Mekanisme Koping Pada Ibu Usia Produktif yang Mengalami

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
2.1
TINJAUAN TEORI
2.1.1
Pengertian Mekanisme Koping
Menurut Mustikasari (2007), mekanisme koping adalah
adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan
dicapai dan respon terhadap situasi yang menjadi ancaman
bagi diri individu.
Keliat (1999), mendefenisikan koping sebagai cara
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan,
serta
respon
terhadap situasi yang mengancam.
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam
upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan eksternal
khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan definisi di atas, maka yang dimaksud
mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu
dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif
maupun perilaku.
10
2.1.2
Klasifikasi Mekanisme Koping
Menurut Lazarus dan Folkman (1985) koping dapat
dikaji dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek
psikososial, yaitu:
a. Koping berorientasi pada masalah (tugas)
Mencakup
penggunaan
kemampuan
kognitif
untuk
mengurangi stres, memecahkan masalah, menyelesaikan
konflik, dan memenuhi kebutuhan. Perilaku berorientasi
tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistik
menghadapi tuntutan stresor. Tiga tipe umum perilaku
yang berorientasi pada tugas adalah perilaku menyerang,
perilaku menarik diri, dan perilaku kompromi.
b. Koping berorientasi pada emosi (mekanisme pertahanan
ego)
Adalah
perilaku
perlindungan
menegangkan.
tidak
psikologis
sadar
yang
terhadap
Mekanisme
ini
memberikan
peristiwa
digunakan
yang
untuk
membantu melindungi dari perasaan tidak berdaya.
Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang
dan tidak lagi mampu untuk membantu seseorang dalam
menghadapi stresor.
11
Stuart
&
Sundeen
(1995),
menggolongkan koping
menjadi dua, yaitu:
1. Koping Adaptif
Adalah
koping
yang
mendukung
fungsi
integrasi,
pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya
adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan
masalah
secara
efektif,
teknik
relaksasi,
latihan
seimbang, dan aktifitas konstruktif.
2. Koping Maladaptif
Adalah koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi,
dan
cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah
makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, dan
menghindar.
Respon
maladaptif
adalah
respon
kronis
dan
berulang atau pola respon sesuai dengan berjalannya
waktu tidak menunjukkan sasaran adaptasi. Sasaran
adaptasi dapat dikategorikan kedalam tiga area yaitu
fisik, psikologis, dan sosial. Respon maladaptif yang
membahayakan sasaran tersebut meliputi kesalahan
penilaian dan koping yang tidak memadai (Lazarus, 1991
dalam Murwani, 2008).
12
2.1.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koping
Setiap individu mempunyai cara masing-masing
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Cara individu
menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan
oleh sumber daya individu meliputi (Fachri, 2009):
a. Kesehatan fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting karena selama
dalam usaha mengatasi stres, individu dituntut untuk
mengarahkan tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan yang positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat
penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of
control) yang mengerahkan individu pada penilaian
ketidakberdayaan (helplessness), yang akan menurunkan
kemampuan
strategi
koping
yang
berfokus
pada
masalah.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari
informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah
dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,
kemudian
mempertimbangkan
alternatif
tersebut
sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai dan
13
akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan
suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara yang sesuai dengan nilainilai sosial yang berlaku di masyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan
oleh orangtua, anggota keluarga lain, saudara, teman,
dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang,
atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.1.4
Pengertian Abortus Spontan
Williams (2005), mendefinisikan abortus spontan
adalah abortus yang terjadi tanpa adanya tindakan mekanis
atau medis untuk mengosongkan uterus, yang sering
disebut dengan istilah keguguran atau miscarriage. Menurut
Mochtar (1998), abortus spontan terjadi dengan tidak
didahului
faktor-faktor
mekanis
ataupun
medisinalis,
semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
14
Berbeda dengan Lewollyn & Jones (2002), yang
mendefenisikan abortus spontan adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum
mencapai 22 minggu dan beratnya kurang dari 500 gram.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
abortus spontan merupakan kegagalan hasil konsepsi
secara alamiah, tanpa adanya bantuan medis, sebelum
janin mencapai usia 22 minggu atau dengan berat badan
janin kurang dari 500 gram.
