Seminar Nasional - Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

advertisement
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PROSIDING
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta
Kearifan Lokal”
Surakarta, 31 Mei 2016
Gedung Seminar Pasca Sarjana UMS
Penerbit K-Media
Yogyakarta, 2015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PROSIDING
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang
Berpedoman
Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
Desain Cover : Eko Joko P
Tata Letak Isi : Eko Joko P
Copyright © 2016 by Penerbit K-Media
All right reserved
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002.
Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun
tanpa izin tertulis dari penerbit K-Media.
Penerbit K-Media
Perum Pondok Indah Banguntapan, Blok B-15
Potorono, Banguntapan, Bantul. 55196. Yogyakarta
e-mail: [email protected]
Di Cetak dan diperbanyak oleh : PUSTAKA ABADI SEJAHTERA SUKOHARJO
Tim Penyusun Prosiding SIMNAS PPKn FKIP UMS
Prosiding Seminar Nasional PPKn FKIP UMS
Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2016
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
ii
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya
Prosiding Seminar Nasional PPKn FKIP UMS Tahun 2016 dapat diterbitkan. Seminar
dengan
tema
“Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda Yang
Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal” telah dilaksanakan pada
tanggal 31 Mei 2016 di Gedung Seminar Pasca Sarjana UMS dengan penyelenggara
Prodi PPKn FKIP kerjasama Ikatan Alumni PPKn FKIP UMS.
Seminar ini diselenggarakan sebagai media sosialisasi hasil penelitian di bidang
kewarganegaran dan pengembangan karakter bangsa. Seminar Nasional PPKn ini
dijadikan sebagai media tukar menukar informasi dan pengalaman, ajang diskusi
ilmiah, peningkatan kemitraan di antara peneliti dengan praktisi, mempertajam visi
pembuat kebijakan dan pengambil
keputusan,
serta
peningkatan
kesadaran
kolektif terhadap pentingnya pengembangan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai
pancasila dan kearifan lokal.
Prosiding
ini
memuat
karya
tulis
dari
berbagai
hasil
penelitian maupun
gagasan mengenai pengelolaan maupun bentuk penanaman karakter khususnya bagi
generasi muda yang diuraikan oleh penulis yang berasal dari kalangan dosen, guru
maupun pemerhati lainnya.
Semoga penerbitan prosiding ini dapat digunakan sebagai data sekunder
dalam
pengembangan penelitian di masa akan datang, serta dijadikan bahan acuan
dalam pengelolaan maupun bentuk penanaman
karakter khususnya bagi generasi
muda. Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terima
kasih.
Surakarta, Juni 2016
Ketua Program Studi PPKn FKIP UMS
Dr. Ahmad Muhibbin, M.Si
iii
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv
Pendidikan Karakter Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013
(Telaah Buku Teks: Tematik Kelas I Karya Endang Yulia K, Dkk)
Ahmad Fathoni, Anatri Desstya............................................................................................... 1
Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Pada Remaja Melalui Kegiatan Sinoman
(Studi Kasus di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa
Tengah)
Sundari, Sri Gunarsi dan Agus Prasetyo .............................................................................. 12
Peranan Integritas Sosial Kelompok Remaja Sebagai Upaya Pembentukan
Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture)
Efi Miftah Faridli ...................................................................................................................... 26
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
yang Berpedoman pada Nilai – Nilai Pancasila serta Kearifan Lokal
Efi Rusdiyani ............................................................................................................................. 34
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Karakter
Elly Hasan Sadeli ...................................................................................................................... 46
Permainan Tradisional Sebagai Wahana Pembentukan Karakter Generasi Muda
Mohammad Nur Huda............................................................................................................ 58
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Dalam Bingkai Etika Pancasila
Elviandri .................................................................................................................................... 68
Kearifan Lokal Jawa Sebagai Pembentuk Karakter Generasi Muda
Novia Wahyu Wardhani ......................................................................................................... 83
Penguatan Nilai Pancasila Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Modal Dasar Wujudkan
Generasi Emas Tahun 2045
Suyahman ............................................................................................................................................. 89
iv
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PELAKSANAAN KURIKULUM 2013
(TELAAH BUKU TEKS: TEMATIK KELAS I KARYA ENDANG YULIA K, DKK)
Ahmad Fathoni, Anatri Desstya
Email: [email protected]
Anatri. [email protected].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter
bagi siswa SD kelas I yang terdapat di dalam buku tematik 1 tema 3 karya Endang
Yulia Kurniasih, dkk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library
research (penelitian kepustakaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: isi buku teks
menyediakan berbagai aktivitas pembelajaran dengan menenamkan pendidikan
karakter pada nilai komunikatif, peduli sosial, dan peduli lingkungan pada subtema 1,
2, 3, dan 4. Nilai demokrasi terdapat pada subtema 2, 3, dan 4.
Kata kunci: pendidikan karakter, buku teks, kurikulum 2013.
PENDAHULUAN
Suyanto (2009), mendefinisikan bahwa karakter merupakan sebuah jalan untuk
berfikir dan berperilaku yang mencerminkan karakteristik dari setiap individu untuk
hidup dan bekerja sama dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan
karakter merupakan usaha untuk mempengaruhi karakter siswa (Lickona). Pusat
Kurikulum Balitbang Kemdiknas (2009), menyatakan terdapat 18 nilai-nilai karakter
yang termuat di dalam pendidikan karakter, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, ramah/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan
sejak dini dalam pendidikan non formal, yaitu keluarga. Melalui contoh keteladanan
yang baik dari orang tua, anak-anak akan mulai terbiasa untuk bertingkah laku seperti
mereka.
Selain pada pendidikan non-formal, penanaman karakter dipengaruhi oleh
lingkungan formal, yaitu pada lembaga pendidikan. Kurikulum 2013 yang berlaku saat
ini, dikembangkan berdasarkan filosofis, bahwa pendidikan untuk membangun
kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari masa lalu dengan
berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial,
kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik. Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk mengembangkan potensi
peserta didik dengan kemampuan berpikir reflektif agar bisa menyelesaikan masalah
sosial di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis
yang lebih baik. Hal ini juga tidak lepas dari peranan guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas, serta peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas berupa
buku teks pelajaran untuk mewujudkan tujuan tersebut.
5
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Di sekolah, buku teks diperuntukkan bagi siswa agar dapat digunakan sebagai
panduan aktifitas pembelajaran untuk memudahkan dalam menguasai kompetensi
tertentu, panduan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran,
serta memfasilitasi siswa agar mendapat pengalaman belajar yang bermakna.
Pembelajaran SD di kelas 1 merupakan pondasi bagi pembelajaran di kelas-kelas
berikutnya, serta pondasi untuk meletakkan pada jenjang pendidikan menengah.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 di SD /MI kelas 1 dilakukan melalui pembelajaran
dengan pendekatan tematik-terpadu, yaitu pendekatan yang mengintegrasikan
berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran (PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, SBdP, dan PJOK) ke dalam beberapa tema.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Sugiyanto (2013), pendidikan karakter
ditekankan pada proses belajar, bukan pada hasil belajar yang berupa angka.
Penekanan pada proses belajar merupakan kegiatan pembiasaan sehari-hari, yang
dimaksudkan agar terjadi perubahan sikap dan kepribadian siswa. Hal ini sejalan
dengan apa yang dimaksudkan pada pemberlakuan kurikulum 2013, yang membekali
peserta didik dengan kemampuan intelektual yang berkarakter untuk bisa
mengahadapi tantangan global.
Uraian di atas merupakan latar belakang perlunya melakukan kajian terhadap
salah satu buku teks pelajaran tematik 1 kelas 1 SD/ MI tema 3: Kegiatanku Sehari-hari,
untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pada aspek nilai karakter:
komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial, dan demokrasi, yaitu pada jenjang yang
merupakan pondasi yang paling dasar untuk meletakkan nilai karakter melalui
pembiasaan pada kegiatan sehari-hari.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kajian kepustakaan (library research). Dengan
teknik pengumpulan data melalui kegiatan menelaah dan mengkaji buku kepustakaan
yang berhubungan dengan pendidikan karakter. Sumber data primer adalah adalah
buku teks tematik 1 kelas 1 SD/MI. Sumber data sekunder meliputi jurnal, serta artikel
berdasarkan khasanah kepustakaan yang valid. Penarikan kesimpulan dilakukan
dengan menganalisis isi buku teks tentang implementasi pendidikan karakter,
kemudian diidentifikasikan ke dalam muatan pelajaran yang sesuai dengan standar isi
dalam pendidikan di SD. Buku yang ditelaah adalah buku teks pelajaran tematik 1 tema
3: Kegiatanku Sehari-hari, kelas 1 SD/ MI, karya Endang Yulia Kurniasih, dkk.
6
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Sebaran Nilai Karakter dalam Buku Teks
Nilai Karakter
Komunikatif
Subtema 1
√
Subtema
Subtema 2 Subtema 3
√
√
Subtema 4
√
Muatan
pelajaran
Bahasa
Indonesia,
SBdP
Peduli lingkungan
√
√
√
√
PPKn
Peduli sosial
√
√
√
√
PJOK, PPKn
Demokrasi
-
√
√
√
PJOK
Subtema 1
Dalam subtema 1 tidak terdapat nilai karakter demokrasi. Nilai karakter
komunikatif terdapat pada kegiatan untuk menceritakan kegiatan siswa di pagi hari
kemudian membandingkan dengan kegiatan tokoh yang terdapat di dalam cerita;
menceritakan kegiatan melani (tokoh yang terdapat dalam cerita) secara urut;
menceritakan pengalaman bermain peran di depan kelas; dan menjawab pertanyaan
tentang perjalanan menuju ke sekolah.
Nilai karakter peduli lingkungan terdapat pada pesan wacana yaitu kegiatan menyapu
lantai dan menyirami tanaman.
Nilai karakter peduli sosial terdapat pada kegiatan memberi makan kucing dan ayam.
Subtema 2
Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan mandiri untuk menuliskan
tata tertib yang ada di rumah masing-masing; mendiskusikan tentang perilaku teman
dan gambar-gambar dengan tema “ sikap ketika masuk rumah”; memebrikan respon
terhadap suatu kasus; menyimpulkan isi dari suatu syair lagu; menceritakan gambar
seri.
Nilai karakter peduli lingkungan terdapat aktivitas untuk memilih salah satu
kegiatan siang hari di sekolah kemudian menggambarnya dengan indah dan rapi. Nilai
peduli sosial terdapat pada tugas kelompok, yaitu untuk memberikan tanggapan
bagaimana tindakan kita jika ada perbuatan teman yang melanggar peraturan ketika
kegiatan upacara bendera.
Nilai karakter demokrasi terlihat pada cerita yang dibacakan oleh guru, yaitu anakanak boleh bermain di luar kelas, pergi ke perpustakaan, ke kantin, dan membeli
makanan.
7
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Subtema 3
Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan unjuk kerja, yaitu tampil
untuk menceritakan kembali isi dongeng yang dibacakan oleh guru.
Nilai karakter peduli lingkungan yang ditunjukkan pada kegiatan menaati
aturan (merupakan muatan pembelajaran PPKn). Bahwa sebagai siswa harus mentaati
aturan untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, belajar untuk bersikap tertib
di rumah dengan tidak membuang sampah sembarangan dan selalu menjaga
kebersihan dan kerapian rumah. Kegiatan yang mencerminkan nilai peduli lingkungan
adalah menyiram bunga setiap sore hari dan menggambar tanaman bunga di halaman
sekolah.
Nilai karakter peduli sosial terdapat pada kegiatan untuk selalu meminta ijin
kepada orang tua ketika akan pergi bermain; mengucapkan salam ketika sampai di
rumah teman; melakukan kegiatan secara berpasangan dan berkelompok, kegiatan
untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah
Nilai karakter demokrasi terdapat pada isi/ muatan cerita dongeng yang
dibawakan oleh guru, yaitu kesempatan dari seorang teman untuk bermain layanglayang secara bergantian; kegiatan secara berkelompok untuk bercakap-cakap dengan
teman tentang kegiatan pada sore hari; kegiatan mendiskusikan isi syair lagu; dan
menanggapi tentang suatu gambar.
Subtema 4
Nilai karakter komunikatif terdapat pada kegiatan untuk berpendapat tentang
sifat dari tokoh burung hantu dan belelang, dan siapakah yang disukai di antara
keduanya; serta mendiskusikan tentang lagu daerah yang sering dinyanyikan; waktu
bulan untuk berbentuk sabit dan lingkaran; pengaruh bergadang smapia larut malam;
dan menjawab pertanyaan tentang kebiasaan yang dilakukan Rasti (tokoh dalam
wacana).
Nilai karakter peduli lingkungan terdapat pada aktivitas untuk melihat binatang
pada gambar, kemudian mendiskusikannya.
Nilai karakter peduli sosial terdapat pada kolom wawasan, yang menyarankan
jika belajar hendaknya dilakukan setiap hari, dan tanpa disuruh.
Nilai karakter demokrasi terdapat pada muatan pembelajaran PJOK. Anak lakilaki dan perempuan dapat bermain bersama menggunakan lompat tali. Mereka tidak
saling mengganggu meskipun berbeda agama dan suku.
Komunikatif merupakan proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan
nonverbal. Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respon
pada penerima melalui penyampaian pesan dalam bentuk tanda/ simbol, baik dalam
bentuk kata-kata (verbal) dan non kata-kata (non verbal), tanpa memastikan terlebih
dahulu bahwa kedua pihak memiliki sistem simbol yang sama. Nilai karakter
komunikatif terdapat dalam setiap subtema. Buku ini disajikan sarat dengan aktivitas
8
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
pembelajaran yang bisa mengajak siswa untuk mulai berkomunikasi dengan baik sejak
dini.
Nilai karakter peduli lingkungan adalah suatu sikap yang ditunjukkan dengan
tingkat kualitas kesadaran atau kesadaran manusia terhadap lingkungan. Pada
dasarnya, peduli lingkungan merupakan perilaku manusia yang memiliki dari
lingkungan tersebut dan selalu berupaya mengubah sikap dan hidupnya sehingga
tercapai kondisi lingkungan yang lebih baik (Idam Ragil, 2013). Sikap peduli
lingkungan yang dimiliki manusia merupakan hasil dari proses belajar, yang dapat
meningkatkan kepedulian manusia akan kelestarian daya dukung dari alam
lingkungannya (Resosudarmo, 1993). Keraf (2002), masalah lingkungan hidup
merupakan masalah moral, persoalan perilaku manusia. Banyak kasus lingkungan
hidup yang terjadi bersumber pada manusia. Seperti kerusakan dan pencemaran yang
terjadi di laut, air, hutan, tanah, dan yang lainnya merupakan dampak dari perilaku
manusia yang tidak bertanggungjawab dan tidak peduli terhadap lingkungan. Dalam
buku ini, penanaman karakter peduli lingkungan terdapat dalam subtema 1, 2, 3 dan 4,
yang tedapat pada muatan pembelajaran bahasa Indonesia, SBdP, PPKN, dan PJOK.
Hal ini bertujuan agar siswa SD/ MI mempunyai kepedulian sejak dini terhadap alam
sekitarnya, sehingga kondisi lingkungannya tetap asri dan indah.
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor eksternal, yang berkaitan
dengan arus globalisasi dan beberapa isu yang terkait dengan masalah lingkungan
hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya,
dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Dengan penanaman nilai
komunikatif, peserta didik akan mampu menghadapi pesatnya perkembangan
teknologi dan informasi, sehingga menjadi suatu bangsa yang akan tanggap terhadap
arus globalisasi.
Peduli sosial merupakan sikap yang menunjukkan bahwa kita peduli terhadap
teman, sahabat, kawan, atau relasi dari dua sistem. Peduli sosial merupakan jati diri
bangsa Indonesia yang sekarang ini dinilai mengalami penurunan. Rendahnya sikap
peduli sosial bangsa juga akan berimbas pada berbagai sendi kehidupan. Beberapa
indikator peduli sosial antara lain: adanya rasa penganbdian, saling menolong,
kekeluargaa, setia, peduli, demokrasi, kerja sama, disiplin, toleransi, dan empati. Dalam
lingkungan sekolah, penanaman nilai peduli sosial menjadi sesuatu yang mendasar.
Sekolah yang merupakan satu bentuk sistem sosial yang di dalamnya terdiri dari
komponen-komponen masyarakat sekolah dengan berbagai latar, seperti kondisi
ekonomi, kondisi keluarga, kebiasaan–kebiasaan, agama, keinginan, cita-cita, dan minta
yang berbeda-beda. Dengan adanya perbedaan pada kondisi-kondisi tersebut, secara
otomatis akan mengalami benturan-benturan kepentingan yang mengarah pada
konflik-konflik kepentingan. Yuni Maya Sari (2014) dalam hasil penelitiannya
mengatakan, peran dan upaya sekolah dalam menenamkan nilai peduli sosial siswa
sangat besar. Dibuktikan dengan adanya kegiatan pembelajaran di kelas dan kegiatan
9
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
pembiasaan di kelas, pembiasaan sikap untuk menghargai dan memberikan perlakuan
yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras,
jenis kelamin, dan status ekonomi. Hal ini sejalan pada apa yang dimaksudkan dalam
isi buku teks pada setiap subtema dengan encantumkan berbagai aktivitas kepada
siswa agar nilai karakter peduli sosial sudah dimiliki sejak usia SD kelas 1.
Abraham Licoln, berpendapat bahwa demokrasi merupakan pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Dimensi utama demokrasi adalah adanya kompetisi
yang bebas dan partisipasi. Ahsin (2006), mendefinisikan bahwa demokrasi warga yang
menghirup udara kebebasan dan bersifat egalitarian, sebuah masyarakat di mana
individu begitu dihargai dan diakui oleh suatu masyarakat dengan tidak memandang
pada perbedaan keturunan, kekayaan, atau bahkan kekuasaan tertinggi. Dalam buku
teks ini, penanaman nilai karakter demokrasi terdapat dalam subtema 2,3, dan 4 yang
tersebata ke dalam muatan pembelajaran Bahasa Indonesia, SBdP, PPKn dan PJOK.
Buku ini menyajikan aktivitas pembelajaran yang menyiapkan siswa agar mampu
membentuk kehidupan masyarakat yang demokratis dengan lebih baik.
Dalam muatan pembelajaran IPA dan IPS tidak ditemukan adanya penenaman
karakter. Karena di kelas I SD/MI, materi IPA dan IPS tersirat dan terintegrasi pada
muatan pembelajaran dalam Bahasan Indonesia, SBdP, PPKn, dan PJOK.
SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini adalah:
1. Buku teks memuat berbagai aktivitas pembelajaran dengan menenamkan
pendidikan karakter pada nilai komunikatif, peduli sosial, dan peduli
lingkungan pada subtema 1, 2, 3, dan 4. Nilai demokrasi terdapat pada subtema
2, 3, dan 4.
2. Nilai komunikatif terdapat pada muatan pembelajaran Bahasa Indonesia dan
Seni Budaya dan Prakarya (SBdP), nilai peduli lingkungan terdapat pada
muatan pembelajaran PPkN, nilai peduli sosial terdapat pada muatan
pembelajaran PJOK dan PPkN, serta nilai demokrasi terdapat pada muatan
pembelajaran PJOK.
3. Nilai pendidikan karakter tidak terdapat pada muatan pembelajaran IPA dan
IPS.
10
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
DAFTAR PUSTAKA
Ahsin Sakho Muhammad. 2006. Ensiklopedia Al-quran. Jakarta: Batara offset.
Endang Yulia Kurniasih, dkk. 2014. Tematik 1 tema 3: Kegiatanku Sehari-hari.
Surakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Idam Ragil Widyanto. 2013. Games Method of Environment. Dalam Prosidimh Seminar
Nasional Pendidikan “ Pemetaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan
Menyongsong Pemberlakuan Kurikulum 2013. UNS. ISBN 978-602-7561-35-9. Hal
76-79.
Keraf Soni. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas.
Nani Puspita Sari. 2015. Gaya Komunikasi Calon Kepala Desa dalam Pemilihan Kepala
Desa Tahun 2013 (Penelitian pada Pemilihan Kepala Desa di Desa Nglumpung
Kecamatan Mlarak kabupaten Ponorogo). Prosiding Semnasdik 2015. ISSN. 24769096. FKIP Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Permendikbud No 67 Tahun 2013 tentang Kerangkan Dasar dan Struktur Kurikulum
SD/MI.
Resosudarmo Soedjiran, dkk. 1993. Pengantar Ekologi. Bandung: PT remaja
Rosdakarya.
Sugiyanto. 2013. Pengembangan Model pendidikan Karakter Terintegrasi dalam
Pembelajaran IPS Terpadu di SMP. FKIP Pendidikan geografi. UNS. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan UNS 2013. ISBN 978-602-7561-35-9. Hal 142.
Yuni Maya Sari. 2014. Pembinaan Toleransi dan Peduli Sosial Dalam Upaya
Memantapkan Watak Kewarganegaraan (Civic Dispositon) Siswa. JPIS Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial. Vol 23 No 1 Edisi Juni 2014. Hal 15-26.
11
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB PADA REMAJA
MELALUI KEGIATAN SINOMAN
(Studi Kasus di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa
Tengah)
Sundari, SH., M.Hum, Sri Gunarsi, SH., MH dan Agus Prasetyo, S.Pd., M.Pd
Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Karakter tanggungjawab adalah perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan. Karakter tanggung jawab perlu
dibentuk kepada setiap individu, tidak terkecuali remaja. Remaja di Desa
Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali mendapatkan pembentukan
karakter tanggung jawab, melalui kegiatan sinoman. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan
sinoman, di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga Maret 2016. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Pengumpulan data
dalam pebenelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi, serta dokumentasi.
Validitas data dilakukan dengan triangulasi teknik, sumber, dan peneliti. Analisis data
menggunakan model interaktif. Tahapan analisis interaktif antara lain pengumpulan
data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan tiga hal. Pembentukan karakter tanggung
jawab pada remaja melalui kegiatan sinoman, dilakukan dengan cara sebagai berikut.
Pertama remaja diarahkan agar melakukan tugas menyinom dengan sebaik-baiknya
termasuk mengeliminir kemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat. Kedua
remaja dibimbing agar siap mental dalam menerima resiko ketika melaksanakan tugas
menyinom. Ketiga remaja diberi penjelasan agar memberikan laporan ketika tugas
menyinom telah diselesaikan dilakukan.
Kata kunci: pembentukan, karakter, tanggung jawab, sinoman, remaja
12
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
LATAR BELAKANG
Karakter merupakan bawaan seseorang dalam bertingkah laku sehari-hari.
Terdapat 18 nilai karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional. Nilai karakter tersebut adalah jujur, religius, toleransi, disiplin,
kreatif, kerja keras, mandiri, rasa ingin tahu, demokratis, semangat kebangsaan,
menghargai prestasi, cinta tanah air, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, cinta
damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Jenis karakter yang
diimplementasikan tentunya akan berbeda antara satu kondisi dengan yang lain. Hal
tersebut tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing.
Pembentukan karakter penting dilakukan bagi individu, tidak terkecuali remaja.
Pelaksanaan karakter dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah
dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah (Daryanto dan Suryatri,
2013:47-48). Menurut Daryanto dan Suryatri (2013:3), pembentukan karakter tidak
dapat dilepaskan dari life skill. Life skill sangat berkaitan dengan kemahiran,
mempraktekkan/berlatih kemampuan, fasilitas, dan kebijaksanaan. Pentingnya
penanaman karakter sangat penting dilakukan bagi remaja. Realitanya para remaja,
sebagian besar tidak mendapat perhatian yang cukup dari kedua orang tua di dalam
keluarga.
Banyak contoh negatif yang dilakukan para remaja, terkait melemahkan
penanaman karakter. Menurut informasi dari Tribunnews (2014), belasan pelajar
sempat digiring karena bermain game online saat jam sekolah di jalan Pantai Labu Desa
Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Deliserdang. Pelajar yang keasyikan bermain game
online sebagian menjadi malas akan kegiatan sekolah, sehingga menyebabkan prestasi
belajar jadi menurun. Pelajar lebih tertarik untuk berfikir mengenai susahnya
memecahkan persoalan yang ada di dalam game online, dari pada memikirkan pelajaran
sekolah. Persoalan remaja ini erat kaitannya dengan karakter, yang kurang maksimal
ditanamkan.
Karakter memiliki berbagai makna. Menurut Hidayatullah (2010:14), karakter
adalah “kualitas atau kekuatan mental, moral, akhlak atau budi pekerti individu yang
merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang
membedakan dengan individu lain”. Menurut Samani dan Hariyanto (2011:43),
karakter dapat diartikan sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang.
Karakter juga terbentuk karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan
serta yang membedakannya dengan orang lain, sehingga terwujud dalam sikap dan
perilakunya sehari-hari. Menurut Maksudin (2013:3), karakter yaitu:
Ciri khas setiap individu berkenaan dengan jati dirinya (daya qalbu), yang
merupakan saripati kualitas batiniah/rohaniah, cara berfikir, cara berperilaku
(sikap dan perbuatan lahiriah) hidup seseorang dan bekerja sama baik dalam
keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara.
13
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan karakter merupakan sikap
ataupun tingkah laku yang dilakukan individu secara berulang-ulang, sehingga terlihat
beda terhadap orang lain. Karakter memiliki macam-macam bentuk. Macam-macam
karakter menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
sebagaimana dikutip oleh Syarif (2012:xi-xiii), yaitu:
1. Religius yaitu sikap dan perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianut dan hidup rukun antar sesama pemeluk agama lain.
2. Jujur yaitu perilaku didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya.
3. Toleransi yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat orang lain yang berbeda dengan diri sendiri.
4. Disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh kepada
peraturan.
5. Kerja keras yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh.
6. Kreatif yaitu berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara baru.
7. Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas.
8. Demokratis yaitu cara berfikir, bersikap, bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban diri serta orang lain.
9. Rasa ingin tahu yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam serta meluas dari suatu ilmu.
10. Semangat kebangsaan yaitu cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri serta
kelompok.
11. Cinta tanah air yaitu cara berfikir, bersikap dan perbuatan yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, serta bangsa.
12. Menghargai prestasi yaitu sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat atau Komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan senang
berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta damai yaitu sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain
senang serta aman atas kehadirannya.
15. Gemar membaca yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi diri.
16. Peduli lingkungan yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam sekitar.
17. Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan untuk selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
14
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
18. Tanggung jawab yaitu sikap dan tindakan dalam melakukan sesuatu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Pembentukan karakter dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Wibowo
(2013:11), pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
lingkungan dan bawaan. Menurut Sarnani yang dikutip Maksudin (2013:7),
pembentukan karakter seseorang juga dipengaruhi oleh orang tua, lingkungan
masyarakat, dan guru sebagai pendidik. Di sisi lain pengembangan dan pembentukan
karakter seseorang dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, pola asuh dan hubungan
dengan pendidik, serta komunikasi dan kearifan budaya lokal (linawati dalam
Arismantoro, 2008:103-105).
Salah satu karakter yang penting untuk dibentuk pada remaja adalah tanggung
jawab. Menurut Hidayatullah (2010:79), “tanggung jawab merupakan kemampuan
untuk mengambil keputusan yang rasional”. Menurut Hamalik (1999:44), manusia
dapat disebut sebagai manusia yang bertanggung jawab apabila mampu melihat
pilihan dan membuat keputusan atas dasar nilai serta norma-norma tertentu baik yang
bersumber dari dalam dirinya maupun yang bersumber dari lingkungan. Menurut
Wibowo (2012:73), karakter tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang yang
mau serta mampu melaksanakan tugas ataupun kewajibannya. Remaja yang memiliki
karakter tanggung jawab, maka akan meraih hasil yang maksimal dalam aktivitas
sehari-hari. Karakter tanggung jawab dapat diwujudkan dalam berbagai macam
bentuk.
Karakter tanggung jawab memiliki berbagai bentuk. Menurut Widagdho
(2012:147), macam-macam bentuk karakter tanggung jawab antara lain:
1. Tanggung jawab kepada keluarga. Masyarakat kecil adalah keluarga. Tiap anggota
keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya.
2. Tanggung jawab kepada masyarakat. Manusia merupakan anggota masyarakat.
Manusia dalam berpikir, bertingkah laku, berbicara, dan sebagainya terikat oleh
masyarakat. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatan harus
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
3. Tanggung jawab kepada bangsa/negara. Manusia juga merupakan warga negara
suatu bangsa. Manusia dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku terikat
oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara.
4. Tanggung jawab kepada Tuhan. Manusia tidak ada dengan sendirinya, tetapi
merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Manusia sebagai ciptaan Tuhan dapat
mengembangkan diri sendiri dengan pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya,
dan alam sekitar.
Karakter tanggung jawab juga memiliki fungsi positif bagi setiap individu.
Menurut Gie (2004:38), fungsi karakter tanggung jawab antara lain:
1. Pendorong dalam melaksanakan pendidikan. Rasa tanggung jawab akan mendorong
seseorang dalam mengikuti proses pendidikan.
15
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
2. Untuk mengatasi hambatan-hambatan. Tanpa rasa tanggung jawab yang besar,
pekerjaan mudah berhenti karena rintangan-rintangan. Pada hakikatnya segala
aktivitas tidak lepas dari hal-hal yang dapat merintangi, baik diri sendiri maupun
dari yang lainnya.
3. Memberikan kekuatan untuk mengendalikan diri. Rasa tanggung jawab yang tinggi
dapat memberikan kekuatan untuk menahan diri, menguasai hawa nafsu,
mengorbankan kepentingan diri sendiri demi kepentingan umum.
Pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja, salah satunya bisa dilakukan
pada kegiatan sinoman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinoman adalah
sekelompok pemuda yang membantu orang yang sedang mempunyai hajat sebagai
pelayan tamu, terutama di pedesaan (http://kbbi.web.id/sinoman). Anak muda yang
menjadi juru laden di pedesaan saat acara hajatan, sebagai salah satu bentuk kerukunan
atau gotong-royong. Aktivitas sinoman mengandung suatu potret budaya yang amat
luhur serta terpuji. Peran remaja sebagai sinoman dapat memberikan dampak positif,
yakni melatih rasa tanggung jawab di lingkungan masyarakat.
