PENINGKTAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS V SD KARTIKA XX-1 KOTA MAKASSAR Syahrun Kepala SD Kartika XX-1 Abstrak:. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan Berbasis masalah, dalam pembelajaran IPA. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar IPA kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar dapat ditingkatkan melalui penerapan Berbasis masalah. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Kartika XX-1 dengan jumlah siswa 34 orang yang terdiri dari 18 orang perempuan dan 16 orang laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pengambilan data dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar, melalui tes tertulis. Hasil penelitian dari siklus I ke siklus II menunjukkan bahwa aktivitas siswa meningkat dan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II juga mengalami peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 58,25 dan pada siklus II sebesar 80,45. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan Berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar Matematika kelas IV SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Kata kunci: Hasil belajar, Penerapan berbasis masalah PENDAHULUAN Proses pendidikan yang berlangsung di sekolah terdiri atas kegiatan belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok dalam mencapai tujuan pendidikan. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh guru dan peserta didik. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Keberadaan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, tidak terlepas dari peran guru sebagai pendidik. Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Demikian juga dalam upaya membelajarkan siswa guru dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan strategi pengelolaan kelas dalam mengembangkan efektivitas belajar. Bagian terpenting dari sekolah adalah terdiri dari berbagai tingkatan kelas. Kelas merupakan tempat paling dominan bagi terselenggaranya proses pembelajaran bagi anak-anak sekolah. Kedudukan mengisyaratkan bahwa tenaga kependidikan profesional yang dikehendaki, terutama guru, harus professional dalam mengelolah kelas bagi terselenggaranya proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera. IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati (Trianto, 2010: 136). Adapun Wahyana (Trianto, 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah “suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memperoleh keyakinan terhadap Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan dan keberaturan alam ciptaannya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahamn konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan dasar keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikn ke SMP/MTs. Mengingat begitu pentingnya kedudukan IPA di sekolah dasar, seorang guru perlu merancang, memahami, dan melaksanakan pembelajaran IPA dengan sebaik mungkin sehingga konsep-konsep dan prinsip-prinsip IPA yang diajarkan, dapat diajarkan dengan baik. Pencapaian tujuan pendidikan harus didukung sumber daya manusia dalam bentuk kompetensi guru dalam memacu kemampuan menggunakannya secara tepat. Diantaranya adalah penggunaan model yang tepat dalam memacu kemampuan berpikir siswa secara kritis terhadap gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengamatan awal, seperti yang dikemukakan oleh guru kelas V, yaitu Jumlianto, A.Ma menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar pada ujian harian semester ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011 adalah 59,4. Hal ini menunjukkan perolehan nilai hasil belajar IPA tersebut masuk kategori rendah, karena nilai standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah 65. Dari kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dari ketidakberhasilan pembelajaran IPA di sekolah dasar, yaitu (1) Kurangnya kemampuan guru untuk merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang mampu untuk melibatkan siswa secara aktif serta penggunaan metode ceramah yang tidak variatif dan terlalu lama sehingga membuat siswa cenderung pasif yang tak lebih dari sekedar mendengarkan dan menyalin saja; (2) Daya serap siswa terhadap materi pelajaran IPA masih sangat minim yang berdampak pada rendahnya hasil belajar yang dicapai; (3) Lingkungan belajar yang meliputi sarana dan prasarana belajar yang masih kurang. Permasalahan tersebut perlu penanganan sedini mungkin, agar pemahaman terhadap konsep ini lebih meningkat. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan tindakan perbaikan dengan mengunakan model yang diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa, utamanya pada mata pelajaran IPA di SD Kartika XX-1 Kota Makassar, yakni dengan menggunakan ”Model Pembelajaran Berbasis Masalah” yang dapat memberikan pengetahuan dimana siswa dapat menggali pemahaman dari konsep yang telah diberikan dan berusaha mencari sendiri jawaban atau pemecahan masalah dari permasalahan yang dihadapi. Sehingga menggali rasa ingin tahu siswa terhadap segala sesuatu menjadi permasalahannya. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Adapun alasan yang melatar belakangi peneliti memilih judul ini, adalah sebagai berikut: (1) Hasil belajar murid sangat rendah, (2) Pengetahuan guru terhadap model pembelajaran masih sangat kurang, (3) Memandang model pembelajaran berbasis masalah sebagai model pembelajaran yang membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah dengan situasi dunia nyata, maka masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah, apakah Model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar? Adapun masalah yang dihadapi dari segi guru dalam pembelajaran yaitu, guru masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional, seperti penggunaan metode ceramah, serta guru kurang menggunakan model atau metode yang bervariatif dalam pembelajaran. Sedangkan dari segi siswa, yaitu kurangnya perhatian terhadap penjelasan guru, kurang aktif dalam proses pembelajaran, dan kurangnya daya serap siswa terhadap materi pelajaran IPA yang menyebabkan rendahnya perolehan hasil belajar IPA. Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka lingkup penelitiannya yaitu mengamati bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah, serta hasil belajar IPA yang diperoleh siswa melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di dalam pembelajaran. Bentuk tindakan yang dapat dilakukan peneliti untuk memecahkan masalah adalah dimulai dengan menerapkan langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang bersifat deskriptif. Setting Penelitian Tindakan Kelas (classroom action reseach) ini dengan mengambil lokasi atau tempat penelitian di hasil belajar IPA kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar yang berada Di Jalan Sam Ratulangi No 57 Makassar. Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar dengan jumlah siswa sebanyak 34 orang (yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 18 orang perempuan) yang aktif dan terdaftar pada semester ganjil 2010/2011 dengan sasaran utama meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Hal ini didasarkan pada masalah yang akan dipecahkan berasal dari penerapan model pembelajaran berbasis masalah sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus I sebanyak 2 kali pertemuan dan pada siklus II sebanyak 2 kali pertemuan. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan desain penelitian ini melalui siklus penelitian tindakan sebagai berikut: Perencanaan Tindakan Siklus I Refleksi Siklus I Pelaksanaan dan Observasi Siklus I Perencanaan Tindakan Siklus II Refleksi Siklus II Pelaksanaan dan Observasi Siklus II Berhasil 1. Pelaksanaan pada Siklus I Kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran untuk mengimplementasikan materi pelajaran yang telah disiapkan. Adapun rincian pelaksanaan kegiatannya sebagai berikut: (1) Orientasi siswa pada masalah; (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar: (3) Membimbing pengalaman individual/kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 2. Pelaksanaan pada Siklus II Adapun kegiatan yang dilakukan pada kegiatan II adalah mengulang kegiatankegiatan yang telah dilakukan pada siklus I. Pada siklus II ini diadakan perbaikan dan tambahan-tambahan pada tahap tindakan untuk menutupi kekurangan pada tahap tindakan siklus I. Adapun rincian pelaksanaan kegiatannya antara lain: (1) Orientasi siswa pada masalah; (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) Membimbing pengalaman individual/kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) Menganalisis dan mengavaluasi proses pemecahan masalah. pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes, dan dokumentasi dan Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Data mengenai hasil belajar siswa dianalisis secara kuantitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan analisis deskriptif sedangkan data yang hasil observasi dianalisis secara kualitatif Teknik analisis data berkenaan dengan menyusun, menafsirkan dan menganalisis data agar dapat menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian, serta menarik kesimpulan penelitian. Data kualitatif yang berupa hasil observasi dianalisis dengan tiga kegiatan, yaitu: 1) Reduksi data, 2) Penyajian data, 3) Penarikan kesimpulan. Sedangkan data tentang nilai hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif yaitu dengan mencari nilai ratarata hasil belajar siswa dan persentase keberhasilan belajar siswa. Dan menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini, dapat dilihat da ri dua sisi, yaitu berdasarkan proses dan hasil pembelajaran. Prosesnya, untuk mengukur proses dapat dilihat dari lembar observasi aktivitas siswa selama peajaran berlangsung, sehingga apabila terjadi peningkatan hasil belajar siswa terhadap bahan ajar setelah diterapkannya pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Hasil pembelajaran yaitu, menurut ketentuan Depdiknas apabila terdapat 85% siswa yang memperoleh skor minimal 65 maka kelas dianggap tuntas secara klasikal. HASIL Siklus I Kegiatan yang dilakukan pada tindakan siklus I meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Adapun nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran berbasis masalah pada Siklus I sebesar 58,25. Nilai tertinggi yang dicapai 93,3 dan nilai terendah 30. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan siswa atau hasil belajar siswa cukup bervariasi. Hasil belajar siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar melalui model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA pada Siklus I sebesar 58,25. Refleksi Siklus I Setelah diberikan tindakan berupa model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA, kejadian yang dapat dicatat selama proses belajar mengajar berlangsung yang dapat dijadikan sebagai refleksi siklus I dapat dikemukakan hal-hal sebgai berikut: (a) Hasil belajar siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA dilakukan dengan memberikan tes tertulis yang berisi soal-soal untuk pencapaian indikator pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya. Hasil belajar siswa kelas IV SD Neg. Rappocini I Makassar Kota Makassar mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran berbasis masalah menunjukkan bahwa pada siklus I nilai rata-rata hasil tes tertulis yang diberikan kepada 35 siswa mendapat nilai rata-rata 58,25. Nilai tertinggi yang dicapai 93,3 dan nilai terendah 30. (b) Aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan pertama melalui model pembelajaran berbasis masalah dalam meningkatkan aktivitas belajar belum berhasil. Berdasarkan hasil pengamatan masih ada beberapa siswa yang tampak melakukan aktivitas lain atau kurang konsentrasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya siklus I pertemuan kedua, belum menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA. Hal ini karena masih kurangnya siswa yang mau mengangkat tangan pada saat diajukan pertanyaan dan menyelesaikan soal yang diberikan mengenai materi perubahan lingkungan dan mengaruhnnya. Pengamatan lain terhadap aktivitas belajar menunjukkan masih adanya siswa yang melakukan kegiatan lain seperti bermain dengan teman, berbicara, dan tidak memperhatikan pelajaran sehingga proses pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah tidak berjalan lancar dengan apa yang diharapkan; (c) Aktivitas mengajar guru pada siklus I menunjukkan bahwa pertemuan pertama dan kedua terdapat 2 (dua) kategori kurang yaitu, membimbing siswa melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, membantu siswa dalam merencanakan dan menyajikan karya yang sesuai pada saat pembelajaran IPA materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya. Siklus II Pelaksanaan siklus II didasarkan pada hasil belajar siklus I menunjukkan bahwa terdapat 3 siswa (8,6%) yang mendapatkan nilai antara 30-34 berada pada katagori sangat rendah, terdapat 16 siswa (46,01%) yang mendapatkan nilai antara 35-54 berada pada kategori rendah, terdapat 3 siswa (8,6%) yang mendapatkan nilai antara 55-56 berada pada kategori sedang. Dengan demikian terdapat 22 siswa (63,21%) yang dinyatakan tidak tuntas berdasarkan penilaian yang telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional yakni standar kompetensi kelulusan adalah nilai 65 ke atas, sedangkan sisanya terdapat 9 siswa (26,01%) yang mendapat nilai antara 65-84 masuk kategori tinggi, dan terdapat 4 siswa (11,42%) yang mendapat nilai antara 85-100 masuk kategori sangat tinggi. Refleksi Siklus II Pembelajaran IPA melalui model pembelajaran berbasis masalah yang dilaksanakan pada siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar melalui Siklus pertama belum mampu mencapai tujuan pembelajaran IPA secara optimal. Hal ini dapat terlihat antara lain: (a) Masih ada siswa yang tidak konsentrasi pada saat proses pembelajaran sehingga mendapatkan hasil belajar rata-rata 58,25 pada siklus I dan terjadi peningkatan perolehan hasil tes belajar pada siklus II sehingga pembelajaran IPA memperoleh nilai rat-rata 80,45; (b) Pelaksanaan siklus I, diperoleh suatu gambaran tindakan yang dilaksanakan pada siklus II, sebagai perbaikan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus I. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tindakan yang dilaksanakan secara umum hasilnya semakin sesuai dengan yang diharapkan. Pada siklus II pertemuan pertama dan kedua, kegiatan pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA berjalan cukup lancar dan perhatian siswa terhadap materi pelajaran lebih baik dibanding pertemuan sebelumnya pada siklus I. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya siswa yang aktif saat kegiatan pembelajaran berlangsung seperti aktif bertanya, menjawab pertanyaan, mengerjakan soal-soal tes yang diberikan, meminta bimbingan guru, dan kerjasama dalam menyelesaikan soal-soal kelompok yang diberikan. Umumnya siswa telah memahami konsep yang telah diajarkan dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA, akan tetapi pada saat diberikan soal-soal IPA yang berkaitan dengan aplikasi dan pemahaman konsep, siswa agak kesulitan terutama dalam hal mengidentifikasi apa yang diminta dalam soal, membuat modul IPA dari permasalahan. Menyadari hal tersebut, maka tindakan yang dilakukan adalah memberikan bimbingan tentang bagaimana cara menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan aplikasi dan pemahaman konsep. Berdasarkan gambaran nilai rata-rata hasil belajar, maka dapat diuraikan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata hasil belajar IPA pada siswa SD Kartika XX-1 Kota Makassar setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPA. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 58,25 setelah dikategorisasikan berada dalam kategori sedang, mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 80,45 berada dalam kategori tinggi. PEMBAHASAN Hasil belajar siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar pada mata pelajaran IPA materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya, pada siklus I dan hubungan sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat, pada siklus II melalui model pembelajaran berbasis masalah dapat dideskripsikan bahwa berdasarkan analisis deskriptif hasil belajar IPA siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar, diperoleh nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I58,25 sedangkan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 80,45 dari nilai ideal 100 yang mungkin dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif terjadi peningkatan nilai rat-rata hasil belajar siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar pada mata pelajaran IPA pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya, pada siklus I dan hubungan sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat, pada siklus II dan daya serap pada materi pelajaran lebih baik setelah penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Pada siklus II tampak bahwa hampir semua siswa mengalami peningkatan nilai hasil belajar IPA. Hal ini disebabkan antara lain pada siklus II siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar telah mampu menyelesaikan soal sesuai prosedur yang diharapkan sehingga umumnya siswa dapat memperoleh skor pada setiap butir soal. Setelah pelaksanaan pembelajaran IPA pada materi perubahan lingkungan dan pengaruhnya, pada siklus I dan hubungan sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat, pada siklus II melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah, siswa mampu menginterprestasikan maksud soal tes essai dan pilihan ganda yang umumnya melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan analisis deskriptif kualitatif terhadap aktivitas belajar siswa diperoleh bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) pada siklus I terhadap indikator orientasi siswa pada masalah, dengan deskriptor siswa memperhatikan tujuan pembelajaran yang disampaikan terdapat 5 siswa (14,2%) kategori baik, 20 siswa (57,1%) kategori cukup, dan 10 siswa (28,6%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 32 siswa (91,4%) kategori baik, 3 siswa (8,6%) kategori cukup, tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Deskriptor siswa memperhatikan logistik yang diperlukan pada siklus I terdapat 5 siswa (14,2%) kategori baik, 22 siswa (62,9%) kategori cukup, 8 siswa (22,9%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 30 siswa (85,7%) kategori baik, 5 siswa (14,2%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Deskriptor siswa termotivasi aktif pada aktivitas pemecahan masalah pada siklus I terdapat 12 siswa (34,2%) kategori baik, 10 siswa (28,6%) kategori cukup, 13 siswa (37,1%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 13 siswa (37,1%) kategori baik, 22 siswa (62,9%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Pada indikator mengorganisasi siswa untuk belajar, dengan deskriptor siswa mendefinisikan tugas belajar yang berhubungan dengan materi, pada siklus I terdapat 10 siswa (28,6%) kategori baik, 5 siswa (14,2%) kategori cukup, 20 siswa (57,1%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 28 siswa (80,0%) kategori baik, 7 siswa (20,0%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Deskriptor siswa mengorganisasikan tugas belajar, pada siklus I terdapat 7 siswa (20,0%) kategori baik, 18 siswa (51,4%) kategori cukup, 10 siswa (28,6%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 20 siswa (51,7%) kategori baik, 15 siswa (42,9%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Indikator membimbing pengalaman individual/kelompok, dengan deskriptor siswa mengumpulkan informasi yang sesuai melalui observasi yang berhubungan dengan materi, pada siklus I terdapat 3 siswa (8,6%) kategori baik, 14 siswa (40,0%) kategori cukup, 18 siswa (51,4) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 19 siswa ( 54,2%) kategori baik, 16 siswa (45,7%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Deskriptor siswa melaksanakan eksperimen untuk mendapat penjelasan, terdapat 5 siswa (14,2%) kategori baik, 15 siswa (42,9%) kategori cukup, 15 siswa (42,9%) kategori kurang, selanjutnya miningkat pada siklus II menjadi 10 siswa (28,6%) kategori baik, 25 siswa (71,4%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Indikator mengerjakan dan menyajikan hasil karya, dengan deskriptor siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, pada siklus I terdapat 2 siswa (5,7%) kategori baik, 22 siswa (62,9%) kategori cukup, 11 siswa (31,4%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 8 siswa (22,9%) kategori baik, 27 siswa (77,1%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Deskriptor siswa berbagi tugas dengan teman, pada siklus I terdapat 19 siswa (54,2%) kategori baik, 11 siswa (31,4%) kategori cukup, 5 siswa (14,2%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 15 siswa (42,9%) kategori baik, 20 siswa (57,1%) kategori, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Indikator menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, dengan deskriptor siswa melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan, pada siklus I terdapat 6 siswa (17,1%) kategori baik, 24 siswa (68,6%) kategori cukup, 5 siswa (14,2%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 17 siswa (48,6%) kategori baik, 18 siswa (51,4%) klategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. Deskriptor siswa melakukan evaluasi penyelidikan, pada siklus I terdapat 9 siswa (26,01%) kategori baik, 19 siswa (54,2%) kategori cukup, 7 siswa (20,0%) kategori kurang, selanjutnya meningkat pada siklus II menjadi 30 siswa (85,7%) kategori baik, 5 siswa (14,2%) kategori cukup, dan tidak ada siswa (0%) kategori kurang. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil pembelajaran Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) melalui model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Kartika XX-1 Kota Makassar. Nilai rata-rata hasil belajar IPA pada Siklus I adalah 58,25 masuk pada kategori sedang selanjutnya pada Siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 80,45 berada pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, diajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) Disarankan kepada guru, kepala sekolah bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalahpada mata pelajaran IPA dapat dijadikan sebagai salah satu alternative model yang digunakan dalam melaksanakan pembelajaran IPA di sekolah dasar (SD) agar siswa dapat mengalami proses belajar yang lebih bermakna; (2) Diharapkan guru kelas perlu menguasai model pembelajaran berbasis masalah serta media pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat lebih bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan dalam belajar dan akan lebih mudah memahami materi khususnya pada pembelajaran IPA. DAFTAR PUSTAKA Abbas, Nurhayati. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bundu, Patta dan Ratna Kasim. 2007. Konsep Dasar IPA I Teori dan Praktek. Makassar: Badan Penerbit FIP UNM. Bundu, Patta. 2010. Asesmen Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit FIP UNM. Ibrahim, Muslimin, dan Nur Mohamad. 2002. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESSA. Ismail. 2002. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Instruction): Apa, Bagaimana, dan Contoh pada Pokok Bahasan Statistika. Surabaya: CV. Yrama Widya. Nurfatwa. 2010. Skripsi: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Penerapan Metode Pemecahan Masalah. Hal: 30-32. Rositawaty, S dan Aris Muharam. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas V. Pusat Perbukuan DEPDIKNAS. Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran: mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Samatowa, Usman. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sulistyanto, Heri Edy Wiyono. 2008. Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan DEPDIKNAS. Syahriana. 2010. Proposal Penelitian: Meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep pesawat sederhana melalui pembelajaran berbasis masalah. Hal: 13-32. Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka. . 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana. . 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Trihardiyanti, ..... Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Hal: 2 Undang-Undang SIKDIKNAS 2009. Bandung: Wacana Adhitya Bandung.