Panduan Operasional

advertisement
Panduan Operasional
Sistem Jejaring Rujukan
Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir
Puskesmas - Rumah Sakit
Edisi 1, September 2014
Panduan Fasilitasi
Pemantapan AMP
Panduan
Operasional
Panduan
Alat Pantau
Panduan Operasional
Sistem Jejaring Rujukan
Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir
Puskesmas - Rumah Sakit
DAFTAR
ISI
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Definisi
C. Tujuan Umum dan Khusus
D. Dasar Hukum
II
KERangka Pikir Kegawatdaruratan Ibu dan Neonatus
A. Rujukan Medis
B. Sistim Rujukan Efektif, Efisien dan Berkeadilan
C. Alur Rujukan
D. Tatakelola yang baik
IIIPengorganisasian
A. Pernyataan Kerja-sama jejaring Sistem Rujukan
B. Peran Kelompok Kerja Medis dan Non-Medis
IV Pelayanan Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan
Bayi Baru Lahir (Neonatus)
A. Pra Rujukan
1. Promosi Tanda Bahaya
2. P4K (Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi)
3. Kelas Ibu dan Bapak
4. Pemanfaatan Buku KIA
5. PWS-KIA (elektronik)
B. Pelayanan Rujukan
1. Komponen Rujukan
a. Komponen Tanda Bahaya
b. Komponen Stabilisasi
c. Komponen Konseling
d. Komponen Komunikasi
e. Komponen Pengantar
f. Komponen Transportasi
g. Komponen Peralatan dan Obat
h. Komponen SOP Pelayanan
2. Paket Persiapan Rujukan
C. Fasilitas Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL (Neonatus)
1. PPGDN Pelayanan Dasar
2. Puskesmas PONED
3. Rumah Sakit PONEK
V
Monitoring dan Evaluasi
A. Alat Pantau Kinerja Jejaring Sistim Rujukan
B. AMP (Audit Maternal dan Perinatal)
C. Mekanisme Umpan Balik
VIPenutup
Lampiran
DAFTAR
SINGKATAN
AMP
: Audit Maternal Perinatal
AKI
: Angka Kematian Ibu
AKB
: Angka Kematian Bayi
AKN
: Angka Kematian Neonatal
APN
: Asuhan Persalinan Normal
BBL
: Bayi Baru Lahir
BDD
: Bidan Di Desa
BPS
: Bidan Praktek Swasta
GIS:
Geografic Information System
HPP:
Hemorrage Post Partum
JAMPERSAL : Jaminan Persalinan
LKBK
: Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan
MDGs:
Millenium Development Goals
MPS
: Making Pregnancy Saver
PEB
: Pre Eklamsi Berat
PMK
: Penanganan Metoda Kanguru
POKJA
: Kelompok Kerja
P4K
: Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
PK
: Perjanjian Kerjasama
POLINDES : Pondok Bersalin Desa
PONED
: Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
PONEK
: Pelayanan Obstetri Emergensi Komprehensif
POSKESDES : Pos Kesehatan Desa
PPGDON
: Program Penanganan Gawat Darurat Obstetri dan Neonatal
RSIA
: Rumah Sakit Ibu dan Anak
RPJMN
: Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional
RTI:
Reseach Triangle Institute
Tabulin
: Tabungan Ibu Bersalin
TIK
: Teknologi Informasi Komunikasi
SDKI
: Survei Demografi Kesehatan Indonesia
SEKDA
: Sekretariat Daerah
UGD
: Unit Gawat Darurat
DAFTAR
PENGERTIAN & ISTILAH
Ibu
Ibu hamil, bersalin, dan masa nifas (ibu yang telah melahirkan sampai dengan masa
42 hari).
Bayi baru lahir
Bayi baru lahir umur 0 – 7 hari.
Neonatus
Bayi umur 0 – 28 hari.
Kegawatdaruratan
Kondisi ibu hamil, bersalin, dan nifas serta bayi baru lahir dengan komplikasi/
penyulit yang menyertai atau diperberat oleh kehamilan, persalinan, dan nifas.
Sistem rujukan
Penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggungjawab
secara timbal balik baik vertikal maupun horisontal, struktural, dan fungsional
terhadap suatu penyakit, masalah kesehatan ataupun permasalahan kesehatan.
Forum Masyarakat Madani
Wadah atau arena untuk perluasan partisipasi masyarakat dalam pelayanan KIA.
Tata kelola/Governance
Penerapan tatakelola yang baik.
Tata kelola klinis
Penerapan tata kelola yang baik dalam pelayanan medis sesuai standar, manajemen
resiko, keterbukaan, pendidikan dan pelatihan, audit klinis, efektivitas klinis,
penelitian dan pengembangan.
PPGDON
Pelayanan Penanganan Gawat darurat Obstetri dan Neonatal di tingkat pelayanan
bidan/perawat.
PONED
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar di tingkat pelayanan dasar
(Puskesmas, Balkesmas).
PONEK
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif di tingkat pelayanan rujukan
(Rumah Sakit).
Angka Kematian Ibu
Angka yang menunjukkan rasio kematian ibu hamil, bersalin, dan nifas yang
diakibatkan oleh penyebab langsung maupun tidak langsung kecuali kecelakaan.
Angka Kematian Bayi
Angka yang menunjukkan rasio kematian bayi baru lahir yang diakibatkan oleh
penyebab langsung maupun tidak langsung kecuali kecelakaan.
Pedoman Kemenkes RI yang dioperasionalkan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pedoman dan Modul APN
Pedoman dan Modul RS PONEK
Pedoman dan Modul Puskesmas PONED
Pedoman PPGDON
Pedoman PWS-KIA dan Perangkat Lunak/Software Kartini
Pedoman Kemitraan Bidan dan Dukun
Pedoman P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi
8. Pedoman AMP
9. Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan
dan Nifas (Kementerian Kesehatan 2011)
10. Pedoman Kelas Ibu dan Anak dan Lembar Balik
Panduan Operasional Jejaring Sistem Rujukan
Kegawat-daruratan Ibu dan Neonatal
1. Alat Pantau Kinerja dilengkapi dengan Panduan Operasional
Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL/
Neonatal
2. Pedoman Teknis Civikus Indeks
3. Pedoman Teknis Forum Masyarakat Madani
4. Buku Saku Motivator KIA 2012
5. Pedoman Teknis POKJA
6. Pedoman Teknis PK (Perjanjian Kerjasama)
7. Pedoman Teknis Maklumat Pelayanan
8. Padoman teknis Monitoring Pelayanan
9. Pedoman Implementasi SIJARIEMAS
10. Panduan Fasilitasi Penyesuaian Pedoman AMP 2010
PENGANTAR
Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir (BBL)/Neonatus di Indonesia memperlihatkan
Angka Kematian Ibu 359/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian BBL
19/1000 kelahiran hidup pada SDKI 2012 yang lalu.
Untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran
hidup, masih diperlukan akselerasi kegiatan agar target AKI yang berada diluar
jalur dan AKN yang cenderung stagnan dapat dicapai. Berbagai kebijakan dan
program telah disiapkan dan diimplementasikan selama ini, baik program lama
maupun yang baru diluncurkan, tentunya membutuhkan kerja keras berbagai
pihak pengelola program dan sektor untuk secara bersama sama saling
berkoordinasi dalam menjalankannya.
Program EMAS (Expanding Maternal Neonatal Survival) bantuan USAID
diluncurkan pemerintah Indonesia di 6 Provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) sejak dari tahun
2011-2016. Program ini didukung oleh 5 Institusi Mitra yaitu JHPIEGO, Save the
Children, Research Triangle Institute, Muhammadiyah dan Lembaga Kesehatan
Budi Kemuliaan secara terpadu.
Salah satu keluaran dari Program EMAS yaitu berfungsinya Sistem Rujukan
Kegawat-daruratan Ibu dan BBL (Neonatal) yang efektif, efisien dan berkeadilan
di semua kabupaten yang di fasilitasi yaitu 10-30 kabupaten selama 5 tahun,
agar kematian ibu dan BBL (Neonatus) dapat dicegah sebanyak-banyaknya. Hasil
Kajian awal di 10 kabupaten tahun I memperlihatkan adanya ketidakselarasan
pelayanan rujukan antar fasilitas dan belum memadainya implementasi berbagai
program pelayanan Ibu dan BBL (Neonatus) di lapangan yang seyogianyanya
berjalan beriringan dan terpadu. Hal ini mengakibatkan keluaran dan dampak
yang diharapkan masih belum memadai.
Melalui Program EMAS diupayakan suatu pendekatan komprehensif dan
terpadu, didukung dengan sistem tatakelola (governance), teknologi informasi
komunikasi terkini, alat monitoring dan evaluasi untuk memfungsikan semua
progam terkait dengan Pelayanan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL (Neonatus)
dengan memanfaatkan Alat Pantau Kinerja Jejaring Sistim Rujukan dengan
disertai Pedoman Operasional yang terpadu dan komprehensif serta dilengkapi
dengan semua Pedoman Teknis terkait untuk mencapainya.
Bagian 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia masih cukup memprihatinkan terlebih
apabila dibandingkan dengan negara tetangga di Asia. Data terakhir yang ada yaitu
AKI dan AKB dari SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2012. AKI
berada pada posisi 359/100.000 kelahiran hidup dan AKB ada di 34/1000 kelahiran
hidup. Angka ini lebih memprihatinkan apabila dilihat dari jumlah riil kematian
ibu dan bayi. Kematian bayi, khususnya komponen neonatus memberi kontribusi
kematian yang cukup besar yaitu kurang lebih sebesar 40% dan komponen ini
sangat terkait dengan pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.