Perubahan sosial dan budaya merupakan bagian dari modernisasi yang tidak
jarang berdampak pada beberapa masalah sosial bagi remaja. Indonesia sebagai bangsa
yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal, seharusnya tetap mempertahankan nilainilai budaya bangsa. Nilai budaya tersebut seperti gotong-royong dalam kegiatan
sinoman yang dilakukan para remaja. Realitasnya sinoman yang bersumber dari nilai
kerarifan lokal budaya Jawa, keberadaannya lambat laun ditinggalkan oleh berbagai
pihak. Remaja di desa enggan menjadi juru laden untuk melayani para tamu ketika ada
hajatan seperti pernikahan, khitanan, halal bihalal, dan lain sebagainya. Hal ini terbukti
dengan banyak pihak yang menggunakan jasa catering dalam acara, sehingga peran
sinoman tergantikan oleh para pramusaji.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan keterangan di atas, dianggap menarik untuk melakukan sebuah
kajian terkait karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan sinoman di Desa
Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Kegiatan sinoman
yang masih tumbuh di Desa Karanggeneng, rupanya bisa dimanfaatkan sebagai salah
satu sarana untuk menanamkan karakter tanggung jawab pada remaja. Pertanyaannya
bagaimanakah pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja melalui kegiatan
sinoman di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan strategi studi kasus
tunggal. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, mulai November 2015 hingga
Maret 2016. Subjek penelitian ini adalah remaja, ketua karang taruna, serta tokoh
masyarakat di Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa
16
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Tengah. Objek penelitian ini adalah penanaman karakter tanggung jawab melalui
kegiatan sinoman. Sumber data dalam penelitian ini berupa informan, peristiwa, serta
dokumen (arsip).
Metode pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Untuk mengetahui validitas data penelitian ini
menggunakan triangulasi teknik, sumber, dan peneliti. Informasi yang didapat dari
proses pengumpulan data, lantas dianalisis dengan model interaktif. Tahap yang
dilakukan dalam model interaktif berupa pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
Letak geografis wilayah Desa Karanggeneng Kecamatan Boyolali Kabupaten
Boyolali cukup setrategis karena merupakan Desa Sentra Industri dengan unggulan
Genting dan Batu Bata. Topografi wilayah Desa Karanggeneng dibagi menjadi 3 (tiga)
Dusun yang dikepalai oleh Kepala Dusun (KADUS), terdiri dari 14 RW serta 61 RT
dengan ketinggian wilayah dari permukaan laut 430 m dpl. Iklim di wilayah
Desa Karanggeneng termasuk iklim tropis dengan rata-rata curah hujan 150 s/d 200
mm/th.
Gambar 1. Peta Desa Karanggeneng
Sumber: Arsip Desa Karanggeneng 2016.
17
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
Provinsi
Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Alamat Kantor Desa
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Tabel 1.
Profil Desa Karanggegeng
Jawa Tengah
Boyolali
Boyolali
Karanggeneng
Jalan Sandanglawe nomor 38 Sariasih RT 04 RW 01
Karanggeneng Boyolali
Suparji
Nama Kepala Desa
Keterangan Umum Desa
Luas Desa
293.17
Ha/M2
Batas Wilayah
Utara
Mudal dan Kiringan
Selatan
Siswodipuran
Barat
Banaran
Timur
Kragilan Kecamatan Mojosongo
Kondisi Geografis
Ketinggian Tanah
360
Mdpl
Curah Hujan
Rendah
Topografi Wilayah
Lereng/Puncak
Jarak dari Desa ke
Jarak
Waktu Tempuh
Kantor Kecamatan
1.5
Km
5 menit
Kantor Kabupaten/Kota
3
Km
10 menit
Ibukota Provinsi
67
Km
2 jam
Ibukota Negara
500
10 jam
Sumber: Arsip Desa Karanggegeng 2016
Gambar 2. Aktivitas Industri Genting di Desa Karanggeneng
Sumber: Arsip Desa Karanggeneng 2010
18
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Tabel 2.
Kondisi Penduduk
Penduduk Laki – laki
4779
Orang
Penduduk Perempuan
4903
Orang
Kepala Keluarga
2820
Keluarga
Sumber Penghasilan Utama Penduduk
Industri Rumah Tangga
Desa
Sumber: Arsip Desa Karanggeneng 2016
Penanaman Karakter Tanggung Tawab pada Remaja melalui Kegiatan Sinoman di
Desa Karanggegeng Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah
Karang taruna merupakan organisasi sosial sebagai wadah pengembangan
generasi muda. Karang taruna tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran serta
tanggung jawab sosial generasi muda di wilayah desa Karanggeneng Boyolali. Karang
taruna juga sebagai ajang bagi generasi muda untuk bisa memanfaatkan potensipotensi yang ada secara optimal. Karang taruna yang mempunyai banyak program
kerja membuat anggotanya turut serta dalam pelaksanaan. Kegiatan karang taruna
tidak bisa sepenuhnya berhasil, tanpa adanya kerjasama antar pengurus dan
anggotanya. Karang taruna di Desa Karanggeneng Boyolali cukup banyak jumlahnya.
Menurut Bapak Ajib Ahmadi, S.Pd selaku Ketua RT 04/06 dan pembina salah satu
karangtaruna, mengatakan:
Karangtaruna di RT04/RW06 sudah lama berdiri. Sudah hampir 20 tahun lebih.
Anggotanya pelajar sampai pemuda. Terutama yang belum menikah, yang
sudah menikah ya ada apabila belum punya wakil di karangtaruna.
Layaknya organisasi kepemudaan lainnya, karang taruna di Desa Karanggeneng
juga melakukan pertemuan setiap sebulan sekali. Hal ini digunakan untuk
menghidupkan karang taruna dan lebih mendekatkan antar sesama anggota. Fungsi
adanya karang taruna adalah untuk membantu warga yang sedang memiliki hajatan
seperti mantu (menikah), khitanan, ataupun lelayu (meninggal dunia). Hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Wardoyo, selaku ketua RW 06 Desa
Karanggeneng. Bapak Wardoyo mengatakan:
Pertemuannya setiap sebulan sekali, disetiap malam minggu pahing. Kalau saya
lihat, selalu ramai pertemuannya. Banyak anggota yang selalu menyempatkan
diri untuk datang ke pertemuan. Lihat anak-anak muda berkumpul gitu ya
gayeng koq Mas.
Hal senada diungkapkan oleh Ditya Pandu Ahmadi, S.Pd selaku ketua karang
taruna di Dusun Sukoharo RT 04/06 Karanggeneng. Ditya mengatakan:
Pertemuan selalu ada. Jarang sekali kita meniadakan pertemuan itu. Kan
digunakan sebagai pengikat silaturahmi. Jadi biar gak cuma kalau ada hajatan
19
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
warga saja kita ngumpulnya. Tapi tiap akhir bulan, bertempat secara bergiliran
di rumah anggota kita selalu mengadakan pertemuan rutin.
Kegiatan sinoman yang dilakukan oleh muda mudi di Desa Karanggeneng
dinilai sebagai pembentuk karakter tanggungjawab. Hal ini dapat dicontohkan ketika
muda mudi yang sedang melakukan sinoman bertanggungjawab atas hidangan bagi
para tamu dalam suatu pesta. Muda-mudi selain bertanggungjawab mengantar
hidangan bagi para tamu, juga bertanggungjawab mengambil kembali piring-piring
kotor bekas hidangan tersebut. Hasil observasi peneliti membuktikan bahwa tanggung
jawab anggota karang taruna memang cukup besar.
Pada saat acara hajatan misalnya, semua tamu harus terlayani dengan baik
sehingga tidak boleh ada tumpukan piring kotor. Mulai dari awal acara hingga akhir
hajatan, anggota karang taruna selalu bekerja hilir mudik melaksanakan tugasnya. Hal
ini dikarenakan tidak semua tamu datang tepat waktu, tidak sedikit tamu-tamu yang
datang terlambat sehingga anggota sinoman harus memberikan hidangan susulan. Hal
ini juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bapak Sukiman, selaku
sekertaris RT 04/06 Desa Karanggeneng. Bapak Sukiman mengatakan:
Ya harus tanggungjawab Mas. Tugasnya karang taruna di tempat orang hajatan
itu ya itu. Yang laki-laki bertanggungjawab memberi hidangan dan
membereskan bekas hidangan para tamu, perempuan bertugas menyajikan. Tapi
kalau memang tamunya terlalu banyak, pihak tuan rumah biasanya juga ikut
membantu.
a. Melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinankemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat. Remaja anggota karang taruna
harus melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinankemungkinan yang akan membuat tugasnya terhambat. Anggota karang taruna terdiri
dari muda-mudi. Kegiatan karang taruna antara lain seperti rapat rutin, menjadi juru
laden (sinoman), kerja bakti, menghadiri pengajian, serta piknik. Menjadi juru laden
(sinoman)
merupakan salah satu kegiatan di masyarakat yang menuntut
tanggungjawab dari anggota karang taruna. Ketika ada warga yang mengadakan
hajatan, anggota karang taruna harus siap membantu segala keperluan yang
dibutuhkan oleh warga tersebut terkait dengan pelayanan tamu-tamu tuan rumah. Hal
ini sesuai dengan keterangan yang dikemukakan Eko Prasetyo, selaku anggota ketua
karang taruna di Dusun Tegalsari Karanggeneng. Eko Prasetyo mengatakan:
Fungsi karang taruna membantu warga yang punya hajatan. Contohnya
nikahan, khitanan, dan lelayu. kalau bukan yang muda-muda. Tidak mungkin
yang tua-tua disuruh angkat-angkat meja kursi, nganter makanan untuktamu.
Tugas semua anggota sudah dikoordinasikan dan diinformasikan oleh Ketua
Karang Taruna. Seminggu sebelumnya biasanya diadakan acara kumbokarnan, yaitu
acara membagi tugas-tugas yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak baik pihak
20
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
tuan rumah maupun karang taruna. Menurut Eko Prasetyo ketika acara kumbokarnan,
tanggung jawab anggota karang taruna sudah mulai diberikan.
Pas acara kumbokarnan, semua sudah diatur. Jadi pas hari H nya tidak ada yang
kebingungan, tidak ada yang masih bertanya atau leha-leha sementara temannya
yang lain kerja. Antara laki-laki dan perempuan sudah tahu tugasnya sendirisendiri.
Ketua karang taruna memberi pengarahan terlebih dahulu sebelum anggota
karang taruna melakukan tugasnya. Meskipun sebelumnya telah dibagi tugas, tetap
saja ketua karang taruna mengingatkan anggota akan tugas masing-masing. Hal ini
dimaksudkan agar masing-masing anggota karang taruna yang bertugas menyadari
tanggungjawab yang dipegang. Hasil observasi yang dilakukan peneliti, terlihat bahwa
pengarahan yang dilakukan oleh ketua karang taruna bertujuan untuk menghindari
anggota yang tidak melakukan tugasnya dengan baik. Ketua karang taruna berusaha
mengingatkan kepada anggota agar bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya
masing-masing. Diharapkan setelah mengetahui tugasnya masing-masing, anggota
karang taruna akan mempunyai komitmen dalam melakukan tugas secara bertanggung
jawab. Tanggung jawab karang taruna juga diimplementasikan dalam berbagai acara
seperti pengajian di masjid.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi didapat informasi
bahwa anggota karang taruna melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan
mengeliminir kemungkinan-kemungkinan yang bakal membuat tugasnya terhambat.
Melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dan mengeliminir kemungkinankemungkinan yang bakal membuat tugasnya terhambat dapat diwujudkan dalam halhal sebagai berikut.
1) Bertanggung jawab dalam merancang tugas sinoman. Anggota karang taruna
bermusyawarah untuk membuat jadwal mengenai pembagian tugas sebagai sinoman.
2) Bertanggung jawab mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan sinoman. Anggota karang
taruna mempersiapkan segala kebutuhan peralatan yang akan dipakai dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai sinoman.
3) Bertanggung jawab untuk datang tepat waktu. Anggota karang taruna berusaha datang
tepat waktu setiap melaksanakan tugas sebagai sinoman.
4) Bertanggung jawab melaksanakan kegiatan yang direncanakan. Anggota karang taruna
harus melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
5) Bertanggung jawab mengawasi para anggota sinoman. Anggota karang taruna harus
saling mengawasi. Bagi anggota yang tidak melaksanakan tanggung jawab secara
maksimal, maka ketua memiliki hak untuk memberikan sanksi.
6) Mengembalikan segala hal yang telah dipinjam sinoman. Anggota karang taruna memiliki
tanggung jawab untuk mengembalikan segala hal yang telah digunakan dalam acara
tertentu. Segala hal yang dimaksud bisa berupa peralatan dan uang.
21
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
b. Siap mental dalam menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang
dilakukan. Anggota karang taruna harus siap mental dalam menerima kemungkinan
resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan. Anggota karang taruna ada pula yang
tidak patuh dengan tugas yang telah diberikan kepadanya. Terkadang ditemui salah
satu anggota karang taruna yang seolah-olah melakukan tugasnya, tapi sebenarnya
tidak melakukan tugasnya dengan baik. Anggota karang taruna ketika menjadi
sinoman, terkadang ada yang tidak melakukan tugasnya secara maksimal. Ketua
karang taruna dalam hal ini harus jeli melihat anggotanya yang tidak melakukan tugas
dengan baik. Langkah itu bertujuan untuk menghindari kecemburuan dari anggota
yang lain.
Teguran diberikan bagi anggota karang taruna yang tidak maksimal dalam
melaksanakan tugas. Teguran tersebut dimaksudkan agar anggota karang taruna
merasa perkewuh (malu) dengan yang lain, karena tidak melakukan tugasnya dengan
baik. Anggota yang melakukan kesalahan tentunya harus berani menanggung resiko
atas tindakannya. Anggota yang lain juga terkadang memberikan sindiran kepada
sinoman yang tidak bertanggung jawab, karena dianggap tidak mau bekerja.
Pemberlakuan hukuman bagi yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik,
terkadang diterapkan secara lebih tegas. Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan
wawancara didapat informasi bahwa anggota karang taruna harus siap mental dalam
menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan. Implementasi
dari siap mental dalam menerima kemungkinan resiko dari pelaksanaan tugas yang
dilakukan antara lain:
1) Siap mental ketika mendapatkan sanksi berupa teguran. Anggota karang taruna yang
tidak melaksanakan tanggung jawab sebagai sinoman dengan baik, harus siap
menerima sanksi. Sanksi umumnya berupa teguran,baik dari ketua karang taruna
atau pun sesepuh desa.
2) Siap mental untuk meminta maaf jika tidak melaksanakan tanggung jawab. Anggota karang
taruna yang tidak melaksanakan tanggung jawab dengan baik, harus meminta maaf
kepada anggota lain. Hal itu dilakukan ketika rapat karang taruna.
3) Siap mental untuk mencari alternatif penyelesaian masalah. Ketua dan anggota karang
taruna harus siap untuk mencari alternatif penyelesaian masalah, ketika rencana
gagal terlaksana. Dengan demikian kondisi siap mental harus selalu terjaga ketika
melaksanakan kegiatan karang taruna.
c. Memberikan penjelasan kepada pihak tertentu tentang pelaksanaan tugas yang telah
diselesaikan. Anggota karang taruna harus memberikan penjelasan kepada pihak
tertentu apabila tugasnya telah dilaksanakan. Ketua karang taruna biasanya sebagai
wakil untuk melakukan hal ini, walau pun terkadang ditemani oleh beberapa orang
anggota. Ketua karang taruna yang ditemani beberapa anggota biasanya melaporkan
bahwa tugas sudah diselesaikan dan termasuk peralatan sewa yang digunakan.
Anggota karang taruna bertanggung jawab atas kebersihan dan segala peralatan yang
22
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
dipakai selama acara berlangsung. Mengumpulkan kursi-kursi dan menatanya
menjadi satu, agar mudah untuk dikembalikan.
Anggota karang taruna juga mewujudkan rasa tanggung jawab dengan
mengumpulkan peralatan. Alat-alat sewa yang kurang atau hilang, maka
tanggungjawab karang taruna yang harus mencarinya hingga dapat. Terkecuali piring
atau gelas yang pecah, merupakan tanggungjawab tuan rumah untuk menggantinya.
Meskipun karang taruna merupakan penanggungjawab atas segala kegiatan yang
berjalan di acara hajatan terutama dalam urusan hidangan makanan, tetapi tuan rumah
juga tidak bisa begitu saja mengabaikan keperluan karang taruna. Tuan rumah juga
memperlakukan anggota karang taruna sebagaimana tamu lainnya. Diantaranya
dengan memberikan hidangan sama dengan hidangan yang disajikan kepada para
tamu.
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa anggota karang taruna juga
mendapatkan hak makanan yang sama. Begitu pula pada acara yang lain seperti ketika
karang taruna melaksanakan pengajian akbar di masjid. Apabila tugas telah selesai
dilakukan, ketua karang taruna ditemani beberapa anggota akan memberikan laporan
kepada ketua RT. Laporan berisi bahwa tugas yang harus menjadi tanggung jawab
anggota karang taruan sudah selesai. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi didapat keterangan bahwa memberikan penjelasan kepada pihak tertentu
apabila tugasnya telah selesai dilakukan. Bentuk implementasi anggota karang taruna
yang memberikan penjelasan kepada pihak tertentu apabila tugasnya telah
dilaksanakan, antara lain:
1) Anggota bertanggung jawab memberikan laporan kepada ketua. Anggota karang taruna
harus memberikan informasi kepada ketua, apabila tugas yang dilaksanakan selesai.
Anggota juga memberikan laporan apabila ada kendala yang terjadi.
2) Ketua karang taruna bertanggung jawab memberikan laporan kepada pihak tertentu. Ketua
karang taruna bertanggung jawab memberikan laporan kepada pihak tertentu,
apabila terdapat kendala atau tugas telah selesai dilakukan. Pihak tertentu yang
dimaksud bisa sesepuh desa atau tuan rumah.
3) Ketua dan anggota karang taruna bertanggung jawab mendiskusikan persoalan yang muncul
dari hasil laporan. Ketua dan anggota karang taruna harus melakukan evaluasi dari
hasil laporan, agar menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan dikemudian hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Pembentukan karakter tanggung jawab pada remaja di Desa Karanggeneng
Boyolali, salah satunya dengan kegiatan sinoman. Pembentukan karakter tanggung
pada remaja melalui kegiatan sinoman, antara lain dilakukan dengan: 1) melakukan
tugas dengan sebaik-baiknya serta mengeliminir kemungkinan-kemungkinan yang
akan membuat tugasnya terhambat, 2) siap mental dalam menerima kemungkinan
23
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
resiko dari pelaksanaan tugas yang dilakukan, dan 3) memberikan penjelasan kepada
pihak tertentu tentang pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan. Pembentukan
karakter tanggung jawab melalui kegiatan sinoman perlu dikembangkan. Sinoman
sebagai salah satu nilai kearifan lokal, dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam
pembentukan karakter. Saran yang dapat diajukan antara lain:
1. Karang taruna harus mampu menunjukkan peran dan fungsinya secara optimal di
tengah-tengah masyarakat, sehingga dapat menjadi wadah perkembangan generasi
muda.
2. Karang Taruna harus mampu menjadi wahana pembentukan karakter tanggung
jawab kepada generasi muda, melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan yang
salah satunya adalah sinoman.
3. Aparat desa harus memberikan dukungan terhadap sebagai aktivitas karang taruna,
khususnya yang memiliki potensi untuk pembentukan karakter tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Azzel, Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia; Revitalisasi
Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa. Yogyakarta
: Ar-Ruzz Media.
Baharuddin. 2010. Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap Fenomena. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
Hamidi. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press.
Kemendiknas. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025.
Jakarta : Kemendiknas.
Kusuma, Dharma.dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kusdaryanti. 2013. “Tugas dan Tanggungjawab Kepala Madrasah dalam Meningkatkan
Kinerja Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Rajabasa Kabupaten Lampung
Selatan”. Thesis. Lampung: Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Listyarti, Retno. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif. Jakarta:
Esensi.
Mahambero. 2012. Bentuk-bentuk Tanggung Jawab dan Pengabdian. (http://
yesitsmemahambero.blogspot.com/2012/06/tugas-ibd-7-tentang-bentukbentuk.html), diakses 20 Mei 2016, jam 18.35 WIB.
24
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta:
LaksBang Pressindo.
Nawawi, Hadari dan M. Martini Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahardjo, Sapto. 2004. Panduan Investasi Reksadana. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
25
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PERANAN INTEGRITAS SOSIAL KELOMPOK REMAJA SEBAGAI UPAYA
PEMBENTUKAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE)
Efi Miftah Faridli 1
1Program
Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Jl.Raya Dukuh Waluh, Po Box 202 Purwokerto 53182
Telp. (0281) 636751
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa dunia pendidikan dan pengetahuan sedang
dihadapkan kedalam revolusi yang berdimensi ganda, yaitu sisi yang memberi
kemajuan dalam segala aspek kehidupan dan sisi yang memberi ruang dan peluang
terjadinya aspek ‟ dehumanisasi moral‟. Tujuan penelitian ini adalah untuk membahas :
Bagaimanakah integritasi sosial remaja dalam kelompoknya, faktor-faktor apa saja yang
bisa memperkuat integritasi sosial remaja dalam kelompoknya dan integritasi sosial
kelompok remaja yang bagaimana yang dapat membentuk Civic Culture. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat komunitas remaja di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto yang memiliki integritas sosial dalam membentuk
budaya kewarganegaraan berupa komunitas mahasiswa daerah, integritas sosial remaja
sangat berperan dalam pembentukan budaya kewarganegaraan.
Kata Kunci : Integritas Sosial, Budaya Kewarganegaraan, kelompok remaja.
PENDAHULUAN
Era globalisasi yang sedang terjadi mengakibatkan perubahan yang sangat cepat.
Perubahan yang cepat sekarang ini terutama disebabkan oleh pengaruh kemajuan
teknologi. Teknologi dapat dianggap sebagai katalis perubahan, yang membuat
perubahan menjadi revolusioner, sangat cepat dan intensif. Seiring dengan semakin
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan Seni (IPTEKS), berbagai
persoalanpun muncul dengan segala kompleksitasnya. Dalam dunia pendidikan dan
pengetahuan, revolusi itu sedang terjadi dan berdimensi ganda. Yaitu disatu sisi
memberi kemajuan dalam segala aspek kehidupan. Di lain sisi memberi ruang dan
peluang terjadinya aspek ‟ dehumanisasi moral‟.
26
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Karena IPTEKS dengan sarana utamanya media cetak eletronik merupakan alat
pendobrak ’tradition culture and life style’.Aspek pembaharuan pembelajaran, berupa
pemanfaatan teknologi dan informasi sudah berkembang demikian canggih untuk
menunjang perubahan strategi dan teknik pembelajaran. Sehingga terlahir reformasi
pembelajaran ( scholl reform ) dan reformasi pendidikan ( education reform ). Semuanya
dapat dilakukan dengan landasan political will dari suatu negara untuk membangun
kemajuan di bidang pendidikan, yang kesemuanya berorientasi kepada sistem
pendidikan masa depan (future of educational system) serta bertumpu pada upaya
membangkitkan gairah belajar secara menyenangkan ( joyfull learning ).Anak atau
remaja adalah warga negara hipotetik, yaitu warga negara yang „belum jadi‟ karena
masih harus dididik menjadi warga negara dewasa yang sadar akan hak dan
kewajibannya. Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan generasi mudanya
dipersiapkan untuk menjadi warga negara yang baik dan dapat berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat dan negaranya.Guna pencapaian semua itu diperlukan upaya
yang terintegrasi dan sinergi antar berbagai elemen yang menujang pendidikan, agar
pembelajaran yang holistik bisa melahirkan seorang warganegara yang mumpuni
dengan multi dimensi baik kepribadian, sosial, spasial ataupun temporal dengan
konsep pengembangan potensi individu. Individu yang ’think globally, action locally’.
Sehingga berpeluang melahirkan warganegara yang responsif terhadap pengembangan
bangsa dan negaranya dalam globalisasi dunia.
Masa remaja selalu dikatakan sebagai masa yang sulit. Dalam kelompok inilah
keberadaan tatanan norma dengan perangkat nilai – moral luhur goyah, tergeser dan
tergusur. Rem normatif yang menjadi direktiva diri dan kehidupan ‟blong‟ dan
terciptalah proses erosi dan dehumanisasi, di mana martabat diri dan kodrat dirinya ‟
dijual dan dikorbankan‟ untuk kenikmatan, kesenangan dan kemudahan serta nilai
tambah duniawi semata. Adopsi tren global yang melahirkan pemanfaatan teknologi
dan informasi dengan serba cepat dan mudah, melahirkan pemujaan bahwa untuk
penyelesaian masalah dapat secara instant telah menjadi gaya hidup sebagian besar
remaja Indonesia saat ini. Muncullah generasi dan kehidupan masyarakat yang serba
rasional, sekuler, materialistik, individualis – utilities dan kontras dengan sejumlah
nilai-moral-norma luhur yang berlaku /ada/ baku. ( Winataputra dalam Budimansyah
& Syam , 2006 :13 ).
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif kualitatif . Adapun
istilah kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar ilmiah, dengan
menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang/peneliti yang tertarik secara
alamiah ( David Williams yang dikutip oleh Moleong : 2007 : 5).
27
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Metode deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang menekankan
kepada usaha untuk memperoleh informasi mengenai status atau gejala pada saat
penelitian, memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena dan lebih jauh
menerangkan hubungan seta menarik makna dalam penelitian deskriftif kualitatif,
fenomenologilah yang dijadikan landasan teoritis utama. Sedangkan yang lainnya
diajdikan sebagai tambahan untuk melatarbelakangi teoritis penelitian kualitatif. Dalam
pelaksanaannya, metode-metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai interpretasi
tentang arti data itu, akan tetapi meliputi analisa terhadap interpretasi tentang arti data
itu, karena itulah maka dapat terjadi sebuah penyelidikan deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil dan pembahasan penelitian ini. Untuk
mendeskripsikan hasil penelitian terlebih dahulu akan digambarkan berdasarkan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. : Bagaimanakah integritas sosial remaja dalam kelompoknya ?
Remaja di Universitas Muhammadiyah Purwokerto memiliki Integritas sosial yang
baik, berdasarkan hasil wawancara, integarasi yang dijalin oleh mereka berdasarkan
kepada kesamaan nasib, kesamaan kondisi dan kesamaan cita-cita, mereka memahami
tugas masing-masing, adapun tugas-tugas remaja berdasarkan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Mencapai kemerdekaan emosionil dari orang tua dan orang dewasa
lainnya, yang berarti bahwa bebas dari ketergantungan dari orang tua dan orang
dewasa, serta mengembangkan kasih sayang pada orang tua dan orang dewasa.
b. Menerima jaminan dan kemerdekaan ekonomi, yaitu agar para pemuda
Merasa cakap untuk membuat suatu kehidupan mereka di masa yang akan
datang, biasanya remaja pria namun seiring perkembangan zaman remaja putri
juga sudah banyak bersikap mandiri demi kehidupannya.
c. Memilih dan mempersiapkan untuk suatu pekerjaan, hal ini Merupakan masa
persiapan para remaja kira-kira di usia 18 tahun, dimana pada usia ini mereka
sudah memiliki ketangkasan dan kekuatan untuk memperoleh pekerjaan.
Persiapan dan perencanaan dalam mendapatkan pekerjaan bagi remaja adalah
sesuatu yang sangatpenting.
d. Mempersiapkan untuk kehidupan perkawinan dan keluarga,
Bertujuan untuk mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan keluarganya
dan bagi anak perempuan adalah untuk memilikipengetahuan-pengetahuan
yang cukuptentang membangun, mengurus dan membina rumah tangga.
28
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
e. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang Perlu
sebagai warga Negara.
Tujuannya adalah untuk mengetahui dan mengembangkan konsep-konsep
hukum, politik, pemerintahan, geografi, bakat manusia dan lembaga-lembaga
sosial. Dalam masyarakat modern keterampilan berbahasa sangatlah penting,
para remaja mempunyai perbedaan individu dalam perkembangan mental
menunjukkan prinsip-prinsip dalam :
Memperoleh bahasa dan pengertian-pengertian
Memperoleh konsep-konsep
Minat dan motivasi
2. Faktor-faktor apasaja yang bisa memperkuat integritas sosial remaja dalam
kelompoknya?
Berdasarkan hasil penelitian yang bisa memperkuat integritas sosial remaja di
dalam kelompoknya adalah :
a. Motivasional.Adanya pengarahan untuk melakukan sesuatu ; memberi
pengarahan, dorongan, kepercayaan dan keyakinan kepada mereka.
b. Dereksional. Adanya kesadaran atas kemampuan dan memberikan arah gerak.
c. Konsultasional. Menampung dan membantu memecahkan masalah yang timbul
dalam suatu proses pendidikan konsultasi.
d. Instruksional. Memberikan tugas dan kewajiban untuk berkembangnya
tanggungjawab.
e. Stimulasional. Memberikan rangsangan untuk berkembangnya kreativitas.
f. Simulasional. Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri.
Sesuai dengan perkembangan jiwa atas dasar kepentingan, maka semua bentuk
kegiatan harus dapat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anggota untuk
melaksanakan dari, oleh dan untuk anggota dengan bimbingan pemimpin”. Tegasnya
bahwa Anggota diberi kesempatan merencanakan, melaksanakan dan menilai kegiatan
yang diinginkan dengan pengarahan, bimbingan dan pengawasan pemimpin yang
bertanggung jawab atas berlangsungnya proses yang timbal balik. Seorang pemimpin
memiliki tugas memotivasi anggotanya.Dalam setiap keterlibatannya dipersyaratkan :
a.
b.
c.
d.
Adanya saling percaya.
Adanya saling mengerti.
Adanya kesediaan saling bekerjasama.
Adanya kesediaan saling menghormati.
