1 GAMBARAN KEBAHAGIAAN PENDERITA KANKER SERVIKS

advertisement
GAMBARAN KEBAHAGIAAN PENDERITA KANKER SERVIKS PADA
DEWASA AWAL
Cici Ismuniar
Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kebahagiaan
yang dialami penderita kanker serviks pada dewasa awal di Yayasan Kanker
Indonesia (YKI) cabang Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Pengambilan data menggunakan wawancara,
observasi dan dokumentasi dengan teknik analisis data yaitu coding. Subjek dalam
penelitian ini di ambil dengan teknik purposive sampling yang berjumlah 4 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keempat subjek penderita kanker
serviks yang digambarkan sebagai penderita yang bahagia yang memiliki aspek-aspek
kebahagiaan. Aspek tersebut terdiri dari terjalinnya hubungan dengan orang lain,
keterlibatan penuh, penemuan makna dalam keseharian, optimis yang realistis dan
resiliensi. Subjek K, M dan R merupakan penderita kanker serviks yang digambarkan
sebagai penderita yang bahagia yang memiliki aspek-aspek kebahagiaan secara
penuh, sedangkan subjek L digambarkan sebagai penderita kanker serviks yang
bahagia namun, tidak dapat memenuhi aspek-aspek kebahagiaan secara keseluruhan.
Kata kunci: Kebahagiaan, Kanker Serviks, Dewasa Awal
Abstract
This study aims to know the illustration of happiness suffered by early adults
patients with cervical cancer in Indonesian Cancer Foundation (ICF) of East Java
branch. This study used qualitative methods with phenomenological approach. The
data retrieval utilized interviews, observation and documentation of data analysis
techniques namely coding. The subjects in this study were taken by purposive
sampling technique consisting of 4 people. The results showed that there were four
subjects suffered from cervical cancer as people who are happy showing aspects of
happiness. Those aspects consisted of relations with other people, full involvement,
discovery of meaning in daily life, and realistic and resilience optimists. The subject
K, M and R were cervical cancer patients who were described as happy people fully
showing aspects of happiness, while the subject of L was described as a cervical
cancer patient who was happy even though failing to meet aspects of overall
happiness.
Keywords: Happiness, Cervical Cancer, Early Adult
1
PENDAHULUAN
Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu
memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki faktor yang
berbeda sehingga bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara
lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif,
pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas
seseorang (Seligman, 2005). Seligman (2005) dalam bukunya yang berjudul
“Authentic Happiness”, menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan konsep yang
mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif
yang disukai oleh individu tersebut. Kebahagiaan juga dipengaruhi oleh beberapa
aspek antara lain terjalinnya hubungan yang positif dengan orang lain, keterlibatan
penuh, penemuan makna dalam keseharian, optimisme yang realistis, dan resiliensi
(Seligman, 2005).
Menurut Seligman (2005), kesehatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kebahagiaan. Jika kesehatan sudah terganggu, maka segala aktivitas
dalam hidup pun akan menjadi terganggu. Kesehatan meliputi fisik dan mental
dimana keduanya memiliki keterkaitan. Kesehatan fisik tersebut dapat mempengaruhi
kesehatan mental misalnya beberapa penyakit yang dirasakan pasien menimbulkan
kekhawatiran akan penyakitnya dan sebagainya yang dapat mengurangi tingkat
kebahagiaan. Salah satu penyakit yang sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan
mental adalah penyakit kanker. Sebuah penelitian mengatakan bahwa secara fisik
penderita mengalami penurunan namun secara psikologis subjek menunjukkan bahwa
dirinya tidak semakin terpuruk dalam kesedihan dan mampu menumbuhkan perasaan
positif dalam dirinya. Secara sosialnya, subjek mengungkapkan bahwa dukungan
sosial yang besar dari keluarga itu sangat penting. Upaya yang dilakukan dalam
pencapaian kualitas hidup yakni berpikir positif dan lebih mendekatkan diri pada
Tuhan dengan memperbanyak ibadah dan doa, serta menjalani prosedur pengobatan
dengan baik (Fitriana dan Ambarini, 2012).
Hasil riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa
kanker menduduki urutan penyebab kematian nomer 7 setelah stroke, tuberculosis,
hipertensi, cedera, perinatal dan diabetes. Di Indonesia, jenis kanker yang paling
banyak menyerang wanita adalah kanker serviks (leher rahim) dan payudara. Jumlah
penderita kanker serviks di Indonesia tergolong tinggi, sekira 15.000 kasus.
Sementara itu, kasus kanker payudara sekira 8.277 kasus (Handayani, Suharmiati,
Ayuningtyas, 2012).
Salah satu yayasan kanker yang ada adalah Yayasan Kanker Indonesia cabang
Jawa Timur yang berada di Surabaya. Yayasan ini menangani penderita kanker yang
mayoritas menderita kanker payudara dan kanker serviks, penderitanya pun usia
dewasa. Adapun informasi dari Yayasan Kanker Indonesia cabang Jawa Timur
menunjukkan bahwa populasi pengidap kanker payudara dalam dua tahun terakhir
menunjukkan peningkatan dari 1.200 penderita menjadi 1.700. jumlah penderita
kanker serviks juga mengalami kenaikan dalam dua tahun terakhir yaitu dari 800
2
menjadi 1.000 penderita.
Usia dewasa adalah orang yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria
atau wanita seutuhnya. Masa dewasa biasanya dimulai sejak usia 18 tahun hingga 40
tahun dan biasanya ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ
kelamin anak telah berkembang dan mampu berproduksi (Jahja, 2011). Pada
penelitian ini difokuskan pada dewasa awal karena penyakit kanker serviks biasanya
dialami oleh dewasa madya maupun dewasa akhir karena seperti diungkapkan oleh
(Hurlock, 2003) bahwa pada masa ini merupakan pencarian kemantapan dan masa
produktif yaitu masa yang penuh masalah dan ketengangan emosi, periode isolasi
sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas
dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
Penelitian ini bertjuan untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai gambaran
kebahagiaan yang dialami oleh penderita kanker serviks usia dewasa awal di Yayasan
Kanker Indonesia cabang Jawa Timur yang berlokasi di Surabaya.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah dambaan setiap individu dalam hidupnya. Namun, setiap
individu memiliki persepsi, makna, dan penghayatan yang berbeda-beda atas
kebahagiaan itu. Seligman (2005) dalam bukunya yang berjudul “Authentic
Happiness”, menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada
emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai
oleh individu tersebut. Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep
yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas
positif yang disukai oleh individu tersebut. Kebahagiaan merupakan sebongkah
perasaan yang dapat dirasakan berupa perasaan senang, tentram, dan memiliki
kedamaian (Rusydi, 2007).
Kesimpulan yang dihasilkan dari definisi di atas adalah kebahagiaan
merupakan perasaan positif yang berasal dari kualitas keseluruhan hidup manusia
yang ditandai dengan adanya kesenangan yang dirasakan oleh seorang individu ketika
melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak adanya
perasaan menderita.
