“PengaruhTerapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Grade V Di RSUD Kota Salatiga” Ema Atmawati*, Zumrotul Choiriyah**, Gipta Galih Widodo*** *Peneliti, **Pembimbing Utama, ***Pembimbing Pendamping Program Studi SI Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo e-mail : [email protected] ABSTRAK Latihan otot progresif secara fisiologis mengurangi aktifitas saraf simpatis akibat dari efek relaksasi, maka produksi zat katekolamin akan berkurang. Hal ini yang menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah dan tekanan darah mengalamai penurunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruhterapi relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada penderita Gagal Ginjal Grade V Di RSUD Kota Salatiga. Desain penelitian ini quasi experiment dengan pendekatan non equivalent (pretest dan posttest) control group design. Populasi penelitian ini adalah penderita gagal ginjal kronis tahap V di RSUD kota Salatiga dengan jumlah sampel sebanyak 28 orang yang dibagi menjadi 14 orang kelompok kontrol dan 14 orang kelompok intervensi, diambil menggunakan teknik purposive sampling. Alat pengambilan data menggunakan sphygmomanometer. Analisis data menggunakan paired t test dan independen t test Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga.dengan p value untuk tekanan darah sistolik sebesar 0,024 dan diastolik sebesar 0,046 (α=0,05). Hendaknya penderita gagal ginjal kronik tahap V dapat menerapkan latihan relasasi otot progresif di rumah sebagai upaya mengendalikan tekanan darah. Kata Kunci : terapi relaksasi, otot progresif, tekanan darah Kepustakaan: 39 (2007-2015) PENDAHULUAN Gagal ginjal merupakan suatu keadaan dimana terjadinya penurunan fungsi ginjal secara optimal untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebihan dari dalam tubuh (Vitahealth, 2007). Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi akibat suatu penyakit, kelainan anatomi ginjal dan penyakit yang menyerang ginjal itu sendiri. Apabila hanya 10 % dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah sampai pada penyakit ginjal end-stage renal disease (ESRD) atau penyakit ginjal tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut, yaitu berkembang sangat cepat dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Gagal ginjal dapat juga kronik, yaitu terjadi perlahan dan berkembang perlahan, mungkin dalam beberapa tahun (Baradero, 2009). Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) harus memperhatikan diit yang tepat. Pembatasan asupan natrium merupakan salah satu syarat diit pasien Gagal Ginjal Kronik. Pembatasan asupan natrium pasien Gagal Ginjal Kronik yaitu 1000-3000 mg/hari (Almatsier, 2008). Asupan natrium berhubungan erat dengan kontrol tubuh terhadap volume ekstraseluler (Triatmoko, 2015). Pembatasan asupan natrium pada pasien Gagal Ginjal Kronik bertujuan untuk mengendalikan edemadan tekanan darah (Suwitra, 2007). Tekanan darah menunjukkan kekuatan darah menekan dinding pembuluh darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per menit dalam keadaan istirahat), jantung akan memompa darah melewati pembuluh darah. Tekanan darah terbesar terjadi ketika jantung memompa darah (dalam keadaan kontraksi), dan ini disebut dengan tekanan sistolik. Ketika jantung beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang disebut tekanan darah diastolik (Sustrani, dkk, 2010). Tekanan darah pasien Gagal Ginjal Kronik hampir selalu meningkat, mekanisme peningkatan tekanan darah karena penimbunan garam dan air atau sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) (Suwitra, 2007). Akibat peningkatan tekanan darah pada jangka panjang dapat menyebabkan penebalan dinding ventrikel kiri dan beberapa penyakit penyerta pada penderita Gagal Ginjal Kronik seperti diabetes mellitus dan hipertensi yang dapat mempercepat buruknya fungsi ginjal penderita (William, 2009). Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk mengendalikan tekanan darah, yaitu terapi farmakologis dengan menggunakan obat dan terapi non farmakologis (Wahdah, 2011). Terapi farmakologi untuk mengendalikan tekanan darah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategorik yaitu diuretic, beta bloker, vasodilator, calcium antagonis, ACE inhibitor dan bloker reseptor angiotensin. Terapi farmakologi membutuhkan waktu yang lama serta memberikan efek samping terhadap tubuh. Kondisi ini juga membutuhkan biaya yang mahal, waktu yang panjang serta dapat meningkatkan kebosanan sehingga berakibat incompliance terhadap terapi (Black & Hawk, 2015). Terapi non farmakologi merupakan upaya yang berperan besar dalam menurunkan tekanan darah sejak lima tahun terakhir ini. Jenis terapi ini meliputi mengubah gaya hidup yang terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih, menurnkan konsumsi alcohol berlebih, latihan fisik, menurunkan asupan garam dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta meurunkan asupan lemak. Jenis terapi yang lain untuk mengendalikan tekanan darah yaitu modifikasi gaya hidup, pembatasan cairan, penambahan ion K dan teknik relaksasi (Black & Hawk, 2015). Modifikasi gaya hidup efektif dalam menurunkan tekanan darah dan menurnkan faktor risiko kardiovaskuler. Modifikasi gaya hidup disarankan untuk menjadi terapi pertama untuk semua klien minimal 612 bulan setelah diagnosis awal. Beberapa terapi relaksasi termasuk meditasi,yoga, biofeedback, psikoterapi dan relaksasi otot progresif (Scoot, 2007). Relaksasi otot progresif merupakan suatu metode relaksasi melalui dua proses yaitu menegangkan dan merilekskan otot tubuh. Latihan ini adalah salah satu dari yang paling sederhana dan mudah dipelajari (Richmond, 2009). Manfaat dari latihan ini adalah untuk menurunkan ketegangan fisik, menurunkan nadi dan tekanan darah serta respirasi. Efek dari teknik relaksasi pada tekanan darah telah dikonfirmasi positif, lebih kurang 60-90% klien yang konsultasi ke dokter keluarga yang terkait dengan stress sejumlah besar memiliki tekanan darah tinggi (Schwickert, 2007). Latihan relaksasi otot progresif yang dilakukan dengan tenang, rileks dan konsentrasi penuh terhada tegang dan rilek otot yang dilatih selama 15 menit maka sekresi CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) dan ACTH (Adreno Cortico Trophic Hormone) di hipotalamus menurun. Penurunan sekresi kedua hormone ini menyebabkan aktifitas kerja saraf simpatik menurun, sehingga pengeluaran adrenalin dan noradrenalin berkurang. Penurunan adrenalin dan norepineprin mengakibatkan terjadi penurunan denyut jantung, pembuluh darah melebar, tahanan pembuluh darah berkurang dan penurunan pompa jantung sehingga tekanan darah arterial jantung menurun (Hamarno, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan memberikan terapi relaksasi otot progresif selama 2 kali pertemuan terhadap 8 pasien gagal ginjal kronistahap V didapatkan data 5 orang yang mengalami penurunan tekanan darah setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif dan 2 orang yang tidak mengalami penurunan tekanan darah serta 1 orang yang mengalami kenaikan tekanan darah pada pengukuran kedua setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif. Hal tersebut menunjukkan pemberian terapi otot progresif efektif dalam menurunkan tekanan darah terhadap pasien gagal ginjal kronis tahap V di RSUD Kota Salatiga walaupun tidak semua responden mengalami penurunan tekanan darah. METODE PENELITIAN Desain penelitian Peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yangdigunakan quasi experiment atau eksperimen semu. Penelitian quasi experiment merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik (Notoadmodjo, 2010). Jenis desain dalam penelitian ini bentuk desain non equivalent (pretest dan postest) control group design. Populasi dan Sample Populasi Populasi pada penelitian ini adalah penderita gagal ginjal kronis tahap V di RSUD kota Salatiga yaitu sebanyak 132 orang (data jumlah rata-rata kunjungan penderita gagal ginjal kronis tahap V setiap bulan dari bagian rekam medis RSUD kota Salatiga). Sample Sampel yang diteliti adalah penderita gagal ginjal kronis tahap V di RSUD Kota Salatiga. Yang terdiri dari kelompok intervensi sebanyak 14 orang dan kelompok kontrol 14 orang responden. Sample dalam penelitian ini adalah penderita gagal ginjal kronik tahap v di RSUD kota Salatiga. Kriteria eklusi yang ditetapkan :1) Penderita Gagal Ginjal Kronik tahap V yang menjalani terapi komplementer lain; 2) Responden pada saat dilakukan penelitian menjalani perawatan intensif; 3) Tidak bersedia menjadi responden. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dirumah responden pada 28 juli 2017, dengan melakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif. PENGUMPULAN DATA Alat yang digunakan untuk mengumpulakan data sphygmomanometer dan lembar observasi tabel checklist untuk waktu terapi dan hasil pengukuran tekanan darah sebelumdan sesudah di berikan relaksasi otot progresif. ANALISA DATA Analisa Univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Variabel dalam penelitian ini menggambarkan tekanan darah pada penderita gagl ginjal kronik yang diberikan relaksasi otot progresif. Analisa Bivariat peneliti menggunakan Uji-t untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik di RSUD Kota Salatiga karena membandingkan data yang berasal dari dua kelompok data yang tidak berpasangan. HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Tabel 1 Gambaran Tekanan Darah Sistolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi Tekanan darah N Min Max Mea n SD Sistolik Sebel um 14 200,0 0 240, 00 217, 11,38 1429 729 Setela h 14 190,0 0 230, 00 206, 12,77 4286 446 Berdasarkan Tabel 1 tersebut dapat diketahui bahwa dari 14 orang penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 217,1429 mmHg, sedangkan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 206,4286 mmHg. rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 216,4286 mmHg, sedangkan setelah penelitian memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 217,1429 mmHg. Tabel 2 Gambaran Tekanan Darah Diastolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi Tekanan darah N Min M ax Me an SD Diastoli Seb k elu m 14 100, 14 117 00 0,0 ,85 0 71 11,88 313 Sete lah 14 90,0 13 106 0 0,0 ,42 0 86 12,77 446 Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat diketahui bahwa dari 14 orang penderita gagal ginjal kroniktahap V di RSUD Kota Salatiga pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah diastolic sebesar 117,8571 mmHg, sedangkan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah diastolic sebesar 106,4286 mmHg. Tabel 3 Gambaran Tekanan Darah Sistolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol Tekanan darah n Min Max Mean SD Sistoli Seb k elu m 1 4 200,0 240,0 0 0 216,4 286 12,15 739 Sete lah 1 4 200,0 240,0 0 0 217,1 429 12,66 647 Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat diketahui bahwa dari 14 orang penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga pada kelompok kontrol sebelum penelitian memiliki Tabel 4 Gambaran Tekanan Darah Diastolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Penelitian padaKelompok Kontrol Berdasarkan Tabel 4 tersebut dapat diketahui bahwa dari 14 orang penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga pada kelompok kontrol sebelum Tekanan darah N Min Max Mean SD Diast olik Sebe lum 1 100 4 ,00 140, 00 117,1 429 12,66 647 Setel ah 1 100 4 ,00 140, 00 115,7 13,4246 143 0 penelitian memiliki rata-rata tekanan darah diastolic sebesar 117,1429 mmHg, sedangkan setelah penelitian memiliki rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 115,7143 mmHg. Analisa Bivariat Perbedaan Tekanan Darah Sistolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap Vdi RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi Sist olik n Mea n SD t hitu ng p value 14 217, 142 9 11,38 729 8,44 6 0,000 Setel 14 ah 206, 428 6 12,77 446 Sebe lum Perbedaan Tekanan Darah Diastolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi Mea n SD Diasto Sebe lik lum 1 4 117, 11,8 8571 8313 Setel ah 1 4 106, 12,7 4286 7446 Perbedaan Tekanan Darah Sistolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol N Berdasarkan ujidependen t-test terlihat bahwa nilai t hitung untuk tekanan darah sistolik sebesar 8,446 dan nilai p value sebesar 0,000 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan tekanan darah sistolik pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi. n relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi. t p hit valu ung e 8,0 00 0,00 0 Berdasarkan ujidependen