UNSOED Jl. Dr. Soeparno kampus Karangwangkal Purwokerto 53122 Telp. 0281-642840; Email: farmasi.unsoed.gmail.com LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI 1 : KESANGGUPAN KARDIVASKULER DAN TEKANAN DARAH MATA KULIAH : ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA Disusun oleh : Curie Julia Kulzumia (G1F012054) Reza Nur Iman (G1F012056) Anita Kurnia (G1F012060) Nisadiyah Faridatus Shahih (G1F012064) Novita Cahya Puspitasari (G1F012078) Nama asisten : JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2012 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Kesanggupan kardiovaskuler dan tekanan darah B. Waktu, Tanggal Praktikum Waktu : 15.00 – 16.50 WIB Hari, Tanggal : Sabtu, 24 November 2012 C. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui cara-cara pengukuran tekanan darah arteri secara langsung pada manusia serta memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya; 2. Mengukur tekanan darah A.brachialis dengan cara auskultasi; 3. Menyebutkan nilai tekanan darah A.brachialis menurut metode lama dan metode baru American Heart Association (AHA); 4. Membandingkan tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri; 5. Menjelaskan perbedaan hasil pengukuran tekanan darah pada sikap berbaring, duduk, dan berdiri; 6. Membandingkan tekanan darah A.brachialis pada berbagai kerja; 7. Mengetahui pengaruh pernafasan dan aliran balik vena terhadap tekanan darah; 8. Mengetahui kesanggupan kardiovaskuler seseorang. 2 D. Dasar Teori A. Tekanan arteri pada manusia 1. Pengertian Tekanan darah arteri seperti yang kita ketahui tekanan dalam tubuh manusia terbagi menjadi tekanan darah vena dan tekanan darah arteri. Tekanan darah arteri adalah tekanan yang terjadi pada pembuluh darah arteri dan merupakan proses utama dalam mengedarkan darah ke seluruh jaringan tubuh. Tekanan darah dalam tubuh manusia biasanya diukur berdasarkan dua ukuran. Itulah kenapa ketika mengukur tekanan darah kita akan mendapati dua angka seperti 90/80. Angka tersebut sebenarnya menunjukan 2 tekanan darah yang terjadi dalam pembuluh darah manusia. Angaka pertama dalm ukuran tekanan darah merupakan tekanan darah atas atau tekanan sistolik (Redaksi, 2012). Tekanan sistolik adalah tekanan darah arteri yang diakibatkan oleh aktivitas jantung ketika melakukan pemompaan darah. Sedangkan angka kedua pada ukuran tekanan darah menunjukan tekanan bawah atau tekanan distolik. Tekanan ini menunjukan tekanan pada jantung ketika jantung beristirahat diantara proses pemompaan darah (Redaksi, 2012). 2. Kelainan tekanan darah Kelainan pada tekanan darah arteri dibagi ke dalam dua jenis yaitu tekanan darah tinggi dan tekanan darah rendah. Kedua tekanan darah ini terjadi ketika ketika tekanan darah arteri melebihi atau kurang dari tekanan darah yang normal pada manusia yaitu 90/60 sampai 120/80 mmHg. Tekanan darah 3 rendah biasanya kurang dari 90/60 mmHg. Walaupaun sering diabaikan tapi tekana darah rendah juga bisa mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ vital dalam tubuh. Hal ini disebabkan tekanan darah arteri dan vena terlalu lemah untuk menyebarkan oksigen atau nutrisi ke seluruh jaringan organ tubuh. Sehingga organ tidak mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan untuk berfungsi secara normal (Redaksi, 2012). 3. Faktor - Faktor Tekanan Darah 1. Faktor Jenis Kelamin Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap kerja sistem kardioaskuler. Dibandingkan dengan laki-laki dengan usia yang sama, wanita premenopause memiliki massa ventriel kiri jantung yang lebih kecil terhadap body mass ratio, yang mungkin mencerminkan afterload jantung yang lebih rendah pada wanita. Hal ini mungkin akibat dari tekanan darah arteri yang lebih rendah, kemampuan complince aorta yang lebih besar dan kemampuan peningkatan penginduksian mekanisme vasodilatasi (Anggita, 2012). Perbedaan ini dianggap berhubungan dengan efek protektif estrogen dan mungkin dapat menjelaskan mengapa pada wanita premenopause memiliki resiko lebih rendah menderita penyakit kardiovaskular. Tetapi, setelah menopause perbedaan jenis kelamin tidak akan berpengaruh pada kemungkinan terderitanya penyakit kardiovaskular. Hal ini mungkin disebabkan karena berkurangnya jumlah estrogen pada wanita yang sudah menopause (Anggita, 2012). 2. Faktor Gravitasi Tekanan darah akan meningkat dengan 10 mmhg setiap 12 cm di bawah jantung karena pengaruh gravitasi. Di atas jantung, tekanan darah akan menurun dengan jumlah yang sama. Jadi dalam keadaan berdiri, maka tekanan darah sistole adalah 210 mmHg di kaki tetapi hanya 90 mmHg di otak. Dalam keadaan berbaring kedua tekanan ini akan sama (Anggita, 2012). 4 Tekanan darah dalam arteri pada orang dewasa dalam keadaan duduk atau posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg. Karena tekanan darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka tekanan darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi setiap atau dan isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup ditentukan oleh kontraksi miokard dan volume darah yang kembali ke jantung (Anggita, 2012). a. Berbaring Ketika seseorang berbaring, maka jantung akan berdetak lebih sedikit dibandingkan saat ia sedang duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan saat orang berbaring, maka efek gravitasi pada tubuh akan berkurang yang membuat lebih banyak darah mengalir kembali ke jantung melalui pembuluh darah. Jika darah yang kembali ke jantung lebih banyak, maka tubuh mampu memompa lebih banyak darah setiap denyutnya. Hal ini berarti denyut jantung yang diperlukan per menitnya untuk memenuhi kebutuhkan darah, oksigen dan nutrisi akan menjadi lebih sedikit (Anggita, 2012). Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa harus melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada posisi berdiri, isi sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai tertinggi pada 40% -- 60% VO2 maksimal. VO2 max adalah volume maksimal O2 yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Pada posisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi sekuncup mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya sedikit peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat hampir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup pada orang dewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin besar intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi sekuncup; hal ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus 5 jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut) (Ganong, 2002). b. Berdiri Detak jantung akan meningkat saat seseorang berdiri, karena darah yang kembali ke jantung akan lebih sedikit. Kondisi ini yang mungkin menyebabkan adanya peningkatan detak jantung mendadak ketika seseorang bergerak dari posisi duduk atau berbaring ke posisi berdiri (Ganong, 2002). Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada pembuluh ”capacitance” vena anggota tubuh bagian bawah dan isi sekuncup mengalami penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dengan tidak banyak bergerak atau hanya diam akan menyebabkan kenaikan volume cairan antar jaringan pada tungkai bawah. Selama individu tersebut bisa bergerak maka kerja pompa otot menjaga tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg dan alir balik vena cukup (Ganong, 2002). Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung begitu seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada katup. Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang 6 di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002). c. Duduk Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen (Guyton dan Hall, 2002). Pada beberapa individu terutama orang tua, perubahan posisi yang cepat misalnya dari berbaring ke berdiri bisa menyebabkan tubuh menjadi pusing atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini membuat jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke otak (Guyton dan Hall, 1997). Saat terjatuh atau pingsan sebaiknya berada dalam posisi berbaring, yang mana merupakan posisi menguntungkan bagi jantung karena efek gravitasi berkurang dan lebih banyak darah yang mengalir ke otak (Guyton dan Hall, 1997). 4. Hubungan tekanan darah dengan curah jantung Nilai tekanan darah ditentukan oleh perkalian curah jantung dengan tahanan perifer total. Perubahan pada salah satu dari kedua factor tersebut cenderung mengubah tekanan darahnya, jika terjadi kegagalan kedua factor 7 tersebut, maka akan mengakibatkan penurunan tekanan darah (Kusmiyati, 2009). Di bawah ini adalah hubungan dalam diagram alur : B. Kesanggupan kardiovaskuler 1. Kebugaran kardiovaskuler Dalam bahasa sehari-hari sering disebut dengan kebugaran kardiovaskuler. Istilah kebugaran kardiovaskuler sama pengertiannya dengan beberapa istilah lain seperti daya tahan jantung, kebugaran aerobik, dan daya tahan kardiorespirasi. Kata kardio berarti pembuluh darah dan pembuluh jantung. Sehingga istilah kardiovaskuler lebih tepat daripada kardiorespirasi (Fox, dkk, 1987: 8). Karena respirasi lebih mengacu kepada paru-paru dan pergantian 8 oksigen dan karbondioksida yang terjadi diantara paru-paru, darah dan otot. Menurut Rusli Lutan (2002: 40), kebugaran kardiovaskuler adalah ukuran kemampuan jantung untuk memompa darah yang kaya oksigen ke bagian tubuh lainnya dan kemampuan untuk menyesuaikan serta memulihkan dari aktivitas jasmani. Daya tahan kardiovaskuler menurut Depdikbud (1997: 5) adalah kesanggupan sistem jantung, paru, dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke jaringan yang aktif sehingga dapat dipergunakan pada proses metabolisme tubuh. Menurut Djoko Pekik (2004: 27), daya tahan paru-jantung adalah kemampuan fungsional paru-jantung mensuplai oksigen untuk kerja otot dalam waktu lama. Sedangkan menurut Mochamad Sajoto (1988: 44), kebugaran kardiovaskuler adalah keadaan di mana jantung seseorang mampu bekeja dengan mengatasi berat beban selama suatu kerja tertentu (Dwi Artya, 2011). Kebugaran kardiovaskuler sangat penting untuk menunjang kerja otot dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya keseluruh jaringan otot yang sedang aktif, sehingga dapat digunakan untuk proses metabolisme. Oleh karena itu kebugaran kardiovaskuler dianggap sebagai komponen kebugaran jasmani yang paling pokok. Tujuan untuk meningkatkan kebugaran kardiovaskuler setiap individu berbeda-beda tergantung kebutuhan dan kondisi seseorang. Semakin berat tugas atau kerja fisik seseorang, semakin tinggi pula tingkat kebugaran kardiovaskuler yang harus dimiliki oleh orang tersebut (Dwi Artya, 2011). 