Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
dan lingkungan yang melimpah. Indonesia juga terkenal sebagai negara maritim
dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut 5,8 juta km²
dan jumlah pulau sekitar 17.504 buah yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang
81.290 km. Letak Indonesia yang sangat strategis menjadikan Indonesia dikenal
sebagai zamrud khatulistiwa yang memiliki pesona keanekaragaman alam dan
budaya. Berbagai keistimewaan yang dimiliki tersebut menjadikan Indonesia
memiliki berbagai potensi sumber daya pesisir yang dimiliki Indonesia antara lain
adalah keindahan terumbu karang yang ada di setiap perairan laut dangkal, hutan
mangrove yang memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumber daya laut
lainnya seperti ikan, mineral, dan bahan tambang yang bernilai tinggi.
Konteks ekonomi Indonesia sektor pertanian mempunyai peranan yang
tidak perlu diragukan lagi, walaupun kontribusi sektor pertanian terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) terus menurun secara relatif. Namun nilai absolutnya terus
meningkat dari tahun ke tahun. Tidak hanya kontribusi terhadap PDB tetapi juga
masih mempunyai sektor pertanian ini dalam penyerapan tenaga kerja. Di
samping itu, sektor ini juga berperan terhadap penyediaan bahan pangan,
penganekaragaman menu makanan dan penerimaan devisa (Soekartawi, dkk,
1993:1).
Salah satu dari sub sektor yang ada dalam sektor pertanian adalah
subsektor perikanan dan Indonesia adalah negara yang mempunyai wilayah
perairan laut dan perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara ASEAN
lainnya. Sumber daya alam ini menghasilkan ikan dan hasil-hasil laut. Oleh
karenanya, akhir-akhir ini pemerintah sangat mengintensifkan usaha penangkapan
dan budidaya ikan dalam upaya mendapatkan pemasukan devisa yang lebih besar
(Junianto, 2003:5).
Usaha perikanan bukanlah usaha yang hanya sekedar melakukan kegiatan
pemeliharaan ikan di kolam, sungai, danau atau di laut melainkan usaha yang
1
2
mencakup berbagai aspek organisme (sumber hayati) di perairan secara
keseluruhan. Semua organisme seperti ikan, kerang sifut, rumput laut dan
organisme lain termasuk objek usaha perikanan. Objek usaha perikanan ialah
semua kegiatan yang ada hubungannya dengan memanfaatkan sumber hayati
perairan (hewan dan tumbuhan) yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi kehidupan
ekonomi. Dengan demikian, usaha perikanan bertujuan untuk memanfaatkan hasil
perairan air tawar dan perikanan air laut, baik dengan cara memeliharanya
maupun dengan cara menangkap dan mengelolanya. Usaha perikanan laut
meliputi penangkapan ikan, pengambilan kerang, pengambilan mutiara, dan
pengambilan rumput laut (Evy, dkk, 1997:6-10).
Penangkapan adalah kegiatan mengumpulkan ikan dan binatang air
lainnya yang hidup di laut ataupun di perairan umum secara bebas dan bukan
milik perseorangan (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005:viii).
Tabel 1.1
Produksi Ikan Menurut Tempat Penangkapan/Pemeliharaan di Jawa Barat,
2015
No
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
KABUPATEN
Laut (ton)
(1)
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majalengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat
Pangandaran
KOTA
Bogor
Sukabumi
Bandung
Cirebon
Bekasi
Depok
Cimahi
(2)
10.827,19
111,58
3.949,44
861,17
27.139,46
126.783,86
18.912,03
8.580,93
1.864,51
2.351,92
4.774,59
-
Perairan
Umum
(ton)
(3)
88,76
108,05
500,01
134,49
110,87
705,44
350,61
282,00
52,48
1.042,78
92,31
7.568,02
359,26
739,07
185,62
5,70
181,92
5,58
6,50
83,84
103,60
45,16
12,78
Tambak
(ton)
Kolam
(ton)
Sawah
(ton)
(4)
639,42
432,03
103,78
123,95
141,20
22.017,00
180.821,05
28.756,93
37.893,70
39.467,04
-
(5)
106.397,76
19.695,34
70.692,60
9.092,30
47.349,81
43.549,62
32.149,39
9.299,32
6.106,00
7.485,33
5.262,83
70.641,47
9.291,82
619,30
2.692,04
2.715,95
1.631,58
-
(6)
229,19
405,77
9.083,80
2.896,83
6.929,83
7.754,98
116,13
124,53
2,68
125,38
446,76
3,00
273,64
6,91
11,74
-
138,99
-
3.856,26
1.601,82
1.337,00
184,21
1.480,25
1.956,26
302,20
21,58
13,46
1.427,08
-
3
26.