1. Aspek-Aspek Kebahagiaan
Menurut Seligman (2005) lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan
sejati, yaitu :
a. Terjalinnya hubungan positif dengan orang lain
Hubungan positif atau positive relationship bukan sekedar memiliki teman,
pasangan, ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang positif dengan
individu yang ada disekitar. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat
menjamin kebahagiaan seseorang.
b. Keterlibatan Penuh
c. Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain
seperti hobby dan aktivitas bersama keluarga. Dengan melibatkan diri secara
3
penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta
dalam aktivitas tersebut.
d. Penemuan makna dalam keseharian
Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu
cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang
dilakukan.
e. Optimisme yang realistis
Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas
karena menjalani hidup dengan penuh harapan.
f. Resiliensi
Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan.
Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa
menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki
resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak
menyenangkan sekalipun.
Adapun aspek-aspek yang di kemukakan oleh Andrew dan McKennel (Carr, 2004)
yaitu:
a. Aspek afektif
b. Aspek kognitif
2. Karakteristik Orang yang Bahagia
Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang
bisa memiliki kebahagiaan. Menurut Myers (2010)., seorang ahli kejiwaan yang
berhasil mengadakan penelitian tentang solusi mencari kebahagiaan bagi manusia
modern. Ada empat karakteristik menurut Myers (2010). yang selalu ada pada orang
yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu :
a. Menghargai diri sendiri
b. Optimis
c. Terbuka
d. Mampu mengendalikan diri
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
a. Berikut adalah faktor-faktor ekternal yang mempengaruhi kebahagiaan
seseorang, yaitu:
1) Budaya
Triandis (Carr, 2004) mengatakan bahwa faktor budaya dan sosial politik
berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang.
2) Kehidupan Sosial
Menurut Seligman (2005), orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial
yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan
mayoritas dari mereka bersosialisasi.
3) Agama atau Religiusitas
Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada
orang yang tidak religius. Hal ini dikarenakan agama memberikan harapan akan
masa depan dan menciptakan makna dalam hidup bagi manusia (Seligman,
4
2005).
4) Pernikahan
Seligman (2005) mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan
kebahagiaan.
5) Usia
Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek
positif sedikit melemah, dan afek negatif tidak berubah menjelaskan hal yang
berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan
“mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” berkurang seiring
dengan bertambahnya umur dan pengalaman (Seligman, 2005).
6) Uang
Seligman (2005) menjelaskan bahwa di Negara yang sangat miskin, kaya bisa
berarti lebih bahagia. Namun di Negara yang lebih makmur dimana hampir
semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu
berdampak pada kebahagiaan (Seligman, 2005).
7) Kesehatan
Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan.
Menurut Seligman (2005) yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap
seberapa sehat diri kita.
8) Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan.
Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria
(Seligman, 2005). Wanita mengalami lebih banyak emosi positif dengan
intensitas yang lebih tinggi dibandingkan pria. Seligman (2005) juga
menjelaskan bahwa tingkat emosi rata–rata pria dan wanita tidak berbeda namun
wanita lebih bahagia dan juga lebih sedih daripada pria.
b. Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang.
Menurut Seligman (2002), terdapat tiga faktor internal yang berkontribusi
terhadap kebahagiaan, yaitu :
1) Kepuasan Terhadap Masa Lalu
Kepuasan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara:
a) Melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan seseorang.
b) Gratitude (bersyukur) terhadap hal-hal baik dalam hidup akan meningkatkan
kenangan-kenangan positif.
c) Forgiving dan forgetting (memaafkan dan melupakan)
Perasaan seseorang terhadap masa lalu tergantung sepenuhnya pada ingatan
yang dimilikinya. Salah satu cara untuk menghilangkan emosi negatif mengenai
masa lalu adalah dengan memaafkan. Defenisi memaafkan menurut Affinito
(dalam Seligman, 2002) adalah memutuskan untuk tidak menghukum pihak
yang menurut seseorang telah berlaku tidak adil padanya, bertindak sesuai
dengan keputusan tersebut dan mengalami kelegaan emosi setelahnya.
Memaafkan dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemungkinan
terciptanya kepuasan hidup.
5
2) Optimisme Terhadap Masa Depan
Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi
lebih banyak hal baik dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang (Carr,
2004).
3) Kebahagiaan Pada Masa Sekarang
Kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu:
a) Pleasure yaitu kesenangan yang memiliki komponen sensori dan emosional
yang kuat, sifatnya sementara dan melibatkan sedikit pemikiran. Pleasure
terbagi menjadi dua, yaitu bodily pleasures yang didapat melalui indera dan
sensori, dan higher pleasures yang didapat melalui aktivitas yang lebih
kompleks. Ada tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara,
yaitu menghindari habituasi dengan cara memberi selang waktu cukup
panjang antar kejadian menyenangkan; savoring (menikmati) yaitu menyadari
dan dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan; serta mindfulness
(kecermatan) yaitu mencermati dan menjalani segala pengalaman dengan
tidak terburu–buru dan melalui perspektif yang berbeda.
b) Gratification yaitu kegiatan yang sangat disukai oleh seseorang namun tidak
selalu melibatkan perasaan tertentu, dan durasinya lebih lama dibandingkan
pleasure, kegiatan yang memunculkan gratifikasi umumnya memiliki
komponen seperti menantang, membutuhkan keterampilan dan konsentrasi,
bertujuan, ada umpan balik langsung, pelaku tenggelam di dalamnya, ada
pengendaian, kesadaran diri pupus, dan waktu seolah berhenti.
Dapat disimpulkan dari tiga faktor internal dari Seligman (2005) yang
merumuskan tiga emosi positif berdasarkan orientasi waktunya, yakni emosi
positif yang ditujukan pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Emosi
positif yang ditujukan pada masa lalu, seperti rasa puas, damai dan bangga.
Emosi positif yang ditujukan pada masa sekarang, seperti kenikmatan lahiriah
(misalnya kelezatan makanan, kehangatan, dan orgasme) dan kenikmatan
yang lebih tinggi seperti senang, gembira, dan nyaman (Seligman, 2005).
Emosi positif yang ditujukan pada masa depan, seperti optimisme, harapan,
kepastian (confidence), kepercayaan (trust),dan keyakinan (faith). Emosi
positif pada masa depan tersebut ditunjang oleh bagaimana individu
memandang masa depannya.
B. Kanker
1. Kanker Serviks
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah kanker yang cukup tinggi jumlah
penderitanya (Setiati, 2012). Menurut Ranggiansanka (2010), kanker serviks
merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah
dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Leher rahim adalah bagian dari
sistem reproduksi perempuan yang terletak di bawah yang sempit dari rahim (uterus
atau womb), sedangkan rahim adalah suatu organ berongga yang berbentuk buah per
pada perut bagian bawah. Adapun penghubung rahim menuju vagina adalah mulut
6
rahim (serviks). Kanker leher rahim muncul karena adanya pertumbuhan sel yang
tidak normal sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada leher rahim atau
menghalangi leher rahim (Maharani, 2009).