Situasi ini membuat program Kesehatan Ibu dan Bayi harus melaksanakan
upaya akselerasi dalam pelayanan persalinan dan komplikasinya karena hampir
semua ibu hamil sudah bertemu dengan tenaga kesehatan pada saat mereka
mendapatkan pelayanan antenatal pertama kali. Angka capaian tahun 2011
menunjukkan Kunjungan Pertama Antenatal (K1) mencapai 95%. Sayangnya
belum semua ibu tersebut mendapatkan pelayanan Antenatal berkualitas,
mengingat angka kunjungan antenatal minimal 4 kali (K4) lebih kecil yaitu 89%
dan bahkan belum semua mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terampil (Pn. 84%), serta masih cukup banyak yang melahirkan
dirumah. Hal ini cukup memprihatinkan padahal pemerintah telah meluncurkan
program dengan tujuan “universal coverage” yang artinya pelayanan persalinan
bagi semua ibu hamil.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
1
Walaupun demikian, telah makin banyak persalinan di tolong di fasilitas kesehatan
mulai dari Poskesdes/Polindes, BPS (Bidan Praktek Swasta), Puskesmas, Rumah
Sakit Ibu dan Anak maupun Rumah Sakit Umum baik pemerintah maupun swasta
yang berdampak terdorongnya kematian ke tingkat RS.
Selayaknya kematian ibu dan bayi dapat dicegah sebanyak mungkin, namun
pada kenyataannya angka menunjukkan bahwa kematian menurun sangat
lambat dan data menunjukkan bahwa semakin banyak kematian terjadi di rumah
sakit, bahkan di beberapa provinsi jumlah tersebut sangat meningkat, walaupun mungkin merupakan rujukan tidak berkualitas. Hal ini dapat diakibatkan
karena pelayanan di tingkat institusi pelayanan belum prima ataupun terjadi
keterlambatan pelayanan rujukan ibu dan BBL/neonatus yang mengakibatkan
sangat terlambat pula ketibaan ibu/BBL/neonatus di fasilitas pelayanan rujukan.
Di Indonesia sudah sangat dikenal istilah “3 terlambat” yang menjadi penyebab
kematian ibu dan neonatal yaitu terlambat pengambilan keputusan di tingkat
keluarga, terlambat mencapai fasilitas pelayanan dan terlambat mendapat
pertolongan di tingkat fasilitas.
Oleh sebab itu untuk mengatasi “3 terlambat” tersebut di atas, perlu disiapkan
suatu jejaring sistem pelayanan rujukan kegawatdaruratan termasuk persiapan
keluarga ibu hamil/BBL/Neonatus di tingkat keluarga, masyarakat baik dari
segi sosial ekonomi, pendidikan, budaya, agama sampai ke tingkat pelayanan
dasar bidan di desa, Bidan Praktek Swasta, Puskesmas, praktik dokter, pelayanan
rujukan primer, sekunder dan tersier bila diperlukan.
Panduan Operasional ini dimanfaatkan oleh Penanggung Jawab Lintas Program
dan Sektor Kabupaten/Kota terkait dalam penanganan kegawatdaruratan Ibu
dan bayi Baru Lahir/neonatus untuk memfokuskan pada bagaimana upaya
peningkatan kinerja jejaring sistim rujukan kegawatdaruratan (memanfaatkan
Alat Pantau Kinerja) di suatu kabupaten/kota dimulai dari membangun jaringan
rujukan, persiapan masyarakat, fasilitas-fasilitas rujukan yang akuntabel yang
akan dapat berfungsi dengan efektif, efisien dan berkeadilan secara terpadu.
B. Definisi
1. Sistem Rujukan sesuai UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009.
2. Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL/Neonatus.
Pelayanan Kegawatdaruratan ibu dan neonatus adalah penanganan kasus
ibu-neonatus yang mengalami penyulit dan memerlukan penanganan adekuat
2
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
dari tingkat pelayanan dengan kompetensi terendah sampai tertinggi secara
berkolaborasi.
C. Tujuan
Tujuan Umum
Tersedianya jejaring sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan ibu dan BBL/
neonatus yang berfungsi secara efektif, efisien dan berkeadilan.
Tujuan Khusus
• Membangun jejaring pelayanan sistem rujukan ibu dan BBL/neonatus yang
berfungsi secara efektif, efisien dan berkesinambungan.
• Memerankan organisasi penanganan pelayanan jejaring sistem rujukan
(POKJA Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan) sebagai pengawal.
• Menata mekanisme sesuai alur pelayanan rujukan penanganan kegawatdaruratan.
• Memanfaatkan berbagai panduan teknis dan alat yang tersedia (KIA,
Tatakelola, TIK, Pemberdayaan Ormas dan lain-lain.)
• Melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi agar pelayanan dalam jejaring
rujukan gawat darurat akuntabel.
• Memanfaatkan alat pantau kinerja untuk meningkatkan kinerja jejaring sistem
rujukan secara berkesinambungan.
D. Dasar Hukum
Beberapa dasar hukum terkait, yaitu:
1. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
4. UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
5. UU No. 11 tahun 2008 tentang Telekomunikasi.
6. Permenkes RI No. 1464 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek
Bidan.
7. PP terkait Kesehatan Ibu dan Bayi.
8. PERDA Terkait Kesehatan Ibu dan Bayi.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
3
4
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Bagian II
Kerangka Pikir
Rujukan
Kegawatdaruratan
Ibu & Bayi
Baru Lahir
Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL (Neonatus) membutuhkan suatu jejaring
rujukan medis antar fasilitas yang perlu dimantapkan.
Di dalam Undang Undang No. 46 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang
Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rujukan tidak hanya terdapat
dibidang kegawatdaruratan tetapi juga rujukan perorangan dan kesehatan
masyarakat lainnya. Dalam Panduan ini, tidak semua jenis rujukan dimanfaatkan di
dalam kerangka pikir.
Untuk membangun dan memfungsikan suatu jejaring sistem rujukan kegawatdaruratan yang efektif, efisien dan berkeadilan maka di kembangkan 4 (empat) pola
pikir yang saling berkaitan dan menunjang agar sistem dapat beroperasi secara
komprehensif dan terpadu.
Ke empat pola pikir yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
A. Rujukan Medis
B. Sistem Rujukan Efektif, Efisien, dan Berkeadilan
C. Mekanisme Alur Rujukan
D. Tata Kelola yang Baik
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
5
A. Rujukan Medis
Rujukan Medis sesuai Undang Undang Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 merupakan
kegiatan rujukan yang berkaitan dengan urusan medis dan dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Rujukan Kasus
Rujukan kasus merupakan rujukan yang berkaitan
dengan kasus yang dialami klien dalam hal ini
komplikasi ibu dan bayi baru lahir/neonatus.
2. Rujukan Laboratorium
Rujukan bahan laboratorium yang berkaitan dengan
kebutuhan diagnosa komplikasi ibu dan bayi baru
lahir/neonatus.
3. Rujukan Ilmu
Rujukan ilmu pengetahuan diantara tenaga kesehatan
dalam rangka peningkatan pengetahuan penanganan komplikasi ibu dan bayi
baru lahir/neonatus dimana pihak yang lebih kompeten akan memberikan ilmu
sesuai kebutuhan dan kewenangan.
B. Sistem Rujukan Efektif, Efisien, dan Berkeadilan
Sistem rujukan dibangun dengan membuat jejaring antar fasilitas dan pemangku
kepentingan agar pelayanan rujukan kegawat-daruratan ibu dan BBL/Neonatus
dapat menjadi efektif, efisien dan berkeadilan.
Terdapat dua prinsip yang perlu diperhatikan agar dapat dihasilkan suatu sistem
jejaring pelayanan rujukan yang efektif, efisien dan berkeadilan, yaitu:
1. Kolaborasi
2. Pertukaran Informasi
6
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
1. Prinsip Kolaborasi
Mengingat Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia berjenjang dari tingkat
kompetensi terendah di tingkat bidan di desa atau Bidan Praktik Swasta
sampai tingkat tertinggi yaitu Rumah Sakit tersier yang melibatkan pelayanan
sektor pemerintah maupun swasta serta mempunyai tingkat kewenangan
yang berbeda maka prinsip kolaborasi antar fasilitas yang berbeda tersebut
menjadi sangat penting khususnya bagi komplikasi Ibu dan BBL (Neonatus)
yang merupakan keadaan gawat darurat. Sangat penting pula untuk bersamasama memahami peran dokter spesialis di Kabupaten/jejaring rujukan sebagai
pembina fungsional dalam kolaborasi ini. Kolaborasi antar fasilitas baik publik
maupun swasta diharapkan akan membentuk suatu jejaring sistem rujukan
pelayanan kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir/neonatus di dalam suatu
wilayah tertentu misalnya suatu kabupaten atau kota tertentu.
Dengan kolaborasi jejaring pelayanan seperti tersebut diatas maka di suatu
wilayah dengan minimal 500.000 penduduk, sejalan dengan strategi Making
Pregnancy Saver (MPS) yang diterapkan di Indonesia, maka kematian ibu dan
bayi dapat dicegah lebih 70%. Sisa 20-25% merupakan kontribusi dari Program
Keluarga Berencana (KB).
Hal ini telah diakomodasi dalam RPJMN dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kesehatan yang tertera dalam Permendagri/Permenkes yang keluar setiap
tahunnya dan terdiri dari:
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
7
• Pelayanan ibu hamil, bayi dan KB.
• Pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil.
• Penyediaan pelayanan PONED minimal di 4 puskesmas perawatan terpilih dan
Rumah Sakit PONEK.
Panduan Operasional Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Kegawatdaruratan Ibu
dan Bayi Baru Lahir (Neonatus) Puskesmas - Rumah Sakit
Merupakan kewajiban minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah
setempat bagi pemenuhan hak kesehatan rakyatnya.