t-test terlihat bahwa nilai t hitung untuk tekanan darah diastolik sebesar 8,000 dan nilai p value sebesar 0,000 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan tekanan darah diastolic pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga sebelum dan sesudah diberikan terapi Sistolik Sebelum 14 Setelah 14 Mean SD t p hitun value g 216,4 286 12, 157 39 0,56 3 217,1 429 12, 666 47 Berdasarkan ujidependen t-test terlihat bahwa nilai t hitung untuk tekanan darah sistolik sebesar -0,563 dan nilai p valuese besar 0,583 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan darah sistolik pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok kontrol. Perbedaan Tekanan Darah Diastolik pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol N Mea n Dia stol ik SD t hitun g p valu e 1,472 0,16 5 Se 1 bel 4 um 117 ,14 29 12, 666 47 Set 1 ela 4 h 115 ,71 43 13, 424 60 0,583 Berdasarkan ujidependen t-test terlihat bahwa nilai t hitung untuk tekanan darah diastolic sebesar -1,472 dan nilai p value sebesar 0,165 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok kontrol. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga. Tek Sist ana olik n dar ah N Mea n diffe renc e SD differe nce t hit un g p value 1 11,4 4 2857 4,7792 7 2,3 91 0,024 Berdasarkan ujiindependen ttest terlihat bahwa nilai t hitung untuk tekanan darah sistolik sebesar 2,391 dan nilai p value sebesar 0,024 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh yang bermakna terapi relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah sistolik pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Diastolik Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga. N Mea n diffe SD diff ere t hitu p val renc e Tekan Dia 1 an stoli 4 darah k nce ng 12,1 5,7 4286 85 95 ue 2,09 0,0 9 46 Berdasarkan ujiindependen ttest terlihat bahwa nilai t hitung untuk tekanan darah diastolik sebesar 2,099 dan nilai p value sebesar 0,046 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh yang bermakna terapi relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah diastolik pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga. PEMBAHASAN Analisa Univariat Gambaran Tekanan Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi Hasil penelitian menunjukkan dari 14 orang penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 217,1429 mmHg dan diastolik sebesar 117,8571 mmHg, sedangkan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki ratarata tekanan darah sistolik sebesar 206,4286 mmHg dan diastolik sebesar 106,4286 mmHg. Tekanan darah merupakan kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia darah berfungsi sebagai sarana pengangkut oksigen, sisa hasil metabolisme yang tidak berguna dari jaringan tubuh (Gunawan, 2007). Pengaturan metabolism zat kapurnya (kalsium) terganggu menyebabkan banyaknya zat kapur yang beredar bersama aliran darah, akibatnya darah menjadi padat dan tekanan darah pun meningkat. Tekanan darah sistolik lebih mempengaruhi peningkatan tekanan darah karena tekanan darah sistolik merupakan penyebab kematian tertinggi dari pada tekanan darah diastolik. Pembuluh darah yang bermasalah adalah pembuluh darah arteri, maka hanya tekanan darah sistolik yang meningkat tinggi. Tekanan darah sistolik mempunyai angka kematian 2,5 kali lebih tinggi dari pada tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan dalam arteri yang terjadi saat dipompanya darah dari jantung ke seluruh tubuh. Jadi, apabila tekanan sistolik tinggi maka akan terjadi gangguan pada aliran darah dan organ-organ vital tubuh. Hal ini menjelaskan bahwa mengapa angka kematian akibat tekanan darah sistolik lebih tinggi dibandingkan akibat dari tingginya tekanan darah diastolik. Menurut Nasihah (2012), relaksasi progresif merupakan suatu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan menggunakan sekelompok otot tertentu. Penderita gagal ginjal kronik tahap V akan diberikan kesempatan untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan sekelompok otot tertentu kemudian melepaskan ketegangan tersebut. Bila sudah dapat merasakan keduanya, penderita gagal ginjal kronik tahap V mulai membedakan sensasi pada saat otot dalam keadaan tegang