2. Faktor Penyebab dan Resiko Kanker serviks
Maharani (2009) mengatakan hingga sekarang, belum diketahui secara pasti
perihal penyebab kanker leher rahim atau kanker serviks. Namun, terdapat kaitan
yang cukup erat antara kanker serviks dengan infeksi HPV (human papilloma virus).
Oleh karena itu, kini vaksinasi HPV diberikan kepada perempuan yang belum pernah
mengalami kontak seksual dan memiliki kondisi rahim yang normal. Kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks dan keengganan untuk melakukan
deteksi dini menyebabkan lebih dari 70 pasien mulai menjalani perawatan medis
justru ketika sudah berada kondisi parah dan sulit disembuhkan. Hanya sekira dua
persen dari perempuan Indonesia yang mengetahui kanker serviks. Sejumlah studi
telah menemukan faktor-faktor yang mungkin meningkatkan resiko kanker serviks.
Faktor-faktor ini bisa bekerja sama, bahkan lebih memperparah, resiko kanker
serviks.
a. HPV (Human papilloma virus)
Infeksi HPV adalah faktor resiko utama pencetus kanker serviks. HPV
merupakan kelompok virus yang dapat menginfeksi leher rahim. Infeksiinfeksi HPV sangatlah umum. Virus ini dapat ditularkan dari orang ke orang
melalui kontak seksual. Kebanyakan orang dewasa pernah terinfeksi HPV
dalam kehidupannya. Beberapa tipe HPV bisa menyebabkan perubahan pada
sel-sel leher rahim. Perubahan ini dapat menjurus pada kutil-kutil dibagian
alat vital (genital), kanker, dan masalah-masalah lain. Namun demikian, walau
tidak ada kutil atau gejala-gejala lainnya, dokter tetap bisa memeriksa
kemungkinan munculnya HPV.
b. Tidak Adanya Tes Pap yang Teratur
Kanker serviks lebih umum terjadi pada perempuan yang tidak melakukan tes
pap secara teratur. Tes pap adalah upaya mencari sel-sel sebelum bersifat
kanker (precancerous cells). Tes ini perlu karena perawatan terhadap
perubahan-perubahan leher rahim sebelum bersifat kanker sering dapat
mencegah terjadinya kanker serviks.
c. Sistem Imun yang Lemah
Perempuan yang infeksi HIV, virus penyebab penyakit AIDS, juga perempuan
yang meminum obat-obat penekan sistem imun memiliki resiko yang lebih
tinggi dari rata-rata perkembangan kanker serviks. Dalam hal ini, dokter akan
menyarankan penyaringan (screening) secara teratur untuk kanker serviks.
d. Usia
Kanker serviks paling sering terjadi pada perempuan yang berumur lebih dari
40 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada usia
produktif, yakni pada usia 35-40 tahun.
e. Sejarah Seksual
Perempuan yang memiliki banyak pasangan seksual beresiko lebih tinggi
7
untuk menderita kanker serviks. Selain itu, perempuan yang berhubungan
seksual dengan seseorang laki-laki yang mempunyai banyak pasangan seksual
juga beresiko tinggi untuk menderita kanker serviks. Artinya, perempuan ini
mempunyai resiko lebih tinggi dari rata-rata orang yang bias terinfeksi HPV
f. Merokok
Perempuan perokok yang terinfeksi HPV mempunyai resiko terinfeksi HPV
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang bukan perokok yang
terinfeksi HPV.
g. Terlalu Lama Menggunakan Pil Pengontrol Kelahiran
Selain para perempuan yang terinfeksi HPV, perempuan yang juga
menggunakan pil-pil pengontrol kelahiran untuk jangka waktu yang lama,
misalnya lima tahun atau lebih, bisa lebih beresiko menderita kanker serviks.
h. Mempunyai Banyak Anak
Melahirkan banyak anak dapat meningkatkan resiko kanker serviks di antara
perempuan-perempuan yang terinfeksi HPV.
3. Gejala-Gejala Kanker Serviks
Kanker serviks pada stadium awal tidak menimbulkan gejala. Gejalanya baru
muncul saat sel kanker serviks sudah menginvasi jaringan di sekitarnya. Berikut
beberapa gejala yang mungkin muncul (Tim CancerHelps, 2010):
a. Pendarahan vagina yang tidak normal
b. Pendarahan yang biasa terjadi adalah pendarahan setelah bersenggama,
pendarahan setelah menopause, pendarahan dan bercak darah antara periode
menstruasi, dan periode mentruasi yang lebih lama atau lebih berat dari
biasanya. Pendarahan setelah douching atau setelah pemeriksaan panggul
merupakan gejala umum kanker serviks, tetapi bukan prakanker.
c. Keputihan yang tidak normal. Ciri-ciri keputihan tersebut di antaranya lendir
kental, bewarna kuning atau kecokelatan, berbau busuk, dan gatal.
d. Rasa sakit saat bersenggama
Gejala kanker serviks stadium lanjut akhir dapat menimbulkan keluarnya air
kemih dan tinja dari vagina.
4. Dampak Fisik, Psikologis, Sosial, dan Ekonomi Penyakit Kanker serviks
Priyanti (2008) mengatakan penderita penyakit kronis seperti kanker dapat
mengalami tiga akibat dari penyakit yang dideritanya dan pengobatan yang
dijalaninya. Tiga akibat itu antara lain :
a. Impairment : Kehilangan atau mengalami abnormalitas fungsi fisiologis atau
anatomis (hendaya).
b. Disability : Keterbatasan dalam kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas
atau untuk menjalankan peran secara normal.
c. Handicap : Kerugian yang bersifat sosial berupa perlakuan dari orang lain
atau kepada orang lain dengan impairment atau disability tertentu.
Masalah psikologis yang biasanya muncul pada penderita kanker umumnya
adalah Priyanti (2008) :
a. Ketidakpercayaan ( disbelief )
8
b.
c.
d.
e.
Takut ( fear )
Kemarahan ( anger )
Kecemasan ( anxiety )
Depresi
C. Dewasa Awal
Masa dewasa biasanya dimulai sejak usia 18 tahun hingga usia 40 tahun dan
biasanya ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ kelamin anak
telah berkembang dan mampu berproduksi. Pada masa ini, individu akan mengalami
perubahan fisik dan psikologis tertentu bersamaan dengan masalah-masalah
penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut (Jahja, 2011).
Menurut Hurlock (2003) dewasa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) dewasa
awal atau young adult, (b) dewasa madya atau middle adulthood, (c) masa dewasa
lanjut atau older adult.