2. Tes Harvard Tes Harvard adalah salah satu jenis tes stress jantung untuk mendeteksi atau mendiagnosa penyakit kardiovaskuler. Tes ini juga baik digunakan dalam penilaian kebugaran, dan kemampuan untuk pulih dari kerja berat. Semakin cepat jantung berdaptasi (kembali normal), semakin baik kebugaran tubuh. Tes Harvard adalah cara yang akurat untuk menilai kebugaran untuk menyelesaikan tes aerobik yang maksimal dan mengukur denyut jantung serta konsumsi oksigen yang menggunakan alat bantu pernapasan dan oksigen / 9 karbon dioksida. Tentu saja pendekatan ilmiah ini berada di luar jangkauan bagi banyak orang dan tidak praktis. (Anonim, 2008). Pelaksanaan : Mula mula probandus berdiri didepan Bench / bangku dengan salah satu kaki berada di atas bangku. Saat ada aba-aba “Ya”/ Peluit, probandus melakukan gerakan naik turun bangku ( Lihat Gambar 1). Lakukan gerakan tersebut selama 3-5 menit (menyesuaikan kebutuhan) dengan kecepatan 30 step / menit (gunakan metronome untuk mengukur kecepatan langkah) Pencatatan dilakukan dalam tiga periode: 30 menit setelah istirahat pertama, 30 menit setelah istirahat kedua, 30 menit setelah istirahat ketiga. Kelebihan dan kekurangan tes Harvard: Kelebihan dari Tes Harvard : 1. Peralatannya sederhana; 2. Mudah untuk dilakukan; 3. Dapat dikelola sendiri (Anonim, 2008). 10 Kekurangan dari Tes Harvard : 1. Tingkat stres tinggi; 2. Tidak dapat dilakukan untuk anak-anak; 3. Dipengaruhi oleh variasi maksimum detak jantung (HR); 4. Hubungan Aktivitas Kerja dengan Perubahan Kardiovaskuler (Anonim, 2008). Adaptasi fisiologi terhadap kerja fisik dapat dibagi dalam adaptasi akut dan kronik (Kusmiyati, 2009). Adaptasi akut merupakan penyesuaian tubuh yang terjadi pada saat kerja dilakukan (Kusmiyati, 2009). Adaptasi kronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatu periode program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya mekanisme penyesuaian dari alat/organ tubuh bergantung kepada usia, suhu lingkungan, berat ringan beban, lamanya, cara melakukan dan jumlah organ yang terlibat selama kerja fisik tersebut (Kusmiyati, 2009). Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik adalah menghantar darah ke jaringan yang aktip termasuk oksigen dan nutrien, dan mengangkut produk metabolit dari jaringan tersebut ke alat ekskresi. Untuk melakukan tugas tersebutbeberapa parameter tubuh mengalami perubahan, antara lain : 1) Frekuensi Denyut Jantung Frekuensi denyut jantung merupakan parameter sederhana dan mudah diukur dan cukup informatip untuk faal kardiovaskuler. Pada keadaan istirahat frekuensi denyut jantungberkisar antara 60 - 80 per menit. Hal ini mudah dideteksi dengan cara palpasi maupun dengan menggunakan alat seperti pulse meter, cardiac monitoring dan 11 sebagainya; tempat pengukuran dapat di a.radialis, a. carotis dan pada apex jantung sendiri. Frekuensi denyut jantung terendah diperoleh pada keadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikit meningkat dan pada posisi berdiri meningkat lebih tinggi dariposisi duduk (Kusmiyati, 2009). Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang mengurangi jumlah arus balik vena ke jantung yang selanjutnya mengurangi jumlah isi sekuncup. Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka frekuensi denyut jantung meningkat. Sebelum seseorang melakukan kerja fisik, frekuensi denyut jantung pra kerja meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat. Makin baik kondisi seseorang akan diperoleh frekuensi denyut jantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang sarna. Pada suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi denyut jantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan tersebut disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensi maksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan faktor usia (Kusmiyati, 2009). 2) Curah Jantung/Cardiac Output (CO) Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh jantung, khususnya oleh ventrikel selama satu menit. Variasi produksi curah jantung dapat disebabkan oleh perubahan dari denyut jantung dan volume sekuncup. Denyut jantung terutama dikontrol oleh persarafan jantung, rangsangan simpatis meningkatkan denyut jantung dan perangsangan parasimpatis menurunkannya. Volume sekuncup juga tetap pada bagian yang dipersarafi, perangsangan simpatis membuat serabut otot jantung berkontraksi dengan kuat ketika diberikan perangsangan yang lama dan parasimpatis akan member rangsangan balik (bertolak belakang). Ketika kekuatan kontraksi naik tanpa peningkatan serabut yang lama, maka darah banyak yang tertinggal di dalam ventrikel, dan peningkatan fase ejeksi dan akhir dari fase sistol yaitu volume darah dalam ventrikel berkurang (Kusmiyati, 2009). 12 Total volume darah dalam sistem peredaran darah dari rata-rata orang adalah sekitar 5 liter (5000 mL). Menurut perhitungan, seluruh volume darah dalam system peredaran darah akan dipompa oleh jantung setiap menit (pada saat istirahat). Latihan (aktivitas fisik) dapat meningkatkan output jantung hingga 7 kali lipat (35 liter / menit) (Kusmiyati, 2009). 3) Volume Sekuncup (Stroke Volume) Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa setiap kontraksi dari ventrikel kiri dan diukur dalam ml/kontraksi. Volume sekuncup meningkat sebanding dengan aktivitas fisik. Pada keadaan normal (tidak dalam aktivitas lebih) setiap orang memilki volume sekuncup rata-rata 50-70ml/kontraksi dan dapat meningkat menjadi 110-130ml/kontraksi scara intensif, ketika melakukanaktivitas fisik. Pada atlet dalam keadaan istirahat memiliki stroke volume rata-rata 90-110 ml/ kontraksi dan meningkat setara dengan 150- 220ml/kontraksi (Kusmiyati, 2009). 