27.
Tasikmalaya
Banjar
Jawa Barat
206.156,68
100,02
13,28
12.848,15
310.481,09
9.295,24
1.952,38
466.638,06
658,38
30.531,67
(lanjutan)
Tabel 1.1
Produksi Ikan Menurut Tempat Penangkapan/Pemeliharaan di Jawa Barat,
2015
No
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
KABUPATEN
(1)
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majalengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Bandung Barat
Pangandaran
KOTA
Bogor
Sukabumi
Bandung
Cirebon
Bekasi
Depok
Cimahi
Tasikmalaya
Banjar
Jawa Barat
Laut
(7)
79,96
408,70
526,18
1.014,84
Karamba
(8)
86,52
32,00
33,68
47,94
0,11
-
Kolam Air
Deras
(9)
1.268,48
29,19
246,74
671,07
383,21
36,70
499,24
8.297,46
-
26,66
226,91
660,31
5,29
21,95
12.119,64
Jaring
Apung
(10)
758,57
48.181,18
46,70
8,77
529,30
2.119,60
92.165,00
351,62
446,50
40.397,53
185.004,77
Jumlah/Total
(11)
108.829,28
31.755,73
129.062,39
12.123,62
58.490,43
53.284,35
33.957,70
12.226,60
55.726,32
8.690,19
6.301,14
385.814,40
65.620,61
93.523,37
49.923,55
45.032,79
42.222,77
2.351,92
4.570,39
1.621,76
2.764,08
5.181,63
1.583,85
2.006,71
314,98
10.075,59
1.965,66
1.225.021,81
Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sektor perikanan merupakan salah
satu mata pencaharian yang menjanjikan bagi pelakunya. Suatu kegiatan yang
berhubungan dengan perikanan, pastilah terdapat pihak-pihak yang berperan di
dalamnya guna memperlancar proses produksi mereka. Sebelum proses produksi
berlangsung di dalamnya terdapat proses distribusi.
Masalah pemasaran dan distribusi hasil tangkapan sangat erat kaitannya
dengan peran pelabuhan perikanan, karena pelabuhan perikanan merupakan
4
tempat pertama sekali hasil tangkapan di pasarkan, sebagaimana hasil ini
tercantum dalam Undang – Undang RI No 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Salah satu fungsi dari pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat
pemasaran dan perindustrian hasil tangkapan. Dengan demikian untuk
menjalankan fungsi tersebut, pelabuhan perikanan memerlukan dukungan fasilitas
pemasaran dan perindustrian yang memadai, sehingga jalannya distribusi dan
pemasaran hasil tangkapan dapat berjalan dengan lancar dan dapat dilakukan
pengembangan.
Fungsi pelabuhan perikanan dapat ditinjau berbagai kepentingan, salah
satunya sebagai fungsi komersil. Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan
sebagai tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi ikan melalui
transaksi pelelangan ikan. Fasilitas yang dibutuhkan dalam hal ini aktivitas
pemasaran dan distribusi hasil tangkapan yang ada di pelabuhan berupa dermaga,
lahan parkir, tempat pelelangan ikan (TPI) dan jenis transportasi yang digunakan.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fasilitasfasilitas tersebut dengan menggunakan informasi karakteristik distribusi hasil
tangkapan.
Berdasarkan Departemen Perikanan dan Kelautan 2005 bahwa pasal 41
ayat 1 Undang – undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, pelabuhan
perikanan sebagai suatu lingkungan kerja berfungsi sebagai:
a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan.
b. Tempat berlabuh kapal perikanan.
c. Tempat pendaratan hasil tangkapan.
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan kapal–kapal perikanan.
e. Pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan.
f. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan.
g. Pusat pelaksanaan penyaluran dan pengumpulan data.
5
Table 1.2
Produksi Ikan Pada Tahun 2016
BULAN
PRODUKSI
NILAI PRODUKSI
JANUARI
132.825 kg
Rp 5,7 miliar
FEBRUARI
127.658 kg
Rp 2,3 miliar
MARET
115.749 kg
Rp 2 miliar
APRIL
109.948 kg
Rp 1,3 miliar
Sumber : radartasikmalaya.com
Tabel diatas menunjukkan penurunan produksi ikan yang dibarengi nilai
produksi ikan selama empat bulan di awal tahun 2016. Dari hasil wawancara
singkat peneliti dengan nelayan yang menjadi salah satu faktor turunnya nilai
produksi yaitu pada bagian distribusi seperti contoh teknologi penangkapan ikan.
