18 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa 1830-1870 Wafiyatu Maslahah* Arif Wahyu Hidayat* Abstrak Kegagalan sistem sewa tanah yang dilakukan pada pemerintahan Inggris, menjadikan pelajaran bagi pemerintah Belanda yang telah kembali menduduki Hindia-Belanda. Situasi keuangan Belanda pada saat itu sangat terpuruk sehingga Johanes van den Bosch sebagai Gubernur Jendral yang baru mendapatkan tugas untuk meningkatkan produk tanaman ekspor, meskipun pada saat pemerintahan Belanda sebelumnya sudah menerapkan hal tersebut. Gagasan pemecahan untuk mengatasi keterpurukan keuangan yang dicetuskan oleh van den Bosch walaupun sama dengan pemerintahan yang lama tetapi terdapat perbedaan yakni pengenalan sistem tanam paksa, yang kemudian terkenal dengan nama Cultuurstelsel. Aturan mengenai pelaksanaan sistem tanam paksa pada dasarnya masih dapat diterima karena masih berada dalam koridorkoridor kewajaran yang masuk akal. Permasalahannya ialah dalam praktiknya sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang ditetapkan. Hal ini berakibat penderitaan rakyat yang dikarenakan sebagian tanah milik petani harus ditanami tanaman ekspor yang kurun waktunya sama dengan waktu masa tanam padi. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Selain itu, tanam paksa juga mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Jawa 18301870. Kata Kunci : tanam paksa, kehidupan sosial masyarakat Pendahuluan Indonesia pernah Inggris kepada Belanda. Belanda meninjau dijajah Inggris kembali kebijaksanaan mereka atas Jawa. selama lima tahun antara 1811-1816. Gubernur Jenderal Van Der Cappellen Gubernur Jendral Raffles merupakan salah menerapkan suatu kebijaksanaan, bahwa seorang tokoh yang mengenalkan sistem penduduk Jawa bebas menggunakan tanah sewa tanah di Jawa. Hal ini didasarkan atas mereka untuk menanam yang mereka pengakuan kedaulatan Inggris oleh raja kehendaki, tapi sebagai imbalan atas hak ini, sehingga tanah menjadi milik negara. Teori orang-orang tersebut harus membayar sewa ini yang menjadi dasar dalam penerapan atas tanah. Pada tahun 1827, sebagian besar sistem sewa tanah di Jawa. Gagasan ini sewa harus dibayarkan baik dalam bentuk muncul dari pengalaman Inggris di India. mata uang perak atau emas, dan sisanya Ketika Raffles meninggalkan Jawa pada tahun 1816, maka hak atas penguasaan wilayah tersebut dikembalikan dalam bentuk mata uang tembaga. Diharapkan dengan konsep liberal ini, penduduk Jawa kemudian akan * Wafiyatu Maslahah adalah Dosen Program Studi Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Raden Rahmat Malang * Arif Wahyu Hidayat adalah Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah dan Sosiologi FPISH IKIP Budi Utomo Malang Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 19 memproduksi hasil bumi yang lebih dapat di menghapus sistem penyerahan wajib dan pasarkan, dan dengan demikian mampu menggantinya dengan system pajak tanah membayar sewa tanah. (land rent), dalam rangka usaha untuk Kegagalan sistem sewa tanah dalam mendorong petani meningkatan produksi merangsang para petani pedesaan untuk tanaman ekspor. Usaha Raffles gagal karena meningkatkan produksi tanaman ekspor kebijaksanaannya yang pemerintahan menciptakan hubungan yang efektif antara komisaris Jendral Van der Cappelen dan Du pemerintah dengan para petani yang tidak Bus de Gisignies, telah memberikan alasan lagi menggunakan penghubung para bupati bagi dan kepala-kepala desa. dilakukan selama penggantinya untuk menetapkan kebijakan baru yang dianggap lebih mampu menjawab tuntutan yang mendesak. tidak mampu Sistem tanam paksa pada dasarnya merupakan penyatuan antara sistem Johanes van den Bosch yang diangkat penyerahan wajib dengan sistem pajak menjadi Gubernur Jendral di Indonesia pada tanah. Maka dari itu, ciri pokok sistem tahun 1830 mendapatkan tugas untuk tanam paksa terletak pada keharusan rakyat meningkatkan produksi tanaman ekspor untuk membayar pajak dalam bentuk yang tidak dapat dicapai pada pemerintahan barang, sebelumnya. pertanian mereka, dan bukan dalam bentuk yaitu berupa hasil tanaman Tugas ini sangat mendesak, karena uang