Manusia adalah makhluk sosial (Hommo HominiSocious :Aristoteles), ada juga
tokoh yang mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia yang lain
(Hommo Homini Lupus : Thomas Hobbes). Dalam suatu organisasi bahwa untuk
terbentuknya kelompok yang baik menurut Teori Membership and Pressure Group ada 4
hal Membangun Integritas Sosial yaitu :
29
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
a. Solidaritas, dikatakan oleh beliau bahwa setiap orang yang berada dalam suatu
kumpulan, organisasi, atau komunitas harus memiliki sifat dan sikap solidaritas
yang diawali dari saling mengenal.
b. Komitmen Moral, setiap orang yang berada dalam organisasi tersebut memiliki
tujuan yang sama tanpa pamrih, komitmen untuk memajukan organisasi tanpa
memikirkan imbalan. Seperti sebuah istilah “INTEGRITAS MENGAKIBATKAN
ORANG PERCAYA”.
c. Konsensus, Setiap orang harusmemilikikesepakatan bersama untuk memajukan
organisasi, yakin bahwa apa yang dilakukan pasti bermanfaat di masa yang akan
datang (SIAPA MENANAM KEBAIKAN MAKA AKAN MENUAI KEBAIKAN
PULA) begitu juga sebaliknya.
d. Konflik, dalam arti ketidak sesuaian antara kenyataan (Dassein) dan harapan
(Dassollen) diperlukan dalam sebuah organisasi agar saling mengenal, bukan
justru karena ia akan mengakibatkan perpecahan.
3. Integritas sosial kelompok remaja yang bagaimana yang dapat membentukCivic
Culture ?
a. Orientasi politik mengikuti rumusan Parsons dan Shills, yaitu :
1) Orientasi kognitif : pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik,
peranan dan segala kewajibannya, serta input dan outputnya.
2) Orientasi Afektif : perasaan terhadap sistem politik; peranannya, para aktor
dan penampilannya.
3) Orientasi Evaluatif : keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik
yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan
informasi dan perasaan. (1990 : 16-17).
b. Masyarakat majemuk dengan sifatdasar sebagai berikut :
1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok dan sering memiliki
sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain
2) Memiliki struktur sosial yang terbagike dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer
3) Kurang mengembangkan consensus diantara para anggotanya terhadap nilainilai yang bersifat dasar
4) Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik dintara kelompok yang
satu dengan kelompok yang lain
5) Secararelatifintegrasi sosialtumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi serta;
6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang
lain.
30
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat digambarkan beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Integritas sosial remaja dalam kelompoknya di Universitas Muhammadiyah
Purwokerto berupa komunitas-komunitas mahasiswa berdasarkan daerah asal,
mereka mengintegrasikan diri dan memiliki visi sebagai berikut :
a. Mencapai kemerdekaan emosionil dari orang tua dan orang dewasa
lainnya,
b. Menerima jaminan dan kemerdekaan ekonomi
c. Memilihdan mempersiapkan untuk suatu pekerjaan
d. Mempersiapkan untuk kehidupan perkawinan dan keluarga,
e. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
Perlu sebagai warga Negara
2. Faktor-faktor yang bisa memperkuat integritas sosial remaja dalam kelompoknya
a. Motivasional.Adanya pengarahan untuk melakukan sesuatu ; memberi
pengarahan, dorongan, kepercayaan dan keyakinan kepada mereka.
b. Dereksional.Adanya kesadaran atas kemampuan dan memberikan arah gerak.
c. Konsultasional.Menampung dan membantu memecahkan masalah yang timbul
dalam suatu proses pendidikan konsultasi.
d. Instruksional.Memberikan tugas dan kewajiban untuk berkembangnya tanggung
jawab.
e. Stimulasional.Memberikan rangsangan untuk berkembangnya kreativitas.
f. Simulasional. Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri.
3. Integritas sosial kelompokremaja yang dapat membentukCivic Cultureini
merupakan pengakuan atas potensi manusia yang memiliki rasa, karsa, dan karya
secara sadar dan saling menghormati diantara pribadi masyarakat dan antar
masyarakat. Dalam konteks ini budaya masyarakat yang diharapkan ada dalam
pribadi individu adalah mahasiswa yang tidak hanya berdiri dan berbicara saja,
maupun mahasiswa yang hanya diam terpaku, melainkan mahasiswa yang secara
sadar siap terlibat dengan keberadaannya di masyarakat.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, Dekan FKIP, Ketua LPPM UMP, rekan peneliti saudara
Drs. H. Banani Ma‟mur, M.Si.., dan dua orang mahasiswa saudara Ibnu Dwi
Rachmanto dan Teguh Ujianto, rekan-rekan Dosen PPKn, dan mahasiswa UMP yang
telah menjadi subjek penelitian telah banyak membantu, serta semua pihak yang tidak
bisa disebutkan satu persatu sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.
31
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Daftar Pustaka
Abdul Hadis. ( 2008 ) Psikologi dalam Pendidikan, Bandung : Alfabeta
Andi Mappiare. ( 1986 ) Psikologi Remaja, Surabaya : Usaha Nasional
Campbell, Tom. ( 1994 ) Refleksi Sosial, Yogyakarta : Tujuh Teori Sosial
Cogan, J.J. danDerricott,R.(1998) Citizenship for the 21st Century; An
International Perspective on Education,London: Kogan Page
Craib, Ian. ( 1994 ) Teori-teori Sosial Modern, Jakarta : Raja Grafindo
Darling – Hammond.( 2006 ) Powerfull Teacher Education, London-England :JosseyBass
Depdiknas. ( 2003 ) UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Gerungan, W.A.( 1991 ) Psikologi Sosial, Bandung : PT Eresco
Kerr, D. (1999) Citizenship Education: An International Comparison,
London: Qualification and Curriculum Authority
Ki Hajar Dewantoro. ( 1962 ) Pendidikan Sepanjang Hayat
Newcomb, Turner, Converse.
Bandung
( 1985 ) Psikologi Sosial, Bandung :C.V. Diponegoro,
Simmel, George. ( 1986 ) Beberapa Teori Sosiologis, editor Soerjono Soekanto, & Winarno
Yudho, Jakarta : CV. Rajawali
Siti Hartinah. ( 2009 ) Konsep Dasar Bimbingan Kelompok, Bandung : Refika Aditama
Shelley E.Taylor, Letitia Anne Peplav, David O. Sears. ( 2009 ) Psikologi Sosial, Jakarta :
Perpustakaan Nasional
Somantri, Numan, M. ( 2001 ) Menggagas pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung : Remaja
Rosdakarya- SPS UPI
Soedijarto. ( 1993 ) Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, Jakarta : Balai
Pustaka
_______ ( 1993 ) Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Grasindo,
Svalastoga, Kaare. ( 1989 ) Diferensiasi Sosial, Jakarta : Bina Aksara
Tatang Syaripudin, 2006, Landasan Pendidikan,Bandung Sub Koordinator MKDP
Landasan Pendidikan, FIP UPI,
32
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Winataputra, Udin S &Budimansyah, Dasim.(2007). Civic Education. Bandung
:SekolahPascaSarjana Program Pendidikan Kewarganegaraan Universitas
Pendidikan Indonesia
Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
Demokrasi, (Desertasi), Bandung: Program Pascasarjana UPI
Wahana Pendidikan
Yusuf hadi Miarso. ( 2005 ) Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta :PustekomDiknas
Hefner, R.W. (2007). Politik Multikulturalisme: Menggugat Realitas Kebangsaan.Terjemahan
oleh Bernardus Hidayat dari judul asli “The Politics of Multiculturalism, Pluralism
and Citizenship in Malaysia, Singapore, and Indonesia”. Yogyakarta: Kanisius.
Kusumohamidjojo, B. (2000). Kebhinnekaan Masyarakat Indonesia: Suatu Problematik
Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasindo.
Suparlan, P. (2005). Sukubangsa dan Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: Yayasan
Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
Furnivall. J.S (1967).Netherlands India: A Studi of plural Economy. Cambridge at The
University Press.
Nasikun.(2004). SosialSosial Indonesia. Jakarta: GrafindoPersada.
HamengkuBuwono X, Sultan. (2007). MerajutKembaliKeIndonesiaan Kita.Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Misrawi, Zuhairi. (2007). Al-Qur‟an KitabToleransi: Inklusivisme, Pluralisme dan
Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah.
Natsir.Nasrullah.(2008).
WidyaPadjajaran.
Struktur
Sosial
33
dan
Struktural
Fungsional.
Bandung:
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PEMBENTUKAN KARAKTER DAN MORALITAS BAGI GENERASI MUDA
YANG BERPEDOMAN PADA NILAI – NILAI PANCASILA SERTA KEARIFAN
LOKAL
Efi Rusdiyani
Mahasiswa Program Studi PGSD FKIP UMS
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstrak
Karakter dan Moralitas merukan sikap atau sifat yang harus di miliki generasi
muda dengan karakter dan moralitas yang baik maka akan menciptakan bangsa dan
Negara yang berkualitas baik dan Negara yang memiliki kemajuan dalam berbagai
aspek.Kesuksesan yang di raih oleh bangsa dan Negara tidak dapat di pisahkan dari
partisipasi masyarakat terutama generasi muda.Sehingga generasi muda harus
membekali diri dengan karakter dan moralitas dan dapat menanamkan nilai nilai
pancasila dalam kehidupan sehari hari , agar dapat menjaga kebudayaan yang dimiliki
dalam globlalisasi berkembangan zaman. Pancasila harus menjadi pandangan hidup
generasi muda. Pandangan hidup mengandung konsep dasar kehidupan yang dicitacitakan oleh bangsa, termurat pikiran-pikiran terdalam dan gagasan sesuatu bangsa
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik, yang akan membawa hidup dan
kehidupan bangsa pada tujuan bersama.
Latar Belakang
Generasi muda merupakan generasi penerus yang eksistensinya sangat
menentukan langkah kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia ke
depan.Eksistensi generasi muda menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia
kemudian menjadi tonggak yang sangat menentukan dalam sejarah perjalanan bangsa
Indonesia. Selanjutnya dinamika peranan generasi muda yang dipelopori oleh generasi
muda yang berpendidikan tinggi berkembang di berbagai bidang kehidupan. Seiring
dengan dinamika perkembangan politik, sosial, dan budaya di Indonesia peranan
generasi muda mengalami pasang surut. Di zaman globalisasi sekarang peranan
generasi muda terutama dalam mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan
masyarakat menjadi semakin surut.
Secara khusus persoalan generasi muda dengan eksistensi jiwa mudanya semakin
meninggalkan nilai-nilai Pancasila. Pancasila tidak lagi menjadi landasan utama dalam
bertindak dan berperilaku dari berbagai segi kehidupan generasi muda. Seharusnya
Pancasila menjadi landasan utama yang dijadikan pedoman dan petunjuk arah bagi
semua elemen bangsa Indonesia baik dalam kehidupan individu, bermasyarakat, dan
bernegara.
34
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Fenomena kecenderungan perilaku dan kepribadian generasi muda sekarang ini
semakin menjauh dari nilai-nilai Pancasila dan kehilangan jati diri sebagai suatu
individu yang berakar dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kondisi faktual saat ini
yang menggerus kepribadian generasi muda seperti: hilangnya identitas budaya
bangsa, tawuran pelajar dan mahasiswa, narkoba, seks bebas, fenomena genk motor,
kekerasan yang dilakukan generasi muda, dan degradasi moralitas pelajar menuntut
pihak-pihak yang berkompeten untuk mengantisipasi dan penanggulangi berbagai
persoalan tersebut.
Lemahnya ketahanan budaya pada generasi muda juga ditunjukkan oleh
terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma
lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya
sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai. Disorientasi tata nilai, ditambah dengan
tumbuh suburnya semangat kebebasan, telah menyuburkan tumbuhnya pandangan
yang serba boleh (permisif) yang telah mengakibatkan menguatnya budaya hedonis
generasi muda.
Untuk itu generasi muda perlu mereposisi perilaku dan perannya dalam
menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Saatnya generasi muda mereposisi perilakunya dengan meninggalkan
budaya hedonis dan budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Selain
itu pemuda harus memberikan peranan yang lebih aktif dalam membumikan Pancasila
terutama dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Peran inilah yang harus aktif
dimainkan secara aktif oleh generasi muda bersama-sama dengan komponen
masyarakat lainnya untuk lebih menanamkan nilai-nilai Pancasila di tengah berbagai
persoalan masyarakat yang mulai terlepas dari jati diri dan identitas sebagai bangsa
Indonesia.
Globalisasi dengan segala dimensinya menyebabkan berbagai ketahanan budaya,
identitas nasional, dan jati diri sebagai suatu bangsa menghadapi ancaman dan
tantangan, bahkan proses degradasi ketahanan budaya, identitas nasional, dan jati diri
sebagai suatu bangsa sudah sangat tampak dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.
Globalisasi telah mengakibatkan goncangan dan krisis budaya, yang kemudian
berujung pada lemahnya ketahanan budaya.
Rumusan Malah
a. Apa pengertian karakter dan moralitas ?
b. Apa yang dimaksud dengan generasi muda ?
c. Bagaimana cara pembentukan karakter dan moralitas generasi muda ?
d. Bagai mana cara menanamkan nilai – nilai pancasila ?
35
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
A. Pengertian Karakter dan Moralitas
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk
dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Menurut Prof Suyanto
Ph.D karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Menurut W. Poespoprodjo, Moralitas adalah Kualiatas dalam perbuatan
manusia yang dengan itu kita berkata benar atau salah , baik atau buruk atau dengan
kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Menurut Cronbach menjelaskan karakter dalam perspektif psikologi bahwa
karakter sebagai satu aspek dan kepribadian terbentuk oleh kebiasaan (habits) dan
gagasan atau ide yang keduanya tidak dapat dipisahkan, adapun tiga unsur yang
terkait dengan pembentukan karakter, yaitu keyakinan (beliefs), perasaan (feelings), dan
tindakan (actions). Unsur-unsur tersebut saling ada keterkaitan satu dengan yang
lainnya. Jadi untuk mengubah karakter seseorang harus melakukan penataan ulang
terhadap unsur-unsur kepribadian tersebut. Bentuk dan nilai kehidupan yang terbaik
adalah kebijaksanaan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan perbuatan yang baik bagi sesama, maka
karakter orang baik adalah orang yang berupaya melakukan perbuatan yang baik bagi
orang lain dan juga bagi dirinya. Sebaliknya, perilaku karakter yang buruk adalah
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tetapi pelaku tersebut tidak peduli akibat
yang ditimbulkan oleh tindakannya terhadap orang lain.
Lickona mengemukakan bahwa karakter terbagi dalam tiga aspek yang saling
berhubungan, yakni moral knowing, moral feeling, dan moral behavior. Oleh karena itu
karakter seseorang yang dipandang baik harus memenuhi tiga keinginan aspek, yakni
mengetahui hal yang baik (knowing the good), ada keinginan terhadap hal yang baik
(desiring the good), dan melakukan hal yang baik (doing the good). Sehingga hal tersebut
akan menjadi kebiasaan berfikir (habits of the mind), kebiasaan merasa (habits of heart),
dan kebiasaan bertindak (habits of action). Pandangan ini didasarkan pada filosuf
Yunani, Aristoteles, yang menyatakan bahwa sebuah karakter dikatakan baik, jika
keseluruhan performance seseorang yang baik moral knowing, moral feeling, dan moral
action.
f.
Generasi Muda dan Identitas Jatidiri Sebagai Bangsa Indonesia
Generasi muda merupakan masa peralihan dari remaja ke dewasa muda.
Masa mudaadalah masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa, dan mereka relatif
belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi
tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang saling bertentangan. Dengan segala potensi,
kepribadian dan konflik yang ada dalam dirinya, menjadikan generasi muda sebagai
suatu jiwa yang khas dalam proses transisi menuju manusia dewasa. Kecenderungan
36
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
generasi muda sekarang dalam pola pikir, perilaku, dan gaya hidup yang serba instan,
hedonis, dan cenderung kehilangan identitas yang berakar dari budayanya.
Degradasi kualitas generasi muda Indonesia saat ini, memasuki taraf yang
mengkhawatirkan, yang ditandai dengan melemahnya identitas dan ketahanan
budaya. Lemahnya ketahanan budaya tersebut tercermin antara lain dari lemahnya
kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat dari tuntutan
zaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya global. Kebudayaan
nasional yang diharapkan mampu sebagai katalisator dalam mengadopsi nilai-nilai
universal yang luhur dan sekaligus sebagai filter terhadap masuknya budaya global
yang bersifat negatif ternyata belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa
adanya sikap adaptif-kritis, maka adopsi budaya negatif, antara lain: sikap
konsumtif, individualis-hedonis, akan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan adopsi
budaya positif-produktif.
Krisis multidimensi yang berkepanjangan telah memberikan kontribusi terhadap
semakin melemahnya rasa kepercayaan diri dan kebanggaan generasi muda, dan
menguatnya sikap ketergantungan, bahkan lebih jauh telah menyuburkan sikap apatis
generasi muda terhadap berbagai persoalan bangsanya. Generasi muda menjadi
generasi yang cuek terhadap realitas yang terjadi dalam masyarakat karena
berpandangan bahwa bukan tugas dan kewajibannya untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan tersebut.
Selain itu persoalan generasi muda adalah menipisnya semangat nasionalisme
tersebut juga sebagai akibat dari lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola
keragaman (pluralitas) yang menjadi ciri khas obyektif bangsa Indonesia. Selain itu
nasionalisme Indonesia dalam kalangan generasi muda tergerus oleh arus globalisasi
yang deras memenuhi segala dimensi kehidupan generasi muda.
Perilaku menyimpang seperti penggunaan narkoba, seks bebas, tawuran pelajar,
kriminalitas, dan lain-lain sangat akrab dengan generasi muda, bahkan mereka
melakukannya dalam usia yang relatif muda. Budaya urban mereka adaptasi dalam
berbagai hal seperti gaya hidup dan perilaku dalam berbusana, bergaul, nongkrong,
musik, konsumsi, dan sebagai merasuk begitu deras dalam kehidupan anak muda
sehari-hari. Hal ini juga menjalar tidak hanya dalam kehidupan anak muda di kotakota besar, tetapi juga pelosok-pelosok desa. Perilaku dan gaya hidup mereka
mengimitasi dan menjalar dari berbagai kehidupan di dunia, tanpa mereka tahu esensi
dan makna dari apa yang mereka lakukan. Hal ini semua menunjukkan bahwa
Pancasila belum diinternalisasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Untuk itu perlu dibangun karakter generasi muda yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki.
Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai
bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu,
menjadi bangsa yang berkarakter adalah keinginan kita semua. Soekarno selalu
37
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
menggelorakan gerakan kesadaran untuk membentuk “nation and character
building”. Soekarno menyatakan bahwa tugas berat bangsa Indonesiauntuk mengisi
kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan karakter
bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.
Generasi muda terseret oleh berbagai kehidupan modern yang hedonis,
melupakan nilai-nilai budaya bangsa yang berakar dari Pancasila:
1. Pengaruh globalisasi dunia terutama komunikasi dan informasi)
Globalisasi dunia membawa perubahan yang luar biasa bagi kehidupan
masyarakat, baik dari sisi positif ataupun negatifnya. Pengaruh komunikasi dan
informasi saat ini berperan utama dalam membentuk sebagian besar tingkah laku dan
kepribadian anak muda di Indonesia. Gaya hidup dan perilaku anak muda yang
hedonis terinspirasi dari televisi, film, internet serta media komunikasi lainnya.
Kejadian, kecenderungan gaya hidup di belahan bumi lain, dengan pengaruh
globalisasi membawa efek terinspirasinya anak muda di belahan dunia lain untuk
melakukan tindakan serupa.
2. Degradasi kualitas moral
Salah satu hal yang sangat memprihatinkan di kalangan generasi muda adalah
adanya kualitas moral, baik itu moral agama ataupun susila. Semakin melunturnya
norma dan nilai-nilai agama dan susila dalam masyarakat, berubahnya persepsi dan
kebiasaan tatanan kehidupan membawa kontribusi yang luar biasa bagi penurunan
kualitas moral.
Bahkan dalam sebagian generasi muda cenderung untuk melawan nilai dan arus
dalam masyarakat. Idiom anti kemapanan menjadi “trade mark” bagi sebagian anak
muda untuk terlepas dari “kungkungan nilai” dikarenakan degradasi kualitas moral
dan terpengaruh dengan gaya hidup yang hedonis.
3. Lingkungan pergaulan
Pergaulan, baik itu di lingkungan sekolah, kampus dan masyarakat merupakan
asosiasi yang efektif bagi generasi muda untuk menumbuhkan gaya hidup yang
hedonis. Dalam banyak kasus, kekerasan dilakukan oleh generasi muda secara
berkelompok dan karena itu kekerasan menjadi kekerasan kolektif yang secara
psikologis, seseorang menjadi lebih berani dan terbuka dalam melakukan kekerasan.
4. Sikap emosional dan egoistik
Generasi muda identik dengan tingginya sikap emosional dan egoistik. Mereka
melakukan berbagai tindakan berdasarkan emosi dan ego, tidak berdasarkan rasio,
tanpa memikirkan dampak dan akibatnya. Hanya untuk menunjukkan eksistensi dan
ekspresi diri mereka kadang melakukan kekerasan.
Karakteristik generasi muda yang kurang memiliki akar budaya yang kuat dalam
kecenderungan perilaku dan gaya hidup anak muda dengan alasan sebagai berikut:
a.
Memahami modernitas hanya dari kulit luarnya saja, tanpa memahami esensi
dan makna yang menjelma dalam otak, pola pikir, dan perilaku. Sehingga mereka
38
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
b.
c.
d.
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
melakukan imitasi dan berlangsung dahsyat dengan deras arus informasi dan
komunikasi. Anggapan modern apabila mereka memiliki dan berperilaku sesuai
dengan tuntutan dalam proses imitasi tersebut. Dan perilaku inilah yang menjadi
gaya hidup mereka.
Bangga akan identitas fisik. Generasi muda bangga dengan identitas fisik yang
mereka miliki, dalam hal berpakaian (fashion), konsumsi (food), wajah (face), fisik
dan kesenangan (fun). Hal ini menjalar dalam berbagai hal dalam kehidupan anak
muda dan menjadi paradigma dan gaya hidup mereka. Mereka bersaing untuk
hidup secara konsumtif, tanpa memahami hakekat dan esensi dari apa yang
mereka lakukan. Mereka merasa bangga dengan apa yang mereka miliki secara
fisik, tanpa mengenal makna dan manfaat dari apa yang mereka miliki.
Menjadi generasi yang instan. Pada umumnya generasi muda sekarang
merupakan generasi yang instan dalam banyak. Mereka menyukai berbagai hal
yang instan tanpa harus ikut dalam proses di dalamnya. Mereka kurang mengenal
konsep perjuangan sehingga makna dari tujuan dan eksistensi tersebut tidak
mereka rasakan. Dari itulah mereka kurang memahami esensi banyak hal yang
mereka lakukan.
Mudah terpengaruh kebudayaan lain yang belum tentu sesuai dengan
karakteristiknya. Generasi muda sekarang ini cenderung tidak mempunyai
karakter dan kepribadian yang kuat. Mereka mudah terpengaruh dengan
kebudayaan lain yang berasal dari Barat, sebagai pemuas berbagai kebutuhan
hedonisnya, tanpa menyeleksi lebih lanjut apakah kebudayaan tersebut sesuai
dengan kepribadiaannya, bermakna atau bermanfaat untuk dirinya, tanpa banyak
berpikir sisi positif dan negatifnya.
Fungsi dan Peran Pancasila dalam pembentukan Karakter dan Morallitas Generasi
Muda
Menyiapkan generasi muda untuk mampu menyelesaikan berbagai persoalan
bangsa serta menjauhkan mereka dari kontaminasi berbagai virus yang menggerogoti
mentalitas bangsa dan hal-hal negatif dari generasi muda. Untuk memfilter berbagai
pengaruh negatif globalisasi, dalam pendidikan perlu dikembangkan konsep dan
implementasikan yang didasarkan oleh nilai-nilai Pancasila dan agama. Pancasila harus
mewarnai segala instrument pendidikan dalam rangka menyiapkan generasi muda
menjadi warga negara seperti yang diharapkan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pancasila yang digali dari nilai-nilai budaya bangsa menjadi nilai-nilai yang
diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian generasi muda memiliki
ketahanan budaya yang dikembangkan dari Pancasila untuk menghadapi berbagai
tantangan global.
Pancasila dapat menjadi filter segala sesuatu dari pengaruh negatif globalisasi.
Selain itu, dapat membangkitkan kesadaran kaum muda untuk memiliki moralitas dan
39
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
mentalitas yang positif, dengan berbagai hal yang harus dilakukan dalam lingkungan
keluarga,
lembaga
pendidikan,
dan
masyarakat.
Mengarahkan
dan
menyadarkan generasi muda pada hal-hal dan kegiatan yang positif. Pendidikan
dengan Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan
warga negara yang baik dan patriotik.
Untuk itu Pancasila harus menjadi pandangan hidup generasi muda.Pandangan
hidup mengandung konsep dasar kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa, pikiranpikiran terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang
dianggap baik, yang akan membawa hidup dan kehidupan bangsa pada tujuan
bersama. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia telah mampu memapu
mempersatukan bangsa Indonesia yang pluralis dan multikultural serta memberikan
petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam
masyarakat. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur tersebut merupakan kristalisasi dari
nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri dan diyakini sebenarnya.
Memberikan bekal pendidikan yang berlandaskan pada konsep iman dan taqwa
dan pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan susila. Dalam
dunia pendidikan sudah saatnya direnungkan kembali sistem pendidikan nasional kita
yang hanya menekankan pada pembentukan aspek kognitif, yang hanya mendidik
manusia menjadi pintar. Untuk itu dibutuhkan pendidikan dengan teknis dan
kurikulum yang lebih berpihak pada pembentukan moral dan akhlaq yang positif,
yang salah satunya dikembangkan dengan Pendidikan yang berlandaskan agama.
Sebagaimana yang dinyatakan Tilaar, yang menjelaskan bahwa pendidikan
merupakan wahana yang paling wajar dalam menanamkan nilai-nilai keindonesian,
dan sekolah adalah tempat untuk mengembangkannya, terutama bagi remaja usia
sekolah. Pendidikan nasional mempunyaiimpact yang sangat besar dalam pembentukan
jati diri bangsa Indonesia.
Karena itulah, Pancasila sebagai penguat dan identitas nasional Indonesia perlu
segera direkonstruksi kembali oleh pemuda untuk diinternalisasikan dalam sikap dan
nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila saat ini belum dihayati secara benar
oleh generasi muda, hanya dipahami sebagai suatu instrument, simbol-simbol negara
tanpa memahami hakikat dan makna dari esensi Pancasila itu sendiri. Sehingga,
Pancasila menjadi unsur-unsur akal dan jiwa generasi muda yang konsisten dan
konsekuen dalam tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki
identitas khusus yang berbeda dari individu lainnya.
Pancasila harus menjadi hal yang menggambarkan identitas generasi muda kita
dengan sebuah jati diri bangsa suatu bangsa yang tercermin dalam bentuk aktivitas dan
pola tingkah lakunya yang dapat dikenali orang atau bangsa lain. Bagi bangsa
Indonesia, jati diri bangsa dalam bentuk kepribadian nasional ini, telah disepakati
sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kesepakatan kesepakatan itu,
telah muncul lewat pernyataan pendiri Negara dengan wujud pancasila, yang di
40
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
dalamnya mengandung lima nilai-nilai dasar sebagai gambaran kelakuan berpola
bangsa Indonesia, yang erat dengan jiwa, moral dan kepribadian bangsa.
Pancasila tidak hanya diangkat sebagai dasar Negara namun juga menjadi
pandangan hidup bangsa. Rasa dan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh cinta
tanah air merupakan bagian dari “ethico-mytical nucleus” dari suatu bangsa. Untuk itu
pembudayaan dan internalisasi nilai-nilai dasar tersebut perlu dilakukan secara terusmenerus dan konsekstual sesuai dengan jiwa dan tantangan zamannya.
Peran Pemuda dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pancasila
Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadi akar bangsa ini di masa
mendatang harus bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional dengan memiliki
modal dasar sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen
pengawas sosial) dalam masyarakat. Karena pemuda merupakan suatu potensi yang
besar sebagai armada dalam kemajuan bangsa. Peran pemuda sangat penting dalam
membangun peradaban dan kemajuan suatu bangsa.
Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh generasi muda dalam menanamkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah
sebagai berikut.
Mewariskan nilai-nilai ideal Pancasila kepada generasi di bawahnya
Menyiapkan warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat, bangsa,
dan negara. Peran ini dapat dimainkan oleh generasi muda dengan membina generasi
dibawahnya. Tugas besar pemuda adalah mewariskan nilai-nilai ideal dalam hal ini
Pancasila kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai ideal tersebut beberapa diantaranya
adalah: gotong royong, musyawarah, nasionalisme, demokrasi Pancasila, persatuan
dan kesatuan, kerjasama, identitas jati diri, budaya, dan sebagainya. Nilai-nilai yang
diidealkan inilah kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Untuk itu generasi muda perlu belajar dari masyarakat secara langsung proses
pewarisan nilai-nilai tersebut. Dari itu terbentuk komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, yang membentuk pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan Pancasila yang kemudian
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta mewariskan ke generasi
dibawahnya. Generasi muda perlu secara khusus menyiapkan diri sebagai warga
negara yang diharapkan sebagai jembatan untuk mewariskan nilai-nilai dari generasi
ke generasi berikutnya, membentuk warga negara seperti yang diharapkan harus
mampu memberikan kontribusi yang besar dalam menyiapkan generasi selanjutnya
dalam menghadapi tantangan global.
Dalam menghadapi tantangan global, peran pemuda dalam menanamkan nilainilai Pancasila menjadi faktor yang menentukan dalam proses pewarisan nilai budaya
bangsa. Melalui proses pendidikan yang diperoleh mahasiswa dalam pendidikan,
41
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
dapat ditransfer secara nyata dalam masyarakat baik untuk generasi berikutnya
ataupun masyarakat secara keseluruhan.
