moralitas generasi muda ? d. Bagai mana cara menanamkan nilai – nilai pancasila ? 35 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 A. Pengertian Karakter dan Moralitas Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Menurut Prof Suyanto Ph.D karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut W. Poespoprodjo, Moralitas adalah Kualiatas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata benar atau salah , baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. Menurut Cronbach menjelaskan karakter dalam perspektif psikologi bahwa karakter sebagai satu aspek dan kepribadian terbentuk oleh kebiasaan (habits) dan gagasan atau ide yang keduanya tidak dapat dipisahkan, adapun tiga unsur yang terkait dengan pembentukan karakter, yaitu keyakinan (beliefs), perasaan (feelings), dan tindakan (actions). Unsur-unsur tersebut saling ada keterkaitan satu dengan yang lainnya. Jadi untuk mengubah karakter seseorang harus melakukan penataan ulang terhadap unsur-unsur kepribadian tersebut. Bentuk dan nilai kehidupan yang terbaik adalah kebijaksanaan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan perbuatan yang baik bagi sesama, maka karakter orang baik adalah orang yang berupaya melakukan perbuatan yang baik bagi orang lain dan juga bagi dirinya. Sebaliknya, perilaku karakter yang buruk adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tetapi pelaku tersebut tidak peduli akibat yang ditimbulkan oleh tindakannya terhadap orang lain. Lickona mengemukakan bahwa karakter terbagi dalam tiga aspek yang saling berhubungan, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Oleh karena itu karakter seseorang yang dipandang baik harus memenuhi tiga keinginan aspek, yakni mengetahui hal yang baik (knowing the good), ada keinginan terhadap hal yang baik (desiring the good), dan melakukan hal yang baik (doing the good). Sehingga hal tersebut akan menjadi kebiasaan berfikir (habits of the mind), kebiasaan merasa (habits of heart), dan kebiasaan bertindak (habits of action). Pandangan ini didasarkan pada filosuf Yunani, Aristoteles, yang menyatakan bahwa sebuah karakter dikatakan baik, jika keseluruhan performance seseorang yang baik moral knowing, moral feeling, dan moral action. f. Generasi Muda dan Identitas Jatidiri Sebagai Bangsa Indonesia Generasi muda merupakan masa peralihan dari remaja ke dewasa muda. Masa mudaadalah masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa, dan mereka relatif belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang saling bertentangan. Dengan segala potensi, kepribadian dan konflik yang ada dalam dirinya, menjadikan generasi muda sebagai suatu jiwa yang khas dalam proses transisi menuju manusia dewasa. Kecenderungan 36 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 generasi muda sekarang dalam pola pikir, perilaku, dan gaya hidup yang serba instan, hedonis, dan cenderung kehilangan identitas yang berakar dari budayanya. Degradasi kualitas generasi muda Indonesia saat ini, memasuki taraf yang mengkhawatirkan, yang ditandai dengan melemahnya identitas dan ketahanan budaya. Lemahnya ketahanan budaya tersebut tercermin antara lain dari lemahnya kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat dari tuntutan zaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya global. Kebudayaan nasional yang diharapkan mampu sebagai katalisator dalam mengadopsi nilai-nilai universal yang luhur dan sekaligus sebagai filter terhadap masuknya budaya global yang bersifat negatif ternyata belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa adanya sikap adaptif-kritis, maka adopsi budaya negatif, antara lain: sikap konsumtif, individualis-hedonis, akan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan adopsi budaya positif-produktif. Krisis multidimensi yang berkepanjangan telah memberikan kontribusi terhadap semakin melemahnya rasa kepercayaan diri dan kebanggaan generasi muda, dan menguatnya sikap ketergantungan, bahkan lebih jauh telah menyuburkan sikap apatis generasi muda terhadap berbagai persoalan bangsanya. Generasi muda menjadi generasi yang cuek terhadap realitas yang terjadi dalam masyarakat karena berpandangan bahwa bukan tugas dan kewajibannya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut. Selain itu persoalan generasi muda adalah menipisnya semangat nasionalisme tersebut juga sebagai akibat dari lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman (pluralitas) yang menjadi ciri khas obyektif bangsa Indonesia. Selain itu nasionalisme Indonesia dalam kalangan generasi muda tergerus oleh arus globalisasi yang deras memenuhi segala dimensi kehidupan generasi muda. Perilaku menyimpang seperti penggunaan narkoba, seks bebas, tawuran pelajar, kriminalitas, dan lain-lain sangat akrab dengan generasi muda, bahkan mereka melakukannya dalam usia yang relatif muda. Budaya urban mereka adaptasi dalam berbagai hal seperti gaya hidup dan perilaku dalam berbusana, bergaul, nongkrong, musik, konsumsi, dan sebagai merasuk begitu deras dalam kehidupan anak muda sehari-hari. Hal ini juga menjalar tidak hanya dalam kehidupan anak muda di kotakota besar, tetapi juga pelosok-pelosok desa. Perilaku dan gaya hidup mereka mengimitasi dan menjalar dari berbagai kehidupan di dunia, tanpa mereka tahu esensi dan makna dari apa yang mereka lakukan. Hal ini semua menunjukkan bahwa Pancasila belum diinternalisasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Untuk itu perlu dibangun karakter generasi muda yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang berkarakter adalah keinginan kita semua. Soekarno selalu 37 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 menggelorakan gerakan kesadaran untuk membentuk “nation and character building”. Soekarno menyatakan bahwa tugas berat bangsa Indonesiauntuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan karakter bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli. Generasi muda terseret oleh berbagai kehidupan modern yang hedonis, melupakan nilai-nilai budaya bangsa yang berakar dari Pancasila: 1. Pengaruh globalisasi dunia terutama komunikasi dan informasi) Globalisasi dunia membawa perubahan yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat, baik dari sisi positif ataupun negatifnya. Pengaruh komunikasi dan informasi saat ini berperan utama dalam membentuk sebagian besar tingkah laku dan kepribadian anak muda di Indonesia. Gaya hidup dan perilaku anak muda yang hedonis terinspirasi dari televisi, film, internet serta media komunikasi lainnya. Kejadian, kecenderungan gaya hidup di belahan bumi lain, dengan pengaruh globalisasi membawa efek terinspirasinya anak muda di belahan dunia lain untuk melakukan tindakan serupa. 2. Degradasi kualitas moral Salah satu hal yang sangat memprihatinkan di kalangan generasi muda adalah adanya kualitas moral, baik itu moral agama ataupun susila. Semakin melunturnya norma dan nilai-nilai agama dan susila dalam masyarakat, berubahnya persepsi dan kebiasaan tatanan kehidupan membawa kontribusi yang luar biasa bagi penurunan kualitas moral. Bahkan dalam sebagian generasi muda cenderung untuk melawan nilai dan arus dalam masyarakat. Idiom anti kemapanan menjadi “trade mark” bagi sebagian anak muda untuk terlepas dari “kungkungan nilai” dikarenakan degradasi kualitas moral dan terpengaruh dengan gaya hidup yang hedonis. 3. Lingkungan pergaulan Pergaulan, baik itu di lingkungan sekolah, kampus dan masyarakat merupakan asosiasi yang efektif bagi generasi muda untuk menumbuhkan gaya hidup yang hedonis. Dalam banyak kasus, kekerasan dilakukan oleh generasi muda secara berkelompok dan karena itu kekerasan menjadi kekerasan kolektif yang secara psikologis, seseorang menjadi lebih berani dan terbuka dalam melakukan kekerasan. 4. Sikap emosional dan egoistik Generasi muda identik dengan tingginya sikap emosional dan egoistik. Mereka melakukan berbagai tindakan berdasarkan emosi dan ego, tidak berdasarkan rasio, tanpa memikirkan dampak dan akibatnya. Hanya untuk menunjukkan eksistensi dan ekspresi diri mereka kadang melakukan kekerasan. Karakteristik generasi muda yang kurang memiliki akar budaya yang kuat dalam kecenderungan perilaku dan gaya hidup anak muda dengan alasan sebagai berikut: a. Memahami modernitas hanya dari kulit luarnya saja, tanpa memahami esensi dan makna yang menjelma dalam otak, pola pikir, dan perilaku. Sehingga mereka 38 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal b. c. d. ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 melakukan imitasi dan berlangsung dahsyat dengan deras arus informasi dan komunikasi. Anggapan modern apabila mereka memiliki dan berperilaku sesuai dengan tuntutan dalam proses imitasi tersebut. Dan perilaku inilah yang menjadi gaya hidup mereka. Bangga akan identitas fisik. Generasi muda bangga dengan identitas fisik yang mereka miliki, dalam hal berpakaian (fashion), konsumsi (food), wajah (face), fisik dan kesenangan (fun). Hal ini menjalar dalam berbagai hal dalam kehidupan anak muda dan menjadi paradigma dan gaya hidup mereka. Mereka bersaing untuk hidup secara konsumtif, tanpa memahami hakekat dan esensi dari apa yang mereka lakukan. Mereka merasa bangga dengan apa yang mereka miliki secara fisik, tanpa mengenal makna dan manfaat dari apa yang mereka miliki. Menjadi generasi yang instan. Pada umumnya generasi muda sekarang merupakan generasi yang instan dalam banyak. Mereka menyukai berbagai hal yang instan tanpa harus ikut dalam proses di dalamnya. Mereka kurang mengenal konsep perjuangan sehingga makna dari tujuan dan eksistensi tersebut tidak mereka rasakan. Dari itulah mereka kurang memahami esensi banyak hal yang mereka lakukan. Mudah terpengaruh kebudayaan lain yang belum tentu sesuai dengan karakteristiknya. Generasi muda sekarang ini cenderung tidak mempunyai karakter dan kepribadian yang kuat. Mereka mudah terpengaruh dengan kebudayaan lain yang berasal dari Barat, sebagai pemuas berbagai kebutuhan hedonisnya, tanpa menyeleksi lebih lanjut apakah kebudayaan tersebut sesuai dengan kepribadiaannya, bermakna atau bermanfaat untuk dirinya, tanpa banyak berpikir sisi positif dan negatifnya. Fungsi dan Peran Pancasila dalam pembentukan Karakter dan Morallitas Generasi Muda Menyiapkan generasi muda untuk mampu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa serta menjauhkan mereka dari kontaminasi berbagai virus yang menggerogoti mentalitas bangsa dan hal-hal negatif dari generasi muda. Untuk memfilter berbagai pengaruh negatif globalisasi, dalam pendidikan perlu dikembangkan konsep dan implementasikan yang didasarkan oleh nilai-nilai Pancasila dan agama. Pancasila harus mewarnai segala instrument pendidikan dalam rangka menyiapkan generasi muda menjadi warga negara seperti yang diharapkan masyarakat, bangsa, dan negara. Pancasila yang digali dari nilai-nilai budaya bangsa menjadi nilai-nilai yang diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian generasi muda memiliki ketahanan budaya yang dikembangkan dari Pancasila untuk menghadapi berbagai tantangan global. Pancasila dapat menjadi filter segala sesuatu dari pengaruh negatif globalisasi. Selain itu, dapat membangkitkan kesadaran kaum muda untuk memiliki moralitas dan 39 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 mentalitas yang positif, dengan berbagai hal yang harus dilakukan dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Mengarahkan dan menyadarkan generasi muda pada hal-hal dan kegiatan yang positif. Pendidikan dengan Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik. Untuk itu Pancasila harus menjadi pandangan hidup generasi muda.Pandangan hidup mengandung konsep dasar kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa, pikiranpikiran terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik, yang akan membawa hidup dan kehidupan bangsa pada tujuan bersama. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia telah mampu memapu mempersatukan bangsa Indonesia yang pluralis dan multikultural serta memberikan petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur tersebut merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri dan diyakini sebenarnya. Memberikan bekal pendidikan yang berlandaskan pada konsep iman dan taqwa dan pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan susila. Dalam dunia pendidikan sudah saatnya direnungkan kembali sistem pendidikan nasional kita yang hanya menekankan pada pembentukan aspek kognitif, yang hanya mendidik manusia menjadi pintar. Untuk itu dibutuhkan pendidikan dengan teknis dan kurikulum yang lebih berpihak pada pembentukan moral dan akhlaq yang positif, yang salah satunya dikembangkan dengan Pendidikan yang berlandaskan agama. Sebagaimana yang dinyatakan Tilaar, yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan wahana yang paling wajar dalam menanamkan nilai-nilai keindonesian, dan sekolah adalah tempat untuk mengembangkannya, terutama bagi remaja usia sekolah. Pendidikan nasional mempunyaiimpact yang sangat besar dalam pembentukan jati diri bangsa Indonesia. Karena itulah, Pancasila sebagai penguat dan identitas nasional Indonesia perlu segera direkonstruksi kembali oleh pemuda untuk diinternalisasikan dalam sikap dan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila saat ini belum dihayati secara benar oleh generasi muda, hanya dipahami sebagai suatu instrument, simbol-simbol negara tanpa memahami hakikat dan makna dari esensi Pancasila itu sendiri. Sehingga, Pancasila menjadi unsur-unsur akal dan jiwa generasi muda yang konsisten dan konsekuen dalam tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dari individu lainnya. Pancasila harus menjadi hal yang menggambarkan identitas generasi muda kita dengan sebuah jati diri bangsa suatu bangsa yang tercermin dalam bentuk aktivitas dan pola tingkah lakunya yang dapat dikenali orang atau bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, jati diri bangsa dalam bentuk kepribadian nasional ini, telah disepakati sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kesepakatan kesepakatan itu, telah muncul lewat pernyataan pendiri Negara dengan wujud pancasila, yang di 40 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 dalamnya mengandung lima nilai-nilai dasar sebagai gambaran kelakuan berpola bangsa Indonesia, yang erat dengan jiwa, moral dan kepribadian bangsa. Pancasila tidak hanya diangkat sebagai dasar Negara namun juga menjadi pandangan hidup bangsa. Rasa dan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh cinta tanah air merupakan bagian dari “ethico-mytical nucleus” dari suatu bangsa. Untuk itu pembudayaan dan internalisasi nilai-nilai dasar tersebut perlu dilakukan secara terusmenerus dan konsekstual sesuai dengan jiwa dan tantangan zamannya. Peran Pemuda dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pancasila Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadi akar bangsa ini di masa mendatang harus bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional dengan memiliki modal dasar sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengawas sosial) dalam masyarakat. Karena pemuda merupakan suatu potensi yang besar sebagai armada dalam kemajuan bangsa. Peran pemuda sangat penting dalam membangun peradaban dan kemajuan suatu bangsa. Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh generasi muda dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah sebagai berikut. Mewariskan nilai-nilai ideal Pancasila kepada generasi di bawahnya Menyiapkan warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat, bangsa, dan negara. Peran ini dapat dimainkan oleh generasi muda dengan membina generasi dibawahnya. Tugas besar pemuda adalah mewariskan nilai-nilai ideal dalam hal ini Pancasila kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai ideal tersebut beberapa diantaranya adalah: gotong royong, musyawarah, nasionalisme, demokrasi Pancasila, persatuan dan kesatuan, kerjasama, identitas jati diri, budaya, dan sebagainya. Nilai-nilai yang diidealkan inilah kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Untuk itu generasi muda perlu belajar dari masyarakat secara langsung proses pewarisan nilai-nilai tersebut. Dari itu terbentuk komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, yang membentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan Pancasila yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta mewariskan ke generasi dibawahnya. Generasi muda perlu secara khusus menyiapkan diri sebagai warga negara yang diharapkan sebagai jembatan untuk mewariskan nilai-nilai dari generasi ke generasi berikutnya, membentuk warga negara seperti yang diharapkan harus mampu memberikan kontribusi yang besar dalam menyiapkan generasi selanjutnya dalam menghadapi tantangan global. Dalam menghadapi tantangan global, peran pemuda dalam menanamkan nilainilai Pancasila menjadi faktor yang menentukan dalam proses pewarisan nilai budaya bangsa. Melalui proses pendidikan yang diperoleh mahasiswa dalam pendidikan, 41 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 dapat ditransfer secara nyata dalam masyarakat baik untuk generasi berikutnya ataupun masyarakat secara keseluruhan. Membekali diri dengan pendidikan yang berlandaskan Pancasila Pendidikan dengan Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik. Berdasarkan hal tersebut perlunya generasi muda terlibat secara lebih aktif melalui penguatan identitas Indonesia dan ketahanan budaya dalam konteks interaksi dalam komunitas masyarakat dengan membentuk ikatan kolektivitas, rasa kebersamaan yang melahirkan dan menumbuhkan identitas ke-Indonesia-an dan mewariskan nilai-nilai tersebut kepada generasi selanjutnya. Dengan konsep seperti inilah menumbuhkan identitas ke-Indonesia-an yang kuat dan membentuk ketahanan budaya sebagai benteng yang mendasari pengaruh apapun dari dampak negatif globalisasi dalam bentuk apapun dan menguatkan nasionalisme Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu dalam konteks pendidikan yang berlandaskan Pancasila perlu dilakukan kajian-kajian dengan kompetensi generasi muda sebagai berikut: a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, sebagaimana yang terkristal dalam Pancasila, hendaknya dijadikan komitmen bangsa yang mencerminkan identitas nasional.Dengan konsep seperti generasi muda tidak akan tercerabut dari akar budayanya, yaitu nilai-nilai luhur Pancasila yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan modal utama dan sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai Indonesia dan nasionalisme Indonesia secara keseluruhan terutama dalam menyiapkan generasi muda. Pendidikan terutama materi PKn, sejarah,dan sebagainya akan memperkenalkan generasi kepada pengalaman kolektif dan masa lalu bangsanya. Pendidikan juga membangkitkan kesadaran dalam kaitannya dengan kehidupan bersama dalam komunitas yang lebih besar, sehingga tumbuh kesadaran kolektif dalam memiliki kebersamaan dalam sejarah. Proses pengenalan diri inilah yang merupakan titik awal dari timbulnya rasa harga diri, kebersamaan, dan keterikatan (sense of solidarity), rasa keterpautan, dan rasa memiliki (sense of belonging), kemudian rasa bangga (sense of pride) terhadap bangsa dan tanah air sendiri. 