LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI 1 : KESANGGUPAN

advertisement
UNSOED
Jl. Dr. Soeparno kampus Karangwangkal Purwokerto 53122
Telp. 0281-642840; Email: farmasi.unsoed.gmail.com
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI 1 :
KESANGGUPAN KARDIVASKULER DAN TEKANAN DARAH
MATA KULIAH :
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA
Disusun oleh :
Curie Julia Kulzumia
(G1F012054)
Reza Nur Iman
(G1F012056)
Anita Kurnia
(G1F012060)
Nisadiyah Faridatus Shahih
(G1F012064)
Novita Cahya Puspitasari
(G1F012078)
Nama asisten :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Kesanggupan kardiovaskuler dan tekanan darah
B. Waktu, Tanggal Praktikum
Waktu : 15.00 – 16.50 WIB
Hari, Tanggal : Sabtu, 24 November 2012
C. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara-cara pengukuran tekanan darah arteri secara langsung
pada manusia serta memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya;
2.
Mengukur tekanan darah A.brachialis dengan cara auskultasi;
3. Menyebutkan nilai tekanan darah A.brachialis menurut metode lama dan
metode baru American Heart Association (AHA);
4. Membandingkan tekanan darah arteri brachialis pada sikap berbaring,
duduk, dan berdiri;
5. Menjelaskan perbedaan hasil pengukuran tekanan darah pada sikap
berbaring, duduk, dan berdiri;
6. Membandingkan tekanan darah A.brachialis pada berbagai kerja;
7. Mengetahui pengaruh pernafasan dan aliran balik vena terhadap tekanan
darah;
8. Mengetahui kesanggupan kardiovaskuler seseorang.
2
D. Dasar Teori
A. Tekanan arteri pada manusia
1.
Pengertian
Tekanan darah arteri seperti yang
kita ketahui tekanan dalam tubuh
manusia terbagi menjadi tekanan
darah vena dan tekanan darah
arteri.
Tekanan
darah
arteri
adalah tekanan yang terjadi pada
pembuluh
darah
arteri
dan
merupakan proses utama dalam
mengedarkan darah ke seluruh
jaringan tubuh. Tekanan darah dalam tubuh manusia biasanya diukur
berdasarkan dua ukuran. Itulah kenapa ketika mengukur tekanan darah kita
akan mendapati dua angka seperti 90/80. Angka tersebut sebenarnya
menunjukan 2 tekanan darah yang terjadi dalam pembuluh darah manusia.
Angaka pertama dalm ukuran tekanan darah merupakan tekanan darah atas
atau tekanan sistolik (Redaksi, 2012).
Tekanan sistolik adalah tekanan darah arteri yang diakibatkan oleh
aktivitas jantung ketika melakukan pemompaan darah. Sedangkan angka
kedua pada ukuran tekanan darah menunjukan tekanan bawah atau tekanan
distolik. Tekanan ini menunjukan tekanan pada jantung ketika jantung
beristirahat diantara proses pemompaan darah (Redaksi, 2012).
2. Kelainan tekanan darah
Kelainan pada tekanan darah arteri dibagi ke dalam dua jenis yaitu tekanan
darah tinggi dan tekanan darah rendah. Kedua tekanan darah ini terjadi ketika
ketika tekanan darah arteri melebihi atau kurang dari tekanan darah yang
normal pada manusia yaitu 90/60 sampai 120/80 mmHg. Tekanan darah
3
rendah biasanya kurang dari 90/60 mmHg. Walaupaun sering diabaikan tapi
tekana darah rendah juga bisa mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ
vital dalam tubuh. Hal ini disebabkan tekanan darah arteri dan vena terlalu
lemah untuk menyebarkan oksigen atau nutrisi ke seluruh jaringan organ
tubuh. Sehingga organ tidak mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi yang
dibutuhkan untuk berfungsi secara normal (Redaksi, 2012).
3. Faktor - Faktor Tekanan Darah
1. Faktor Jenis Kelamin
Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan perbedaan jenis
kelamin berpengaruh terhadap kerja sistem kardioaskuler. Dibandingkan
dengan laki-laki dengan usia yang sama, wanita premenopause memiliki
massa ventriel kiri jantung yang lebih kecil terhadap body mass ratio, yang
mungkin mencerminkan afterload jantung yang lebih rendah pada wanita. Hal
ini mungkin akibat dari tekanan darah arteri yang lebih rendah, kemampuan
complince aorta yang lebih besar dan kemampuan peningkatan penginduksian
mekanisme vasodilatasi (Anggita, 2012).
Perbedaan ini dianggap berhubungan dengan efek protektif estrogen dan
mungkin
dapat
menjelaskan
mengapa
pada
wanita
premenopause
memiliki resiko lebih rendah menderita penyakit kardiovaskular. Tetapi,
setelah menopause perbedaan jenis kelamin tidak akan berpengaruh pada
kemungkinan terderitanya
penyakit
kardiovaskular.
Hal
ini
mungkin
disebabkan karena berkurangnya jumlah estrogen pada wanita yang sudah
menopause (Anggita, 2012).
2. Faktor Gravitasi
Tekanan darah akan meningkat dengan 10 mmhg setiap 12 cm di bawah
jantung karena pengaruh gravitasi. Di atas jantung, tekanan darah akan
menurun dengan jumlah yang sama. Jadi dalam keadaan berdiri, maka tekanan
darah sistole adalah 210 mmHg di kaki tetapi hanya 90 mmHg di otak. Dalam
keadaan berbaring kedua tekanan ini akan sama (Anggita, 2012).
4
Tekanan darah dalam arteri pada orang dewasa dalam keadaan duduk atau
posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg. Karena tekanan
darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka tekanan
darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi setiap atau
dan isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup ditentukan oleh kontraksi miokard
dan volume darah yang kembali ke jantung (Anggita, 2012).
a. Berbaring
Ketika seseorang berbaring, maka jantung akan berdetak lebih sedikit
dibandingkan saat ia sedang duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan saat
orang berbaring, maka efek gravitasi pada tubuh akan berkurang yang
membuat lebih banyak darah mengalir kembali ke jantung melalui
pembuluh darah. Jika darah yang kembali ke jantung lebih banyak, maka
tubuh mampu memompa lebih banyak darah setiap denyutnya. Hal ini
berarti denyut jantung yang diperlukan per menitnya untuk memenuhi
kebutuhkan darah, oksigen
dan nutrisi akan menjadi lebih sedikit
(Anggita, 2012).
Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa
harus melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada
posisi berdiri, isi sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai
tertinggi pada 40% -- 60% VO2 maksimal. VO2 max adalah volume
maksimal O2 yang diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan
kegiatan yang intensif. Pada posisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi
sekuncup mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya
sedikit peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat
hampir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja
dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup pada orang dewasa laki-laki
mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin besar intensitas kerja
(melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit isi sekuncup; hal
ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi
denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus
5
jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole
merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut) (Ganong, 2002).
b. Berdiri
Detak jantung akan meningkat saat seseorang berdiri, karena darah yang
kembali ke jantung akan lebih sedikit. Kondisi ini yang mungkin
menyebabkan adanya peningkatan detak jantung mendadak ketika
seseorang bergerak dari posisi duduk atau berbaring ke posisi berdiri
(Ganong, 2002).
Pada
posisi
berdiri,
maka
sebanyak 300-500
ml
darah
pada
pembuluh ”capacitance” vena anggota tubuh bagian bawah dan isi
sekuncup mengalami penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu
yang lama dengan tidak banyak bergerak atau hanya diam akan
menyebabkan kenaikan volume cairan antar jaringan pada tungkai bawah.
Selama individu tersebut bisa bergerak maka kerja pompa otot menjaga
tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg dan alir balik vena cukup
(Ganong, 2002).
Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan
demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam
vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi
sekuncup berkurang,
curah
jantung
berkurang,
dan
kemungkinan
tekanan darah akan turun. Jantung memompa darah ke seluruh bagian
tubuh. Darah beredar ke seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung
begitu seterusnya. Darah sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung
harus ada tekanan yang mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi
otot guna mengalirkan darah ke atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke
jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari kaki ke jantung ada katup.
Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir kembali ke jantung. Jika
pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka darah yang
kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga
pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang
6
di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka
tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan
kecepatan darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah
yang kembali ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah
yang ke luar dan tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002).
c. Duduk
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini
dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang
dan sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka
menuju ke otot-otot
rangka
tubuh,
terutama
otot-otot
abdomen.
Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang
menekan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan
darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat
jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk
dipompa
menjadi
meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen
(Guyton dan Hall, 2002).
Pada beberapa individu terutama orang tua, perubahan posisi yang
cepat misalnya dari berbaring ke berdiri bisa menyebabkan tubuh menjadi
pusing atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini membuat
jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke otak (Guyton dan
Hall, 1997).
Saat terjatuh atau pingsan sebaiknya berada dalam posisi berbaring,
yang mana merupakan posisi menguntungkan bagi jantung karena
efek gravitasi berkurang dan lebih banyak darah yang mengalir ke otak
(Guyton dan Hall, 1997).
4. Hubungan tekanan darah dengan curah jantung
Nilai tekanan darah ditentukan oleh perkalian curah jantung dengan
tahanan perifer total. Perubahan pada salah satu dari kedua factor tersebut
cenderung mengubah tekanan darahnya, jika terjadi kegagalan kedua factor
7
tersebut, maka akan mengakibatkan penurunan tekanan darah (Kusmiyati,
2009).
Di bawah ini adalah hubungan dalam diagram alur :
B. Kesanggupan kardiovaskuler
1. Kebugaran kardiovaskuler
Dalam bahasa sehari-hari sering disebut dengan kebugaran kardiovaskuler.
Istilah kebugaran kardiovaskuler sama pengertiannya dengan beberapa istilah
lain seperti daya tahan jantung, kebugaran aerobik, dan daya tahan
kardiorespirasi. Kata kardio berarti pembuluh darah dan pembuluh jantung.
Sehingga istilah kardiovaskuler lebih tepat daripada kardiorespirasi (Fox, dkk,
1987: 8). Karena respirasi lebih mengacu kepada paru-paru dan pergantian
8
oksigen dan karbondioksida yang terjadi diantara paru-paru, darah dan otot.
Menurut Rusli Lutan (2002: 40), kebugaran kardiovaskuler adalah ukuran
kemampuan jantung untuk memompa darah yang kaya oksigen ke bagian
tubuh lainnya dan kemampuan untuk menyesuaikan serta memulihkan dari
aktivitas jasmani. Daya tahan kardiovaskuler menurut Depdikbud (1997: 5)
adalah kesanggupan sistem jantung, paru, dan pembuluh darah untuk
berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil
oksigen dan menyalurkan ke jaringan yang aktif sehingga dapat dipergunakan
pada proses metabolisme tubuh. Menurut Djoko Pekik (2004: 27), daya tahan
paru-jantung adalah kemampuan fungsional paru-jantung mensuplai oksigen
untuk kerja otot dalam waktu lama. Sedangkan menurut Mochamad Sajoto
(1988: 44), kebugaran kardiovaskuler adalah keadaan di mana jantung
seseorang mampu bekeja dengan mengatasi berat beban selama suatu kerja
tertentu (Dwi Artya, 2011).
Kebugaran kardiovaskuler sangat penting untuk menunjang kerja otot
dengan mengambil oksigen dan menyalurkannya keseluruh jaringan otot yang
sedang aktif, sehingga dapat digunakan untuk proses metabolisme. Oleh
karena itu kebugaran kardiovaskuler dianggap sebagai komponen kebugaran
jasmani yang paling pokok. Tujuan untuk meningkatkan kebugaran
kardiovaskuler setiap individu berbeda-beda tergantung kebutuhan dan kondisi
seseorang. Semakin berat tugas atau kerja fisik seseorang, semakin tinggi pula
tingkat kebugaran kardiovaskuler yang harus dimiliki oleh orang tersebut
(Dwi Artya, 2011).
2. Tes Harvard
Tes Harvard adalah salah satu jenis tes stress jantung untuk mendeteksi
atau mendiagnosa penyakit kardiovaskuler. Tes ini juga baik digunakan dalam
penilaian kebugaran, dan kemampuan untuk pulih dari kerja berat. Semakin
cepat jantung berdaptasi (kembali normal), semakin baik kebugaran tubuh.
Tes Harvard adalah cara yang akurat untuk menilai kebugaran untuk
menyelesaikan tes aerobik yang maksimal dan mengukur denyut jantung serta
konsumsi oksigen yang menggunakan alat bantu pernapasan dan oksigen /
9
karbon dioksida. Tentu saja pendekatan ilmiah ini berada di luar jangkauan
bagi banyak orang dan tidak praktis. (Anonim, 2008).