Pertama peran pelabuhan di Pantai Timur Pangandaran yang belum berfungsi
sepenuhnya sesuai peraturan Departemen Perikanan dan Kelautan 2005 bahwa
pasal 41 ayat 1 Undang – undang No. 31 Tahun 2004 dimana pembinaan mutu
hasil perikanan dan penyaluran dan pengumpulan data belum dilaksanakan
sepenuhnya oleh nelayan. Begitupun fasilitas seperti jaring yang kurang memadai
(bolong) sehingga hasil tangkapannya selalu berkurang.
Secara teknis, pendapatan nelayan bergantung pada nilai jual ikan hasil
tangkap dan ongkos (biaya) melaut. Selanjutnya, nilai jual ikan hasil tangkapan
ditentukan oleh ketersediaan stok ikan di laut, efisiensi teknologi penangkapan
ikan, dan harga jual ikan. Sedangkan, biaya melaut bergantung pada kuantitas dan
harga dari BBM, perbekalan serta logistik yang dibutuhkan untuk melaut yang
bergantung pula pada ukuran (berat) kapal dan jumlah awak kapal ikan. Selain itu,
nilai investasi kapal ikan, alat penangkapan, dan peralatan pendukungnya sudah
tentu harus dimasukkan kedalam perhitungan biaya melaut. (Prof.Dr.Ir.
Rokhmin Dahuri, MSA:2015)
Desa pesisir tentunya identik dengan masyarakat nelayan. Laut merupakan
sumber penghidupan bagi masyarakat nelayan, namun dalam memanfaatkan
sumber daya tersebut, diantara masyarakat nelayan itu sendiri memiliki tata cara
tersendiri. Selain itu dalam masyarakat nelayan tersebut juga memiliki alat
produksi atau alat tangkap yang berbeda-beda, sehingga berdasarkan alat tangkap
dan perahu yang digunakan, terdapat delapan kategori nelayan yaitu: (1) Nelayan
jukung, (2) Nelayan kapal, (3) Nelayan pancing, (4) Nelayan jogol, (5) Nelayan
6
mrawe, (6) Nelayan parel, (7) Nelayan eret, (8) Nelayan bagang (ada sekitar 47
bagang di Desa Pangandaran). Adapun alat tangkap yang digunakan oleh para
nelayan yaitu: (1) Cedokan, (2) Nyirang, (3) Ngerawe, (4) Jaring arang, (5) Jaring
eret.
Stratifikasi sosial nelayan di Desa pangandaran dapat dikategorikan
sebagai berikut: (1) Dunungan, (2) Juragan, (3) Tukang pancing, (4) Tukang
jaring, (5) ABK. Selain itu dapat juga dikelompokkan menjadi Juragan dan ABK,
dimana juragan terdiri dari dunungan dan juragan sedangkan ABK terdiri dari
ABK dengan keahlian khusus dan ABK.
Pendapatan masyarakat nelayan terkadang tidak tetap. Bahkan jika saat
sedang musim paceklik, pendapatan hasil melaut terkadang bisa kurang dari biaya
operasional, jika hal ini terjadi biasanya juragan langsung membagi pendapatan
tersebut sama rata, bahkan terpaksa merugi. Maka dari itu saat musim paceklik
baik juragan maupun ABK (khususnya terjadi pada ABK) terkadang memilih
untuk beralih kerja menjadi tukang becak, kuli bangunan, jualan di tempat wisata
atau pergi ke kota. Sedangkan kerja sampingan istri nelayan yaitu mengelola ikan
asin, pengrajin (handicraft) dan pedagang.
ABK sendiri tidak hanya terbatas pada laki-laki saja, melainkan
perempuan dan anak usia 10 tahun sudah ikut bekerja menjadi ABK yang menarik
jaring. Selain itu banyaknya masyarakat nelayan Pangandaran yang menjadi
juragan seiring banyaknya nelayan yang mengoperasikan jaring eret, sementara
jumlah ABK tidak banyak mengalami perkembangan, hal ini menyebabkan para
juragan kesulitan untuk mencari ABK. Selain itu kini pada umumnya ABK tidak
memberikan loyalitasnya hanya pada satu juragan saja, sehingga ABK pun
terkadang bekerja pada juragan yang berbeda-beda. Bahkan suami istri yang
sama-sama bekerja menjadi ABK terkadang tidak berada pada naungan juragan
yang sama. Sulitnya mencari ABK yang setia dan dapat dipercaya menyebabkan
banyak juragan merekrut ABK dari daerah Cilacap. Para ABK yang didatangkan
dari Cilacap ini tinggal di rumah para juragan.
Melihat hal tersebut, secara tidak langsung kondisi masyarakat nelayan,
khususnya pada masyarakat miskin nelayan masih tergolong sulit, terlihat mereka
harus mencari pendapatan lain diluar melaut. Bukan hanya itu, fenomena juragan
7
yang lebih suka mendatangkan ABK dari Cilacap, Jawa Tengah membuat para
ABK atau nelayan miskin semakin sulit dalam persaingan mencari nafkah.