42 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penguatan konten lokal dalam pendidikan adalah sebagai berikut: a. Memasukkan dan mengkomparasikan kajian-kajian lokal baik dari perspektif ekonomi, sejarah, sosial, budaya, geografi, dan sebagainya dalam materi pendidikan global. b. Melakukan analisis permasalahan dalam konten global dengan berangkat dari isu-isu lokal, nasional, dan global. c. Melakukan filter dengan budaya dan kearifan lokal dalam konten global, sehingga dapat memperkuat ketahanan budaya dan identitas bangsa. Memperkuat jati diri sebagai sebuah bangsa Selain itu Pancasila sangat besar peranannya dalam memperkuat jati diri bangsa. Jati diri bangsa merupakan sesuatu yang telah disepakati bersama seperti cita-cita masa depan yang sama berdasrkan pengalaman sejarah, baik pengalaman yang menggembirakan maupun yang pahit. Semuanya telah membentuk solidaritas yang tinggi sebagai suatu bangsa dan oleh sebab itu bertekad untuk memperbaiki masa depan yang lebih baik. Di dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia harus terus menerus di dalam proses pembinaannya. Pembinaan jati diri generasi muda dapat dilaksanakan melalui jalur formal maupun informal. Kelekatan dan tanah air saling menguatkan di dalam upaya untuk kembali ke akar sendiri. Perlu mengakarkan diri kembali, agar melekatkan diri mereka sendiri pada keaslian mereka yang murni, diri mereka yang otentik. Masyarakat pascamodern juga merupakan masyarakat pasca-nasional, yang diiringi dengan melemahnya sentiment nasional dan bertambahnya kekecewaan terhadap ideologi nasional, yang akan semakin menelan dan mengikis budaya dan identitas nasional.Karena itulah, penguatan identitas perlu dilakukan terutama generasi muda, baik itu melalui penguatan budaya dan sosial dengan jalur formal, informal, dan nonformal. Pendidikan mempunyai peran yang fundamental dalam memperkuat nasionalisme dan jati diri bangsa di tengah berbagai persoalan internal dan eksternal bangsa Indonesia. Oleh karena itu kita perlu penguatan budaya kepada dalam pendidikan untuk penguatan identitas nasional. Di dalam jaringan inilah seperti yang ditekankan oleh Tilaar terbentuk perilaku dari para anggotanya yang telah diikat oleh rasa persatuan dan rasa saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam konteks inilah solidaritas dan kolektivitas dibangun menjadi sebuah pondasi yang kuat. Komunitas merupakan suatu ikatan yang sentimental yang mengikat para anggotanya dalam kesatuan solidaritas, kebersamaan dan diikat oleh kohesi sosial sehingga melahirkan the sense of belonging. Semangat idealisme dari kelompok pemuda yang visioner tersebut menyebabkan bangsa Indonesia dapat mengatasi masalah dan tantangan zamannya. Berkat kerja 43 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 keras mereka sebagai anak muda di zamannya nasionalisme Indonesia yang bersifat inklusif emansipatoris dapat dibentuk. Walaupun pada mulanya mereka sangat dipengaruhi oleh pemikiran etno nasionalisme, pada akhirnya mereka berhasil melebur dan memperjuangkan nasionalisme Indonesia yang lebih inklusif, religius dan kerakyatan. Mereka tidak membanggakan lagi elit tradisional yang berbasis pada keturunan. d. Penguatan nilai etnik dan nasionalisme generasi muda Nilai-nilai etnik di Indonesia yang sangat majemuk bisa menghadapi modernitas globalisasi. Generasi muda dapat mengakomodasi nilai-nilai tradisional tersebut agar menjadi kuat perannya dan sebagai dasar dalam mengambil keputusan dalam kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang. Untuk itulah generasi muda perlu mengembangkan nilai-nilai luhur dalam etnik yang majemuk menjadi hal utama yang harus dikembangkan menjadi identitas dan jati diri bangsa menjadi lebih kuat terhadap tantang modernitas dan globalisasi. Generasi muda memegang peran penting bagaimana menjadi bangga dengan nilai etnik dan nasionalismenya. Identitas akan memperkuat jati diri, dan jati diri akan menimbulkan kebanggaan, dan dari kebanggaan inilah muncul percaya diri dan mampu menghadapi berbagai hal dalam kaitannya dengan modernitas dan globalisasi dengan nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai etnik dengan segala kemajemukannya dapat menjadi sumber kekuatan bangsa Indonesia, bukan sebaliknya menjadi kelemahan yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Di persatuan dan kesatuan inilah seperti yang ditekankan oleh Tilaar terbentuk perilaku dari para anggotanya yang telah diikat oleh rasa persatuan dan rasa saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam konteks inilah solidaritas dan kolektivitas dibangun menjadi sebuah pondasi yang kuat. Komunitas merupakan suatu ikatan yang sentimental yang mengikat para anggotanya dalam kesatuan solidaritas, kebersamaan dan diikat oleh kohesi sosial sehingga melahirkan the sense of belonging. Pada akhirnya menjadi kekuatan yang survive menghadapai modernitas dan globalisasi itu sendiri. Kelekatan dan tanah air saling menguatkan di dalam upaya untuk kembali ke akar sendiri. Perlu mengakarkan diri kembali, agar melekatkan diri mereka sendiri pada keaslian mereka yang murni, diri mereka yang otentik. Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan nasionalisme pada setiap siswa agar mempunyai ketahanan global. Rasa kebersamaan ini semestinya harus dapat dirasakan pada setiap saat dan dimana saja. Sehingga rasa nasionalisme atau cinta tanah air dapat kita wujudkan dan dapat masyarakat nikmati secara merata. Rasa kebersamaan ini tidak hanya muncul saat terjadi bencana-bencana alam, keamanan negara diganggu oleh negara lain, warga negara kita disiksa oleh warga negara negara lain, tetapi mestinya muncul pada setiap saat dan tempat. 44 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram karena pejabat politik memiliki rasa solidaritas yang tinggi untuk membela rakyat agar menjadi maju. Pemerintah juga memiliki rasa kebersamaan dalam menanggulangi kemiskinan, pengangguran dan kebodohan yang masih banyak dirasakan oleh rakyat Indonesia. KESIMPULAN Peran pemuda sangat penting dalam membangun peradaban dan kemajuan suatu bangsa.Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadi akar bangsa ini di masa mendatang harus bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional dengan memiliki modal dasar. dalam masyarakat. Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh generasi muda dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah mewariskan nilai-nilai ideal Pancasila kepada generasi di bawahnya, membekali diri dengan pendidikan yang berlandaskan Pancasila yang menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik, memperkuat jati diri, dan berperan untuk mengentaskan Indonesia dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketertinggalan, dan berbagai hal lainnya. Selain itu generasi juga dapat menjaga kearifan loka yang ada dengan mempelajari kebudayaan yang ada dan terus memperkenalan kebudayaan sebagai warisan yang harus di kembangkan dan dilestarikan. DAFTAR PUSTAKA Al-Hakim, Suparlan. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia.Malang: Madani. Hariyono. 2014. Ideologi Pancasila. Roh Progresif Nasionalisme Indonesia. Malang: Intrans Publishing Tirtosudarmo, Riwanto.2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya: Beberapa Catatan dari Perspektif Demografis dalam Kumpulan Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia: Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI Press. Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, Bantul: Kreasi Wacana, 2012. 45 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN KARAKTER Elly Hasan Sadeli Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Abstrak : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bertujuan untuk membangun karakter kebangsaan (nation and character building) yang mampu memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat di segala bidang kehidupan. Hal ini menegaskan bahwa setiap generasi adalah masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan demokrasi konstitusional salah satunya melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran. Kata Kunci : Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Karakter. PENDAHULUAN Masih segar dalam ingatan kita, bahwa krisis multidimensi yang berkepanjangan puncaknya tahun 1997-2000 merupakan pengalaman terpahit dalam krisis ekonomi, politik, dan hukum pasca kemerdekaan Indonesia. Krisis yang dapat diibaratkan negara-bangsa yang turbulensi (chaos) di mana banyak pengamat menyebutnya sebagai “A Country in Despair” suatu negara bangsa yang bukan sekedar dilterpa bencana, tetapi telah tenggelam dalam ketiadaan harapan yang mendalam (Dhakidae, 2002; xvii). Krisis multidimensi Indonesia, telah membuka seluruh “topeng” sampai ke bagian-bagian yang tersembunyi. Ia dengan putus asa dan emosional penuh sinis serta sindiran terhadap Indonesia sebagi negeri yang serba seolah-olah, a heap of delusions, tidak ada lagi sebenarnya apa yang disebut nasionalisme, heroisme, keadilan, persatuan, kejujuran maupun kebanggaan. Pendeknya, lembaga-lembaga lama bertahan kendati tanpa wibawa. Indonesia membangun dengan fundamental ekonomi yang seolah-olah kuat, dengan politik yang seolah-olah stabil; dengan kesadaran selolah-olah bersatu; dengan pemerintah yang seolah-olah bersih dan kompeten; dengan ABRI yang seolah-olah satria; dengan ahli hukum seolah-olah adil; dengan pengusaha yang seolah-olah captains of industri;… Semua tampak salah, ibarat gigi palsu yang memang lebih kemilau daripada gigi asli,…mirip kebohongan di atas kebohongan (Simbolon, 2000: 2-6). 46 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Gambaran kondisi di atas berdampak senada pula dengan pandangan Zuchdi (2010:37) bahwa kondisi yang menyedihkan itu memamng cukup rumit terkait dengan berbagai segi kehidupan. Perekonomian yang tidak kunjung membaik, penegakan hukum yang belum terwujud kecerdasan bangsa yang baru menjadi cita-cita, dan pengamalan nilai-nilai kemanusiaan yang semakin langka, merupakan beberapa faktor pemicu terjadinya bermacam-macam tindakan moral yang tidak terpuji tersebut. Seolah tidak ingin kalah, kondisi perilaku kaum pelajar juga cukup menghawatirkan, seperti perkelahian antar pelajar dengan pemuda di sekitar sekolah (tawuran), mengancam guru dan kepala sekolah dengan senjata tajam, menendang guru, merusak fasilitas umum, merokok, kebut-kebutan, bolos sekolah, membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya. Menurut Wahab (2001:2) hal tersebut menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-nilai akhlak mulia, moral berbangsa dan beragama di perguruan tinggi atau di sekolah. Bahkan dalam kasus yang lebih besar, yakni berbagai krisis yang dialami Indonesia dewasa ini disebabkan karena adanya degradasi moral boleh jadi bersumber pada kesalahan pendidikan di masa lalu, termasuk pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama. Rendahnya karakter bangsa ini menjadi perhatian penting kita semua. Kepedulian pada karakter telah dirumuskan pada fungsi dan tujuan pendidikan bagi masa depan bangsa ini. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sebagaimana pandangan Zuchdi (2010:34) yang mengisyaratkan bahwa cacat budaya yang cukup parah ini mungkin dapat diobati lewat jalur pendidikan karena pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembentukan budaya. Sehingga sebagai salah satu solusi atas menurunnya kualitas moral dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini, menuntut diselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Dengan kata lain, diperlukan multi pendekatan atau yang oleh Kirschenbaum (Zuchdi, 2010:35) disebut pendekatan komprehensif. Berdasarkan beberapa pandangan di atas jelas menyatakan bahwa salah satu cara terbaik untuk melaksanakan pendidikan karakter adalah melalui pendekatan komprehensif, yaitu pendekatan yang meliputi dimensi kognitif, emosional, dan perilaku, dengan melibatkan dan mengintegrasikannya ke dalam semua aspek kehidupan di sekolah. Pendekatan komprehesif melalui pengembangan karakter ini 47 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 dapat juga dikatakan sebagai suatu reformasi yang menyeluruh dalam kehidupan sekolah salah satunya melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. PENDIDIKAN KARAKTER Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Tim Pendidikan Karakter:2010). Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi, untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Lickona (1991) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Bertitik tolak dari definisi tersebut, ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang ingin kita bangun pada diri para siswa, jelaslah bahwa ketika itu kita menghendaki agar mereka mampu memahami nilai-nilai tersebut, memperhatikan secara lebih mendalam mengenai benarnya nilai-nilai itu, dan kemudian melakukan apa yang diyakininya itu, sekalipun harus menghadapi tantangan dan tekanan baik dari luar maupun dari dalam dirinya. Dengan kata lain mereka meliliki „kesadaran untuk memaksa diri‟ melakukan nilai-nilai itu. Pengertian yang disampaikan Lickona di atas memperlihatkan adanya proses perkembangan yang melibatkan pengetahuan (moral knowing), perasaan (moral feeling), dan tindakan (moral action), sekaligus juga memberikan dasar yang kuat untuk membangun pendidikan karakter yang koheren dan komprehensif. Definisi di atas juga menekankan bahwa kita harus mengikat para siswa dengan kegiatan-kegiatan yang akan mengantarkan mereka berpikir kritis mengenai persoalan-persoalan etika dan moral; menginspirasi mereka untuk setia dan loyal dengan tindakan-tindakan etika dan 48 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 moral; dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempraktikkan perilaku etika dan moral tersebut PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN KARAKTER Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic education adalah program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan (Djahiri, 2007:9). Menurut landasan konstitusional visi Pendidikan Kewarganegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah lahirnya manusia/WNI dan kehidupan masyarakat bangsa NKRI religious, cerdas, demokratis, dan lawfulness, damai, tenteram, sejahtera, modern dan berkepribadian Indonesia. Misi yang diembannya adalah program pendidikan yang membelajarkan dan melatih anak didik secara demokratis, humanistik, fungsional. Membelajarkan hendaknya dimaknai memberi pembekalan pengetahuan melek politik, hukum, membina jati diri WNI berkepribadian/berbudaya Indonesia, melatih pelakonan diri/ kehidupan WNI yang melek politik hukum serta berbudaya Indonesia dalam tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, negara yang modern. Cholisin (2011) mendeskripsikan pula bahwa salah satu misi yang diemban PKn adalah sebagai pendidikan karakter. Misi lain adalah sebagai pendidikan politik /pendidikan demokrasi, pendidikan moral dan pendidikan hukum di persekolahan. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn dan Agama memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam kedua mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengaja/direncakan (instructional effect), bukan sekedar dampak ikutan/pengiring (nurturant effect). Hal ini dapat ditunjukkan bahwa komponen PKn adalah pengetahuan, ketrampilan dan karakter kewarganegaraan. Dengan kata lain tanpa ada kebijakan pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam berbagai mata pelajaran, PKn harus mengembangkan pendidikan karakter. Terlebih dengan adanya kebijakan pengembangan pendidikan karakter yang terintegrasi, ini merupakan tantangan untuk menunjukan bahwa PKn sebagai ujung tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter. Pendidikan kewarganegaraan yang pada masa lampau merupakan mata pelajaran tersendiri, kemudian diintegrasikan dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Sayangnya, mata pelajaran ini terlalu ditekankan pada pemberian pengetahuan mengenai nilai-nilai Pancasila dan kurang mementingkan pendidikan kewarganegaraan, bahkan pernah diganti dengan pelajaran 49 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Pendidikan Moral Pancasila (Zuchdi, 2010:40). Dari gambaran tersebut maka jelas bahwa PKn yang selama ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap karakter peserta didik, justru seringkali mengalami kesulitan dengan dihadapkan pada kondisi konsep yang sering berubah. Sementara Branson (1999:4) mengidentifikasi ada tiga komponen penting yang harus dicapai oleh siswa dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan). Salah satu komponen yang berkaitan erat dengan karakter terletak pada komponen civic disposition mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi civil society. Secara singkat karakter publik dan privat itu adalah (a) menjadi anggota masyarakat yang independen, (b) memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik, (c) menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu, (d) berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana; (e) mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat. Kedua karakter tersebut memerlukan dukungan kompetensi/karakteristik yang harus nampak pada diri warga negara. Cogan (1998:115) mengkonstruksi karakteritik yang harus dimiliki warga negara sebagai berikut: 1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society (kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global) 2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society (kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat) 3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences (kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya) 4. the capacity to think in a critical and sistemic way (kemampuan berpikir kritis dan sistematis) 5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner (kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan) 6. the willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to protect the environment (kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan) 7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic minorities, etc), and (memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb) 50 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal 8. ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels (kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional). Tuntutan pengembangan karakteristik warga negara di atas menurut Cogan (1998:117) harus dikonstruksi dalam kebijakan pendidikan kewarganegaraan yang multidimensional (multidimensional citizenship), yang ia gambarkan dalam empat dimensi yang saling berinterelasi, yaitu the personal, social, spatial and temporal dimension. Keempat dimensi ini akan melahirkan atribut kewarganegaraan yang mungkin akan berbeda di tiap negara sesuai dengan sistem politik negara masing-masing, yakni: (1) a sense of identity; (2) the enjoyment of certain rights; (3) the fulfilment of corresponding obligations; (4) a degree of interest and involvement in public affairs; and (5) an acceptance of basic societal values. Bagi Indonesia, karakter kewarganegaraan akan memiliki kekhususan sesuai dengan ideologi yang dianut, yakni Pancasila dan Konstitusi yang berlaku di Indonesia, ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Secara prosedural target sasaran pembelajarannya adalah penyampaian bahan ajar pilihan fungsional ke arah membina, mengembangkan dan membentuk potensi diri anak didik secara kaffah serta kehidupan peserta didik dan lingkungannya (fisik maupun nonfisik) sebagaimana diharapkan/keharusannya. Serta pelatihan pelakonan pemberdayaan hal tersebut dalam dunia nyata secara demokratis, humanis dan fungsional. Oleh karena itu diperlukan rekayasa model pendidikan dan khususnya pembelajaran yang berbasis nilai, moral, agama yang juga berkaitan dengan karakter, maka harus memperhatikan dan memperhitungkan potensi serta kualifikasi dunia afektif. Dunia ini bersifat abstrak, psikologik, kontekstual, unik dan changeable/developmental. Ada dua target sasaran pembelajaran yang utama yakni pembinaan dan pengembangan 8 potensi dunia afektif (emosi dan feeling), cita rasa, kemauan kecintaan, sikap, attitude, sistem nilai, dan sistem keyakinan dan rekayasa menginternalisasi serta mempribadikan perangkat tatanan nilai moral dan norma luhur/baku dalam kedelapan potensi afektif tadi sehingga mampu menjadi motor penggerak pengendali potensi diri lainnya (kognitif dan sikap perilakunya). Proses afektual yang harus ditempuh secra taksonomik adalah emoting, minding, spiritualizing, valueing, taking role/placeand taking position sehingga nilai-nilai moral (isi pesan pelajaran) dapat terinternalisasi kedalam system nilai untuk selanjutnya melalui rekayasa pemantapan masuk mempribadi (personalized dan organic) menjadi jati diri (Djahiri, 2007: 56). Dalam proses kegiatan pembelajaran, baik secara eksplisit atau implisit harus memenuhi ketercapaian kompetensi yang diharapkan, meminjam pandangan dari Cholisin (2011) bahwa kegiatan belajar terbentuk atas enam komponen. Komponen51 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 komponen yang dimaksud adalah: Tujuan, Peran guru, Input, Aktivitas, Pengaturan (Setting), Peran guru dan Peran peserta didik Dengan demikian, perubahan/adaptasi kegiatan belajar yang dimaksud menyangkut perubahan pada komponen-komponen tersebut. Secara umum, kegiatan belajar yang potensial dapat mengembangkan karakter peserta didik memenuhi prinsip-prinsip atau kriteria berikut. 