Pelaksanaan :
Mula mula probandus berdiri didepan Bench / bangku dengan salah satu kaki
berada di atas bangku. Saat ada aba-aba “Ya”/ Peluit, probandus melakukan
gerakan naik turun bangku ( Lihat Gambar 1). Lakukan gerakan tersebut
selama 3-5 menit (menyesuaikan kebutuhan) dengan kecepatan 30 step / menit
(gunakan metronome untuk mengukur kecepatan langkah) Pencatatan
dilakukan dalam tiga periode: 30 menit setelah istirahat pertama, 30 menit
setelah istirahat kedua, 30 menit setelah istirahat ketiga.
Kelebihan dan kekurangan tes Harvard:
Kelebihan dari Tes Harvard :
1.
Peralatannya sederhana;
2.
Mudah untuk dilakukan;
3.
Dapat dikelola sendiri (Anonim, 2008).
10
Kekurangan dari Tes Harvard :
1.
Tingkat stres tinggi;
2.
Tidak dapat dilakukan untuk anak-anak;
3.
Dipengaruhi oleh variasi maksimum detak jantung (HR);
4.
Hubungan Aktivitas Kerja dengan Perubahan Kardiovaskuler
(Anonim, 2008).
Adaptasi fisiologi terhadap kerja fisik dapat dibagi dalam adaptasi akut
dan kronik (Kusmiyati, 2009).
Adaptasi akut merupakan penyesuaian tubuh yang terjadi pada saat kerja
dilakukan (Kusmiyati, 2009).
Adaptasi kronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatu periode
program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebanan
bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya mekanisme penyesuaian
dari alat/organ tubuh bergantung kepada usia, suhu lingkungan, berat ringan
beban, lamanya, cara melakukan dan jumlah organ yang terlibat selama kerja
fisik tersebut (Kusmiyati, 2009).
Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik adalah menghantar
darah ke jaringan yang aktip termasuk oksigen dan nutrien, dan mengangkut
produk metabolit dari jaringan tersebut ke alat ekskresi. Untuk melakukan
tugas tersebutbeberapa parameter tubuh mengalami perubahan, antara lain :
1)
Frekuensi Denyut Jantung
Frekuensi denyut jantung merupakan parameter sederhana dan
mudah diukur dan cukup informatip untuk faal kardiovaskuler. Pada
keadaan istirahat frekuensi denyut jantungberkisar antara 60 - 80 per
menit. Hal ini mudah dideteksi dengan cara palpasi maupun dengan
menggunakan alat seperti pulse meter, cardiac monitoring dan
11
sebagainya; tempat pengukuran dapat di a.radialis, a. carotis dan
pada apex jantung sendiri. Frekuensi denyut jantung terendah
diperoleh pada keadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikit
meningkat dan pada posisi berdiri meningkat lebih tinggi dariposisi
duduk (Kusmiyati, 2009).
Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang mengurangi jumlah arus
balik vena ke jantung yang selanjutnya mengurangi jumlah isi
sekuncup. Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka frekuensi
denyut jantung meningkat. Sebelum seseorang melakukan kerja fisik,
frekuensi denyut jantung pra kerja meningkat di atas nilai pada
keadaan istirahat. Makin baik kondisi seseorang akan diperoleh
frekuensi denyut jantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang
sarna. Pada suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi
denyut jantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan
tersebut disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai
frekuensi maksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai
hubungan erat dengan faktor usia (Kusmiyati, 2009).
2)
Curah Jantung/Cardiac Output (CO)
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh jantung,
khususnya oleh ventrikel selama satu menit. Variasi produksi curah
jantung dapat disebabkan oleh perubahan dari denyut jantung dan
volume sekuncup. Denyut jantung terutama dikontrol oleh persarafan
jantung, rangsangan simpatis meningkatkan denyut jantung dan
perangsangan parasimpatis menurunkannya. Volume sekuncup juga
tetap pada bagian yang dipersarafi, perangsangan simpatis membuat
serabut otot jantung berkontraksi dengan kuat ketika diberikan
perangsangan yang lama dan parasimpatis akan member rangsangan
balik (bertolak belakang). Ketika kekuatan kontraksi naik tanpa
peningkatan serabut yang lama, maka darah banyak yang tertinggal
di dalam ventrikel, dan peningkatan fase ejeksi dan akhir dari fase
sistol yaitu volume darah dalam ventrikel berkurang (Kusmiyati,
2009).
12
Total volume darah dalam sistem peredaran darah dari rata-rata
orang adalah sekitar 5 liter (5000 mL). Menurut perhitungan, seluruh
volume darah dalam system peredaran darah akan dipompa oleh
jantung setiap menit (pada saat istirahat). Latihan (aktivitas fisik)
dapat meningkatkan output jantung hingga 7 kali lipat (35 liter /
menit) (Kusmiyati, 2009).
3)
Volume Sekuncup (Stroke Volume)
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa setiap
kontraksi dari ventrikel kiri dan diukur dalam ml/kontraksi. Volume
sekuncup meningkat sebanding dengan aktivitas fisik. Pada keadaan
normal (tidak dalam aktivitas lebih) setiap orang memilki volume
sekuncup rata-rata 50-70ml/kontraksi dan dapat meningkat menjadi
110-130ml/kontraksi scara intensif, ketika melakukanaktivitas fisik.
Pada atlet dalam keadaan istirahat memiliki stroke volume rata-rata
90-110
ml/
kontraksi
dan
meningkat
setara
dengan
150-
220ml/kontraksi (Kusmiyati, 2009).
4)
Arus Darah
Sistem pembuluh darah bisa membawa darah kembali ke jaringan
yang membutuhkan dengan cepat dan berjalan pada daerah yang
hanya membutuhkan oksigen. Pada keadaan istirahat 15-20% uplai
darah di sirkulasi pada otot skelet. Selama melakukan aktivitas fisik,
ini bisa meningkat menjadi 80-85% dari curah jantung. Darah akan
dialirkan dari organ besar seperti ginjal, hati, perut, dan usus. Ini
akan meneruskan aliran ke kulit untuk memproduksi panas
(Kusmiyati, 2009).