Masa dewasa awal adalah periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal memakai
peran baru, seperti suami istri, orang tua, dan pencari nafkah, dan mengembangkan
sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas
baru (Hurlock, 2003).
1. Faktor-faktor yang menunjukkan kedewasaan
Menurut Shyrock dari Amerika Serikat, ada lima faktor yang dapat
menunjukkan kedewasaan yaitu: ciri fisik, kemampuan mental, pertumbuhan sosial,
emosi dan pertumbuhan spiritual dan moral (Jahja, 2011).
a. Fisik
Secara fisik, usia, rangka tubuh, tinggi dan lebarnya tubuh seseorang dapat
menunjukkan sifat kedewasaan pada diri seseorang. Faktor-faktor ini memang
biasa digunakan sebagai ukuran kedewasaan. Akan tetapi, segi fisik saja
belum dapat menjamin ketepatan bagi seseorang untuk dapat dikatakan telah
dewasa. Sebab banyak orang yang telah cukup usia dan kelihatan dewasa akan
tetapi ternyata dia masih sering memperlihat sifat kekanak-kanakannya. Oleh
sebab itu, dalam menentukan tingkat kedewasaan segi fisiknya harus pula
dengan mengetahui: apakah dia dapat menentukan sendiri persoalan yang
dihadapi, dan apakah ia telah dapat membedakan baik buruknya serta manfaat
dan ruginya sebuah permasalahan hidup.
b. Kemampuan Mental
Dari segi mental atau rohani, kedewasaan seseorang dapat dilihat. Orang yang
telah dewasa dalam cara berfikir dan tindakannya berbeda dengan orang yang
masih kekanak-kanakan sifatnya. Dapat berfikir secara logis, pandai
mempertimbangkan segala sesuatu dengan adil, terbuka dan dapat menilai
semua pengalaman hidup merupakan salah satu ciri-ciri kedewasaan pada diri
seseorang. Berbagai persoalan hidup ini dapat diatasi bila ada kemampuan
mental dalam dirinya.
c. Pertumbuhan Sosial
9
Sikap kedewasaan seseorang dapat dilihat dari pertumbuhan sosialnya.
Pertumbuhan sosial adalah suatu pemahaman tentang bagaimana dia
menyayangi pergaulan, bagaimana dia dapat memahami tentang bagaimana
watak dan kepribadian seseorang, dan bagaimana cara dia mampu membuat
dirinya agar disukai oleh orang lain dalam pergaulannya. Perasaan simpatik
kepada orang lain dan bahkan terhadap seseorang atau hal-hal yang paling
tidak ia sukai sekalipun merupakan ciri kedewasaan secara sosial. Orang yang
dapat berbuat seperti itu dia pasti pandai menguasai keadaan meskipun
terhadap orang yang berlaku tidak baik terhadap dirinya meskipun untuk hal
yang paling menyakitkan dalam hatinya sekalipun.
d. Emosi
Emosi sangat erat hubungannya dengan segala aspek kehidupan manusia,
termasuk kehidupan yang menyangkut sendi-sendi dalam kehidupan berumah
tangga. Emosi adalah keadaan batin manusia yang berhubungan erat dengan
rasa senang, sedih, gembira, kasih sayang dan benci. Kedewasaan seseorang
itu dapat dilihat dari cara mengendalikan emosinya, maka berarti tindakan
yang dilakukannya bukan hanya mengendalkan dorongan nafsu, melainkan
dia telah menggunakan akalnya juga.
e. Pertumbuhan Spiritual dan Moral
Faktor kelima yang dapat dijadikan pedoman bahwa seseorang ini telah
dewasa ialah dengan melihat dari pertumbuhan spiritual dan moralnya.
Kematangan spiritual dan moral bagi seseorang yang mendorong dia untuk
mengasihi dan melayani orang lain dengan baik. Oleh sebab itu, pertumbuhan
ini harus telah dimulai sejak awal dan dikembangkan untuk dapat menghayati
rahmat Allah Swt. Sehingga, dengan demikian orang tersebut dapat dikatakan
sebagai orang yang pandai mensyukuri nikmat-Nya.
2. Perkembangan Masa Dewasa Awal
Hurlock (2003) menjelaskan tugas perkembangan masa dewasa awal
dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencangkup mendapatkan suatu
pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama dengan suami atau
istri, membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah
tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara, dan bergabung dalam suatu
kelompok sosial yang cocok.
Tingkat penguasaan tugas-tugas ini pada tahun-tahun awal masa dewasa akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika mencapai puncak. Keberhasilan
pada waktu setengah baya dan keberhasilan dalam menguasai tugas-tugas
perkembangan masa dewasa awal dini sangat dipengaruhi oleh jenis dasar yang telah
diletakkan sebelumnya. Tugas-tugas perkembangan tersebut merupakan tuntutan
yang harus dipenuhi seseorang, sesuai dengan norma sosial budaya yang berlaku
dimasyarakat. Havighurst (Dariyo, 2003) mengemukakan tugas-tugas perkembangan
dewasa awal, diantaranya:
a. mencari dan menemukan calon pasangan hidup
b. membina kehidupan rumah tangga
10
c. meneliti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga
d. menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
METODE PENELITIAN
Untuk mengetahui gambaran kebahagiaan penderita kanker serviks pada usia
dewasa awal, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Populasi pada
penelitian ini adalah pasien kanker serviks pada usia dewasa awal yang berada di
Yayasan Kanker Indonesia cabang Jawa timur yang berlokasi di Surabaya. Dalam
penelitian ini, kriteria subjek yang dapat dijadikan sumber data yaitu untuk data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan subjek yang menderita kanker
serviks pada usia dewasa awal dengan stadium 3b. Adapun sumber data sekunder
terdiri dari keluarga penderita kanker serviks dan pengurus Yayasan Kanker Indonesia
cabang Jawa timur.
Teknik analisis yang digunakan dengan melakukan coding terhadap hasil
wawancara yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu koding terbuka (open coding),
koding aksial (axial coding), dan koding selektif (selective coding). Keabsahan data
menggunakan konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian diatas dapat dijelaskan beberapa hal yaitu subjek yang diteliti ialah
wanita usia dewasa yang menderita penyakit kanker serviks yang menjalani
pengobatan dan perawatan di Yayasan Kanker Indonesia (YKI) cabang Surabaya.
Kanker serviks yang dialami para penderita menyebabkan rasa sakit yang
mengganggu aktivitas-aktivitas atau kegiatan hariannya sehingga harus istirahat total
dan menjalani kemoterapi atau penyinaran.
