Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa 1830-1870

advertisement
18 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa 1830-1870
Wafiyatu Maslahah*
Arif Wahyu Hidayat*
Abstrak
Kegagalan sistem sewa tanah yang dilakukan pada pemerintahan Inggris, menjadikan
pelajaran bagi pemerintah Belanda yang telah kembali menduduki Hindia-Belanda. Situasi
keuangan Belanda pada saat itu sangat terpuruk sehingga Johanes van den Bosch sebagai
Gubernur Jendral yang baru mendapatkan tugas untuk meningkatkan produk tanaman ekspor,
meskipun pada saat pemerintahan Belanda sebelumnya sudah menerapkan hal tersebut. Gagasan
pemecahan untuk mengatasi keterpurukan keuangan yang dicetuskan oleh van den Bosch
walaupun sama dengan pemerintahan yang lama tetapi terdapat perbedaan yakni pengenalan
sistem tanam paksa, yang kemudian terkenal dengan nama Cultuurstelsel. Aturan mengenai
pelaksanaan sistem tanam paksa pada dasarnya masih dapat diterima karena masih berada
dalam koridorkoridor kewajaran yang masuk akal. Permasalahannya ialah dalam praktiknya
sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang ditetapkan. Hal ini berakibat penderitaan
rakyat yang dikarenakan sebagian tanah milik petani harus ditanami tanaman ekspor yang kurun
waktunya sama dengan waktu masa tanam padi. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah
mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja.
Selain itu, tanam paksa juga mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Jawa 18301870.
Kata Kunci : tanam paksa, kehidupan sosial masyarakat
Pendahuluan
Indonesia
pernah
Inggris kepada Belanda. Belanda meninjau
dijajah
Inggris
kembali kebijaksanaan mereka atas Jawa.
selama lima tahun antara 1811-1816.
Gubernur Jenderal Van Der Cappellen
Gubernur Jendral Raffles merupakan salah
menerapkan suatu kebijaksanaan, bahwa
seorang tokoh yang mengenalkan sistem
penduduk Jawa bebas menggunakan tanah
sewa tanah di Jawa. Hal ini didasarkan atas
mereka untuk menanam yang mereka
pengakuan kedaulatan Inggris oleh raja
kehendaki, tapi sebagai imbalan atas hak ini,
sehingga tanah menjadi milik negara. Teori
orang-orang tersebut harus membayar sewa
ini yang menjadi dasar dalam penerapan
atas tanah. Pada tahun 1827, sebagian besar
sistem sewa tanah di Jawa. Gagasan ini
sewa harus dibayarkan baik dalam bentuk
muncul dari pengalaman Inggris di India.
mata uang perak atau emas, dan sisanya
Ketika Raffles meninggalkan Jawa
pada
tahun
1816,
maka
hak
atas
penguasaan wilayah tersebut dikembalikan
dalam
bentuk
mata
uang
tembaga.
Diharapkan dengan konsep liberal ini,
penduduk
Jawa
kemudian
akan
* Wafiyatu Maslahah adalah Dosen Program Studi Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Psikologi dan Ilmu
Pendidikan Universitas Islam Raden Rahmat Malang
* Arif Wahyu Hidayat adalah Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah dan Sosiologi FPISH IKIP Budi
Utomo Malang
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 19
memproduksi hasil bumi yang lebih dapat di
menghapus sistem penyerahan wajib dan
pasarkan, dan dengan demikian mampu
menggantinya dengan system pajak tanah
membayar sewa tanah.
(land rent), dalam rangka usaha untuk
Kegagalan sistem sewa tanah dalam
mendorong petani meningkatan produksi
merangsang para petani pedesaan untuk
tanaman ekspor. Usaha Raffles gagal karena
meningkatkan produksi tanaman ekspor
kebijaksanaannya
yang
pemerintahan
menciptakan hubungan yang efektif antara
komisaris Jendral Van der Cappelen dan Du
pemerintah dengan para petani yang tidak
Bus de Gisignies, telah memberikan alasan
lagi menggunakan penghubung para bupati
bagi
dan kepala-kepala desa.
dilakukan
selama
penggantinya
untuk
menetapkan
kebijakan baru yang dianggap lebih mampu
menjawab
tuntutan
yang
mendesak.
tidak
mampu
Sistem tanam paksa pada dasarnya
merupakan
penyatuan
antara
sistem
Johanes van den Bosch yang diangkat
penyerahan wajib dengan sistem pajak
menjadi Gubernur Jendral di Indonesia pada
tanah. Maka dari itu, ciri pokok sistem
tahun 1830 mendapatkan tugas untuk
tanam paksa terletak pada keharusan rakyat
meningkatkan produksi tanaman ekspor
untuk membayar pajak dalam bentuk
yang tidak dapat dicapai pada pemerintahan
barang,
sebelumnya.
pertanian mereka, dan bukan dalam bentuk
yaitu
berupa
hasil
tanaman
Tugas ini sangat mendesak, karena
uang seperti yang berlaku dalam sistem
keadaan keuangan Negeri Belanda yang
pajak. Menurut pemikiran van den Bosch,
sangat parah. Negeri Belanda pada waktu
bahwa dengan pungutan pajak dalam
itu memiliki beban hutang yang sangat
bentuk barang (natura), maka produksi
besar yang tidak dapat ditanggulangi sendiri
tanaman
sehingga
dikumpulkan dalam jumlah yang besar.