seperti yang berlaku dalam sistem keadaan keuangan Negeri Belanda yang pajak. Menurut pemikiran van den Bosch, sangat parah. Negeri Belanda pada waktu bahwa dengan pungutan pajak dalam itu memiliki beban hutang yang sangat bentuk barang (natura), maka produksi besar yang tidak dapat ditanggulangi sendiri tanaman sehingga dikumpulkan dalam jumlah yang besar. mencari jajahannya yaitu solusi di Indonesia. daerah Gagasan perdagangan Produksi tanaman akan dapat ekspor yang pemecahan yang dicetuskan oleh van den berhasil dikumpulkan itu, diharapkan akan Bosch adalah pengenalan sisten tanam dapat dikirimkan ke negeri induk yang paksa, yang kemudian terkenal dengan kemudian dipasarkan di pasaran dunia nama Cultuurstelsel (Kartodirjo dan Suryo, secara luas baik di Eropa maupun Amerika. 1991: 53). Pemasaran produksi tanaman ekspor di Sistem tanam paksa yang diterapkan dunia itu akan mendatangkan keuntungan sejak tahun 1830 ini, pada dasarnya adalah besar baik kepada pemerintah maupun para suatu pengusaha di Negeri Belanda, sehingga penghidupan kembali sistem eksploitasi dari masa VOC yang berupa hutang penyerahan Meskipun culturestelsel tidak mengadakan wajib. Raffles pernah negeri induk segera dibayar. 20 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 jenis tanaman baru dan cara pengoperasian menguntungkan yang masih sama dengan cara di zaman penyerahan paksa itu dapat diterapkan VOC, yaitu menguasai tanah tenaga kerja dalam usaha eksploitasi produksi pertanian dan hasil tanamannya untuk diekspor tanah jajahan yang langsung ditangani oleh namun culturestelsel telah menciptakan pemerintah kolonial. suatu tahap baru dalam eksploitasi sosial eknomi dan transformasi terhadap adalah negara. pelaksana Sistem dilakukan oleh pemerintah kolonial ini diwujudkan sekaligus induk. Eksploitasi produksi pertanian yang pedesaan Jawa. Johanes van den Bosch konseptor negara dalam Sejak bentuk itulah perkebunan Hindia Belanda politik tanam paksa yang diangkat sebagai memasuki masa sistem tanam wajib atau Gubernur dia tanam paksa (cultuurstelsel). Sistem tanam beranggapan pemerintah Hindia Belanda paksa dilaksanakan melalui alat birokrasi merasa dirinya sebagai pengganti raja-raja pemerintah yang berhak melakukan tindakan seperti pelaksana langsung dalam proses mobilisasi yang dilakukan raja (Husken, 1998: 75-76). sumber perekonomian berupa tanah dan Jendral Berdasarkan di Indonesia, yang berfungsi sebagai ketentuan-ketentuan tenaga kerja.Sistem tanam paksa lebih tanam paksa, sebenarnya hal tersebut tidak mengutamakan peningkatan hasil produksi begitu merugikan bangsa Indonesia, namun tanaman ekspor yang sangat laku di pasaran penyimpangan dalam pelaksanaan politik Eropa, itu telah membawa kesengsaraan bagi memperkenalkan tanaman ekspor kepada rakyat pribumi. Terlepas dari permasalahan petani di Jawa. tersebut pelaksanaan tanam paksa tentunya untuk itu pemerintah kolonial Pelaksanaan tanam paksa dalam mengalami dampak terhadap kehidupan kenyataannya tidak sosial masyarakat di Jawa. Fenomena peraturan yang berlaku pada masa itu. kehidupan sosial masyarakat di Jawa 1830- Sistem tanam paksa lebih menguntungkan 1870 akan dibahas lebih lanjut. pemerintah kolonial sesuai dan dengan semata-mata sebagai bentuk eksploitasi (Booth, 1988: PEMBAHASAN 101). Dalam pelaksanaan sistem tanam Golongan konservatif yang menguasai pemerintahan kolonial pada masa awal abad XIX memandang politik eksploitasi peninggalan dengan VOC penyerahan sangat cocok paksa untuk mengelola Hindia Belanda sebagai daerah wingewest atau daerah yang paksa, van den Bosch menghendaki peningkatan campur tangan orang Eropa dalam proses produksi. Rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor yang diminta pemerintah di tanah-tanah milik mereka sendiri. Penyerahan hasil tanaman, menurut teorinya, dilakukan atas kemauan penduduk Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 21 sendiri namun tentu dalam kenyataannya penanaman tanaman perdagangan yang tidaklah demikian. dapat dijual di pasaran Eropa. Tuntutan kerja paksa (kerja rodi) 2) Tanah yang disediakan untuk atau pekerjaan tanam