Di tingkat Kabupaten/Kota terdapat 3 tingkat kemampuan pelayanan kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir seperti yang terlihat pada gambar di halaman
sebelumnya, yaitu:
1. Rumah Sakit PONEK (Pedoman RS PONEK dan RSIA)
2. Puskesmas PONED (Pedoman Puskesmas PONED)
3. Bidan di Desa atau BPS yang mampu memberikan PPGDON (Pedoman
PPGDON).
2. Pertukaran Informasi
Agar dapat terbangun suatu jejaring sistem rujukan yang efektif dan efisien,
maka antar pemberi layanan di semua fasilitas yang telah berjejaring seyogianya
harus terjadi suatu pertukaran informasi yang tepat dan sama.
Hal ini harus secara berkesinambungan disosialisasikan agar semua pemberi
layanan dalam suatu jaringan bisa saling berkomunikasi dengan baik, tepat
sasaran karena memiliki informasi dan pemahaman yang sama.
Pertukaran informasi bisa berbentuk media cetak berupa surat, pedoman, leaflet,
poster, buku saku maupun elektronik berupa SMS, email, atau dalam pertemuan,
magang, pembinaan, pelatihan dan lain-lain.
8
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
C. Mekanisme dan Alur Pelayanan Rujukan (Persiapan, Pelaksanaan,
Pemantauan)
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
9
D.Tata Kelola yang Baik (Good Governance)
Tata kelola yang baik mengusung prinsip akuntabel, transparan, partisipasi berbagai
pihak. Dengan adanya tata kelola yang baik, maka lingkungan untuk berfungsinya
suatu jejaring sistem rujukan akan terbangun dan diharapkan dapat berfungsi
dengan efektif, efisien dan berkeadilan.
Berbagai “alat” tata kelola dikenal dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan di atas:
1. Perjanjian Kerjasama (PK) Antar Fasilitas
PK bertujuan membangun jejaring pelayanan rujukan antar berbagai macam
fasilitas publik maupun swasta dari berbagai jenjang pelayanan yang selaras dan
saling berkolaborasi serta berkoordinasi. Karena inti dari PK adalah membangun
jejaring sistem rujukan maka sebelum PK ditandatangani, lakukan terlebih
dahulu penataan dan penyepakatan minimal ke-7 kebutuhan inti proses rujukan
sebagai berikut yaitu:
a). Mekanisme rujukan antar pemberi layanan dan fasilitas.
b).Alur rujukan setempat termasuk fasilitas swasta.
c). Alur data, kewajiban melaporkan dan audit kematian.
d).Pemetaan tugas dan fungsi masing masing fasilitas yang berjejaring.
e). Pembinaan klinis dan manajemen dalam jaringan.
f ). Mekanisme pembiayaan jaminan social setempat.
g).Mekanisme dan cara berkomunikasi. (lihat Bab II untuk rincian kegiatan dan
Pedoman Teknis PK Program EMAS 2012)
2. POKJA Jejaring Sistem Rujukan Kegawatdaruratan, TIK, Tatakelola dan
Peran Serta Masyarakat
POKJA bertujuan membantu pemerintah dalam mengawal berfungsinya jejaring
sistem rujukan yang akan mengacu pada akselerasi penurunan kematian ibu dan
BBL (Neonatus) dalam mencapai “zero tolerance” kematian. (Lihat Bab II dan No.
1-6 Pedoman Teknis POKJA).
3. Forum Masyarakat Madan (FMM)
FMM bertujuan membantu masyarakat sipil untuk mencapai hak atas pelayanan
kesehatan yang berkualitas. (Pedoman Teknis FMM Program EMAS 2012).
4. Maklumat Pelayanan
Merupakan Janji fasilitas dalam memberikan pelayanan yang berkualitas pada
rakyat dan telah disepakati bersama FMM sebagai wakil rakyat. Maklumat
pelayanan sejalan dengan PK yang ditandatangani. Bertujuan agar fasilitas
akuntabel memberikan pelayanan berkualitas sesuai dengan yang dijanjikan.
(Pedoman Teknis Maklumat Pelayanan Program EMAS 2012).
10
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
5. Kartu Laporan Warga
Merupakan alat yang dapat dimanfaatkan FMM. Bertujuan untuk memantau
atau mendukung agar fasilitas dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan rakyat
dan janji yang telah disepakati pada Maklumat Pelayanan. (Pedoman Teknis KLW
Program EMAS 2012).
Selain itu bisa pula dipakai metoda lain, misalnya temu pelanggan bersama
FMM dan fasilitas atau Diskusi Kelompok berupa Kelompok Pemantauan
Kolaboratif (KPK) dan Pemantauan Bersama (PB) atau penelitian yang
dilaksanakan FMM. (Pedoman Teknis Monitoring Pelayanan 2013).
6. Mekanisme Umpan Balik
Ada beberapa macam cara dapat dipakai, antara lain kotak saran, “SMS
Getaway”, dan unit pengaduan.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
11
12
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Bagian III
Pengorganisasian
A. Pernyataan Kerja Sama (PK) Jejaring Sistem Rujukan
1. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional Indonesia melibatkan berbagai macam fasilitas dari
tingkat pelayanan dasar sampai pelayanan rujukan tersier di tingkat rumah
sakit. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir bahkan jauh sampai tingkat
desa melalui Pos Kesehatan Desa (POSKESDES/POLINDES), Bidan Praktik Swasta
dan Dokter praktik swasta. Hal ini berbeda dengan berbagai Negara dengan
kematian ibu dan bayi yang rendah di beberapa tetangga seperti Malaysia,
Singapura, Thailand yang sudah mengandalkan rumah sakit sebagai satusatunya tempat persalinan. Pertolongan gawat darurat tentunya akan mudah
diberikan dalam penyelamatan ibu dan bayi.
Oleh sebab itu, semua pemberi pertolongan persalinan baik publik maupun
swasta di suatu wilayah sangat perlu berada dalam suatu jejaring sistem rujukan
yang solid agar dapat memberikan pelayanan gawat darurat secara efektif,
efisien, dan berkeadilan.
Maka, jaringan sistim rujukan perlu di tata kelola, dengan menyepakati berbagai
hal yang dibutuhkan untuk merujuk ibu dan bayi baru lahir/neonatus yang
mengalami komplikasi dan dalam situasi gawat darurat. Selanjutnya setelah
penataan dan kesepakatan dibuat maka dilakukan penandatanganan suatu
Perjanjian Kerjasama (PK) antar semua fasilitas terkait termasuk fasilitas swasta.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
13
2. Tujuan Umum
Tertatanya jejaring sistem kegawatdaruratan ibu dan BBL/neonatus di suatu
wilayah (kabupaten/kota, antar kabupaten/kota dan antar provinsi).
3. Tujuan Khusus
a. Menata mekanisme rujukan dalam jejaring dari tingkat masyarakat sampai
RS.
b. Menyepakati alur rujukan yang melibatkan institusi publik maupun swasta.
c. Memetakan dan menyepakati tugas dan fungsi masing masing fasilitas
sesuai kewenangan.
d. Menyepakati mekanisme laporan termasuk kematian dan wajib melakukan
audit.
e. Menyepakati metoda dan mekanisme komunikasi yang dibangun.
f. Menyepakati mekanisme pembiayaan jaminan sosial sesuai situasi setempat.
g. Menyepakati mekanisme pembinaan klinis dan manajemen dalam jejaring.
4. Rincian Kesepakatan
a. Menata mekanisme rujukan dalam jejaring dari tingkat masyarakat
sampai RS.
Menata mekanisme/tatakelola rujukan antar fasilitas ditata bahkan bisa
mengaitkan keluarga, kader dan dukun, BDD, BPS, Puskesmas, RS oleh
penanggungjawab di Dinas Kesehatan, Tim RS, Organisasi Profesi terkait.
Contoh: dukun tidak boleh menolong persalinan dan bermitra dengan bidan,
Buku KIA wajib digunakan, P4K bagi semua ibu, merujuk harus distabilisasi
oleh pelayanan dasar dan diantar, dan lain-lain.
b. Menyepakati alur rujukan yang kemungkinan melibatkan institusi
publik maupun swasta.
Alur rujukan perlu diatur karena jejaring melibatkan semua institusi dengan
beda kewenangan termasuk instusi swasta (perlu ditata dalam rangka
menjamin pelayanan rujukan terakses dengan cepat) Alur perlu ditata sesuai
fasilitas dan kebijakan yang ada di kabupaten/kota masing-masing.
14
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Contoh:
c. Memetakan dan menyepakati tugas dan fungsi masing masing fasilitas
sesuai kewenangan
Pemetaan kemampuan dan kewenangan diperlukan agar perujuk
mengetahui dengan jelas kemana kasus harus dirujuk. Setiap kabupaten/
kota tentunya mempunyai peta kekuatan pelayanan KIA dimulai dari
berapa jumlah dan di daerah mana dukun perlu dimitrakan, berapa bidan
di desa dan Bidan Praktik Swasta atau klinik KIA atau Klinik spesialis berada,
kemampuan gawat darurat apa dan oleh siapa kewenangan diberikan.
Misalnya: Dukun tidak boleh menolong persalinan, BDD mampu apa, BPS
mampu apa, Puskesmas A-D mampu apa, Puskesmas C-D, E mampu PONED,
RS mampu PONEK mana saja.
Contoh, buat peta:
• Kekuatan BDD dan BPS mana yang mampu APN dan mana mampu
PGDON atau semua mampu keduanya.
• Kekuatan Puskesmas mana mampu stabilisasi yang akan merujuk ke
Puskesmas PONED.
• Rumah Sakit mana dengan kemampuan PONEK baik publik maupun
swasta.
d. Menyepakati mekanisme laporan termasuk laporan kematian dalam
3x24 jam dan kewajiban melakukan audit.
Dalam rangka menghindari ketidaktepatan data cakupan pelayanan ibu dan
BBL di wilayah setempat, maka perlu mekanisme pelaporan ditata, termasuk
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
15
laporan dari pelayanan swasta. Gambarkan alur laporan yang disepakati.