mencari
jajahannya
yaitu
solusi
di
Indonesia.
daerah
Gagasan
perdagangan
Produksi
tanaman
akan
dapat
ekspor
yang
pemecahan yang dicetuskan oleh van den
berhasil dikumpulkan itu, diharapkan akan
Bosch adalah pengenalan sisten tanam
dapat dikirimkan ke negeri induk yang
paksa, yang kemudian terkenal dengan
kemudian dipasarkan di pasaran dunia
nama Cultuurstelsel (Kartodirjo dan Suryo,
secara luas baik di Eropa maupun Amerika.
1991: 53).
Pemasaran produksi tanaman ekspor di
Sistem tanam paksa yang diterapkan
dunia itu akan mendatangkan keuntungan
sejak tahun 1830 ini, pada dasarnya adalah
besar baik kepada pemerintah maupun para
suatu
pengusaha di Negeri Belanda, sehingga
penghidupan
kembali
sistem
eksploitasi dari masa VOC yang berupa
hutang
penyerahan
Meskipun culturestelsel tidak mengadakan
wajib.
Raffles
pernah
negeri
induk
segera
dibayar.
20 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
jenis tanaman baru dan cara pengoperasian
menguntungkan
yang masih sama dengan cara di zaman
penyerahan paksa itu dapat diterapkan
VOC, yaitu menguasai tanah tenaga kerja
dalam usaha eksploitasi produksi pertanian
dan hasil tanamannya untuk diekspor
tanah jajahan yang langsung ditangani oleh
namun culturestelsel telah menciptakan
pemerintah kolonial.
suatu tahap baru dalam eksploitasi sosial
eknomi
dan
transformasi
terhadap
adalah
negara.
pelaksana
Sistem
dilakukan oleh pemerintah kolonial ini
diwujudkan
sekaligus
induk.
Eksploitasi produksi pertanian yang
pedesaan Jawa. Johanes van den Bosch
konseptor
negara
dalam
Sejak
bentuk
itulah
perkebunan
Hindia
Belanda
politik tanam paksa yang diangkat sebagai
memasuki masa sistem tanam wajib atau
Gubernur
dia
tanam paksa (cultuurstelsel). Sistem tanam
beranggapan pemerintah Hindia Belanda
paksa dilaksanakan melalui alat birokrasi
merasa dirinya sebagai pengganti raja-raja
pemerintah
yang berhak melakukan tindakan seperti
pelaksana langsung dalam proses mobilisasi
yang dilakukan raja (Husken, 1998: 75-76).
sumber perekonomian berupa tanah dan
Jendral
Berdasarkan
di
Indonesia,
yang
berfungsi
sebagai
ketentuan-ketentuan
tenaga kerja.Sistem tanam paksa lebih
tanam paksa, sebenarnya hal tersebut tidak
mengutamakan peningkatan hasil produksi
begitu merugikan bangsa Indonesia, namun
tanaman ekspor yang sangat laku di pasaran
penyimpangan dalam pelaksanaan politik
Eropa,
itu telah membawa kesengsaraan bagi
memperkenalkan tanaman ekspor kepada
rakyat pribumi. Terlepas dari permasalahan
petani di Jawa.
tersebut pelaksanaan tanam paksa tentunya
untuk
itu
pemerintah
kolonial
Pelaksanaan tanam paksa dalam
mengalami dampak terhadap kehidupan
kenyataannya
tidak
sosial masyarakat di Jawa.
Fenomena
peraturan yang berlaku pada masa itu.
kehidupan sosial masyarakat di Jawa 1830-
Sistem tanam paksa lebih menguntungkan
1870 akan dibahas lebih lanjut.
pemerintah
kolonial
sesuai
dan
dengan
semata-mata
sebagai bentuk eksploitasi (Booth, 1988:
PEMBAHASAN
101). Dalam pelaksanaan sistem tanam
Golongan
konservatif
yang
menguasai pemerintahan kolonial pada
masa awal abad XIX memandang politik
eksploitasi
peninggalan
dengan
VOC
penyerahan
sangat
cocok
paksa
untuk
mengelola Hindia Belanda sebagai daerah
wingewest
atau
daerah
yang
paksa,
van
den
Bosch
menghendaki
peningkatan campur tangan orang Eropa
dalam proses produksi. Rakyat dipaksa
menanam tanaman ekspor yang diminta
pemerintah di tanah-tanah milik mereka
sendiri. Penyerahan hasil tanaman, menurut
teorinya, dilakukan atas kemauan penduduk
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 21
sendiri namun tentu dalam kenyataannya
penanaman tanaman perdagangan yang
tidaklah demikian.
dapat dijual di pasaran Eropa.