A. Gejala kanker serviks
Umumnya pasien tidak merasakan gejala kanker serviks jika masih pada
stadium awal. Gejalanya baru muncul saat sel kanker serviks sudah menginvasi
jaringan di sekitarnya sehingga ketika mengetahui kanker serviks sudah berada
pada stadium lanjut. Seperti yang dikemukakan oleh Tim CancerHelps (2010)
bahwa ada beberapa gejala yang dialami saat menderita kanker serviks yaitu
pendarahan vagina yang tidak normal, pendarahan yang biasa terjadi adalah
pendarahan setelah bersenggama, pendarahan dan bercak darah antara periode
menstruasi. Selain itu keputihan yang tidak normal dengan ciri-ciri keputihan
tersebut di antaranya lendir kental, bewarna kuning atau kecokelatan, berbau
busuk, dan gatal serta rasa sakit saat bersenggama. Keempat subjek yang diteliti
yaitu K, MH, R, dan L mengalami gejala yang tidak jauh berbeda, seperti subjek K
yang mengalami menstruasi sangat banyak tidak seperti menstruasi normal dan
pada saat menstruasi pun subjek mengalami sakit perut yang tidak biasanya,
adapun gejala yang dialami oleh subjek MH yaitu ketika berhubungan badan
dengan suami sering mengeluarkan darah. Pada subjek ketiga yaitu subjek R
mengalami gejala yan tidak jauh berbeda dengan subjek K dan MH, namun subjek
R lebih awal mengalami keputihan yang tidak normal, setelah itu subjek R
11
mengalami menstruasi dengan volume yang sangat banyak. Subjek L pun
merasakan gejala yang sama dengan ketiga subjek. Keempat subjek tersebut
mengetahui pada saat sudah memasuki stadium lanjut.
Kurangnya informasi dan pengetahuan tentang kanker serviks dan gejala
kanker serviks menyebabkan para subjek tidak memeriksakan diri lebih dini.
Sehingga para subjek harus menjalani perawatan yang lebih lama dikarenakan
stadium sudah mencapai stadium lanjut. Seperti yang dikemukakan oleh Maharani
(2009) bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks untuk
melakukan deteksi dini menyebabkan lebih dari 70 pasien mulai menjalani
perawatan justru ketika kondisinya sangat parah dan sulit untuk disembuhkan.
B. Penyebab kanker serviks
Maharani (2009) mengatakan hingga saat ini, belum diketahui secara pasti
perihal penyebab kanker leher rahim atau kanker serviks. Namun, terdapat kaitan
yang cukup erat antara kanker serviks dengan infeksi HPV (human papilloma
virus) yang diperparah dengan pola hidup dan kebiasaan antara lain tidak adanya
tes pap yang teratur, imun yang lemah, faktor usia, sejarah seksual, terlalu lama
menggunakan pil kontrol kehamilan, kebiasaan merokok, dan mempunyai banyak
anak.
Kanker serviks yang dialami oleh subjek K, MH, R, dan L juga disebabkan
oleh beberapa faktor. Subjek penelitian tersebut memiliki usia yang produktif yaitu
pada usia 35-40 tahun, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Maharani (2009)
bahwa kanker serviks sering terjadi pada usia perempuan diatas 40 tahun tetapi
tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada usia produktif, yakni pada usia 3540 tahun. Menurut informasi yang diperoleh oleh K, MH, R, dan L, kanker serviks
yang dialaminya karena faktor genetis maupun dari seringnya mengkonsumsi
makanan berpengawet.
Hasil wawancara, penyebab lain yaitu usia melakukan hubungan seksual
pertama pada usia dini, yang membuktikan teori yang dikemukakan oleh
Ranggiansanka (2010).
C. Dampak psikologis penyakit kanker serviks bagi penderitanya
Kanker serviks yang dialami oleh keempat subjek penelitian sudah sangat
mengganggu aktivitas karena rasa sakit akibat penyakit tersebut sehingga pasien
kanker serviks terutama yang memasuki stadium lanjut diharuskan segera
melakukan pengobatan bahkan istirahat total. Penderita penyakit kronis seperti
kanker dapat mengalami tiga akibat dari penyakit yang dideritanya dan pengobatan
yang dijalaninya yaitu kehilangan atau mengalami abnormalitas fungsi fisiologis
atau anatomis (impairment), keterbatasan dalam kemampuan untuk mengerjakan
suatu tugas atau untuk menjalankan peran secara normal (disability), dan kerugian
yang bersifat sosial berupa perlakuan dari orang lain atau kepada orang lain
dengan impairment atau disability tertentu (handicap) (Priyanti, 2008). Ketiga hal
ini dapat mempengaruhi penderitanya. Dari hasil penelitian, keempat subjek yaitu
K, MH, R, dan L juga mengalami efek dari penyakit kanker serviks terutama
kehilangan atau mengalami abnormalitas fungsi fisiologis atau anatomis
12
(impairment) dan keterbatasan dalam kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas
atau untuk menjalankan peran secara normal (disability), sedangkan hanya L yang
mengalami efek kerugian yang bersifat sosial berupa perlakuan dari orang lain
atau kepada orang lain dengan impairment atau disability tertentu (handicap).
Subjek L merasa tidak mendapatkan perhatian maupun apa yang diharapkannya
bahkan hubungannya semakin jauh.
Ada empat kondisi psikologis yang dapat dialami oleh orang yang hidup
dengan penyakit kronis seperti kanker yaitu kehidupan yang terbatas, keterasingan
sosial, definisi diri yang tidak baik, dan merasa menjadi beban orang lain (Priyanti,
2008). Kondisi psikologis ini juga dialami oleh semua subjek penelitian.
Kehidupan yang terbatas disebabkan karena pengobatan dan perawatan yang harus
dijalani dan rutinitas pekerjaan yang harus dihentikan karena istirahat total.
Merasa menjadi beban orang lain juga dirasakan oleh semua subjek dimana karena
kondisi penyakitnya subjek merasa tidak mampu menjadi istri sekaligus subjek
bagi keluarganya. Justru sebaliknya, besarnya biaya pengobatan dan waktu yang
dicurahkan oleh orang-orang terdekatnya kepada subjek menjadikan mereka
merasa menjadi beban sementara subjek tidak bisa berbuat apa-apa. Subjek juga
merasakan definisi diri yang tidak baik karena subjek tidak dapat lagi melakukan
pekerjaan sederhana dengan mudah seperti sebelum mengalami penyakit kanker
serviks. Bahkan untuk kondisi tertentu seperti saat dan pasca kemoterapi, semua
subjek sangat membutuhkan kehadiran orang lain untuk memenuhi kebutuhannya
karena pasca kemoterapi subjek berada pada kondisi yang sangat lemah.
Selain kondisi psikologis, penderita kanker juga mengalami masalah-masalah
seperti ketidakpercayaan, takut, marah, cemas, dan depresi (Priyanti, 2008).