Selain itu perlu diatur mekanisme laporan kematian dalam 3 x 24 jam yang
segera akan dilakukan audit pada bulan berjalan, mengingat kasus yang
sama dapat muncul kembali sebelum masalah diatasi.
e. Menyepakati metode dan mekanisme komunikasi yang dibangun.
Metode komunikasi di era modern sudah cukup canggih di Indonesia,
Efektivitas dan efisiensi rujukan dapat memanfaatkan SMS, telpon, hot line,
email, dan lain-lain. Maka, kabupaten/kota dapat menyepakati metode yang
sesuai dan dapat dimanfaatkan di wilayah kerjanya. Kemampuan penyediaan
sarana sesuai kemampuan telekomunikasi yang ada. Selain itu mekanisme
komunikasi juga perlu diatur, siapa saja yang terlibat, cara komunikasi, dari
mana kemana, biaya dan lain-lain.
f. Menyepakati mekanisme pembiayaan jaminan sosial yang disesuaikan
dengan situasi setempat.
Setiap daerah mempunyai kebijakan pembiayaan jaminan yang berbeda.
Bagaimana mekanisme pembagian insentif bila rujukan ditangani oleh
beberapa provider. Apakah kasus persalinan yang mendadak harus dirujuk
ke RS atau puskesmas, siapa mendapat apa. Apakah transportasi, pengantar,
keluarga dan darah tersedia bagi keluarga miskin, dan lain-lain.
g. Menyepakati mekanisme pembinaan klinis dan manajemen dalam
jejaring.
Kabupaten diharapkan merencanakan bagaimana rencana pembinaan
dalam jejaringnya. Pembinaan dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk
misalnya pendampingan, pelatihan, magang, pembinaan spesialis, learning,
teleconference, seminar, dan lain-lain. Bisa pula melibatkan organisasi
profesi, JNPK KR, institusi swasta, dll. Bagaimana pembiayaannya, siapa yang
membiayai, dan lain-lain.
Pernyataan Kerja Sama akan ditandatangani setelah tata kelola diatur dan
disepakati oleh semua jejaring fasilitas dan para pemangku kepentingan yang
telah bersepakat untuk memberikan pelayanan rujukan kegawatdaruratan
secara terpadu baik oleh institusi swasta maupun pemerintah sesuai dengan
peran dan kewenangan serta sesuai dengan situasi setempat.
Di bawah ini akan dilampirkan contoh Perjanjian Kerja Sama antar fasilitas
di suatu kabupaten/kota tertentu yang harus disesuaikan oleh pemerintah
daerah setempat sesuai keadaan sarana prasarana dan tenaga kesehatan serta
kesepakatan masing-masing.
16
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Kesepakatan dalam penataan jejaring sistem rujukan diatas dapat termuat
dalam paragraf di PK atau dimuat sebagai lampiran.
Selain itu kesepakatan di daerah yang sudah ada yang berhubungan dengan
rujukan bisa dipakai dan dilampirkan pula. Misalnya: apabila sudah ada
kesepakatan penyediaan darah, SK pengaturan pelayanan dukun, Kerjasama
dengan IBI dalam pelayanan BPS, dan lain-lain.
Contoh Perjanjian Kerja Sama (PK)
(perlu dilakukan penyesuaian di setiap daerah, karena penataan dan mekanisme
serta kesepatan pasti berbeda tergantung sarana dan prasarana yang ada,
geografi, kultur, politik, sosial ekonomi, dan lain-lain)
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
17
18
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
19
20
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
21
B. Peran Kelompok Kerja Medis dan Non-Medis
PENGORGANISASIAN TINGKAT KABUPATEN
1. Latar belakang
Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia sudah menunjukkan
penurunan yang cukup berarti selama dasawarsa terakhir, angka SDKI 201
menunjukkan AKI 359/100.000 kelahiran hidup dan AKN 34/1000 kelahiran
hidup. Walaupun demikian, angka ini masih cukup jauh untuk dicapai dalam
rangka pemenuhan target capaian MDGs tahun 2015 yaitu AKI sebesar
102/100.000 kelahiran hidup dan masih berada diluar jalur. Sedangkan untuk
kematian bayi selama dasawarsa ini kurang menunjukkan penurunan walaupun
masih di dalam jalur capaian target MDGs, sedangkan kematian neonatal
khususnya bayi baru lahir memberikan kontribusi yang cukup besar.
Berbagai upaya strategis telah dilaksanakan termasuk pendekatan MPS
(Making Pregnancy Saver) dimana dikenal tiga kunci utama yaitu persalinan
oleh tenaga kesehatan terampil, penyediaan pelayanan kegawat-daruratan dan
penyediaan pelayanan Keluarga Berencana. Sejauh ini pelayanan persalinan
oleh tenaga kesehatan terampil secara signifikan meningkat dan akan
meningkat terus mencapai 100% dengan adanya JAMPERSAL yang merupakan
“universal coverage” bagi semua ibu hamil, bersalin dan nifas termasuk bayi
baru lahir/neonatus. Keadaan ini selain menunjukkan kemajuan juga tetap
memprihatinkan, mengingat JAMPERSAL belum dimanfaatkan secara maksimal
dan kematian ibu dan bayi baru lahir/neonatus menurun tidak sesuai harapan.
Sejak tahun 2014, pemerintah mengimplementasikan sistem jaminan kesehatan
menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan semakin meningkatnya
persalinan di fasilitas maka kematian ibu dan bayi baru lahir/neonatus bergeser
ke fasilitas. Keadaan ini diasumsikan bahwa kemungkinan masih tetap terjadi
ketiga keterlambatan penyebab kematian ibu dan bayi baru lahir/neonatus
yaitu terlambat pengambilan keputusan di tingkat keluarga, keterlambatan
mencapai fasilitas pelayanan dan keterlambatan dalam pelayanan di fasilitas.
Keterlambatan ini sangat terkait erat dengan belum berfungsinya secara efektif,
efisien jejaring sistem rujukan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir/neonatus yang ada.
Untuk itu perlu dilakukan akselerasi penurunan kematian ibu dan bayi baru
lahir/neonatus melalui pemantapan sistem rujukan kegawatdaruratan. Oleh
22
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
sebab itu, maka Pemerintah Indonesia melalui bantuan USAID mengembangkan
model Program “EMAS” Pemantapan Sistem Rujukan Kegawatdaruratan
Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir/Neonatus yang akan dibantu
implementasinya oleh Kemitraan 5 institusi yaitu JHPIEGO, Save the Children,
RTI (Research Triangle Institute), Muhammadiyah dan LKBK (Lembaga Kesehatan
Budi Kemuliaan).
POKJA PEMANTAPAN JEJARING SISTEM RUJUKAN KEGAWATDARURATAN IBU DAN BAYI BARU LAHIR (NEONATUS)
Pokja ini akan bertugas melakukan:
• Analisis situasi sistem rujukan kegawat-daruratan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir
• Membuat rekomendasi pemecahan masalah dan usulan rencana kerja yang
berasal dari permasalahan klinis mupun non klinis yang muncul dalam
jejaring sistem rujukan.
• Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja jejaring sistem rujukan.
• Menindaklanjuti masukan dari masyarakat melalui masukan Forum
Masyarakat Madani dan Umpan balik lainnya.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
23
CONTOH.
POKJA Pemantapan Jejaring Sistem Rujukan
Kegawatdaruratan Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir
24
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Catatan:
POKJA bisa disesuaikan sesuai kebutuhan setempat, misalnya POKJA yang
mengutamakan lintas stakeholder bisa disatukan sedangkan TIM teknis gawat
darurat yang diharapkan bisa bertemu bulanan dalam mengatasi masalah
secepatnya dapat menjadi tim adhoc dari POKJA.
Apabila jejaring sistim rujukan telah berfungsi dengan baik, ada kemungkinan
peran POKJA bisa diambil alih oleh Dinas Kesehatan setempat.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
25
26
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Bagian IV
Pelayanan Rujukan
Kegawatdaruratan
Ibu & BBL/
Neonatus
A. Pelayanan Rujukan
Pelayanan rujukan dibawah ini dimanfaatkan oleh setiap tingkat pelayanan
sesuai kewenangan masing masing untuk mempermudah operasional persiapan
pelayanan. Semua standar pelayanan yang tertera dibawah ini mengacu pada
standar pelayanan yang ada dan mengacu pada APN, PPGDON, PONED dan
PONEK. Standar hanya dapat disesuaikan atau disepakati oleh Organisasi Profesi
atau spesialis setempat dalam memberikan kewenangan pada pemberi layanan
di bawahnya.
Cara memanfaatkannya adalah sebagai berikut:
Setiap tingkat pelayanan menggunting bagiannya dan ditempelkan di
fasilitas masing masing sesuai kewenangannya. Misalnya Bidan di desa/BPS
menggunting bagiannya dan tempelkan di Poskesdes/Polindes/Klinik BPS.
Tanda Bahaya dan Stabilisasi Pelayanan, alat obat dan SOP pelayanan di
transportasi
Puskesmas PONED
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
27
Tanda Bahaya dan Stabilisasi Pelayanan, alat obat dan SOP pelayanan di
transportasi
BDD/BPS
1. Komponen Tanda Bahaya
Tanda Bahaya selain yang diketahui ditingkat masyarakat, di tingkat pelayanan
setiap jenjang pelayanan mempunyai “tanda bahaya” dimana keputusan
merujuk harus diambil.
Tanda Bahaya untuk masing-masing kasus kegawatdaruratan.