Tuntutan kerja paksa (kerja rodi)
2) Tanah
yang
disediakan
untuk
atau pekerjaan tanam paksa diwajibkan bagi
penanaman tanaman perdagangan tidak
penanaman kopi yang hampir semuanya
boleh melebihi seperlima dari tanah
dilakukan di tanah yang belum digarap,
pertanian yang dimiliki penduduk desa.
meskipun pada praktiknya penanaman juga
3) Pekerjaan
yang
diperlukan
untuk
dilakukan di lahan pertanian yang sudah
menanam tanaman perdagangan tidak
digarap. Dalam teorinya sebagai upah atas
boleh
penanaman
dibutuhkan untuk menanam padi.
tanaman
yang
diminta
pemerintah maka penduduk dibebaskan
melebihi
pekerjaan
4) Bagian tanah yang ditanami tanaman
dari kewajiban membayar pajak tanah.
perdagangan
Pajak nantinya dipungut bukan dalam
pembayaran pajak tanah.
bentuk uang melainkan dalam bentuk in
yang
dibebaskan
dari
5) Hasil tanaman perdagangan yang berasal
natura atau dengan memberikan tenaganya
dari
untuk bekerja. Hal ini dianggap lebih sesuai
diserahkan kepada pemerintah Hindia
dengan sifat rumah tangga desa yang ingin
Belanda; apabila nilai hasil tanaman
dipertahankan
tangga
perdagangan yang ditaksir itu melebihi
agar
tidak
pajak tanah yang harus dibayar rakyat,
tangga
uang
maka selisih positifnya harus diserahkan
produksi
sebagai
dan
menjalankan
rumah
dicegah
rumah
(Kartodirdjo dan Suryo, 1991: 55).
tanah
yang
disediakan
wajib
kepada rakyat.
Aturan mengenai pelaksanaan sistem
6) Kegagalan panen tanaman perdagangan
tanam paksa pada dasarnya masih dapat
harus dibebankan kepada pemerintah,
diterima
terutama apabila kegagalannya bukan
karena
masih
berada
dalam
koridorkoridor kewajaran yang masuk akal.
disebabkan oleh kelalaian penduduk.
Permasalahannya ialah dalam praktiknya
7) Penduduk desa akan mengerjakan tanah
sistem tanam paksa menyimpang dari
mereka dengan pengawasan kepala-
aturan
Menurut
kepala mereka, dan pegawai-pegawai
Kartodirdjo dan Suryo (1991:56) di dalam
Eropa membatasi pengawasannya pada
Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1834,
segi teknis dan ketepatan waktu dalam
nomor 22, sistem tanam paksa dijalankan
pembajakan
dengan ketentuan sebagai berikut :
pengangkutan.
1) Melalui
yang
ditetapkan.
persetujuan,
tanah,
panen,
dan
penduduk
Sistem tanam paksa dilaksanakan
menyediakan sebagian tanahnya untuk
melalui saluran birokrasi pemerintah, yang
melibatkan pejabat-pejabat pribumi dan
22 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
Eropa. Pejabat pribumi mencakup para
berpindah ke kehidupan materi yang lebih
bupati hingga kepala desa.Pejabat Eropa
komersial. Penduduk desa semakin terbiasa
meliputi para Residen, Asisten Residen,
membeli berbagai jenis kebutuhan rumah
Kontrolir, dan Direktur Tanaman, yang
tangga. Dampak ekonomi dalam bentuk
bertugas
jalannya
kebiasaan konsumen yang berubah dari
pelaksanaan system tanam paksa.Ini berarti
penduduk desa dicerminkan oleh semakin
sistem tanam paksa menyandarkan diri
banyaknya jumlah orang yang terlibat
pada sistem tradisional dan feodal dengan
penuh
perantaraan
nonpertanian (Linblad, 1998: 131).
sebagai
pengawas
struktur
kekuasaan
lama
(Kartodirdjo, 1993:306). Sistem liberal yang
sempat dianut ditinggalkan sama sekali.
dalam
kegiatan
ekonomi
Secara umum pelaksanaan sistem
tanam paksa telah mempengaruhi dua
Meskipun dapat ditarik suatu konklusi
unsur pokok kehidupan agraris pedesaan
secara umum bahwa sistem tanam paksa
Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Akan
membawa penderitaan, akan tetapi sistem
tetapi menurut Niel dalam Booth (1988
tanam paksa membawa dampak besar bagi
:130), dampak dari sistem tanam paksa di
perubahan sosial ekonomi petani Jawa.
Jawa
Subsistensi yang sejak dulu menjadi warna
(kemudian
dalam
Jawa
ekonomi pedesaan) dan munculnya tenaga
mengalami pergeseran. Secara perlahan
buruh yang murah, masih ditambah satu hal
namun pasti sistem tanam paksa telah
lagi yaitu lahirnya pembentukan modal di
memperkenalkan perekonomian uang yang
desa. Perolehan laba yang sangat luar biasa
kemudian semakin berkembang dengan
bagi Belanda menunjukkan bahwa sistem
masuknya modal asing dalam koridor
tanam
ekonomi liberal.