4) Arus Darah Sistem pembuluh darah bisa membawa darah kembali ke jaringan yang membutuhkan dengan cepat dan berjalan pada daerah yang hanya membutuhkan oksigen. Pada keadaan istirahat 15-20% uplai darah di sirkulasi pada otot skelet. Selama melakukan aktivitas fisik, ini bisa meningkat menjadi 80-85% dari curah jantung. Darah akan dialirkan dari organ besar seperti ginjal, hati, perut, dan usus. Ini akan meneruskan aliran ke kulit untuk memproduksi panas (Kusmiyati, 2009). Arus darah dari jantung ke jaringan tubuh bervariasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing jaringan baik dalam keadaanistirahat maupun pada kerja fisik. Jumlah absolut darah yang ke otak selalu tetap/konstan, ke otot dan jantung jumlah darah akan meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja sedangkan yang ke ginjal, lambung dan usus akan berkurang pada beban kerja yang meningkat. Peningkatan arus darah ke otot yang aktif merupakan kerja 13 persarafan vasodilator dan peningkatan metabolisme yang menimbulkan penurunan pH atau peningkatan derajat keasaman dan pada tingkat lokal akan terlihat lebih banyak kapiler dan arteriol yang membuka. Faktor lain yang berperan dalam pengaturan arus darah adalah siklus jantung. Telah diketahui bahwa dengan bertambahnya beban kerja, akan terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan hal ini mengakibatkan lebih singkatnya waktu yang digunakan untuk satu siklus jantung termasuk fase diastole. Sedangkan pengisian pembuluh darah koroner yang terbanyak adalah pada fase diastole. Dengan berkurangnya fase diastole maka arus darah koroner juga akan berkurang (Kusmiyati, 2009). 5) Tekanan Darah Dalam keadaan istirahat,, sistole tipikal individu (normal) adalah 110-140 mmHg dan 60-90 mmHg untuk tekanan darah diastol. Selama aktivitas fisik tekanan sistol, tekanan selama kontraksi jantung (disebut sistol) bisa meningkat sampai 200 mmHg dan maksimum pada 250 mmHg yang bisa terjadi pada atlet. Tekanan diastolrelaif tidak berubah secara signifikan ketika melakukan latihan intensif. Faktanya kenaikannya lebih dari 15 mmHg sehingga latihan intensif bisa mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai penilaian untuk tes toleransi latihan. Tekanan darah selama kerja fisik memperlihatkan hubungan antara keseimbangan peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan perifer dengan adanya vasodilatasi pada pembuluh darah otot yang bekerja. Terlihat bahwa tekanan sistolik akan meningkat secara progresiv sedangkan pada tekanan diastolik tetap atau sedikit menurun (Guyton, 2007). E. Metode Pemeriksaan Metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk menentukan tekanan darah pasien adalah metode tak langsung, metode auskultasi menggunakan stetoskop 14 dan sfigmomanometer. Bagian alat yang digunakan untuk diikatkan pada lengan berisi kantong karet yang dapat mengembang (Rhonda M. Jones, 2008). Kantongnya terhubung ke manometer (Gambar 5-7). Karena manometer aeroid mudah hanyut, maka harus dikalibrasi paling sedikit sekali setahun dan harus ditinggalkan pada keadaan nol. Karena lingkar lengan berbeda-beda, maka juga tersedia berbagai macam ukuran pengikat lengan (misalnya untuk anak-anak, dewasa, dan orang dewasa yang besar). Untuk menentukan ukuran pengikat lengan ini bandingkan panjang kantong pengukur tekanan darah tadi dengan lingkar lengan pasien. Anda harus merasakan kantong di dalam pengikat lengan tadi. Untuk pengukuran yang paling akurat, panjang kantong harus paling sedikit 80% lingkar lengan (Gambar 5-8) (Rhonda M. Jones, 2008). Gambar 5‐7 Pengikat lengan dan sfigmomanometer. Pengukuran tekanan darah dianggap tak langsung, kaena tekanan dalam pembuluh darah secara tidak langsung diukur dengan melihat tekanan dalam pengikat lengan. Ketika udara dipompakan ke dalam pengikat lengan, tekanan dalam pengikat lengan tersebut akan meningkat. Ketika tekanan dalam pengikat lengan tadi melebihi tekanan arteri brakhial pasien, arteri akan tertekan dan aliran darah akan berkurang dan akhirnya berhenti. Bersamaan dengan mengeluarkan udara dari pengikat lengan, kantong akan mengempis dan tekanan pada pengikat lengan berkurang. Ketika tekanan dalam pengikat lengan sama dengan tekanan arteri, darah akan mulai mengalir kembali. (Gambar 5-9) (Rhonda M. Jones, 2008). 15 Gambar 5‐8 Penentuan ukuran pengkikat lengan untuk mengukur tekanan darah. Panjang lengan harus paling sedikit 80% lingkar lengan. Gambar 5‐9 Suara Korotkoff dan pengukuran tekanan darah. (Diadaptasi dari Jarvis C. Physical Examination and Health Assessment, 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders, 2000;192) Aliran darah dalam arteri menghasilkan suara yang spesifik, yang disebut suara Korotkoff yang terjadi dalam 5 fase: Fase I : lemah, jelas dan ketuk (tekanan sistolik) Fase II: swooshing Fase III: nyaring (crisp), lebih intensif (tapping) Fase IV: muffling (pada dewasa hal ini menunjukkan keadaan hiperkinetik jika fase ini terus berlangsung selama pengikat lengan mengempis). Fase V: hilangnya suara (pada dewasa, tekanan diastolik) (Rhonda M. Jones, 2008). Suara-suara ini digunakan untuk mengidentifikasi tekanan darah sistolik dan diastolik. Agar dapat mengukur dengan sangat akurat, ikuti langkah-langkah berikut: • Tanyakan kepada pasien apakah pasien merokok atau mengkonsumsi kafein dalam 30 menit sebelum pemeriksaan. Jika ya, catat informasi ini; • Pasien harus didudukkan pada kursi dengan punggung tersangga dan lengan kosong dan disangga pada keadaan paralel setara jantung; 16 • Pengukuran dimulai paling sedikit setelah 5 menit beristirahat; • Tentukan ukuran pengikat lengan yang sesuai untuk pasien (lihat Gambar 58); • Palpasi arteri brakhial sepanjang lengan atas bagian dalam; • Posisikan agar kantong yang ada pada pengikat lengan di tengah di atas arteri brakhial, kemudian ikat pengikat lengan tadi agar pas melingkari lengan, usahakan ujung tepi bawah pengikat lengan