Tanda Bahaya Komplikasi Maternal
28
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Tanda Bahaya Komplikasi Neonatus
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
29
30
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
2. Komponen Stabilisasi
Komponen stabilisasi, merupakan komponen yang sangat penting bagi semua
penolong komplikasi ibu dan BBL/neonatus dan harus dilaksanakan di setiap
tingkat pelayanan dari mulai di tingkat BDD/BPS sebelum melaksanakan
rujukan, karena berkontribusi dalam penyelamatan ibu dan BBL/Neonatus.
Setelah melaksanakan stabilisasi maka penolong persalinan atau BBL/neonatus
harus mengantar kasus ke sasaran fasilitas rujukan dengan kemampuan
diatasnya.
Persiapan stabilisasi ini perlu ditempel di dekat tempat pertolongan
dilaksanakan, agar pemberi layanan dapat dengan cepat dan tepat memberikan
pertolongan stabilisasi bila tanda bahaya muncul.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
31
32
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
33
3. Komponen Konseling
34
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
35
36
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
37
38
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Akhir dari suatu konseling yang berhasil maka akan ditandatangani inform
consent.
Inform Consent Dan Penolakan Rujukan
Persetujuan atau penolakan pasien atas pelayanan yang akan diberikan perlu
diketahui oleh petugas dan ada bukti tertulisnya dengan tujuan pasien diberi
informasi yang benar dan akuntabel atas apa yang akan dilakukan pada dirinya.
Format Inform consent tersedia di RS/Puskesmas masing masing (manfaatkan
yang sudah ada). Inform consent/penolakan kalau tidak ada bisa dituliskan di
status.
4. Komponen Tenaga Pengantar
Daftar Jaga menurut kompetensi
Daftar Jaga tidak saja bagi mereka yang memberikan pelayanan di dalam
gedung, tetapi juga bagi mereka yang harus mengantar pasien rujukan, sesuai
dengan kemampuan, mengingat selama dalam perjalanan tetap perlu dilakukan
pelayanan gawat darurat.
Komplikasi Maternal dan Neonatus dengan kemampuan:
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
39
40
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
5. Komponen Transportasi
Transportasi merupakan salah satu komponen penting dalam penanganan kasus
rujukan kegawat-daruratan maternal dan neonatal (BBL).
Transportasi perlu disiapkan selama 24 jam mengingat waktu emas beberapa
kasus sangat singkat, bahkan untuk perdarahan postpartum hanya 2 jam saja.
Guna ketersediaan transportasi 24 jam ada beberapa alternatif upaya yaitu:
a) Pemanfaatan ambulans 24 jam Puskesmas atau Rumah Sakit
• Jadwal supir dan kendaraan (ambulans ataupun kendaraan lainnya) perlu
dibuat setiap bulan baik di tingkat Rumah Sakit maupun Puskesmas.
Kendaraan tidak bisa hanya satu, apabila hanya ada satu, maka perlu
diupayakan mendata kendaraan yang ada dilingkungan, disepakati
dan dijadwalkan. Karena apabila hanya satu kendaraan, apabila saat
itu dipakai maka rujukan akan sulit dilakukan dengan tidak terlambat.
Beberapa kendaraan yang bisa disepakati yaitu: mobil Kepala Puskesmas,
ambulan pemadam kebakaran, mobil kecamatan, dan lain-lain.
• Ketersediaan bahan bakar telah disediakan oleh Puskesmas/RS.
• Biaya sesuai PERDA yang ada (gratis bagi gawat darurat, terlebih orang
miskin dan rentan).
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
41
b) P4K dengan ambulans desa perlu disiapkan untuk tingkat desa Program
ini perlu dilaksanakan mengingat letak geografi yang mungkin sulit dan
memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai fasilitas pelayanan yang
dituju sehingga tidak dapat mengandalkan ambulan yang ada di puskesmas
maupun di rumah sakit (Pedoman P4K).
“Ambulan desa” mungkin bukan merupakan ambulans yang telah diketahui
selama ini tetapi kendaraan apa saja yang ada di tingkat desa bahkan
kendaraan yang di tarik kuda atau kapal serta pesawat.
“Ambulans Desa tertera di dalam “stiker ibu hamil” dan berupa catatan yang
ada di bidan di desa ataupun kepala desa dan di tempelkan di kantor desa,
rumah kepala desa, bidan di desa.
42
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
6. Komponen Peralatan dan Obat
Peralatan dan obat yang perlu dibawa pada saat tenaga kesehatan mengantar
kasus maternal atau neonatal sesuai tabel di bawah ini.
Peralatan dan obat ini harus selalu disediakan dan siap 24 jam di tempat layanan
khususnya di UGD baik Puskesmas PONED maupun Puskesmas Perawatan
ataupun Puskesmas TT serta Poskesdes/BPS. Hal ini akan mendukung kecepatan
penanganan rujukan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL)
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
43
7. Komponen Sop Pelayanan
SOP Pelayanan yang dimaksud adalah SOP pada saat petugas kesehatan
mengantar kasus gawat darurat ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
SOP Maternal Komplikasi selama transportasi
44
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
45
SOP Pelayanan yang dimaksud adalah SOP pada saat petugas kesehatan
mengantar kasus gawat darurat ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
8. Komponen Komunikasi
Sistim pelayanan kesehatan di Indonesia berjenjang dari tingkat pelayanan
di tingkat desa sampai di tingkat kabupaten/kota yaitu dari pelayanan di
Poskesdes sampai Rumah Sakit tersier. Disetiap tingkat tersebut masing masing
fasilitas mempunyai kemampuan dan kewenangan yang berbeda termasuk
kategori jenis tenaga kesehatan antara lain bidan, perawat, dokter dan para
spesialis terkait.
Agar rujukan dapat berjalan dengan baik maka sangat diperlukan adanya
komunikasi antar fasilitas ataupun tenaga kesehatan yang berbeda dan fasilitas
tersebut harus berkolaborasi dalam suatu jejaring pelayanan, khususnya dalam
penanganan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL).
Di era elektronik dimana komunikasi makin mudah terlebih dijangkau dengan
makin meluasnya pemanfaatan telepon genggam, laptop, komputer, internet,
media sosial, dll. maka rujukan kasus, laboratorium dan ilmu akan sangat
terbantu di dalam proses penyelamatan ibu dan neonatal (BBL).
Komunikasi memperlancar dan meningkatkan kualitas sistim pelayanan rujukan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL).
46
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Komunikasi merupakan salah satu komponen penting agar sistem rujukan
dapat berfungsi dengan baik di suatu wilayah. Terlebih mengingat berbedanya
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan kegawatdaruratan yang ada.
Beberapa Komponen yang perlu disiapkan yaitu:
a. Manajemen KIA tingkat Kabupaten
Manajer KIA tingkat Kabupaten di Dinas Kesehatan perlu mengembangkan
kebijakan, strategi, intervensi dan kegiatan jejaring sistem rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL) agar kematian dan kesakitan dapat
dicegah.
Untuk itu Dinas Kesehatan memerlukan situasi analisis program KIA
yang di tentukan oleh adanya data data yang akurat baik data geografis,
infrastruktur, ekonomi, sosial, budaya, pelayanan KIA dan program KIA.
Salah satu alat yang dapat dikembangkan untuk memetakan data-data
diatas dengan akurat yaitu GIS (Geografic Information System). Dengan
GIS maka lokasi dan kemampuan fasilitas termasuk tenaga dan sarana
pendukung dapat diletakkan dengan lebih tepat dan terpantau secara
berkesinambungan agar sistim rujukan dapat berjalan dengan efisien, efektif,
serta berkeadilan.
Selain itu untuk mendukung pemantauan kegiatan pelayanan KIA dipakai
sistim PWS-KIA.
b. Data KIA
Data KIA dimanfaatkan untuk pengelolaan program KIA melalui sistem
PWS KIA. PWS KIA merupakan salah satu alat pantau jalannya program
KIA di suatu wilayah. Pemantauan ini dilaksanakan di sesemua tingkat
pemerintahan dari tingkat desa sampai provinsi bahkan pusat.
Dengan sistem ini semua ibu hamil dan BBL di suatu wilayah dapat terpantau
baik yang mendapatkan pelayanan dari bidan, dokter maupun spesialis
swasta maupun pemerintah dari:
• Sejak awal kehamilan dimana pelayanan antenatal diberikan.
• Tercatat kesehatannya dan terdeteksi apabila perlu dilakukan rujukan
kasus berupa konsultasi.
• Rujukan penanganan persalinan dengan risiko ataupun penyulit terencana
ataupun,
• Rujukan kegawatdaruratan.
• Persalinan normal.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
47
• Pelayanan KB.
• Pelayanan nifas.
• Pelayanan neonatal.
Data ini dicatat di dalam kohort ibu dan kohort bayi serta Buku KIA yang
berada di tangan ibu hamil.
Selama ini PWS-KIA dilaksanakan secara manual, walaupun sejak tahun 2009
telah direformasi mengakomodasi pelayanan KIA terpadu dan tehnologi
informasi kedalam bentuk software/perangkat lunak komputer dengan Nama
PWS Kartini. Belum banyak kabupaten memanfaatkan software/ perangkat
lunak ini mengingat di seluruh Indonesia baru tersedia pelayanan online di
tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas di Indonesia masih
akan dikembangkan dalam tahun-tahun mendatang termasuk jaringan
pelayanan di tingkat desa.
Untuk mempermudah bidan didesa dalam mencatat dan melaporkan
kegiatannya maka teknologi informasi dapat membantu proses PWS-KIA dari
tingkat desa sehingga data ibu hamil dengan faktor resiko dan resiko tinggi
dapat terdata dan dikenali di tingkat Puskesmas PONED ataupun RS PONEK
jejaring rujukan maternal dan neonatal baik swasta maupun pemerintah
melalui jejaring pelayanan ANC mulai dari tingkat desa.
Dukungan teknologi ini mempermudah mekanisme rujukan, baik rujukan
konsultasi, rujukan terencana maupun rujukan gawat darurat.