Belanda, terutama di Jawa pada periode
perekonomian
petani
Perubahan penting di bidang sosio-
selain
mempengaruhi
dikaitkan
paksa
dengan
merupakan
tanah
sistem
eksploitasi
1830-1870.
ekonomi di Jawa nampakya dimulai sejak
Sistem tanam paksa pertama-tama
diberlakukannya sistem tanam paksa pada
mencampuri urusan kepemilikan tanah
tahun 1830 dan berakhir dengan munculya
penduduk pedesaan, karena petani harus
depresi ekonomi pada pertengahan 1880-
menyerahkan tanahnya untuk penanaman
an. Sisi terpenting dari perubahan tersebut
tanaman ekspor.Tuntutan akan kebutuhan
adalah makin melemahnya ciri subsisten
tanah pertanian untuk tanaman ekspor yang
kehidupan perekonomian pribumi. Gaya
dilakukan dengan menggunakan ikatan
hidup lama rumah tangga petani pencari
desa,
nafkah yang memproduksi sebagian besar
pemilikan
dan
kebutuhan
kalangan
petani
materinya
sendiri
perlahan
telah
mempengaruhi
penguasaan
pedesaan.
pergeseran
tanah
di
Hal
ini
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 23
dikarenakan
adanya
pertukaran
atau
perkebunan diganti menjadi sistem kerja
pembagian tanah pertanian untuk perataan
upah bebas. Sejak tahun 1837 mulai
pembagian kewajiban penyediaan tanah
dilakukan individualisasi pekerjaan dalam
dan kerja pada pemerintah, maupun adanya
perkebunan. Tahun 1855 sistem pekerjaan
kecenderungan
di
perubahan
kepemilikan
perkebunan
mulai
teratur
dan
tanah perseorangan menjadi tanah komunal
terspesifikasi. Pekerjaan di perkebunan
desa.
maupun di sektor pembangunan mulai
Menurut Niel dalam Booth (1988:118)
menjelaskan bahwa sistem tanam paksa
telah menghancurkan desa-desa di Jawa,
memberlakukan
sistem
kontrak
(Kartodirdjo dan Suryo, 1991 : 67-68).
Meskipun
pemerintah
kolonila
karena telah memaksa mengubah hak
menjalankan politik “tidak campur tangan”
kepemilikan tanah desa menjadi milik
semakin intensifnya ekonomi Belanda di
bersama dan dengan demikian merusak
Jawa telah menyebabkan makin hilangnya
hakhak perorangan yang lebih dulu atas
kehidupan tradisional masyarakat Jawa.
tanah. Hal ini menurut Clifford Geertz dalam
Ketika kaum bangsawan Jawa gagal dalam
teori involusi pertaniannya, mengakibatkan
ushanya untuk melebarkan kepemimpinan
munculnya homogenisasi sosial di desa-
mereka
desa Jawa yang mengakibatkan kemiskinan
mengundurkan diri kembali ke dalam
bersama (shared poverty).Hal inilah yang
tradisi Jawa dengan pengecualian beberapa
kemudian
ekonomi
orang mendapat pendidikan Barat dalam
pedesaan yang terus berlanjut meskipun
mencarijalan keluar bagi bakat dan ambisi
sistem tanam paksa mulai memudar.
mereka di bidang politik (Geertz, 1983: 14).
melahirkan
sistem
dalam
bidang
ekonomi,
Selain tanah, sistem tanam paksa
Menurut Geertz (1983: 55) sistem
membutuhkan pengerahan tenaga kerja
tanam paksa mempunyai arti yang sangat
rakyat
menentukan
secara
penggarapan
besar-besaran
lahan,
untuk
penanaman,
dalam
pemusatan
hampir
seluruh usaha di Jawa. Sistem itu telah
pemanenan, pengangkutan, dan pengolahan
memberikan
di pusat-pusat pengolahan atau pabrik.
perbedaan yang ekstrim antara Jawa dengan
Semua kerja yang dibutuhkan ini dilakukan
luar Jawa dan semenjak ituperbedaan
dengan sistem kerja paksa. Pelaksanaan
semakin besar. Sistem itu memantapkan
heerendiensten
memberatkan
dan menonjolkan pola ekonomi rangkap
penduduk, karena selain tidak diberi upah,
dengan sektor Barat yang padat modal dan
juga pekerjaan yang harus dikerjakan secara
sektor Timur yang padat karya, karena
fisik cukup berat. Meskipun nantinya secara
sistem itu menyebabkan makin pesatnya
berangsur-angsur sistem kerja paksa di
perkembangan
sangat
bentuk
sektor
terakhir
Barat
pada
dan
24 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
mempercepat membekunya sektor Timur,
pabrik tebu. Petani-petani di daerah sekitar
dan
dan
pabrik gula yang tanah sawahnya harus
modal
ditanami tebu, mendapat pengganti tanah
Belanda. Lebih penting lagi sistem itu telah
garapannya di daerah pedesaan yang ada di
mencegah
makin
luar lingkaran penanaman dan pengolahan
mendalamnya penetrasi Barat kedalam
tebu. Pertukaran dan pergeseran semacam
kehidupan
Jawa,
itu dilakukan oleh penduduk sendiriatau
sehingga modernisasi pertanian di kalangan
diatur oleh pemerintah setempat. Cara ini
pribumi
banyak menimbulkan kesulitan penduduk,
jurang
mendalam
ini
makin
dengan
penanaman
pengaruh
petani
pada
melebar
akibat
dan
saat
priyayi
yang
sangat
menguntungkan tidak terjadi proses itu.