tersebut 1 inci di atas antekubital (Gambar 5-10) (Rhonda M. Jones, 2008). Gambar 5‐10 Penempatan pengikat lengan dan stetoskop yang tepat untuk mengukur tekanan darah. • Posisikan manometer agar lurus terhadap pandangan mata; • Instruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama pengukuran; • Tentukan tingkat inflasi maksimum. (Sembari palpasi nadi radial, pompa pengikat lengan hingga ke titik di mana nadi tidak lagi terdengar, tambahkan 30 mmHg pada pembacaan ini); • Dengan cepat kendurkan/biarkan udara keluar dari kantong lengan dan tunggu 30 detik sebelum memompanya kemabali; • Sisipkan ujung stetoskop; cek agar mengarah ke depan pada tempatnya; • Tempatkan bel stetoskop tanpa menekan, tapi cukup erat hingga kedap udara, di atas arteri brakhial (lihat Gambar 5-10). Lihat bahwa diafrgama stetoskop juga dapat digunakan; namun, bel akan leih sensitif untuk mendengan suara frekuensi rendah (tekanan darah) dan sedapat mungkin bel digunakan jika memungkinkan. Ketika pertama kali belajar mendengarkan tekanan darah, mungkin lebih mudah menggunakan diafragma daripada bel; 17 • Pompa dengan cepat pengikat lengan sampai maksimum (seperti yang telah ditentukan sebelumnya); • Perlahan biarkan udara keluar (deflate/kempiskan pengikat lengan) dengan penurunan tekanan teratur sebesar 2-3 mmHg/detik; • Catat pembacaan tekanan ketika pertama kali terdengan dua suara berturutan (Korotkoff Fase 1). Ini adalah tekanan darah sistolik; • Catat pembacaan tekanan ketika suara terakhir terdengar (Korokoff Fase V). Ini adalah tekanan diastolik; • Tetap dengarkan sampai 20 mmHg di bawah tekanan diastolik, kemudian dengan cepat kempeskan pengikat lengan; • Catat tekanan darah pasien dengan angka genap beserta posisi pasien (misalnya, duduk, berdiri, berbaring), ukuran pengikat lengan, dan lengan yang diukur; • Tunggu 1-2 menit sebelum mengulangi kembali pembacaan menggunakan lengan yang sama (Rhonda M. Jones, 2008). Untuk hasil pengukuran yang paling akurat, 2 atau lebih pembacaan, tiap pembacaan terpisah 2 menit, dicari nilai rata-ratanya. Jika 2 pembacaan pertama berbeda lebih dari 5 mmHg harus dilakukan pembacaan ulang (pengukuran tekanan darah diulang lagi) dan kemudian dirata-rata. Tekanan darah normal dewasa adalah sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80 mmHg (Rhonda M. Jones, 2008). Klasifikasi hasil pembacaan tekanan darah berdasarkan kriteria The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) tertera pada Tabel 5-5. Prehipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 130-139 mmHg atau diastolik 80-90 mmHg. Pasien denganprehipertensi memiliki resiko dua kali lebih tinggi untuk menjadi hipertensi daripada individu dengan tekanan darah yang lebih rendah. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau diastolik 90 mmHg atau lebih dan diklasifikasikan (berdasarkan keparahannya) sebagai stage 1 atau 2. Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 18 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau kurang dan harus diklasifikasikan lebih lanjut sesuai keparahannya (misalnya 170/82 berarti hipertensi sistolik stage 2). Rekomendasi tindaklanjut untuk pasien dengan berbagai stadium hipertensi dapat dilihat pada Tabel 5-6. Perubahan gaya hidup untuk mengatasi hipertensi dicantumkan pada Tabel 5-7 (Rhonda M. Jones, 2008). Tabel 5‐5 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa usia >18 tahun Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diatolik (mmHg) Normal 120 (dan) 80 Prehypertensive 120 – 139 (atau) 80 – 89 Stage 1 Hypertension 140 – 159 (atau) 90 – 99 Stage 2 Hypertension 160 (atau) (JNC, 2003). F. Alat Bahan a. Spynomanometer b. Stetoskop c. Pengukur waktu d. Bangku Harvard setinggi 19 inci untuk pria dan 17 inci untuk wanita (1 inci = 2,54 cm) e. Metronom (frekuensi 2x ayunan per detik) G. Cara Kerja G.1 Mengukur tekanan darah dengan tensimeter Cara memasang manset yang benar. 1. Lengan baju digulung setinggi mungkin sehinga tidak terlilit manset 2. Tepi bawah manset berada pada 2-3 cm di atas fossa kubiti 3. Pipa karet jangan menutupi fossa kubiti 19 4. Manset diikat dengan cukup ketat 5. Stetoskop diafragma terletak tepat di atas denyut arteri brachialis (Guyton & Hall, 1997). Mengukur tekanan darah dengan spygnomanometer : 1. Probandus mengambil berada pada posisi duduk, lengan bawah berpangku di atas paha, pergelangan supinasi 2. Lakukan pemeriksaan tekanan darah dengan auskultasi seperti percobaan A, tentukan tekanan sistolik dan diastolic 3. Turunkan tekanan manset sampai posisi nol Sambil meraba arteri radialis, naikkan tekanan manset sampai denyut arteri radialis tidak teraba. Tekanan terus dinaikkan sampai 30mmHg di atasnya 4. Tanpa mengubah letak jari, turunkan tekanan manset sampai denyut arteri radialis kembali teraba. Pada saat arteri radialis teraba, manometer Hg menunjukkan tekanan sistolik (Ganong, 2002). G.2 Mengukur kesanggupan kardiovaskuler seseorang 1. Metronom diatur sehingga memberikan irama 120x/per meniy; 2. Probandus berdiri mengahadap bangku Harvard dengan sikap tenang. Metronom mulai dijalankan; 3. Probandus menempatkan salah satu kaki yang kanan ataupun yang kiri di atas bangku tepat pada detikan pertama metronom; 4. Pada detikan kedua, kaki lainnya dinaikkan ke atas bangku, sehingga probandus berdiri tegak di atas bangku; 5. Pada detikan ketiga, kaki yang pertama naik ke atas diturunkan; 6. Pada detikan keempat, kaki yang masih di atas bangku diturunkan pula, sehingga probandus berdiri di depan bangku; 7. Segera setelah itu probandus disuruh duduk dan denyut nadinya dihitung selama 30 detik, sebanyak 3 kali (Ganong, 2002). 