Membekali diri dengan pendidikan yang berlandaskan Pancasila
Pendidikan dengan Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai
untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik. Berdasarkan hal tersebut
perlunya generasi muda terlibat secara lebih aktif melalui penguatan identitas
Indonesia dan ketahanan budaya dalam konteks interaksi dalam komunitas
masyarakat dengan membentuk ikatan kolektivitas, rasa kebersamaan yang
melahirkan dan menumbuhkan identitas ke-Indonesia-an dan mewariskan nilai-nilai
tersebut kepada generasi selanjutnya. Dengan konsep seperti inilah menumbuhkan
identitas ke-Indonesia-an yang kuat dan membentuk ketahanan budaya sebagai
benteng yang mendasari pengaruh apapun dari dampak negatif globalisasi dalam
bentuk apapun dan menguatkan nasionalisme Indonesia secara keseluruhan.
Untuk itu dalam konteks pendidikan yang berlandaskan Pancasila perlu
dilakukan kajian-kajian dengan kompetensi generasi muda sebagai berikut:
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, sebagaimana
yang terkristal dalam Pancasila, hendaknya dijadikan komitmen bangsa yang
mencerminkan identitas nasional.Dengan konsep seperti generasi muda tidak akan
tercerabut dari akar budayanya, yaitu nilai-nilai luhur Pancasila yang diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan merupakan modal utama dan sangat penting dalam menanamkan
nilai-nilai Indonesia dan nasionalisme Indonesia secara keseluruhan terutama dalam
menyiapkan generasi muda. Pendidikan terutama materi PKn, sejarah,dan sebagainya
akan memperkenalkan generasi kepada pengalaman kolektif dan masa lalu bangsanya.
Pendidikan juga membangkitkan kesadaran dalam kaitannya dengan kehidupan
bersama dalam komunitas yang lebih besar, sehingga tumbuh kesadaran kolektif dalam
memiliki kebersamaan dalam sejarah. Proses pengenalan diri inilah yang merupakan
titik awal dari timbulnya rasa harga diri, kebersamaan, dan keterikatan (sense of
solidarity), rasa keterpautan, dan rasa memiliki (sense of belonging), kemudian rasa
bangga (sense of pride) terhadap bangsa dan tanah air sendiri.
42
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penguatan konten lokal dalam
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Memasukkan dan mengkomparasikan kajian-kajian lokal baik dari perspektif
ekonomi, sejarah, sosial, budaya, geografi, dan sebagainya dalam materi
pendidikan global.
b. Melakukan analisis permasalahan dalam konten global dengan berangkat dari
isu-isu lokal, nasional, dan global.
c. Melakukan filter dengan budaya dan kearifan lokal dalam konten global,
sehingga dapat memperkuat ketahanan budaya dan identitas bangsa.
Memperkuat jati diri sebagai sebuah bangsa
Selain itu Pancasila sangat besar peranannya dalam memperkuat jati diri bangsa.
Jati diri bangsa merupakan sesuatu yang telah disepakati bersama seperti cita-cita masa
depan yang sama berdasrkan pengalaman sejarah, baik pengalaman yang
menggembirakan maupun yang pahit. Semuanya telah membentuk solidaritas yang
tinggi sebagai suatu bangsa dan oleh sebab itu bertekad untuk memperbaiki masa
depan yang lebih baik. Di dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia harus
terus menerus di dalam proses pembinaannya. Pembinaan jati diri generasi muda
dapat dilaksanakan melalui jalur formal maupun informal.
Kelekatan dan tanah air saling menguatkan di dalam upaya untuk kembali ke
akar sendiri. Perlu mengakarkan diri kembali, agar melekatkan diri mereka sendiri
pada keaslian mereka yang murni, diri mereka yang otentik. Masyarakat pascamodern
juga merupakan masyarakat pasca-nasional, yang diiringi dengan melemahnya
sentiment nasional dan bertambahnya kekecewaan terhadap ideologi nasional, yang
akan semakin menelan dan mengikis budaya dan identitas nasional.Karena itulah,
penguatan identitas perlu dilakukan terutama generasi muda, baik itu melalui
penguatan budaya dan sosial dengan jalur formal, informal, dan nonformal.
Pendidikan mempunyai peran yang fundamental dalam memperkuat
nasionalisme dan jati diri bangsa di tengah berbagai persoalan internal dan eksternal
bangsa Indonesia. Oleh karena itu kita perlu penguatan budaya kepada dalam
pendidikan untuk penguatan identitas nasional. Di dalam jaringan inilah seperti yang
ditekankan oleh Tilaar terbentuk perilaku dari para anggotanya yang telah diikat oleh
rasa persatuan dan rasa saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam konteks
inilah solidaritas dan kolektivitas dibangun menjadi sebuah pondasi yang kuat.
Komunitas merupakan suatu ikatan yang sentimental yang mengikat para anggotanya
dalam kesatuan solidaritas, kebersamaan dan diikat oleh kohesi sosial sehingga
melahirkan the sense of belonging.
Semangat idealisme dari kelompok pemuda yang visioner tersebut menyebabkan
bangsa Indonesia dapat mengatasi masalah dan tantangan zamannya. Berkat kerja
43
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
keras mereka sebagai anak muda di zamannya nasionalisme Indonesia yang bersifat
inklusif emansipatoris dapat dibentuk. Walaupun pada mulanya mereka sangat
dipengaruhi oleh pemikiran etno nasionalisme, pada akhirnya mereka berhasil melebur
dan memperjuangkan nasionalisme Indonesia yang lebih inklusif, religius dan
kerakyatan. Mereka tidak membanggakan lagi elit tradisional yang berbasis pada
keturunan.
d. Penguatan nilai etnik dan nasionalisme generasi muda
Nilai-nilai etnik di Indonesia yang sangat majemuk bisa menghadapi modernitas
globalisasi. Generasi muda dapat mengakomodasi nilai-nilai tradisional tersebut agar
menjadi kuat perannya dan sebagai dasar dalam mengambil keputusan dalam
kehidupan sekarang dan di masa yang akan datang. Untuk itulah generasi muda perlu
mengembangkan nilai-nilai luhur dalam etnik yang majemuk menjadi hal utama yang
harus dikembangkan menjadi identitas dan jati diri bangsa menjadi lebih kuat terhadap
tantang modernitas dan globalisasi.
Generasi muda memegang peran penting bagaimana menjadi bangga dengan nilai
etnik dan nasionalismenya. Identitas akan memperkuat jati diri, dan jati diri akan
menimbulkan kebanggaan, dan dari kebanggaan inilah muncul percaya diri dan
mampu menghadapi berbagai hal dalam kaitannya dengan modernitas dan globalisasi
dengan nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri.
Nilai-nilai etnik dengan segala kemajemukannya dapat menjadi sumber kekuatan
bangsa Indonesia, bukan sebaliknya menjadi kelemahan yang berpotensi memecah
belah persatuan dan kesatuan bangsa. Di persatuan dan kesatuan inilah seperti yang
ditekankan oleh Tilaar terbentuk perilaku dari para anggotanya yang telah diikat oleh
rasa persatuan dan rasa saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam konteks
inilah solidaritas dan kolektivitas dibangun menjadi sebuah pondasi yang kuat.
Komunitas merupakan suatu ikatan yang sentimental yang mengikat para anggotanya
dalam kesatuan solidaritas, kebersamaan dan diikat oleh kohesi sosial sehingga
melahirkan the sense of belonging. Pada akhirnya menjadi kekuatan yang survive
menghadapai modernitas dan globalisasi itu sendiri. Kelekatan dan tanah air saling
menguatkan di dalam upaya untuk kembali ke akar sendiri. Perlu mengakarkan diri
kembali, agar melekatkan diri mereka sendiri pada keaslian mereka yang murni, diri
mereka yang otentik.
Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan
nasionalisme pada setiap siswa agar mempunyai ketahanan global. Rasa kebersamaan
ini semestinya harus dapat dirasakan pada setiap saat dan dimana saja. Sehingga rasa
nasionalisme atau cinta tanah air dapat kita wujudkan dan dapat masyarakat nikmati
secara merata. Rasa kebersamaan ini tidak hanya muncul saat terjadi bencana-bencana
alam, keamanan negara diganggu oleh negara lain, warga negara kita disiksa oleh
warga negara negara lain, tetapi mestinya muncul pada setiap saat dan tempat.
44
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram karena pejabat politik memiliki rasa
solidaritas yang tinggi untuk membela rakyat agar menjadi maju. Pemerintah juga
memiliki rasa kebersamaan dalam menanggulangi kemiskinan, pengangguran
dan kebodohan yang masih banyak dirasakan oleh rakyat Indonesia.
KESIMPULAN
Peran pemuda sangat penting dalam membangun peradaban dan kemajuan suatu
bangsa.Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadi akar bangsa ini di masa
mendatang harus bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional dengan memiliki
modal dasar. dalam masyarakat.
Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh generasi muda dalam menanamkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah
mewariskan nilai-nilai ideal Pancasila kepada generasi di bawahnya, membekali diri
dengan pendidikan yang berlandaskan Pancasila yang menekankan pada nilai-nilai
untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotik, memperkuat jati diri, dan
berperan untuk mengentaskan Indonesia dari kemiskinan, keterbelakangan,
kebodohan, ketertinggalan, dan berbagai hal lainnya.
Selain itu generasi juga dapat menjaga kearifan loka yang ada dengan
mempelajari kebudayaan yang ada dan terus memperkenalan kebudayaan sebagai
warisan yang harus di kembangkan dan dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hakim, Suparlan. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia.Malang:
Madani.
Hariyono. 2014. Ideologi Pancasila. Roh Progresif Nasionalisme Indonesia. Malang: Intrans
Publishing
Tirtosudarmo, Riwanto.2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya: Beberapa Catatan dari
Perspektif Demografis dalam Kumpulan Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia:
Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI Press.
Lickona, Thomas, Pendidikan Karakter, Bantul: Kreasi Wacana, 2012.
45
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA
PENDIDIKAN KARAKTER
Elly Hasan Sadeli
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Abstrak : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bertujuan
untuk membangun karakter kebangsaan (nation and character building) yang mampu
memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat di
segala bidang kehidupan. Hal ini menegaskan bahwa setiap generasi adalah
masyarakat baru yang harus memperoleh pengetahuan, mempelajari keahlian, dan
mengembangkan karakter atau watak publik maupun privat yang sejalan dengan
demokrasi konstitusional salah satunya melalui pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaran.
Kata Kunci : Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Karakter.
PENDAHULUAN
Masih segar dalam ingatan kita, bahwa krisis multidimensi yang
berkepanjangan puncaknya tahun 1997-2000 merupakan pengalaman terpahit dalam
krisis ekonomi, politik, dan hukum pasca kemerdekaan Indonesia. Krisis yang dapat
diibaratkan negara-bangsa yang turbulensi (chaos) di mana banyak pengamat
menyebutnya sebagai “A Country in Despair” suatu negara bangsa yang bukan sekedar
dilterpa bencana, tetapi telah tenggelam dalam ketiadaan harapan yang mendalam
(Dhakidae, 2002; xvii).
Krisis multidimensi Indonesia, telah membuka seluruh “topeng” sampai ke
bagian-bagian yang tersembunyi. Ia dengan putus asa dan emosional penuh sinis serta
sindiran terhadap Indonesia sebagi negeri yang serba seolah-olah, a heap of delusions,
tidak ada lagi sebenarnya apa yang disebut nasionalisme, heroisme, keadilan,
persatuan, kejujuran maupun kebanggaan. Pendeknya, lembaga-lembaga lama
bertahan kendati tanpa wibawa. Indonesia membangun dengan fundamental ekonomi
yang seolah-olah kuat, dengan politik yang seolah-olah stabil; dengan kesadaran
selolah-olah bersatu; dengan pemerintah yang seolah-olah bersih dan kompeten;
dengan ABRI yang seolah-olah satria; dengan ahli hukum seolah-olah adil; dengan
pengusaha yang seolah-olah captains of industri;… Semua tampak salah, ibarat gigi
palsu yang memang lebih kemilau daripada gigi asli,…mirip kebohongan di atas
kebohongan (Simbolon, 2000: 2-6).
46
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Gambaran kondisi di atas berdampak senada pula dengan pandangan Zuchdi
(2010:37) bahwa kondisi yang menyedihkan itu memamng cukup rumit terkait dengan
berbagai segi kehidupan. Perekonomian yang tidak kunjung membaik, penegakan
hukum yang belum terwujud kecerdasan bangsa yang baru menjadi cita-cita, dan
pengamalan nilai-nilai kemanusiaan yang semakin langka, merupakan beberapa faktor
pemicu terjadinya bermacam-macam tindakan moral yang tidak terpuji tersebut.
Seolah tidak ingin kalah, kondisi perilaku kaum pelajar juga cukup
menghawatirkan, seperti perkelahian antar pelajar dengan pemuda di sekitar sekolah
(tawuran), mengancam guru dan kepala sekolah dengan senjata tajam, menendang
guru, merusak fasilitas umum, merokok, kebut-kebutan, bolos sekolah, membuang
sampah sembarangan, dan lain sebagainya. Menurut Wahab (2001:2) hal tersebut
menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-nilai akhlak mulia, moral berbangsa
dan beragama di perguruan tinggi atau di sekolah. Bahkan dalam kasus yang lebih
besar, yakni berbagai krisis yang dialami Indonesia dewasa ini disebabkan karena
adanya degradasi moral boleh jadi bersumber pada kesalahan pendidikan di masa lalu,
termasuk pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan agama.
Rendahnya karakter bangsa ini menjadi perhatian penting kita semua.
Kepedulian pada karakter telah dirumuskan pada fungsi dan tujuan pendidikan bagi
masa depan bangsa ini. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Sebagaimana pandangan Zuchdi (2010:34) yang mengisyaratkan bahwa cacat
budaya yang cukup parah ini mungkin dapat diobati lewat jalur pendidikan karena
pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembentukan budaya. Sehingga
sebagai salah satu solusi atas menurunnya kualitas moral dalam kehidupan bangsa
Indonesia dewasa ini, menuntut diselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah
dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan
membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Dengan kata lain,
diperlukan multi pendekatan atau yang oleh Kirschenbaum (Zuchdi, 2010:35) disebut
pendekatan komprehensif.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas jelas menyatakan bahwa salah satu
cara terbaik untuk melaksanakan pendidikan karakter adalah melalui pendekatan
komprehensif, yaitu pendekatan yang meliputi dimensi kognitif, emosional, dan
perilaku, dengan melibatkan dan mengintegrasikannya ke dalam semua aspek
kehidupan di sekolah. Pendekatan komprehesif melalui pengembangan karakter ini
47
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
dapat juga dikatakan sebagai suatu reformasi yang menyeluruh dalam kehidupan
sekolah salah satunya melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma
agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah
yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Tim
Pendidikan Karakter:2010).
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara
yang baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari
pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia
sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha
yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi, untuk mengetahui
pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang
disampaikan oleh Lickona (1991) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu
usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Bertitik tolak dari definisi
tersebut, ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang ingin kita bangun pada diri
para siswa, jelaslah bahwa ketika itu kita menghendaki agar mereka mampu
memahami nilai-nilai tersebut, memperhatikan secara lebih mendalam mengenai
benarnya nilai-nilai itu, dan kemudian melakukan apa yang diyakininya itu, sekalipun
harus menghadapi tantangan dan tekanan baik dari luar maupun dari dalam dirinya.
Dengan kata lain mereka meliliki „kesadaran untuk memaksa diri‟ melakukan nilai-nilai
itu.
Pengertian yang disampaikan Lickona di atas memperlihatkan adanya proses
perkembangan yang melibatkan pengetahuan (moral knowing), perasaan (moral feeling),
dan tindakan (moral action), sekaligus juga memberikan dasar yang kuat untuk
membangun pendidikan karakter yang koheren dan komprehensif. Definisi di atas juga
menekankan bahwa kita harus mengikat para siswa dengan kegiatan-kegiatan yang
akan mengantarkan mereka berpikir kritis mengenai persoalan-persoalan etika dan
moral; menginspirasi mereka untuk setia dan loyal dengan tindakan-tindakan etika dan
48
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
moral; dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempraktikkan perilaku
etika dan moral tersebut
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA PENDIDIKAN
KARAKTER
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic education adalah program
pendidikan/pembelajaran
yang
secara
programatik-prosedural
berupaya
memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan
(empowering) manusia/anak didik (diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang
baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/negara yang
bersangkutan (Djahiri, 2007:9). Menurut landasan konstitusional visi Pendidikan
Kewarganegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah lahirnya manusia/WNI
dan kehidupan masyarakat bangsa NKRI religious, cerdas, demokratis, dan lawfulness,
damai, tenteram, sejahtera, modern dan berkepribadian Indonesia.
Misi yang
diembannya adalah program pendidikan yang membelajarkan dan melatih anak didik
secara demokratis, humanistik, fungsional. Membelajarkan hendaknya dimaknai
memberi pembekalan pengetahuan melek politik, hukum, membina jati diri WNI
berkepribadian/berbudaya Indonesia, melatih pelakonan diri/ kehidupan WNI yang
melek politik hukum serta berbudaya Indonesia dalam tatanan kehidupan masyarakat,
bangsa, negara yang modern.
Cholisin (2011) mendeskripsikan pula bahwa salah satu misi yang diemban PKn
adalah sebagai pendidikan karakter. Misi lain adalah sebagai pendidikan politik
/pendidikan demokrasi, pendidikan moral dan pendidikan hukum di persekolahan.
Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn dan Agama memiliki
posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam kedua
mata pelajaran tersebut pendidikan karakter harus menjadi tujuan pembelajaran.
Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengaja/direncakan
(instructional effect), bukan sekedar dampak ikutan/pengiring (nurturant effect). Hal ini
dapat ditunjukkan bahwa komponen PKn adalah pengetahuan, ketrampilan dan
karakter kewarganegaraan.
Dengan kata lain tanpa ada kebijakan pengintegrasian pendidikan karakter ke
dalam berbagai mata pelajaran, PKn harus mengembangkan pendidikan karakter.
Terlebih dengan adanya kebijakan pengembangan pendidikan karakter yang
terintegrasi, ini merupakan tantangan untuk menunjukan bahwa PKn sebagai ujung
tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter.
Pendidikan kewarganegaraan yang pada masa lampau merupakan mata
pelajaran tersendiri, kemudian diintegrasikan dalam mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Sayangnya, mata pelajaran ini terlalu
ditekankan pada pemberian pengetahuan mengenai nilai-nilai Pancasila dan kurang
mementingkan pendidikan kewarganegaraan, bahkan pernah diganti dengan pelajaran
49
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Pendidikan Moral Pancasila (Zuchdi, 2010:40). Dari gambaran tersebut maka jelas
bahwa PKn yang selama ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap
karakter peserta didik, justru seringkali mengalami kesulitan dengan dihadapkan pada
kondisi konsep yang sering berubah.
Sementara Branson (1999:4) mengidentifikasi ada tiga komponen penting yang
harus dicapai oleh siswa dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu Civic Knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (keterampilan kewarganegaraan), dan
Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan).
Salah satu komponen yang berkaitan erat dengan karakter terletak pada
komponen civic disposition mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang
penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak
kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara
perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di
rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi civil society. Secara singkat
karakter publik dan privat itu adalah (a) menjadi anggota masyarakat yang
independen, (b) memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang
ekonomi dan politik, (c) menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu,
(d) berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana;
(e) mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.
Kedua karakter tersebut memerlukan dukungan kompetensi/karakteristik yang
harus nampak pada diri warga negara. Cogan (1998:115) mengkonstruksi karakteritik
yang harus dimiliki warga negara sebagai berikut:
1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society (kemampuan
mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global)
2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s
roles/duties within society (kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul
tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat)
3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences (kemampuan
untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya)
4. the capacity to think in a critical and sistemic way (kemampuan berpikir kritis dan
sistematis)
5. the willingness to resolve conflict and in a non-violent manner (kemampuan
menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan)
6. the willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to protect the environment
(kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa
guna melindungi lingkungan)
7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic
minorities, etc), and (memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi
manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb)
50
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
8.
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
the willingness and ability to participate in politics at local, national and international levels
(kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan
pemerintahan lokal, nasional, dan internasional).
Tuntutan pengembangan karakteristik warga negara di atas menurut Cogan
(1998:117) harus dikonstruksi dalam kebijakan pendidikan kewarganegaraan yang
multidimensional (multidimensional citizenship), yang ia gambarkan dalam empat
dimensi yang saling berinterelasi, yaitu the personal, social, spatial and temporal dimension.
Keempat dimensi ini akan melahirkan atribut kewarganegaraan yang mungkin akan
berbeda di tiap negara sesuai dengan sistem politik negara masing-masing, yakni: (1) a
sense of identity; (2) the enjoyment of certain rights; (3) the fulfilment of corresponding
obligations; (4) a degree of interest and involvement in public affairs; and (5) an acceptance of
basic societal values. Bagi Indonesia, karakter kewarganegaraan akan memiliki
kekhususan sesuai dengan ideologi yang dianut, yakni Pancasila dan Konstitusi yang
berlaku di Indonesia, ialah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI 1945).
Secara prosedural target sasaran pembelajarannya adalah penyampaian bahan
ajar pilihan fungsional ke arah membina, mengembangkan dan membentuk potensi diri
anak didik secara kaffah serta kehidupan peserta didik dan lingkungannya (fisik
maupun nonfisik) sebagaimana diharapkan/keharusannya. Serta pelatihan pelakonan
pemberdayaan hal tersebut dalam dunia nyata secara demokratis, humanis dan
fungsional.
Oleh karena itu diperlukan rekayasa model pendidikan dan khususnya
pembelajaran yang berbasis nilai, moral, agama yang juga berkaitan dengan karakter,
maka harus memperhatikan dan memperhitungkan potensi serta kualifikasi dunia
afektif. Dunia ini bersifat abstrak, psikologik, kontekstual, unik dan
changeable/developmental. Ada dua target sasaran pembelajaran yang utama yakni
pembinaan dan pengembangan 8 potensi dunia afektif (emosi dan feeling), cita rasa,
kemauan kecintaan, sikap, attitude, sistem nilai, dan sistem keyakinan dan rekayasa
menginternalisasi serta mempribadikan perangkat tatanan nilai moral dan norma
luhur/baku dalam kedelapan potensi afektif tadi sehingga mampu menjadi motor
penggerak pengendali potensi diri lainnya (kognitif dan sikap perilakunya). Proses
afektual yang harus ditempuh secra taksonomik adalah emoting, minding, spiritualizing,
valueing, taking role/placeand taking position sehingga nilai-nilai moral (isi pesan
pelajaran) dapat terinternalisasi kedalam system nilai untuk selanjutnya melalui
rekayasa pemantapan masuk mempribadi (personalized dan organic) menjadi jati diri
(Djahiri, 2007: 56).
Dalam proses kegiatan pembelajaran, baik secara eksplisit atau implisit harus
memenuhi ketercapaian kompetensi yang diharapkan, meminjam pandangan dari
Cholisin (2011) bahwa kegiatan belajar terbentuk atas enam komponen. Komponen51
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
komponen yang dimaksud adalah: Tujuan, Peran guru, Input, Aktivitas, Pengaturan
(Setting), Peran guru dan Peran peserta didik
Dengan demikian, perubahan/adaptasi kegiatan belajar yang dimaksud
menyangkut perubahan pada komponen-komponen tersebut. Secara umum, kegiatan
belajar yang potensial dapat mengembangkan karakter peserta didik memenuhi
prinsip-prinsip atau kriteria berikut.
1. Tujuan; dalam hal tujuan, kegiatan belajar yang menanamkan nilai adalah apabila
tujuan kegiatan tersebut tidak hanya berorientasi pada pengetahuan, tetapi juga
sikap. Oleh karenanya, guru perlu menambah orientasi tujuan setiap atau sejumlah
kegiatan belajar dengan pencapaian sikap atau nilai tertentu, misalnya kejujuran,
rasa percaya diri, kerja keras, saling menghargai, dan sebagainya. Dalam konteks
pendekatan komprehensif, tujuan sangat berkaitan erat dengan inkulkasi
(penanaman) nilai, karena di dalamnya berorientasi pada penekanan sikap.
2. Peran guru; dalam kegiatan belajar pada buku ajar biasanya tidak dinyatakan secara
eksplisit. Pernyataan eksplisit peran guru pada umumnya ditulis pada buku
petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan
inferensi terhadap peran guru pada kebanyakan kegiatan pembelajaran apabila
buku guru tidak tersedia. Peran guru yang memfasilitasi diinternalisasinya nilainilai oleh siswa antara lain guru sebagai fasilitator, motivator, partisipan, dan
pemberi umpan balik. Mengutip ajaran Ki Hajar Dewantara, guru yang dengan
efektif dan efisien mengembangkan karakter siswa adalah mereka yang ing ngarsa
sung tuladha (di depan guru berperan sebagai teladan/memberi contoh), ing madya
mangun karsa (di tengah-tengah peserta didik guru membangun prakarsa dan
bekerja sama dengan mereka), tut wuri handayani (di belakang guru memberi daya
semangat dan dorongan bagi peserta didik). Dalam konteks pendekatan
komprehensif, peran guru sangat berkaitan erat pemberian teladan, karena peran
guru memberikan teladan/ contoh yang baik bagi siswa.
3. Input dapat didefinisikan sebagai bahan/rujukan sebagai titik tolak
dilaksanakannya aktivitas belajar oleh peserta didik. Input tersebut dapat berupa
teks lisan maupun tertulis, grafik, diagram, gambar, model, charta, benda
sesungguhnya, film, dan sebagainya. Input yang dapat memperkenalkan nilai-nilai
adalah yang tidak hanya menyajikan materi/pengetahuan, tetapi yang juga
menguraikan nilai-nilai yang terkait dengan materi/pengetahuan tersebut. Dalam
konteks pendekatan komprehensif, input sangat berkaitan erat dengan fasilitasi
nilai karena di dalamnya berorientasi untuk memperkenalkan nilai-nilai.
4. Aktivitas; aktivitas belajar adalah apa yang dilakukan oleh peserta didik (bersama
dan/atau tanpa guru) dengan input belajar untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas
belajar yang dapat membantu peserta didik menginternalisasi nilai-nilai adalah
aktivitasaktivitasbelajar aktif yang antara lain mendorong terjadinya autonomous
learning dan bersifat learner-centered. Pembelajaran yang memfasilitasi autonomous
52
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
learning dan berpusat pada siswa secara otomatis akan membantu siswa
memperoleh banyak nilai. Contoh-contoh aktivitas belajar yang memiliki sifat-sifat
demikian antara lain diskusi, eksperimen, pengamatan/observasi, debat, presentasi
oleh siswa, dan mengerjakan proyek. pengembangan keterampilan hidup (soft
skills).
5. Pengaturan (Setting); Pengaturan (setting) pembelajaran berkaitan dengan kapan
dan di mana kegiatan dilaksanakan, berapa lama, apakah secara individu,
berpasangan, atau dalam kelompok. Masing-masing setting berimplikasi terhadap
nilai-nilai yang terdidik. Setting waktu penyelesaian tugas yang pendek (sedikit),
misalnya akan menjadikan peserta didik terbiasa kerja dengan cepat sehingga
menghargai waktu dengan baik. Sementara itu kerja kelompok dapat menjadikan
siswa memperoleh kemampuan bekerjasama, saling menghargai, dan lain-lain.
pengembangan keterampilan hidup (soft skills).
6. Peran peserta didik Seperti halnya dengan peran guru dalam kegiatan belajar pada
buku ajar, peran siswa biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit juga. Pernyataan
eksplisit peran siswa pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena
cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap
peran siswa pada kebanyakan kegiatan pembelajaran. Dalam konteks pendekatan
komprehensif, tujuan sangat berkaitan erat dengan pengembangan keterampilan
hidup (soft skills)., karena di dalamnya berorientasi pada peran siswa atau peserta
didik dalam mengeksplorasi keterampilannya.
Berdasarkan keenam komponen-komponen tersebut, mulai dari tujuan, peran
guru, input, aktivitas, pengaturan (setting), dan peran peserta didik memiliki
keterkaitan yang erat dengan pendekatan komprehensif dalam pengembangan
karakter.
Agar peserta didik terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan
menginternalisasi karakter, peserta didik harus diberi peran aktif dalam pembelajaran.
Peran-peran tersebut antara lain sebagai partisipan diskusi, pelaku eksperimen, penyaji
hasil-hasil diskusi dan eksperimen, pelaksana proyek, dan sebagainya.
Materi pembelajaran PKn dapat berupa teks lisan maupun tertulis, grafik,
diagram, gambar, model, chart, benda sesungguhnya, film, dan sebagainya.
Persoalannya dalam buku-buku teks PKn pada umumnya masih kurang
mengeksplisitkan nilai-nilai karakter dalam teksnya. Oleh karena itu, nilai-nilai
karakter perlu dimunculkan dengan beberapa strategi.
Sejalan dengan pengembangan karakter peserta didik, kegiatan pembelajaran
PKn tersebut menuntut guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran aktif.
Pembelajaran aktif dalam PKn antara lain dilaksanakan melalui kegiatan sebagai
berikut:
a. Mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku teks, surat kabar, majalah,
tokoh masyarakat. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
53
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
pembelajaran ini antara lain : kereligiusan, kejujuran, kemandirian, kerja keras,
kedisiplinan, keingintahuan, cinta ilmu.
Membaca dan menelaah (studi pustaka). Karakter yang dapat dikembangkan
melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, keingintahuan dan cinta
ilmu.
Mendiskusikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran
ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, demokratis, berpikir logis, kritis, kreatif,
dan inovatif; kesantunan, menghargai keberagaman Kesadaran akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain.
Mempresentasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain: percaya diri, kemandirian, tanggung jawab,
demokratis, kesantunan, kejujuran.