dan rileks. Sesuatu yang diharapkan adalah penderita gagal ginjal kronik tahap V secara sadar untuk belajar merilekskan otot-ototnya sesuai dengan keinginannya melalui suatu cara yang sistematis. Penderita gagal ginjal kronik tahap V juga belajar menyadari otot-ototnya dan berusaha untuk sebisa mungkin mengurangi atau menghilangkan ketegangan otot tersebut. Gambaran Tekanan Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol Hasil penelitian menunjukkan dari 14 orang penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga pada kelompok kontrol sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 216,4286 mmHg dan diastolik sebesar 117,1429 mmHg, sedangkan setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif memiliki ratarata tekanan darah sistolik sebesar217,1429 mmHg dan diastolik sebesar 115,7143 mmHg. Pembuluh darah pada penderita peningkatan tekanan darah lebih tebal dan kaku atau disebut aterosklerosis sehingga tekanan darah akan meningkat. Bila disertai dengan adanya plak disekitar dinding dalam arteri, hal tersebut akan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah yang dapat membuat terjadinya penyumbatan pada arteri koroner dan stroke (pecahnya pembuluh darah), bila terjadi pada otak dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Untuk lansia hendaknya mengurangi konsumsi natrium (garam) karena garam yang berlebihan dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah (Maryam, 2008). Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa konsumsi lemak dan garam natrium yang berlebih mempunyai pengaruh kuat pada resiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada lipid darah, thrombosis, tekanan darah tinggi.(WHO, 2010) Analisa Bivariat Perbedaan Tekanan Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap Vdi RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif pada Kelompok Intervensi Hasil penelitian menunjukkan dari 14penderita gagal ginjal kronik tahap Vdi RSUD Kota Salatiga pada kelompok intervensi sebelum pemberian terapi relaksasi otot progresif memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 217,1429 mmHg dan diastolik sebesar 206,4286 mmHg, sedangkan setelah pemberian terapi relaksasi otot progresif memiliki ratarata tekanan darah sistolik sebesar 117,8571 mmHg dan diastolik sebesar 106,4286 mmHg. Berdasarkan ujidependen t-test terlihat bahwa nilai t hitunguntuk tekanan darah sistolik sebesar 8,446 dan nilai p value sebesar 0,000 (α=0,05), sedangkan nilai t hitunguntuk tekanan darah diastolik sebesar 8,000 dan nilai p value sebesar 0,000 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik tahap Vdi RSUD Kota Salatiga sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi. Teknik relaksasi otot progresif merupakan bentuk relaksasi yang memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapakan perasaan relaks (Purwanto, 2013). Respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum kognitif. Fisologis, dan stimulasi perilaku. Relaksasi mengakibatkan renggangan pada arteri akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteora dan vena divasilitasi oleh pusat fasomotor, ada beberapa macam fasomotor yaitu reflek baroreseptor, reflek femoreseptor, reflek brain prain, reflek pernafasan. Dalam hal ini yang paling kuat yaitu reflek baroreseptor yang mana relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup (CO) menurun, serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu curah jantung dan resistensi perifer total juga menurun dan tekanan darah turun (Sheps, 2015). Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2008) mengenai hubungan karakteristik individu asupan zat gizi dan gaya hidup terhadap kejadian peningkatan tekanan darah pada orang dewasa di Depok dimana dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara kebiasaan makanan tinggi garam dengan kejadian peningkatan tekanan darah. Perbedaan Tekanan Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Kelompok Kontrol Hasil penelitian menunjukkan dari 14penderita gagal ginjal kronik tahap Vdi RSUD Kota Salatiga pada kelompok control sebelum penelitian memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 216,4286 mmHg dan diastolik sebesar 