20 BAB II ISI DAN PEMBAHASAN A. Hasil Data probandus : Nama : Reza Nur Iman Umur : 19 Tahun Pekerjaan : Mahasiswa Jenis kelamin : Laki-laki Pemeriksa : Curie Julia Kulzumia Hasil percobaan pertama adalah Tekanan Darah sebelum beraktivitas Sistol = 110, dan diastol =70 Jadi, tekanan darahnya =110/70 mmHg Hasil percobaan kedua adalah jumlah denyut nadi setelah melakukan aktivitas : 30 detik pertama 30 detik kedua 30 detik ketiga 48 48 48 B. Pembahasan Percobaan pertama adalah menggunakan spygmomanometer atau tensimeter dan stetoskop. Probandus adalah yang memiliki IMT baik. Probandus diposisikan dalam keadaan duduk atau terbaring atau terlentang. Dari ketiga posisi diatas sebenarnya akan berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Ketika probandus diposisikan terlentang, otomatis probandus akan menunjukkan arah horizontal dan 21 tidak melawan arah gravitasi sehingga tekanan darah darah yang didapat akan lebih rendah. Sebaliknya ketika probandus diposisikan duduk atau berdiri, tekanan darah yang didapat akan lebih tinggi karena tidak melawan gravitasi. Namun dipraktikum kali ini, probandus disuruh duduk dan tangan diposisikan dekat dengan jantung agar lebih mudah mendeteksi detak jantungnya. Diperoleh data 110/70 mm Hgo. 110 adalah menunjukkan sistole, yaitu detak jantung yang terdengar dari suara jantung 1 (lubb) ke suara jantung 2 (dubb). Suara jantung 1 adalah penutupan valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis. Sedangkan suara jantung 2 adalah penutupan valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonal. Dan 70 adalah detak jantung yang terdengar dari suara jantung 2 ke suara jantung 1. Jika melihat tabel standar interpretasi tekanan darah JNC 7, hal ini menunjukkan hasil normal. BP Classification SBP mm Hg o DBP mm Hg o Keterangan Normal < 120 < 80 Dan Prehypertensive 120-139 80-89 Atau 1 140-159 90-99 Atau 2 1 100 Atau Stage hypertension Stage 160 hypertension Percobaan kedua adalah Kesanggupan Kardiovaskuler dengan probandus yang memenuhi IMT. IMT adalah Indeks Massa Tubuh. Hal yang dilakukan pertama adalah metronom diatur sehingga memberikan irama 120/menit dalam 5menit. Kemudian probandus berdiri menghadap bangku harvard dengan sikap tenang,lalu metronom mulai dijalankan.Probandus menempatkan salah satu kaki(yang kanan ataupun yang kiri) di atas bangku tepat pada detikan pertama metronom.Kemudian pada detikan kedua,kaki lainnya dinaikkan keatas bangku sehingga probandus berdiri tegak diatas bangku. Pada detikan ketiga,kaki yang pertama naik keatas dan diturunkan.Pada detikan keempat,kaki yang masih diatas bangku diturunkan pula,sehingga probandus berdiri di depan bangku.Segera 22 setelah itu,probandus disuruh duduk dan denyut nadinya dihitung selama 30”,sebanyak 3x pada1’-30’’,2’-2’30’’,dan dari 3’-3’30”. Interpretasi hasil Cara menghitung indeks kesanggupan badan serta penilainya dapat dilakukan dengan 2cara: 1.Cara Lambat Rumus : Indeks Interpretasi <55 Kesanggupan kurang 55-64 Kesanggupan sedang 65-79 Kesanggupan cukup 80-89 Kesanggupan baik >90 Kesanggupan amat baik 2.Cara Cepat Rumus : Indeks Interpretasi <50 Kesanggupan kurang 50-80 Kesanggupan sedang >80 Kesanggupan baik 23 Nama : Reza Nur Iman Umur : 19 Tahun Pekerjaan : Mahasiswa Jenis kelamin : Laki-laki Pemeriksa : Curie Julia Kulzumia 1. Sebelum beraktifitas : TD = 110/70 mmHg Nadi = 39 x/menit 2. Sesudah beraktifitas : TD = Nadi F1 = 48x/menit F2 = 48x/menit F3 = 48x/menit Indeks kesanggupan badan, yaitu: Hasil yang didapat dari percobaan kedua adalah 1(30”48) , 2(30”48) , 3(30”48). a) Cara Lambat Interpretasi kesanggupan kardiovaskuler amat baik karena >90 24 b) Cara Cepat Interpretasi kesanggupan kardiovaskuler baik karena >80 Tekanan diastole relaif tidak berubah secara signifikan ketika melakukan latihan intensif. Faktanya kenaikannya lebih dari 15 mmHg sehingga latihan intensif bisa mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai penilaian untuk tes toleransi latihan. Ketetapan denyut nadi ini dapat dipengaruhi oleh gaya hidup sehat, makan teratur dan bergizi, seing berolah raga, dan tidak merokok. Semua faktor itu dapat mempengaruhi pada keseimbangan kesanggupan kardiovaskuler. C. Aplikasi Klinis 1. Gagal Jantung Patogenesis Peningkatan beban dihasilkan oleh infark miokardium karena penurunan dalam otot jantung yang hidup seperti halnya pada berbagai macam proses penyakit. Semua mengaktifkan berbagai gen jantung. Respon awal terhadap peningkatan beban jantung adalah hopertrofi miosit jantung, dengan sedikit apabila ada hyperplasia karena miosit mempunyai kapasitas sangat terbatas untuk bertambah. Hipertrofi disertai dilatasi jantung dan pada beberapa kasus pengubahan bentuk ventrikel sebagai respon terhadap distorsi yang dihasilkan oleh proses penyakit. Pada awalnya respon ini suatu kompensasi, tetapi akhirnya sebagai penyebab perjalanan penyakit, jantung gagal mengeluarkan jumlah darah yang cukup dan menangani semua darah yang kembali ke jantung. Dua proses yang dibedakan : 25 (1) disfungsi sistolik, yaitu kontraksi ventrikel melemah dan isi sekuncup berkurang ; (2) disfungsi diastolik, yaitu elastisitas ventrikel berkurang, menghalangi pengisian jantung selama diastole (Ganong, 2002). Disfungsi sistolik menyebabkan peningaktan volume akhir sistolik ventrikel, sehingga fraksi ejeksi sistolik fraksi darah di dalam ventrikel yang diejeksi selama sistolik turun 65% sampai 20% dari nilai normal (Ganong, 2002). Gagal jantung