2.1.5
Jenis – Jenis Abortus Spontan
Proses dari abortus spontan sendiri dapat terjadi
sebagai berikut:
1. Abortus Kompletus
Abortus kompletus atau abortus komplit yang
biasanya disebut dengan istilah keguguran lengkap
adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidual dan
fetus), sehingga rongga rahim kosong, atau abortus
yang seluruh hasil konsepsi telah keluar dari uterus dan
telah dikenali (Kamus Istilah Kebidanan, 2005). Pada
kondisi ini wanita yang mengalami keguguran lengkap
atau abortus kompletus tidak memerlukan tindakan
15
kuret, tetapi cukup diberi obat-obatan saja (Huliana,
2001)
Pada kasus abortus kompletus pengeluran hasil
konsepsi terjadi pada usia kehamilan >20 minggu, dan
jika seluruh hasil konsepsi sudah dikeluarkan rasa sakit
yang dialami akan berhenti, tetapi perdarahan bercak
akan menetap selama beberapa hari (Hidayati, 2010).
2. Abortus Insipiens
Adalah keguguran yang sedang berlangsung,
dengan ostium yang sudah terbuka dan ketuban yang
sudah teraba (Mochtar, 1998). Perdarahan dari uterus
pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya
dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih didalam
uterus. Kasus abortus ini sering ditandai dengan
peningkatan perdarahan vagina disertai peningkatan
kram panggul yang berat, bukti dilatasi serviks, dan
penipisan dengan atau tanpa terdapat ketuban janin
atau plasenta pada ostium serviks, dan pada saat ini
kemajuan
abortus
spontan
tidak
mungkin
untuk
dihentikan (Morgan, Hamilton, 2009).
Pada kasus abortus insipiens, juga ditandai
dengan mual yang lebih sering, hebat, dan perdarahan
bertambah. Jika abortus ini terjadi di usia kurang dari 12
16
minggu, biasanya perdarahan tidak banyak (Kasdu,
2005).
3. Abortus Inkomplet
Abortus inkomplet atau keguguran bersisa adalah
abortus yang hanya sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidual atau
plasenta
(Mochtar,
1998).
Pada kasus
abortus
inkomplet ini biasanya terjadi pada usia gestasi 10
minggu, dimana janin dan plasenta biasanya keluar
secara bersama-sama tetapi setelah waktu ini keluar
secara terpisah. Apabila plasenta seluruhnya atau
sebagian tertahan di uterus, cepat atau lambat akan
terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama
abortus inkomplet. Perdarahan akibat abortus inkomplet
kadang-kadang parah tetapi jarang mematikan, dan
dapat menyebabkan hipovolemia berat (Williams, 2005).
4. Abortus Tidak Terhindarkan (Inevitable)
Abortus tidak terhindarkan atau abortus inevitable
ditandai oleh pecahnya ketuban yang nyata disertai
dengan pembukaan serviks. Abortus ini sering ditandai
oleh robekan luas membran disertai pembukaan serviks.
Pada keadaan ini, abortus hampir pasti terjadi. Kontraksi
17
uterus biasanya segera timbul, atau jika tidak maka
mungkin terdapat infeksi.
Jika membran jelas robek atau terjadi pembukaan
serviks yang signifikan maka kemungkinan untuk
menyelamatkan kehamilan hampir tidak ada. Jika tidak
timbul nyeri atau perdarahan maka wanita yang
bersangkutan dapat tirah baring dan diamati untuk
melihat
kebocoran
lebih
lanjut
seperti
cairan,
perdarahan, nyeri kram, atau demam. Jika setelah 48
jam tanda-tanda ini tidak muncul maka pasien dapat
kembali menjalankan aktivitas sehari-hari kecuali segala
bentuk penetrasi vagina. Akan tetapi, jika pengeluaran
cairan diikuti oleh perdarahan dan nyeri, atau jika timbul
demam maka abortus harus dianggap tidak terhindari
dan uterus dikosongkan (Williams, 2009).