Memberi tanggapan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, ketangguhan, demokratis
menghargai keberagaman, kejujuran, menghargai keberagaman, kemandirian
Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
Memecahkan masalah atau kasus. Karakter yang dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, ketangguhan,
nasionalisme, kemandirian, Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
kepedulian.
Mengamati/mengobservasi. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain: kerja keras, keingintahuan, kesantunan, kemandirian,
kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai keberagaman,
kejujuran.
Mensimulasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain : demokratis, kejujuran, nasionalisme, kepedulian,
ketangguhan, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai
keberagaman, kepatuhan pada aturan-aturan social
Mendemonstrasikan. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri
dan orang lain kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman.
Memberikan contoh. Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain: nasionalisme, kedemokrasian, kejujuran, menghargai
keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Mempraktikan/menerapkan : Karakter yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran ini antara lain: kedemokrasian, nasionalisme, kesadaran akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, menghargai
keberagaman (Cholisin, 2011).
54
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan
penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai
karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip
Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan
pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat
memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses
pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik.
Diagram 1. berikut menggambarkan penanaman karakter melalui pelaksanaan
pembelajaran.
Diagram 1. Penanaman Karakter melalui Pelaksanaan Pembelajaran (Cholisin, 2011)
Pembelajaran aktif dalam PKn pada dasarnya menerapkan pendekatan CTL dan
aktivitas pembelajaran yang mencakup kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi
yang diadopsi dari pandangan Cholisin (2011) langkah-langkah kegiatan pembelajaran
dapat dicontohkan sebagai berikut :
PENDAHULUAN
1. Kesiapan kelas dalam pembelajaran (berdo‟a apabila jam pertama, absensi,
kebersihan kelas, menyanyikan salah satu lagu wajib, salah satu peserta didik
memimpin mendoakan temannya yang tidak hadir karena sakit dll).(karakter
religius).
2. Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang akan dipelajari (karakter rasa ingin tahu).
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai.
4. Meyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
KEGIATAN INTI
55
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
1. Peserta didik mengamati, menggali informasi tentang fakta, konsep dan membuat
catatan dari berbagai sumber seprti buku BSE, surat kabar, internet, dan sumber
yang lain (eksplorasi);
2. Peserta didik memdalami dengan diskusi, pemecahan masalah, mempresentasikan
dan memberi tanggapan, dsb (elaborasi)
3. Guru melakukan konfirmasi yang telah dilakukan peserta didik pada kegiatan (1)
dan (2) baik terkait dengan penguasaan kompetensi, konsep, karakter dsb
4. Guru melakukan penilaian proses.
PENUTUP
1. Peserta didik dengan dibimbing dan difasilitasi guru membuat kesimpulan dan
refleksi
2. Peserta didik mencatat tugas-tugas kegiatan yang diberikan guru dan rencana
pembelajaran untuk pertemuan berikutnya
3. Salah satu peserta didik memimpin doa untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran
(karakter religius).
Berdasarkan pada gambaran di atas, prinsip dasar pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan mengacu pada sejumlah prisip dasar pembelajaran. Menurut
pendapat Budimansyah (2002:8) prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip
belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative
learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reaktive learning).
Pembelajaran PKn yang selama ini dianggap kurang memperhatikan aspek afektif dan
lebih berorientasi pada aspek kognitif berdampak pada hasil pembelajaran yang kurang
bermakna, oleh karena itu strategi pembelajaran di atas diharapkan mampu menjawab
kecemasan bangsa akibat dari keterpurukan kualitas karakter generasi muda saat ini.
KESIMPULAN
Pengembangan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tidak pernah
berakhir. Oleh karena itu, seperti tercantum pada kebijakan nasional pengembangan
karakter, untuk mencapai karakter yang diharapkan, diperlukan individu-individu
yang berkarakter yang secara simultan perlu dikembangkan. Dalam membangun
karakter bangsa diperlukan upaya serius dari semua pihak, mulai dari keluarga,
masyarkat, sekolah dan pemerintah. Salah satunya pendidikan di sekolah dapat
dikembangkan melalui mata pelajaran PKn yang memiliki tanggung jawab dalam
pengembangan karakter, meskipun belum secara eksplisit mengungkap nilai-nilai
karakter dapat dengan melakukan adaptasi lengkap atau sebagian. Yang terpenting
untuk saat ini bagaimana PKn benar-benar berfungsi sebagai ujung tombak yang tajam
bagi kepeloporan pendidikan karakter. Oleh karena keenam komponen-komponen
kegiatan pembelajaran PKn, mulai dari tujuan, peran guru, input, aktivitas, pengaturan
56
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
(setting), dan peran peserta didik memiliki keterkaitan yang erat dengan pendekatan
komprehensif dalam pengembangan karakter. Sehingga hal tersebut harus
dilaksanakan karena menyangkut eksistensi dan tanggung jawabnya untuk
mewujudkan misi nation and character building.
DAFTAR PUSTAKA
Branson, M.S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LkiS.
Budimansyah, D. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung:
PT Genesindo.
Cholisin. (2011). Pengembangan Karakter Dalam Materi Pembelajaran PKn. Disampaikan
pada kegiatan MGMP PKn SMP Kota Yogyakarta
Cogan, J.J. and Raymond, D. (1998). Citizenship Education in 21st Century. London:
Kogan Page.
Dhakidae, Daniel, (2002) Indonesia dalam Krisis 1997-2002, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Djahiri, A.K (2007). Kapita Selekta Pembelajaran; Pembaharuan Paradigma PKN – PIPS –
PAI. Bandung: Lab. PMPKN FPIPS UPI Bandung.
Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.
Simbolon, Parakitri. T (2000) “Indonesia Memasuki Milenium Ketiga”, dalam 1000
Tahun Nusantara, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Tim Pendidikan Karakter. (2010). Grand Design Pendidikan Karakter.
Kemendiknas.
Jakarta:
T. Ramli. (2003). Pendidikan Karakter. Jakarta
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wahab, A.A. (2001). Implementasi dan Arah Perkembangan Pendidikaan Kewarganegaraan
(Civic Education) di Indonesia. Bandung: Civicus Jurnal Ilmu Politik, Hukum dan
PKn Edisi 1.
Zuchdi, Darmiyati. (2010). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan yang
Manusiawi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. III.
_______________, dkk. (2011). Pengembangan model pendidikan karakter dengan pendekatan
komprehensif terintegrasi dalam pembelajaran bidang studi di sekolah dasar.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/282717
PERMAINAN TRADISIONAL SEBAGAI WAHANA PEMBENTUKAN KARAKTER
GENERASI MUDA
57
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Mohammad Nur Huda
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstrak
Indonesia memiliki berbagai macam permainan tradisional yang tersebar di berbagai
daerah. Permainan tradisional tersebut diantaranya Dhakon, Gobak Sodor, Cublakcublak Suweng, Jamuran dan Petak Umpet.Masing-masing permainan tradisional
tersebut memiliki nilai-nilai karakter yang dapat membentuk karakter generasi muda
atau dengan kata lain dapat membentuk karakter pemain atau pemeran dari permainan
tradisional tersebut.Nilai-nilai karakter yang terdapat didalam permainan tradisional
merupakan nilai-nilai yang mengandung pesan moral yang bermuatan kearifan lokal.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat telah membuat
permainan tradisional perlahan ditinggalkan oleh generasi muda. Oleh karena itu,
perlu digali kembali dan diimplementasikan nilai-nilai karakter yang terkandung
didalam permainan tradisional tersebut.
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan wilayah daratan yang sangat luas
dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Luas wilayah Indonesia
seluruhnya adalah 5.193.250 km², yang terdiri dari daratan seluas 2.027.087 km² dan
perairan seluas 3.166.163 km².1Luas daratan Indonesia yang sangat luas tersebut telah
memberikan berbagai keuntungan bagi bangsa Indonesia, misalnya dibidang pertanian,
pertambangan, kependudukan, hingga kebudayaan.
Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sangatlah beranekaragam dan
tersebar di seluruh daerah. Bentuk kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia salah
satunya yaitu permainan tradisional. Permainan tradisional pada umumnya dimainkan
oleh hampir seluruh generasi muda di berbagai daerah. Permainan tradisional tersebut
pada jaman dahulu menjadi permainan sehari-hari yang dilakukan oleh generasi
muda.Permainan tradisional yang dimainkan pun beranekaragam dan masing-masing
dimainkan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di daerah masing-masing.
1
Kaelan dan Achmad Zubaidi.2010.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Paradigma.
58
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membuat perubahan
yang sangat signifikan dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Terutama
generasi muda saat ini yang lebih suka hal-hal yang bersifat praktis. Permainan
tradisional yang pada jaman dahulu menjadi permainan sehari-hari, saat ini sangat
jarang sekali kita lihat generasi muda bermain permainan tradisional. Saat ini justru
generasi muda lebih cenderung suka permainan online atau game onlinedaripada
permainan tradisional. Padahal permainan tradisional memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan permainan online atau game online.Generasi muda saat ini belum
mengetahui nilai-nilai yang terkandung didalam permainan tradisional tersebut. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penggalian dan aktualisasi nilai-nilai yang terkandung
didalam permainan tradisional. Dengan demikian, permainan tradisional bisa dijadikan
sebagai wahana pembentukan karakter bagi generasi muda agar mempunyai daya
saing ketika bangsa Indonesia sedang bersaing dengan bangsa lainnya di berbagai level
dan bidang.
B. PERMAINAN TRADISIONAL
Permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak
dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil
terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari.
Selain itu, permainan anak-anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur
kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan. Oleh
karena itu, permainan tradisional anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya,
sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan
identitasnya di tangah kumpulan masyarakat yang lain (Sukirman, 2004).2
Menurut Atik Soepandi, Sekar dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut
permainan adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat
ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala
apa yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek
moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat
atau tidak, yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan
2
Dharmamulya, Sukirman. 2008. Permainan Tradisional Jawa.Yogyakarta: Kepel Press.
59
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
atau untuk menyenangkan hati. Seiring dengan perubahan teknologi, permainan
tradisional pun mengalami perubahan. Satu dari unsurnya yang berubah adalah
peralatannya. Perubahan dalam hal bentuk, warna atau ragam hiasnya, tetapi pada
umumnya yang berubah adalah bahan dasarnya. Meski berubah, pada dasarnya
prinsip memainkannya tetap sama.
Cahyono (2011:2) mengemukakan sejumlah karakter yang dimiliki oleh
permainan tradisionalyang dapat membentuk karakter positif pada anak sebagai
berikut:
Pertama, permainan tradisional cenderung menggunakan atau memanfaatkan
alat atau fasilitas di lingkungan kita tanpa harus membelinya sehingga perlu daya
imajinasi dan kreativitas yang tinggi. Banyak alat-alat permainan yang dibuat atau
digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Misalkan mobilmobilan yang terbuat dari kulit jeruk bali, engrang yang dibuat dari bambu,
permainan ecrak yang menggunakan batu, telepon-teleponan menggunakan
kaleng bekas dan benang nilon dan lain sebagainya.
Kedua, permainan anak tradisional melibatkan pemain yang relatif banyak.
Tidak mengherankan, kalau kita lihat, hampir setiap permainan rakyat begitu
banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kesenangan bersama,
permainan ini juga mempunyai maksud lebih pada pendalaman kemampuan
interaksi antarpemain (potensi interpersonal). seperti petak umpet, congklak, dan
gobak sodor.
Ketiga, permainan tradisional menilik nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral
tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang
dada (kalau kalah), dorongan berprestasi, dan taat pada aturan. Semua itu
didapatkan kalau si pemain benar-benar menghayati, menikmati, dan mengerti
sari dari permainan tersebut.
Permainan tradisional menurut Yunus (1981) umumnya bersifat rekreatif,karena
banyak memerlukan kreasi anak. Permainan ini biasanya merekonstruksi berbagai
kegiatan sosial dalam masyarakat. Seperti : pasaran yang menirukan kegiatan jual beli,
jaranan yang menirukan orang yang sedang melakukan perjalanan dengan naik kuda,
permainan menthok-menthok yang melambangkan kemalasan.
Setiap daerah mempunyai permainan yang pelaksanannya hampir samaatau
banyak persamaan dengan permainan di daerah lain. Tentang nama permainan ada
yang sama, tetapi tidak jarang namanya berbeda dengan daerah lainnya. Sebagai
contoh dapat dikemukakan di Jawa Tengah dikenal dengan permainan gobak sodor, di
Jakarta disebut galasin, sedangkan di Sumatra Utara disebut dengan margalah. Tetapi
yang jelas permainan itu mempunyai aturan permainan yang sama. Supaya tidak
60
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
membingungkan pada salah satu nama daerah, maka Direktur Keolahragaan memberi
nama permainan tersebut dengan nama permainan hadang. Nama hadang sendiri
ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan, bahwa di dalam permainan ini tugas
permainan adalah menghadang (Soemitro, 1992:172).3
Berbagai permainan tradisional memiliki karakter yang dikembangkan melalui
masing-masing permainan tradisional yakni sebagai berikut:
Tabel. 1. Jenis Permainan Tradisional dan Karakter yang Dikembangkan
No.
1.
2.
Nama jenis Permainan
tradisional
Petak umpet
Karakter yang dikembangkan
Mengasah
emosinya
sehingga
timbul toleransi dan empati
terhadap orang lain, Nyaman dan
terbiasa dalam kelompok.
Cublak-cublak Suweng Ketelitian dan keberanian dalam
Mencari benda (kerikil, batu dll)
yang dianggap sebagai suweng
yang disembunyikan
Keterangan
Dimainkan
lebih dari dua
orang
Dapat
dilakukan
dengan dua
orang peserta
atau lebih
Dilakukan
hanya
oleh
dua
orang
saja
3.
Dakonan
Permainan congklak alias dakon ini
mengajarkan kecermatan dalam
menghitung, ketelitian dan juga
kejujuran. Setiap pemain dituntut
untuk
bisa
memperkirakan
kemenangnnya
dengan
mengumpulkan biji dakon paling
banyak.
Nilai-nilai
ini
yang
belakangan
diabaikan
oleh
permainan
moderen.
4.
Lompat Tali
Permainan yang disebut sebagai Dimainkan 3
tali merdeka ini mengandung nilai orang
atau
kerja
keras,
ketangkasan, lebih
kecermatan dan sportivitas. Nilai
kerja keras tercermin dari semangat
pemain yang berusaha agar dapat
melompati tali dengan berbagai
macam
ketinggian.
Nilai
ketangkasan
dan
kecermatan
tercermin dari usaha pemain untuk
memperkirakan antara tingginya
tali dengan lompatan yang akan
3
Soemitro.1992. Permainan Kecil. Jakarta: Depdikbud.
61
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
dilakukannya. Ketangkasan dan
kecermatan dalam bermain hanya
dapat dimiliki, apabila seseorang
sering bermain dan atau berlatih
melompati
tali
merdeka.
Sedangkan
nilai
sportivitas
tercermin dari sikap pemain yang
tidak berbuat curang dan bersedia
menggantikan pemegang tali jika
melanggar peraturan yang telah
ditetapkan dalam permainan.
5.
6.
7.
8.
9.
Petak jongkok
Kebersamaan,
menunjukkan Dimainkan
ekspresi marah, senang, patuh oleh
tiga
pada peraturan dan disiplin.
orang lebih
Engklek
Sabar menunggu giliran dan Dimainkan
terbiasa
antri,
patuh
pada lebih dari dua
peraturan main, keseimbangan orang
tubuh dan badan.
Ular naga
Menghargai
teman
sebaya, Dimainkan
konsisten dengan peraturan yang oleh
lebih
telah disepakati bersama, tidak dari 5 orang
memaksakan kehendak, menolong
teman,
memecahkan
masalah
sederhana, membedakan besarkecil, panjang dan pendek.
Lempar kasti
Sabar menunggu giliran dan Harus genap,
latihan antri, kerjasama dalam tim, minimal
10
mengembalikan
alat
pada orang
tempatnya, mengerti aturan main,
ketangkasan.
Galasin/ gobak sodor
Ketangkasan,
mengerti
aturan Harus genap,
main, kerjasama dengan tim, minimal
8
mengetahui hak dan kewajiban.
orang
Sumber:http://prosiding.upgrismg.ac.id/index.php/SEM_2012/SEMINAR_2012
/paper/view/246/191.
C. KARAKTER
Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul
pada akhir abad-18, dan untuk pertama kalinya dicetuskan oleh pedagogik Jerman
F.W.Forester.4Secara etimologi, akar kata karakter dapat dilacak dari bahasa Inggris:
4
Doni Koesoema A.2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern.Jakarta: PT.
Grasindo.hal.79.
62
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
character; Yunani: character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat
dalam.5Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimana karakter diartikan sebagai
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain. Karakter juga bisa diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu
dilakukan atau kebiasaan.Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian.6
M. Furqon Hidayatullah mengutip dari Rutland yang mengemukakan bahwa
karakter berasal dari akar kata bahasa Latin yang berarti "dipahat". Sebuah kehidupan,
seperti sebuah blok granit dengan hati-hati dipahat atau pun dipukul secara
sembarangan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah mahakarya atau puing-puing
yang rusak. Karakter, gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat di dalam
batu hidup tersebut, akan menyatakan nilaiyang sebenarnya.7Karakter adalah kualitas
moral yang akan mengarahkan cara seseorang yangmengambil keputusan dan
bertingkah laku. Dalam hal ini, karakter mengacu pada perbuatan yang relevan dengan
nilai-nilai moral (Wynne & Walberg, 1984).8
Menurut Thomas Lickona (1991), pendidikan karakter adalah pendidikan budi
pekerti, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan ( feeling ), dan
tindakan (action), tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.9
Sedangkan menurut Kemendiknas (2010), pendidikan karakter merupakan upayaupaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta
didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.10Menurut Tadkiratun Musfiroh
(2008: 27), karakter mengacu pada serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi
5
Lorens Bagus.2000.Kamus Filsafat.Jakarta: Gramedia.hal.392.
Poerwadarminta. 1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. hal.20
7
M. Furqon Hidayatullah.2010.Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa.Surakarta: Yuma
Pustaka.hal.12.
8
Wynne, E., & Walberg, H. (Eds.).1984. Developing character: Transmitting knowledge.
Posen, IL: ARL.
9
Masnur, Muslich.2011.Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial. Jakarta: Bumi
Aksara.hal.69
10
Kemendiknas.2010.Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta:Kemendiknas.
6
63
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
(motivations), dan keterampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal yang
terbaik.Maksudnya bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang sengaja dilakukan
untuk membantu masyarakat, memahami perilaku orang lain, peduli dan bertindak
serta memiliki ketrampilan atas nilai-nilai etika.11
Pendidikan Karakter menurut Ratna Megawangi adalah sebuah usaha untuk
mendidik
anak-anak
agar
dapat
mengambil
keputusan
dengan
bijak
dan
mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka dapat
memberikan sumbangsih yang positif kepada lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai
karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai universal yang
mana seluruh agama, tradisi, dan budaya pasti menjunjung tinggi nila-nilai tersebut.
Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat
walaupun berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama.12Menurut Zubaidi (2012),
pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan dari nilai-nilai yang
menjadi padangan hidup. Nilai karakter yang dikembangkan di Indonesia berasal dari
empat sumber. Pertama, agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
beragama. Oleh karena itu segala pikiran, sikap dan perilakunya tidak lepas dari norma
agama. Kedua, Pancasila. Artinya nilai yang terkandung dalam pancasila mewarnai
kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Ketiga, budaya. Masyarakat
Indonesia kaya akan budaya. Posisi ini menjadikan budaya sebagai sumber nilai dalam
kehidupan. Keempat, tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UndangUndang 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Tujuan ini sebagai rumusan
kualitas yang harus tertanam dalam diri individu dan dikembangkan oleh satuan
pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.13
Dalam wacana pendidikan Barat, telah cukup lama dikenal dua istilah yang
hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu
paedagogie dan paedogogiek. Paedagogie artinya “pendidikan”, sedangkan paedagogiek,
berarti “ilmu pendidikan”.14Paedogogiek atau ilmu pendidikan adalah menyelidiki dan
11
Tadkiratun Musfiroh.2008.Character building. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ratna Megawangi.2007. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, Cet.
II.Jakarta: Indonesia heritage Foundation.hal.93.
13
Zubaidi. 2012. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
14
Ngalim Purwanto. 1985.Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Remaja Rosda Karya.hal.1
12
64
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
merenungkan gejala-gejala atau fenomena-fenomena perilaku dalam mendidik.Istilah
tersebut berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya adalah Paedagogia, yang berarti
pergaulan dengan anak-anak.Secara etimologis, paedagogos berasal dari kata paedos
(anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Dengan demikian, paedagogos
berarti saya membimbing anak.15Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004),
pendidikan karakter dimaknaisebagai berikut: “character education is the deliberate effort
to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the
kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what
is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the
face of pressure from without and temptation from within”.16
Menurut Thomas Lickona (1992), terdapat sepuluh tanda perilaku manusiayang
menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa yaitu :
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.
2. Ketidakjujuran yang membudaya.
3. Semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru dan figur
pimpinan.
4. Pengaruh peer-group terhadap tindakan kekerasan.
5. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian.
6. Penggunaan bahasa yang memburuk.
7. Penurunan etos kerja.
8. Menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara.
9. Semakin tingginya perilaku merusak diri dan lingkungan.
10. Semakin kaburnya pedoman moral.17
D. KESIMPULAN
Permainan tradisional yang terdapat di Indonesia bukan hanya sebagai
permainan saja, Akan tetapi juga sebagai wahana pembentukan karakter generasi
muda. Pembentukan karakter generasi muda melalui permainan tradisional dapat
dilihat dari adanya nilai-nilai karakter yang terkandung didalam permainan tradisional
tersebut. Nilai-nilai tersebut akan menjadi sebuah nilai-nilai yang akan membekas atau
membentuk karater generasi muda. Nilai-nilai yang terdapat didalam permainan
tradisional diantaranya kejujuran, kesabaran, kebersamaan, toleran, suka menolong,
15
Ibid., Hal 2.
David Elkind and Freddy. 2004. Quantum Teaching. Bandung: PT Mizan Pustaka
17
Lickona, Thomas.1992.Educating for Character : How our Schools can Teach Respect and Responsibility. New
York: Bantam Book.
16
65
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
sportif, patuh dan mudah berteman. Pembentukan karakter generasi muda yang baik
akan berdampak baik bagi bangsa dan negara. Perlu dilakukan inventarisasi permainan
tradisional yang terdapat disetiap daerah yang disertai dengan nilai-nilai yang
terkandung didalamnya sehingga generasi muda dapat mengetahui tentang permainan
tradisional yang ada di daerahnya dan dapat bermain permainan tradisional.
Permainan tradisional harus kita lestarikan mengingat nilai-nilai yang terkandung
didalamnya sangatah penting bagi pembentukan karakter generasi muda. Bangsa
Indonesia akan menjaddi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa lainnya
manakala generasi muda berkarakter sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
David Elkind and Freddy. 2004. Quantum Teaching. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Dharmamulya, Sukirman. 2008. Permainan Tradisional Jawa.Yogyakarta: Kepel
Press.
Doni Koesoema A.2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Modern.Jakarta: PT. Grasindo.
Hidayatullah, M. Furqon.2010. Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban
Bangsa.Surakarta: Yuma Pustaka.
Kaelan dan Achmad Zubaidi.2010.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:
Paradigma.
Kemendiknas.2010.Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama.Jakarta:Kemendiknas.
Lickona, Thomas.1992.Educating for Character : How our Schools can Teach
Respect and Responsibility. New York: Bantam Book.
Lorens Bagus.2000.Kamus Filsafat.Jakarta: Gramedia.
Masnur, Muslich.2011.Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multi-dimensial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Ngalim Purwanto. 1985.Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Poerwadarminta. 1997.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Ratna, Megawangi.2007. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk
Membangun Bangsa, Cet. II.Jakarta: Indonesia heritage Foundation.
Soemitro.1992. Permainan Kecil. Jakarta: Depdikbud.
66
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Tadkiratun Musfiroh.2008.Character building. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wynne, E., & Walberg, H. (Eds.).1984. Developing character: Transmitting
Knowledge.Posen, IL: ARL.
Yunus, Ahmad.1981. Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta.Yogyakarta
:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaaan Daerah.
Zubaidi. 2012. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http://prosiding.upgrismg.ac.id/index.php/SEM_2012/SEMINAR_2012/paper/view
/246/191
67
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR (SDA)
DALAM BINGKAI ETIKA PANCASILA
Oleh : Elviandri
Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstrak
Pada hakikatnya, kebutuhan akan mereposisi kembali (baik secara konseptual
maupun kontekstual) pemaknaan terhadap Pancasila sebagai sebuah landasan
ideologis-filosofis menjadi kebutuhan mendesak terutama dalam pengelolaan sumber
daya air (SDA) berbasis etika pancasila. Seharusnya Pancasila dimaknai secara utuh
dan saling bertautan serta melengkapi. Dengan kata lain, ketidakhadiran sebuah asas
pancasila dalam pengelolaan sumber daya air (SDA) baik secara konseptual maupun
praktek, maka akan menjadikan negara ini cacat secara permanen. Oleh karenanya,
timbul pertanyaan mendasar bagaimana pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam
bingkai etika pancasila? Tulisan ini bersifat deskriptif dengan pedekatan studi
kepustakaan (Library Reasearch), untuk mengetahui pengelolaan sumber daya air (SDA)
dalam bingkai etika pancasila. Dalam tulisan ini penulis menwarkan pengelolaan
sumber daya air (SDA) yang berbasis etika pancasila adalah: Pertama, Berdasarkan
moralitas ketuhanan. Kedua, Berdasarkan moralitas manusia beradab. Ketiga,
Berdasarkan nilai dasar persatuan. Keempat, Berdasarkan orientasi kerakyatan. Kelima,
Berdasarkan keadilan sosial. Pada akhirnya keberadaan etika Pengelolaan Sumber
Daya Air (SDA) tidak bisa dilepaskan dari etika Pancasila yang menjadi dasar bagi
seluruh kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Kata Kunci: Sumber Daya Air (SDA), Etika, Pancasila
A. Pendahuluan
Perdebatan sekitar pengelolaan sumber daya air berserta konflik kepentingan
yang ada di dalamnya terkait pada: pertama, kecenderungan negara memprivatisasi
pengelolaan sumber daya air yang memberi peluang sangat besar kepada swasta
untuk terlibat dalam pengelolaan dan pembagian air kepada masayarakat; 18 kedua,
18
Riset Mahadev Bhat dan Athena Stamatiades tentang Kependudukan dan Lingkungan Hidup di florida selatan
amerika tahun 2003 menunjukan, konflik yang di sebabkan oleh komersial ekonomi dan politik terhadap teluk
eksploitasi Biscayne Bay, dimana masyarakat umum menjadi kelompok terbesar namun juga terlemah, lihat
Mahadev Bhat, Athena Stamatiades, Institutions, Incentives, and Resource Use Conflicts: The Case of Biscayne
68
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
kontrol yang sangat besar lembaga-lembaga internasional terhadap pengelolaan
sumber daya air sebagai bagian dari upaya mengubah krisis air menjadi peluang
pasar (market opportunity) untuk mencari keuntungan; ketiga, warisan kerusakan dari
sistem pengelolaan yang dikembangkan oleh rezim lama bukan hanya berakibat
pada kelangkaan air, juga berdampak pada aspek ekonomi, sosial, dan politik
(komuniti) petani.19
Air sebagai kebutuhan “ultraprimer” dengan tingkat konsumsi terus bertambah
serta tidak ada benda subtitusinya memungkinkan swasta penyedia air minum
dapat menancapkan kuku kekuasaannya kian dalam tanpa melihat derita dan
nestapa rakyat miskin.20
Keputusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 Tanggal 18/2/2015 yang
membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(SDA), wajah pengelolaan SDA di negeri ini telah mengalami perubahan. Semangat
dari keputusan hakim Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak berlakunya UU
Nomor 7 Tahun 2004 ialah menjamin keadilan dalam pemanfaatan air bersih bagi
setiap anggota masyarakat. Namun, tetap memberikan ruang investasi untuk
pemanfaatan air bagi perusahaan BUMN, BUMD, dan swasta. Pemerintah
diharapkan tidak memaknainya sebagai pengembalian hak dan kewajiban
pengelolaan sumber daya air semata. Akan tetapi, mestinya membuat kebijakan
perundangan yang lebih baik, dengan mempertimbangkan hak dasar tiap
masyarakat yang dilindungi oleh konstitusi Indonesia berbasis keadilan sosial dalam
bingkai etika Pancasila.
Pancasila adalah rumusan realitas, bukan hanya realitas Indonesia, melainkan
realitas manusia pada umumnya. Dimana manusia yang terlahir pada sebuah
bangsa yang menghadapi masalah akibat adanya kemajemukan suku, agama, ras
dan kebudayaan. Indonesia berada dalam kondisi kemajemukan itu, maka realitas
akan kemajemukan manusia Indonesia akan sangat rentan terhadap perpecahan.
Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia yang telah menempuh perjalanan
panjang lebih dari setengah abad telah memunculkan ragam perdebatan, interpretasi
dan penafsiran dengan menggunakan berbagai macam perspektif.
Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan salah satu yang mendasari
lahirnya Pancasila sebagai falsafah sekaligus menjadi ideologi bangsa. Dengan kata
lain pancasila digunakan sebagai petunjuk hidup, pedoman hidup serta sebagai
penujuk arah bagi semua aktifitas hidup masyarakat Indonesia dalam segala bidang.
Pancasila berfungsi sebagai cita-cita yang selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiaptiap manusia Indonesia sehingga diharapkan bisa terwujud. Oleh karena itu, dapat
Bay, Florida, Population and Environment, Vol. 24, No. 6, Restoring the Florida Everglades: Balancing
Population and Environment (Jul., 2003), pp. 485-509
19
Makinuddin & Sasongko, Analisis Sosial: Bersaksi dalam Advokasi Irigasi, Bandung, AKATIGA, 2006, hlm.
118.