paksa diwajibkan bagi penanaman tanaman perdagangan tidak penanaman kopi yang hampir semuanya boleh melebihi seperlima dari tanah dilakukan di tanah yang belum digarap, pertanian yang dimiliki penduduk desa. meskipun pada praktiknya penanaman juga 3) Pekerjaan yang diperlukan untuk dilakukan di lahan pertanian yang sudah menanam tanaman perdagangan tidak digarap. Dalam teorinya sebagai upah atas boleh penanaman dibutuhkan untuk menanam padi. tanaman yang diminta pemerintah maka penduduk dibebaskan melebihi pekerjaan 4) Bagian tanah yang ditanami tanaman dari kewajiban membayar pajak tanah. perdagangan Pajak nantinya dipungut bukan dalam pembayaran pajak tanah. bentuk uang melainkan dalam bentuk in yang dibebaskan dari 5) Hasil tanaman perdagangan yang berasal natura atau dengan memberikan tenaganya dari untuk bekerja. Hal ini dianggap lebih sesuai diserahkan kepada pemerintah Hindia dengan sifat rumah tangga desa yang ingin Belanda; apabila nilai hasil tanaman dipertahankan tangga perdagangan yang ditaksir itu melebihi agar tidak pajak tanah yang harus dibayar rakyat, tangga uang maka selisih positifnya harus diserahkan produksi sebagai dan menjalankan rumah dicegah rumah (Kartodirdjo dan Suryo, 1991: 55). tanah yang disediakan wajib kepada rakyat. Aturan mengenai pelaksanaan sistem 6) Kegagalan panen tanaman perdagangan tanam paksa pada dasarnya masih dapat harus dibebankan kepada pemerintah, diterima terutama apabila kegagalannya bukan karena masih berada dalam koridorkoridor kewajaran yang masuk akal. disebabkan oleh kelalaian penduduk. Permasalahannya ialah dalam praktiknya 7) Penduduk desa akan mengerjakan tanah sistem tanam paksa menyimpang dari mereka dengan pengawasan kepala- aturan Menurut kepala mereka, dan pegawai-pegawai Kartodirdjo dan Suryo (1991:56) di dalam Eropa membatasi pengawasannya pada Lembaran Negara (Staatsblad) tahun 1834, segi teknis dan ketepatan waktu dalam nomor 22, sistem tanam paksa dijalankan pembajakan dengan ketentuan sebagai berikut : pengangkutan. 1) Melalui yang ditetapkan. persetujuan, tanah, panen, dan penduduk Sistem tanam paksa dilaksanakan menyediakan sebagian tanahnya untuk melalui saluran birokrasi pemerintah, yang melibatkan pejabat-pejabat pribumi dan 22 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 Eropa. Pejabat pribumi mencakup para berpindah ke kehidupan materi yang lebih bupati hingga kepala desa.Pejabat Eropa komersial. Penduduk desa semakin terbiasa meliputi para Residen, Asisten Residen, membeli berbagai jenis kebutuhan rumah Kontrolir, dan Direktur Tanaman, yang tangga. Dampak ekonomi dalam bentuk bertugas jalannya kebiasaan konsumen yang berubah dari pelaksanaan system tanam paksa.Ini berarti penduduk desa dicerminkan oleh semakin sistem tanam paksa menyandarkan diri banyaknya jumlah orang yang terlibat pada sistem tradisional dan feodal dengan penuh perantaraan nonpertanian (Linblad, 1998: 131). sebagai pengawas struktur kekuasaan lama (Kartodirdjo, 1993:306). Sistem liberal yang sempat dianut ditinggalkan sama sekali. dalam kegiatan ekonomi Secara umum pelaksanaan sistem tanam paksa telah mempengaruhi dua Meskipun dapat ditarik suatu konklusi unsur pokok kehidupan agraris pedesaan secara umum bahwa sistem tanam paksa Jawa, yaitu tanah dan tenaga kerja. Akan membawa penderitaan, akan tetapi sistem tetapi menurut Niel dalam Booth (1988 tanam paksa membawa dampak besar bagi :130), dampak dari sistem tanam paksa di perubahan sosial ekonomi petani Jawa. Jawa Subsistensi yang sejak dulu menjadi warna (kemudian dalam Jawa ekonomi pedesaan) dan munculnya tenaga mengalami pergeseran. Secara perlahan buruh yang murah, masih ditambah satu hal namun pasti sistem tanam paksa telah lagi yaitu lahirnya pembentukan modal di memperkenalkan perekonomian uang yang desa. Perolehan laba yang sangat luar biasa kemudian semakin berkembang dengan bagi Belanda menunjukkan bahwa sistem masuknya modal asing dalam koridor tanam ekonomi liberal. Belanda, terutama di Jawa pada periode perekonomian petani Perubahan penting di bidang sosio- selain mempengaruhi dikaitkan paksa dengan merupakan tanah