5. Abortus Iminens
Dalam keadaan ini, terjadi perdarahan ringan per
vagina, serviks menutup, ukuran uterus sesuai dengan
usia gestasi dan dapat disertai dengan nyeri pelvis
ringan. Perdarahan per vagina pada trimester pertama
dapat
sangat
menghawatirkan
karena
kondisi
ini
memunculkan pertanyaan tentang hasil akhir kehamilan.
Hal ini sering dijumpai dari empat atau lima wanita yang
18
mengalami perdarahan pada trimester pertama tetap
melahirkan bayi yang sehat (Symonds, 1992: Allan,
1995).
Perdarahan
pada
kehamilan
dini
dapat
disebabkan oleh implantasi atau erosi serviks. Tindakan
yang direkomendasikan dalam situasi ini hanya sedikit.
Secara tradisonal, nasihat yang diberikan ialah tirah
baring, walaupun satu-satunya penelitian terkontrol,
menunjukkan bahwa hal tersebut tidak bermanfaat.
Mengurangi hubungan seksual untuk mengurangai
stimulus lokal juga dapat direkomendasikan (Henderson,
& Jones, 2005).
Perdarahan pada kasus abortus iminens ini
umumnya
sedikit,
tetapi
dapat
menetap
selama
beberapa hari sampai beberapa minggu, kemudian akan
mengalami kram perut, nyeri pada punggung bawah
yang menetap, dan disertai perasaan tertekan di
panggul atau rasa tidak nyaman (Williams, 2005).
6. Missed Abortion
Missed
abortus
ini
adalah
keadaan
yang
menunjukkan janin sudah mati, tetapi berada dalam
rahim dan tidak dikeluarkan selama berminggu-minggu.
Fetus yang meninggal ini bisa keluar dengan sendirinya
19
selama 2-3 bulan sesudah fetus tersebut mati, bisa
terjadi reapsorpsi kembali sehingga hilang, bisa terjadi
janin mengering dan menipis yang disebut fetus
papyraceus atau bisa jadi mola kamosa, dimana fetus
yang
sudah
mati
satu
minggu
akan
mengalami
degenerasi dan air ketubannya direapsorpsi (Mochtar,
1998).
Pada kasus missed abortus ini disertai tanda
dengan gejala berupa kehamilan awal yang normal,
mual dan muntah, perubahan payudara, pertumbuhan
uterus, terdapat bercak dan perdarahan vagina, dengan
atau tanpa kram, tidak atau dapat terjadi pada saat
kematian janin, tinggi fundus berhenti tumbuh atau
mengecil, regresi perubahan mamari kehamilan, berat
badan menurun beberapa kilogram, amenore persisten,
dan denyut jantung janin yang diharapkan tidak
terdengar lagi (Varney, 2001).
7. Abortus habitual
Jenis Abortus ini biasa disebut sebagai abortus
berulang, dan spontan dengan penyebab yang tidak
diketahui, dimana penderita mengalami abortus secara
berturut-turut 2 kali atau lebih. Pasien dengan abortus
20
habitual biasanya ditandai dengan pendarahan, dan
sebanyak 60% dapat terjadi akibat anomali kromosom.
Biasanya dilakukan tindakan konservatif pada
penderita abortus habitual seperti tirah baring dan
pemberian progesteron untuk memperkuat endometrium
dicobakan
dalam
upaya
untuk
menyelamatkan
kehamilan. Disamping itu juga dibutuhkan konseling
pendukung, seperti konseling genetik dan pemeriksaan
lain yang mungkin menjadi penyebab abortus digali,
sehingga dapat meminimalisir kondisi stress penuh yang
dialami (Brunner & Suddatrh, 2001).
Penderita abortus habitual jika telah mengalami 2
kali
abortus
berturut-turut
maka
optimisme
untuk
kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar
63%. Sedangkan, jika abortus terjadi 3 kali berturut-turut,
maka kemungkinan kehamilan ke 4 berjalan normal
hanya sekitar 16% (Mochtar, 1998).