Arus darah dari jantung ke jaringan tubuh bervariasi sesuai dengan
kebutuhan masing-masing jaringan baik dalam keadaanistirahat
maupun pada kerja fisik. Jumlah absolut darah yang ke otak selalu
tetap/konstan, ke otot dan jantung jumlah darah akan meningkat
sesuai dengan bertambahnya beban kerja sedangkan yang ke ginjal,
lambung dan usus akan berkurang pada beban kerja yang meningkat.
Peningkatan arus darah ke otot yang aktif merupakan kerja
13
persarafan
vasodilator
dan
peningkatan
metabolisme
yang
menimbulkan penurunan pH atau peningkatan derajat keasaman dan
pada tingkat lokal akan terlihat lebih banyak kapiler dan arteriol yang
membuka. Faktor lain yang berperan dalam pengaturan arus darah
adalah siklus jantung. Telah diketahui bahwa dengan bertambahnya
beban kerja, akan terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan
hal ini mengakibatkan lebih singkatnya waktu yang digunakan untuk
satu siklus jantung termasuk fase diastole. Sedangkan pengisian
pembuluh darah koroner yang terbanyak adalah pada fase diastole.
Dengan berkurangnya fase diastole maka arus darah koroner juga
akan berkurang (Kusmiyati, 2009).
5)
Tekanan Darah
Dalam keadaan istirahat,, sistole tipikal individu (normal) adalah
110-140 mmHg dan 60-90 mmHg untuk tekanan darah diastol.
Selama aktivitas fisik tekanan sistol, tekanan selama kontraksi
jantung (disebut sistol) bisa meningkat sampai 200 mmHg dan
maksimum pada 250 mmHg yang bisa terjadi pada atlet. Tekanan
diastolrelaif tidak berubah secara signifikan ketika melakukan latihan
intensif. Faktanya kenaikannya lebih dari 15 mmHg sehingga latihan
intensif bisa mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan
digunakan sebagai penilaian untuk tes toleransi latihan. Tekanan
darah
selama
kerja
fisik
memperlihatkan
hubungan
antara
keseimbangan peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan
perifer dengan adanya vasodilatasi pada pembuluh darah otot yang
bekerja. Terlihat bahwa tekanan sistolik akan meningkat secara
progresiv sedangkan pada tekanan diastolik tetap atau sedikit
menurun (Guyton, 2007).
E. Metode Pemeriksaan
Metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk menentukan tekanan
darah pasien adalah metode tak langsung, metode auskultasi menggunakan stetoskop
14
dan sfigmomanometer. Bagian alat yang digunakan untuk diikatkan pada
lengan berisi kantong karet yang dapat mengembang (Rhonda M. Jones, 2008).
Kantongnya terhubung ke manometer (Gambar 5-7). Karena manometer
aeroid mudah hanyut, maka harus dikalibrasi paling sedikit sekali setahun dan
harus ditinggalkan pada keadaan nol. Karena lingkar lengan berbeda-beda, maka
juga tersedia berbagai macam ukuran pengikat lengan (misalnya untuk anak-anak,
dewasa, dan orang dewasa yang besar). Untuk menentukan ukuran pengikat
lengan ini bandingkan panjang kantong pengukur tekanan darah tadi dengan
lingkar lengan pasien. Anda harus merasakan kantong di dalam pengikat lengan
tadi. Untuk pengukuran yang paling akurat, panjang kantong harus paling sedikit
80% lingkar lengan (Gambar 5-8) (Rhonda M. Jones, 2008).
Gambar 5‐7 Pengikat lengan dan sfigmomanometer.
Pengukuran tekanan darah dianggap tak langsung, kaena tekanan dalam
pembuluh darah secara tidak langsung diukur dengan melihat tekanan dalam
pengikat lengan. Ketika udara dipompakan ke dalam pengikat lengan, tekanan
dalam pengikat lengan tersebut akan meningkat. Ketika tekanan dalam pengikat
lengan tadi melebihi tekanan arteri brakhial pasien, arteri akan tertekan dan
aliran darah akan berkurang dan akhirnya berhenti. Bersamaan dengan
mengeluarkan udara dari pengikat lengan, kantong akan mengempis dan tekanan
pada pengikat lengan berkurang. Ketika tekanan dalam pengikat lengan sama
dengan tekanan arteri, darah akan mulai mengalir kembali. (Gambar 5-9) (Rhonda
M. Jones, 2008).
15
Gambar 5‐8 Penentuan ukuran pengkikat
lengan untuk mengukur tekanan darah.
Panjang lengan harus paling sedikit 80%
lingkar lengan.
Gambar 5‐9 Suara Korotkoff dan pengukuran tekanan darah. (Diadaptasi
dari Jarvis C. Physical Examination and Health Assessment, 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders, 2000;192)
Aliran darah dalam arteri menghasilkan suara
yang spesifik, yang disebut suara Korotkoff
yang terjadi dalam 5 fase:
Fase I : lemah, jelas dan ketuk (tekanan sistolik)
Fase II: swooshing
Fase III: nyaring (crisp), lebih intensif (tapping)
Fase IV: muffling (pada dewasa hal ini menunjukkan keadaan hiperkinetik jika
fase ini terus berlangsung selama pengikat lengan mengempis).
Fase V: hilangnya suara (pada dewasa, tekanan diastolik) (Rhonda M. Jones,
2008).
Suara-suara ini digunakan untuk mengidentifikasi tekanan darah sistolik
dan diastolik. Agar dapat mengukur dengan sangat akurat, ikuti langkah-langkah
berikut:
• Tanyakan kepada pasien apakah pasien merokok atau mengkonsumsi kafein
dalam 30 menit sebelum pemeriksaan. Jika ya, catat informasi ini;
• Pasien harus didudukkan pada kursi dengan punggung tersangga dan
lengan kosong dan disangga pada keadaan paralel setara jantung;
16
• Pengukuran dimulai paling sedikit setelah 5 menit beristirahat;
• Tentukan ukuran pengikat lengan yang sesuai untuk pasien (lihat Gambar 58);
•
Palpasi arteri brakhial sepanjang lengan atas bagian dalam;
• Posisikan agar kantong yang ada pada pengikat lengan di tengah di
atas arteri brakhial, kemudian ikat pengikat lengan tadi agar pas
melingkari lengan, usahakan ujung tepi bawah pengikat lengan tersebut 1
inci di atas antekubital (Gambar 5-10) (Rhonda M. Jones, 2008).
Gambar 5‐10 Penempatan pengikat lengan dan
stetoskop yang tepat untuk mengukur tekanan darah.