117,1429 mmHg, sedangkan setelah penelitian memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 217,1429 mmHg dan diastolik sebesar 115,7143 mmHg. Berdasarkan ujidependen t-test terlihat bahwa nilai t hitunguntuk tekanan darah sistolik sebesar -0,563 dan nilai p value sebesar 0,583 (α=0,05), sedangkan nilai t hitunguntuk tekanan darah diastolik sebesar -1,472 dan nilai p value sebesar 0,165 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik tahap Vdi RSUD Kota Salatiga sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah pada kelompok kontrol setelah penelitian. Menurut Potter & Perry (2007) beberapa keadaan yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah diantaranya adalah stres. Penderita gagal ginjal kronik tahap V yang dapat penatalaksanaan pengedalian tekanan darah atau tidak cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi meski ada kalanya tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik tahap V berada dalam batas normal. Kondisi akan diperburuk dengan adanya peningkatan tekanan darah akibat stres, maka tekanan darah akan menjadi semakin tinggi. Apabila kondisi ini terus menerus dalam waktu yang lama tanpa penanganan yang tepat maka tekanan darah tinggi tersebut akan sulit dikontrol. Tekanan darah yang tidak terkontrol, akan menjadikan penyebab utama penyakit stroke (Prasetyorini, 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hermawan (2014) tentang hubungan tingkat stres dengan tekanan darah pada lansia hipertensi di Gamping Sleman Yogyakarta. Pengaruh TerapiRelaksasi Otot Progresifterhadap Tekanan Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Tahap V di RSUD Kota Salatiga Hasil penelitian menunjukkan dari 14penderita gagal ginjal kronik tahap Vdi RSUD Kota Salatiga diperolehbeda rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 11,42857 mmHg dan diastolik sebesar 12,14286 mmHg. Berdasarkan ujiindependen t-test terlihat bahwa nilai t hitunguntuk tekanan darah sistolik sebesar 2,391 dan nilai p value sebesar 0,024 (α=0,05), sedangkan nilai t hitunguntuk tekanan darah diastolik sebesar 2,099 dan nilai p value sebesar 0,046 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh yang bermakna terapirelaksasi otot progresifterhadap tekanan darah pada penderita gagal ginjal kronik tahap V di RSUD Kota Salatiga. Relaksasi otot progresif ditujukan untuk melawan rasa tegang, cemas dan stres. Seseorang dapat menghilangkan kontraksi otot dan mengalami rasa rileks dengan membedakan sensasi tegang dan rileks dengan cara menegangkan atau melemaskan beberapa kelompok otot (Resti, 2014). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Azizah (2013), bahwa latihan relaksasi otot progresif berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi primer, sedangkan tekanan darah diastolik tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap tekanan darah. Terapi relaksasi otot progresif dilakukan pada lanjut usia untuk memunculkan respon relaksasiyang dapat menimbulkan keadaan tenang dan rileks sehingga terjadi penurunan tekanan darah pada lanjut usia (Adisucipto, 2014). Beberapa penelitian yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Yung, French dan Leung (2011), yang menemukan bahwa pelatihan relaksasi yang berupa relaksasiototdan imajerikognitif dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Relaksasiotot lebih dapat menurunkan tekanan darahdibandingkan relaksasi imajeri kognitif. Tekanan darah yang paling banyak turun adalah tekanan darah sistolik dibandingkan diastolik. Penelitian ini didukung oleh pernyataan Varvogli dan Darviri (2011) yang menyebutkan bahwa berbagai macam teknik dari relaksasi dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. KESIMPULAN Ada perbedaan yang signifikan terhadap rata rata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot progresif pada kelompok intervensi dengan nilai p-value 0,000 (α=0,05) Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tekanan darah pada kelompok kontrol dengan nilai sistolik p-value 0,583 (α=0,05), dan diastolik p-value0,165 (α=0,05), SARAN 1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Sebaiknya memasukan topik latihan relaksasi otot progresif dalam