Semua subjek penelitian K, MH, R, dan L mengalami perasaan cemas, takut,
depresi, ketidakpercayaan dan rasa percaya diri menurun, bahkan subjek L
mengalami rasa marah. Ketika subjek penelitian tersebut didiagnosa kanker, shock
merupakan perasaan pertama yang para subjek alami. Ketidakpercayaan bahwa hal
tersebut terjadi pada dirinya dan sulit menerima keadaan bahwa mereka menderita
penyakit kanker serviks. Subjek K, MH, R, dan L juga mengalami rasa takut
antara lain kematian yang ditimbulkan oleh kanker dan juga proses pengobatan
serta efek sampingnya. Takut jika dijauhi, tentang kehidupannya yang mungkin
berubah antara sebelum dan sesudah mengalami kanker serviks, bahkan subjek L
mengalami stres berat.
Kanker merupakan penyakit jangka panjang dan berakibat fatal, dan hal
tersebut dapat menimbulkan masalah dalam penyesuaian psikososial (Priyanti,
2008). Penyakit kanker juga menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian
penderitanya, dikarenakan penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki jangka
waktu panjang dalam proses pengobatannya serta membutuhkan banyak biaya
sehingga dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi yang mengalaminya
(Priyanti, 2008). Seperti yang dialami oleh subjek L dimana mahalnya biaya
pengobatan tidak sebanding dengan membaiknya kondisi kesehatan. Kondisi lain
juga dialami oleh subjek K dimana suaminya harus menjadi TKI di Malaysia
13
untuk mencarikan biaya pengobatan K. Subjek MH pun juga seperti itu, anakanaknya setelah lulus SMA juga bekerja untuk membantu biaya pengobatan MH.
Perasaan-perasaan dan kondisi yang dialami oleh subjek diatas dapat
mempengaruhi kebahagiaan. Secara umum, kebahagiaan dapat diartikan sebagai
perasaan senang, jauh dari penderitaan, dikatakan juga sebagai kondisi dimana ada
kesesuaian antara keinginan dengan kenyataan (Kingwell, 1998). Seligman (2005)
menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif
yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai oleh individu
tersebut.
D. Aspek kebahagian
Ada beberapa aspek yang menjadi sumber kebahagiaan sejati. Seperti yang
dikemukakan oleh Seligman (2005), ada lima aspek yang mempengaruhi
kebahagiaan seseorang yaitu terjalinnya hubungan positif dengan orang lain,
keterlibatan penuh, penemuan makna dalam keseharian, optimisme yang realistis,
dan resiliensi. Begitu juga dengan K, MH, R, dan L, kelima aspek yang
dikemukakan oleh Seligman tersebut menjadi sumber kebahagiaan bagi subjek.
1. Aspek terjalinnya hubungan positif dengan orang lain
Terjalinnya hubungan yang positif maupun negatif dengan orang lain
mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Hubungan positif atau positive
relationship bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun anak, tetapi
dengan menjalin hubungan yang positif dengan individu yang ada disekitar
(Seligman, 2005). Keempat subjek dapat menjalin hubungan positif dengan
individu disekitarnya dan subjek-subjek tersebut pun memiliki emosi positif
yang dirasakan serta melakukan aktivitas-aktivitas positif yang disukai oleh
masing-masing individu tersebut. Lingkungan sosial merupakan tempat
dimana subjek tinggal, tidak hanya tetangga saat subjek belum mengalami
sakit tetapi juga lingkungan yayasan. Subjek K, MH, R dan L mampu
menjalin hubungan positif dengan lingkungan tersebut. Terjalinnya hubungan
positif antara subjek dengan individu di sekitarnya menimbulkan emosi positif
yang mengarah pada kebahagiaan.
2. Keterlibatan Penuh
Aspek ini juga menjadi pengamatan dalam penelitian terhadap
keempat subjek penderita kanker serviks di Yayasan Kanker Indonesia.
Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain
seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga (Seligman, 2005). Dari keempat
subjek hanya tiga subjek yang memiliki keterlibatan penuh dalam setiap
kegiatan baik di yayasan maupun sebelum berada di yayasan yaitu K, MH,
dan R. Dalam hubungan sosial, subjek K, MH, dan R tergolong aktif dan
sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan, sedangkan subjek L hanya kadangkadang. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang
beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut.
Keterlibatan penuh dalam setiap kegiatan ini juga mampu membangun
rasa kebersamaan antara keempat subjek dan pasien lainnya sehingga antara
14
satu dengan yang lainnya mempunyai rasa senasib dan seperjuangan yang
akhirnya dapat menumbuhkan empati dari masing-masing individu sehingga
antara pasien yang satu dengan yang lainnya merasakan hal yang sama baik
senang maupun sedih. Empati yang telah terbangun membuat subjek K, MH,
dan R mampu ikut merasakan penderitaan yang dialami pasien lain sehingga
mereka memberikan perhatian dan kepedulian serta memotivasi untuk tetap
semangat, bahkan siap membantu jika ada pasien lain yang membutuhkan
pertolongan. Sedangkan subjek L dapat memenuhi aspek tersebut tetapi tidak
sepenuhnya dikarenakan jarang terlibat dalam kegiatan bersama.
3. Penemuan makna dalam keseharian
Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain
tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam
apapun yang dilakukan (Seligman, 2005). Keempat subjek juga merasakan
telah menemukan makna dalam keseharian selama berada di yayasan.
Keempat subjek tersebut merasakan bahwa ada perubahan dalam memaknai
hidup seperti timbulnya rasa syukur, lebih menghargai waktu, semakin
mendekatkan diri pada Tuhan, dan menghargai orang-orang yang menyayangi
dan peduli pada mereka. Makna hidup tersebut diperoleh setelah mereka
merasakan sakit kanker serviks dan harus menjalani pengobatan di yayasan.
Keempat subjek tersebut juga merasakan lebih bisa menghargai waktu
terutama saat-saat berkumpul dengan keluarga, subjek merasakan jarangnya
kebersamaan dengan keluarga memberi motivasi untuk lebih mengoptimalkan
waktu saat bersama orang-orang yang menyayanginya. Rasa takut, cemas, dan
khawatir akan kematian, meninggalkan keluarga dan sebagainya juga
membayangi subjek saat mengetahui kanker serviks yang dideritanya. Subjek
lebih banyak mendekatkan diri pada Tuhan dengan cara beribadah dan
merasakan adanya ketenangan hati setelah melakukannya.
Penyakit kanker serviks yang dialami subjek membuktikan bahwa
dalam kondisi yang paling membuat mereka terpuruk tetap ada orang-orang
yang menyayanginya, mendukungnya dan memberikan semangat untuk
sembuh. Hal ini membuat subjek semakin menghargai orang-orang yang
menyayangi dan perhatian padanya karena telah memberikan harapan hidup.
4. Optimis yang realistis
Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah
cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan (Seligman, 2005). Dari
hasil penelitian semua subjek memiliki optimis yang realistis meskipun
tingkatannya berbeda. Subjek L misalnya, optimis yang dirasakannya kadangkadang ada dan kadang-kadang hilang. Adanya dukungan dan motivasi penuh
dari keluarga dan peneriman kondisi subjek mampu mengurangi rasa
khawatir/cemas sehingga mampu menjalani hidup dengan semangat dan
membangun harapan untuk sembuh.