48
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Selain itu laporan dari Rumah Sakit dapat pula disampaikan dengan lebih
cepat melalui SIM RS. Lengkapnya dapat dilihat pada Pedoman PWS-KIA
(Kementerian Kesehatan RI 2010).
c. Komunikasi antar fasilitas dalam suatu sistim Rujukan
Pada saat terdapat kasus gawat darurat baik di tingkat masyarakat, bidan
di desa, BPS, puskesmas, balkesmas, puskesmas PONED, dan Rumah Sakit
pemerintah maupun swasta dalam suatu jejaring pelayanan sistem rujukan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal harus saling berkomunikasi dan
berkonsultasi.
Adapun konsultasi bertujuan untuk mengetahui:
• Saran Penanganan kasus.
• Kesiapan tempat tujuan PONED.
• Kesiapan tempat tujuan RS PONEK.
• Kesiapan ketersediaan darah.
• Kesiapan administrasi pembiayaan.
• Kesiapan transportasi.
Komunikasi dapat dilakukan mulai dari tingkat masyarakat sampai RS:
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
49
Untuk ini semua pemberi layanan gawat darurat dalam suatu jejaring
pelayanan akan tercantum identitas dalam suatu elektronik direktori
pelayanan yang harus di jaga secara berkesinambungan keabsahannya oleh
Dinas Kesehatan setempat. Semua pemberi layanan dalam suatu jejaring
akan dapat saling berhubungan satu sama lain sesuai kebutuhan baik lewat
SMS maupun telepon langsung (statis maupun mobile) atau melalui call
center/hotline.
Tata cara konsultasi
Konsultasi sebaiknya dilakukan berjenjang dari masyarakat ke bidan di
desa, BPS atau Puskesmas, ke Puskesmas PONED dan ke RS PONEK swasta
maupun pemerintah.
Urutan konsultasi dapat meloncat alur apabila telah mendapat saran dari
tingkat diatasnya sesuai alur rujukan yang ada. Contoh: bidan di desa dapat
menghubungi spesialis setelah menghubungi bidan/dokter puskesmas
PONED. Hal ini dapat disepakati di tingkat kabupaten.
d. Rujukan Ilmu
Rujukan ilmu perlu dilaksanakan agar semua pemberi layanan rujukan dapat
memberikan pelayanan prima sesuai kemampuan dan kewenangannya agar
rujukan gawat darurat dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Beberapa dukungan rujukan ilmu yaitu:
• Pembelajaran berbasis SMS untuk standar pelayanan.
• Pembelajaran berbasis hotline untuk manajemen layanan sesuai standar
pelayanan.
50
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
• Pembelajaran berbasis media sosial untuk standar dan manajemen
layanan.
• Pembelajaran berbasis komunikasi konsultasi langsung (telepon statis
atau telepon genggam) untuk rujukan kasus.
• Pembelajaran berbasis media elektronik bagi masyarakat tentang tanda
bahaya dan pelayanan prima yang ada di dalam jejaring layanan.
• Pembelajaran melalui teleconference.
e. Pemantapan Kualitas
Kualitas pelayanan prima harus selalu dijaga dan ditingkatkan agar
keselamatan ibu hamil, bersalin. nifas dan neonatal dapat selamat dari
kesakitan dan kematian.Oleh sebab itu semua kasus kematian maternal dan
neonatal (BBL) harus melalui suatu Audit yang telah kita kenal dengan AMP
(Audit Maternal dan Perinatal).
Agar Audit dapat berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, efisien
dan efektif, teknologi modern dapat membantu dalam proses AMP ini dari
mulai pelaporan kematian sampai dengan kajian dan rekomendasi dan dapat
disebut Elektronik AMP. (kegiatan ini akan dibahas di Bab selanjutnya).
f. Umpan Balik
Suatu sistem agar dapat berjalan dengan baik tentunya memerlukan suatu
sistim umpan balik.
Umpan balik dapat bermanfaat bagi:
1. Perbaikan kualitas pelayanan.
2. Penanganan atau pelayanan rujukan kembali setelah kasus dilayanai.
3. Perbaikan program.
4. Pemenuhan hak warga atas pelayanan prima.
Salah satu alat yang dapat dipakai yaitu:
SMS Gateway
Mekanisme SMS Gateway adalah sebagai berikut: Setelah masyarakat
mengetahui pelayanan prima yang diberikan oleh jejaring pelayanan sesuai
maklumat pelayanan yang disepakati bersama masyarakat dan diumumkan,
maka masalah atau apresiasi dapat disampaikan melalui SMS dengan nomor
tertentu.
SMS akan dikompilasi oleh suatu institusi yang ditunjuk dan didistribusikan
kepada para pemberi layanan dan penanggung jawab dan penentu
kebijakan pemberi Layanan untuk mendapatkan penyelesaian ataupun
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
51
usulan perbaikan yang akan ditindak-lanjuti oleh para penanggung-jawab di
dinas kesehatan,- dinas terkait, PEMDA ataupun organisasi profesi maupun
masyarakat (Pedoman SMS Gateway Program EMAS 2012).
Komponen Rujukan Kembali
Komponen rujukan kembali merupakan bagian penting yang akan dapat
menyelamatkan ibu dan bayi sepulang dari pelayanan gawat darurat di
Puskesmas maupun rumah sakit.
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam rujukan kembali yaitu:
1.Surat Rujukan Kembali
Mengisi atau membuat surat rujukan kembali kepada perujuk atau
tingkat pelayanan di bawahnya sesuai kewenangan dan kompetensi yang
diharapkan (puskesmas atau poskesdes dan lain-lain). Format rujukan
terlampir di bawah ini
2.Buku KIA
Mengisi Buku KIA sesuai apa yang perlu dilakukan sepulang dari fasilitas
yang menangani kepada fasilitas di bawahnya atau kepada keluarga.
(Buku KIA merupakan satu satunya catatan ibu dan bayi yang bisa
menjembatani keluarga dan berbagai macam fasilitas agar penanganan
52
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
dapat berjalan berkesinambungan). Catatan: Buku KIA harus dibawa pada
setiap pelayanan berkaitan dengan Jampersal ataupun Jamkesmas serta
Jaminan Kesehatan lainnya.
3. Komunikasi Elektronik
Melakukan komunikasi kepada perujuk melalui SMS ( jaringan komunikasi
yang ada).
4. Kelas Ibu Bayi RS
Kelas Ibu dan Bayi pada saat klien dirawat baik di rumah sakit maupun
di Puskesmas PONED. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan penting
khususnya bagi kasus komplikasi mengingat neonatal sepulangnya
dirawat dari rumah sakit ataupun puskesmas perlu mendapatkan
perawatan yang khusus agar tidak terjatuh kembali ke kondisi gawat
darurat yang lebih parah. Kegiatan ini mengacu pada Pedoman Kelas Ibu
dan Bayi di RS Kementerian Kesehatan
Contoh Format Rujukan Kembali (Lampiran 2)
B. Paket Persiapan Rujukan
Paket Persiapan Rujukan dapat disiapkan dalam dua bentuk:
1. Sebuah kantong yang berisi semua kebutuhan persiapan rujukan untuk
masing-masing kasus.
2. Tempel semua dokumen persiapan rujukan di dinding UGD atau tempat
terdekat pelayanan gawat darurat dilaksanakan.
1. Metode Kantong
Untuk itu disiapkan 7 macam kantong yang masing-masing berisi:
1. Tanda Bahaya dan Respon time.
2. Cara stabilisasi.
3. Surat Rujukan dan Surat Rujukan kembali.
4. Materi Konseling dan Surat inform concent/penolakan rujukan.
5. Alat dan obat yang dibawa.
6. SOP pelayanan selama transportasi.
7. Cek Jaminan Kesehatan yang ada.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
53
Petugas dapat mengecek ceklis yang tersedia dalam kantong.
Lemari Persiapan rujukan
Lemari diletakkan di UGD atau Ruang Pelayanan Kebidanan berisi:
1. Kantong-kantong Persiapan Rujukan Komplikasi (7 kantong).
2. Alat dan obat sesuai kebutuhan di atas.
3. Daftar Tenaga Pengantar bulan berjalan.
4. Daftar Kendaraan dan supir bulan berjalan.
54
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
2. Metode Tempel
Tempelkan semua dokumen dekat tempat pelayanan dan troli gawat darurat
serta peralatan dan obat yang harus dibawa.
Paket paket ini harus selalu tersedia disemua fasilitas dari mulai tingkat
desa sampai puskesmas PONED. Cara penghitungan ketersediaan kantong
disesuaikan dengan proyeksi kasus berdasarkan kasus tahun sebelumnya.
Isi kantong dapat di-down load dan di-print atau di fotokopi di setiap jenjang
pelayanan.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
55
56
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
C. Pra Rujukan
Puskesmas merupakan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang
memberikan pelayanan promotif, preventif, pengobatan dan rehabilitatif di
wilayah kerja dan jajaran pelayanan. Agar pelaksanaan pra rujukan dapat
berjalan dengan baik maka persiapan sudah harus disiapkan dari tingkat
masyarakat.
Kegiatan yang disiapkan untuk dapat memberikan pelayanan kegawat-daruratan
pelayanan ibu dan neonatal adalah sebagai berikut:
1. Promosi Tanda Bahaya
Tanda bahaya pada ibu hamil, bersalin dan nifas perlu di promosikan secara
terus menerus dan diketahui di tingkat masyarakat agar dapat segera mencari
pertolongan tenaga kesehatan ataupun fasilitas yang memadai agar dapat
terselamatkan (Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas PONED ataupun RS PONEK).