karena tidak jarang penduduk menerima
Pelaksanaan sistem tanam paksa telah
pengganti lahan garapannya terletak jauh
mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan
dari tempatkediamanya, sehingga banyak
agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan
waktu dan tenaga yang harus disediakan
tenaga kerja. Sistem tanam paksa pertama-
untuk
tama mencampuri sistem pemilikan tanah
(Kartodirjo dan Suryo, 1991: 66).
mengerjakan
lahan
mereka
penduduk pedesaan, karena para petani
Dirk van Hongedorp dalam (Burger,
diharuskan menyerahkan tanahnya untuk
1957: 146) berpendapat bahwa stelsel
penanaman tanaman ekspor. Tuntutan akan
feodal yag terdapat di Indonesia mematikan
kebutuhan
untuk
segala kemauan berusaha. Menurutnya
penanaman tanaman ekspor yang dilakukan
stelsel ini lebih dari pada iklim, adalah
dengan menggunkan ikatan desa, telah
penyebab dari penyakit masa bodoh orang-
mempengaruhi pergeseran pemilikan dan
orang Jawa. Karena itu ia ingin mencabut
penguasaan
kekuasaan dan hak mengguasai atas tanah
tanah
tanah
pertanian
di
kalangan
petani
pedesaan.
dari para bupati dan memberikan hak
Pergeseran sistem pemilikan dan
penguasaan
ini
terjadi
karena
dijamin kepastian tentang milik tanahnya.
baik
karena
adanya
Kemudian
pertukaran atau pembagian tanah-tanah
menanam
pertanian
pembagian
tanamannya, mengubah penyerahan paksa
kewajiban penyediaan tanah dan kerja
menjadi penjualan bebas dan ekspor yang
kepada pemerintah, maupun karena adanya
bebas dari hasil yang ditanamnya sendiri.
berbagai
tanah
memiliki tanah kepada para petani, yakni
sebab,
untuk
perataan
kecenderungan perubahan pemilikan tanah
perseorangan menjadi tanah komunal desa.
menghendaki
dan
Rakyat
kebebasan
mempergunakan
akan
dipaksa
hasil
menanam
tanaman-tanaman ekspor pada tanah-tanah
Pertukaran tanah garapan terjadi
mereka sendiri. Sebelum itu hanya dituntut
terutama di daerah pusat penanaman dan
penyerahan bahan-bahan yang dihasilkan
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 25
atas kemauan mereka sendiri, sedangkan
pada mulanya berpusat pada pelabuhan-
rodi serta pekerjaan tanam paksa hanya
pelabuhan di Indramayu dan Cirebon.
diwajibkan
Penanaman
bagi
kopi
penanaman
yang
kopi.
diwajibkan
itu
Daerah-daerah
yang
dikendalikan
oleh Belanda, terdapat dua sistem tenaga
hampir seluruhnya dilakukan diatas tanah-
kerja
yang
beroperasi
tanah liar. Apabila dipergunakan juga tanah-
Pertama, tenaga kerja paksa yang direkrut
tanah pertanian maka hal itu berarti bahwa
dari para petani desa dan dipekerjakan oleh
pergaulan hidup desa akan dicampuri lebih
pejabat-pejabat supradesa untuk pelayanan
mendalam.
masyarakat.
Pada
secara
dasarnya,
pararel.
hal
ini
Sebagai upah atas penanaman itu
merupakan sejenis pajak yang ditarik dari
tidaklah diberikan uang, tetapi diberikan
para petani pemilik tanah. Sistem kedua
pembebasan dari kewajiban membayar
adalah tenaga kerja bayaran yaitu petani
pajak tanah yang sangat berat itu, dengan
bekerja pada tanahnya sendiri dan bekerja
demikian maka pajak itu tidak dipungut
untuk orang lain dan menerima bayaran.
dalam uang melainkan dalam natura (kerja).
Berdasarkan
jenis
kerja
dan
Pajak ini lebih sesuai dengan sifat rumah
perkembangan ekonomi daerah, terdapat
tangga desa daripada pajak dalam uang
berbagai jenis pembayara, mulai dari hasil-
yang menyebabkan rakyat terpaksa menjual
hasil pertanian kemusian tanah sampai
barang-barang hasilnya sehingga mudah
uang. Tampaknya menyesatkan jika kita
disesatkan atau tertipu (Burger, 1957: 198).
beranggapan bahwa system kerja paksa
Perluasan penanaman padi di sawah
mendominasi masyarakat desa sedemikian
dan pembayaran gaji yang disediakan oleh
rupa
pemerintah kolonial dan pabrik-pabrik gula
mempunyai kebebasn untuk bekerja bagi
swasta
akibat
dirinya sendiri. Dalam kenyataannya para
(free
petani sebelum abad ke-19 menikmati
1813.
relatif lebih banyak kebebasan bekerja bagi
Pengolahan sawah pada dataran rendah dan
dirinya sendiri daripada saat mereka beada
penanaman
di bawah system tanam paksa (Linblad,
sepenuhnya
rangsangan
enterprise)
merupakan
perusahaan
di
Jawa
kopi
di
bebas
setelah
dataran
tinggi
mendorong kehidupan menetap (sedentary
life).