E. Resiliensi
Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami
15
penderitaan karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak
peristiwa menyenangkan yang dialami melainkan sejauh mana seseorang
memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak
menyenangkan sekalipun (Seligman, 2005). Subjek K, MH, R dan L mampu
membangun semangat dan bangkit dari kondisi kanker serviks yang
dialaminya bahkan saat kondisinya sudah parah. Dari hasil wawancara dan
observasi, keempat subjek tersebut mampu beresilien. Beberapa hal yang
membuktikan bahwa subjek diatas mampu beresilien adalah mampu
menerima keadaan, menjalani hidup dengan semangat dan kuat, selalu punya
harapan untuk sembuh, dan tidak putus asa. Kondisi-kondisi tersebut tidak
lepas dari dukungan orang-orang terdekat dimana mereka memberikan
dukungan moril dan materi yang mampu menstimulus pikiran dan perasaan
subjek agar mampu kuat dan semangat menjalaninya serta mampu
membangun harapan untuk sembuh.
DISKUSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran kebahagiaan
yang dialami penderita kanker serviks pada dewasa awal yang di harapkan dapat
mengetahui bagaimana gambaran kebahagiaan penderita kanker serviks dewasa awal.
Dari hasil penelitian terdapat ke empat subjek yang menderita penyakit kanker serviks
yaitu subjek K, MH, R dan L yang memiliki beberapa gejala-gejala kanker serviks.
Gejala umum yang dirasakan oleh subjek yaitu pendarahan vagina yang tidak normal,
pendarahan setelah bersenggama atau pun pendarahan setelah menoupose, beberapa
gejala kanker serviks ini biasa dapat diketahui setelah penderita sudah memasuki
stadium lanjut yaitu stadium 3. Adapun penyebab-penyebab keempat subjek
terinfeksi kanker serviks yaitu menikah dengan usia muda tidak melakukan test
papsmear dan tidak menjaga pola makan dengan baik. Untuk melihat hasil yang
diperoleh dari penelitian gambaran kebahagiaan penderita kanker serviks pada usia
dewasa awal yaitu hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
terjalinnya hubungan yang positif maupun negatif dengan orang lain mempengaruhi
kebahagiaan seseorang. Hubungan positif bukan sekedar memiliki teman, pasangan,
ataupun anak, tetapi dengan menjalin hubungan yang positif dengan individu yang
ada disekitar (Seligman, 2005). Keempat subjek dapat menjalin hubungan positif
dengan individu disekitarnya dan melakukan aktivitas-aktivitas positif yang disukai
oleh masing-masing individu tersebut. Lingkungan sosial merupakan tempat dimana
subjek tinggal, tidak hanya tetangga saat subjek belum mengalami sakit tetapi juga
lingkungan yayasan. Subjek K, MH, R dan L mampu menjalin hubungan positif
dengan lingkungan tersebut. Terjalinnya hubungan positif antara subjek dengan
individu di sekitarnya menimbulkan emosi positif yang mengarah pada kebahagiaan.
Adapun aspek yang kedua yaitu dimana dari keempat subjek hanya tiga subjek
yang memiliki keterlibatan penuh dalam setiap kegiatan baik di yayasan maupun
16
sebelum berada di yayasan yaitu K, MH, dan R. Dalam hubungan sosial, subjek K,
MH, dan R tergolong aktif dan sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan, sedangkan
subjek L hanya kadang-kadang. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya
fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta dalam aktivitas tersebut.
Keterlibatan penuh dalam setiap kegiatan ini juga mampu membangun rasa
kebersamaan antara keempat subjek dan pasien lainnya sehingga antara satu dengan
yang lainnya mempunyai rasa senasib dan seperjuangan yang akhirnya dapat
menumbuhkan empati dari masing-masing individu sehingga antara pasien yang satu
dengan yang lainnya merasakan hal yang sama baik senang maupun sedih. Empati
yang telah terbangun membuat subjek K, MH, dan R mampu ikut merasakan
penderitaan yang dialami pasien lain sehingga mereka memberikan perhatian dan
kepedulian serta memotivasi untuk tetap semangat, bahkan siap membantu jika ada
pasien lain yang membutuhkan pertolongan. Sedangkan subjek L dapat memenuhi
aspek tersebut tetapi tidak sepenuhnya dikarenakan jarang terlibat dalam kegiatan
bersama.
Keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara
lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang dilakukan
(Seligman, 2005). Keempat subjek juga merasakan telah menemukan makna dalam
keseharian selama berada di yayasan. Keempat subjek tersebut merasakan bahwa ada
perubahan dalam memaknai hidup seperti timbulnya rasa syukur, lebih menghargai
waktu, semakin mendekatkan diri pada Tuhan, dan menghargai orang-orang yang
menyayangi dan peduli pada mereka. Makna hidup tersebut diperoleh setelah mereka
merasakan sakit kanker serviks dan harus menjalani pengobatan di yayasan. Keempat
subjek tersebut juga merasakan lebih bisa menghargai waktu terutama saat-saat
berkumpul dengan keluarga, subjek merasakan jarangnya kebersamaan dengan
keluarga memberi motivasi untuk lebih mengoptimalkan waktu saat bersama orangorang yang menyayanginya. Rasa takut, cemas, dan khawatir akan kematian,
meninggalkan keluarga dan sebagainya juga membayangi subjek saat mengetahui
kanker serviks yang dideritanya. Subjek lebih banyak mendekatkan diri pada Tuhan
dengan cara beribadah dan merasakan adanya ketenangan hati setelah melakukannya.
Penyakit kanker serviks yang dialami subjek membuktikan bahwa dalam kondisi
yang paling membuat mereka terpuruk tetap ada orang-orang yang menyayanginya,
mendukungnya dan memberikan semangat untuk sembuh. Hal ini membuat subjek
semakin menghargai orang-orang yang menyayangi dan perhatian padanya karena
telah memberikan harapan hidup.
Aspek keempat adalah optimisme yang realistis, subjek K, MH, dan R mampu
membangun optimis untuk sembuh dan semangat menjalani hidup. Mereka tidak
mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan (Seligman, 2005). Dari
hasil penelitian semua subjek memiliki optimis yang realistis meskipun tingkatannya
berbeda. Subjek L misalnya, optimis yang dirasakannya kadang-kadang ada dan
kadang-kadang hilang. Adanya dukungan dan motivasi penuh dari keluarga dan
peneriman kondisi subjek mampu mengurangi rasa khawatir/cemas sehingga mampu
menjalani hidup dengan semangat dan membangun harapan untuk sembuh.
17
Aspek terakhir adalah resiliensi, subjek K, MH, dan R mampu untuk bangkit
dari kondisi menyakitkan dan beradaptasi dengan lingkungan dan orang yang
berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan karena kebahagiaan
tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami
melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk
bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun (Seligman, 2005). Subjek
K, MH, R dan L mampu membangun semangat dan bangkit dari kondisi kanker
serviks yang dialaminya bahkan saat kondisinya sudah parah. Dari hasil wawancara
dan observasi, keempat subjek tersebut mampu beresilien.