1. Tujuan; dalam hal tujuan, kegiatan belajar yang menanamkan nilai adalah apabila tujuan kegiatan tersebut tidak hanya berorientasi pada pengetahuan, tetapi juga sikap. Oleh karenanya, guru perlu menambah orientasi tujuan setiap atau sejumlah kegiatan belajar dengan pencapaian sikap atau nilai tertentu, misalnya kejujuran, rasa percaya diri, kerja keras, saling menghargai, dan sebagainya. Dalam konteks pendekatan komprehensif, tujuan sangat berkaitan erat dengan inkulkasi (penanaman) nilai, karena di dalamnya berorientasi pada penekanan sikap. 2. Peran guru; dalam kegiatan belajar pada buku ajar biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit. Pernyataan eksplisit peran guru pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran guru pada kebanyakan kegiatan pembelajaran apabila buku guru tidak tersedia. Peran guru yang memfasilitasi diinternalisasinya nilainilai oleh siswa antara lain guru sebagai fasilitator, motivator, partisipan, dan pemberi umpan balik. Mengutip ajaran Ki Hajar Dewantara, guru yang dengan efektif dan efisien mengembangkan karakter siswa adalah mereka yang ing ngarsa sung tuladha (di depan guru berperan sebagai teladan/memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah-tengah peserta didik guru membangun prakarsa dan bekerja sama dengan mereka), tut wuri handayani (di belakang guru memberi daya semangat dan dorongan bagi peserta didik). Dalam konteks pendekatan komprehensif, peran guru sangat berkaitan erat pemberian teladan, karena peran guru memberikan teladan/ contoh yang baik bagi siswa. 3. Input dapat didefinisikan sebagai bahan/rujukan sebagai titik tolak dilaksanakannya aktivitas belajar oleh peserta didik. Input tersebut dapat berupa teks lisan maupun tertulis, grafik, diagram, gambar, model, charta, benda sesungguhnya, film, dan sebagainya. Input yang dapat memperkenalkan nilai-nilai adalah yang tidak hanya menyajikan materi/pengetahuan, tetapi yang juga menguraikan nilai-nilai yang terkait dengan materi/pengetahuan tersebut. Dalam konteks pendekatan komprehensif, input sangat berkaitan erat dengan fasilitasi nilai karena di dalamnya berorientasi untuk memperkenalkan nilai-nilai. 4. Aktivitas; aktivitas belajar adalah apa yang dilakukan oleh peserta didik (bersama dan/atau tanpa guru) dengan input belajar untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar yang dapat membantu peserta didik menginternalisasi nilai-nilai adalah aktivitasaktivitasbelajar aktif yang antara lain mendorong terjadinya autonomous learning dan bersifat learner-centered. Pembelajaran yang memfasilitasi autonomous 52 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 learning dan berpusat pada siswa secara otomatis akan membantu siswa memperoleh banyak nilai. Contoh-contoh aktivitas belajar yang memiliki sifat-sifat demikian antara lain diskusi, eksperimen, pengamatan/observasi, debat, presentasi oleh siswa, dan mengerjakan proyek. pengembangan keterampilan hidup (soft skills). 5. Pengaturan (Setting); Pengaturan (setting) pembelajaran berkaitan dengan kapan dan di mana kegiatan dilaksanakan, berapa lama, apakah secara individu, berpasangan, atau dalam kelompok. Masing-masing setting berimplikasi terhadap nilai-nilai yang terdidik. Setting waktu penyelesaian tugas yang pendek (sedikit), misalnya akan menjadikan peserta didik terbiasa kerja dengan cepat sehingga menghargai waktu dengan baik. Sementara itu kerja kelompok dapat menjadikan siswa memperoleh kemampuan bekerjasama, saling menghargai, dan lain-lain. pengembangan keterampilan hidup (soft skills). 6. Peran peserta didik Seperti halnya dengan peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar, peran siswa biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit juga. Pernyataan eksplisit peran siswa pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran siswa pada kebanyakan kegiatan pembelajaran. Dalam konteks pendekatan komprehensif, tujuan sangat berkaitan erat dengan pengembangan keterampilan hidup (soft skills)., karena di dalamnya berorientasi pada peran siswa atau peserta didik dalam mengeksplorasi keterampilannya. Berdasarkan keenam komponen-komponen tersebut, mulai dari tujuan, peran guru, input, aktivitas, pengaturan (setting), dan peran peserta didik memiliki keterkaitan yang erat dengan pendekatan komprehensif dalam pengembangan karakter. Agar peserta didik terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan menginternalisasi karakter, peserta didik harus diberi peran aktif dalam pembelajaran. Peran-peran tersebut antara lain sebagai partisipan diskusi, pelaku eksperimen, penyaji hasil-hasil diskusi dan eksperimen, pelaksana proyek, dan sebagainya. Materi pembelajaran PKn dapat berupa teks lisan maupun tertulis, grafik, diagram, gambar, model, chart, benda sesungguhnya, film, dan sebagainya. Persoalannya dalam buku-buku teks PKn pada umumnya masih kurang mengeksplisitkan nilai-nilai karakter dalam teksnya. Oleh karena itu, nilai-nilai karakter perlu dimunculkan dengan beberapa strategi. Sejalan dengan pengembangan karakter peserta didik, kegiatan pembelajaran PKn tersebut menuntut guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif dalam PKn antara lain dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: a. Mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku teks, surat kabar, majalah, tokoh masyarakat. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan 53 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 pembelajaran ini antara lain : kereligiusan, kejujuran, kemandirian, kerja keras, kedisiplinan, keingintahuan, cinta ilmu. Membaca dan menelaah (studi pustaka). Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, keingintahuan dan cinta ilmu. Mendiskusikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, demokratis, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; kesantunan, menghargai keberagaman Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. Mempresentasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: percaya diri, kemandirian, tanggung jawab, demokratis, kesantunan, kejujuran. Memberi tanggapan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, ketangguhan, demokratis menghargai keberagaman, kejujuran, menghargai keberagaman, kemandirian Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. Memecahkan masalah atau kasus. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, ketangguhan, nasionalisme, kemandirian, Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain kepedulian. Mengamati/mengobservasi. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kerja keras, keingintahuan, kesantunan, kemandirian, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai keberagaman, kejujuran. Mensimulasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain : demokratis, kejujuran, nasionalisme, kepedulian, ketangguhan, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai keberagaman, kepatuhan pada aturan-aturan social Mendemonstrasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman. Memberikan contoh. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: nasionalisme, kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain Mempraktikan/menerapkan : Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kedemokrasian, nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, menghargai keberagaman (Cholisin, 2011). 54 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik. Diagram 1. berikut menggambarkan penanaman karakter melalui pelaksanaan pembelajaran. Diagram 1. Penanaman Karakter melalui Pelaksanaan Pembelajaran (Cholisin, 2011) Pembelajaran aktif dalam PKn pada dasarnya menerapkan pendekatan CTL dan aktivitas pembelajaran yang mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang diadopsi dari pandangan Cholisin (2011) langkah-langkah kegiatan pembelajaran dapat dicontohkan sebagai berikut : PENDAHULUAN 1. Kesiapan kelas dalam pembelajaran (berdo‟a apabila jam pertama, absensi, kebersihan kelas, menyanyikan salah satu lagu wajib, salah satu peserta didik memimpin mendoakan temannya yang tidak hadir karena sakit dll).(karakter religius). 2. Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari (karakter rasa ingin tahu). 3. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. 4. Meyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. KEGIATAN INTI 55 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 1. Peserta didik mengamati, menggali informasi tentang fakta, konsep dan membuat catatan dari berbagai sumber seprti buku BSE, surat kabar, internet, dan sumber yang lain (eksplorasi); 2. Peserta didik memdalami dengan diskusi, pemecahan masalah, mempresentasikan dan memberi tanggapan, dsb (elaborasi) 3. Guru melakukan konfirmasi yang telah dilakukan peserta didik pada kegiatan (1) dan (2) baik terkait dengan penguasaan kompetensi, konsep, karakter dsb 4. Guru melakukan penilaian proses. PENUTUP 1. Peserta didik dengan dibimbing dan difasilitasi guru membuat kesimpulan dan refleksi 2. Peserta didik mencatat tugas-tugas kegiatan yang diberikan guru dan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya 3. Salah satu peserta didik memimpin doa untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran (karakter religius). Berdasarkan pada gambaran di atas, prinsip dasar pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mengacu pada sejumlah prisip dasar pembelajaran. Menurut pendapat Budimansyah (2002:8) prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reaktive learning). Pembelajaran PKn yang selama ini dianggap kurang memperhatikan aspek afektif dan lebih berorientasi pada aspek kognitif berdampak pada hasil pembelajaran yang kurang bermakna, oleh karena itu strategi pembelajaran di atas diharapkan mampu menjawab kecemasan bangsa akibat dari keterpurukan kualitas karakter generasi muda saat ini. KESIMPULAN Pengembangan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tidak pernah berakhir. Oleh karena itu, seperti tercantum pada kebijakan nasional pengembangan karakter, untuk mencapai karakter yang diharapkan, diperlukan individu-individu yang berkarakter yang secara simultan perlu dikembangkan. Dalam membangun karakter bangsa diperlukan upaya serius dari semua pihak, mulai dari keluarga, masyarkat, sekolah dan pemerintah. Salah satunya pendidikan di sekolah dapat dikembangkan melalui mata pelajaran PKn yang memiliki tanggung jawab dalam pengembangan karakter, meskipun belum secara eksplisit mengungkap nilai-nilai karakter dapat dengan melakukan adaptasi lengkap atau sebagian. Yang terpenting untuk saat ini bagaimana PKn benar-benar berfungsi sebagai ujung tombak yang tajam bagi kepeloporan pendidikan karakter. Oleh karena keenam komponen-komponen kegiatan pembelajaran PKn, mulai dari tujuan, peran guru, input, aktivitas, pengaturan 56 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 (setting), dan peran peserta didik memiliki keterkaitan yang erat dengan pendekatan komprehensif dalam pengembangan karakter. Sehingga hal tersebut harus dilaksanakan karena menyangkut eksistensi dan tanggung jawabnya untuk mewujudkan misi nation and character building. DAFTAR PUSTAKA Branson, M.S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LkiS. Budimansyah, D. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: PT Genesindo. Cholisin. (2011). Pengembangan Karakter Dalam Materi Pembelajaran PKn. Disampaikan pada kegiatan MGMP PKn SMP Kota Yogyakarta Cogan, J.J. and Raymond, D. (1998). Citizenship Education in 21st Century. London: Kogan Page. Dhakidae, Daniel, (2002) Indonesia dalam Krisis 1997-2002, Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Djahiri, A.K (2007). Kapita Selekta Pembelajaran; Pembaharuan Paradigma PKN – PIPS – PAI. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS UPI Bandung. Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books. Simbolon, Parakitri. T (2000) “Indonesia Memasuki Milenium Ketiga”, dalam 1000 Tahun Nusantara, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Tim Pendidikan Karakter. (2010). Grand Design Pendidikan Karakter. Kemendiknas. Jakarta: T. Ramli. (2003). Pendidikan Karakter. Jakarta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wahab, A.A. (2001). Implementasi dan Arah Perkembangan Pendidikaan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia. Bandung: Civicus Jurnal Ilmu Politik, Hukum dan PKn Edisi 1. Zuchdi, Darmiyati. (2010). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang Manusiawi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. III. _______________, dkk. (2011). Pengembangan model pendidikan karakter dengan pendekatan komprehensif terintegrasi dalam pembelajaran bidang studi di sekolah dasar. http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/282717 PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI WAHANA PEMBENTUKAN KARAKTER GENERASI MUDA 57 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Mohammad Nur Huda Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta [email protected] Abstrak Indonesia memiliki berbagai macam permainan tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Permainan tradisional tersebut diantaranya Dhakon, Gobak Sodor, Cublakcublak Suweng, Jamuran dan Petak Umpet.Masing-masing permainan tradisional tersebut memiliki nilai-nilai karakter yang dapat membentuk karakter generasi muda atau dengan kata lain dapat membentuk karakter pemain atau pemeran dari permainan tradisional tersebut.Nilai-nilai karakter yang terdapat didalam permainan tradisional merupakan nilai-nilai yang mengandung pesan moral yang bermuatan kearifan lokal. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat telah membuat permainan tradisional perlahan ditinggalkan oleh generasi muda. Oleh karena itu, perlu digali kembali dan diimplementasikan nilai-nilai karakter yang terkandung didalam permainan tradisional tersebut. A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan wilayah daratan yang sangat luas dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km², yang terdiri dari daratan seluas 2.027.087 km² dan perairan seluas 3.166.163 km².1Luas daratan Indonesia yang sangat luas tersebut telah memberikan berbagai keuntungan bagi bangsa Indonesia, misalnya dibidang pertanian, pertambangan, kependudukan, hingga kebudayaan. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangatlah beranekaragam dan tersebar di seluruh daerah. Bentuk kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia salah satunya yaitu permainan tradisional. Permainan tradisional pada umumnya dimainkan oleh hampir seluruh generasi muda di berbagai daerah. Permainan tradisional tersebut pada jaman dahulu menjadi permainan sehari-hari yang dilakukan oleh generasi muda.Permainan tradisional yang dimainkan pun beranekaragam dan masing-masing dimainkan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di daerah masing-masing. 1 Kaelan dan Achmad Zubaidi.2010.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Paradigma. 58 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membuat perubahan yang sangat signifikan dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Terutama generasi muda saat ini yang lebih suka hal-hal yang bersifat praktis. Permainan tradisional yang pada jaman dahulu menjadi permainan sehari-hari, saat ini sangat jarang sekali kita lihat generasi muda bermain permainan tradisional. Saat ini justru generasi muda lebih cenderung suka permainan online atau game onlinedaripada permainan tradisional. Padahal permainan tradisional memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan permainan online atau game online.Generasi muda saat ini belum mengetahui nilai-nilai yang terkandung didalam permainan tradisional tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penggalian dan aktualisasi nilai-nilai yang terkandung didalam permainan tradisional. Dengan demikian, permainan tradisional bisa dijadikan sebagai wahana pembentukan karakter bagi generasi muda agar mempunyai daya saing ketika bangsa Indonesia sedang bersaing dengan bangsa lainnya di berbagai level dan bidang. B. PERMAINAN TRADISIONAL Permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan. Oleh karena itu, permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya, sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tangah kumpulan masyarakat yang lain (Sukirman, 2004).2 Menurut Atik Soepandi, Sekar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan 2 Dharmamulya, Sukirman. 2008. Permainan Tradisional Jawa.Yogyakarta: Kepel Press. 59 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 atau untuk menyenangkan hati. Seiring dengan perubahan teknologi, permainan tradisional pun mengalami perubahan. Satu dari unsurnya yang berubah adalah peralatannya. Perubahan dalam hal bentuk, warna atau ragam hiasnya, tetapi pada umumnya yang berubah adalah bahan dasarnya. Meski berubah, pada dasarnya prinsip memainkannya tetap sama. Cahyono (2011:2) mengemukakan sejumlah karakter yang dimiliki oleh permainan tradisionalyang dapat membentuk karakter positif pada anak sebagai berikut: Pertama, permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan kita tanpa harus membelinya sehingga perlu daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Banyak alat-alat permainan yang dibuat atau digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Misalkan mobilmobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, engrang yang dibuat dari bambu, permainan ecrak yang menggunakan batu, telepon-teleponan menggunakan kaleng bekas dan benang nilon dan lain sebagainya. Kedua, permainan anak tradisional melibatkan pemain yang relatif banyak. Tidak mengherankan, kalau kita lihat, hampir setiap permainan rakyat begitu banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kesenangan bersama, permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan interaksi antarpemain (potensi interpersonal). seperti petak umpet, congklak, dan gobak sodor. Ketiga, permainan tradisional menilik nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan. Semua itu didapatkan kalau si pemain benar-benar menghayati, menikmati, dan mengerti sari dari permainan tersebut. Permainan tradisional menurut Yunus (1981) umumnya bersifat rekreatif,karena banyak memerlukan kreasi anak. Permainan ini biasanya merekonstruksi berbagai kegiatan sosial dalam masyarakat. Seperti : pasaran yang menirukan kegiatan jual beli, jaranan yang menirukan orang yang sedang melakukan perjalanan dengan naik kuda, permainan menthok-menthok yang melambangkan kemalasan. Setiap daerah mempunyai permainan yang pelaksanannya hampir samaatau banyak persamaan dengan permainan di daerah lain. Tentang nama permainan ada yang sama, tetapi tidak jarang namanya berbeda dengan daerah lainnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan di Jawa Tengah dikenal dengan permainan gobak sodor, di Jakarta disebut galasin, sedangkan di Sumatra Utara disebut dengan margalah. Tetapi yang jelas permainan itu mempunyai aturan permainan yang sama. Supaya tidak 60 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 membingungkan pada salah satu nama daerah, maka Direktur Keolahragaan memberi nama permainan tersebut dengan nama permainan hadang. Nama hadang sendiri ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan, bahwa di dalam permainan ini tugas permainan adalah menghadang (Soemitro, 1992:172).3 Berbagai permainan tradisional memiliki karakter yang dikembangkan melalui masing-masing permainan tradisional yakni sebagai berikut: Tabel. 1. Jenis Permainan Tradisional dan Karakter yang Dikembangkan No. 1. 2. Nama jenis Permainan tradisional Petak umpet Karakter yang dikembangkan Mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain, Nyaman dan terbiasa dalam kelompok. Cublak-cublak Suweng Ketelitian dan keberanian dalam Mencari benda (kerikil, batu dll) yang dianggap sebagai suweng yang disembunyikan Keterangan Dimainkan lebih dari dua orang Dapat dilakukan dengan dua orang peserta atau lebih Dilakukan hanya oleh dua orang saja 3. Dakonan Permainan congklak alias dakon ini mengajarkan kecermatan dalam menghitung, ketelitian dan juga kejujuran. Setiap pemain dituntut untuk bisa memperkirakan kemenangnnya dengan mengumpulkan biji dakon paling banyak. Nilai-nilai ini yang belakangan diabaikan oleh permainan moderen. 4. Lompat Tali Permainan yang disebut sebagai Dimainkan 3 tali merdeka ini mengandung nilai orang atau kerja keras, ketangkasan, lebih kecermatan dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat pemain yang berusaha agar dapat melompati tali dengan berbagai macam ketinggian. Nilai ketangkasan dan kecermatan tercermin dari usaha pemain untuk memperkirakan antara tingginya tali dengan lompatan yang akan 3 Soemitro.1992. Permainan Kecil. Jakarta: Depdikbud. 