•
Posisikan manometer agar lurus terhadap pandangan mata;
•
Instruksikan pada pasien untuk tidak berbicara selama pengukuran;
•
Tentukan tingkat inflasi maksimum. (Sembari palpasi nadi radial, pompa
pengikat lengan hingga ke titik di mana nadi tidak lagi terdengar,
tambahkan 30 mmHg pada pembacaan ini);
•
Dengan cepat kendurkan/biarkan udara keluar dari kantong lengan dan
tunggu 30 detik sebelum memompanya kemabali;
•
Sisipkan ujung stetoskop; cek agar mengarah ke depan pada tempatnya;
•
Tempatkan bel stetoskop tanpa menekan, tapi cukup erat hingga kedap
udara, di atas arteri brakhial (lihat Gambar 5-10). Lihat bahwa diafrgama
stetoskop juga dapat digunakan; namun, bel akan leih sensitif untuk
mendengan suara frekuensi rendah (tekanan darah) dan sedapat mungkin
bel digunakan jika memungkinkan. Ketika pertama
kali
belajar
mendengarkan tekanan darah, mungkin lebih mudah menggunakan
diafragma daripada bel;
17
•
Pompa dengan cepat pengikat lengan sampai maksimum (seperti yang
telah ditentukan sebelumnya);
•
Perlahan biarkan udara keluar (deflate/kempiskan pengikat lengan) dengan
penurunan tekanan teratur sebesar 2-3 mmHg/detik;
•
Catat pembacaan tekanan ketika pertama kali terdengan dua suara
berturutan (Korotkoff Fase 1). Ini adalah tekanan darah sistolik;
•
Catat pembacaan tekanan ketika suara terakhir terdengar (Korokoff Fase
V). Ini adalah tekanan diastolik;
•
Tetap dengarkan sampai 20 mmHg di bawah tekanan diastolik, kemudian
dengan cepat kempeskan pengikat lengan;
•
Catat tekanan darah pasien dengan angka genap beserta posisi pasien
(misalnya, duduk, berdiri, berbaring), ukuran pengikat lengan, dan lengan
yang diukur;
•
Tunggu 1-2 menit sebelum mengulangi kembali pembacaan menggunakan
lengan yang sama (Rhonda M. Jones, 2008).
Untuk hasil pengukuran yang paling akurat, 2 atau lebih pembacaan, tiap
pembacaan terpisah 2 menit, dicari nilai rata-ratanya. Jika 2 pembacaan pertama
berbeda lebih dari 5 mmHg harus dilakukan pembacaan ulang (pengukuran
tekanan darah diulang lagi) dan kemudian dirata-rata. Tekanan darah normal
dewasa adalah sistolik kurang dari 120 mmHg dan diastolik kurang dari 80
mmHg (Rhonda M. Jones, 2008).
Klasifikasi hasil pembacaan tekanan darah berdasarkan kriteria The Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood
Pressure (JNC-VII) tertera pada Tabel 5-5.
Prehipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 130-139 mmHg atau
diastolik
80-90 mmHg. Pasien denganprehipertensi memiliki resiko dua
kali lebih tinggi untuk menjadi hipertensi daripada individu dengan tekanan
darah yang lebih rendah. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih atau diastolik 90 mmHg atau lebih dan diklasifikasikan
(berdasarkan keparahannya) sebagai stage 1 atau 2. Hipertensi sistolik saja
(isolated systolic hypertension) didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140
18
mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau kurang dan harus
diklasifikasikan lebih lanjut sesuai keparahannya (misalnya 170/82 berarti
hipertensi sistolik stage 2). Rekomendasi tindaklanjut untuk pasien dengan
berbagai stadium hipertensi dapat dilihat pada Tabel 5-6. Perubahan gaya
hidup untuk mengatasi hipertensi dicantumkan pada Tabel 5-7 (Rhonda M. Jones,
2008).
Tabel 5‐5 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa usia >18 tahun
Kategori
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
Diatolik (mmHg)
Normal
120
(dan)
80
Prehypertensive
120 – 139 (atau)
80 – 89
Stage 1 Hypertension
140 – 159 (atau)
90 – 99
Stage 2 Hypertension
160
(atau)
(JNC, 2003).
F. Alat Bahan
a. Spynomanometer
b. Stetoskop
c. Pengukur waktu
d. Bangku Harvard setinggi 19 inci untuk pria dan 17 inci untuk wanita (1
inci = 2,54 cm)
e. Metronom (frekuensi 2x ayunan per detik)
G. Cara Kerja
G.1 Mengukur tekanan darah dengan tensimeter
Cara memasang manset yang benar.
1. Lengan baju digulung setinggi mungkin sehinga tidak terlilit manset
2. Tepi bawah manset berada pada 2-3 cm di atas fossa kubiti
3. Pipa karet jangan menutupi fossa kubiti
19
4. Manset diikat dengan cukup ketat
5. Stetoskop diafragma terletak tepat di atas denyut arteri brachialis
(Guyton & Hall, 1997).
Mengukur tekanan darah dengan spygnomanometer :
1. Probandus mengambil berada pada posisi duduk, lengan bawah berpangku
di
atas paha, pergelangan supinasi
2. Lakukan pemeriksaan tekanan darah dengan auskultasi seperti percobaan
A, tentukan tekanan sistolik dan diastolic
3. Turunkan tekanan manset sampai posisi nol Sambil meraba arteri radialis,
naikkan tekanan manset sampai denyut arteri radialis tidak teraba. Tekanan
terus dinaikkan sampai 30mmHg di atasnya
4. Tanpa mengubah letak jari, turunkan tekanan manset sampai denyut arteri
radialis kembali teraba. Pada saat arteri radialis teraba, manometer Hg
menunjukkan tekanan sistolik (Ganong, 2002).
G.2 Mengukur kesanggupan kardiovaskuler seseorang
1. Metronom diatur sehingga memberikan irama 120x/per meniy;
2. Probandus berdiri mengahadap bangku Harvard dengan sikap tenang.
Metronom mulai dijalankan;
3. Probandus menempatkan salah satu kaki yang kanan ataupun yang kiri di atas
bangku tepat pada detikan pertama metronom;
4. Pada detikan kedua, kaki lainnya dinaikkan ke atas bangku, sehingga probandus
berdiri tegak di atas bangku;
5. Pada detikan ketiga, kaki yang pertama naik ke atas diturunkan;
6. Pada detikan keempat, kaki yang masih di atas bangku diturunkan pula,
sehingga probandus berdiri di depan bangku;
7. Segera setelah itu probandus disuruh duduk dan denyut nadinya dihitung
selama 30 detik, sebanyak 3 kali (Ganong, 2002).