Penenman
tanaman
sekunder
sehingga
petani
hampir
tidak
1998: 217).
Kerja
paksa
di
kesultanan
Jawa
disamping padi menunjukkan bahwa sedikit
mempunyai beberapa karakteristik yang
banyak komersialisasi juga sedag terjadi.
khas. Pertama, fungsi utama kerja paksa
Komersialisasi
oleh
adalahmemberikan pelayanan pribadi pada
pertumbuhan kegiatan perdagangan yang
kelas atas atau supradesa. Karena itu,
juga
didorong
tingkat kerja paksa berbeda dari satu
26 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
daerah ke daerah yang lain. Bebrapa pejabat
kekurangan
menuntut banyak pelayanan, sedangkan
perawatan kesehatan yang kurang bagus.
yang lain tidak. Kedua, kerja paksa untuk
kepentingan
1840,
tanda-tanda
penderitaan di kalangan masyarakat Jawa
digunakan dalam skala kecil dan untuk jenis
mulai tampak, khususnya di daerah-daerah
kerja yang sederhana. Ketiga, secara umum,
penanaman tebu. Batang tebu ditanam
tidak banyak tenaga kerja direkrut dari
ditanah yang sama untuk penanaman padi.
tempat-tempat jauh di luar daerah atau
Waktu yang diperlukan untuk tumbuhnya
desa. Keempat, mobilisasi kerja skala besar
tebu
(gugur gunung)hanya diperlukan untuk
persiapan lahan bagi penanaman padi telah
menangani bencana-bencana atau untuk
mempersulit tercapainya pergiliran yang
tujuan upacara-upacara besar di ibu kota.
konstant bagi kedua komoditi tersebut.
Kelima, para petani yang terkena wajib
Pabrik-pabrik gula juga bersaing dengan
militer direkrut dari tiap pemilik tanah
pertanian padi untuk jatah air. Nila juga
kapan saja Sultan pergi berperang, namun
menciptakan masalah, gizi tanah menjadi
tugas
terkuras sehingga mengakkibatkan tanaman
jarang
dan
tahun
disebabkan
infrastruktur
ini
umum
Pada
makanan yang
dilaksanakan
setelah
perjajian Giyanti 1755.
dan
menuainya
disusul
dengan
padi buruk beberapa tahun setelah lahan
Sistem tanam paksa selama empat
ditanami nila sehingga terjadi kekurangan
dasawarsa telah berhasil menutupi defisit
beras.
Harganya
menjadi
bergejolak
yang diderita pemerintah Belanda, bahkan
dimana-mana yang paling kuat terjadi pada
dapat meningkatkan kemakmuran bangsa
tahun 1830-an dan 1840-an.
Belanda sendiri. Jumlah total dari batig slot
Kelaparan-kelaparan yang melanda
atau keuntungan yang diperoleh Belanda
Jawa lebih disebabkan oleh kemelaratan
dari hasil tanam paksa mencapai angka f
petani dan keserakahan orang-orang yang
784 juta sesuatu angka yang tinggi pada
memegang
masa itu (Djoenoed, 1993: 95). Sementara
kelangkaan beras. Pada tahun 1844 terjadi
dipihak lain, beban yang dipikul rakyat
gagal panen besar-besaran yang diikuti oleh
bertambah
kelaparan
berat.
Penderitaan
rakyat
kekuasaan
di
ketimbang
Cirebon.
oleh
Wabah-wabah
tersebut disebabkan oleh kerja rodi yang
penyakit khususnya tipus berjangkit pada
mereka lakukan baik untuk membangun
tahun
dan memelihara benteng-benteng tentara
pemerintah menerapkan kenaikan pajak
kolonial
tanah
maupun
juga
perawatan
1846-1850.
dan
pajak-pajak
Sementara
lainnya
itu
secara
infrastruktur berupa jalan, jembatan dan
drastis. Kepergian penduduk dari desa-desa
irigasi. Banyak dari pekerja rodi tersebut
mengakibatkan semakin turunnya hasil
kemudian
pertanian padi (Ricklefs, 2001: 267). Sistem
mati
karena
penyakit
dan
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 27
Tanam Paksa telah menyebabkan penilaian
jumlah persentase yang diterima para
yang
karena
pejabat Belanda maupun sesuai dengan
memberikan kompensasi atau ganti rugi
produksi yang diserahkan pada gudang-
serendah mungkin. Dengan meneruskan
gudang pemerintah. Jumlah itu tidak jarang
penggunaan
jauh lebih besar dari gaji yang diterima. Van
negatif
tradisional.
bagi
pekerjaan
pola-pola
Sistem
kekuasaan
juga
den Bosch sengaja menambah hal ini untuk
merubah sistem kerja mayarakat yang telah
mendorong para pejabat tersebut bekerja
mengenal sistem ekonomi uang (monetisasi)
keras. Lagi pula cara itu juga sudah dipakai
ke dalam lingkungan kehidupan pedesaan
dalam Preangerstelsel, dengan demikian
agraris (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:68).
cara ini sesungguhnya bukan ciptaan van
Kehidupan
Tanam
Paksa
perekonomian
yang
den Bosch.
semula masih tradisional dan subsisten
secara
berangsur-angsur
dengan
ekonomi
komersialisasi
berkenalan
uang
tanah
pertanian
menyebabkan
penderitaan rakyat yang semakin berat.