20
Gatot Irianto, Dampak Privatisasi Air Minum, Opini, Kompas, 19 Pebruari 2004
69
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
dikemukakan bahwa pelaksanaan pancasila dalam hidup bermasyarakat tidak boleh
bertentangan dengan norma agama maupun norma-norma yang telah ada di dalam
masyarakat.
Pancasila sebagai sebuah ideologi, faham, cita dan ide sama posisinya sebagai
grundnorm yang diajukan oleh Hans Kelsen. Bahwa sebagai grundnorm Pancasila
mengandung nilai dan semangat yang mulia dan diyakini mampu mengantarkan
bangsa Indonesia menuju tujuannya.21 Pancasila sebagai sebuah ideologi harus tetap
bertahan pada jati dirinya, yaitu mampu bergerak ke dalam
(segi intrinsik) yaitu
22
23
24
konsisten, koheren, dan koresponden. Dari (segi ekstrinsik) pancasila harus
menjadi penyalur dan penyaring kepentingan horisontal maupun vertikal.25 Hal ini
terjadi karena nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila bersifat universal dan
abstrak. Walaupun harus diakui terdapat kesulitan memadukan antara nilai absolut
dan kepentingan aktual. Namun, nilai bersama dan konsensus nasional, harus
mampu mengendalikan kepentingan horisontal dan vertikal.26
Pancasila adalah kategori operatif, yaitu prinsip-prinsip atau norma-norma
asasi yang, meskipun tidak disadari atau bahkan tidak dimengerti, menjadi asas
perbuatan.27 Fungsi dan peran Pancasila yang dijiwai oleh kelima silanya adalah
sebagai pedoman bagi penegakan hukum terutama yang berhubungan dengan hajat
hidup orang banyak, di antaranya adalah yang menjadi pokok atau topik yang
menjadi kajian dalam makalah ini yaitu tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA)
Dalam Bingkai Etika Pancasila.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah,
bagaimanakah pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam bingkai etika pancasila?
C. Metode Penelitian
Tulisan ini bersifat deskriptif dengan pedekatan studi kepustakaan (Library
Reasearch), dengan cara mengiventarisir berbagai bahan pustaka utama dan
pendukung yang berkaitan dengan fokus permasalahan untuk memperoleh
gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh, tentang pengelolaan sumber
21
Bernard L. Tanya, dkk., Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Cetakan Pertama, Genta Publishing, Yogyakarta,
2015. Hlm.13-27
22
Konsisten dalam bahasa Latin consistere berarti ‘berdiri bersama’, artinya sesuai, harmoni atau memiliki
hubungan logis. Satu sila harus memiliki kesatuan yang padu. Dalam Kunto Wijoyo, Identitas Politik Umat Islam,
Bandung: Mizan, 1997, hal. 82
23
Koheren dalam bahasa Latin cohaerere berari ‘lekat satu dengan yang lainnya’, artinya satu sila harus memiliki
kaitan antara satu dengan yang lain. Dalam Ibid, Kunto Wijoyo; 1997
24
Koresponden dalam bahasa Latin com, berarti ‘bersama’, respondere artinya ‘menjawab’, artinya memiliki
kesesuaian antara teori dan praktik, antara deologi dengan kenyataan. Dalam Ibid, Kunto Wijoyo; 1997
25
Ibid, hal. 81-82
26
Ibid, hal. 55
27
Kumpulan Karangan Drijakara, Drijakara Tentang Negara dan Bangsa, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hal. 53
dalam Abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Surya Raya, 2004, hal. 14
70
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
daya air (SDA) dalam bingkai etika pancasila. Dengan dilakukannya cara ini, selain
diperoleh berbagai informasi yang diperlukan, penulis juga mendapatkan
pengetahuan tingkat permukaan, tentang berbagai bagian dari fokus permasalahan
tertentu.
D. Pembahasan
1. Pancasila, Nilai, Ideologi dan Asas Hukum
Nilai-nilai Pancasila tidak cukup hanya ditafsirkan secara tunggal. Pancasila
dalam pembacaannya haruslah secara plural. Nilai pancasila tidak dapat dilihat
secara hirarkis, karena dalam Pancasila tidak ada nilai yang lebih tinggi daripada
nilai-nilai lainnya atau satu nilai mendominasi nilai yang lain. Dengan demikian,
maka dalam konteks ilmu hukum non-sistematiknya Anton F. Susanto melihat
pancasila sebagai pola relasi gradasi antara sila-sila dalam Pancasila itu sendiri
dan tidak bersifat sistematis hirarkis.
Anton menilai pancasila sederajat, tidak ada sila yang lebih tinggi dibanding
sila-sila lainnya dan yang lebih penting lagi dan mendasar adalah tidak ada lagi
logika oposisi biner dalam pembacaan Pancasila. Maka dengan dekonstruksi seperti
ini, susunan hierarki scara piramidal, saling mengkualifikasi, meliputi dan
menjiwai menjadi sesustu yang tidak perlu.28
Pancasila berfungsi sebagai “teks” atau “konsep” yang isinya mengandung
nilai yang berbeda satu sama lain. Perbedaan itu tidak harus dibuat menjadi sama
dengan maksud agar memiliki harmoni yang kemudian menjadi paradigma
kehidupan masyarakat Indonesia dalam sistem nilai yag tercerimin pada
perbedaan atau pluralitas disegala aspek kehidupan.29 Pancasila harus juga
dipahami sebagai pengalaman kemanusiaan, bukan sekedar susunan konsep
abstrak dalam pikiran dan hanya menjadi kata-kata yang diucapkan di ruang
publik belaka.
Pekerjaan yang seharusnya tidak pernah terhenti bagi siapun adalah selalu
mengupayakan memberikan makna baru pada nilai-nilai Pancasila, sehingga
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi tetap relevan dengan zaman.
Hal ini menjadi sangat penting ketika nilai-nilai tersebut akan diwujudkan ke
dalam norma hukum, maka pemahaman kita akan hukum bukan lagi pemahaman
tunggal melainkan plural dan dapat berubah-ubah. 30
Pancasila sebagai sebuah nilai selain menjadi sumber tertib hukum atau
sumber hukum, falsafah dan pandangan hidup serta pandangan dunia
(Weltanschauung) juga merupakan ideologi bangsa. Maka dalam konteks ini
28
Anton F. Susanto, Ilmu Hukum Non-Sistematik, Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia,
Yogyakarta:Genta Publishing, 2010. Hal. 293
29
Ibid. hal. 295
30
Ibid. Hal. 297
71
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Indonesia sebagai penganut ideologi pancasila harus konsekuen dengan
ideologinya.31
Pancasila dapat dimaknai sebagai sebuah pondasi yang saling melengkapi
antara satu dengan yang lain. Sebagai landasan filosofis-ideologis menjadi asas
dalam membangun bangsa Indonesia sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan,
bukan berakhir menjadi sebuah negara yang penuh absurditas dan anomaly atau
hanya sekedar metafisis untuk menguatkan pendapat kelompok-kelompok
tertentu.
Pancasila dalam konteks cita-cita seharusnya relevan dengan kenyataan
mengenai landasan nilai ideal. Pembentukan berbagi sistem yang dianut bangsa
Indonesia tertuang dalam konstitusi yang disebut Undang-Undang Dasar 1945,
dan termuat dalam peraturan yang lain, akan tetapi pembentukan sistem tersebut
juga harus mendasarkan pada sumber paling mendasar yang didalamnya termuat
berbagai tujuan, cita-cita, serta cermin kepribadian bangsa, sehingga diharapkan
setiap sistem, kebijakan, maupun peraturan yang disusun tidak bertentangan
dengan beberapa hal tersebut.
Adanya pemaknaan akan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila
maka langkah awal untuk melakukan pembaharuan khususnya di bidang hukum
sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat dapat tercapai. Meskipun
tidak dapat dipungkiri seiring dengan perkembangan zaman serta pencampuran
budaya secara global tanpa disadari amanat yang terkandung di dalam pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum sedikit demi sedikit semakin terkikis
dan dapat menyebabkan menipisnya rasa nasiaonalisme dan cinta tanah air
bangsa Indonesia sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kualitas sistem yang
diciptakan.32
2. Pancasila; Etika dan Moralitas
Etika Pancasila berangkat dari refleksi kritis atas nilai-nilai fundamental
Pancasila. Lebih jauh Yudi Latif33 menegaskan Pancasila sebagai basis moralitas
dan haluan kebangsaan-kenegaraan. Etika Pancasila mendasarkan dirinya pada
keberadaan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila
menjadi inspirasi sekaligus pegangan hidup dalam mewujudkan harapan dan
cita-cita bangsa. Secara garis besar, nilai-nilai dasar Pancasila berlandaskan pada
adanya Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil).34 Nilai universal yang dimiliki
masing-masing sila menunjukkan orientasi sekaligus idealitas yang hendak
31
Anton F. Susanto dalam Hyuronimus Rhiti, Filsafat Hukum (Edisi Lengkap), Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2011. Hal. 188.
32
Rikardo Simarmata, Digest Law, Society & Development, Volume I Desember 2006-Maret 2007.
33
Yudi Latif, Negara Paripurna, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011. Hlm.42
34
Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah Populer, cet. Ke-9, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 46
72
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
diwujudkan negara ini. Sehingga seluruh komponen bangsa berkewajiban
menempatkan Pancasila sebagai fondasi gerak bagi kemajuan bangsa
Persoalan ini tentunya menyentuh sisi-sisi moralitas (baca:etis) dari
keberadaan manusia itu sendiri. Etika sebagai salah satu cabang filsafat yang
paling tua, mencoba memberikan panduan atas persoalan-persoalan yang terjadi
di tengah kemelut eksistensial kemanusiaan. Bukan saja dalam kehidupan hari ini,
pada masa lampau pun etika dalam bentuknya yang masih sederhana sudah
mulai melakukan langkah-langkah yang elegan bagi menuntun manusia ke arah
yang lebih baik. Sebagai sebuah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari
sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk, etika mendasarkan dirinya
pada aspek normatif. Normativitas inilah yang kemudian merupakan sudut
pandang yang khas dan sekaligus yang membedakan etika dengan disiplin ilmu
lain yang membahas tingkah laku manusia.35
Disinilah kemudian Pancasila sebagai falsafah negara Indonesia memberikan
sebuah sudut pandang yang luas-mendalam terhadap persoalan-persoalan
kemanusiaan universal bangsa Indonesia. Melalui sila-sila yang ada di dalam
Pancasila, bangsa Indonesia diharapkan menjadi sebuah negara-bangsa yang di
samping kuat-kokoh terhadap dimensi spritualitasnya, juga memiliki landasan
yang sangat mengakar pada nilai-nilai kemanusiaannya sendiri. Hal inilah yang
digambarkan oleh Notonagoro tentang keterkaitan antara sila pertama dengan
sila-sila berikutnya di dalam Pancasila.36
Ke-Tuhan-an merupakan pijakan utama sekaligus acuan bagi pembentukan
tata-kehidupan yang berpri-kemanusiaan, yang di dalam sila kedua lebih
dikonsentrasikan pada aspek “adil dan beradab”. Ke-Tuhan-an menjadi sebuah
landasan ontologis sekaligus epistemologis di dalam merancang-bangun sebuah
peradaban Indonesia yang berurat-berakar pada nilai-nilai kemanusiaan itu
sendiri. Dari dua landasan ini akan melahirkan sebuah normativitas (aksiologis)
kehidupan yang mencerdaskan sekaligus berefek mencerahkan.
Dari pemaham di atas, minimal ada tiga cara berfikir etis yang dapat
dijadikan dasar penilaian kritis atas tindakan kita sebagai warga masyarakat yang
menjadikan pancasila sebagai grundnorm terlebih lagi bagi aparat penegak
hukum.37
a. Etika Deontologis
Etika deontologis adalah cara berfikir etis yang mendasarkan diri pada
prinsip atau norma objektif (hukum ataupun norma-norma moral, agama dan
adat istiadat, dll) yang dianggap harus berlaku dakam situasi dan kondisi
apapun. Pendekatan etika deontologis bersifat rule driven, yang menilai
35
K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 25
Notonagoro, Op. Cit. hlm. 46-66
37
Bernard L. Tanya, Penegak Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Yogyakarta,2011,
36
73
hlm. 12
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
moralitas dari suatu tindakandidasarkan tindakan yang ditentukan oleh aturan
yang menjadi rujukan. Tokoh utama deontologis adalah Immanuel Kant, yang
mengajukan dua ukuran objektif untuk menyatakan suatu tindakan itu secara
etis “benar” atau “salah”. Prinsip pertama, menurut Kant yaitu bertindaklah atas
dalil, bahwa apa yang anda lakukan itu dapat berlaku sebagai hukum yang
bersifat universal. Artinya, apa yang kita lakukan itu “benar” apabila
dimanapun dan kapanpun adalah yang seharusnya dilakukan oleh siapapun.
Prinsip kedua, adalah tindakan itu benar apabila memeperlakukan manusia,
baik itu orang lain atau diri sendiri, di dalam setiap hal, sebagai tujuan dan
bukan sekedar sebagai alat, sehingga setiap tindakan yang memperlakukan
manusia sebagai objek, bukan sebagai subjek yang penuh sebagai manusia,
maka tindakan tersebut adalah salah.
Dalam kedua prinsip teresbut menurut Kant terkandung “kewajiban
moral” sebagai dasar tindakan etis. Kewajiban moral yang melekat pada tugas,
posisi, status, jabatan adalah menjadi dasar tindakan etis dan karenanya mutlak
harus dilakukan, bersifat imperatif kategoris. Tugas adalah suatu perintah
normatif, dan oleh karena itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan
tanpa syarat, seperti kewajiban bersikap adil, berlaku jujur dan menghormati
hak orang lain dalam sistem peradilan pidana.
b. Etika Teleologis
Etika teleologis adalah cara berfikir etis yang memberi tekanan pada
tujuan dan akibat dari sebuah tindakan. Tindakan yang berangkat dari tujuan
yang luhur, apalagi berakibat baik, akan baik secara etis, sebaliknya setiap
tindakan dilakukan dengan tujuan jahat, akan jahat secara etis. Menurut John
Stuart Mill yang beraliran utilitarianisme, yang menjadi ukuran baik
berdasarkan pada dalil “The gratest good for the greatest number”, sebuah
tindakan dikatakan baik apabila “membawa kebaikan yang paling besar bagi
sebanyak mungkin orang”.
c. Etika Kontekstual (Etika Situasi),
Etika Kontekstual adalah cara berfikir etis untuk mengambil tindakan
yang paling tepat/pantas dan paling dapat dipertanggung jawabkan
berdasarkan situasi konkret. Jadi penilaian etis tidaknya suatu tindakan,
sanagat tergantung pada situasi konkret. Jika etika deontologis mendasarkan
tindakan etis bardasarkan kewajiban moral yang melekat pada tugas, maka
etika kontekstual menempuh jalan lain yakni apa yang secara kontekstual
paling tepat dan paling dapat di pertanggung jawabkan. Etika kontekstual
meyakini bahwa tidak ada tindakan ataupun keadaan yang dalam dirinya baik
atau jahat. Baik atau jahat tergantung pada konteks situasi. Yang menjadi pusat
dari etika kontekstual adalah “cinta kasih pada sesama”.
74
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Ketiga cara berfikir etis yang diuraikan di atas, bukan untuk dipilih melainkan
untuk dimanfaatkan, karena mansing-masing memiliki kebenarannya sendirisendiri, juga kekurangannya masing-masing. Yang penting adalah selalu berusaha
semaksimal mungkin untuk mengambil keputusan dengan memilih dan
menentukan tindakan yag paling benar, paling baik dan tepat.
Kaidah hukum yang tersedia, dalam situasi tertentu mungkin tidak memadai
dijadikan landasan untuk bertindak etis menurut konteks tertentu. Oleh karena
itu, dalam hukum terdapat ruang yang disebut “diskresi” untuk mengambil
tindakan yang paling tepat/pantas dan paling dapat dipertanggung jawabkan
berdasarkan dua kondisi yaitu “necessary evil” (tindakan yang diambil terpaksa
dan mungkin jahat karena tidak ada jalan lain) dan “the lesser evil” (mengambil
tindakan yang memiliki resiko paling kecil). 38
Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran etis (modal moralitas) yang memadai
agar tugas dan kewajiban yang diemban aparat penegak hukum dapat di tunaikan
secara benar, baik dan tepat, dan untuk itu di butuhkan penegak hukum yang
memiliki moralitas paling tidak pada salah satu tipe dari ketiga tipe yaitu:
Pertama, “moralitas taat asas” yang merujuk pada suatu kepentingan atau hukum
yang lebih tinggi, yaitu hukum objektif yang tidak hanya berlaku untuk satu-satu
kelompok saja, tetapi hukum yang mempunyai keabsahan yang lebih jelas, yakni
hukum negara. Aparat penegak hukum yang memiliki level “moralitas taat asas”
akan melakukan atau tidak malakukan sesuatu dalam penegakan hukum, dengan
bertanya apakah hukumnya.
Kedua, “moralitas akal kritis” yang mempertanyakan eksistensi suatu kaidah
(hukum) menurut fungsinya, bilamana hukun yang ada tidak lagi dapat
memenuhi fungsinya, ia harus diubah. Hukum yang mutu dan lebih baik harus di
ciptakan. Inilah yang mendasari terjadinya reformasi hukum, termasuk reformasi
sistem penegakan hukum.
Ketiga, “moralitas hati nurani” sebagai moralitas puncak, pantang
menghianati hati nurani dan keyakinan tentang yang benar dan yang baik. Visi
dan misi yang melekat pada “moralitas hati nurani” jelas yaitu demitegaknya
harkat dan martabat seluruh umat manusia. Seoarang penegak hukum yang
memiliki “moralitas hati nurani” akan mempertaruhkan tindakannya, apapun
resikonyademi untuk menegakkan hukun dan memajukan harkat dan martabat
manusia.39
38
Ibid. 24
Bernard L. Tanya dan Yovita A. Mangesti, Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta,2014,
39
75
hlm. 116-117
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
3. Peraturan Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA): Privatisasi hingga Liberalisasi
Permasalahan terkait sumber daya air terjadi di seluruh belahan dunia,
termasuk di Indonesia. Sumber daya air telah dieksploitasi secara besar-besaran
yang pada gilirannya berdampak pada terbatasnya ketersediaan air. Kebijakan air
di Indonesia mengalami perubahan dan tantangan dari waktu ke waktu yang
disebabkan oleh berbagai hal misalnya agenda donor (funding agency), perubahan
kebijakan pemerintah, dinamika dan tipikal pemangku kepentingan di level
pengelolaan sumber daya air hingga layanan air.
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) pasca reformasi berdasarkan UU No. 7
Tahun 2004. Namun sangat disayangkan karena UU SDA ini telah melegalkan
keterlibatan pihak swasta dalam proses pengelolaan air tanpa kendali dan
pengawasan (privatisasi). Hal ini tentu masalah sangat serius karena menggeser
makna air yang sebelumnya merupakan barang publik berubah menjadi
komoditas yang lebih mementingkan aspek ekonomi yang akhirnya berorientasi
pada mencari keuntungan (profit). Pergeseran makna ini terlihat dalam
pengaturan mengenai hak guna usaha air yang dapat diberikan kepada swasta
tanpa kendali dan pengawasan. Air sering diperlakukan seakan-akan merupakan
sumber daya yang melimpah dan tak ada habisnya, yang karenanya sering disiasiakan. Sementara di sisi lain air kini telah menjadi potensi konflik yang nyata,
dan kasus kelangkaan air merebak di berbagai daerah, terutama di Jawa Timur,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sulitnya akses air
dan kekeringan yang melanda berbagai daerah serta pesatnya pertumbuhan
penduduk makin membuat air menjadi barang mewah. Bahkan sejak tahun 2009,
PBB telah menegaskan bahwa telah terjadi krisis air yang parah, sehingga negaranegara harus ikut serta dalam gerakan transboundary water, yaitu saling berbagi air
antar negara.
Keputusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 Tanggal 18/2/2015 yang
membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(SDA) disebabkan oleh adanya praktek Privatisasi40 hingga Liberalisasi41 SDA.
40
Privatisasi dalam sektor air, adalah mengalihkan sebagian atau seluruh aset/pengelolaan dari perusahaanperusahaan publik yang mengelola sumberdaya air (misalnya PDAM) ke tangan pihak swasta. Ada banyak bentuk
privatisasi sumberdaya air. Mulai dari hanya mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke pihak swasta dalam
mengelola sistem pelayanan air bersih, atau dialihkan secara lebih menyeluruh bukan hanya dalam
pengelolaannya, tapi juga dalam hal kepemilikannya. Atau, yang lebih gawat lagi, penjualan sebuah sumberdaya
air yang menjadi hak masyarakat lokal (hak masyarakat adat, hak ulayat) ke tangan pihak swasta. Saat ini, usaha
tawaran dan usaha untuk memprivatisasi air/sumberdaya air makin meningkat. Datangnya, dari perusahaanperusahaan raksasa trans-nasional (TNCs). Instrumennya, melalui kebijakan-kebijakan Lembaga-lembaga
Keuangan Internasional. Lihat, Nadia Hadad, Privatisasi Air Indonesia, Background Paper INFID Tentang
Privatisasi Air, 2003, hlm.6. Privatisasi juga bisa dimaknai, Secara konsepsional, ada beberapa bentuk pengalihan
kepemilikan/penguasaan atas air yang dapat disebut privatisasi: Pertama, outsourcing, artinya lembaga
pemerintahan melimpahkan sebagian kewajibannya kepada pihak ketiga. Kedua, Design, Build, Operate (DBO)
berupa negosiasi kontrak terhadap pihak swasta untuk pekerjaan desain dan konstruksi, seringkali diiringi dengan
peremajaan dan peningkatan fasilitas. Ketiga, Kemitraan publik-privat, yang merujuk pada persetujuan antara
76
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Hal tersebut dapat kita lihat pada: Pertama, liberalisasi air dilegalisasi oleh Pasal 6
ayat (2), Pasal 6 ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (1),
Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4) dan Pasal 49 UU (SDA).
Kedua, Membuka peluang terjadinya privatisasi pengelolaan sumber daya air
oleh swasta dan mengabaikan peran badan usaha negara, seperti BUMN dan
BUMD, Pasal 9 Ayat (1) dan Pasal 45 Ayat (3) UU SDA yang menyatakan:
“pengusahaan sumber daya air... dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau
kerja sama antar badan usaha”.
Ketiga, akibat dari liberalisasi air maka monopoli sumber daya air tidak dapat
dibantah lagi. Hal itu dapat dilihat dari data Kompas42 bahwa perusahaan air
minum kemasan di pulau jawa kurang lebih 100 perusahaan swasta. Keempat, efek
dari leiberalisasi maka air menjadi objek komoditas yang diperdagangkan
(economic good), sehingga harga air bergantung pada penawaran dan permintaan
pasar. 43
Air dijadikan sebagai objek komoditas ekonomi jelas-jelas bertentangan
dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang meyatakan bumi, air, dan kekayaan alam
di dalamnya digunakan demi dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Air, seharusnya, berfungsi sebagai barang milik publik (public good) dengan
kewenangan penuh Negara untuk mengatur dan mengelolanya.
4. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Berbasis Etika Pancasila.
Bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa besar jika mengabaikan nilainilai dasar dari kehidupannya. Nilai-nilai dasar itu sesungguhnya tercermin dari
sila-sila pancasila. Pancasila yang lahir dan tumbuh di tengah-tengah budaya dan
kehidupan bangsa Indonesia, seharusnya dijadikan sebagai sebuah landasan kuatkokoh bagi mewujudkan kesejahteraan yang berkemajuan dan berkeadaban.
Pada hakikatnya, kebutuhan akan mereposisi kembali (baik secara konseptual
maupun kontekstual) pemaknaan terhadap Pancasila sebagai sebuah landasan
ideologis-filosofis menjadi kebutuhan mendesak terutama dalam pengelolaan
pemerintah lokal dengan organisasi swasta, di mana kedua pihak membagi tugas dan tanggung jawab secara relatif
seimbang.
41
Liberalisme berkaitan dengan kata Libertas (bhs. latin) yang artinya kebebasan, dan Liberalisme mencakup
banyak aliran yang berbeda artinya di bidang politik, ekonomi dan keagamaan, yang berpangkal tolak pada
kebebasan orang-perorangan terhadap kekuasaan apapun (A. Heuken SJ: Ensiklopedi Gereja). Liberalisme dapat
dimengerti sebagai (1) tradisi politik (2) filsafat politik dan (3) teori filsafat umum, mencakup teori nilai, konsepsi
mengenai orang dan teori moral sama halnya dengan filsafat politik. ... Di Perancis, liberalisme lebih dekat
dikaitkan dengan sekularisme dan demokrasi (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2003).
Berangkat dari definisi di atas maka dapat kita gambarkan tentang konsep dasarnya dan tujuan Liberalisasi
tersebut yaitu bagaimana meminimalisir peranan negara dalam perekonomian, sementara yang lebih ditonjolkan
adalah peran sektor swasta, dan lembaga-lembaga internasional yang bergerak di bidang ekonomi .
42
Kompas, 2 Maret 2015
43
Agus Riyanto, Kembalinya Hak Negara Dan Kesiapan Pengelolaan Sumber Daya Air Di Indonesia,
2015http://business-law.binus.ac.id/2015/03/20/kembalinya-hak-negara-dan-kesiapan-pengelola- an-sumber-dayaair-di-indonesia/. Diakses, 7 Mei 2016
77
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
sumber daya air (SDA) berbasis etika pancasila. Seharusnya Pancasila dimaknai
secara utuh dan saling bertautan serta melengkapi. Dengan kata lain,
ketidakhadiran sebuah asas pancasila dalam pengelolaan sumber daya air (SDA)
baik secara konseptual maupun praktek, maka akan menjadikan negara ini cacat
secara permanen. Misalnya, ketika berbicara konsep dan praktek keadilan pada
butir ke-V, maka akan menjadi sebuah kesia-siaan apabila kita melupakan konsep
dan praktek kepemimpinan yang beradab pada butir ke-IV. Oleh karena itu, kita
butuh pemimpin yang berpihak kepada rakyat terutama pada pengelolaan
sumber daya air (SDA) yang berbasis pada etika pancasila sehingga dengan
demikian dapat terwujud keadilan sosial.
Kita membutuhkan pancasila kembali, karena merupakan proses negosiasi
terus menerus dari sebuah bangsa yang tak pernah tunggal, tak sepenuhnya bisa
“eka”, dan tak ada yang bisa sepenuhnya meyakinkan bahwa dirinya, kaumnya,
mewakili sesuatu yang Maha Benar. Kita membutuhkan pancasila kembali, seperti
saya katakan di atas, kita hidup di sebuah zaman yang makin menyadari
ketidaksempurnaan nasib manusia.
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang berbasis etika pancasila dapat kita
lihat pada tabel dibawah ini44:
Tebel.1.1
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang Berbasis Etika Pancasila
Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA)
yang Berbasis Etika Pancasila
Etika dan Moralitas Pancasila
Nilai dasar yang tertuang dalam sila
pertama Pancasila adalah nilai
ketuhanan.
Nilai
ketuhanan
menyangkut
keyakinan
dan
kepercayaan.
Aspek
etis
yang
dilahirkan dari sila pertama Pancasila
adalah moralitas ketuhanan.
Nilai kemanusiaan yang terdapat
dalam sila kedua merepresentasikan
kedudukan manusia yang sederajat
dan
bermartabat.
Dalam
nilai
kemanusiaan juga melekat atribut adil
dan beradab yang mempertegas
orientasi
kemanusiaan
berdasar
44
Berdasarkan moralitas ketuhanan.
Artinya,
pengelolaanya
harus
mengedepankan nilai-nilai ketuhanan
dan harus dapat dipahami sebagai
bentuk pemenuhan tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan
moralitas
manusia
beradab. Artinya, pengelolaanya harus
melibatkan
masyarakat
dan
mendatatangkan kebermanfaatan bagi
orang banyak, karena menyangkut
bagi hajat hidup kolektif.
Tebal di atas merupakan hasil renungan penulis dan bersumber pada artikel: Mulia Ardi, Etika Perpajakan
Berbasis Etika Pancasila, Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
78
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Pancasila
Sila ketiga memuat nilai dasar
persatuan. Persatuan juga merupakan
modalitas
utama
dalam
mengintegrasikan
seluruh
kepentingan
dan
memelihara
kohesivitas yang melekatkan entitas
bangsa ini dalam satu bingkai
kebangsaan
Berdasarkan nilai dasar persatuan.
Artinya,
pengelolaanya
harus
mengintegrasikan
seluruh
kepentingan
dan
memelihara
kohesivitas yang melekatkan entitas
bangsa ini bukan privatsiasi atau
komersialisasi yang menguntungkan
orang atau institusi tertentu
Nilai kerakyatan menegaskan bahwa
orientasi
sesungguhnya
dari
keberadaan bangsa ini harus bermuara
pada kepentingan rakyat. Rakyat
adalah
kekuatan terbesar
yang
menentukan harapan dan cita-cita
bangsa.
Berdasarkan orientasi kerakyatan
Artinya,
pengelolaannya
dimanifestasikan
melalui
keikutsertaan rakyat dalam kebijakan
yang
diambil
pemerintah
agar
berorientasi pada kepentingan rakyat.
Sehingga pengelolaannya berdasrkan
pada
nilai-nilai
kearifan
dan
kebijaksanaan bukan “pasar”.
Sila terakhir Pancasila yaitu sila kelima
memuat nilai keadilan sosial yang
ditujukan
bagi
seluruh
bangsa
Indonesia. Melalui sila ini, pemerintah
memastikan bahwa siapapun akan
memperoleh haknya berdasarkan pada
kewajiban-kewajiban yang melekat di
dalamnya.
Berdasarkan keadilan sosial. Artinya,
pengelolaannya berorientasi pada
upaya mewujudkan keadilan sosial di
tengah-tengah kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara. pemerintah harus
memastikan bahwa siapapun akan
memperoleh haknya (akses) untuk
mendapatkan air besrih, kapanpun
dan dimanapun diseluruh wilayah
Indoenesia.