Kemiskinan terus menurun diiringi dengan garis kemiskinan yang terus
meningkat. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan masyarakat Kabupaten
Ciamis semakin sejahtera, namun ternyata kondisi masyarakat miskin nelayan
semakin terpinggirkan. Bahkan beberapa dari mereka terpaksa harus pindah ke
desa lain dikarenakan pembangunan yang berorientasi wisata. Selain itu
banyaknya pendatang menyebabkan bergesernya mata pencaharian mayoritas
masyarakat Desa Pangandaran. Pendatang dari luar Pangandaran dengan kondisi
menengah ke atas lebih banyak datang dengan membuka usaha rumah makan,
hotel atau penginapan dan fasilitas wisata seperti jetski dan lain-lain, sedangkan
pendatang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah lebih banyak berusaha di
sektor informal dan di bidang jasa.
Jika dikaitkan dengan masyarakat nelayan, menurut Mubyarto, Soetrisno,
dan Dove dalam Kingseng2 menyebutkan bahwa apabila orang tua mereka
mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi mungkin
sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka. Namun dari
kasus-kasus keluarga yang diteliti, ternyata kebanyakan mereka tidak mampu
membebaskan anak mereka dari profesi nelayan. Sehingga turun temurun mereka
adalah nelayan. Merujuk pada pandangan tersebut maka jika mengaitkan dengan
masyarakat nelayan miskin di Pangandaran ada kemungkinan bergesernya
lapangan kerja utama masyarakat dikarenakan tersingkirnya nelayan Pangandaran
dari Desa Pangandaran sehingga yang lebih banyak dihitung dalam data tersebut
adalah masyarakat pendatang yang melakukan migrasi ke Pangandaran.
Dapat disimpulkan bahwa dari sebagian banyak pengaruh yang
mengakibatkan kemiskinan nelayan itu adalah kurang memperhatikannya saluran
distribusi dan harga dengan baik sehingga ikan yang mereka jual hanya bisa
menutupi kebutuhan pokok setiap harinya. Oleh karena itu jika segala aktivitas
nelayan diberi arahan dan fasilitas yang cukup oleh pemerintah setempat maka
dipastikan semua akan berjalan sebagaimana mestinya. Sehubungan dengan hal
tersebut penulis melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH SALURAN
8
DISTRIBUSI DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA TERHADAP
KEPUASAN NELAYAN DI DESA PANGANDARAN.”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Tanggapan Nelayan tentang Saluran Distribusi penjualan
ikan di Pantai Timur Pangandaran.
2. Bagaimana Tanggapan Nelayan tentang Kebijakan Penetapan Harga
yang terjadi pada penjualan ikan di Pantai Timur Pangandaran.
3. Bagaimana Pengaruh Saluran Distribusi dan Kebijakan Penetapan
Harga terhadap Kepuasan Nelayan di Pantai Timur Pangandaran.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan perkuliahan S1 Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis dan
Manajemen di Universitas Widyatama.
Dengan diperolehnya informasi dari penelitian ini diharapkan akan
memperoleh manfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan.
1. Nelayan di Pantai Timur Pangandaran
Diharapkan dapat memberi masukan kepada para nelayan di Pantai
Timur Pangandaran terkait bagaimana memperbaiki saluran distribusi
yang dibarengi penetapan harga jual ikan.
2. Bagi Penulis
a. Sebagai suatu studi aplikasi dari ilmu teoritis yang diterima di
kampus dan menerapkannya dalam kehidupan yang lebih nyata serta
sebagai sarana evaluasi untuk mengukur keahlian diri dalam bidang
pemasaran.
b. Memberikan
kesempatan
kepada
penulis
untuk
dapat
mengaplikasikan pelajaran yang sudah diberikan selama perkuliahan
serta mempelajari bagaimana cara menganalisis dan mengolah data.
9
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya hal-hal yang dianggap perlu
untuk diteliti lebih lanjut, yang berhubungn dengan kepuasan. Tujuan dari
penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui tanggapan nelayan tentang distribusi penjualan ikan
di Pantai Timur Pangandaran.
2. Untuk mengetahui tanggapan nelayan tentang kebijakan penetapan
harga yang terjadi pada penjualan ikan di Pantai Timur Pangandaran.
3. Untuk mengetahui pengaruh saluran distribusi daan kebijakan
penetapan harga terhadap kepuasan nelayan di Pantai Timur
Pangandaran.
1.4
Tempat dan Waktu Penelitian
Pantai Timur Pangandaran Januari – April 2016.
Download