Bagi para petani yang menjadi buruh
pasaran kerja. Sistem tanam paksa telah
upahan di pabrik-pabrik secara umum
menjadi pintu masuk peredaran uang ke
ekonomi mereka relatif baik. Namun para
daerah pedesaan. Sistemekonomi uang ini
petani
membuat para petani mulai tergantung
mengerjakan
pada
dijadikan perkebunan pemerintah maka
luar.
pertanian
serta
dan
dunia
produksi
melalui
Banyaknya eksploitasi tenaga kerja
Produksipertanian
tidak
mempunyai
tanahnya
atau
penderitaanlah
dan
muncullah reaksi dari masyarakat Jawa.
dunia.
Sistem
ini
mulai
terjadi,
tanahnya
dirasakan sebagai komoditi untuk ekspor
pasar
yang
kesempatan
sehingga
menggoyang sistem ekonomi subsisten
Salah satu reaksi tersebut adalah
sebagai ekonomi tradisional yang bersifat
dengan cara berpindah jauh dari desanya
tertutup dan memenuhi kebutuhan rumah
untuk menghindari beban-beban atau untuk
tangga sendiri bagi petani.
mencari pekerjaan. Upaya penghindaran
Salah satu dampak dari cultuurstelsel
adalah
masuknya
ekonomi
uang
di
diri digambarkan oleh masyarakat Jepara
yang
ramai-ramai
melarikan
diri,
pedesaan. Penduduk membayar pajak tanah
menyingkir dan migrasi lemah di Jawa bila
(landrent) yang diintroduksi oleh Raffles
tekanan tuntutan pihak yang berkuasa telah
dengan uang. Kenyataan ini saja sudah
terlampau berat menimpa diri mereka.
menunjuk
dalam
Sejak tahun-tahun pertama pelaksanaan
kehidupan pedesaan. Suatu masalah yang
tanam paksa sudah terjadi penyingkiran diri
penting pula adalah apa yang dinamakan
dari beberapa ribu petani dari Jepara. Hal
“cultuur procent” (Fasseur, 1986), yaitu
ini
adalah
perubahan
menyulitkan
pemerintah
karena
28 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
kehilangan
tenaga
kerja
begitu
kategori gerakan sosial sebagai bentuk
diperlukan bagi perkebunan tanam paksa.
perlawanan terhadap kekuasaan Belanda
Pada tahun 1841 kesulitan itu timbul
dan elit local. Pertama, gerakan dan
kembali dengan perpindahan penduduk
ideologimesianisme
dalam jumlah besar, pada enam bulan
harapan datangnya zaman adil dan makmur.
pertama tahun itu sudah sekitar 2.000
Gerakan ratu adil merupakan kontra-
petani
sebelah
ideologi terhadapraja sebagai penguasa
selatan Grobogan, daerah yang tidak terlibat
yang tentu akan mengancam kedudukan
tanam paksa dan juga tanpa adanya kerja
penguasa. Kedua adalah gerakan bercorak
rodi (Husken, 1998: 112).
nativisme.
menyingkir
ke
Bentuk-bentuk
yang
daerah
perlawanan
yang
Gerakan
ini
mengandung
tidak
dapat
lain
dipisahkan dari besarnya kekuasaan asing
terlihat juga seperti sabotase, tindakan-
sehingga menciptakan reaksi kuat untuk
tindakan
melenyapkannya.
kekerasan
demonstrasi
perseorangan
protes
bersama.
Meluasnya kekuasaan asing berarti
Biasanya ini terjadi di daerah-daerah yang
merosotnya ketertiban di berbagai bidang
memiliki tanggung jawab besar untuk
kehidupan, sehingga pengusiran orang asing
menghasilkan komoditi-komoditi pertanian
termasuk sekutunya menjadi tujuan utama
untuk pemerintah maupun di daerah yang
gerakan itu karena membentuk kelompok
memiliki tanggung jawab sedikit atau yang
penguasa. Ketiga adalah gerakan protes
tidak
perorangan yang terdapat di pedesaan.
memiliki
secara
dan
sama
sekali.