Keberadaan nilai-nilai universal dalam pancasila semestinya terpatri dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai tersebut
menjadi fondasi bagi keberlansungan pembangunan. Pembangunan harus
dilandasi dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Dalam kerangka inilah, etika
Pancasila diwujudkan untuk menjembatani realitas masyarakat, bangsa dan
79
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
negara dengan idealitas yang merupakan harapan dan cita-cita bangsa Indonesia.
Keberadaan etika Pancasila diperlukan guna mengkondisikan pemerintah dan
rakyat untuk selalu berada pada tujuan semula pendirian bangsa.
Berdasarkan pengelolaan sumber daya air (SDA) yang berbasis etika pancasila
di atas maka model pengelolaan sumber daya air (SDA) dalam RUU sumber daya
air yang baru, kiranya perlu untuk lebih mengakomodasi partisipasi masyarakat
dan organisasi masyarakat, seperti lembaga swadaya masyarakat dengan
ditempatkan pada posisi yang lebih memadai dalam konteks untuk mendorong
tumbuhnya masyarakat madani (civil society).
Atas dasar itulah, kiranya masyarakat terus didorong dan diisi dengan
semangat untuk memperbesar dan memperkuat eksistensi dirinya dalam
mewujudkan RUU Sumber daya air yang didasarkan kepada beberapa prinsip,
Pertama, tanggungjawab negara sebagai pemegang amanat kekuasaan atas sumber
daya air (SDA) dan adanya jaminan untuk digunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada negara
tersebut tidak boleh mengesampingkan pemegang kedaulatan, yakni rakyat
berupa hak-hak rakyat atas sumber daya air (SDA) sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Kedua, memperkuat hak-hak masyarakat sebagai pemegang kedaulatan
negara. Oleh karena, itu pengelolaaan sumber daya air (SDA) harus dikuasai oleh
negara sebagai orgaisasi kekuasaan rakyat, bukan oleh pemilik modal atau
pengusaha yang hanya berorientasi pada keuntungan semata.
RUU sumber daya air (SDA) yang baru harus menempatkan masyarakat pada
akses yang lebih besar dalam rangka memperkuat daya tawar masyarakat menuju
civil society. Akses masyarakat tersebut meliputi akses informasi publik, akses
partisipasi, dan akses keadilan dengan lebih mengakomodasi hak-hak masyarakat
atas sumber daya air dan kewajiban negara untuk menjamin hak tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik.
E. Simpulan
Pengelolaan sumber daya Air (SDA) berbasis etika pancasila yang penulis
tawarkan pada tulisan ini adalah: Pertama, berdasarkan moralitas ke-Tuhan-an.
Artinya, pengelolaanya harus mengedepankan nilai-nilai ke-Tuhan-an dan harus dapat
dipahami sebagai bentuk pemenuhan tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua, berdasarkan moralitas manusia beradab. Artinya, pengelolaanya harus
melibatkan masyarakat dan mendatatangkan kebermanfaatan bagi orang banyak,
karena menyangkut hajat hidup kolektif.
Ketiga, berdasarkan nilai dasar persatuan. Artinya, pengelolaanya harus
mengintegrasikan seluruh kepentingan dan memelihara kohesivitas yang melekatkan
entitas bangsa ini, bukan privatsiasi atau komersialisasi yang menguntungkan orang
atau institusi tertentu.
80
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Keempat,
berdasarkan
orientasi
kerakyatan.
Artinya,
pengelolaannya
dimanifestasikan melalui keikutsertaan rakyat dalam kebijakan yang diambil
pemerintah agar berorientasi pada kepentingan rakyat. Sehingga pengelolaannya
berdasarkan pada nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan bukan “pasar”.
Kelima, berdasarkan keadilan sosial. Artinya, pengelolaannya berorientasi pada
upaya mewujudkan keadilan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara. pemerintah harus memastikan bahwa siapapun akan memperoleh haknya
(akses) untuk mendapatkan air bersih, kapanpun dan dimanapun diseluruh wilayah
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi,Mulia, Etika Perpajakan Berbasis Etika Pancasila, Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
Drijakara, Drijakara Tentang Negara dan Bangsa, Yogyakarta: Kanisius, 1980, hal. 53
dalam Abdul Karim, Menggali Muatan Pancasila Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta:
Surya Raya, 2004
Hadad, Nadia, Privatisasi Air Indonesia, Background Paper INFID Tentang Privatisasi
Air, 2003
K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 25
L. Tanya, Bernard, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Cetakan Pertama, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2015
________________, Penegak Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Yogyakarta,
2011
_________________ dan Yovita A. Mangesti, Moralitas Hukum, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2014
Latif, Yudi, Negara Paripurna, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2011.
Mahadev Bhat, Athena Stamatiades, Institutions, Incentives, and Resource Use
Conflicts: The Case of Biscayne Bay, Florida, Population and Environment, Vol. 24,
No. 6, Restoring the Florida Everglades: Balancing Population and Environment
(Jul., 2003)
Makinuddin & Sasongko, Analisis Sosial: Bersaksi dalam Advokasi Irigasi, Bandung,
AKATIGA, 2006
Notonagoro, Pancasila secara Ilmiah Populer, cet. Ke-9, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
81
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Rhiti, Hyuronimus, Filsafat Hukum (Edisi Lengkap), Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2011
Riyanto, Agus, Kembalinya Hak Negara Dan Kesiapan Pengelolaan Sumber Daya Air Di
Indonesia,
2015http://business-law.binus.ac.id/2015/03/20/kembalinya-haknegara-dan-kesiapan-pengelola-an-sumber-daya-air-di-indonesia/. Diakses, 7 Mei
2016
Susanto, Anton F. Ilmu Hukum Non-Sistematik, Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum
Indonesia, Yogyakarta:Genta Publishing, 2010
Simarmata, Rikardo, Digest Law, Society & Development, Volume I Desember 2006-Maret
2007.
Wijoyo, Kunto, Identitas Politik Umat Islam, Bandung, Mizan, 1997
82
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
KEARIFAN LOKAL JAWA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER
GENERASI MUDA
Novia Wahyu Wardhani S.Pd., M.Pd
Dosen Universitas Negeri Semarang
[email protected]
Abstrak
Artikel ini bertujuan menelaah nilai-nilai kearifan lokal Jawa yang berperan dalam
pembentukan karakter generasi muda. Kearifan lokal dapat membentuk karakter
manusia melalui pembelajaran nilai yang dilakukan di lingkungan formal maupun
informal. Salah satu wahana transformasi budaya adalah pendidikan. Jawa memiliki
banyak nilai kearifan lokal salah satunya adalah petuah yang berbunyai Rumangsa Melu
Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulad Sarira Hangrasawani. Dalam kalimat tersebut
memuat nilai yang menyadarkan generasi muda pada pemeliharaan dan penjagaan
terhadap sesuatu yang dimilikinya. Dihubungkan dengan peran manusia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kalimat tersebut dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab, kepedulian, dan nasionalisme yang pada masa ini mulai luntur.
Dengan digalinya kembali dan diajarkannya nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat
memperkuat karakterbangsa dan memunculkan keteladanan baru bagi upaya
pembentukan karakter. Sehingga penggalian nilai-nilai kearifan lokal dapat
mendukung pendidikan karakter sebagai prioritas dalam pendidikan.
A.
Latar Belakang
Pendidikan karakter adalah pembelajaran nilai tidak hanya bersumber dari
ideologi negara tetapi juga bersumber dari nilai-nilai budaya. Pembelajaran nilai dalam
pendidikan karakter juga dipakai oleh bangsa-bangsa yang sekarang menjadi bangsabangsa yang unggul yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Finlandia dalam membentuk
karakter manusia yang mandiri, percaya diri, dan disiplin. Tidak hanya itu beberapa
negara dalam menghadapi krisis menempatkan pembangunan karakter sebagai fokus
untuk menemukan solusi membangun kembali dan memperkuat negara yaitu Jerman
dan Amerika. Hal ini yang kemudian oleh Horrison dan Hutington (2000) dikatakan
bahwa nilai-nilai budaya mempengaruhi kemunduran dan kemajuan manusia.
Kemajuan dan kemunduran karakter manusia dalam sebuah bangsa dan negara
berpengaruh pada kemajuan dan kemunduran bangsa dan negara tersebut.
Pembentukan karakter manusia tidak dapat lepas dari masyarakat dan
pendidikan. Budaya merupakan hasil karya manusia yang dapat berupa nilai, aktivitas,
dan benda dimana ketiga hal tersebut mempengaruhi keyakinan, sikap, dan perilaku
manusia. Budaya ada dalam setiap masyarakat dan berkembang melalui proses
pendidikan dan pengalaman. Nilai budaya inilah yang disebut kearifan lokal
83
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok
etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat (FX. Rahyono, 2009).
Jawa memiliki banyak kearifan lokal yang tertuang dalam petuah-petuah raja dan
orang tua pada zaman dahulu. Salah satunya adalah Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib
Hangrungkebi, Mulad Sarira Hangrasawani.
Fenomena yang terjadi pada masa sekarang ini adalah masyarakat merasa bebas
dengan adanya demokrasi tanpa menyadari adanya tanggung jawab dalam setiap sikap
dan perilakunya. Menurut Numbeo.com dari indeks kejahatan tahun 2015, Indonesia
ada dalam peringkat ke 68 dari 147 negara. BPS juga mencatat selama periode 2013
setiap 1 menit 32 detik ada tindak kejahatan di Indonesia. Selanjutnya pada kasus
korupsi tahun 2015 dari data dari ICW pada tengah tahun2015 ada 82 kasus
penggelapan, 64 kasus penyalahgunaan anggaran, dan 60 kasus penyalahgunaan
wewenang.Kasus korupsi tersebut dilakukan oleh 28 berlatar belakang kepala desa,
lurah, dan camat, 27 kepala daerah, 26 kepala dinas, dan 24 anggota DPR/DPRD/DPD
yang ditetapkan sebagai tersangka (Bulletin mingguan Anti Korupsi, 2015).Selain itu
disetiap ada demonstrasi ataupun laga sepak bola menurut data kepolisian selau ada
fasilitas umum yang dirusak. Dengan adanya fenomena tersebut kalimat tersebut
sesuai jika diajarkan pada anak pada masa sekarang ini karena mengajarkan tanggung
jawab, kepedulian, dan nasionalisme.
Menggali dan melestarikan berbagai unsur kearifan lokal, tradisi dan pranata
lokal, termasuk norma dan adat istiadat yang bermanfaat, dapat berfungsi secara efektif
dalam pendidikan karakter (Fajarini, 2014:123). Menggali dan melestarikan nilai
kearifan lokal sama halnya mencari dan mendapatkan bentuk pembelajaran dan
keteladanan baru yang telah ada dimasyarakat dan sudah dekat dengan nilai-nilai
kependidikan. Maka penting untuk segera diupayakan penggalian, pelestarian, dan
pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya yang ada di Indonesia khususnya
Jawa.
B. Kearifan Lokal
Nilaibudayadalamsebuahkebudayaandisebutkearifanlokal.Dalam menjelaskan
kearifan, para pakar telah melakukan sejumlah kiasifikasi. Sternberg dan Jordan, Ed.,
(2005) mengelompokkan teori kearifan menjadi dua: implisit dan eksplisit. Teori
implisit memaknai kearifan berdasar sudut pandang masyarakat atau konsensus
komunitas dan memposisikan tokohyang dipandang sebagai pengejewantahan pribadi
utama dan karenanya pantas diteladani. Sedangkan menurut sudut pandang eksplisit,
kearifan dirumuskan didasarkan pada indikator-indikator universal untuk diterapkan
dalam memotret realitas kearifan dalam satu komunitas. Sudut pandang eksplisit
menekankan generalisasi indikator kearifan atau lebih bercorak induktif sementara
teori eksplisit mencerminkan corak berpikir deduktif.
84
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Kearifan lokal bukanlah hal yang mudah untuk diajarkan dimana kemerosotan
moral ada didalam diri manusia dan masyarakat bahkan ada didalam komponen
pendidikan. Berikut dikemukakan tinjauan mengenai teori pengajaran kearifan yang
digagas dan dipopulerkan Robert J. Sternberg. Sternberg adalah seorang pakar dan
aktivis pendidikan yang telah menulis hampir 1000-an karya yang tersebar dalam
bentuk artikel di jurnal, entri dalam ensiklopedia, dan sejumlah buku best seller.
Sternberg telah memberi perhatian dan menekuni penelitian mengenai kearifan sejak
tahun 1990-an, hal ini dilatarbelakangi kegelisahannya terhadap gaya hidup manusia
modern yang cenderung mekanistik dan kehilangan makna (Preiss dan Sternberg, Ed.,
2010). Gagasan Sternberg mengenai pentingnya kearifan dijadikan sebagai bagian
dalam praksis pendidikan yang terkristalisasi dalam teori pengajaran kearifan.
Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan kearifan peserta didik
setelah prinsip dan prosedur pengajaran kearifan diintegrasikan dalam kurikulum
(Preiss dan Sternberg, Ed., 2010).
Aplikasi prinsip-prinsip pengajaran kearifan dapat ditempuh melalui sejumlah
prosedur. Menurut Sternberg (2003) terdapat enam prosedur pengajaran kearifan.
Pertama, peserta didik dikenalkan untuk membaca literatur klasik untuk
membiasakannya belajar dan melakukan refleksi terhadap contoh-contoh kearifan.
Kedua, peserta didik dilibatkan dalam diskusi kelas, proyek, dan penulisan esai yang
dapat mendorong mereka mendiskusikan pelajaran kearifan yang diperoleh dari
literatur klasik, dan bagaimana mengaplikasikannya untuk dirinya dan orang lain.
Ketiga, peserta didik tidak dituntut sebatas mengetahui kebenaran (truth), tetapi juga
mendalami nilai-nilai yang mendasari kebenaran. Keempat, pembelajaran kearifan
menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan praktik
dalam pencapaian tujuan akhir yang balk (good ends). Kelima, peserta didik diberi
penguatan untuk berpikir bahwa hampir semua yang mereka pelajari dapat digunakan
untuk pencapaian tujuan yang baik atau yang buruk. Keenan], pendidik memerankan
din sebagai model atau teladan mengenai kearifan. Keteladanan menjadi bagian sangat
menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran kearifan. Pengajaran kearifan ini akan
menghasilkan tiga komponen utama pengajaran kearifan, yakni: 1) Pengintegrasian
pendekatan pembelajaran kecakapan berfikir arif. Pembelajaran kearifan menuntut
adanya ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan kapasitas berpikir, sehingga
mereka dapat menerima kearifan sebagai produk dan pilihan sendiri; 2) Adanya iklim
atau budaya sekolah sebagai wadah persemaian yang membiasakan sikap, pikiran dan
tindakan yang memanifestasikan kearifan; 3) Komitmen pendidik sebagai teladan.
Tanpa keteladlinan, kearifan hanya akan menjadi pengetahuan yang tidak memberikan
kontribusi yang signifikan dalam pembentukan karakter ideal. Seperti yang dikatakan
Sternberg, Jarvin dan Reznitskaya (dalam Ferrari dan Potworowski, Ed., 2009)
menyatakan, "the most effective teacher is likely to be one who can create a classroom
community in wich wisdom is practiced, rather than preached" Keteladanan pendidik
85
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
meninggalkan pengaruh lebih mendalam dibanding ucapan yang disampaikan
berulangulang. Hal ini sejalan dengan pesan sebuah Hadits yang menyatakan, "lisanul
hal afsahu min lisani maqal." Artinya, keteladanan melalui tindakan memberi pengaruh
lebih besar dibanding penjelasan lisan. Kearifan tidak dapat ditransfer, tetapi
pengembangan kearifan tidak mustahil dilakukan melalui melalui pemodelan dan
lingkungan yang kondusif.
Dengan demikian kearifan lokal berperan dalam menumbuhkan nilai dan moral
siswa sehingga tidak hanya menjadi manusia yang cerdas tetapi juga beradab yang
dapat dibentuk melalui pembelajaran materi kearifan, pembiasaan melalui iklim kelas
dan sekolah, dan keteladanan para pendidik. Dengan demildan peserta didik akan
mampu memahami dan berperilaku dalam lingkungan sosial budayanya.
C. Karakter
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti “to mark”
atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku. Dari istilah tersebut kemudian berkembang menjadi
pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku “an
individual’s pattern of behavior … his moral contitution” (Karen E. Bohlin, Deborah Farmer,
dan Kevin Ryan, 2001: 1). Karakter menjadi suatu identitas bagi warga negara suatu
negara.
Sigmund Freud dalam Purwasasmita (2010: 13) mendefinisikan karakter sebagai
a striving system which underly bahavior, yaitu kumpulan tata nilai yang terwujud
dalam suatu sistem daya dorong (daya juang) yang melandasi pemikiran, sikap, dan
perilaku yang ditampilkan secara mantap. Manusia yang karakternya kuat akan
tercermin dari sikap dan perilakunya yang berprinsip dan tidak mudah berubah.
Karena karakter melandasi perbuatan manusia maka perlunya karakter diselaraskan
dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Karakter bangsa berguna untuk menggambarkan ciri kepribadian yang tetap dan
gaya hidup yang unik diantara penduduk negara bangsa tertentu. Dalam konteks
suatu bangsa, karakter dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan yang melekat pada
setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai personalitas dan
identitas kolektif bangsa (PP Muhammadiyah, 2009).
Adapun karakteristik warga negara yang baik menurut Djahiri (2002: 92) adalah :
a. Iman dan Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat dan mantap
c. Sadar dan mampu membina serta melaksanakan hak dan kewajiban dirinya
sebagai manusia, warga masyarakat, dan bangsanya
d. Taat asas atau ketentuan (rule of law)
86
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
e.
Demokratis dan partisipatif, aktif-kreatif-positif dalam kebinekaan masyarakatbangsa-negara madani (civil society) yang terbuka-mendunia (global) dan modern
tanpa melupakan jati diri masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Karakter merupakan landasan dasar yang alami yang diperoleh dari
pengetahuan, pengalaman, dan kebiasaan bagi seseorang untuk bersikap dan
berperilaku sehingga memiliki perbedaan dengan orang lain (Wardhani, 2013:44).
Seseorang dapat disebut berkarakter apabila sikap dan perilakunya berdasar atas nilai
moral masyarakat. Karakter merupakan sesuatu yang berkembang dan dapat
dikembangkan. Pengembangan dapat dilakukan melalui berbagai hal baik
dilingkungan pendidikan formal maupun informal. Salah satunya melalui nasehat atau
petuah.
D. Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulat Sarira Hangrasawani
Kalimat Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulat Sarira
Hangrosowani terdiri dari 3 kalimat yang saling berhubungan. Rumangsa Melu
Handarbeni diartikan sebagai merasa ikut memiliki, Wajib Hangrungkebi diartikan
sebagai wajib menjaga, sedangkan Mulat Salira Hangrasawani adalah berani untuk
mawas diri. Kalimat tersebut merupakan satu kesatuan yang merupakan petuah dari
orang tua dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pada kehidupan berbangsa dan bernegara penting bagi warganegara tidak
hanya merasa memiliki saja dan apatis terhadap negara. Banyak dari warga negara
yang sadar hak tetapi tidak dengan sadar dengan kewajibannya. Bahkan ada yang
secara sadar menghindari kewajiban. Nilai pemahaman ini tidak hanya bagi
masyarakat sebagai terwakil tetapi juga pada pemerintah. Maraknya kasus korupsi
adalah indikator adanya rasa memiliki namun belum pada tataran menjaga dan berani
untuk mawas diri.
Banyaknya potret demokrasi dimana selalu dihiasi dengan perusakan fasilitas
umum dalam menyuarakan aspirasinya membuat bangsa ini harus mengevaluasi diri
dalam penanaman karakter bangsa. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang mau
menjaga sikap dan perilakunya sesuai moral, melestarikan budaya, mengupayakan
pertahanan dan keamanan bangsa.
Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Hangrungkebi, Mulat Sarira Hangrosowani
merupakan nasehat bagi generasi muda untuk dapat mencintai negaranya, mau ikut
menjaganya, dan berani membela tanah airnya. Dengan ketiga nilai tersebut generasi
muda dapat tumbuh menjadi generasi emas yang cinta akan tanah air dan bangsanya.
87
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2014. Statistik Kriminal 2014. Katalog BPS 4401002. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Djahiri, K. (1984). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT.
Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.
Fajarini, Ulfah. 2014. Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter. Sosio Didaktika
Vol 1 No.2. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
ICW.
2015.
Tren
Pemberantasan
Korupsi
Semester
I
www.antikorupsi.org/id/content/bulletin-mingguan-anti-korupsi-14-18september-2015. 20 Mei 2015.
2015.
Karen E. Bohlin, Deborah Farmer, Kevin Ryan.(2001). Building Character in School
Resource Guide. San Fransisco: Jossey Bass.
Preiss D.D., & Sternberg, R.J., Ed. (2010). Innovations in Educational Psychology:
Perspective on Learning, Teaching and Human Development. New York: Springer.
Purwasasmita, M. (2010). “Memaknai Konsep Alam Cerdas dan Kearifan Nilai Budaya Lokal
(Cekungan Bandung, Tatar Sunda, Nusantara, dan Dunia) Peran Local Genius dalam
Pendidikan Karakter”. Prosiding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa.
1, 12-27. UPI: Widya Aksara Press.
Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedhatama Widyasastra.
Sternberg, R.J., & Jordan, J. Ed. (2005). A Handbook of Wisdom: Psychological Perspective.
Cambridge: Cambridge University Press.
Sternberg, R.J. (2003). Wisdom Intelligence, and Creativity Synteshized. New York: Oxford
University Press.
Wardhani, Novia Wahyu. 2013. Pembelajaran Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat
Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Informal. Bandung : UPI.
88
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
PENGUATAN NILAI PANCASILA BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI
MODAL DASAR WUJUDKAN GENERASI
EMAS TAHUN 2045
Suyahman
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penguatan nilai Pancasila
berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan generasi emas tahun 2045. Tujuan
lainnya adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk penguatan nilai Pancasila berbasis
kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan generasi emas tahun 2045.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dalam bentuk integratif antara
kualitatif dengan penelitian kepustakaan. Subjek penelitiannya adalah peneliti sendiri
sedangkan objek penelitiannya yaitu nilai-nilai pancasila, nilai-nilai kearifan lokal dan
profile generasi emas tahun 2045. Sumber informan dalam Penelitian ini mencakup
sumber primer dan sumber sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara observasi, dan dokumentasi. Trianggulasi data yang digunakan
adalah trianggulasi materi dan metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah
teknik analisis interaktif yang terdiri dari 4 langkah yaitu pengumpulan data, reduksi
data, display data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lemahnya nilai-nilai pancasila saat ini
merupakan sesuatu yang sungguh memeprihatinkan, demikian pula ketidakpedulian
generasi muda terhadap nilai-nilai kearifan lokal merupakan sutau kondisi nyata yang
harus dicarikan solusinya agar kuatnya nilai-nilai pancasila yang berbasis nilai kearifan
lokal dapat memberikan kontribusi terwujudnya generasi emas tahun 2045. Penguatan
nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu
keluarga, masyarakat dan pemerintah, Sedangkan bentuk-bentuk penguatan nilai-nilai
pancasila berbasis kearifan lokal di setiap bentuk pendidikan dapat disesuaikan dengan
situasi, kondisi, dan potensi serta bakat, minat tiap-tiap anak. Yang terpenting adalah
bentuk-bentuk penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal menyenangkan
dan mengandung pendidikan serta menjamin keamanan dan kenyamanan pada peserta
didik, karena itu penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat diberikan
dalam bentuk : olah raga, seni, serta kajian –kajina ilmiah, dan kajian-kajian islami
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan usia masing-masing peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat
dilakukan melalui tiga pilar pendidikan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan
89
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
potensi, bakat, minat serta kebutuhan masing-masing peserta didik yang tercipta dalam
suasana menyenangkan mengandung pendidikan serta menjamin kenyamanan dan
keamanan peserta didik, bentuk-bentuk penguatan nilai-nilai pancasila berbasis
kearifan lokal yaitu lomba olah raga , lomba kesenian, kajian ilmiah, kajian islami, dll.
Kata-Kata Kunci: Penguatan Nilai-Nilai Pancasila, Nilai Kearifan Lokal dan Generasi
Emas Tahun 2045
A. Pendahuluan
Lemahnya Generasi dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sampai
saat ini kondisinya sungguh memprihatinkan. Apalagi kalau tidak ada tindakan nyata
dari semua elemen masyarakat untuk mencarikan solusinya , hal ini menjadi ancaman
keutuhan masyarakat, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut Habib
(2011:01) kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita kaji dan kita identifikasi
dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat Indonesia pada umumnya yang
tercermin pada tingkah laku masyarakat Indonesia sehari-hari. Berbagai Perilaku
generasi muda yang menyimpang terhadap nilai-nilai pancasila seperti dalam deskripsi
dibawah ini: pertama yaitu:Banyaknya generasi muda yang saat ini telah berperilaku
tidak sesuai dengan butir-butir pancasila. Sebagai contoh yaitu sekarang ini banyak
generasi muda yang tidak bertaqwa kepada Tuhan YME. Kita lihat saja, sekarang ini
banyak pemuda-pemudi muslim yang tidak memegang teguh agamanya sesuai syariah
Islam. Contohnya banyak pemuda-pemudi yang sekarang ini menjalin cinta kasih
dengan pasangan yang bukan muhrimnya, dan tidak jarang hal tersebut sampai kepada
perilaku yang sangat memalukan yaitu berhubungan sek bebas dengan pasangan yang
bukan muhrimnya. Tanpa disadari sekarang ini moral para pemuda bangsa indonesia
juga dijajah melalui beredarnya video-video porno diinternet yang dapat diakses
dengan mudah sehingga banyak diantara pemuda Indonesia yang melihat dan bahkan
menirukan aksi dari video porno tersebut. Selain itu,model-model pakaian para
generasi muda saat ini kebanyakan telah meniru budaya barat yang dikenal modis dan
trend masa kini.
Mereka lebih bangga mengenakan pakaian-pakaian tersebut dari pada pakaian
asli budaya Indonesia. Padahal belum tentu model pakaian itu cocok dikenakan di
indonesia. Model pakaian tersebut nampak jelas terutama pada model pakaian cewek
yang terlalu terbuka sehingga menimbulkan gairah lawan jenisnya dan mengakibatkan
sekarang ini kita temui kasus pemerkosaan di Indonesia ini. Selain masalah
penampilan, sekarang ini masalah akhlak pemuda di negara Indonesia juga kian
memburuk.Mereka mengatasi masalah-masalah tersebut cenderung dengan jalan
pintas. Seperti minum miunuman keras, menggunakn narkoba, pergi ke tempat-tempat
hiburan malam dan bahkan sampai ada yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
90
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Sungguh ini merupakan kerusakan moral dari jati diri bangsa yang begitu fatal. Kedua:
Sekarang ini banyak diantara pemuda indonesia yang tidak memanusiakan manusia
lain sebagai mana mestinya. Maksudnya yaitu mereka tidak menganggap manusia
berhakekat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai
seperti dirinya. Sebagai contoh yaitu sekarang ini banyak kasus-kasus perkelahian
antar pelajar yang disertai dengan penyiksaan salah satu pihak yang kalah. Mereka
menjadikan pihak yang kalah itu sebagai bulan-bulanan dan dianggap sebagai boneka
yang dapat dimainkan dan mereka siksa. Kasus lain yaitu adanya playboy dikalangan
remaja Indonesia. Mereka menganggap wanita sebagai mainan yang dapat di
pergunakan sesuka hati untuk memuaskan nafsu birahinya dan apabila telah bosan
meraka buang sesuka hati tanpa menghargai wanita sebagai manusia yang punya hati
dan persaan. Dalam fakta lain yang terjadi dan lebih parah yaitu adanya pemerkosaan
yang dilakuakan oleh para remaja Indonesia. Mereka memperlakukan orang yang ia
perkosa seperti mainan pemuas nafsu birahi tanpa mereka anggap sebagai manusia
yang mempunyai hak, dan perasaan sama seperti dirinya. Ketiga Memudarnya rasa
persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus bangsa Indonesia saat ini.
Hal tersebut dapat kita lihat dari kasus-kasus bentrok antar pelajar atau mahasiswa,
bentrok antar seporter sepakbola, bentrok antar genk, dan lain sebagainya. Dari kasus
diatas dapat kita ketahui bahwa rasa persatuan kita sebagai warga negara indonesia
sudah mulai luntur dan mudah dipengaruhi atau diprovokasi oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab. Keadaan seperti inilah yang menjadi bibit-bibit terjadinya
konflik yang lebih besar seperti konflik antar agama, ras, maupun suku. Keempat
Lemahnya Kepemimpinan yang demokratis. Maksudnya pemimpin di negara kita ini
harus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat
keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan
tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat, dan para pemimpin
hanya sebagai wakil/pelayan bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan
dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomenafenomena pemimpin yang tidak demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda
saat ini, dan apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi
pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa yang mereka biasakan sejak
dini, dan an kelima Selanjutnya mengenai keadilan, banyak fakta-fakta mengenai
ketidak adilan yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini. Tidak
perlu jauh-jauh, saat ini dapat kita lihat pada kelompok belajar kita saja sebagai
faktanya. Dalam kelompok belajar PPKn misalnya, tugas PPKn membuat makalah
secara kelompok ketidakadilan selalu kita rasakan. Hal tersebut karena sebenarnya
yang mengerjakan tugas kelompok dari 8 anggota kelompok, hanya 3 orang saja dan
yang lainnya tinggal nitip nama. Padahal ia menginginkan mendapatkan nilai yang
sama. Sungguh ini adalah contoh kecil yang berada pada kehidupan para pelajar
sehari-hari. Jika hal ini terus berlanjut dapat kia lihat kelak mereka akan seperti para
91
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
anggota DPR yang ketika sidang mereka ada yang tidur, bertelfon, dan bahkan ada
yang menonton fideo porno. Padahal mereka menginginkan upah/gaji yang sama
dengan anggota yang melaksanakan musyawarah dengan baik. Sebenarnya hal ini
terjadi pada mulanya dimulai dari kasus-kasus kecil seperti diatas yang kemuadian
berlanjut karena kebiasaan sampai mereka bekerja pada nantinya. Jika kondisi
dibiarkan maka tidaklah mungkin profile generasi emas tahun 2045 dapat diwujudkan.