20
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data probandus :
Nama
: Reza Nur Iman
Umur
: 19 Tahun
Pekerjaan
: Mahasiswa
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pemeriksa
: Curie Julia Kulzumia
Hasil percobaan pertama adalah Tekanan Darah sebelum beraktivitas
Sistol = 110, dan diastol =70
Jadi, tekanan darahnya =110/70 mmHg
Hasil percobaan kedua adalah jumlah denyut nadi setelah melakukan
aktivitas :
30 detik pertama
30 detik kedua
30 detik ketiga
48
48
48
B. Pembahasan
Percobaan pertama adalah menggunakan spygmomanometer atau tensimeter dan
stetoskop. Probandus adalah yang memiliki IMT baik. Probandus diposisikan
dalam keadaan duduk atau terbaring atau terlentang. Dari ketiga posisi diatas
sebenarnya akan berpengaruh pada hasil yang diperoleh. Ketika probandus
diposisikan terlentang, otomatis probandus akan menunjukkan arah horizontal dan
21
tidak melawan arah gravitasi sehingga tekanan darah darah yang didapat akan
lebih rendah. Sebaliknya ketika probandus diposisikan duduk atau berdiri, tekanan
darah yang didapat akan lebih tinggi karena tidak melawan gravitasi. Namun
dipraktikum kali ini, probandus disuruh duduk dan tangan diposisikan dekat
dengan jantung agar lebih mudah mendeteksi detak jantungnya. Diperoleh data
110/70 mm Hgo. 110 adalah menunjukkan sistole, yaitu detak jantung yang
terdengar dari suara jantung 1 (lubb) ke suara jantung 2 (dubb). Suara jantung 1
adalah penutupan valvula bicuspidalis dan valvula tricuspidalis. Sedangkan suara
jantung 2 adalah penutupan valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris
pulmonal. Dan 70 adalah detak jantung yang terdengar dari suara jantung 2 ke
suara jantung 1. Jika melihat tabel standar interpretasi tekanan darah JNC 7, hal
ini menunjukkan hasil normal.
BP Classification
SBP mm Hg o
DBP mm Hg o
Keterangan
Normal
< 120
< 80
Dan
Prehypertensive
120-139
80-89
Atau
1 140-159
90-99
Atau
2
1 100
Atau
Stage
hypertension
Stage
160
hypertension
Percobaan kedua adalah Kesanggupan Kardiovaskuler dengan probandus yang
memenuhi IMT. IMT adalah Indeks Massa Tubuh. Hal yang dilakukan pertama
adalah metronom diatur sehingga memberikan irama 120/menit dalam 5menit.
Kemudian probandus berdiri menghadap bangku harvard dengan sikap tenang,lalu
metronom mulai dijalankan.Probandus menempatkan salah satu kaki(yang kanan
ataupun
yang
kiri)
di
atas
bangku
tepat
pada
detikan
pertama
metronom.Kemudian pada detikan kedua,kaki lainnya dinaikkan keatas bangku
sehingga probandus berdiri tegak diatas bangku. Pada detikan ketiga,kaki yang
pertama naik keatas dan diturunkan.Pada detikan keempat,kaki yang masih diatas
bangku diturunkan pula,sehingga probandus berdiri di depan bangku.Segera
22
setelah itu,probandus disuruh duduk dan denyut nadinya dihitung selama
30”,sebanyak 3x pada1’-30’’,2’-2’30’’,dan dari 3’-3’30”.
Interpretasi hasil
Cara menghitung indeks kesanggupan badan serta penilainya dapat dilakukan
dengan 2cara:
1.Cara Lambat
Rumus :
Indeks
Interpretasi
<55
Kesanggupan kurang
55-64
Kesanggupan sedang
65-79
Kesanggupan cukup
80-89
Kesanggupan baik
>90
Kesanggupan amat baik
2.Cara Cepat
Rumus :
Indeks
Interpretasi
<50
Kesanggupan kurang
50-80
Kesanggupan sedang
>80
Kesanggupan baik
23
Nama
: Reza Nur Iman
Umur
: 19 Tahun
Pekerjaan
: Mahasiswa
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pemeriksa
: Curie Julia Kulzumia
1.
Sebelum beraktifitas : TD = 110/70 mmHg
Nadi = 39 x/menit
2.
Sesudah beraktifitas : TD = Nadi
F1 = 48x/menit
F2 = 48x/menit
F3 = 48x/menit
Indeks kesanggupan badan, yaitu:
Hasil yang didapat dari percobaan kedua adalah 1(30”48) , 2(30”48) , 3(30”48).
a) Cara Lambat
Interpretasi kesanggupan kardiovaskuler amat baik karena >90
24
b) Cara Cepat
Interpretasi kesanggupan kardiovaskuler baik karena >80
Tekanan diastole relaif tidak berubah secara signifikan ketika melakukan
latihan intensif. Faktanya kenaikannya lebih dari 15 mmHg sehingga latihan
intensif bisa mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai
penilaian untuk tes toleransi latihan. Ketetapan denyut nadi ini dapat dipengaruhi
oleh gaya hidup sehat, makan teratur dan bergizi, seing berolah raga, dan tidak
merokok. Semua faktor itu dapat mempengaruhi pada keseimbangan kesanggupan
kardiovaskuler.
C. Aplikasi Klinis
1. Gagal Jantung
Patogenesis
Peningkatan beban dihasilkan oleh infark miokardium karena penurunan
dalam otot jantung yang hidup seperti halnya pada berbagai macam proses
penyakit. Semua mengaktifkan berbagai gen jantung. Respon awal terhadap
peningkatan beban jantung adalah hopertrofi miosit jantung, dengan sedikit
apabila ada hyperplasia karena miosit mempunyai kapasitas sangat terbatas
untuk bertambah. Hipertrofi disertai dilatasi jantung dan pada beberapa kasus
pengubahan bentuk ventrikel sebagai respon terhadap distorsi yang dihasilkan
oleh proses penyakit. Pada awalnya respon ini suatu kompensasi, tetapi
akhirnya sebagai penyebab perjalanan penyakit, jantung gagal mengeluarkan
jumlah darah yang cukup dan menangani semua darah yang kembali ke
jantung. Dua proses yang dibedakan :
25
(1) disfungsi sistolik, yaitu kontraksi ventrikel melemah dan isi sekuncup
berkurang ;
(2) disfungsi diastolik, yaitu elastisitas ventrikel berkurang, menghalangi
pengisian jantung selama diastole (Ganong, 2002).