dapat melibatkan terutama ventrikel kanan (kor pulmonale) tetapi lebih sering melibatkan ventrikel kiri yang menjadi lebih besar dan lebih tebal. Selanjutnya penurunan curah jantung lebih relatif daripada absolute. Bila terjadi fistula besar arteriovena pada tirotoksikosis dan defisiensi tiamin, curah jantung mungkin meningkat dalam arti istilah absolute (Ganong, 2002). Manifestasi Manifestasi gagal jantung berkisar dari kematian tiba-tiba (misalnya pada fibrilasi ventrikel atau emboli udara), melalui syok kardiogenik, sampai gagal jantung kongestif bergantung pada derajat ketidakcukupan kecepatan perkembangan yang terjadi. Tanda dan gejala utama gagal kongesti termasuk pembesaran jantung. Istilah “gagal depan” dan “gagal belakang” kadangkadang dipergunakan untuk menunjukkan manofestasi yang ditimbulkan utamanya akibat disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik. Istilah-istilah ini menyesatkan karena seluruhnya terjadi bersama-sama dan tidak karena gangguan yang terpisah. Tetapi ini berguna dalam memahami gagal jantung. Maanifestasi termasuk edema, terutama pada bagian tubuh; pemanjangan waktu sirkulasi; pembesaran hati (hepatomegali); sesak napas dan kekurangan napas (dispnea); dan distensi vena leher. Sesak napas pada kerja adalah gejala yang menonjol. Pada kasus lanjut, sering ditemui sesak napas yang dipicu ketika berbaring dan menjadi ringan ketika dududk (orthopnea). Pasien dengan penyakit jantung lanjut yang umumnya mempunyai gagal jantung kadang-kadang menghasilakn pulsus alternans, suatu kondisi yang menarik, yaitu isi sekuncup berkurang pada tiap denyut jantung kedua. Sebagai hasil, tekanan puncak sistolik berkurang pada tiap denyut jantung kedua. 26 Pengobatan gagal jantung kongestif ditujukan untuk memperbaiki kontraktilitas jantung, mengobati gejala, dan menurunkan beban terhadap jantung. Akhir-akhir ini pengobatan paling efektif yang dipergunakan secara umum adalah menghambat produksi angiostensin II dengan penghambat enzim pengubah angiostensin. Menghalangi efek angiostensin II pada AT1 reseptor dengan antagonis bukan peptide juga berguna. Pengobatan ini mengurangi kadar aldosteron dalam sirkulasi dan menurunkan tekanan darah. Efek aldosteron dapat lebih lanjut dikurangi dengan penggunaan penghalang reseptor aldosteron, dan hal itu telah memperlihatkan harapan besar dalam percobaan akhir-akhir ini. Pengurangan tonus vena dengan nitrat atau hidralazin meningkatkan kapasitas vena sehingga jumlah darh yang kembali ke jantung berkurang, mengurangu preload. Diuretic mengurangi cairan overload. Obat yang menghalangi reseptor telah memperlihatkan penurunan mortalitas dan morbiditas. Derivat digitalis, seperti digoksin secara klasik telah dipergunakan untuk mengobati gagal kongestif karena kemampuannya meningkatkan Ca2+ intraselular dank arena itu mengembangkan efek inotrofik positif, tetapi obat itu sekarang digunakan dalam peran sekunder untuk mengobati disfungsi sistolik dan memperlambat frekuensi denyut ventrikel pada pasien dengan fibrilasi ventrikel (Ganong, 2002). 2. Hipertensi Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur (Ganong, 2002). Diagnosis Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi 27 mengempis kosong).Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah(Ganong,2002). Gejala Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan (Ganong, 2002). Penyebab Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. Hipertensi esensial atau primer Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder (Ganong, 2002). 2. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial (Ganong, 2002). Pengobatan Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat 28 memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Pengobatan non obat (non farmakologis); 2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) (AphA, 2001). MEKANISME TEKANAN DARAH Syaraf simpatisdenyut jantung meningkatreseptor jantunglebih kontraksicardiac outputtekanan darah Obat yang berperan dalam jantung yaitu : 1. 2. -blocker, berfungsi sebagai penghambat reseptor di jantung. -channel blocker, berfungsi sebagai penghambat reseptor ion Ca di miokardium (otot jantung). Pembuluh darahreseptor pembuluh darahvasokontriksitotal resisten perifer (PRT) Obat yang berperan dalam pembuluh darah yaitu : 1. -blocker, berfungsi sebagai penghambat reseptor di pembuluh darah. Pada ginjaltekanan darah turun--?aliran darah turunretensi ion Na dan airvolume darahcardiac output (CO)TD Obat yang berperan dalam ginjal yaitu : 1. Diuretik, berfungsi sebagai penghambat retensi Na dan air supaya Na dan air keluar. 29 Dalam ginjal juga menyebabkan darah hasil filtrasi ginjal turunenzim renninangiotensinogenangiotensin Iangiotensin IIvaskontriksi Obat yang berperan dalam ginjal yaitu : 1. ACE inhibitor, berfungsi sebagai penghambat terbentuknya angiotensin I menjadi angiotensis II melalui enzim; 2. Anti angiotensin II, berfungsi sebagai penghambat angiotensin II melalui reseptor (Ganong, 2002). 