kurikulum mata ajar terkait sehingga mahasiswa dapat memahami dan terampil dalam memberikan asuhan keperawatan pasien Gagal Ginjal Kronik tahap V. Mengembangkan latihan relaksasi otot progresif ini dalam berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar ilmiah dengan tujuan meningkatkan pemahaman pentingnya salah satu terapi non farmakologis untuk pasien Gagal Ginjal Kronik tahap V 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut tentang relaksasi otot progresif dengan variasi responden pada masing masing variabel perancu yang relatif sama antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada klien pasien Gagal Ginjal Kronik tahap V. Perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut tentang latihan relaksasi otot progresif yang dipadukan dan atau dibandingkan dengan terapi komplementer keperawatan lainnya pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik tahap V. DAFTAR PUSTAKA Adisucipto. 2014. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Desa Karangbendo Banguntapan Bantul Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta. Baradero, M., dkk., 2009. Sari asuhan keperawatan pada klien gangguan ginjal. EGC, Jakarta Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Dialih bahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria. Gunawan, S. G. (2007) Farmakologi dan Terapi, FKUI. Jakarta. Hamarno, R. 2010. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang. Tesis. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok. Hermawan, H .2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Hipertensi Dengan Sikap Kepatuhan Dalam Menjalankan Diit Hipertensi di Wilayah Pukesmas Andong Kabupaten Boyolali. Skripsi. Tidak diterbitkan. FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta. JNC (2007) The Seventh Of Joint National Comitte. Diakses tanggal 17 Juni 2013; Repository.ipb.ac.id. Maryam, R. Siti, et.al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Mickey, Stanley . (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC Ningsih, E. 2008. Dokumentasi Keperawatan Berbasis komputer. (Online) Tersedia : http://www.fik.ui.ac.id/pkko/.../ma kalah%20dokumentasi%20keperaw atanrtf [9 Oktober 2010] Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Cetakan ke-3. Jakarta: PT. Rineka Cipta Purwanto, S. (2008). Mengatasi Insomnia Dengan Terapi Relaksasi. Jurnal Kesehatan. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Potter, P. A & Perry, A. G. (2007). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik. Alih Bahasa: Renata Komalasari. Edisi 4 Jakarta: EGC. Prasetyorini, H.T & Prawesti, D (2012) Stres Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi Hipertensi Pada Pasien Hipertensi, Jurnal STIKES, Volume 5, No. 1 Harber, P.M., & Scoot, T. (2009). Aerobic Exercise Training Improves Whole Muscle And Single Myofiber Size And Function In Older Woman. Journal Physical Regular Integral Company Physical, 10, 11-42. Resti, Indriana B. (2014). Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk MengurangiStres Pada Penderita Asma. Jurnal Kesehatan. Fakultas PsikologiUniversitas Muhammadiyah Malang. Sheps. S.G. 2015. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan DarahTinggi.Jakarta. Sustrani, L, dkk.,2010. Hipertensi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suwitra. K. (2007). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo, A.W., dkk., Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi keempat. Penerbit Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK- UI. Jakarta. Hal. 570-572. Tim redaksi VITA HEALTH, 2008. Gagal Ginjal (Informasi lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Triatmoko, B. 2015. Hubungan Tingkat Asupan Natrium dan Interdialytic Weight Gain pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Skripsi Wahdah. (2011). Menaklukan Hipertensi Dan Diabetes. CV. Multi Solusindo. ISBN,7-100 WHO, 2013. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010. http://www.who.int/nmh/publicatio ns/ncd_report_chapter1.pdf Gunawan, Lanny, 2007. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi. Penerbit Kanisius. Jakarta. E-book google http://books.google.co.id diakses pada tanggal 18 April 2015.