61 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 dilakukannya. Ketangkasan dan kecermatan dalam bermain hanya dapat dimiliki, apabila seseorang sering bermain dan atau berlatih melompati tali merdeka. Sedangkan nilai sportivitas tercermin dari sikap pemain yang tidak berbuat curang dan bersedia menggantikan pemegang tali jika melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam permainan. 5. 6. 7. 8. 9. Petak jongkok Kebersamaan, menunjukkan Dimainkan ekspresi marah, senang, patuh oleh tiga pada peraturan dan disiplin. orang lebih Engklek Sabar menunggu giliran dan Dimainkan terbiasa antri, patuh pada lebih dari dua peraturan main, keseimbangan orang tubuh dan badan. Ular naga Menghargai teman sebaya, Dimainkan konsisten dengan peraturan yang oleh lebih telah disepakati bersama, tidak dari 5 orang memaksakan kehendak, menolong teman, memecahkan masalah sederhana, membedakan besarkecil, panjang dan pendek. Lempar kasti Sabar menunggu giliran dan Harus genap, latihan antri, kerjasama dalam tim, minimal 10 mengembalikan alat pada orang tempatnya, mengerti aturan main, ketangkasan. Galasin/ gobak sodor Ketangkasan, mengerti aturan Harus genap, main, kerjasama dengan tim, minimal 8 mengetahui hak dan kewajiban. orang Sumber:http://prosiding.upgrismg.ac.id/index.php/SEM_2012/SEMINAR_2012 /paper/view/246/191. C. KARAKTER Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad-18, dan untuk pertama kalinya dicetuskan oleh pedagogik Jerman F.W.Forester.4Secara etimologi, akar kata karakter dapat dilacak dari bahasa Inggris: 4 Doni Koesoema A.2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern.Jakarta: PT. Grasindo.hal.79. 62 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 character; Yunani: character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam.5Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimana karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter juga bisa diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan.Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian.6 M. Furqon Hidayatullah mengutip dari Rutland yang mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa Latin yang berarti "dipahat". Sebuah kehidupan, seperti sebuah blok granit dengan hati-hati dipahat atau pun dipukul secara sembarangan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah mahakarya atau puing-puing yang rusak. Karakter, gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat di dalam batu hidup tersebut, akan menyatakan nilaiyang sebenarnya.7Karakter adalah kualitas moral yang akan mengarahkan cara seseorang yangmengambil keputusan dan bertingkah laku. Dalam hal ini, karakter mengacu pada perbuatan yang relevan dengan nilai-nilai moral (Wynne & Walberg, 1984).8 Menurut Thomas Lickona (1991), pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan ( feeling ), dan tindakan (action), tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.9 Sedangkan menurut Kemendiknas (2010), pendidikan karakter merupakan upayaupaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.10Menurut Tadkiratun Musfiroh (2008: 27), karakter mengacu pada serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi 5 Lorens Bagus.2000.Kamus Filsafat.Jakarta: Gramedia.hal.392. Poerwadarminta. 1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. hal.20 7 M. Furqon Hidayatullah.2010.Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa.Surakarta: Yuma Pustaka.hal.12. 8 Wynne, E., & Walberg, H. (Eds.).1984. Developing character: Transmitting knowledge. Posen, IL: ARL. 9 Masnur, Muslich.2011.Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial. Jakarta: Bumi Aksara.hal.69 10 Kemendiknas.2010.Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta:Kemendiknas. 6 63 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 (motivations), dan keterampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal yang terbaik.Maksudnya bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang sengaja dilakukan untuk membantu masyarakat, memahami perilaku orang lain, peduli dan bertindak serta memiliki ketrampilan atas nilai-nilai etika.11 Pendidikan Karakter menurut Ratna Megawangi adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka dapat memberikan sumbangsih yang positif kepada lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nila-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama.12Menurut Zubaidi (2012), pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan dari nilai-nilai yang menjadi padangan hidup. Nilai karakter yang dikembangkan di Indonesia berasal dari empat sumber. Pertama, agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Oleh karena itu segala pikiran, sikap dan perilakunya tidak lepas dari norma agama. Kedua, Pancasila. Artinya nilai yang terkandung dalam pancasila mewarnai kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Ketiga, budaya. Masyarakat Indonesia kaya akan budaya. Posisi ini menjadikan budaya sebagai sumber nilai dalam kehidupan. Keempat, tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UndangUndang 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Tujuan ini sebagai rumusan kualitas yang harus tertanam dalam diri individu dan dikembangkan oleh satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.13 Dalam wacana pendidikan Barat, telah cukup lama dikenal dua istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu paedagogie dan paedogogiek. Paedagogie artinya “pendidikan”, sedangkan paedagogiek, berarti “ilmu pendidikan”.14Paedogogiek atau ilmu pendidikan adalah menyelidiki dan 11 Tadkiratun Musfiroh.2008.Character building. Yogyakarta: Tiara Wacana. Ratna Megawangi.2007. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, Cet. II.Jakarta: Indonesia heritage Foundation.hal.93. 13 Zubaidi. 2012. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 14 Ngalim Purwanto. 1985.Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Remaja Rosda Karya.hal.1 12 64 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 merenungkan gejala-gejala atau fenomena-fenomena perilaku dalam mendidik.Istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya adalah Paedagogia, yang berarti pergaulan dengan anak-anak.Secara etimologis, paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Dengan demikian, paedagogos berarti saya membimbing anak.15Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknaisebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.16 Menurut Thomas Lickona (1992), terdapat sepuluh tanda perilaku manusiayang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu : 1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. 2. Ketidakjujuran yang membudaya. 3. Semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru dan figur pimpinan. 4. Pengaruh peer-group terhadap tindakan kekerasan. 5. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian. 6. Penggunaan bahasa yang memburuk. 7. Penurunan etos kerja. 8. Menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara. 9. Semakin tingginya perilaku merusak diri dan lingkungan. 10. Semakin kaburnya pedoman moral.17 D. KESIMPULAN Permainan tradisional yang terdapat di Indonesia bukan hanya sebagai permainan saja, Akan tetapi juga sebagai wahana pembentukan karakter generasi muda. Pembentukan karakter generasi muda melalui permainan tradisional dapat dilihat dari adanya nilai-nilai karakter yang terkandung didalam permainan tradisional tersebut. Nilai-nilai tersebut akan menjadi sebuah nilai-nilai yang akan membekas atau membentuk karater generasi muda. Nilai-nilai yang terdapat didalam permainan tradisional diantaranya kejujuran, kesabaran, kebersamaan, toleran, suka menolong, 15 Ibid., Hal 2. David Elkind and Freddy. 2004. Quantum Teaching. Bandung: PT Mizan Pustaka 17 Lickona, Thomas.1992.Educating for Character : How our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Book. 16 65 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 sportif, patuh dan mudah berteman. Pembentukan karakter generasi muda yang baik akan berdampak baik bagi bangsa dan negara. Perlu dilakukan inventarisasi permainan tradisional yang terdapat disetiap daerah yang disertai dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya sehingga generasi muda dapat mengetahui tentang permainan tradisional yang ada di daerahnya dan dapat bermain permainan tradisional. Permainan tradisional harus kita lestarikan mengingat nilai-nilai yang terkandung didalamnya sangatah penting bagi pembentukan karakter generasi muda. Bangsa Indonesia akan menjaddi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa lainnya manakala generasi muda berkarakter sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA David Elkind and Freddy. 2004. Quantum Teaching. Bandung: PT Mizan Pustaka. Dharmamulya, Sukirman. 2008. Permainan Tradisional Jawa.Yogyakarta: Kepel Press. Doni Koesoema A.2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern.Jakarta: PT. Grasindo. Hidayatullah, M. Furqon.2010. Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa.Surakarta: Yuma Pustaka. Kaelan dan Achmad Zubaidi.2010.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta: Paradigma. Kemendiknas.2010.Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta:Kemendiknas. Lickona, Thomas.1992.Educating for Character : How our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Book. Lorens Bagus.2000.Kamus Filsafat.Jakarta: Gramedia. Masnur, Muslich.2011.Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multi-dimensial. Jakarta: Bumi Aksara. Ngalim Purwanto. 1985.Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Remaja Rosda Karya. Poerwadarminta. 1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Ratna, Megawangi.2007. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, Cet. II.Jakarta: Indonesia heritage Foundation. Soemitro.1992. Permainan Kecil. Jakarta: Depdikbud. 66 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Tadkiratun Musfiroh.2008.Character building. Yogyakarta: Tiara Wacana. Wynne, E., & Walberg, H. (Eds.).1984. Developing character: Transmitting Knowledge.Posen, IL: ARL. Yunus, Ahmad.1981. Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta.Yogyakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaaan Daerah. Zubaidi. 2012. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. http://prosiding.upgrismg.ac.id/index.php/SEM_2012/SEMINAR_2012/paper/view /246/191 67 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR (SDA) DALAM BINGKAI ETIKA PANCASILA Oleh : Elviandri Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta [email protected] Abstrak Pada hakikatnya, kebutuhan akan mereposisi kembali (baik secara konseptual maupun kontekstual) pemaknaan terhadap Pancasila sebagai sebuah landasan ideologis-filosofis menjadi kebutuhan mendesak terutama dalam pengelolaan sumber daya air (SDA) berbasis etika pancasila. Seharusnya Pancasila dimaknai secara utuh dan saling bertautan serta melengkapi. Dengan kata lain, ketidakhadiran sebuah asas pancasila dalam pengelolaan sumber daya air (SDA) baik secara konseptual maupun praktek, maka akan menjadikan negara ini cacat secara permanen. Oleh karenanya, timbul pertanyaan mendasar bagaimana pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam bingkai etika pancasila? Tulisan ini bersifat deskriptif dengan pedekatan studi kepustakaan (Library Reasearch), untuk mengetahui pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam bingkai etika pancasila. Dalam tulisan ini penulis menwarkan pengelolaan sumber daya air (SDA) yang berbasis etika pancasila adalah: Pertama, Berdasarkan moralitas ketuhanan. Kedua, Berdasarkan moralitas manusia beradab. Ketiga, Berdasarkan nilai dasar persatuan. Keempat, Berdasarkan orientasi kerakyatan. Kelima, Berdasarkan keadilan sosial. Pada akhirnya keberadaan etika Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) tidak bisa dilepaskan dari etika Pancasila yang menjadi dasar bagi seluruh kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Kata Kunci: Sumber Daya Air (SDA), Etika, Pancasila A. Pendahuluan Perdebatan sekitar pengelolaan sumber daya air berserta konflik kepentingan yang ada di dalamnya terkait pada: pertama, kecenderungan negara memprivatisasi pengelolaan sumber daya air yang memberi peluang sangat besar kepada swasta untuk terlibat dalam pengelolaan dan pembagian air kepada masayarakat; 18 kedua, 18 Riset Mahadev Bhat dan Athena Stamatiades tentang Kependudukan dan Lingkungan Hidup di florida selatan amerika tahun 2003 menunjukan, konflik yang di sebabkan oleh komersial ekonomi dan politik terhadap teluk eksploitasi Biscayne Bay, dimana masyarakat umum menjadi kelompok terbesar namun juga terlemah, lihat Mahadev Bhat, Athena Stamatiades, Institutions, Incentives, and Resource Use Conflicts: The Case of Biscayne 68 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 kontrol yang sangat besar lembaga-lembaga internasional terhadap pengelolaan sumber daya air sebagai bagian dari upaya mengubah krisis air menjadi peluang pasar (market opportunity) untuk mencari keuntungan; ketiga, warisan kerusakan dari sistem pengelolaan yang dikembangkan oleh rezim lama bukan hanya berakibat pada kelangkaan air, juga berdampak pada aspek ekonomi, sosial, dan politik (komuniti) petani.19 Air sebagai kebutuhan “ultraprimer” dengan tingkat konsumsi terus bertambah serta tidak ada benda subtitusinya memungkinkan swasta penyedia air minum dapat menancapkan kuku kekuasaannya kian dalam tanpa melihat derita dan nestapa rakyat miskin.20 Keputusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 Tanggal 18/2/2015 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA), wajah pengelolaan SDA di negeri ini telah mengalami perubahan. Semangat dari keputusan hakim Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak berlakunya UU Nomor 7 Tahun 2004 ialah menjamin keadilan dalam pemanfaatan air bersih bagi setiap anggota masyarakat. Namun, tetap memberikan ruang investasi untuk pemanfaatan air bagi perusahaan BUMN, BUMD, dan swasta. Pemerintah diharapkan tidak memaknainya sebagai pengembalian hak dan kewajiban pengelolaan sumber daya air semata. Akan tetapi, mestinya membuat kebijakan perundangan yang lebih baik, dengan mempertimbangkan hak dasar tiap masyarakat yang dilindungi oleh konstitusi Indonesia berbasis keadilan sosial dalam bingkai etika Pancasila. Pancasila adalah rumusan realitas, bukan hanya realitas Indonesia, melainkan realitas manusia pada umumnya. Dimana manusia yang terlahir pada sebuah bangsa yang menghadapi masalah akibat adanya kemajemukan suku, agama, ras dan kebudayaan. Indonesia berada dalam kondisi kemajemukan itu, maka realitas akan kemajemukan manusia Indonesia akan sangat rentan terhadap perpecahan. Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia yang telah menempuh perjalanan panjang lebih dari setengah abad telah memunculkan ragam perdebatan, interpretasi dan penafsiran dengan menggunakan berbagai macam perspektif. Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan salah satu yang mendasari lahirnya Pancasila sebagai falsafah sekaligus menjadi ideologi bangsa. Dengan kata lain pancasila digunakan sebagai petunjuk hidup, pedoman hidup serta sebagai penujuk arah bagi semua aktifitas hidup masyarakat Indonesia dalam segala bidang. Pancasila berfungsi sebagai cita-cita yang selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiaptiap manusia Indonesia sehingga diharapkan bisa terwujud. Oleh karena itu, dapat Bay, Florida, Population and Environment, Vol. 24, No. 6, Restoring the Florida Everglades: Balancing Population and Environment (Jul., 2003), pp. 485-509 19 Makinuddin & Sasongko, Analisis Sosial: Bersaksi dalam Advokasi Irigasi, Bandung, AKATIGA, 2006, hlm. 118. 20 Gatot Irianto, Dampak Privatisasi Air Minum, Opini, Kompas, 19 Pebruari 2004 69 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 dikemukakan bahwa pelaksanaan pancasila dalam hidup bermasyarakat tidak boleh bertentangan dengan norma agama maupun norma-norma yang telah ada di dalam masyarakat. Pancasila sebagai sebuah ideologi, faham, cita dan ide sama posisinya sebagai grundnorm yang diajukan oleh Hans Kelsen. Bahwa sebagai grundnorm Pancasila mengandung nilai dan semangat yang mulia dan diyakini mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju tujuannya.21 Pancasila sebagai sebuah ideologi harus tetap bertahan pada jati dirinya, yaitu mampu bergerak ke dalam (segi intrinsik) yaitu 22 23 24 konsisten, koheren, dan koresponden. Dari (segi ekstrinsik) pancasila harus menjadi penyalur dan penyaring kepentingan horisontal maupun vertikal.25 Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila bersifat universal dan abstrak. Walaupun harus diakui terdapat kesulitan memadukan antara nilai absolut dan kepentingan aktual. Namun, nilai bersama dan konsensus nasional, harus mampu mengendalikan kepentingan horisontal dan vertikal.26 Pancasila adalah kategori operatif, yaitu prinsip-prinsip atau norma-norma asasi yang, meskipun tidak disadari atau bahkan tidak dimengerti, menjadi asas perbuatan.27 Fungsi dan peran Pancasila yang dijiwai oleh kelima silanya adalah sebagai pedoman bagi penegakan hukum terutama yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, di antaranya adalah yang menjadi pokok atau topik yang menjadi kajian dalam makalah ini yaitu tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Dalam Bingkai Etika Pancasila. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah, bagaimanakah pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam bingkai etika pancasila? C. Metode Penelitian Tulisan ini bersifat deskriptif dengan pedekatan studi kepustakaan (Library Reasearch), dengan cara mengiventarisir berbagai bahan pustaka utama dan pendukung yang berkaitan dengan fokus permasalahan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh, tentang pengelolaan sumber 21 Bernard L. Tanya, dkk., Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Cetakan Pertama, Genta Publishing, Yogyakarta, 2015. Hlm.13-27 22 Konsisten dalam bahasa Latin consistere berarti ‘berdiri bersama’, artinya sesuai, harmoni atau memiliki hubungan logis. Satu sila harus memiliki kesatuan yang padu. Dalam Kunto Wijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan, 1997, hal. 82 23 Koheren dalam bahasa Latin cohaerere berari ‘lekat satu dengan yang lainnya’, artinya satu sila harus memiliki kaitan antara satu dengan yang lain. Dalam Ibid, Kunto Wijoyo; 1997 24 Koresponden dalam bahasa Latin com, berarti ‘bersama’, respondere artinya ‘menjawab’, artinya memiliki kesesuaian antara teori dan praktik, antara deologi dengan kenyataan. Dalam Ibid, Kunto Wijoyo; 1997 25 Ibid, hal. 81-82 26 Ibid, hal. 55 27 Kumpulan Karangan Drijakara, Drijakara Tentang Negara dan Bangsa, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hal. 53 dalam Abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Surya Raya, 2004, hal. 14 70 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 daya air (SDA) dalam bingkai etika pancasila. Dengan dilakukannya cara ini, selain diperoleh berbagai informasi yang diperlukan, penulis juga mendapatkan pengetahuan tingkat permukaan, tentang berbagai bagian dari fokus permasalahan tertentu. D. Pembahasan 1. Pancasila, Nilai, Ideologi dan Asas Hukum Nilai-nilai Pancasila tidak cukup hanya ditafsirkan secara tunggal. Pancasila dalam pembacaannya haruslah secara plural. Nilai pancasila tidak dapat dilihat secara hirarkis, karena dalam Pancasila tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada nilai-nilai lainnya atau satu nilai mendominasi nilai yang lain. Dengan demikian, maka dalam konteks ilmu hukum non-sistematiknya Anton F. Susanto melihat pancasila sebagai pola relasi gradasi antara sila-sila dalam Pancasila itu sendiri dan tidak bersifat sistematis hirarkis. Anton menilai pancasila sederajat, tidak ada sila yang lebih tinggi dibanding sila-sila lainnya dan yang lebih penting lagi dan mendasar adalah tidak ada lagi logika oposisi biner dalam pembacaan Pancasila. Maka dengan dekonstruksi seperti ini, susunan hierarki scara piramidal, saling mengkualifikasi, meliputi dan menjiwai menjadi sesustu yang tidak perlu.28 Pancasila berfungsi sebagai “teks” atau “konsep” yang isinya mengandung nilai yang berbeda satu sama lain. Perbedaan itu tidak harus dibuat menjadi sama dengan maksud agar memiliki harmoni yang kemudian menjadi paradigma kehidupan masyarakat Indonesia dalam sistem nilai yag tercerimin pada perbedaan atau pluralitas disegala aspek kehidupan.29 Pancasila harus juga dipahami sebagai pengalaman