2.1.6
Etilogi Abortus Spontan
Menurut Stright (2004), abortus spontan dapat disebabkan
oleh penyebab alami yang tidak dapat diidentifikasi atau
faktor janin, plasenta, atau ibu:
21
1. Faktor janin
a. Perkemabangan embriologik yang efektif
b. Kesalahan inplantasi ovum
c. Penolakan ovum oleh endometrium
d. Abnormalitas kromosam
2. Faktor plasenta
a. Pelepasan prematur plasenta yang berimplantasi
secara normal
b. Implantasi plasenta tidak normal
c. Fungsi plasenta tidak normal
3. Faktor ibu
a. Infeksi
b. Usia ibu
c. Malnutrisi berat
d. Abnormalitasi sistem reproduksi (misalnya, serviks
inkopeten)
e. Masalah-masalah endokrin (misalnya, disfungsi tiroid)
f. Trauma dan mengonsumsi obat-obatan
Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti
pneumonia, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan
penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus (Wiknjosastro, 1994).
22
2.1.7
Pengertian Usia Produktif
Wanita usia subur (WUS), adalah wanita yang
keadaan organ reproduksinya berfungsi dengan baik antara
umur 20-45 tahun. Puncak kesuburan ada pada rentang
usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan
95% untuk hamil. Pada usia 30-an presentasenya menurun
hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan
hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40
wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk
hamil. Masalah kesuburan alat reproduksi merupakan hal
yang sangat penting untuk diketahui (Oktavina, 2009).
Seseorang
dikatakan
produktif
apabila
mampu
menghasilkan sesuatu, sama halnya bagi seorang wanita,
memasuki usia
produktif jika memiliki sistem reproduktif
yang sehat atau subur, sehingga dapat melaksanakan
fungsi prokreasi, mengatur, dan memelihara kehamilan
menuju well born baby and well health mother, serta untuk
keharmonisan keluarga (Manuaba, 2001).
Usia produktif seorang wanita sangat berkaitan erat
dengan kesehatan reproduktif wanita. Saat seorang wanita
memasuki usia produktif, akan melewati tahapan secara
fisiologis, yakni menstruasi atau haid yang biasa terjadi
pada usia 12 tahun, namun ada juga yang mengalaminya
23
pada saat usia 10 hingga 16 tahun. Hal ini dipengaruhi pada
beberapa faktor, termasuk kesehatan wanita, dan berat
tubuh relatif terhadap tinggi badan. Menstruasi yang terjadi
menandakan bahwa seseorang sudah mampu untuk
mengandung anak. Menstruasi berlangsung sekali dalam
sebulan sampai wanita mencapai usia 45-50 tahun. Akhir
dari seorang wanita mendapatkan menstruasi disebut
dengan istilah menopause, hal ini juga menandakan akhir
dari
masa-masa
kehamilan
seorang
wanita.
Siklus
menstruasi seorang wanita terjadi setiap 28 hari. Panjang
siklus dapat bervariasi pada satu wanita dengan wanita
lainnya, selama saat-saat yang berbeda dalam hidupnya,
dan bahkan dari bulan ke bulan bergantung pada berbagai
hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita
yang bersangkutan.
Seorang wanita yang sedang dalam masa usia subur
dapat hamil, ketika terjadi pembuahan antara sel telur dan
sel sperma. Pertemuan antara sel telur dan sel sperma ini
terjadi di dalam rahim seorang wanita. Dan jika pertemuan
antara sel telur dan sel sperma tersebut berhasil maka akan
menghasilkan janin hidup di dalam rahim, yang disebut
sebagai hasil konsepsi. Pada seorang wanita usia subur,
setiap bulannya secara teratur akan terjadi pematangan
24
satu atau lebih sel telur. Perhituangan usia subur seseorang
dengan
siklus
normal
yaitu
28
hari
maka
ovulasi
diperkirakan akan terjadi pada 14 hari sebelum menstruasi
berikutnya (Heffner & Schust, 2005).