sistem eksploitasi 1830-1870. ekonomi di Jawa nampakya dimulai sejak Sistem tanam paksa pertama-tama diberlakukannya sistem tanam paksa pada mencampuri urusan kepemilikan tanah tahun 1830 dan berakhir dengan munculya penduduk pedesaan, karena petani harus depresi ekonomi pada pertengahan 1880- menyerahkan tanahnya untuk penanaman an. Sisi terpenting dari perubahan tersebut tanaman ekspor.Tuntutan akan kebutuhan adalah makin melemahnya ciri subsisten tanah pertanian untuk tanaman ekspor yang kehidupan perekonomian pribumi. Gaya dilakukan dengan menggunakan ikatan hidup lama rumah tangga petani pencari desa, nafkah yang memproduksi sebagian besar pemilikan dan kebutuhan kalangan petani materinya sendiri perlahan telah mempengaruhi penguasaan pedesaan. pergeseran tanah di Hal ini Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 23 dikarenakan adanya pertukaran atau perkebunan diganti menjadi sistem kerja pembagian tanah pertanian untuk perataan upah bebas. Sejak tahun 1837 mulai pembagian kewajiban penyediaan tanah dilakukan individualisasi pekerjaan dalam dan kerja pada pemerintah, maupun adanya perkebunan. Tahun 1855 sistem pekerjaan kecenderungan di perubahan kepemilikan perkebunan mulai teratur dan tanah perseorangan menjadi tanah komunal terspesifikasi. Pekerjaan di perkebunan desa. maupun di sektor pembangunan mulai Menurut Niel dalam Booth (1988:118) menjelaskan bahwa sistem tanam paksa telah menghancurkan desa-desa di Jawa, memberlakukan sistem kontrak (Kartodirdjo dan Suryo, 1991 : 67-68). Meskipun pemerintah kolonila karena telah memaksa mengubah hak menjalankan politik “tidak campur tangan” kepemilikan tanah desa menjadi milik semakin intensifnya ekonomi Belanda di bersama dan dengan demikian merusak Jawa telah menyebabkan makin hilangnya hakhak perorangan yang lebih dulu atas kehidupan tradisional masyarakat Jawa. tanah. Hal ini menurut Clifford Geertz dalam Ketika kaum bangsawan Jawa gagal dalam teori involusi pertaniannya, mengakibatkan ushanya untuk melebarkan kepemimpinan munculnya homogenisasi sosial di desa- mereka desa Jawa yang mengakibatkan kemiskinan mengundurkan diri kembali ke dalam bersama (shared poverty).Hal inilah yang tradisi Jawa dengan pengecualian beberapa kemudian ekonomi orang mendapat pendidikan Barat dalam pedesaan yang terus berlanjut meskipun mencarijalan keluar bagi bakat dan ambisi sistem tanam paksa mulai memudar. mereka di bidang politik (Geertz, 1983: 14). melahirkan sistem dalam bidang ekonomi, Selain tanah, sistem tanam paksa Menurut Geertz (1983: 55) sistem membutuhkan pengerahan tenaga kerja tanam paksa mempunyai arti yang sangat rakyat menentukan secara penggarapan besar-besaran lahan, untuk penanaman, dalam pemusatan hampir seluruh usaha di Jawa. Sistem itu telah pemanenan, pengangkutan, dan pengolahan memberikan di pusat-pusat pengolahan atau pabrik. perbedaan yang ekstrim antara Jawa dengan Semua kerja yang dibutuhkan ini dilakukan luar Jawa dan semenjak ituperbedaan dengan sistem kerja paksa. Pelaksanaan semakin besar. Sistem itu memantapkan heerendiensten memberatkan dan menonjolkan pola ekonomi rangkap penduduk, karena selain tidak diberi upah, dengan sektor Barat yang padat modal dan juga pekerjaan yang harus dikerjakan secara sektor Timur yang padat karya, karena fisik cukup berat. Meskipun nantinya secara sistem itu menyebabkan makin pesatnya berangsur-angsur sistem kerja paksa di perkembangan sangat bentuk sektor terakhir Barat pada dan 24 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 mempercepat membekunya sektor Timur, pabrik tebu. Petani-petani di daerah sekitar dan dan pabrik gula yang tanah sawahnya harus modal ditanami tebu, mendapat pengganti tanah Belanda. Lebih penting lagi sistem itu telah garapannya di daerah pedesaan yang ada di mencegah makin luar lingkaran penanaman dan pengolahan mendalamnya penetrasi Barat kedalam tebu. Pertukaran dan pergeseran semacam kehidupan Jawa, itu dilakukan oleh penduduk sendiriatau sehingga modernisasi pertanian di kalangan diatur oleh pemerintah setempat. Cara ini pribumi banyak menimbulkan kesulitan penduduk, jurang mendalam