Tanda bahaya ini menunjukkan ibu dan bayi dalam kandungan dalam
bahaya. Gangguan bisa terjadi pada 15-20% dari jumlah ibu hamil, dan
biasanya terjadi mendadak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Oleh sebab itu, ibu, suami, keluarga, kader dan masyarakat perlu mengetahui
tanda bahaya ini, sehingga bisa menolong ibu dan bayi untuk segera mencari
pertolongan ke tenaga/fasilitas kesehatan terdekat.
• Tanda Bahaya diajarkan melalui kader dengan Buku Pedoman Pengenalan
Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas (Kementerian
Kesehatan 2011)
• Tanda Bahaya diajarkan melalui Kelas Ibu dan Balita yang juga melibatkan
para suami (Pedoman Kelas Ibu dan Anak dan Lembar Balik tersedia) dan
dapat dipromosikan melalui media cetak, elektronik, dan media sosial.
• Tanda Bahaya diperkenalkan melalui Forum Masyarakat Madani dengan
Motivator KIA nya (Buku Saku Motivator KIA 2012).
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
57
2. P4K (Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi)
Sebagai upaya percepatan penurunan AKI, “Menuju Persalinan yang Aman
dan Selamat bagi Setiap Ibu” maka diperkenalkan Program P4K sejak tahun
2008 yang dimulai dengan Program Gerakan Sayang Ibu dan Suami Siaga
pada tahun 2000.
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan Desa SIAGA yang melaksanakan
Pemantauan kesehatan ibu secara tepat melalui ANC yang berkualitas dan
memanfaatkan stiker yang ditempel di setiap rumah ibu hamil agar ibu
selamat dan bayi sehat.
Isi stiker:
• Nama Ibu hamil.
• Taksiran Persalinan.
• Penolong Persalinan.
• Tempat Persalinan.
• Pendamping Persalinan.
• Transpor yang akan digunakan.
• Calon-calon donor darah.
Dengan data dalam stiker, maka suami, keluarga, kader, dukun, masyarakat
bersama tenaga kesehatan dapat memantau secara intensif keadaan dan
perkembangan kesehatan ibu hamil, untuk mendapatkan pelayanan sesuai
standar dari sejak hamil sehingga proses persalinan sampai nifas termasuk
rujukannya bila terjadi dapat berjalan dengan baik dan tepat sehingga dapat
dicegah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.
Tujuan
• Terdatanya ibu hamil dan terpasangnya Stiker P4K di rumah setiap ibu
hamil.
• Adanya perencanaan persalinan dan pemakaian KB paska salin bagi
pasangan tersebut dan disepakati bersama dengan petugas kesehatan/
penolong persalinan.
• Terjadinya pengambilan keputusan yang berlangsung dengan cepat dan
tepat apabila terjadi komplikasi.
• Adanya dukungan masyarakat setempat dalam penanganan gawat
darurat bila terjadi komplikasi.
P4K sangat bermanfaat dalam memfungsikan Desa Siaga, kemitraan bidan
dukun, tertanganinya komplikasi secara dini, meningkatkan cakupan KIA-KB,
menurunnya kesakitan, kematian serta tercatat dan teraudit. Secara lengkap
terdapat dalam Pedoman P4K dengan Stiker dalam rangka mempercepat
penurunan AKI (Departemen Kesehatan RI tahun 2008).
58
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
3. Kelas Ibu Dan Bapak
Selama masa Antenatal diharapkan ibu hamil dan suami mengikuti kelas
ibu agar pasangan dapat memahami tentang kehamilan dan bagaimana
persiapan untuk menghadapi persalinan agar selamat dan bayi lahir
dengan sehat. Setiap pasangan diharapkan bisa mengikuti 3 kali pertemuan
kelompok dengan bidan agar dapat mendapatkan informasi tentang
beberapa hal sebagai berikut:
Lengkapnya ada di Pedoman Kelas Ibu , CD dan Lembar Balik Kelas Ibu
(Departemen Kesehatan RI 2009)
4. Pemanfaatan Buku Kia
Buku KIA merupakan satu-satunya catatan yang dipegang oleh Ibu hamil dan
balita yang berisi semua catatan pelayanan dan informasi yang diperlukan
bagi ibu hamil, suami, maupun keluarga.
Buku ini sudah dimanfaatkan di seluruh Indonesia dan didukung dengan
adanya Permenkes No. tahun 2004 tentang Buku KIA.
Buku KIA wajib dipakai dalam memberikan pelayanan yang sesuai standar
selain merupakan salah satu persyaratan yang akan dipakai pada saat ibu
perlu penanganan rujukan termasuk biayanya apabila diperlukan (JUKNIS
Jampersal 2012).
5. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS-KIA)
PWS-KIA merupakan suatu alat manajemen untuk melakukan pemantauan
program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat
dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Menurut definisi surveilans
WHO, PWS-KIA dapat termasuk surveilans KIA.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
59
PWS-KIA memantau pelayanan ibu hamil, bersalin, nifas dan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, BBL, BBL dengan komplikasi, bayi dan balita.
Proses PWS-KIA merupakan satu rangkaian dari mulai pengumpulan data,
pengolahan, analisis dan intrepretasi data serta penyebaran informasi bagi
yang membutuhkan.
Proses ini dapat dilakukan secara manual maupun elektronik. Lengkapnya
dapat dilihat di Pedoman PWS-KIA (Kementerian Kesehatan RI tahun 2010)
dan Software Kartini.
Tujuan
Terpantaunya dan terjaganya mutu pelayanan KIA secara terus menerus di
suatu wilayah kerja.
Tujuan khusus
• Memantau secara individu melalui kohort.
• Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara
teratur (bulanan) dan terus menerus.
• Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar.
• Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani
berdasarkan kesenjangan.
• Merencanakan tindak lanjut.
• Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan
mobilisasi sumber dana.
• Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan KIA.
Pengelolaan Program KIA dan Indikator Pemantauannya.
Pengelolaan Program KIA diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
a. Pelayanan ANC
Pelayanan sesuai Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) dilaksanakan di
semua fasilitas kesehatan dengan indikator Ki dan K4.
b. Pertolongan Persalinan
Pelayanan Pertolongan Persalinan oleh tenaga yang kompeten diarahkan
ke fasilitas kesehatan dengan indikator Pn.
c. Pelayanan Nifas
Pelayanan ibu nifas sesuai SPK dilaksanakan di semua fasilitas dengan
indikator KF3.
d. Pelayanan Neonatus
Pelayanan Neonatus sesuai Standar dapat diberikan oleh dokter, bidan
dan perawat di fasilitas kesehatan dengan indikator KN-lengkap.
60
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
e. Deteksi Dini
Deteksi Dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus baik
oleh masyarakat dengan indikator jumlah ibu hamil, bersalin, nifas
dengan faktor resiko dan komplikasi yang di deteksi oleh masyarakat.
f. Penanganan Komplikasi
Penanganan komplikasi baik pada ibu maupun neonatus diharapkan
mendapatkan pelayanan definitif baik di tingkat pelayanan dasar/PONED
maupun rujukan/PONEK. Diperkirakan 15-20% ibu dan 15% Neonatus
mengalami komplikasi dan kejadian ini kadang-kadang sulit diduga
sebelumnya, oleh sebab itu semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi dapat terdeteksi dan tertangani dengan
adekuat dengan indikator PK. Selain itu komplikasi Neonatus memerlukan
pengetahuan penyakit dan kelainan neonatus.
g. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan diberikan bagi semua bayi usia 29 hari-12 bulan sesuai standar
di semua fasilitas kesehatan. Dengan indikator Kunjungan Bayi.
h. Pelayanan Anak Balita
Pelayanan diberikan bagi semua bayi usia 12 -59 bulan sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan. Dengan indikator Kunjungan Anak Balita.
i. Pelayanan MTBS (Manajemen Terpadu balita Sakit)
Pelayanan terpadu Balita Sakit di fasilitas kesehatan sesuai standar
(Pedoman MTBS, Departemen Kesehatan RI tahun 2006)
j. Pelayanan KB
Pelayanan KB berkualitas dilaksanakan sesuai standar dengan
menghormati hak individu dalam perencanaan kehamilan sehingga dapat
berkontribusi dalam penurunan kematian ibu dan menurunkan tingkat
fertilitas dengan indikator CPR (Contraceptive Prevalence Rate).
Catatan:
Indikator PK merupakan salah satu indikator penting berkaitan dengan
keberhasilan penanganan kegawat-daruratan maternal dan neonatal di mana
makin tinggi % makin baik ( jumlah diharapkan mendekati 20% ibu hamil
dan 15% neonatal.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
61
62
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Bagian V
Monitoring
dan Evaluasi
A. Alat Pantau Kinerja Jejaring Sistem Rujukan
Kegawatdaruratan Ibu Dan BBL/Neonatal.
Pemanfaatan alat pantau kinerja jejaring sistem rujukan kegawat-daruratan
ibu dan neonatal melalui penyeliaan fasilitatif
Catatan: Alat Pantau Kinerja tidak merubah Pedoman Penyeliaan Fasilitatif KIA/
KB yang ada, tetapi menambahkan khusus untuk pemantapan jejaring sistem
rujukannya.
Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan Neonatal merupakan suatu
sistem pelayanan rujukan yang dapat terlaksana secara efektif, efisien dan
berkeadilan, dan dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu. Agar Sistem
Rujukan dapat berfungsi, maka prinsip kolaborasi dan pertukaran informasi
harus dilaksanakan dalam suatu jejaring pelayanan dari tingkat masyarakat di
desa sampai fasilitas tertinggi di suatu kabupaten/kota.
Alat Pantau Kinerja merupakan suatu alat pantau yang berisi kinerja yang
disepakati bersama lintas program terkait (“performance standard”) dan
diharapkan dapat dicapai oleh suatu jejaring pelayanan rujukan agar dapat
berfungsi dengan efektif, efisien dan berkeadilan.