3. Hipotensi Hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang turun dibawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg. Telah dijelaskan pada artikel sebelumnya (Penyakit darah tinggi) bahwa nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Namun demikian, beberapa orang mungkin memiliki nilai tekanan darah (tensi) berkisar 110/90 mmHg atau bahkan 100/80 mmHg akan tetapi mereka tidak/belum atau jarang menampakkan beberapa keluhan berarti, sehingga hal itu dirasakan biasa saja dalam aktivitas kesehariannya (Ganong,2002). Apabila kondisi itu terus berlanjut, didukung dengan beberapa faktor yang memungkinkan memicu menurunnya tekanan darah yang signifikan seperti keringat dan berkemih banyak namun kurang minum, kurang tidur atau kurang istirahat (lelah dengan aktivitas berlebihan) serta haid dengan perdarahan berlebihan (abnormal) maka tekanan darah akan mencapai ambang rendah (hipotensi)90/60mmHg(Ganong,2002). Dalam kasus Hipotensi yang benar-benar diperlukan pemberian obat, biasanya ada beberapa jenis obat yang biasa dipakai seperti fludrocortisone, midodrine, pyridostigmine, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), caffeine dan erythropoietin (Ganong,2002). 4. Syok Gambaran Umum 30 Syok (renjatan) adalah suatu sindrom yang padanya masih banyak terdapat kontroversi dan kesimpangsiuran. Sebagiam kesulitan terletak pada penggunaaan istilah secara longgar oleh ahli ilmu faal dan dokter serta oleh orang awam. Misalnya syok listrik dan syok spinal tidak memiliki kaitan dengan keadaan yang ditimbulkan oleh pendarahan dan kelainan kardiovaskuler terkait. Syok dalam pengertian terbatas sebagai sebagai “syok sirkulasi” tetap merupakan kesatuan yang berbeda-beda tetapi memiliki gambaran umum tertentu. Namun, gambaran yang terdapat pada semua kesatuan adalah perfungsi jaringan yang tidak adekuat disertai curah jantung yang tidak adekuat baik secara relative maupun absolute. Curah jantung mungkin tidak adekuat karena jumlah cairan dalam system vaskuler tidak cukup untuk mengisinya (syok hipovolemik). Selain itu, curah jantung inadekuat secara relatif karena ukuran system vaskuler membesar akibat vasodilatasi walaupun volume darah normal (syok distributif, vasogenik, atau resistensi rendah) syok juga dapat disebabkan karena kerja pompa jantung yang tidak adekuat akibat sumbatan aliran darah di paru atau jantung (syok obstruktif) (Ganong,2002). 5. Stroke Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oksigen dan nutrisi ini dibawa oleh darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju sel-sel otak. Apabila karena sesuatu hal aliran darah atau aliran pasokan oksigen dan nutrisi ini terhambat selama beberapa menit saja, maka dapat terjadi stroke. Penghambatan aliran oksigen ke sel-sel otak selama 3 atau 4 menit saja sudah mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Makin lama penghambatan ini terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar dipulihkan. Stroke yang berhubungan dengan kesanggupan kardiovaskuler adalah stroke haemorrhagic. Stroke Hemorrhagic meliputi pendarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam 31 dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Stroke haemorrhagic , yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak. Haemorrhagic stroke umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Hampir 70 persen kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita hipertensi (tekanan darah tinggi). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor emosional(Ganong,2002). Pembedahan Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah.Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral (Ganong,2002). Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan (Ganong, 2002). 32 BAB III KESIMPULAN Berikut kesimpulan yang dapat kami peroleh dari percobaan yang telah kami lakukan: 1. Denyut nadi berangsur-angsur naik sesuai dengan posisi tubuh, hanya di sini kami hanya melakukan dengan posisi duduk saja jadi hanya mendapatkan satu hasil penelitian; 2. Tekanan darah tidak mulus naik seiring dengan beratnya aktivitas yang dilakukan; 3. Denyut nadi setelah beraktivitas naik dan berangsur-angsur turun setelah beristirahat ini yang normal tetapi di percobaan kami denyut nadi probandus tetap atau konstan; 4. Tekanan darah pada saat selesai beraktivitas mengalami peningkatan; 5. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada lengan atas; 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu, aktivitas fisik, jenis kelamin, usia, dll; 7. Pengukuran tekanan darah dapat menggunakan metode tidak langsung dengan auskultasi dan palpasi yang bisa menggunakan spigmomanometer (manual atau digital) dan stetoskop; 8. Semakin berat aktivitas tubuh , semakin cepat curah jantung karena adanya vasodilatasi di otot rangka dan jantung serta vasokontriksi di arteriol pada organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal berkurang. 33 Daftar Pustaka American Pharmaceutical Association Comprehensive Weight Management Protocol Panel. APhA drug treatment protocols: comprehensive weight management in adults. J Am Pharm Assoc 2001;41:25-31. Anggita. 2012. Faktor- faktor tekanan darah. http://www.scribd.com/doc/56191664/Faktor-Jenis-Kelamin-Dan-Gravitas Anonim.2008.Harvard Steps test http://www.fitnessvenues.com/uk/fitnesstesting-harvard-step-test, diakses tanggal 28 November 2012. Dwi artya. 2011, Pengertian dari ”Kebugaran Kardiovaskuler”, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2239768pengertian-dari-kebugaran-kardiovaskuler/#ixzz2DVzbyl8l, diakses tanggal 28 November 2012. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Guyton,Arthur C dan Hall, John E. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII). NIH publication 03-5233. Bethesda. Kusmiyati. 2009. Mengenal Tekanan Darah dan Pengendaliannya. Vol. 10 No.1, hal 40-41. Biologi PMIPA FKIP : Unram. Redaksi, 2012, Tekanan Darah Arteri, http://indobeta.com/tekanan-daraharteri/3456/, diakses tanggal 38 November 2012. Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009. Circulation. Bethesda: MD USA. 34