Disfungsi sistolik menyebabkan peningaktan volume akhir sistolik ventrikel,
sehingga fraksi ejeksi sistolik fraksi darah di dalam ventrikel yang diejeksi
selama sistolik turun 65% sampai 20% dari nilai normal (Ganong, 2002).
Gagal jantung dapat melibatkan terutama ventrikel kanan (kor pulmonale)
tetapi lebih sering melibatkan ventrikel kiri yang menjadi lebih besar dan lebih
tebal. Selanjutnya penurunan curah jantung lebih relatif daripada absolute.
Bila terjadi fistula besar arteriovena pada tirotoksikosis dan defisiensi tiamin,
curah jantung mungkin meningkat dalam arti istilah absolute (Ganong, 2002).
Manifestasi
Manifestasi gagal jantung berkisar dari kematian tiba-tiba (misalnya pada
fibrilasi ventrikel atau emboli udara), melalui syok kardiogenik, sampai gagal
jantung kongestif bergantung pada derajat ketidakcukupan kecepatan
perkembangan yang terjadi. Tanda dan gejala utama gagal kongesti termasuk
pembesaran jantung. Istilah “gagal depan” dan “gagal belakang” kadangkadang dipergunakan untuk menunjukkan manofestasi yang ditimbulkan
utamanya akibat disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik. Istilah-istilah ini
menyesatkan karena seluruhnya terjadi bersama-sama dan tidak karena
gangguan yang terpisah. Tetapi ini berguna dalam memahami gagal jantung.
Maanifestasi termasuk edema, terutama pada bagian tubuh; pemanjangan
waktu sirkulasi; pembesaran hati (hepatomegali); sesak napas dan kekurangan
napas (dispnea); dan distensi vena leher. Sesak napas pada kerja adalah gejala
yang menonjol. Pada kasus lanjut, sering ditemui sesak napas yang dipicu
ketika berbaring dan menjadi ringan ketika dududk (orthopnea). Pasien
dengan penyakit jantung lanjut yang umumnya mempunyai gagal jantung
kadang-kadang menghasilakn pulsus alternans, suatu kondisi yang menarik,
yaitu isi sekuncup berkurang pada tiap denyut jantung kedua. Sebagai hasil,
tekanan puncak sistolik berkurang pada tiap denyut jantung kedua.
26
Pengobatan
gagal
jantung
kongestif
ditujukan
untuk
memperbaiki
kontraktilitas jantung, mengobati gejala, dan menurunkan beban terhadap
jantung. Akhir-akhir ini pengobatan paling efektif yang dipergunakan secara
umum adalah menghambat produksi angiostensin II dengan penghambat
enzim pengubah angiostensin. Menghalangi efek angiostensin II pada AT1
reseptor dengan antagonis bukan peptide juga berguna. Pengobatan ini
mengurangi kadar aldosteron dalam sirkulasi dan menurunkan tekanan darah.
Efek aldosteron dapat lebih lanjut dikurangi dengan penggunaan penghalang
reseptor aldosteron, dan hal itu telah memperlihatkan harapan besar dalam
percobaan akhir-akhir ini. Pengurangan tonus vena dengan nitrat atau
hidralazin meningkatkan kapasitas vena sehingga jumlah darh yang kembali
ke jantung berkurang, mengurangu preload. Diuretic mengurangi cairan
overload. Obat yang menghalangi reseptor telah memperlihatkan penurunan
mortalitas dan morbiditas. Derivat digitalis, seperti digoksin secara klasik
telah dipergunakan untuk mengobati gagal kongestif karena kemampuannya
meningkatkan Ca2+ intraselular dank arena itu mengembangkan efek inotrofik
positif, tetapi obat itu sekarang digunakan dalam peran sekunder untuk
mengobati disfungsi sistolik dan memperlambat frekuensi denyut ventrikel
pada pasien dengan fibrilasi ventrikel (Ganong, 2002).
2. Hipertensi
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu
yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh
kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan
mengukur tekanan darah kita secara teratur (Ganong, 2002).
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam
pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada
saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi
27
mengempis kosong).Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan
tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi Hipertensi dibuat
berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan
resiko
penyakit
jantung
dan
pembuluh
darah(Ganong,2002).
Gejala
Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain
pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh
hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina
mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan (Ganong, 2002).
Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1.
Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis,
dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi
tergolong Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi
sekunder (Ganong, 2002).
2.
Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar
tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan
lain lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah
hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak
ditujukan ke penderita hipertensi esensial (Ganong, 2002).
Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat
28
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan
garam
lewat
kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis);
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) (AphA, 2001).
MEKANISME TEKANAN DARAH
Syaraf simpatisdenyut jantung meningkatreseptor
jantunglebih
kontraksicardiac outputtekanan darah
Obat yang berperan dalam jantung yaitu :
1.
2.
-blocker, berfungsi sebagai penghambat reseptor
di jantung.
-channel blocker, berfungsi sebagai penghambat reseptor ion Ca di
miokardium (otot jantung).
Pembuluh darahreseptor
pembuluh darahvasokontriksitotal resisten
perifer (PRT)
Obat yang berperan dalam pembuluh darah yaitu :
1.
-blocker, berfungsi sebagai penghambat reseptor
di pembuluh darah.
Pada ginjaltekanan darah turun--?aliran darah turunretensi ion Na dan
airvolume darahcardiac output (CO)TD
Obat yang berperan dalam ginjal yaitu :
1. Diuretik, berfungsi sebagai penghambat retensi Na dan air supaya Na dan
air keluar.
29
Dalam ginjal juga menyebabkan darah hasil filtrasi ginjal turunenzim
renninangiotensinogenangiotensin Iangiotensin IIvaskontriksi
Obat yang berperan dalam ginjal yaitu :
1. ACE inhibitor, berfungsi sebagai penghambat terbentuknya angiotensin I
menjadi angiotensis II melalui enzim;
2. Anti angiotensin II, berfungsi sebagai penghambat angiotensin II melalui
reseptor (Ganong, 2002).