Kekurangan dari penelitian ini adalah pada saat meneliti subjek-subjek yang
menderita kanker serviks peneliti mengalami kesukaran untuk bertemu dengan para
subjek dan pada penelitian ini juga teori yang digunakan sangat minim sehingga teori
penelitian kurang meluas.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka diperoleh
kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
1. Gambaran kebahagiaan penderita kanker serviks pada usia dewasa awal di
Yayasan Kanker Indonesia yang berlokasi di Surabaya didukung oleh aspekaspek kebahagiaan yaitu terjalinan hubungan yang positif dengan orang lain,
keterlibatan penuh, penemuan makna dalam keseharian, optimisme yang realistis,
dan resiliensi. Tiga subjek yaitu K, MH, dan R didukung penuh oleh aspek-aspek
kebahagiaan dan subjek L tidak semua aspek kebahagiaan terpenuhi. Secara
umum semua subjek memiliki gambaran kebahagiaan.
2. Subjek K, MH, dan R merupakan penderita kanker serviks yang digambarkan
sebagai penderita yang memiliki gambaran kebahagiaan yang memiliki aspekaspek kebahagiaan secara penuh. Aspek pertama adalah terjalinnya hubungan
positif dengan orang lain, subjek K, MH, dan R memiliki jalinan hubungan yang
positif dengan suami dan anak-anak, keluarga besar, dan lingkungan sosial.
Aspek kedua adalah keterlibatan penuh dimana subjek K, MH, dan R aktif dalam
kegiatan-kegiatan yayasan. Aspek ketiga adalah penemuan makna dalam
keseharian, subjek K, MH, dan R mampu menemukan makna dalam
kesehariannya baik dari interaksi sosial maupun introspeksi. Aspek keempat
adalah optimisme yang realistis, subjek K, MH, dan R mampu membangun
optimis untuk sembuh dan semangat menjalani hidup. Aspek terakhir adalah
resiliensi, subjek K, MH, dan R mampu untuk bangkit dari kondisi menyakitkan
dan beradaptasi dengan lingkungan.
3. Subjek L juga digambarkan sebagai penderita kanker yang memiliki gambaran
kebahagiaan namun beberapa aspek kebahagiaan tidak terpenuhi secara baik.
Aspek pertama yang dimiliki L adalah terjalinnya hubungan positif dengan orang
lain. Subjek L hanya memiliki hubungan positif dengan orang terdekat yaitu
anak-anaknya, kerabat, pengurus yayasan kanker Indonesia maupun pasien.
Sedangkan suami tidak dapat menjalinan hubungan yang positif.. Aspek kedua
18
4.
adalah keterlibatan penuh, subjek L dapat memiliki keterlibatan penuh tetapi
tidak terpenuhi dengan baik dan subjek L memiliki ketika harus memenuhi aspek
ini yaitu kendala agama dan bahasa, serta sakit yang dirasakannya membuatnya
ingin banyak istirahat. Namun jika kondisi sehat subjek berusaha mengikuti
kegiatan meskipun tidak sampai selesai. Aspek ketiga adalah penemuan makna
dalam keseharian, meskipun subjek L sering merasakan beban akibat
penyakitnya namun L mampu menemukan makna dalam kesehariannya baik dari
interaksi sosial. Aspek keempat adalah optimisme yang realistis, subjek L belum
mampu sepenuhnya membangun optimis untuk sembuh maupun semangat
menjalani hidup namun ketika teringat anak-anaknya subjek L akan berusaha
untuk semangat demi anak-anaknya. Aspek terakhir adalah resiliensi, subjek L
belum sepenuhnya mampu untuk bangkit dari kondisi penyakitnya, namun
selama berada di yayasan terlihat perbedaan saat awal masuk yayasan dan saat
penelitian.
Pihak yang paling berperan dalam membangun kebahagiaan penderita kanker
serviks adalah pihak keluarga dan yayasan. Wanita usia dewasa awal umumnya
sudah berkeluarga dan memiliki keturunan. Bagi penderita kanker serviks
keluarga yaitu suami dan anak-anak merupakan pendukung utama dan alasan
untuk bangkit dan sembuh. Adapun pihak yayasan memiliki peran dalam
mendukung pengobatan dan perawatan menuju kesembuhan, selain itu
lingkungan sosial yayasan yang mendukung seperti perhatian dan dukungan
pengurus yayasan dan pasien lain yang memiliki nasib yang sama membantu
pasien kanker serviks memiliki pikiran positif untuk sembuh. Penderita kanker
serviks merasakan bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi penyakitnya
sehingga mampu bangkit dan semangat menjalani hidup meskipun dalam kondisi
sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Carr, Alan. (2004). Positive Psychology The Science of Happiness and Human
Strengths. USA and Canada. Brunner-Rotledge.
Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Desmita. (2007). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being: The science of
happiness and life satisfaction. In S. R. Snyder & S. J.
Fitriana, N.M., Ambarini, T.K. (2012). Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker
Serviks Yang Menjalani Pengobatan Radioterapi, Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental 1, (2)
Handayani., Suharmiati., Ayuningtyas. (2012). Menaklukkan Kanker Serviks dan
Kanker Payudara dengan 3 Terapi Alam. Jakarta: AgroMedia Pustaka
Hurlock,E.B.(2003).Psikologi Perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan (edisi 5). Jakarta: Erlangga.
Jahja, Y. 2011. Psikologi Perkembangan Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.
19
Maharani, S. (2009). Kanker: Mengenal 13 Jenis Kanker dan
pengobatannya.Yogyakarta:Katahati
Mappiare, A. (1993).Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.
Moleong, L. J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mubin & Cahyadi, Ani . (2006). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Quantum
Teaching.
Myers, D. (2010). Psychology. Ninth edition.New York: Worth Publisher.
Ranggiasanka, A. (2010).Waspada Kanker pada Pria dan Wanita. Yogyakarta:
Hangar Kreator.
Santrock.(2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Setiati, E. (2012). Kenali Penanganan Tumor dan Kanker pada Wanita. Yogyakarta:
Pustaka Rama
Seligman, M.E.P., (2002). Authentic happiness:Using The New Positive Psychology
to relize your potential for lasting fulfillment. Free Press.New York.
Seligman,M.E.P., (2005). Penerjemah Nukman Y. E. Authentic happiness:
Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. PenerbitMizan
Seligman,M.E.P., (2005). Positive Psychologi Progress Empirical Validation of
Intetrventions. American Psychologist.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Priyanti, D., (2008) Makna Hidup Pada Penderita Kanker Serviks. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara.
Tim CancerHelps. (2010). Stop Kanker. Jakarta: Agro Media.
20
Download