Ini
menunjukkan bahwa banyak persoalan
Munculnya
gerakan
yang dirasakan masyarakat Jawa karena
pelampiasan
frustasi
kondisi umum pemerintah Belanda dari
tekanan
padapengaturan-pengaturan khusus dalam
Berdasarkan
tanam paksa (Ricklefs, 2001: 226).
disertai
Pergolakan
karena
perusahaan
ideologi
keberanian
merupakan
tekanan-
perkebunan.
yang
dianutnya
dan
kekebalan
daerah
pedesaan
mendorong pemimpin gerakan melakukan
perlawanan
terhadap
protes terhadap perusahaan perkebunan.
kekuasaan asing ternyata bersifat endemis,
Selain gerakan perorangan yang bersifat
local, pendek umurnya serta tradisional.
terorganisir, terdapat bentuk pelawanan
Gerakan yang tradisional ini tidak mampu
yang dilakukan secara perseorangan yang
meluaskan jaringan organisasinya, basis
terjadi di pedesaan antara lain perkecuan,
komunitasnya tetap unit social tradisional
pembegalan, pembakaran, pencurian ternak
yang merupakan komunitas desa, keluarga
dan pembunuhan. Umumnya para kecu atau
dan lembaga tradisional religius. Menurut
bandit
sebagai
bentuk
di
dari
ini
Suhartono (1991: 140-165) terdapat tiga
terorganisir
dengan
baik
dan
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 29
mempunyai markas serta pimpinan yang
pemerintah
disebut benggol kecu.
sebagai bentuk eksploitasi. Rakyat dipaksa
Pada
akhirnya,
sistem
ekonomi
kolonial
dan
semata-mata
menanam tanaman-tanaman ekspor pada
modern yang muncul akibat tanam paksa
tanah-tanah
meskipun berhasil mendorong Jawa makin
peristiwa tanam paksa terjadi, fenomena
terlibat dalam perdagangan internasional
yang ada yakni rakyat hanya dituntut
karenapertumbuhan yang mantap di bidang
menyerahkan bahan-bahan yang dihasilkan
ekspor,
telah
atas kemauan mereka sendiri. Tanaman
sistem
yang wajib ditanam yaitu kopi. Penanaman
ekonomi subsistens yang menjadi basis
kopi yang diwajibkan itu hampir seluruhnya
ekonomi kaum tani.
dilakukan diatas tanah-tanah liar. Apabila
namun
di
mengeksploitasi
sisi
lain
habis-habisan
mereka
sendiri.
Sebelum
Eksploitasi lewat sistem tanam paksa
dipergunakan juga tanah-tanah pertanian
bersifat brutal dan mengakibatkan petani
maka hal itu berarti bahwa pergaulan hidup
Jawa menderita kemiskinan dan kelaparan.
desa akan dicampuri lebih dalam.
Struktur sosial dan ekonomi Jawa nyaris
dihancurkan.
dan
di Jawa dimulai sejak diberlakukannya
kelaparanmenjadi masalah pokok penduduk
sistem tanam paksa pada tahun 1830 dan
Jawa. Teori involusi pertanian Clifford
berakhir dengan munculya depresi ekonomi
Geertz yang menjelaskan proses kemiskinan
pada pertengahan 1880-an. Sisi terpenting
structural di Jawa tampak relevansinya.
dari perubahan tersebut adalah makin
Pertambahan
melemahnya
berkurangnya
perluasan
Kemiskinan
Perubahan di bidang sosio-ekonomi
penduduk
lahan
Jawa,
pertanian
perkebunan
Eropa
ciri
subsisten
kehidupan
dan
perekonomian pribumi. Gaya hidup rumah
menjadi
tangga petani pencari nafkah yang mulanya
penyebab kemiskinan di Jawa.
memproduksi sebagian besar kebutuhan
materinya sendiri perlahan berpindah ke
PENUTUP
Sistem
kehidupan materi yang lebih komersial.
tanam
lebih
Kehidupan perekonomian yang semula
mengutamakan peningkatan hasil produksi
masih tradisional dan subsisten secara
tanaman ekspor yang sangat laku di pasaran
berangsur-angsur
Eropa.
ekonomi
Pemerintah
paksa
kolonial
uang
berkenalan
melalui
dengan
komersialisasi
memperkenalkan tanaman ekspor kepada
produksi pertanian dan pasaran kerja.
petani di Jawa. Pelaksanaan tanam paksa
Sistem Tanam Paksa telah menyebabkan
dalam kenyataannya tidak sesuai dengan
penilaian yang negatif karena memberikan
peraturan yang berlaku pada masa itu.
kompensasi atau ganti rugi yang sangat
Sistem tanam paksa lebih menguntungkan
rendah.
30 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016
DAFTAR PUSTAKA
Booth, Anne et.al. 1988. Sejarah Ekonomis
Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Burger, D.H. 1957. Sedjarah Ekonomis
Sosiologis Indonesia 1. Jakarta: Pradjna
Paramita.
Djonoed, Marwati dkk. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai
Pustaka.
Fasseur, C. De Indologen. 1993. Ambtenaren
voor de oost 1825-1950. Amsterdam.
Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian.
Jakarta: Bharata.
Husken, Frans. 1998. Masyarakat Desa
dalam Perubahan Zaman. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, Djoko.
1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia
Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta:
Aditya Media.
Kartodirdjo, Sartono . 1993. Pengantar
Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900
Dari Emporium Sampai Imperium Jilid
1. Jakarta:Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Lindblad, Thomas J. 1998. Sejarah Ekonomi
Modern
Indonesia:
Berbagai
Tantangan Baru. Jakarta: LP3ES.
Ricklefs, M.C. 1991. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suhartono. 1991. Apanage dan Bekel:
Perubahan
Sosial
di
Pedesaan
Surakarta (1830-1920). Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Download