ini makin dengan penanaman pengaruh petani pada melebar akibat dan saat priyayi yang sangat menguntungkan tidak terjadi proses itu. karena tidak jarang penduduk menerima Pelaksanaan sistem tanam paksa telah pengganti lahan garapannya terletak jauh mempengaruhi dua unsur pokok kehidupan dari tempatkediamanya, sehingga banyak agraris pedesaan Jawa, yaitu tanah dan waktu dan tenaga yang harus disediakan tenaga kerja. Sistem tanam paksa pertama- untuk tama mencampuri sistem pemilikan tanah (Kartodirjo dan Suryo, 1991: 66). mengerjakan lahan mereka penduduk pedesaan, karena para petani Dirk van Hongedorp dalam (Burger, diharuskan menyerahkan tanahnya untuk 1957: 146) berpendapat bahwa stelsel penanaman tanaman ekspor. Tuntutan akan feodal yag terdapat di Indonesia mematikan kebutuhan untuk segala kemauan berusaha. Menurutnya penanaman tanaman ekspor yang dilakukan stelsel ini lebih dari pada iklim, adalah dengan menggunkan ikatan desa, telah penyebab dari penyakit masa bodoh orang- mempengaruhi pergeseran pemilikan dan orang Jawa. Karena itu ia ingin mencabut penguasaan kekuasaan dan hak mengguasai atas tanah tanah tanah pertanian di kalangan petani pedesaan. dari para bupati dan memberikan hak Pergeseran sistem pemilikan dan penguasaan ini terjadi karena dijamin kepastian tentang milik tanahnya. baik karena adanya Kemudian pertukaran atau pembagian tanah-tanah menanam pertanian pembagian tanamannya, mengubah penyerahan paksa kewajiban penyediaan tanah dan kerja menjadi penjualan bebas dan ekspor yang kepada pemerintah, maupun karena adanya bebas dari hasil yang ditanamnya sendiri. berbagai tanah memiliki tanah kepada para petani, yakni sebab, untuk perataan kecenderungan perubahan pemilikan tanah perseorangan menjadi tanah komunal desa. menghendaki dan Rakyat kebebasan mempergunakan akan dipaksa hasil menanam tanaman-tanaman ekspor pada tanah-tanah Pertukaran tanah garapan terjadi mereka sendiri. Sebelum itu hanya dituntut terutama di daerah pusat penanaman dan penyerahan bahan-bahan yang dihasilkan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 25 atas kemauan mereka sendiri, sedangkan pada mulanya berpusat pada pelabuhan- rodi serta pekerjaan tanam paksa hanya pelabuhan di Indramayu dan Cirebon. diwajibkan Penanaman bagi kopi penanaman yang kopi. diwajibkan itu Daerah-daerah yang dikendalikan oleh Belanda, terdapat dua sistem tenaga hampir seluruhnya dilakukan diatas tanah- kerja yang beroperasi tanah liar. Apabila dipergunakan juga tanah- Pertama, tenaga kerja paksa yang direkrut tanah pertanian maka hal itu berarti bahwa dari para petani desa dan dipekerjakan oleh pergaulan hidup desa akan dicampuri lebih pejabat-pejabat supradesa untuk pelayanan mendalam. masyarakat. Pada secara dasarnya, pararel. hal ini Sebagai upah atas penanaman itu merupakan sejenis pajak yang ditarik dari tidaklah diberikan uang, tetapi diberikan para petani pemilik tanah. Sistem kedua pembebasan dari kewajiban membayar adalah tenaga kerja bayaran yaitu petani pajak tanah yang sangat berat itu, dengan bekerja pada tanahnya sendiri dan bekerja demikian maka pajak itu tidak dipungut untuk orang lain dan menerima bayaran. dalam uang melainkan dalam natura (kerja). Berdasarkan jenis kerja dan Pajak ini lebih sesuai dengan sifat rumah perkembangan ekonomi daerah, terdapat tangga desa daripada pajak dalam uang berbagai jenis pembayara, mulai dari hasil- yang menyebabkan rakyat terpaksa menjual hasil pertanian kemusian tanah sampai barang-barang hasilnya sehingga mudah uang. Tampaknya menyesatkan jika kita disesatkan atau tertipu (Burger, 1957: 198). beranggapan bahwa system kerja paksa Perluasan penanaman padi di sawah mendominasi masyarakat desa sedemikian dan pembayaran gaji yang disediakan oleh rupa pemerintah kolonial dan pabrik-pabrik gula mempunyai kebebasn untuk bekerja bagi swasta akibat dirinya sendiri. Dalam kenyataannya para (free petani sebelum abad ke-19 menikmati 1813. relatif lebih banyak kebebasan bekerja bagi Pengolahan sawah pada dataran rendah dan dirinya sendiri daripada saat mereka beada penanaman di bawah system tanam paksa (Linblad, sepenuhnya