Usia sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi,
khususnya usia 20-25 tahun merupakan usia yang paling
baik untuk hamil dan bersalin, karena pada usia ini dianggap
organ-organ tubuh sudah berfungsi dengan baik, sehingga
kehamilan dapat berlangsung. Kehamilan dan persalinan
membawa resiko kesakitan dan kematian lebih besar pada
remaja dibandingkan pada perempuan yang telah berusia
20 tahunan, terutama di wilayah yang pelayanan medisnya
langka atau tidak tersedia. (Yayasan Pendidikan Kesehatan
Perempuan, 2006).
2.1.8
Konsep Kehilangan
Kehilangan
adalah,
kondisi
dimana
seseorang
mengalami kekurangan atau ketidaklengkapan sesuatu yang
sebelumnya ada (Carpenito, 2000). Sedangkan kehilangan
menurut Neil Nivel (2003) adalah penarikan sesuatu dan
atau seseorang atau situasi yang berharga/bernilai, baik
sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi.
25
Kehilangan
sendiri
dapat
bersifat
aktual
atau
dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual dapat dengan
mudah diidentifikasi, misalnya seorang wanita dewasa yang
hamil
dan
mengalami
keguguran.
Kehilangan
yang
dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti
kehilangan kepercayaan diri (Potter & Perry, 2005).
Ada beberapa jenis kehilangan:
1.
Actual
Loss,
diakui
orang
lain
dan
sama-sama
dirasakan bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk
kehilangan.
Misalnya,
kehilangan
anggota
badan,
kehilangan suami/istri, kehilangan pekerjaan.
2.
Perceived Loss, dirasakan seseorang, tetapi tidak
dirasakan orang lain. Misalnya, kehilangan masa muda,
keuangan, lingkungan yang berharga.
3.
Phichical Loss, kehilangan yang terjadi secara fisik.
Misalnya, seseorang mengalami kecelakaan dan akibat
luka yang parah tangan atau kaki harus diamputasi.
4.
Psykhologis
Misalnya,
Loss,
orang
membuatnya
kehilangan
yang
merasa
cacat
tidak
secara
psykologis.
akibat
kecelakaan
percaya
diri,
dan
mengakibatkan gambaran dirinya terganggu.
5.
Anticipatory Loss, kehilangan yang bisa dicegah.
Misalnya, orang yang menderita penyakit ”terminal”.
26
Respon emosi yang normal terhadap suatu yang
hilang/akan hilang setelah beberapa saat disebut
berduka/grief (Neil Nivel, 2003).
Adapun tahap-tahap kehilangan atau berduka menurut
Kubler Ross (1996), yakni:
a. Denial (penolakan)
Seseorang mencoba untuk melupakan atau menutupi
kenyataan, dan pengalaman yang diterima berdampak
shock dan ketidakpercayaan.
Denial merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap
rasa cemas.
b. Anger (berontak dan marah)
- Berontak, merasa Tuhan ”tidak
adil” atau tidak
berperasaan terhadap kenyataan yang harus dihadapi
- Marah kepada Sang Pencipta
- Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga
- Timbul berbagai pertanyaan “mengapa harus saya?
apa dosa saya? “
c. Bergaining (tawar menawar)
- Menuju tahap menerima
- Menangis dan menyesal
27
d. Depresi
- Pasien sadar bahwa kematian atau kehilangan tidak
dapat ditolak
- Bila depresi meningkat, akan menjadi semakin lemah,
kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital
- Pasien merasa sepi, merasa bahwa semua orang
meninggalkannya
- Merasa tidak berguna
- Tidak menolak faktor yang harus dihadapi
- Fokus pikiran pada orang yang dicintai
e. Acceptance (menerima)
- Pada tahap akhir ini, masa depresi dari seseorang
sudah berlalu
- Takut ditinggal sendiri
- Kadang ingin ditemani
28
2.2
Perspektif Teoretis
Abortus Kompletus
Koping Adaptif
Abortus Insipiens
Mekanisme
Koping
Abortus
Spontan
Abortus Inkomplet
Abortus Iminens
Koping Maladaptif
Usia Subur
Missed Abortion
Abortus Inevitable
Abortus Habitual
29
10
Download