Berdasarkan frenomena-fenomena di atas, dalam tulisan ini hendak dikaji tentang
penguatan nilai Pancasila berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan
generasi emas tahun 2045. Ada beberapa persoalan yang harus dikaji secara ilmiah
dalam tulisan ini yaitu : pertama mengapa perlu dilakukan penguatan terhadap nilainilai pancasila berbasis kearifan lokal dalam rangka mewujudkan generasi emas tahun
2045, dan bentuk-bentuk penguatan yang bagaimanakah yang harus dilakukan
terhadap nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal sebagi modal dasar wujudkan
generasi emas tahun 2045.
B. Metode
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yakni sebuah cara yang lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu
Permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan
dari metodologi ini ialah pemahaman secara lebih mendalam terhadap suatu
permasalahan yang dikaji. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata ataupun gambargambar dari pada angka. Penelitian kualitatif bersifat penemuan dan dilakukan pada
kondisi alamiah. Dalam melakukan penelitian ini harus memiliki banyak pengetahuan,
menguasai teori dan berwawasan luas. penelitian kualitatif
bertujuan untuk
menggambarkan suatu proses kegiatan pendidikan yang didasarkan pada apa yang
terjadi di lapangan sebagai bahan kajian. Formulasi yang dipilih adalah penelitian
kepustakaan (library research) yakni mengkaji buku-buku ilmiah, jurnal, hasil
penelitian maupun artikel-artikel ilmiah. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek
penelitiannya adalah peneliti sendiri sedangkan objek penelitiannya : Penguatan nilainilai pancasila, Nilai Kearifan Lokal dan rpfile Generasi Emas tahun 2045. Metode
pengumpulan datanya lebih didominasi dokumentasi dengan tidak mengesampingkan
metode observasi sikap perilaku dan perbuatan generasi muda baik di sekolah, rumah
maupun lingkungan masyarakat dan wawancara dari para ahli. Teknik analisis data
yang digunakan adalah teknik interatif dimana menurut Moleong dan Hubers (2010)
teknik ini mencakup 4 langkah yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan
penarikan kesimpulan.
92
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Globalisasi bermakna ganda yaitu peluang dan tantangan, makna yang
demikian harus disikapi secara arif dan bijaksana dan yang paling utama adalah
mengedepankan control system yang bersumber dari nilai-nilai pancasila dan nilai
kearifan lokal ( Rafik karsidi, 2016). Dengan kontrol sytem maka segala modernisasi
yang canggih dan modern dapat kita seleksi atau filter melalui nilai-nilai pancasila dan
nilai kearifan lokal. Generasi emas yang kita impikan pada tahun 2045 dengan profile,
kemandirian, kreatif dan inovatif, kompeten harus dipikirkan mulai dari sekarang.
Eksistensi Nilai-Nilai PancasilaSecara kualitas, adalah bersifat objektif dan
bersifat subjektif. Artinya, esensi nilai-nilai pancasila adalah bersifat universal yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.Nilai-nilai pancasila
yang objektif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu
sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat
yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai 2. Inti nilai-nilai
pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik
dalam adat, kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan
kenegaraan 3. Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 tidak dapat
diubah secara hukum sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara.Sebagaimana
terkandung dalam Tap MPRS no.XX/MPRS/1966.
Nilai-nilai subjektif pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai pancasila
itu melekat pada bangsa Indonesia itu sendiri, pengertian dapat dijelaskan sebagai
berikut: 1. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia sebagai kuasa materialis 2. Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat bangsa
Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa 3.Nilai-nilai pancasila didalamnya
terkandung ketujuh nilai-nilai kerohanian, yang manifestasinya sesuai dengan budi
nurani bangsa Indonesia karena bersumber dari keperibadian bangsa.
Dengan mendasarkan pada nilai objektif dan subjektif pancasila, maka pancasila
sebagai ideologi dan dasar negara menjadi Sumber Nilai dalam hidup brmasyarakat,
berbagsa dan bernegara, namun demikian nilai-nilai pancasila tidak mengatur totalitas
kehidupan manusia.
Pancasila sebagai sumber nilai, maksudnya pancasila merupakan acuan utama
bagi pembentukan hukum nasional, kegiatan penyelenggaraan negara, partisipasi
warga negara dan pergaulan antarwarga negarda dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjiwai
seluruh kegiatan berbangsa dan bernegara, yakni a. Nilai Dasar,Nilai-nilai dasar
tersebut meliputi isi pancasila, karena merupakan nilai dasar, nilai-nilai ini bersifat
abstrak dan umum. Itu bisa terjadi karena nilai-nilai dasar itu bisa terus-menerus digali
dan ditafsirkan ulang makna dan implikasinya b. Nilai Instrumental dan Nilai Praktis
Nilai instrumenal merupakan penjabaran dari nilai dasar nilai ini terikat oleh
perubahan waktu, keadaan atau tempatNilai praktis merupakan penjelasan nilai
93
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
instrumental dalam situasi konkrit pada tempat tertentu dan situasi tertentu.Sifatnya
amat dinamis. Nilai proses ini terkandung dalam kenyataannya sehari-hari yaitu cara
bagaimana kita melaksanakan pancasila dalam praktik hidup sehari-hari.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila dapat dijelaskan secara terinci
sebagai berikut; Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.Dalam sila ini terkandung nilai bahwa
negara yang didirikan adalah pengejewantanan tujuan manusia sebagai makhkuk
Tuhan Yang Maha Esa.Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, hukum dan peraturan perundangundangannegara, kebebasan dan hak azasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai
ketuhanan Yang Maha Esa.Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan BeradabDalam sila ini
terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjungjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkahlaku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani bangsa Indonesia dalam hubungan dengan
norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap
manusia maupun terhadap lingkungannya.Nilai kemanusiaan yang beradab adalah
perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya dan bermoral
agama.Sila Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam nilai ini adalah bahwa negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.Negara merupakan suatu persekutuan yang membentuk negara yang
berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Semua perbedaan itu
dilukiskan dalam suatu semboyan yaitu “Bhineka Tunggal Ika”Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / PerwakilanNilai
yanng tekandung dalam sila ini adalah bahwa negara sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Rakyat adalah merupakan
subjek pendukung pokok negara.Negara adalah dari oleh rakyat. Oleh karena itu,
rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, sehingga dalam nilai kerakyatan
terkandung nilai demokrasi, yang terkandung dalam sila kedua adalah: a. Adanya
kebebasan yang harus disertai dengan tanggungjawab b. Menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam
hidup bersama d. Mengakui perbedaan individu, kelompo, ras, suku, agama e.
Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu f. Mengarahkan
suatu perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab g. Menjungjung
tinggi azas musyawarah sebagai nilai kemanusiaan yang beradab h. Mewujudkan dan
mendasarkan sesuatu keadilan dalam kehidupan sosial agar terciptanya tujuan
bersamaKeadilan sosial Bagi Seluruh Rakyat IndonesiaNilai yang terkandung dalam
sila ini adalah tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama, dan dalam sila ini
terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama. Keadilan
tersebut didasari dan dijiwai oleh hakekat keadilan kemanusiaan konsekwensinya
94
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama, meliputi: a. Keadilan
distributif artinya suatu hubungan antar negara terhadap warganya b. Keadilan legal,
yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap Negara c. Keadilan
komutatif, artinya suatu hubungan keadilan antarawarga satu dengan lainnya secara
timbal bailk.
Nilai-nilai pancasila dalam sebagai pedoman dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan berengara seharusnya dapat mendukung eksistensi kearifan lokal. Hal
ini karena kearifan lokalpun dapat juga menjadi sarana pengikat dan perekat persatuan
dan kesatuan bangsa. Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai
kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau
kecerdasan setempat (local genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah
pemikiran tentang hidup. Pemikiran tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang baik,
dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai karya akal
budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk kemuliaan
manusia. Penguasaan atas kearifan lokal akan mengusung jiwa mereka semakin
berbudi luhur. Haryati Soebadio berpendapat bahwa kearifan lokal adalah suatu
identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendir.
Menurut Rahyono (2009:7) kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki
oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya,
kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan
belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat
sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu
yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut. Definisi kearifan lokal paling
tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: a. Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman
panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; b. Kearifan lokal tidak
lepas dari lingkungan pemiliknya; dan Kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur,
terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Kearifan lokal adalah bagian
dari budaya. Kearifan lokal Jawa tentu bagian dari budaya Jawa, yang memiliki
pandangan hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup manusia, akan memancarkan
ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal.Suardiman (Wagiran, 2010) mengungkapkan
bahwa kearifan lokal identik dengan perilaku manusia berhubungaan dengan: (1)
Tuhan, (2) tanda-tanda alam, (3) lingkungan hidup/ pertanian, (4) membangun rumah,
(5) pendidikan, (6) upacara perkawinan dan kelahiran, (7) makanan, (8) siklus
kehidupan manusia dan watak, (9) kesehatan, (10) bencana alam. Lingkup kearifan
lokal dapat pula dibagi menjadi delapan, yaitu: (1) norma-norma lokal yang
dikembangkan, seperti „laku Jawa‟, pantangan dan kewajiban; (2) ritual dan
tradisimasyarakat serta makna disebaliknya; (3) lagu-lagu rakyat, legenda, mitos dan
ceriterarakyat yang biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang
hanya dikenali oleh komunitas lokal; (4) informasi data dan pengetahuan yang
95
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
terhimpun pada diri sesepuh masyarakat, tetua adat, pemimpin spiritual; (5)
manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat; (6)
caracara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari; (7) alat-bahan
yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu; dan (8) kondisi sumberdaya alam/
lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam penghidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam lingkup budaya, dimensi fisik dari kearifan lokal meliputi aspek: (1) upacara
adat, (2) cagar budaya, (3) pariwisataalam,(4) transportasi tradisional, (5) permainan
tradisional, (6) prasarana budaya, (7) pakaian adat, (8) warisan budaya, (9) museum,
(10) lembaga budaya, (11) kesenian, (12) desa budaya, (13) kesenian dan kerajinan, (14)
cerita rakyat, (15) dolanan anak, dan (16) wayang. Sumber kearifanlokal yang lain
dapat berupa lingkaran hidup orang Jawa yang meliputi: upacaratingkeban, upacara
kelahiran, sunatan, perkawinan, dan kematian.
Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif. Cakupan
kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi oleh ruang. Kearifan
tradisional dan kearifan kini berbeda dengan kearifan lokal. Kearifan lokal lebih
menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan tersebut sehingga tidak harus
merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan
lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas
sebagai hasil dari interaksinya denganlingkungan alam dan interaksinya dengan
masyarakat serta budaya lain. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat
tradisional karena dia dapat mencakup kearifan masa kini dan karena itu pula lebih
luas maknanya daripada kearifan tradisional.
Untuk membedakan kearifan lokal yang baru saja muncul dengan kearifan lokal
yang sudah lama dikenal komunitas tersebut, dapat digunakan istilah: kearifan kini,
kearifan baru, atau kearifan kontemporer. Kearifan tradisional dapat disebut kearifan
dulu atau kearifan lama. Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah kebenaran yang
telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan
keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi
nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.Menurut
Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya
masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada
tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi
kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan
lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak
fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi
pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang
bagaimana „membaca‟ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang
diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi
untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan
melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya
96
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan
potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.Kearifan lokal
merupakan modal pembentukan karakter luhur. Karakterluhur adalah watak bangsa
yang senantiasabertindak dengan penuh kesadaran,purba diri, dan pengendalian diri.
Pijarankearifan lokal selalu berpusar pada upayamenanggalkan hawa nafsu,
meminimalisirkeinginan, dan menyesuaikan dengan empanpapan. Kearifan lokal adalah
suatu wacanakeagungan tata moral.Upaya pengembangan pendidikankearifan lokal
tidak akan terselenggaradengan baik tanpa peran serta masyarakatsecara optimal.
Keikutsertaan berbagai unsurdalam masyarakat dalam mengambilprakarsa dan
menjadi penyelenggara programpendidikan merupakan kontribusi
yang sangat berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi. Berbagai bentuk
kearifan lokal yang merupakan daya dukung bagi penyelenggaraan dan
pengembangan pendidikan dalam masyarakat antara lain sebagai berikut.(1) Kearifan
lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang kewajiban belajar, seperti
kewajiban mengikuti kegiatan pembelajaran bagi warga masyarakat yang masih buta
aksara. (2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antarsesama
manusia, melalui aktivitas gotong royong
Implementasi nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dimaksudkan agar
dalam bersikap, berperilaku dan berbuat menyeimbangkan antara nilai-nilai pancasila
dengan kearifan lokal. Dengan demikian terjadi harmonisasi dalam kehidupan
bersama, sehingga tercipta adanya kenyamanan, kedamaian dalam hidup bersama.
Tetapi realitasnya sekarang ini dengan desakan globalisasi terjadi pergeseranpergeseran dalam implementasi nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal sehingga
banyak perilaku yang menyimpang, contohnya merokok, miras, narkoba, budaya
kebarat-baratan, pergaulan bebas, terbentuknya gang-gang, komunitas anak pang,
pakaian yang tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila dan kearifan lokal, dsb. Saat ini
telah terjadi , lunturnya nilai – nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat ,
berbangsa dan bernegara akibat dari tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin
bangsa . Pancasila hanya sebagai slogan di bibir para pemimpin , tetapi berbagai tindak
dan perilaku tidak sesuai dengan nilai – nilai pancasila . Contoh banyaknya para
pemimpin yang curang dalam pemilihan umum politik sehingga uang masyarakat di
korupsi demi untuk kaya .Kurangnya komitmen dan tanggung jawab yang dilakukan
oleh para pemimpin untuk melaksanakan nilai – nilai pancasila , munculnya
kekuatanbaru yang tidak melihat pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup
bangsa Indonesia .
Akibatnya kekacauan dalam tatanan kehidup berbangsa , di mana kelompok
tertentu menganggap nilai – nilainya yang paling bagus . Lunturnya nilai – nilai
pancasila pada masyarakat dapat berarti awal malapetaka bagi bangsa dan bernegara .
Kejadian itu sudah bisa kita saksikan dengan mulainya kemerosotan moral , mental
dan etika dalam bermasyarakat danberbangsa terutama pada generasi mudah .
97
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Timbulnya persepsi yang dangkal , wawasan yangsempit , perbedaan pendapat yang
berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa , anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang akhirnya
cenderung mengundang tindak anarkis . Ada cara untuk memperbaiki nilai – nilai
moral pancasila yang sudah luntur yaitu dengan cara “Menunjukkan Sikap Positif
Terhadap Pancasila Pengertian sikap positif terhadap ideologi pancasila dalam
kehidupan bernegara .yaitu perilaku yang bersikap baik , kita harus bersikap baik
terhadap Ideologi Pancasila . Contoh sikap baik yang dapat di tunjukkan dengan
perilaku : Menerima Pancasila sebagai dasar Negara dan ideology Negara, Berusaha
mempelajari agar memahami makna Pancasila , nilai – nilai Pancasila dan kedudukan
Pancasila sebagai dasar Negara .Mempertahankan Pancasila agar tetap lestari . Menolak
segala bentuk idologi , paham , ajaran yang bertentangan dengan Pancasila .
Menetapkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . Kesetian Terhadap
Bangsa dan Negara
Seorang warga negara Indonesia yang baik harus memiliki kesetiaan terhadap
bangasa dan negara . Contoh orang warga yang memiliki kesetiaan terhadap bangsa
dan negara : Kesetiaan terhadap ideologi negara Kesetiaan terhadap konstitusi negara
Kesetiaan terhadap peraturan perundang – perundangan yang berlaku Kesetiaan
terhadap kebijaksanaan pemerintah.
Adanya berbagai fenomena lunturnya nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal
saat ini, perlu dicarikan solusinya. Hal ini penting sebab tidaklah mungkin dengan
kondisi seperti itu dapat mewujudkan generasi emas tahun 2045.
Ide membangun generasi emas sering dibicarakan dalam berbagai peristiwa. Ada
yang dalam rangka hari pendidikan nasional, ada yang dalam bentuk sambutan,
seminar-seminar nasional di kota Metropolitan Jakarta dan di kalangan praktisi
pendidikan. Tetapi itu hanya sebatas wacana-wacana dan harapan di dalam sebuah
ruangan sumbang pikiran dan harapan. Membangun generasi emas adalah sebuah
konsep penerapan untuk menyiapkan suatu generasi penerus bangsa Indonesia pada
100 tahun emas Indonesia merdeka 1945 – 2045.
Sebenarnya harapan-harapan dan cita-cita dalam pidato, sambutan, seminar dan
diskusi itu baik, namun yang disayangkan adalah konsep brilian membangun generasi
emas Indonesia hanya untuk para peserta yang mengikuti dan mendengarkan saja?
Dalam harapan dari kegiatan itu tentang membangun generasi emas Indonesia adalah
sebuah karya nyata dan bukanlah sekedar membahas konsep dan pesan dalam untuk
membangun generasi emas Indonesia. Kalaupun membangun generasi emas itu
diimplementasikan, sejauhmana yang sudah diwujudnyatakankan.
Kita pasti sangat setuju dengan konsep membangun generasi emas Indonesia,.
Generasi emas yang hendak kita capai di tahun 2045 adalah generasi emas di seluruh
wilayah indonesia. Karena itu pembangunan generasi emas harus dimulai sedini
98
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
mungkin. Pembangunan generasi emas harus diletakan dalam kerangka dasar nilainilai pancasila berbasis kearifan lokal.
Kondisi generasi sekarang yang positif harus tetap dipertahankan dan dibeirikan
penguatan dengan maksud agar benih-benih generasi emas saat ini tetap bertahan
meskipun dalam pengaruh danterpaan, globalisasi yang dasyat. Penguatan terhadap
benih-benih generasi emas yang berdasarkan nilai tetapi generasi emas Indonesia yang
mana? Apakah hanya yang di Pulau Jawa saja? Bagaimana dengan membangun
generasi emas di daerah-daerah lain? Hal ini belum tentu bisa dijawab di dalamnya
setelah pidato Menteri Pendidikan, sambutan ketua Partai Golkar maupun dalam
seminar dan diskusi dengan para peserta seminar. Sebab membangun generasi emas
adalah sebuah konsep penerapan dan perlu realisasi. Untuk itu, sejauhmana konsep
membangun generasi emas dimasukkan ke dalam kurikulum terbaru 2013 dan dalam
terapan model pembelajaran pada pendidikan formal pada semua jenjang pendidikan,
dari PAUD hingga Perguruan Tinggi maupun pada peningkatan melalui pendidikan
non formal.
Dengan mengemban amanah yang berat yakni mewujudkan generasi emas tahun
2045, maka harus dimulai dari sekarang upanya untuk membangunnya. Upaya
membangun yang pertama dan utama adalah menguatkan nilai-nilai pancasila berbasis
kearifan lokal pada jati diri generasi sekarang ini yang dapat dijadikan modal untuk
mewujudkan generasi emas tahun 2045.
Penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal pada generasi muda sat ini
dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Penguatan nilai Ketuhanan
berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan memberdayakan tiga pilar pendidikan
dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang bersifat religius dengan menyeimbangkan
kearifan lokal misalnya: sholat berjamaah, pengajian, TPA, atau kegiatan-kegiatan
lainnya. 2. Penguatan nilai Kemanusiaan berbasis kearifan lokal dapat dilakukan pula
dalam tiga pilar pendidikan dalam bentuk: kepeduliaan terhadap sesamanya, tolong
menolong, tidak membeda-bedakan dalam berteman, tidak pilih kasih, memberi
bantuan terhadap yang kena musibah, dan lain-lain. 3. Penguatan nilai persatuan
berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dalam tiga pilar pendidikan dalam bentukbentuk sebagai berikut: menghormati dan menjungjung tinggi adanya perbedaan,
hidup rukun, bersama-sama menghadapi hal-hal yang merusak jiwa persatuan dan
kesatuan, pentas seni bermakna bhinneka tunggal Eka, kemah kebangsaan, dan
sebagainya. 4. Penguatan nilai kerakyatan/demokrasi berbasis kearifan lokal dapat
dilakukan dalam tiga pilar pendidikan dalam bentuk: menyelesaiakn masalah dengan
musyawarah mufakat, menghargai adanya perbedaan pendapat, tidak memaksakan
kehendaknya dalam bermusyawarah, melaksanakan keputusan musyawarah dengan
penuh tanggung jawab dan lain sebagainya. 5. Penguatan nilai keadilan berbasis
kearifan lokal dapat dilakukan dalam tiga pilar pendidikan dalam bentuk: selalu
99
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
bersikap adil, hukum berlaku secara umum tidak pandang bulu, pembangunan
menjangkau seluruh wilayah indonesia dan sebagainya.
Jika generasi muda telah dikuatkan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal
sedini mungkin, maka hal ini menjadi modal untuk mencapai terwujudnya generasi
emas tahun 2045 yaitu generasi yang mandiri, kreatif-inovatif, memiliki daya saing dan
daya juang, generasi yang kompeten.
D. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, dan belandaskan kondisi nyata
di lapangan yaitu bahwa Pengembangan nilai-nilaiPancasila sekarang ini kian hari kian
terkikis, hal ini dibuktikan dalam bentuk pengetahuan, sikap, maupun perilaku yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh bangsa ini.Tindakan-tindakan
yang seharusnya tidak dilakukan justru dimunculkansehingga memicu terjadinya
berbagai perselisihan, permusuhan maupun perpecahan. Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi nasional memiliki makna yang sangat jelas bagi bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara setidaknya perlu dipahami bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila merupakan dasar ataupun pondasi bagi bangsa ini dalam
segala penyelenggaraan ketatanegaraan. Pancasila sebagai dasar pembentukan norma
hukum dan norma etik bagi bangsa Indonesia ini. Pancasila sebagai ideologi nasional
mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila itu sebagai cita-cita bangsa Indonesia
dan alat pemersatu bagi bangsa ini. maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa: penguatan nilai-nilai pancasila berbasis kearifan lokal dapat dilakukan sedini
mungkin melalui tiga pilar pendidikan dalam berbagai bentuk kegiatan yang
mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan
yang dalam pelaksanaan tetap menjaga harmonisasi kearifan lokal yang berlaku di
daerahnya masing-masing. Berhasilnya penguatan nilai-nilai pancasila berbasis
kearifan lokal saat ini menjadi modal dasar dalam mewujudkan generasi emas tahun
2045 dengan profile generasi yang generasi yang mandiri, kreatif-inovatif, memiliki
daya saing dan daya juang, generasi yang kompeten.
100
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Daftar Pustaka
Ansory, Nasruddin. 2008. Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya Jawa.Jakarta:
Yayasan Obor.
Andhini .(2011).Habibie: Pancasila Tenggelam dalam Pusaran Sejarah Masa Lalu.
http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/01/53347/HabibiePancasila-Tenggelam-dalam-Pusaran-Sejarah-Masa-Lalu/1
Al-Hakim, Suparlan. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang:
Madani.
Borg, James. 2010. Mind Power; Change your Thinking, Change your Life. New York:
Pearson.
Badan penelitian dan Pengembangan, Pusat Kurikulum. Kementerian Pendidikan
Nasional. 2012 Kompilasi Hasil Diskusi tentang Karakter. Medan: PPs Unimed.
Colquit Jason A., Jeffry A.LePine, dan Michael J.Wesson. 2009. Organizational Behavior:
Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: the McGrawHill Companies.
Davis, Keith. 1990. Human Behavior at Work; Organizational Behavior. New Delhi:
Tata McGraw-Hill Publishing.
Dipoyudo, Kirdi. 1985. Keadilan Sosial: Seri Penghayatan dan Pengamalan Pancasila I.
Jakarta: Rajawali
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books, Inc.,
Publishers.
Giddens, Anthony. 2005. Konsekuensi-konsekuensi Modernitas. Yogyakarta: Kreasi
Wacana
Goleman, Daniel. 1995. Emotional Intelligence, Why it can Matter more than IQ, NY:
Bantam Books.
Hariyono. Ideologi Pancasila. Roh Progresif Nasionalisme Indonesia. (Malang: Intrans
Publishing. 2014). hal 161
Ismaun. 1978. Sila-Sila Pancasila. Malang: Labolatorium IKIP Malang
Imam S. Ernawi. (2010). Harmonisasi kearipan lokal dalam regulasi penataan ruang.
www.penataanruang.net/taru/.../SinkronisasiKearifanLokal_300410.p
Kementrian komunikasi dan informatika RI (2011) . Pancasila, Negara Kesejahteraan ,
dan Ketahanan masyarakat . Jakarta : Direktorat jenderal informasi dan
komunikasi public
101
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Budaya dan Karakter Bangsa,
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional,
Kaelan.2008.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma.
Krissantono. 1976. Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila. Jakarta: Centre for
Strategis and International Studies
Mardjono. 2004. Dengan Budaya Jawa MenggarapDunia Bagi Terwujudnya Indonesia yang
Besar dan Jaya. Makalah disampaikan dalam Dialog Kebudayaan Nasional
Kerjasama Pusat Studi Budaya dan Puslit PKLH di Lembaga Penelitian UNY
tanggal 8 desember 2004.
Marwito, Tirun. 2004. Kebudayaan Yogya dan Perspektifnya. Makalah disampaikan dalam
Dialog Kebudayaan Nasional\ Kerjasama Pusat Studi Budaya dan Puslit PKLH
di Lembaga Penelitian UNY tanggal 8 Desember 2004.
Margono. 2012. Pendidikan Pancasila Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Panitia Penyelenggara FIP–UNP. 2005. “Laporan Kegiatan Seminar Internasional
Pendiddikan dan Pertemuan FIPJIP se-Indonesia Tahun 2005. Dalam Jurnal
Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 1, Februari 2013 Rangka Dies Natalis
UNP ke-51”. Mendidik Memang Tidak Memerlukan Ilmu Pendidikan. Padang: UNP.
Peale, Norman Vincent. 1996. Berpikir Positif. Terjemahan FX Budiyanto. Jakarta: Bina
Aksara.
Prayitno & Belferik Manullang. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa.
Jakarta: Grasindo.
Rini,
D. (2011). Ideologi Pancasila Jurus Jitu Hadapi Tantangan Global.
politik.kompasiana.comterbit pada tanggal 16 Mei 2011. Diunduh pada tanggal
30 April 2012.
Sari Wahjuni. (2010) Pemulihan lingkungan dengan kearipan lokal. Pangasuhbumi
.com/.../pemulihan-lingkungan-dengan-kearifan-lokal...
Suwito, Yuwono Sri. 2008. Pendidikan BerbasisBudaya Yogyakarta. Makalah, Disampaikan
dalam Sarasehan Budaya Selasa Wagen di Bangsal Kepatihan, 15 Juli 2008.
Sapriya. 2011. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suhartono, Agus Laksamana TNI. 2011. Peran Kuliah Kerja Nyata (K2n) Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Di Pulau Terdepan Dan Daerah Perbatasan. Disampaikan
Pada AcaraPengenalan Sistem Akademik Universitas (Psau) dan Orientasi
102
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Kehidupan Kampus (OKK) Untuk Mahasiswa Baru Universitas Indonesia
Tahun Akademik 2011/2012. Jakarta, 12 Agustus 2011
Smith, Anthony D. 2003. Nasionalisme: Teori, Ideologi, dan Sejarah. Terjemahan Frans
Kowa. Jakarta: Erlangga.
Smith, Anthony D. Nasionalisme: Teori, Ideologi, dan Sejarah. Terjemahan Frans Kowa.
(Jakarta: Erlangga.2003) hal 163-164
Suparlan Al-Hakim, Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. (Malang:
Madani. 2014). hal 13
Soedarsono, Soemarno. 2009. Karakter Mengantar Bangsa, dari Gelap Menuju Terang.
Jakarta: Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia.
Syafe‟I Imam. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Deepublish
Tim MGMP Kewarganegaraan (2013) . Memahami dampak globalisasi dalam
kihudapan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara . Sidoarjo : Drs Supratman
, MM .
Tim MGMP Kewarganegaraan (2012) . Perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai
Pancasila Sidoarjo : Dra.Hj.Umu Maria U.,M.Pd
Treier, S. &Hillygus, S.,(2005). The Structure and Meaning of Political ideology. [Versi
Elektronik]. Terbit: 29 September 2005, diunduh pada tanggal 30 Maret 2012
Tamburaka,Rustam.1995.Pendidikan Pancasila.Jakarta:PT Dunia Pustaka Jaya.
Tilaar, H.A.R. 2007. Mengindonesia, Etnistas dan Identitas Bangsa Indonesia. Tinjauan dari
Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtosudarmo, Riwanto.2002. Tentang Perbatasan dan Studi Perbatasan: Sebuah Pengantar.
Antropologi Indonesia, XXVI, NO. 67, Januari-April 2002.
Tirtosudarmo, Riwanto.2011. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya: Beberapa Catatan dari
Perspektif Demografis dalam KumpulanNasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia:
Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI Press.
Tilaar, H.A.R. Mengindonesia, Etnistas dan Identitas Bangsa Indonesia. Tinjauan dari
Perspektif Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta.2007). hal 32
Wagiran, dkk. 2010. ”Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah
Provinsi DIY dalam Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY menuju
Tahun 2025 (Tahun Kedua)”. Penelitian. Yogyakarta: Biro Administrasi
Pembangunan.
103
Seminar Nasional :
Pembentukan Karakter dan Moralitas Bagi Generasi Muda
Yang Berpedoman Pada Nilai-nilai Pancasila Serta Kearifan Lokal
ISBN: 978 – 602 – 0841 – 42- 9
Wiraatmadja, Rochiati. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan
Global. (Bandung: Historia Utama Press. 2002) hal 157
Wreksosuhardjo, Sunarjo. 2000. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat
Pancasila. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
104
Download