rangsangan enterprise) merupakan perusahaan di Jawa kopi di bebas setelah dataran tinggi mendorong kehidupan menetap (sedentary life). Penenman tanaman sekunder sehingga petani hampir tidak 1998: 217). Kerja paksa di kesultanan Jawa disamping padi menunjukkan bahwa sedikit mempunyai beberapa karakteristik yang banyak komersialisasi juga sedag terjadi. khas. Pertama, fungsi utama kerja paksa Komersialisasi oleh adalahmemberikan pelayanan pribadi pada pertumbuhan kegiatan perdagangan yang kelas atas atau supradesa. Karena itu, juga didorong tingkat kerja paksa berbeda dari satu 26 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 daerah ke daerah yang lain. Bebrapa pejabat kekurangan menuntut banyak pelayanan, sedangkan perawatan kesehatan yang kurang bagus. yang lain tidak. Kedua, kerja paksa untuk kepentingan 1840, tanda-tanda penderitaan di kalangan masyarakat Jawa digunakan dalam skala kecil dan untuk jenis mulai tampak, khususnya di daerah-daerah kerja yang sederhana. Ketiga, secara umum, penanaman tebu. Batang tebu ditanam tidak banyak tenaga kerja direkrut dari ditanah yang sama untuk penanaman padi. tempat-tempat jauh di luar daerah atau Waktu yang diperlukan untuk tumbuhnya desa. Keempat, mobilisasi kerja skala besar tebu (gugur gunung)hanya diperlukan untuk persiapan lahan bagi penanaman padi telah menangani bencana-bencana atau untuk mempersulit tercapainya pergiliran yang tujuan upacara-upacara besar di ibu kota. konstant bagi kedua komoditi tersebut. Kelima, para petani yang terkena wajib Pabrik-pabrik gula juga bersaing dengan militer direkrut dari tiap pemilik tanah pertanian padi untuk jatah air. Nila juga kapan saja Sultan pergi berperang, namun menciptakan masalah, gizi tanah menjadi tugas terkuras sehingga mengakkibatkan tanaman jarang dan tahun disebabkan infrastruktur ini umum Pada makanan yang dilaksanakan setelah perjajian Giyanti 1755. dan menuainya disusul dengan padi buruk beberapa tahun setelah lahan Sistem tanam paksa selama empat ditanami nila sehingga terjadi kekurangan dasawarsa telah berhasil menutupi defisit beras. Harganya menjadi bergejolak yang diderita pemerintah Belanda, bahkan dimana-mana yang paling kuat terjadi pada dapat meningkatkan kemakmuran bangsa tahun 1830-an dan 1840-an. Belanda sendiri. Jumlah total dari batig slot Kelaparan-kelaparan yang melanda atau keuntungan yang diperoleh Belanda Jawa lebih disebabkan oleh kemelaratan dari hasil tanam paksa mencapai angka f petani dan keserakahan orang-orang yang 784 juta sesuatu angka yang tinggi pada memegang masa itu (Djoenoed, 1993: 95). Sementara kelangkaan beras. Pada tahun 1844 terjadi dipihak lain, beban yang dipikul rakyat gagal panen besar-besaran yang diikuti oleh bertambah kelaparan berat. Penderitaan rakyat kekuasaan di ketimbang Cirebon. oleh Wabah-wabah tersebut disebabkan oleh kerja rodi yang penyakit khususnya tipus berjangkit pada mereka lakukan baik untuk membangun tahun dan memelihara benteng-benteng tentara pemerintah menerapkan kenaikan pajak kolonial tanah maupun juga perawatan 1846-1850. dan pajak-pajak Sementara lainnya itu secara infrastruktur berupa jalan, jembatan dan drastis. Kepergian penduduk dari desa-desa irigasi. Banyak dari pekerja rodi tersebut mengakibatkan semakin turunnya hasil kemudian pertanian padi (Ricklefs, 2001: 267). Sistem mati karena penyakit dan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 27 Tanam Paksa telah menyebabkan penilaian jumlah persentase yang diterima para yang karena pejabat Belanda maupun sesuai dengan memberikan kompensasi atau ganti rugi produksi yang diserahkan pada gudang- serendah mungkin. Dengan meneruskan gudang pemerintah. Jumlah itu tidak jarang penggunaan jauh lebih besar dari gaji yang diterima. Van negatif tradisional. bagi pekerjaan pola-pola Sistem kekuasaan juga den Bosch sengaja menambah hal ini untuk merubah sistem kerja mayarakat yang telah mendorong para pejabat tersebut bekerja mengenal sistem ekonomi uang (monetisasi) keras. Lagi pula cara itu juga sudah dipakai ke dalam lingkungan kehidupan pedesaan dalam Preangerstelsel, dengan demikian agraris (Kartodirdjo dan Suryo, 1991:68). cara ini sesungguhnya bukan ciptaan van Kehidupan Tanam Paksa perekonomian yang den Bosch. semula masih tradisional dan subsisten secara berangsur-angsur dengan ekonomi komersialisasi berkenalan uang tanah pertanian menyebabkan penderitaan rakyat yang semakin berat. Bagi para petani yang menjadi buruh pasaran kerja. Sistem tanam paksa telah upahan di pabrik-pabrik secara umum menjadi pintu masuk peredaran uang ke ekonomi mereka relatif baik. Namun para daerah pedesaan. Sistemekonomi uang ini petani membuat para petani mulai tergantung mengerjakan pada dijadikan perkebunan pemerintah maka luar. pertanian serta dan dunia produksi melalui Banyaknya eksploitasi tenaga kerja Produksipertanian tidak mempunyai tanahnya atau penderitaanlah dan muncullah reaksi dari masyarakat Jawa. dunia. Sistem ini mulai terjadi, tanahnya dirasakan sebagai komoditi untuk ekspor pasar yang kesempatan sehingga menggoyang sistem ekonomi subsisten Salah satu reaksi tersebut adalah sebagai ekonomi tradisional yang bersifat dengan cara berpindah jauh dari desanya tertutup dan memenuhi kebutuhan rumah untuk menghindari beban-beban atau untuk tangga sendiri bagi petani. mencari pekerjaan. Upaya penghindaran Salah satu dampak dari cultuurstelsel adalah masuknya ekonomi uang di diri digambarkan oleh masyarakat Jepara yang ramai-ramai melarikan diri, pedesaan. Penduduk membayar pajak tanah menyingkir dan migrasi lemah di Jawa bila (landrent) yang diintroduksi oleh Raffles tekanan tuntutan pihak yang berkuasa telah dengan uang. Kenyataan ini saja sudah terlampau berat menimpa diri mereka. menunjuk dalam Sejak tahun-tahun pertama pelaksanaan kehidupan pedesaan. Suatu masalah yang tanam paksa sudah terjadi penyingkiran diri penting pula adalah apa yang dinamakan dari beberapa ribu petani dari Jepara. Hal “cultuur procent” (Fasseur, 1986), yaitu ini adalah perubahan menyulitkan pemerintah karena 28 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 kehilangan tenaga kerja begitu kategori gerakan sosial sebagai bentuk diperlukan bagi perkebunan tanam paksa. perlawanan terhadap kekuasaan Belanda Pada tahun 1841 kesulitan itu timbul dan elit local. Pertama, gerakan dan kembali dengan perpindahan penduduk ideologimesianisme dalam jumlah besar, pada enam bulan harapan datangnya zaman adil dan makmur. pertama tahun itu sudah sekitar 2.000 Gerakan ratu adil merupakan kontra- petani sebelah ideologi terhadapraja sebagai penguasa selatan Grobogan, daerah yang tidak terlibat yang tentu akan mengancam kedudukan tanam paksa dan juga tanpa adanya kerja penguasa. Kedua adalah gerakan bercorak rodi (Husken, 1998: 112). nativisme. menyingkir ke Bentuk-bentuk yang daerah perlawanan yang Gerakan ini mengandung tidak dapat lain dipisahkan dari besarnya kekuasaan asing terlihat juga seperti sabotase, tindakan- sehingga menciptakan reaksi kuat untuk tindakan melenyapkannya. kekerasan demonstrasi perseorangan protes bersama. Meluasnya kekuasaan asing berarti Biasanya ini terjadi di daerah-daerah yang merosotnya ketertiban di berbagai bidang memiliki tanggung jawab besar untuk kehidupan, sehingga pengusiran orang asing menghasilkan komoditi-komoditi pertanian termasuk sekutunya menjadi tujuan utama untuk pemerintah maupun di daerah yang gerakan itu karena membentuk kelompok memiliki tanggung jawab sedikit atau yang penguasa. Ketiga adalah gerakan protes tidak perorangan yang terdapat di pedesaan. memiliki secara dan sama sekali. Ini menunjukkan bahwa banyak persoalan Munculnya gerakan yang dirasakan masyarakat Jawa karena pelampiasan frustasi kondisi umum pemerintah Belanda dari tekanan padapengaturan-pengaturan khusus dalam Berdasarkan tanam paksa (Ricklefs, 2001: 226). disertai Pergolakan karena perusahaan ideologi keberanian merupakan tekanan- perkebunan. yang dianutnya dan kekebalan daerah pedesaan mendorong pemimpin gerakan melakukan perlawanan terhadap protes terhadap perusahaan perkebunan. kekuasaan asing ternyata bersifat endemis, Selain gerakan perorangan yang bersifat local, pendek umurnya serta tradisional. terorganisir, terdapat bentuk pelawanan