Cara Pemanfaatan Alat Pantau Kinerja mempergunakan metoda Penyelia
Fasilitatif. Metoda ini sudah dikenal dan dimanfaatkan bagi program KIA/KB
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
63
(Pedoman Penyeliaan Fasilitatif Pelayanan KIA dan KB Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 2001).
Penyeliaan Fasilitatif yaitu penyeliaan dengan pendekatan sistem dalam
menemukan masalah atau penyebab rendahnya kinerja, termasuk rencana
perbaikannya dengan melibatkan dan persetujuan pihak terkait.
Tujuan Umum:
Membangun jejaring sistem rujukan kegawat-daruratan ibu dan neonatal yang
berfungsi secara efektif, efisien dan berkeadilan.
Tujuan Khusus:
1. Melakukan penyeliaan fasilitatif jejaring sistem rujukan di wilayah kabupaten/
kota berkala dan berkesinambungan.
2. Melaksanakan rencana tindak lanjut manajemen dan pelayanan rujukan
sesuai hasil penyeliaan fasilitatif.
Keluaran:
Dengan memanfaatkan Alat Pantau Kinerja ini diharapkan Dinas Kesehatan
bisa memantau perkembangan secara berkala dan berkesinambungan untuk
mencapai dan mempertahankan kinerja 100%
Alat pantau Kinerja ini terdiri dari 2 bagian:
1. Bagian Puskesmas.
2. Bagian Rumah Sakit.
Alat Pantau Kinerja:
Pedoman Alat Pantau Kinerja Jejaring Rujukan termasuk perangkat lunak
analisisnya.
Fungsi Alat Pantau Kinerja sebagai:
1. Peningkatan Kinerja jejaring rujukan melalui Penyeliaan Fasilitatif bagi Dinas
Kesehatan, Puskesmas dan Rumah Sakit.
2. Peningkatan Kinerja jejaring rujukan melalui Kajian Mandiri di Puskesmas dan
Rumah Sakit.
Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala, sebaiknya 3 bulan sekali agar dapat
terjadi peningkatan atau terpelihara kinerja secara berkesinambungan.
Penyelia yang dibutuhkan:
Dinas Kesehatan : Tim Lintas Program terkait.
Puskesmas
: Tim Puskesmas (Ka Puskesmas, Dokter Puskesmas atau
Bidan Koordinator)
64
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Rumah Sakit
: Tim Rumah Sakit (Direksi, Bagian Kebidanan dan Bagian
Anak).
Cara Penyeliaan Fasilitatif:
• Pendampingan/Mentoring dalam memberikan umpan balik yang
membangun.
• Pemecahan masalah bersama.
• Komunikasi dua arah.
Prinsip Penyeliaan Fasilitatif:
• Orientasi pada klien.
• Fokus pada sistem dan proses versus individu.
• Pelibatan staf dan perhatikan kepemilikan.
• Peningkatan kinerja berkelanjutan.
• Pembelajaran berkelanjutan, pengembangan dan membangun kapasitas
SDM.
• Kualitas buruk biaya tinggi versus kualitas baik penghematan biaya.
Syarat Tim Penyelia:
• Bekerja dalam tim.
• Berbicara dan mendengarkan segala tingkat staf.
• Memberikan penghargaan pada hasil yang baik.
• Mengatasi masalah pada saat itu (kalau bisa).
• Memberikan umpan balik yang membangun.
• Melibatkan staf dalam proses pengambilan keputusan.
• Jangan melakukan kritik di depan staf yang lain.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
65
Langkah Langkah:
• Membuat Rencana Kunjungan.
• Melaksanakan Penyeliaan Fasilitatif.
• Memberikan Umpan Balik yang membangun.
• Membuat Rencana Tindak Lanjut untuk mengatasi temuan.
• Melaksanakan Penyeliaan berikut untuk Pemantauan Kemajuan.
Sistem Pencatatan dan Monitoring Pemanfaatan Alat Pantau Kinerja
Kegiatan ini bertujuan untuk mencatat dan memantau pemanfaatan alat pantau
kinerja. Pencatatan dilakukan secara manual dan elektronik.
Langkah langkah:
• Lakukan penyeliaan.
• Catat hasil penyeliaan dalam format alat pantau kinerja, data dimasukkan ke
dalam template yang ada (terlampir).
• Isi format RTL Fasilitas.
• Isi format RTL Penyelia.
66
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
67
68
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
B. AMP (Audit Maternal Dan Neonatal)
Tujuan Umum
AMP bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan KIA disemua
tingkatan dari Kabupaten/Kota sampai ke Pusat melalui penerapan tatakelola
klinik yang baik.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus AMP adalah:
• Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus secara teratur dan
berkesinambungan
• Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab
yang dapat dicegah yaitu penyebab yang berhubungan dengan: pasien/
keluarga (situasi pribadi, keluarga, lingkungan, sosial ekonomi, budaya, nilai,
ketidakadilan gender, dan perilaku pasien), petugas kesehatan, manajemen
pelayanan kesehatan dan, kebijakan pelayanan kesehatan.
• Mengembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan dan
perencanaan terpadu antar pemangku kepentingan dan antar fasilitas.
• Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran bagi masingmasing pihak terkait sesuai masalah yang ada.
• Mengembangkan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pengembangan
terhadap rekomendasi.
• Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai.
Pengelolaan AMP
AMP dikelola oleh TIM AMP yang terdiri dari:
Pelindung:
Bupati/Walikota memberikan payung hukum dan kebijakan.
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
69
Tim Manajemen:
Tim Pengkaji
Komunitas Pelayanan
Komunitas Pelayanan merupakan para pihak yang terlibat langsung ataupun
tidak langsung dalam pemberian pelayanan maternal dan neonatal.
Terdapat 4 kelompok komunitas pelayanan sebagai berikut:
Catatan: AMP dapat dikerjakan secara elektronik melalui pemanfaatan
SMS, Internet dengan memanfaatkan telepon genggam, laptop, android dan
komputer.
70
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
71
Tim Pengkaji akan melakukan pertemuan audit secara rutin dan
berkesinambungan melakukan analisis kasus secara mendalam dan memberikan
Rekomendasi memanfaatkan kedua format pengkaji diatas dan Tim AMP melalui
penanggungjawabnya akan menyusun Rencana Tindak Lanjut yang dapat
dipertajam pembahasannya dalam suatu Forum antara lain di dalam POKJA
Kegawat-daruratan yang ada.
C. Mekanisme Umpan Balik
Suatu sistem agar dapat berjalan dengan baik tentunya memerlukan suatu
sistem umpan balik.
Umpan balik dapat bermanfaat bagi:
• Perbaikan kualitas pelayanan.
• Penanganan atau pelayanan rujukan kembali setelah kasus dilayani.
• Perbaikan program.
Beberapa alat yang dapat dipakai yaitu:
• SMS Gateway.
• Kotak Saran.
• Memanfaatkan FMM/Forum Peduli KIA dengan memanfaatkan alat
Monitoring Pelayanan yang diterangkan dalam Bab I tentang Tata kelola
sebelumnya.
Mekanisme SMS Getaway adalah sebagai berikut:
Setelah masyarakat mengetahui pelayanan prima yang diberikan oleh jejaring
pelayanan sesuai maklumat pelayanan yang diumumkan, maka masalah atau
apresiasi dapat disampaikan melalui SMS dengan nomor tertentu.
SMS akan dikompilasi oleh suatu institusi yang ditunjuk dan didistribusikan
kepada para pemberi layanan dan penanggung- jawab dan penentu kebijakan
pemberi layanan untuk mendapatkan penyelesaian ataupun usulan perbaikan
yang akan ditindak-lanjuti oleh para penanggung-jawab di dinas kesehatan,
dinas terkait, PEMDA ataupun organisasi profesi maupun masyarakat.
72
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
73
74
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Bagian VI
PENUTUP
Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia masih memerlukan percepatan
melalui berbagai macam kegiatan dengan pemilihan kegiatan yang efektif,
efisien dan berkeadilan agar target MDGs dapat dicapai pada tahun 2015.
Berbagai Undang-undang, Kebijakan, Program Kesehatan Ibu dan Bayi Baru
Lahir telah disiapkan pemerintah dan jajarannya agar target tersebut diatas
dapat dicapai khususnya akselerasi penurunan kematian ibu dan bayi baru
lahir. Hasil kajian jejaring sistim rujukan kegawatdaruratan Ibu dan BBL
memperlihatkan bahwa operasionalisasi kebijakan program dengan berbagai
pedoman yang ada belum berjalan sebagaimana mestinya.
Selain itu agar suatu sistem rujukan dapat berjalan efektif efisien dan
berkeadilan, maka manajemen berbagai program dalam suatu wilayah
semestinya berjalan secara komprehensif dan terpadu.
Untuk itu telah dikembangkan Alat Pantau Kinerja dilengkapi dengan Panduan
Operasional Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL/Neonatal
dengan secara terpadu dan komprehensif termasuk beberapa Panduan Teknis
terkaitnya agar dapat membantu suatu kabupaten/kota mencapai peningkatan
kinerja rujukannya dengan tujuan berfungsinya jejaring sistem rujukan yang
efektif, efisien dan berkeadilan.
Panduan Opeasional ini membantu memadukan semua program yang terkait
dengan kebutuhan ibu dan bayi yang ada, khususnya penanganan rujukan
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
75
kegawatdaruratan, menerapkan prinsip tata kelola yang baik, memanfaatkan
Teknologi Informasi Komunikasi termasuk menerapkan sistem Monitoring dan
Evaluasinya.
Panduan Operasional Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu
dan Bayi Baru Lahir (Neonatus) Puskesmas - Rumah Sakit
Akhirnya dengan dimanfaatkannya Panduan Operasional Jejaring Sistem
Pelayanan Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL ini, maka kabupaten/kota
dapat memantau kinerjanya dan kematian dan kesakitan dapat diturunkan
sebanyak banyaknya.
76
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
77
78
Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan
Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit
Download