kemanusiaan, bukan sekedar susunan konsep abstrak dalam pikiran dan hanya menjadi kata-kata yang diucapkan di ruang publik belaka. Pekerjaan yang seharusnya tidak pernah terhenti bagi siapun adalah selalu mengupayakan memberikan makna baru pada nilai-nilai Pancasila, sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi tetap relevan dengan zaman. Hal ini menjadi sangat penting ketika nilai-nilai tersebut akan diwujudkan ke dalam norma hukum, maka pemahaman kita akan hukum bukan lagi pemahaman tunggal melainkan plural dan dapat berubah-ubah. 30 Pancasila sebagai sebuah nilai selain menjadi sumber tertib hukum atau sumber hukum, falsafah dan pandangan hidup serta pandangan dunia (Weltanschauung) juga merupakan ideologi bangsa. Maka dalam konteks ini 28 Anton F. Susanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik, Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia, Yogyakarta:Genta Publishing, 2010. Hal. 293 29 Ibid. hal. 295 30 Ibid. Hal. 297 71 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Indonesia sebagai penganut ideologi pancasila harus konsekuen dengan ideologinya.31 Pancasila dapat dimaknai sebagai sebuah pondasi yang saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Sebagai landasan filosofis-ideologis menjadi asas dalam membangun bangsa Indonesia sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan, bukan berakhir menjadi sebuah negara yang penuh absurditas dan anomaly atau hanya sekedar metafisis untuk menguatkan pendapat kelompok-kelompok tertentu. Pancasila dalam konteks cita-cita seharusnya relevan dengan kenyataan mengenai landasan nilai ideal. Pembentukan berbagi sistem yang dianut bangsa Indonesia tertuang dalam konstitusi yang disebut Undang-Undang Dasar 1945, dan termuat dalam peraturan yang lain, akan tetapi pembentukan sistem tersebut juga harus mendasarkan pada sumber paling mendasar yang didalamnya termuat berbagai tujuan, cita-cita, serta cermin kepribadian bangsa, sehingga diharapkan setiap sistem, kebijakan, maupun peraturan yang disusun tidak bertentangan dengan beberapa hal tersebut. Adanya pemaknaan akan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila maka langkah awal untuk melakukan pembaharuan khususnya di bidang hukum sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat dapat tercapai. Meskipun tidak dapat dipungkiri seiring dengan perkembangan zaman serta pencampuran budaya secara global tanpa disadari amanat yang terkandung di dalam pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sedikit demi sedikit semakin terkikis dan dapat menyebabkan menipisnya rasa nasiaonalisme dan cinta tanah air bangsa Indonesia sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kualitas sistem yang diciptakan.32 2. Pancasila; Etika dan Moralitas Etika Pancasila berangkat dari refleksi kritis atas nilai-nilai fundamental Pancasila. Lebih jauh Yudi Latif33 menegaskan Pancasila sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan. Etika Pancasila mendasarkan dirinya pada keberadaan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila menjadi inspirasi sekaligus pegangan hidup dalam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Secara garis besar, nilai-nilai dasar Pancasila berlandaskan pada adanya Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil).34 Nilai universal yang dimiliki masing-masing sila menunjukkan orientasi sekaligus idealitas yang hendak 31 Anton F. Susanto dalam Hyuronimus Rhiti, Filsafat Hukum (Edisi Lengkap), Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011. Hal. 188. 32 Rikardo Simarmata, Digest Law, Society & Development, Volume I Desember 2006-Maret 2007. 33 Yudi Latif, Negara Paripurna, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011. Hlm.42 34 Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah Populer, cet. Ke-9, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 46 72 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 diwujudkan negara ini. Sehingga seluruh komponen bangsa berkewajiban menempatkan Pancasila sebagai fondasi gerak bagi kemajuan bangsa Persoalan ini tentunya menyentuh sisi-sisi moralitas (baca:etis) dari keberadaan manusia itu sendiri. Etika sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua, mencoba memberikan panduan atas persoalan-persoalan yang terjadi di tengah kemelut eksistensial kemanusiaan. Bukan saja dalam kehidupan hari ini, pada masa lampau pun etika dalam bentuknya yang masih sederhana sudah mulai melakukan langkah-langkah yang elegan bagi menuntun manusia ke arah yang lebih baik. Sebagai sebuah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk, etika mendasarkan dirinya pada aspek normatif. Normativitas inilah yang kemudian merupakan sudut pandang yang khas dan sekaligus yang membedakan etika dengan disiplin ilmu lain yang membahas tingkah laku manusia.35 Disinilah kemudian Pancasila sebagai falsafah negara Indonesia memberikan sebuah sudut pandang yang luas-mendalam terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan universal bangsa Indonesia. Melalui sila-sila yang ada di dalam Pancasila, bangsa Indonesia diharapkan menjadi sebuah negara-bangsa yang di samping kuat-kokoh terhadap dimensi spritualitasnya, juga memiliki landasan yang sangat mengakar pada nilai-nilai kemanusiaannya sendiri. Hal inilah yang digambarkan oleh Notonagoro tentang keterkaitan antara sila pertama dengan sila-sila berikutnya di dalam Pancasila.36 Ke-Tuhan-an merupakan pijakan utama sekaligus acuan bagi pembentukan tata-kehidupan yang berpri-kemanusiaan, yang di dalam sila kedua lebih dikonsentrasikan pada aspek “adil dan beradab”. Ke-Tuhan-an menjadi sebuah landasan ontologis sekaligus epistemologis di dalam merancang-bangun sebuah peradaban Indonesia yang berurat-berakar pada nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Dari dua landasan ini akan melahirkan sebuah normativitas (aksiologis) kehidupan yang mencerdaskan sekaligus berefek mencerahkan. Dari pemaham di atas, minimal ada tiga cara berfikir etis yang dapat dijadikan dasar penilaian kritis atas tindakan kita sebagai warga masyarakat yang menjadikan pancasila sebagai grundnorm terlebih lagi bagi aparat penegak hukum.37 a. Etika Deontologis Etika deontologis adalah cara berfikir etis yang mendasarkan diri pada prinsip atau norma objektif (hukum ataupun norma-norma moral, agama dan adat istiadat, dll) yang dianggap harus berlaku dakam situasi dan kondisi apapun. Pendekatan etika deontologis bersifat rule driven, yang menilai 35 K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 25 Notonagoro, Op. Cit. hlm. 46-66 37 Bernard L. Tanya, Penegak Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Yogyakarta,2011, 36 73 hlm. 12 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 moralitas dari suatu tindakandidasarkan tindakan yang ditentukan oleh aturan yang menjadi rujukan. Tokoh utama deontologis adalah Immanuel Kant, yang mengajukan dua ukuran objektif untuk menyatakan suatu tindakan itu secara etis “benar” atau “salah”. Prinsip pertama, menurut Kant yaitu bertindaklah atas dalil, bahwa apa yang anda lakukan itu dapat berlaku sebagai hukum yang bersifat universal. Artinya, apa yang kita lakukan itu “benar” apabila dimanapun dan kapanpun adalah yang seharusnya dilakukan oleh siapapun. Prinsip kedua, adalah tindakan itu benar apabila memeperlakukan manusia, baik itu orang lain atau diri sendiri, di dalam setiap hal, sebagai tujuan dan bukan sekedar sebagai alat, sehingga setiap tindakan yang memperlakukan manusia sebagai objek, bukan sebagai subjek yang penuh sebagai manusia, maka tindakan tersebut adalah salah. Dalam kedua prinsip teresbut menurut Kant terkandung “kewajiban moral” sebagai dasar tindakan etis. Kewajiban moral yang melekat pada tugas, posisi, status, jabatan adalah menjadi dasar tindakan etis dan karenanya mutlak harus dilakukan, bersifat imperatif kategoris. Tugas adalah suatu perintah normatif, dan oleh karena itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan tanpa syarat, seperti kewajiban bersikap adil, berlaku jujur dan menghormati hak orang lain dalam sistem peradilan pidana. b. Etika Teleologis Etika teleologis adalah cara berfikir etis yang memberi tekanan pada tujuan dan akibat dari sebuah tindakan. Tindakan yang berangkat dari tujuan yang luhur, apalagi berakibat baik, akan baik secara etis, sebaliknya setiap tindakan dilakukan dengan tujuan jahat, akan jahat secara etis. Menurut John Stuart Mill yang beraliran utilitarianisme, yang menjadi ukuran baik berdasarkan pada dalil “The gratest good for the greatest number”, sebuah tindakan dikatakan baik apabila “membawa kebaikan yang paling besar bagi sebanyak mungkin orang”. c. Etika Kontekstual (Etika Situasi), Etika Kontekstual adalah cara berfikir etis untuk mengambil tindakan yang paling tepat/pantas dan paling dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan situasi konkret. Jadi penilaian etis tidaknya suatu tindakan, sanagat tergantung pada situasi konkret. Jika etika deontologis mendasarkan tindakan etis bardasarkan kewajiban moral yang melekat pada tugas, maka etika kontekstual menempuh jalan lain yakni apa yang secara kontekstual paling tepat dan paling dapat di pertanggung jawabkan. Etika kontekstual meyakini bahwa tidak ada tindakan ataupun keadaan yang dalam dirinya baik atau jahat. Baik atau jahat tergantung pada konteks situasi. Yang menjadi pusat dari etika kontekstual adalah “cinta kasih pada sesama”. 74 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Ketiga cara berfikir etis yang diuraikan di atas, bukan untuk dipilih melainkan untuk dimanfaatkan, karena mansing-masing memiliki kebenarannya sendirisendiri, juga kekurangannya masing-masing. Yang penting adalah selalu berusaha semaksimal mungkin untuk mengambil keputusan dengan memilih dan menentukan tindakan yag paling benar, paling baik dan tepat. Kaidah hukum yang tersedia, dalam situasi tertentu mungkin tidak memadai dijadikan landasan untuk bertindak etis menurut konteks tertentu. Oleh karena itu, dalam hukum terdapat ruang yang disebut “diskresi” untuk mengambil tindakan yang paling tepat/pantas dan paling dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan dua kondisi yaitu “necessary evil” (tindakan yang diambil terpaksa dan mungkin jahat karena tidak ada jalan lain) dan “the lesser evil” (mengambil tindakan yang memiliki resiko paling kecil). 38 Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran etis (modal moralitas) yang memadai agar tugas dan kewajiban yang diemban aparat penegak hukum dapat di tunaikan secara benar, baik dan tepat, dan untuk itu di butuhkan penegak hukum yang memiliki moralitas paling tidak pada salah satu tipe dari ketiga tipe yaitu: Pertama, “moralitas taat asas” yang merujuk pada suatu kepentingan atau hukum yang lebih tinggi, yaitu hukum objektif yang tidak hanya berlaku untuk satu-satu kelompok saja, tetapi hukum yang mempunyai keabsahan yang lebih jelas, yakni hukum negara. Aparat penegak hukum yang memiliki level “moralitas taat asas” akan melakukan atau tidak malakukan sesuatu dalam penegakan hukum, dengan bertanya apakah hukumnya. Kedua, “moralitas akal kritis” yang mempertanyakan eksistensi suatu kaidah (hukum) menurut fungsinya, bilamana hukun yang ada tidak lagi dapat memenuhi fungsinya, ia harus diubah. Hukum yang mutu dan lebih baik harus di ciptakan. Inilah yang mendasari terjadinya reformasi hukum, termasuk reformasi sistem penegakan hukum. Ketiga, “moralitas hati nurani” sebagai moralitas puncak, pantang menghianati hati nurani dan keyakinan tentang yang benar dan yang baik. Visi dan misi yang melekat pada “moralitas hati nurani” jelas yaitu demitegaknya harkat dan martabat seluruh umat manusia. Seoarang penegak hukum yang memiliki “moralitas hati nurani” akan mempertaruhkan tindakannya, apapun resikonyademi untuk menegakkan hukun dan memajukan harkat dan martabat manusia.39 38 Ibid. 24 Bernard L. Tanya dan Yovita A. Mangesti, Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta,2014, 39 75 hlm. 116-117 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 3. Peraturan Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA): Privatisasi hingga Liberalisasi Permasalahan terkait sumber daya air terjadi di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia. Sumber daya air telah dieksploitasi secara besar-besaran yang pada gilirannya berdampak pada terbatasnya ketersediaan air. Kebijakan air di Indonesia mengalami perubahan dan tantangan dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh berbagai hal misalnya agenda donor (funding agency), perubahan kebijakan pemerintah, dinamika dan tipikal pemangku kepentingan di level pengelolaan sumber daya air hingga layanan air. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) pasca reformasi berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004. Namun sangat disayangkan karena UU SDA ini telah melegalkan keterlibatan pihak swasta dalam proses pengelolaan air tanpa kendali dan pengawasan (privatisasi). Hal ini tentu masalah sangat serius karena menggeser makna air yang sebelumnya merupakan barang publik berubah menjadi komoditas yang lebih mementingkan aspek ekonomi yang akhirnya berorientasi pada mencari keuntungan (profit). Pergeseran makna ini terlihat dalam pengaturan mengenai hak guna usaha air yang dapat diberikan kepada swasta tanpa kendali dan pengawasan. Air sering diperlakukan seakan-akan merupakan sumber daya yang melimpah dan tak ada habisnya, yang karenanya sering disiasiakan. Sementara di sisi lain air kini telah menjadi potensi konflik yang nyata, dan kasus kelangkaan air merebak di berbagai daerah, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sulitnya akses air dan kekeringan yang melanda berbagai daerah serta pesatnya pertumbuhan penduduk makin membuat air menjadi barang mewah. Bahkan sejak tahun 2009, PBB telah menegaskan bahwa telah terjadi krisis air yang parah, sehingga negaranegara harus ikut serta dalam gerakan transboundary water, yaitu saling berbagi air antar negara. Keputusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 Tanggal 18/2/2015 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) disebabkan oleh adanya praktek Privatisasi40 hingga Liberalisasi41 SDA. 40 Privatisasi dalam sektor air, adalah mengalihkan sebagian atau seluruh aset/pengelolaan dari perusahaanperusahaan publik yang mengelola sumberdaya air (misalnya PDAM) ke tangan pihak swasta. Ada banyak bentuk privatisasi sumberdaya air. Mulai dari hanya mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke pihak swasta dalam mengelola sistem pelayanan air bersih, atau dialihkan secara lebih menyeluruh bukan hanya dalam pengelolaannya, tapi juga dalam hal kepemilikannya. Atau, yang lebih gawat lagi, penjualan sebuah sumberdaya air yang menjadi hak masyarakat lokal (hak masyarakat adat, hak ulayat) ke tangan pihak swasta. Saat ini, usaha tawaran dan usaha untuk memprivatisasi air/sumberdaya air makin meningkat. Datangnya, dari perusahaanperusahaan raksasa trans-nasional (TNCs). Instrumennya, melalui kebijakan-kebijakan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional. Lihat, Nadia Hadad, Privatisasi Air Indonesia, Background Paper INFID Tentang Privatisasi Air, 2003, hlm.6. Privatisasi juga bisa dimaknai, Secara konsepsional, ada beberapa bentuk pengalihan kepemilikan/penguasaan atas air yang dapat disebut privatisasi: Pertama, outsourcing, artinya lembaga pemerintahan melimpahkan sebagian kewajibannya kepada pihak ketiga. Kedua, Design, Build, Operate (DBO) berupa negosiasi kontrak terhadap pihak swasta untuk pekerjaan desain dan konstruksi, seringkali diiringi dengan peremajaan dan peningkatan fasilitas. Ketiga, Kemitraan publik-privat, yang merujuk pada persetujuan antara 76 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Hal tersebut dapat kita lihat pada: Pertama, liberalisasi air dilegalisasi oleh Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4) dan Pasal 49 UU (SDA). Kedua, Membuka peluang terjadinya privatisasi pengelolaan sumber daya air oleh swasta dan mengabaikan peran badan usaha negara, seperti BUMN dan BUMD, Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 45 Ayat (3) UU SDA yang menyatakan: “pengusahaan sumber daya air... dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar badan usaha”. Ketiga, akibat dari liberalisasi air maka monopoli sumber daya air tidak dapat dibantah lagi. Hal itu dapat dilihat dari data Kompas42 bahwa perusahaan air minum kemasan di pulau jawa kurang lebih 100 perusahaan swasta. Keempat, efek dari leiberalisasi maka air menjadi objek komoditas yang diperdagangkan (economic good), sehingga harga air bergantung pada penawaran dan permintaan pasar. 43 Air dijadikan sebagai objek komoditas ekonomi jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang meyatakan bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya digunakan demi dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Air, seharusnya, berfungsi sebagai barang milik publik (public good) dengan kewenangan penuh Negara untuk mengatur dan mengelolanya. 4. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Berbasis Etika Pancasila. Bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa besar jika mengabaikan nilainilai dasar dari kehidupannya. Nilai-nilai dasar itu sesungguhnya tercermin dari sila-sila pancasila. Pancasila yang lahir dan tumbuh di tengah-tengah budaya dan kehidupan bangsa Indonesia, seharusnya dijadikan sebagai sebuah landasan kuatkokoh bagi mewujudkan kesejahteraan yang berkemajuan dan berkeadaban. Pada hakikatnya, kebutuhan akan mereposisi kembali (baik secara konseptual maupun kontekstual) pemaknaan terhadap Pancasila sebagai sebuah landasan ideologis-filosofis menjadi kebutuhan mendesak terutama dalam pengelolaan pemerintah lokal dengan organisasi swasta, di mana kedua pihak membagi tugas dan tanggung jawab secara relatif seimbang. 41 Liberalisme berkaitan dengan kata Libertas (bhs. latin) yang artinya kebebasan, dan Liberalisme mencakup banyak aliran yang berbeda artinya di bidang politik, ekonomi dan keagamaan, yang berpangkal tolak pada kebebasan orang-perorangan terhadap kekuasaan apapun (A. Heuken SJ: Ensiklopedi Gereja). Liberalisme dapat dimengerti sebagai (1) tradisi politik (2) filsafat politik dan (3) teori filsafat umum, mencakup teori nilai, konsepsi mengenai orang dan teori moral sama halnya dengan filsafat politik. ... Di Perancis, liberalisme lebih dekat dikaitkan dengan sekularisme dan demokrasi (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2003). Berangkat dari definisi di atas maka dapat kita gambarkan tentang konsep dasarnya dan tujuan Liberalisasi tersebut yaitu bagaimana meminimalisir peranan negara dalam perekonomian, sementara yang lebih ditonjolkan adalah peran sektor swasta, dan lembaga-lembaga internasional yang bergerak di bidang ekonomi . 42 Kompas, 2 Maret 2015 43 Agus Riyanto, Kembalinya Hak Negara Dan Kesiapan Pengelolaan Sumber Daya Air Di Indonesia, 2015http://business-law.binus.ac.id/2015/03/20/kembalinya-hak-negara-dan-kesiapan-pengelola- an-sumber-dayaair-di-indonesia/. Diakses, 7 Mei 2016 77 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 sumber daya air (SDA) berbasis etika pancasila. Seharusnya Pancasila dimaknai secara utuh dan saling bertautan serta melengkapi. Dengan kata lain, ketidakhadiran sebuah asas pancasila dalam pengelolaan sumber daya air (SDA) baik secara konseptual maupun praktek, maka akan menjadikan negara ini cacat secara permanen. Misalnya, ketika berbicara konsep dan praktek keadilan pada butir ke-V, maka akan menjadi sebuah kesia-siaan apabila kita melupakan konsep dan praktek kepemimpinan yang beradab pada butir ke-IV. Oleh karena itu, kita butuh pemimpin yang berpihak kepada rakyat terutama pada pengelolaan sumber daya air (SDA) yang berbasis pada etika pancasila sehingga dengan demikian dapat terwujud keadilan sosial. Kita membutuhkan pancasila kembali, karena merupakan proses negosiasi terus menerus dari sebuah bangsa yang tak pernah tunggal, tak sepenuhnya bisa “eka”, dan tak ada yang bisa sepenuhnya meyakinkan bahwa dirinya, kaumnya, mewakili sesuatu yang Maha Benar. Kita membutuhkan pancasila kembali, seperti saya katakan di atas, kita hidup di sebuah zaman yang makin menyadari ketidaksempurnaan nasib manusia. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang berbasis etika pancasila dapat kita lihat pada tabel dibawah ini44: Tebel.1.1 Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang Berbasis Etika Pancasila Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang Berbasis Etika Pancasila Etika dan Moralitas Pancasila Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama Pancasila adalah nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan menyangkut keyakinan dan kepercayaan. Aspek etis yang dilahirkan dari sila pertama Pancasila adalah moralitas ketuhanan. Nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila kedua merepresentasikan kedudukan manusia yang sederajat dan bermartabat. Dalam nilai kemanusiaan juga melekat atribut adil dan beradab yang mempertegas orientasi kemanusiaan berdasar 44 Berdasarkan moralitas ketuhanan. Artinya, pengelolaanya harus mengedepankan nilai-nilai ketuhanan dan harus dapat dipahami sebagai bentuk pemenuhan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan moralitas manusia beradab. Artinya, pengelolaanya harus melibatkan masyarakat dan mendatatangkan kebermanfaatan bagi orang banyak, karena menyangkut bagi hajat hidup kolektif. Tebal di atas merupakan hasil renungan penulis dan bersumber pada artikel: Mulia Ardi, Etika Perpajakan Berbasis Etika Pancasila, Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012 78 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Pancasila Sila ketiga memuat nilai dasar persatuan. Persatuan juga merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh kepentingan dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini dalam satu bingkai kebangsaan Berdasarkan nilai dasar persatuan. Artinya, pengelolaanya harus mengintegrasikan seluruh kepentingan dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini bukan privatsiasi atau komersialisasi yang menguntungkan orang atau institusi tertentu Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi sesungguhnya dari keberadaan bangsa ini harus bermuara pada kepentingan rakyat. Rakyat adalah kekuatan terbesar yang menentukan harapan dan cita-cita bangsa. Berdasarkan orientasi kerakyatan Artinya, pengelolaannya dimanifestasikan melalui keikutsertaan rakyat dalam kebijakan yang diambil pemerintah agar berorientasi pada kepentingan rakyat. Sehingga pengelolaannya berdasrkan pada nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan bukan “pasar”. Sila terakhir Pancasila yaitu sila kelima memuat nilai keadilan sosial yang ditujukan bagi seluruh bangsa Indonesia. Melalui sila ini, pemerintah memastikan bahwa siapapun akan memperoleh haknya berdasarkan pada kewajiban-kewajiban yang melekat di dalamnya. Berdasarkan keadilan sosial. Artinya, pengelolaannya berorientasi pada upaya mewujudkan keadilan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. pemerintah harus memastikan bahwa siapapun akan memperoleh haknya (akses) untuk mendapatkan air besrih, kapanpun dan dimanapun diseluruh wilayah Indoenesia. Keberadaan nilai-nilai universal dalam pancasila semestinya terpatri dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut menjadi fondasi bagi keberlansungan pembangunan. Pembangunan harus dilandasi dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Dalam kerangka inilah, etika Pancasila diwujudkan untuk menjembatani realitas masyarakat, bangsa dan 79 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 negara dengan idealitas yang merupakan harapan dan cita-cita bangsa Indonesia. Keberadaan etika Pancasila diperlukan guna mengkondisikan pemerintah dan rakyat untuk selalu berada pada tujuan semula pendirian bangsa. Berdasarkan pengelolaan sumber daya air (SDA) yang berbasis etika pancasila di atas maka model pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam RUU sumber daya air yang baru, kiranya perlu untuk lebih mengakomodasi partisipasi masyarakat dan organisasi masyarakat, seperti lembaga swadaya masyarakat dengan ditempatkan pada posisi yang lebih memadai dalam konteks untuk mendorong tumbuhnya masyarakat madani (civil society). Atas dasar itulah, kiranya masyarakat terus didorong dan diisi dengan semangat untuk memperbesar dan memperkuat eksistensi dirinya dalam mewujudkan RUU Sumber daya air yang didasarkan kepada beberapa prinsip, Pertama, tanggungjawab negara sebagai pemegang amanat kekuasaan atas sumber daya air (SDA) dan adanya jaminan untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada negara tersebut tidak boleh mengesampingkan pemegang kedaulatan, yakni rakyat berupa hak-hak rakyat atas sumber daya air (SDA) sebagai bagian dari hak asasi manusia. Kedua, memperkuat hak-hak masyarakat sebagai pemegang kedaulatan negara. Oleh karena, itu pengelolaaan sumber daya air (SDA) harus dikuasai oleh negara sebagai orgaisasi kekuasaan rakyat, bukan oleh pemilik modal atau pengusaha yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. RUU sumber daya air (SDA) yang baru harus menempatkan masyarakat pada akses yang lebih besar dalam rangka memperkuat daya tawar masyarakat menuju civil society. Akses masyarakat tersebut meliputi akses informasi publik, akses partisipasi, dan akses keadilan dengan lebih mengakomodasi hak-hak masyarakat atas sumber daya air dan kewajiban negara untuk menjamin hak tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. E. Simpulan Pengelolaan sumber daya Air (SDA) berbasis etika pancasila yang penulis tawarkan pada tulisan ini adalah: Pertama, berdasarkan moralitas ke-Tuhan-an. Artinya, pengelolaanya harus mengedepankan nilai-nilai ke-Tuhan-an dan harus dapat dipahami sebagai bentuk pemenuhan tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, berdasarkan moralitas manusia beradab. Artinya, pengelolaanya harus melibatkan masyarakat dan mendatatangkan kebermanfaatan bagi orang banyak, karena menyangkut hajat hidup kolektif. Ketiga, berdasarkan nilai dasar persatuan. Artinya, pengelolaanya harus mengintegrasikan seluruh kepentingan dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini, bukan privatsiasi atau komersialisasi yang menguntungkan orang atau institusi tertentu. 80 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Keempat, berdasarkan orientasi kerakyatan. Artinya, pengelolaannya dimanifestasikan melalui keikutsertaan rakyat dalam kebijakan yang diambil pemerintah agar berorientasi pada kepentingan rakyat. Sehingga pengelolaannya berdasarkan pada nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan bukan “pasar”. Kelima, berdasarkan keadilan sosial. Artinya, pengelolaannya berorientasi pada upaya mewujudkan keadilan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. pemerintah harus memastikan bahwa siapapun akan memperoleh haknya (akses) untuk mendapatkan air bersih, kapanpun dan dimanapun diseluruh wilayah Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Ardi,Mulia, Etika Perpajakan Berbasis Etika Pancasila, Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012 Drijakara, Drijakara Tentang Negara dan Bangsa, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hal. 53 dalam Abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Surya Raya, 2004 Hadad, Nadia, Privatisasi Air Indonesia, Background Paper INFID Tentang Privatisasi Air, 2003 K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 25 L. Tanya, Bernard, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Cetakan Pertama, Genta Publishing, Yogyakarta, 2015 ________________, Penegak Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011 _________________ dan Yovita A. Mangesti, Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014 Latif, Yudi, Negara Paripurna, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011. Mahadev Bhat, Athena Stamatiades, Institutions, Incentives, and Resource Use Conflicts: The Case of Biscayne Bay, Florida, Population and Environment, Vol. 24, No. 6, Restoring the Florida Everglades: Balancing Population and Environment (Jul., 2003) Makinuddin & Sasongko, Analisis Sosial: Bersaksi dalam Advokasi Irigasi, Bandung, AKATIGA, 2006 Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah Populer, cet. Ke-9, Jakarta: Bumi Aksara, 1995 81 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Rhiti, Hyuronimus, Filsafat Hukum (Edisi Lengkap), Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011 Riyanto, Agus, Kembalinya Hak Negara Dan Kesiapan Pengelolaan Sumber Daya Air Di Indonesia, 2015http://business-law.binus.ac.id/2015/03/20/kembalinya-haknegara-dan-kesiapan-pengelola-an-sumber-daya-air-di-indonesia/. Diakses, 7 Mei 2016 Susanto, Anton F. Ilmu Hukum Non-Sistematik, Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia, Yogyakarta:Genta Publishing, 2010 Simarmata, Rikardo, Digest Law, Society & Development, Volume I Desember 2006-Maret 2007. Wijoyo, Kunto, Identitas Politik Umat Islam, Bandung, Mizan, 1997 82 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 KEARIFAN LOKAL JAWA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER GENERASI MUDA Novia Wahyu Wardhani S.Pd., M.Pd Dosen Universitas Negeri Semarang [email protected] Abstrak Artikel ini bertujuan menelaah nilai-nilai kearifan lokal Jawa yang berperan dalam pembentukan karakter generasi muda. Kearifan lokal dapat membentuk karakter manusia melalui pembelajaran nilai yang dilakukan di lingkungan formal maupun informal. Salah satu wahana transformasi budaya adalah pendidikan. Jawa memiliki banyak nilai kearifan lokal salah satunya adalah petuah yang berbunyai Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulad Sarira Hangrasawani. Dalam kalimat tersebut memuat nilai yang menyadarkan generasi muda pada pemeliharaan dan penjagaan terhadap sesuatu yang dimilikinya. Dihubungkan dengan peran manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kalimat tersebut dapat meningkatkan rasa tanggung jawab, kepedulian, dan nasionalisme yang pada masa ini mulai luntur. Dengan digalinya kembali dan diajarkannya nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat memperkuat karakterbangsa dan memunculkan keteladanan baru bagi upaya pembentukan karakter. Sehingga penggalian nilai-nilai kearifan lokal dapat mendukung pendidikan karakter sebagai prioritas dalam pendidikan. A. Latar Belakang Pendidikan karakter adalah pembelajaran nilai tidak hanya bersumber dari ideologi negara tetapi juga bersumber dari nilai-nilai budaya. Pembelajaran nilai dalam pendidikan karakter juga dipakai oleh bangsa-bangsa yang sekarang menjadi bangsabangsa yang unggul yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Finlandia dalam membentuk karakter manusia yang mandiri, percaya diri, dan disiplin. Tidak hanya itu beberapa negara dalam menghadapi krisis menempatkan pembangunan karakter sebagai fokus untuk menemukan solusi membangun kembali dan memperkuat negara yaitu Jerman dan Amerika. Hal ini yang kemudian oleh Horrison dan Hutington (2000) dikatakan bahwa nilai-nilai budaya mempengaruhi kemunduran dan kemajuan manusia. Kemajuan dan kemunduran karakter manusia dalam sebuah bangsa dan negara berpengaruh pada kemajuan dan kemunduran bangsa dan negara tersebut. Pembentukan karakter manusia tidak dapat lepas dari masyarakat dan pendidikan. Budaya merupakan hasil karya manusia yang dapat berupa nilai, aktivitas, dan benda dimana ketiga hal tersebut mempengaruhi keyakinan, sikap, dan perilaku manusia. Budaya ada dalam setiap masyarakat dan berkembang melalui proses pendidikan dan pengalaman. Nilai budaya inilah yang disebut kearifan lokal 83 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat (FX. Rahyono, 2009). Jawa memiliki banyak kearifan lokal yang tertuang dalam petuah-petuah raja dan orang tua pada zaman dahulu. Salah satunya adalah Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulad Sarira Hangrasawani. Fenomena yang terjadi pada masa sekarang ini adalah masyarakat merasa bebas dengan adanya demokrasi tanpa menyadari adanya tanggung jawab dalam setiap sikap dan perilakunya. Menurut Numbeo.com dari indeks kejahatan tahun 2015, Indonesia ada dalam peringkat ke 68 dari 147 negara. BPS juga mencatat selama periode 2013 setiap 1 menit 32 detik ada tindak kejahatan di Indonesia. Selanjutnya pada kasus korupsi tahun 2015 dari data dari ICW pada tengah tahun2015 ada 82 kasus penggelapan, 64 kasus penyalahgunaan anggaran, dan 60 kasus penyalahgunaan wewenang.Kasus korupsi tersebut dilakukan oleh 28 berlatar belakang kepala desa, lurah, dan camat, 27 kepala daerah, 26 kepala dinas, dan 24 anggota DPR/DPRD/DPD yang ditetapkan sebagai tersangka (Bulletin mingguan Anti Korupsi, 2015).Selain itu disetiap ada demonstrasi ataupun laga sepak bola menurut data kepolisian selau ada fasilitas umum yang dirusak. Dengan adanya fenomena tersebut kalimat tersebut sesuai jika diajarkan pada anak pada masa sekarang ini karena mengajarkan tanggung jawab, kepedulian, dan nasionalisme. Menggali dan melestarikan berbagai unsur kearifan lokal, tradisi dan pranata lokal, termasuk norma dan adat istiadat yang bermanfaat, dapat berfungsi secara efektif dalam pendidikan karakter (Fajarini, 2014:123). Menggali dan melestarikan nilai kearifan lokal sama halnya mencari dan mendapatkan bentuk pembelajaran dan keteladanan baru yang telah ada dimasyarakat dan sudah dekat dengan nilai-nilai kependidikan. Maka penting untuk segera diupayakan penggalian, pelestarian, dan pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya yang ada di Indonesia khususnya Jawa. B. Kearifan Lokal Nilaibudayadalamsebuahkebudayaandisebutkearifanlokal.Dalam menjelaskan kearifan, para pakar telah melakukan sejumlah kiasifikasi. Sternberg dan Jordan, Ed., (2005) mengelompokkan teori kearifan menjadi dua: implisit dan eksplisit. Teori implisit memaknai kearifan berdasar sudut pandang masyarakat atau konsensus komunitas dan memposisikan tokohyang dipandang sebagai pengejewantahan pribadi utama dan karenanya pantas diteladani. Sedangkan menurut sudut pandang eksplisit, kearifan dirumuskan didasarkan pada indikator-indikator universal untuk diterapkan dalam memotret realitas kearifan dalam satu komunitas. Sudut pandang eksplisit menekankan generalisasi indikator kearifan atau lebih bercorak induktif sementara teori eksplisit mencerminkan corak berpikir deduktif. 84 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Kearifan lokal bukanlah hal yang mudah untuk diajarkan dimana kemerosotan moral ada didalam diri manusia dan masyarakat bahkan ada didalam komponen pendidikan. Berikut dikemukakan tinjauan mengenai teori pengajaran kearifan yang digagas dan dipopulerkan Robert J. Sternberg. Sternberg adalah seorang pakar dan aktivis pendidikan yang telah menulis hampir 1000-an karya yang tersebar dalam bentuk artikel di jurnal, entri dalam ensiklopedia, dan sejumlah buku best seller. Sternberg telah memberi perhatian dan menekuni penelitian mengenai kearifan sejak tahun 1990-an, hal ini dilatarbelakangi kegelisahannya terhadap gaya hidup manusia modern yang cenderung mekanistik dan kehilangan makna (Preiss dan Sternberg, Ed., 2010). Gagasan Sternberg mengenai pentingnya kearifan dijadikan sebagai bagian dalam praksis pendidikan yang terkristalisasi dalam teori pengajaran kearifan. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan kearifan peserta didik setelah prinsip dan prosedur pengajaran kearifan diintegrasikan dalam kurikulum (Preiss dan Sternberg, Ed., 2010). Aplikasi prinsip-prinsip pengajaran kearifan dapat ditempuh melalui sejumlah prosedur. Menurut Sternberg (2003) terdapat enam prosedur pengajaran kearifan. Pertama, peserta didik dikenalkan untuk membaca literatur klasik untuk membiasakannya belajar dan melakukan refleksi terhadap contoh-contoh kearifan. Kedua, peserta didik dilibatkan dalam diskusi kelas, proyek, dan penulisan esai yang dapat mendorong mereka mendiskusikan pelajaran kearifan yang diperoleh dari literatur klasik, dan bagaimana mengaplikasikannya untuk dirinya dan orang lain. Ketiga, peserta didik tidak dituntut sebatas mengetahui kebenaran (truth), tetapi juga mendalami nilai-nilai yang mendasari kebenaran. Keempat, pembelajaran kearifan menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan praktik dalam pencapaian tujuan akhir yang balk (good ends). Kelima, peserta didik diberi penguatan untuk berpikir bahwa hampir semua yang mereka pelajari dapat digunakan untuk pencapaian tujuan yang baik atau yang buruk. Keenan], pendidik memerankan din sebagai model atau teladan mengenai kearifan. Keteladanan menjadi bagian sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran kearifan. Pengajaran kearifan ini akan menghasilkan tiga komponen utama pengajaran kearifan, yakni: 1) Pengintegrasian pendekatan pembelajaran kecakapan berfikir arif. Pembelajaran kearifan menuntut adanya ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan kapasitas berpikir, sehingga mereka dapat menerima kearifan sebagai produk dan pilihan sendiri; 2) Adanya iklim atau budaya sekolah sebagai wadah persemaian yang membiasakan sikap, pikiran dan tindakan yang memanifestasikan kearifan; 3) Komitmen pendidik sebagai teladan. Tanpa keteladlinan, kearifan hanya akan menjadi pengetahuan yang tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembentukan karakter ideal. Seperti yang dikatakan Sternberg, Jarvin dan Reznitskaya (dalam Ferrari dan Potworowski, Ed., 2009) menyatakan, "the most effective teacher is likely to be one who can create a classroom community in wich wisdom is practiced, rather than preached" Keteladanan pendidik 85 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 meninggalkan pengaruh lebih mendalam dibanding ucapan yang disampaikan berulangulang. Hal ini sejalan dengan pesan sebuah Hadits yang menyatakan, "lisanul hal afsahu min lisani maqal." Artinya, keteladanan melalui tindakan memberi pengaruh lebih besar dibanding penjelasan lisan. Kearifan tidak dapat ditransfer, tetapi pengembangan kearifan tidak mustahil dilakukan melalui melalui pemodelan dan lingkungan yang kondusif. Dengan demikian kearifan lokal berperan dalam menumbuhkan nilai dan moral siswa sehingga tidak hanya menjadi manusia yang cerdas tetapi juga beradab yang dapat dibentuk melalui pembelajaran materi kearifan, pembiasaan melalui iklim kelas dan sekolah, dan keteladanan para pendidik. Dengan demildan peserta didik akan mampu memahami dan berperilaku dalam lingkungan sosial budayanya. C. Karakter Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Dari istilah tersebut kemudian berkembang menjadi pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku “an individual’s pattern of behavior … his moral contitution” (Karen E. Bohlin, Deborah Farmer, dan Kevin Ryan, 2001: 1). Karakter menjadi suatu identitas bagi warga negara suatu negara. Sigmund Freud dalam Purwasasmita (2010: 13) mendefinisikan karakter sebagai a striving system which underly bahavior, yaitu kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu sistem daya dorong (daya juang) yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan secara mantap. Manusia yang karakternya kuat akan tercermin dari sikap dan perilakunya yang berprinsip dan tidak mudah berubah. Karena karakter melandasi perbuatan manusia maka perlunya karakter diselaraskan dengan nilai-nilai kearifan lokal. Karakter bangsa berguna untuk menggambarkan ciri kepribadian yang tetap dan gaya hidup yang unik diantara penduduk negara bangsa tertentu. Dalam konteks suatu bangsa, karakter dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan yang melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas dan identitas kolektif bangsa (PP Muhammadiyah, 2009). Adapun karakteristik warga negara yang baik menurut Djahiri (2002: 92) adalah : a. Iman dan Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa b. Memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat dan mantap c. Sadar dan mampu membina serta melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat, dan bangsanya d. Taat asas atau ketentuan (rule of law) 86 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 e. Demokratis dan partisipatif, aktif-kreatif-positif dalam kebinekaan masyarakatbangsa-negara madani (civil society) yang terbuka-mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati diri masyarakat, bangsa, dan negaranya. Karakter merupakan landasan dasar yang alami yang diperoleh dari pengetahuan, pengalaman, dan kebiasaan bagi seseorang untuk bersikap dan berperilaku sehingga memiliki perbedaan dengan orang lain (Wardhani, 2013:44). Seseorang dapat disebut berkarakter apabila sikap dan perilakunya berdasar atas nilai moral masyarakat. Karakter merupakan sesuatu yang berkembang dan dapat dikembangkan. Pengembangan dapat dilakukan melalui berbagai hal baik dilingkungan pendidikan formal maupun informal. Salah satunya melalui nasehat atau petuah. D. Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulat Sarira Hangrasawani Kalimat Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulat Sarira Hangrosowani terdiri dari 3 kalimat yang saling berhubungan. Rumangsa Melu Handarbeni diartikan sebagai merasa ikut memiliki, Wajib Hangrungkebi diartikan sebagai wajib menjaga, sedangkan Mulat Salira Hangrasawani adalah berani untuk mawas diri. Kalimat tersebut merupakan satu kesatuan yang merupakan petuah dari orang tua dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pada kehidupan berbangsa dan bernegara penting bagi warganegara tidak hanya merasa memiliki saja dan apatis terhadap negara. Banyak dari warga negara yang sadar hak tetapi tidak dengan sadar dengan kewajibannya. Bahkan ada yang secara sadar menghindari kewajiban. Nilai pemahaman ini tidak hanya bagi masyarakat sebagai terwakil tetapi juga pada pemerintah. Maraknya kasus korupsi adalah indikator adanya rasa memiliki namun belum pada tataran menjaga dan berani untuk mawas diri. Banyaknya potret demokrasi dimana selalu dihiasi dengan perusakan fasilitas umum dalam menyuarakan aspirasinya membuat bangsa ini harus mengevaluasi diri dalam penanaman karakter bangsa. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang mau menjaga sikap dan perilakunya sesuai moral, melestarikan budaya, mengupayakan pertahanan dan keamanan bangsa. Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulat Sarira Hangrosowani merupakan nasehat bagi generasi muda untuk dapat mencintai negaranya, mau ikut menjaganya, dan berani membela tanah airnya. Dengan ketiga nilai tersebut generasi muda dapat tumbuh menjadi generasi emas yang cinta akan tanah air dan bangsanya. 87 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 DAFTAR PUSTAKA BPS. 2014. Statistik Kriminal 2014. Katalog BPS 4401002. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Djahiri, K. (1984). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung. Fajarini, Ulfah. 2014. Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter. Sosio Didaktika Vol 1 No.2. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. ICW. 2015. Tren Pemberantasan Korupsi Semester I www.antikorupsi.org/id/content/bulletin-mingguan-anti-korupsi-14-18september-2015. 20 Mei 2015. 2015. Karen E. Bohlin, Deborah Farmer, Kevin Ryan.(2001). Building Character in School Resource Guide. San Fransisco: Jossey Bass. Preiss D.D., & Sternberg, R.J., Ed. (2010). Innovations in Educational Psychology: Perspective on Learning, Teaching and Human Development. New York: Springer. Purwasasmita, M. (2010). “Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai Budaya Lokal (Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam Pendidikan Karakter”. Prosiding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. 1, 12-27. UPI: Widya Aksara Press. Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedhatama Widyasastra. Sternberg, R.J., & Jordan, J. Ed. (2005). A Handbook of Wisdom: Psychological Perspective. Cambridge: Cambridge University Press. Sternberg, R.J. (2003). Wisdom Intelligence, and Creativity Synteshized. New York: Oxford University Press. Wardhani, Novia Wahyu. 2013. Pembelajaran Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Informal. Bandung : UPI. 88 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 PENGUATAN NILAI PANCASILA BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI MODAL DASAR WUJUDKAN GENERASI EMAS TAHUN 2045 Suyahman Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penguatan nilai Pancasila berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan generasi emas tahun 2045. Tujuan lainnya adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk penguatan nilai Pancasila berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan generasi emas tahun 2045. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dalam bentuk integratif antara kualitatif dengan penelitian kepustakaan. Subjek penelitiannya adalah peneliti sendiri sedangkan objek penelitiannya yaitu nilai-nilai pancasila, nilai-nilai kearifan lokal dan profile generasi emas tahun 2045. Sumber informan dalam Penelitian ini mencakup sumber primer dan sumber sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara observasi, dan dokumentasi. Trianggulasi data yang digunakan adalah trianggulasi materi dan metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif yang terdiri dari 4 langkah yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa lemahnya nilai-nilai pancasila saat ini merupakan sesuatu yang sungguh memeprihatinkan, demikian pula ketidakpedulian generasi muda terhadap nilai-nilai kearifan lokal merupakan sutau kondisi nyata yang harus dicarikan solusinya agar kuatnya nilai-nilai pancasila yang berbasis nilai kearifan lokal dapat memberikan kontribusi terwujudnya generasi emas tahun 2045. Penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu keluarga, masyarakat dan pemerintah, Sedangkan bentuk-bentuk penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal di setiap bentuk pendidikan dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan potensi serta bakat, minat tiap-tiap anak. Yang terpenting adalah bentuk-bentuk penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal menyenangkan dan mengandung pendidikan serta menjamin keamanan dan kenyamanan pada peserta didik, karena itu penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat diberikan dalam bentuk : olah raga, seni, serta kajian –kajina ilmiah, dan kajian-kajian islami yang disesuaikan dengan kebutuhan dan usia masing-masing peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat dilakukan melalui tiga pilar pendidikan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan 89 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 potensi, bakat, minat serta kebutuhan masing-masing peserta didik yang tercipta dalam suasana menyenangkan mengandung pendidikan serta menjamin kenyamanan dan keamanan peserta didik, bentuk-bentuk penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal yaitu lomba olah raga , lomba kesenian, kajian ilmiah, kajian islami, dll. Kata-Kata Kunci: Penguatan Nilai-Nilai Pancasila, Nilai Kearifan Lokal dan Generasi Emas Tahun 2045 A. Pendahuluan Lemahnya Generasi dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sampai saat ini kondisinya sungguh memprihatinkan. Apalagi kalau tidak ada tindakan nyata dari semua elemen masyarakat untuk mencarikan solusinya , hal ini menjadi ancaman keutuhan masyarakat, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut Habib (2011:01) kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita kaji dan kita identifikasi dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia pada umumnya yang tercermin pada tingkah laku masyarakat Indonesia sehari-hari. Berbagai Perilaku generasi muda yang menyimpang terhadap nilai-nilai pancasila seperti dalam deskripsi dibawah ini: pertama yaitu:Banyaknya generasi muda yang saat ini telah berperilaku tidak sesuai dengan butir-butir pancasila. Sebagai contoh yaitu sekarang ini banyak generasi muda yang tidak bertaqwa kepada Tuhan YME. Kita lihat saja, sekarang ini banyak pemuda-pemudi muslim yang tidak memegang teguh agamanya sesuai syariah Islam. Contohnya banyak pemuda-pemudi yang sekarang ini menjalin cinta kasih dengan pasangan yang bukan muhrimnya, dan tidak jarang hal tersebut sampai kepada perilaku yang sangat memalukan yaitu berhubungan sek bebas dengan pasangan yang bukan muhrimnya. Tanpa disadari sekarang ini moral para pemuda bangsa indonesia juga dijajah melalui beredarnya video-video porno diinternet yang dapat diakses dengan mudah sehingga banyak diantara pemuda Indonesia yang melihat dan bahkan menirukan aksi dari video porno tersebut. Selain itu,model-model pakaian para generasi muda saat ini kebanyakan telah meniru budaya barat yang dikenal modis dan trend masa kini. Mereka lebih bangga mengenakan pakaian-pakaian tersebut dari pada pakaian asli budaya Indonesia. Padahal belum tentu model pakaian itu cocok dikenakan di indonesia. Model pakaian tersebut nampak jelas terutama pada model pakaian cewek yang terlalu terbuka sehingga menimbulkan gairah lawan jenisnya dan mengakibatkan sekarang ini kita temui kasus pemerkosaan di Indonesia ini. Selain masalah penampilan, sekarang ini masalah akhlak pemuda di negara Indonesia juga kian memburuk.Mereka mengatasi masalah-masalah tersebut cenderung dengan jalan pintas. Seperti minum miunuman keras, menggunakn narkoba, pergi ke tempat-tempat hiburan malam dan bahkan sampai ada yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. 90 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Sungguh ini merupakan kerusakan moral dari jati diri bangsa yang begitu fatal. Kedua: Sekarang ini banyak diantara pemuda indonesia yang tidak memanusiakan manusia lain sebagai mana mestinya. Maksudnya yaitu mereka tidak menganggap manusia berhakekat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai seperti dirinya. Sebagai contoh yaitu sekarang ini banyak kasus-kasus perkelahian antar pelajar yang disertai dengan penyiksaan salah satu pihak yang kalah. Mereka menjadikan pihak yang kalah itu sebagai bulan-bulanan dan dianggap sebagai boneka yang dapat dimainkan dan mereka siksa. Kasus lain yaitu adanya playboy dikalangan remaja Indonesia. Mereka menganggap wanita sebagai mainan yang dapat di pergunakan sesuka hati untuk memuaskan nafsu birahinya dan apabila telah bosan meraka buang sesuka hati tanpa menghargai wanita sebagai manusia yang punya hati dan persaan. Dalam fakta lain yang terjadi dan lebih parah yaitu adanya pemerkosaan yang dilakuakan oleh para remaja Indonesia. Mereka memperlakukan orang yang ia perkosa seperti mainan pemuas nafsu birahi tanpa mereka anggap sebagai manusia yang mempunyai hak, dan perasaan sama seperti dirinya. Ketiga Memudarnya rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus bangsa Indonesia saat ini. Hal tersebut dapat kita lihat dari kasus-kasus bentrok antar pelajar atau mahasiswa, bentrok antar seporter sepakbola, bentrok antar genk, dan lain sebagainya. Dari kasus diatas dapat kita ketahui bahwa rasa persatuan kita sebagai warga negara indonesia sudah mulai luntur dan mudah dipengaruhi atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Keadaan seperti inilah yang menjadi bibit-bibit terjadinya konflik yang lebih besar seperti konflik antar agama, ras, maupun suku. Keempat Lemahnya Kepemimpinan yang demokratis. Maksudnya pemimpin di negara kita ini harus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat, dan para pemimpin hanya sebagai wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomenafenomena pemimpin yang tidak demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda saat ini, dan apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa yang mereka biasakan sejak dini, dan an kelima Selanjutnya mengenai keadilan, banyak fakta-fakta mengenai ketidak adilan yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini. Tidak perlu jauh-jauh, saat ini dapat kita lihat pada kelompok belajar kita saja sebagai faktanya. Dalam kelompok belajar PPKn misalnya, tugas PPKn membuat makalah secara kelompok ketidakadilan selalu kita rasakan. Hal tersebut karena sebenarnya yang mengerjakan tugas kelompok dari 8 anggota kelompok, hanya 3 orang saja dan yang lainnya tinggal nitip nama. Padahal ia menginginkan mendapatkan nilai yang sama. Sungguh ini adalah contoh kecil yang berada pada kehidupan para pelajar sehari-hari. Jika hal ini terus berlanjut dapat kia lihat kelak mereka akan seperti para 91 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 anggota DPR yang ketika sidang mereka ada yang tidur, bertelfon, dan bahkan ada yang menonton fideo porno. Padahal mereka menginginkan upah/gaji yang sama dengan anggota yang melaksanakan musyawarah dengan baik. Sebenarnya hal ini terjadi pada mulanya dimulai dari kasus-kasus kecil seperti diatas yang kemuadian berlanjut karena kebiasaan sampai mereka bekerja pada nantinya. Jika kondisi dibiarkan maka tidaklah mungkin profile generasi emas tahun 2045 dapat diwujudkan. Berdasarkan frenomena-fenomena di atas, dalam tulisan ini hendak dikaji tentang penguatan nilai Pancasila berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan generasi emas tahun 2045. Ada beberapa persoalan yang harus dikaji secara ilmiah dalam tulisan ini yaitu : pertama mengapa perlu dilakukan penguatan terhadap nilainilai pancasila berbasis kearifan lokal dalam rangka mewujudkan generasi emas tahun 2045, dan bentuk-bentuk penguatan yang bagaimanakah yang harus dilakukan terhadap nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan generasi emas tahun 2045. B. Metode Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yakni sebuah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu Permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari metodologi ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu permasalahan yang dikaji. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata ataupun gambargambar dari pada angka. Penelitian kualitatif bersifat penemuan dan dilakukan pada kondisi alamiah. Dalam melakukan penelitian ini harus memiliki banyak pengetahuan, menguasai teori dan berwawasan luas. penelitian kualitatif bertujuan untuk menggambarkan suatu proses kegiatan pendidikan yang didasarkan pada apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian. Formulasi yang dipilih adalah penelitian kepustakaan (library research) yakni mengkaji buku-buku ilmiah, jurnal, hasil penelitian maupun artikel-artikel ilmiah. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitiannya adalah peneliti sendiri sedangkan objek penelitiannya : Penguatan nilainilai pancasila, Nilai Kearifan Lokal dan rpfile Generasi Emas tahun 2045. Metode pengumpulan datanya lebih didominasi dokumentasi dengan tidak mengesampingkan metode observasi sikap perilaku dan perbuatan generasi muda baik di sekolah, rumah maupun lingkungan masyarakat dan wawancara dari para ahli. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik interatif dimana menurut Moleong dan Hubers (2010) teknik ini mencakup 4 langkah yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. 92 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Globalisasi bermakna ganda yaitu peluang dan tantangan, makna yang demikian harus disikapi secara arif dan bijaksana dan yang paling utama adalah mengedepankan control system yang bersumber dari nilai-nilai pancasila dan nilai kearifan lokal ( Rafik karsidi, 2016). Dengan kontrol sytem maka segala modernisasi yang canggih dan modern dapat kita seleksi atau filter melalui nilai-nilai pancasila dan nilai kearifan lokal. Generasi emas yang kita impikan pada tahun 2045 dengan profile, kemandirian, kreatif dan inovatif, kompeten harus dipikirkan mulai dari sekarang. Eksistensi Nilai-Nilai PancasilaSecara kualitas, adalah bersifat objektif dan bersifat subjektif. Artinya, esensi nilai-nilai pancasila adalah bersifat universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.Nilai-nilai pancasila yang objektif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai 2. Inti nilai-nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam adat, kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan kenegaraan 3. Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah secara hukum sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara.Sebagaimana terkandung dalam Tap MPRS no.XX/MPRS/1966. Nilai-nilai subjektif pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai pancasila itu melekat pada bangsa Indonesia itu sendiri, pengertian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kuasa materialis 2. Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa 3.Nilai-nilai pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian, yang manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber dari keperibadian bangsa. Dengan mendasarkan pada nilai objektif dan subjektif pancasila, maka pancasila sebagai ideologi dan dasar negara menjadi Sumber Nilai dalam hidup brmasyarakat, berbagsa dan bernegara, namun demikian nilai-nilai pancasila tidak mengatur totalitas kehidupan manusia. Pancasila sebagai sumber nilai, maksudnya pancasila merupakan acuan utama bagi pembentukan hukum nasional, kegiatan penyelenggaraan negara, partisipasi warga negara dan pergaulan antarwarga negarda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjiwai seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara, yakni a. Nilai Dasar,Nilai-nilai dasar tersebut meliputi isi pancasila, karena merupakan nilai dasar, nilai-nilai ini bersifat abstrak dan umum. Itu bisa terjadi karena nilai-nilai dasar itu bisa terus-menerus digali dan ditafsirkan ulang makna dan implikasinya b. Nilai Instrumental dan Nilai Praktis Nilai instrumenal merupakan penjabaran dari nilai dasar nilai ini terikat oleh perubahan waktu, keadaan atau tempatNilai praktis merupakan penjelasan nilai 93 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 instrumental dalam situasi konkrit pada tempat tertentu dan situasi tertentu.Sifatnya amat dinamis. Nilai proses ini terkandung dalam kenyataannya sehari-hari yaitu cara bagaimana kita melaksanakan pancasila dalam praktik hidup sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila dapat dijelaskan secara terinci sebagai berikut; Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejewantanan tujuan manusia sebagai makhkuk Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, hukum dan peraturan perundangundangannegara, kebebasan dan hak azasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan BeradabDalam sila ini terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkahlaku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani bangsa Indonesia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap manusia maupun terhadap lingkungannya.Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya dan bermoral agama.Sila Persatuan Indonesia Nilai yang terkandung dalam nilai ini adalah bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Negara merupakan suatu persekutuan yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Semua perbedaan itu dilukiskan dalam suatu semboyan yaitu “Bhineka Tunggal Ika”Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / PerwakilanNilai yanng tekandung dalam sila ini adalah bahwa negara sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung pokok negara.Negara adalah dari oleh rakyat. Oleh karena itu, rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, sehingga dalam nilai kerakyatan terkandung nilai demokrasi, yang terkandung dalam sila kedua adalah: a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggungjawab b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama d. Mengakui perbedaan individu, kelompo, ras, suku, agama e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu f. Mengarahkan suatu perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab g. Menjungjung tinggi azas musyawarah sebagai nilai kemanusiaan yang beradab h. Mewujudkan dan mendasarkan sesuatu keadilan dalam kehidupan sosial agar terciptanya tujuan bersamaKeadilan sosial Bagi Seluruh Rakyat IndonesiaNilai yang terkandung dalam sila ini adalah tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama, dan dalam sila ini terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakekat keadilan kemanusiaan konsekwensinya 94 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama, meliputi: a. Keadilan distributif artinya suatu hubungan antar negara terhadap warganya b. Keadilan legal, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap Negara c. Keadilan komutatif, artinya suatu hubungan keadilan antarawarga satu dengan lainnya secara timbal bailk. Nilai-nilai pancasila dalam sebagai pedoman dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan berengara seharusnya dapat mendukung eksistensi kearifan lokal. Hal ini karena kearifan lokalpun dapat juga menjadi sarana pengikat dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup. Pemikiran tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia. Penguasaan atas kearifan lokal akan mengusung jiwa mereka semakin berbudi luhur. Haryati Soebadio berpendapat bahwa kearifan lokal adalah suatu identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendir. Menurut Rahyono (2009:7) kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut. Definisi kearifan lokal paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: a. Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; b. Kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan Kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Kearifan lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan lokal Jawa tentu bagian dari budaya Jawa, yang memiliki pandangan hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup manusia, akan memancarkan ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal.Suardiman (Wagiran, 2010) mengungkapkan bahwa kearifan lokal identik dengan perilaku manusia berhubungaan dengan: (1) Tuhan, (2) tanda-tanda alam, (3) lingkungan hidup/ pertanian, (4) membangun rumah, (5) pendidikan, (6) upacara perkawinan dan kelahiran, (7) makanan, (8) siklus kehidupan manusia dan watak, (9) kesehatan, (10) bencana alam. Lingkup kearifan lokal dapat pula dibagi menjadi delapan, yaitu: (1) norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti „laku Jawa‟, pantangan dan kewajiban; (2) ritual dan tradisimasyarakat serta makna disebaliknya; (3) lagu-lagu rakyat, legenda, mitos dan ceriterarakyat yang biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang hanya dikenali oleh komunitas lokal; (4) informasi data dan pengetahuan yang 95 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 terhimpun pada diri sesepuh masyarakat, tetua adat, pemimpin spiritual; (5) manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat; (6) caracara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari; (7) alat-bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu; dan (8) kondisi sumberdaya alam/ lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam penghidupan masyarakat sehari-hari. Dalam lingkup budaya, dimensi fisik dari kearifan lokal meliputi aspek: (1) upacara adat, (2) cagar budaya, (3) pariwisataalam,(4) transportasi tradisional, (5) permainan tradisional, (6) prasarana budaya, (7) pakaian adat, (8) warisan budaya, (9) museum, (10) lembaga budaya, (11) kesenian, (12) desa budaya, (13) kesenian dan kerajinan, (14) cerita rakyat, (15) dolanan anak, dan (16) wayang. Sumber kearifanlokal yang lain dapat berupa lingkaran hidup orang Jawa yang meliputi: upacaratingkeban, upacara kelahiran, sunatan, perkawinan, dan kematian. Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif. Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh ruang. Kearifan tradisional dan kearifan kini berbeda dengan kearifan lokal. Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya denganlingkungan alam dan interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena dia dapat mencakup kearifan masa kini dan karena itu pula lebih luas maknanya daripada kearifan tradisional. Untuk membedakan kearifan lokal yang baru saja muncul dengan kearifan lokal yang sudah lama dikenal komunitas tersebut, dapat digunakan istilah: kearifan kini, kearifan baru, atau kearifan kontemporer. Kearifan tradisional dapat disebut kearifan dulu atau kearifan lama. Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana „membaca‟ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya 96 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.Kearifan lokal merupakan modal pembentukan karakter luhur. Karakterluhur adalah watak bangsa yang senantiasabertindak dengan penuh kesadaran,purba diri, dan pengendalian diri. Pijarankearifan lokal selalu berpusar pada upayamenanggalkan hawa nafsu, meminimalisirkeinginan, dan menyesuaikan dengan empanpapan. Kearifan lokal adalah suatu wacanakeagungan tata moral.Upaya pengembangan pendidikankearifan lokal tidak akan terselenggaradengan baik tanpa peran serta masyarakatsecara optimal. Keikutsertaan berbagai unsurdalam masyarakat dalam mengambilprakarsa dan menjadi penyelenggara programpendidikan merupakan kontribusi yang sangat berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi. Berbagai bentuk kearifan lokal yang merupakan daya dukung bagi penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.(1) Kearifan lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang kewajiban belajar, seperti kewajiban mengikuti kegiatan pembelajaran bagi warga masyarakat yang masih buta aksara. (2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antarsesama manusia, melalui aktivitas gotong royong Implementasi nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dimaksudkan agar dalam bersikap, berperilaku dan berbuat menyeimbangkan antara nilai-nilai pancasila dengan kearifan lokal. Dengan demikian terjadi harmonisasi dalam kehidupan bersama, sehingga tercipta adanya kenyamanan, kedamaian dalam hidup bersama. Tetapi realitasnya sekarang ini dengan desakan globalisasi terjadi pergeseranpergeseran dalam implementasi nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal sehingga banyak perilaku yang menyimpang, contohnya merokok, miras, narkoba, budaya kebarat-baratan, pergaulan bebas, terbentuknya gang-gang, komunitas anak pang, pakaian yang tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila dan kearifan lokal, dsb. Saat ini telah terjadi , lunturnya nilai – nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara akibat dari tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin bangsa . Pancasila hanya sebagai slogan di bibir para pemimpin , tetapi berbagai tindak dan perilaku tidak sesuai dengan nilai – nilai pancasila . Contoh banyaknya para pemimpin yang curang dalam pemilihan umum politik sehingga uang masyarakat di korupsi demi untuk kaya .Kurangnya komitmen dan tanggung jawab yang dilakukan oleh para pemimpin untuk melaksanakan nilai – nilai pancasila , munculnya kekuatanbaru yang tidak melihat pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia . Akibatnya kekacauan dalam tatanan kehidup berbangsa , di mana kelompok tertentu menganggap nilai – nilainya yang paling bagus . Lunturnya nilai – nilai pancasila pada masyarakat dapat berarti awal malapetaka bagi bangsa dan bernegara . Kejadian itu sudah bisa kita saksikan dengan mulainya kemerosotan moral , mental dan etika dalam bermasyarakat danberbangsa terutama pada generasi mudah . 97 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Timbulnya persepsi yang dangkal , wawasan yangsempit , perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa , anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang akhirnya cenderung mengundang tindak anarkis . Ada cara untuk memperbaiki nilai – nilai moral pancasila yang sudah luntur yaitu dengan cara “Menunjukkan Sikap Positif Terhadap Pancasila Pengertian sikap positif terhadap ideologi pancasila dalam kehidupan bernegara .yaitu perilaku yang bersikap baik , kita harus bersikap baik terhadap Ideologi Pancasila . Contoh sikap baik yang dapat di tunjukkan dengan perilaku : Menerima Pancasila sebagai dasar Negara dan ideology Negara, Berusaha mempelajari agar memahami makna Pancasila , nilai – nilai Pancasila dan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara .Mempertahankan Pancasila agar tetap lestari . Menolak segala bentuk idologi , paham , ajaran yang bertentangan dengan Pancasila . Menetapkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . Kesetian Terhadap Bangsa dan Negara Seorang warga negara Indonesia yang baik harus memiliki kesetiaan terhadap bangasa dan negara . Contoh orang warga yang memiliki kesetiaan terhadap bangsa dan negara : Kesetiaan terhadap ideologi negara Kesetiaan terhadap konstitusi negara Kesetiaan terhadap peraturan perundang – perundangan yang berlaku Kesetiaan terhadap kebijaksanaan pemerintah. Adanya berbagai fenomena lunturnya nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal saat ini, perlu dicarikan solusinya. Hal ini penting sebab tidaklah mungkin dengan kondisi seperti itu dapat mewujudkan generasi emas tahun 2045. Ide membangun generasi emas sering dibicarakan dalam berbagai peristiwa. Ada yang dalam rangka hari pendidikan nasional, ada yang dalam bentuk sambutan, seminar-seminar nasional di kota Metropolitan Jakarta dan di kalangan praktisi pendidikan. Tetapi itu hanya sebatas wacana-wacana dan harapan di dalam sebuah ruangan sumbang pikiran dan harapan. Membangun generasi emas adalah sebuah konsep penerapan untuk menyiapkan suatu generasi penerus bangsa Indonesia pada 100 tahun emas Indonesia merdeka 1945 – 2045. Sebenarnya harapan-harapan dan cita-cita dalam pidato, sambutan, seminar dan diskusi itu baik, namun yang disayangkan adalah konsep brilian membangun generasi emas Indonesia hanya untuk para peserta yang mengikuti dan mendengarkan saja? Dalam harapan dari kegiatan itu tentang membangun generasi emas Indonesia adalah sebuah karya nyata dan bukanlah sekedar membahas konsep dan pesan dalam untuk membangun generasi emas Indonesia. Kalaupun membangun generasi emas itu diimplementasikan, sejauhmana yang sudah diwujudnyatakankan. Kita pasti sangat setuju dengan konsep membangun generasi emas Indonesia,. Generasi emas yang hendak kita capai di tahun 2045 adalah generasi emas di seluruh wilayah indonesia. Karena itu pembangunan generasi emas harus dimulai sedini 98 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 mungkin. Pembangunan generasi emas harus diletakan dalam kerangka dasar nilainilai pancasila berbasis kearifan lokal. Kondisi generasi sekarang yang positif harus tetap dipertahankan dan dibeirikan penguatan dengan maksud agar benih-benih generasi emas saat ini tetap bertahan meskipun dalam pengaruh danterpaan, globalisasi yang dasyat. Penguatan terhadap benih-benih generasi emas yang berdasarkan nilai tetapi generasi emas Indonesia yang mana? Apakah hanya yang di Pulau Jawa saja? Bagaimana dengan membangun generasi emas di daerah-daerah lain? Hal ini belum tentu bisa dijawab di dalamnya setelah pidato Menteri Pendidikan, sambutan ketua Partai Golkar maupun dalam seminar dan diskusi dengan para peserta seminar. Sebab membangun generasi emas adalah sebuah konsep penerapan dan perlu realisasi. Untuk itu, sejauhmana konsep membangun generasi emas dimasukkan ke dalam kurikulum terbaru 2013 dan dalam terapan model pembelajaran pada pendidikan formal pada semua jenjang pendidikan, dari PAUD hingga Perguruan Tinggi maupun pada peningkatan melalui pendidikan non formal. Dengan mengemban amanah yang berat yakni mewujudkan generasi emas tahun 2045, maka harus dimulai dari sekarang upanya untuk membangunnya. Upaya membangun yang pertama dan utama adalah menguatkan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal pada jati diri generasi sekarang ini yang dapat dijadikan modal untuk mewujudkan generasi emas tahun 2045. Penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal pada generasi muda sat ini dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Penguatan nilai Ketuhanan berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan memberdayakan tiga pilar pendidikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang bersifat religius dengan menyeimbangkan kearifan lokal misalnya: sholat berjamaah, pengajian, TPA, atau kegiatan-kegiatan lainnya. 2. Penguatan nilai Kemanusiaan berbasis kearifan lokal dapat dilakukan pula dalam tiga pilar pendidikan dalam bentuk: kepeduliaan terhadap sesamanya, tolong menolong, tidak membeda-bedakan dalam berteman, tidak pilih kasih, memberi bantuan terhadap yang kena musibah, dan lain-lain. 3. Penguatan nilai persatuan berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dalam tiga pilar pendidikan dalam bentukbentuk sebagai berikut: menghormati dan menjungjung tinggi adanya perbedaan, hidup rukun, bersama-sama menghadapi hal-hal yang merusak jiwa persatuan dan kesatuan, pentas seni bermakna bhinneka tunggal Eka, kemah kebangsaan, dan sebagainya. 4. Penguatan nilai kerakyatan/demokrasi berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dalam tiga pilar pendidikan dalam bentuk: menyelesaiakn masalah dengan musyawarah mufakat, menghargai adanya perbedaan pendapat, tidak memaksakan kehendaknya dalam bermusyawarah, melaksanakan keputusan musyawarah dengan penuh tanggung jawab dan lain sebagainya. 5. Penguatan nilai keadilan berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dalam tiga pilar pendidikan dalam bentuk: selalu 99 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 bersikap adil, hukum berlaku secara umum tidak pandang bulu, pembangunan menjangkau seluruh wilayah indonesia dan sebagainya. Jika generasi muda telah dikuatkan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal sedini mungkin, maka hal ini menjadi modal untuk mencapai terwujudnya generasi emas tahun 2045 yaitu generasi yang mandiri, kreatif-inovatif, memiliki daya saing dan daya juang, generasi yang kompeten. D. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, dan belandaskan kondisi nyata di lapangan yaitu bahwa Pengembangan nilai-nilaiPancasila sekarang ini kian hari kian terkikis, hal ini dibuktikan dalam bentuk pengetahuan, sikap, maupun perilaku yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh bangsa ini.Tindakan-tindakan yang seharusnya tidak dilakukan justru dimunculkansehingga memicu terjadinya berbagai perselisihan, permusuhan maupun perpecahan. Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional memiliki makna yang sangat jelas bagi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara setidaknya perlu dipahami bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan dasar ataupun pondasi bagi bangsa ini dalam segala penyelenggaraan ketatanegaraan. Pancasila sebagai dasar pembentukan norma hukum dan norma etik bagi bangsa Indonesia ini. Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila itu sebagai cita-cita bangsa Indonesia dan alat pemersatu bagi bangsa ini. maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat dilakukan sedini mungkin melalui tiga pilar pendidikan dalam berbagai bentuk kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang dalam pelaksanaan tetap menjaga harmonisasi kearifan lokal yang berlaku di daerahnya masing-masing. Berhasilnya penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal saat ini menjadi modal dasar dalam mewujudkan generasi emas tahun 2045 dengan profile generasi yang generasi yang mandiri, kreatif-inovatif, memiliki daya saing dan daya juang, generasi yang kompeten. 100 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Daftar Pustaka Ansory, Nasruddin. 2008. Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya Jawa.Jakarta: Yayasan Obor. Andhini .(2011).Habibie: Pancasila Tenggelam dalam Pusaran Sejarah Masa Lalu. http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/01/53347/HabibiePancasila-Tenggelam-dalam-Pusaran-Sejarah-Masa-Lalu/1 Al-Hakim, Suparlan. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang: Madani. Borg, James. 2010. Mind Power; Change your Thinking, Change your Life. New York: Pearson. Badan penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum. Kementerian Pendidikan Nasional. 2012 Kompilasi Hasil Diskusi tentang Karakter. Medan: PPs Unimed. Colquit Jason A., Jeffry A.LePine, dan Michael J.Wesson. 2009. Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: the McGrawHill Companies. Davis, Keith. 1990. Human Behavior at Work; Organizational Behavior. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing. Dipoyudo, Kirdi. 1985. Keadilan Sosial: Seri Penghayatan dan Pengamalan Pancasila I. Jakarta: Rajawali Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books, Inc., Publishers. Giddens, Anthony. 2005. Konsekuensi-konsekuensi Modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligence, Why it can Matter more than IQ, NY: Bantam Books. Hariyono. Ideologi Pancasila. Roh Progresif Nasionalisme Indonesia. (Malang: Intrans Publishing. 2014). hal 161 Ismaun. 1978. Sila-Sila Pancasila. Malang: Labolatorium IKIP Malang Imam S. Ernawi. (2010). Harmonisasi kearipan lokal dalam regulasi penataan ruang. www.penataanruang.net/taru/.../SinkronisasiKearifanLokal_300410.p Kementrian komunikasi dan informatika RI (2011) . Pancasila, Negara Kesejahteraan , dan Ketahanan masyarakat . Jakarta : Direktorat jenderal informasi dan komunikasi public 101 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Kaelan.2008.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma. Krissantono. 1976. Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila. Jakarta: Centre for Strategis and International Studies Mardjono. 2004. Dengan Budaya Jawa MenggarapDunia Bagi Terwujudnya Indonesia yang Besar dan Jaya. Makalah disampaikan dalam Dialog Kebudayaan Nasional Kerjasama Pusat Studi Budaya dan Puslit PKLH di Lembaga Penelitian UNY tanggal 8 desember 2004. Marwito, Tirun. 2004. Kebudayaan Yogya dan Perspektifnya. Makalah disampaikan dalam Dialog Kebudayaan Nasional\ Kerjasama Pusat Studi Budaya dan Puslit PKLH di Lembaga Penelitian UNY tanggal 8 Desember 2004. Margono. 2012. Pendidikan Pancasila Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan. Malang: Universitas Negeri Malang. Panitia Penyelenggara FIP–UNP. 2005. “Laporan Kegiatan Seminar Internasional Pendiddikan dan Pertemuan FIPJIP se-Indonesia Tahun 2005. Dalam Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 1, Februari 2013 Rangka Dies Natalis UNP ke-51”. Mendidik Memang Tidak Memerlukan Ilmu Pendidikan. Padang: UNP. Peale, Norman Vincent. 1996. Berpikir Positif. Terjemahan FX Budiyanto. Jakarta: Bina Aksara. Prayitno & Belferik Manullang. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Grasindo. Rini, D. (2011). Ideologi Pancasila Jurus Jitu Hadapi Tantangan Global. politik.kompasiana.comterbit pada tanggal 16 Mei 2011. Diunduh pada tanggal 30 April 2012. Sari Wahjuni. (2010) Pemulihan lingkungan dengan kearipan lokal. Pangasuhbumi .com/.../pemulihan-lingkungan-dengan-kearifan-lokal... Suwito, Yuwono Sri. 2008. Pendidikan BerbasisBudaya Yogyakarta. Makalah, Disampaikan dalam Sarasehan Budaya Selasa Wagen di Bangsal Kepatihan, 15 Juli 2008. Sapriya. 2011. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suhartono, Agus Laksamana TNI. 2011. Peran Kuliah Kerja Nyata (K2n) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Pulau Terdepan Dan Daerah Perbatasan. Disampaikan Pada AcaraPengenalan Sistem Akademik Universitas (Psau) dan Orientasi 102 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Kehidupan Kampus (OKK) Untuk Mahasiswa Baru Universitas Indonesia Tahun Akademik 2011/2012. Jakarta, 12 Agustus 2011 Smith, Anthony D. 2003. Nasionalisme: Teori, Ideologi, dan Sejarah. Terjemahan Frans Kowa. Jakarta: Erlangga. Smith, Anthony D. Nasionalisme: Teori, Ideologi, dan Sejarah. Terjemahan Frans Kowa. (Jakarta: Erlangga.2003) hal 163-164 Suparlan Al-Hakim, Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. (Malang: Madani. 2014). hal 13 Soedarsono, Soemarno. 2009. Karakter Mengantar Bangsa, dari Gelap Menuju Terang. Jakarta: Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia. Syafe‟I Imam. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Deepublish Tim MGMP Kewarganegaraan (2013) . Memahami dampak globalisasi dalam kihudapan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara . Sidoarjo : Drs Supratman , MM . Tim MGMP Kewarganegaraan (2012) . Perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai Pancasila Sidoarjo : Dra.Hj.Umu Maria U.,M.Pd Treier, S. &Hillygus, S.,(2005). The Structure and Meaning of Political ideology. [Versi Elektronik]. Terbit: 29 September 2005, diunduh pada tanggal 30 Maret 2012 Tamburaka,Rustam.1995.Pendidikan Pancasila.Jakarta:PT Dunia Pustaka Jaya. Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia, Etnistas dan Identitas Bangsa Indonesia. Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tirtosudarmo, Riwanto.2002. Tentang Perbatasan dan Studi Perbatasan: Sebuah Pengantar. Antropologi Indonesia, XXVI, NO. 67, Januari-April 2002. Tirtosudarmo, Riwanto.2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya: Beberapa Catatan dari Perspektif Demografis dalam KumpulanNasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia: Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI Press. Tilaar, H.A.R. Mengindonesia, Etnistas dan Identitas Bangsa Indonesia. Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta.2007). hal 32 Wagiran, dkk. 2010. ”Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah Provinsi DIY dalam Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY menuju Tahun 2025 (Tahun Kedua)”. Penelitian. Yogyakarta: Biro Administrasi Pembangunan. 103 Seminar Nasional : Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9 Wiraatmadja, Rochiati. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan Global. (Bandung: Historia Utama Press. 2002) hal 157 Wreksosuhardjo, Sunarjo. 2000. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Andi Yogyakarta 104