Gerakan yang tradisional ini tidak mampu yang dilakukan secara perseorangan yang meluaskan jaringan organisasinya, basis terjadi di pedesaan antara lain perkecuan, komunitasnya tetap unit social tradisional pembegalan, pembakaran, pencurian ternak yang merupakan komunitas desa, keluarga dan pembunuhan. Umumnya para kecu atau dan lembaga tradisional religius. Menurut bandit sebagai bentuk di dari ini Suhartono (1991: 140-165) terdapat tiga terorganisir dengan baik dan Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat di Jawa ………| 29 mempunyai markas serta pimpinan yang pemerintah disebut benggol kecu. sebagai bentuk eksploitasi. Rakyat dipaksa Pada akhirnya, sistem ekonomi kolonial dan semata-mata menanam tanaman-tanaman ekspor pada modern yang muncul akibat tanam paksa tanah-tanah meskipun berhasil mendorong Jawa makin peristiwa tanam paksa terjadi, fenomena terlibat dalam perdagangan internasional yang ada yakni rakyat hanya dituntut karenapertumbuhan yang mantap di bidang menyerahkan bahan-bahan yang dihasilkan ekspor, telah atas kemauan mereka sendiri. Tanaman sistem yang wajib ditanam yaitu kopi. Penanaman ekonomi subsistens yang menjadi basis kopi yang diwajibkan itu hampir seluruhnya ekonomi kaum tani. dilakukan diatas tanah-tanah liar. Apabila namun di mengeksploitasi sisi lain habis-habisan mereka sendiri. Sebelum Eksploitasi lewat sistem tanam paksa dipergunakan juga tanah-tanah pertanian bersifat brutal dan mengakibatkan petani maka hal itu berarti bahwa pergaulan hidup Jawa menderita kemiskinan dan kelaparan. desa akan dicampuri lebih dalam. Struktur sosial dan ekonomi Jawa nyaris dihancurkan. dan di Jawa dimulai sejak diberlakukannya kelaparanmenjadi masalah pokok penduduk sistem tanam paksa pada tahun 1830 dan Jawa. Teori involusi pertanian Clifford berakhir dengan munculya depresi ekonomi Geertz yang menjelaskan proses kemiskinan pada pertengahan 1880-an. Sisi terpenting structural di Jawa tampak relevansinya. dari perubahan tersebut adalah makin Pertambahan melemahnya berkurangnya perluasan Kemiskinan Perubahan di bidang sosio-ekonomi penduduk lahan Jawa, pertanian perkebunan Eropa ciri subsisten kehidupan dan perekonomian pribumi. Gaya hidup rumah menjadi tangga petani pencari nafkah yang mulanya penyebab kemiskinan di Jawa. memproduksi sebagian besar kebutuhan materinya sendiri perlahan berpindah ke PENUTUP Sistem kehidupan materi yang lebih komersial. tanam lebih Kehidupan perekonomian yang semula mengutamakan peningkatan hasil produksi masih tradisional dan subsisten secara tanaman ekspor yang sangat laku di pasaran berangsur-angsur Eropa. ekonomi Pemerintah paksa kolonial uang berkenalan melalui dengan komersialisasi memperkenalkan tanaman ekspor kepada produksi pertanian dan pasaran kerja. petani di Jawa. Pelaksanaan tanam paksa Sistem Tanam Paksa telah menyebabkan dalam kenyataannya tidak sesuai dengan penilaian yang negatif karena memberikan peraturan yang berlaku pada masa itu. kompensasi atau ganti rugi yang sangat Sistem tanam paksa lebih menguntungkan rendah. 30 | JURNAL AGASTYA VOL 6 NO 2 JULI 2016 DAFTAR PUSTAKA Booth, Anne et.al. 1988. Sejarah Ekonomis Indonesia. Jakarta: LP3ES. Burger, D.H. 1957. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia 1. Jakarta: Pradjna Paramita. Djonoed, Marwati dkk. 1993. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka. Fasseur, C. De Indologen. 1993. Ambtenaren voor de oost 1825-1950. Amsterdam. Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian. Jakarta: Bharata. Husken, Frans. 1998. Masyarakat Desa dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Kartodirdjo, Sartono dan Suryo, Djoko. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media. Kartodirdjo, Sartono . 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1. Jakarta:Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Lindblad, Thomas J. 1998. Sejarah Ekonomi Modern Indonesia: Berbagai Tantangan Baru. Jakarta: LP3ES. Ricklefs, M.C. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Suhartono. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta (1830-1920). Yogyakarta: Tiara Wacana.