3. Hipotensi
Hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang turun
dibawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg. Telah
dijelaskan pada artikel sebelumnya (Penyakit darah tinggi) bahwa nilai normal
tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan, tingkat
aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Namun
demikian, beberapa orang mungkin memiliki nilai tekanan darah (tensi)
berkisar 110/90 mmHg atau bahkan 100/80 mmHg akan tetapi mereka
tidak/belum atau jarang menampakkan beberapa keluhan berarti, sehingga hal
itu dirasakan biasa saja dalam aktivitas kesehariannya (Ganong,2002).
Apabila kondisi itu terus berlanjut, didukung dengan beberapa faktor yang
memungkinkan memicu menurunnya tekanan darah yang signifikan seperti
keringat dan berkemih banyak namun kurang minum, kurang tidur atau kurang
istirahat (lelah dengan aktivitas berlebihan) serta haid dengan perdarahan
berlebihan (abnormal) maka tekanan darah akan mencapai ambang rendah
(hipotensi)90/60mmHg(Ganong,2002).
Dalam kasus Hipotensi yang benar-benar diperlukan pemberian obat,
biasanya ada beberapa jenis obat yang biasa dipakai seperti fludrocortisone,
midodrine, pyridostigmine, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
caffeine dan erythropoietin (Ganong,2002).
4. Syok
Gambaran Umum
30
Syok (renjatan) adalah suatu sindrom yang padanya masih banyak terdapat
kontroversi
dan
kesimpangsiuran.
Sebagiam
kesulitan
terletak
pada
penggunaaan istilah secara longgar oleh ahli ilmu faal dan dokter serta oleh
orang awam. Misalnya syok listrik dan syok spinal tidak memiliki kaitan
dengan
keadaan
yang
ditimbulkan
oleh
pendarahan
dan
kelainan
kardiovaskuler terkait. Syok dalam pengertian terbatas sebagai sebagai “syok
sirkulasi” tetap merupakan kesatuan yang berbeda-beda tetapi memiliki
gambaran umum tertentu. Namun, gambaran yang terdapat pada semua
kesatuan adalah perfungsi jaringan yang tidak adekuat disertai curah jantung
yang tidak adekuat baik secara relative maupun absolute. Curah jantung
mungkin tidak adekuat karena jumlah cairan dalam system vaskuler tidak
cukup untuk mengisinya (syok hipovolemik). Selain itu, curah jantung
inadekuat secara relatif karena ukuran system vaskuler membesar akibat
vasodilatasi walaupun volume darah normal (syok distributif, vasogenik, atau
resistensi rendah) syok juga dapat disebabkan karena kerja pompa jantung
yang tidak adekuat akibat sumbatan aliran darah di paru atau jantung (syok
obstruktif) (Ganong,2002).
5. Stroke
Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena
tidak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus
selalu mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan
dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Oksigen dan nutrisi ini dibawa
oleh darah yang mengalir di dalam pembuluh-pembuluh darah yang menuju
sel-sel otak. Apabila karena sesuatu hal aliran darah atau aliran pasokan
oksigen dan nutrisi ini terhambat selama beberapa menit saja, maka dapat
terjadi stroke. Penghambatan aliran oksigen ke sel-sel otak selama 3 atau 4
menit saja sudah mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Makin lama
penghambatan ini terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar
dipulihkan. Stroke yang berhubungan dengan kesanggupan kardiovaskuler
adalah stroke haemorrhagic. Stroke Hemorrhagic meliputi pendarahan di
dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam
31
dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Stroke haemorrhagic , yaitu stroke yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak.
Haemorrhagic stroke umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu
tinggi. Hampir 70 persen kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita
hipertensi (tekanan darah tinggi). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih
besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah
menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian,
hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada
kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan
darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya
karena
makanan
atau
faktor
emosional(Ganong,2002).
Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita
stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan
untuk dibedah.Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran
darah serebral (Ganong,2002).
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan (Ganong, 2002).
32
BAB III
KESIMPULAN
Berikut kesimpulan yang dapat kami peroleh dari percobaan yang telah kami
lakukan:
1.
Denyut nadi berangsur-angsur naik sesuai dengan posisi tubuh, hanya di
sini kami hanya melakukan dengan posisi duduk saja jadi hanya mendapatkan
satu hasil penelitian;
2.
Tekanan darah tidak mulus naik seiring dengan beratnya aktivitas yang
dilakukan;
3.
Denyut nadi setelah beraktivitas naik dan berangsur-angsur turun setelah
beristirahat ini yang normal tetapi di percobaan kami denyut nadi probandus
tetap atau konstan;
4.
Tekanan darah pada saat selesai beraktivitas mengalami peningkatan;
5.
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada lengan atas;
6.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu, aktivitas fisik, jenis
kelamin, usia, dll;
7.
Pengukuran tekanan darah dapat menggunakan metode tidak langsung
dengan auskultasi dan palpasi yang bisa menggunakan spigmomanometer
(manual atau digital) dan stetoskop;
8.
Semakin berat
aktivitas tubuh , semakin cepat curah jantung karena adanya
vasodilatasi di otot rangka dan jantung serta vasokontriksi di arteriol pada
organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke saluran pencernaan
dan ginjal berkurang.
33
Daftar Pustaka
American Pharmaceutical Association Comprehensive Weight Management
Protocol Panel. APhA drug treatment protocols: comprehensive weight management
in adults. J Am Pharm Assoc 2001;41:25-31.
Anggita.
2012.
Faktor-
faktor
tekanan
darah.
http://www.scribd.com/doc/56191664/Faktor-Jenis-Kelamin-Dan-Gravitas
Anonim.2008.Harvard Steps test http://www.fitnessvenues.com/uk/fitnesstesting-harvard-step-test, diakses tanggal 28 November 2012.
Dwi artya. 2011, Pengertian dari ”Kebugaran Kardiovaskuler”,
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2239768pengertian-dari-kebugaran-kardiovaskuler/#ixzz2DVzbyl8l, diakses tanggal 28
November 2012.
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Guyton,Arthur C dan Hall, John E. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran.
EGC: Jakarta.
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. 2003. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC-VII). NIH publication 03-5233. Bethesda.
Kusmiyati. 2009. Mengenal Tekanan Darah dan Pengendaliannya. Vol.
10 No.1, hal 40-41. Biologi PMIPA FKIP : Unram.
Redaksi, 2012, Tekanan Darah Arteri, http://indobeta.com/tekanan-daraharteri/3456/, diakses tanggal 38 November 2012.
Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009. Circulation. Bethesda: MD
USA.
34
Download